• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB IDZOTUN NASYIIN KARANGAN SYEKH MUSTOFA AL-GHOLAYAYNI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB IDZOTUN NASYIIN KARANGAN SYEKH MUSTOFA AL-GHOLAYAYNI SKRIPSI"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB IDZOTUN NASYIIN

KARANGAN SYEKH MUSTOFA AL-GHOLAYAYNI

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

dalam Ilmu Tarbiyah

Disusun oleh

MUHAMMAD KHOIRUN NI’AM 114 12 012

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)

iii

DEKLARASI

ميحرلا نحمرلا للها مسب

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqosah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 22 Maret 2016 Penulis,

Muhammad Khoirun Ni’am NIM. 114 12 012

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

“Artinya: Dari Umar bin Khafsh dari Ayahnya dari Amasy Rasululullah SAW bersabda: sebaik-sebaik kamu yaitu yang paling baik keadaan akhlaknya. (HR.

Bukhari Muslim)”

“Pendidikan Yang Baik Akan Membentuk Akhlak Yang Baik Pula”

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap mempunyai peran penting dalam hidup-Ku

1. Kedua orang tua Ku Bapak Dimyathi dan Ibu Darsipah tersayang yang membesarkan Ku serta memberikan do‟a restu demi tercapainya keberhasilan

ini.

2. Adik Ku tersayang Khoyinatul Ulya terima kasih atas motivasi yang adik berikan kepada mas Muhammad Khoirun Ni‟am.

3. Terima kasih kepada teman-temas Takmir Masjid Raya Darul Amal yang selalu menyemangati Ku.

4. Seseornag yang spesial yang akan menjadi zaujah Ku.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

يحرلا نحمرلا للها مسب

م

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarata guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun jugul skripsi ini adalah “PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB IDZOTUN NASYIIN

KARANGAN SYEKH MUSTOFA AL-GHOLAYAYNI”

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga

(10)

x

5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PAI IAIN Salatiga yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan ketarbiyahan kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun spiritual serta yang senantiasa berkorban dan berdoa demi tercapainya cita-cita.

7. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat semua yang telah membantu memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan myang berlipat ganda amien. Penulis sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Amien ya robbal „alamien.

Salatiga, …. Maret 2016 Penulis,

(11)

xi ABSTRAK

Ni‟am, Muhammad Khoirun. 2016. Pendidikan Akhlak dalam Kitab Idzotun

Nasyiin Karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : M. Farid Abdullah, S.Pd.I., M.Hum.

Kata Kunci: Pendidikan Akhlak, Kitab Idzotun Nasyiin.

Ajaran Islam memberikan pedoman hidup kepada umat manusia. Pedoman hidup itu telah terurai banyak secara jelas luas dan jelas dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Inti dari pedoman tersebut adalah manusia di anjurkan untuk membangun kehidupan itu dengan perbuatan-perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Hal ini jika dijalankan maka kehidupan akan selamat.

Sehubungan dengan itu dilakukan penelitian moral dalam kitab Kitab Idzotun Nasyiin Karangan Syekh Mustofa Al-GHOLAYAYNI dengan rumusan masalah (1) Bagaimanakah konsep pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Idzotun Nasyiin? (2)Bagaimanakah relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Idzotun Nasyiin dengan konteks kekinian?

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat kami simpulakan bahwa: (1) Nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Kitab Idzotun Nasyiin antara lain: berani melangkah/maju, sabar, munafiq, ikhlas, putus asa, pengharapan (optimis), pengecut, membabi buta (tindakan ngawur), keberanian, kemashlahatan, kemuliaan, lengah dan waspada, revolusi moral, rakyat dan pemerintah, tertipu oleh diri sendiri, pembaharuan, kemewahan, agama, modernitas, kebangsaan, kemerdekaan, macam-macam kemerdekaan, kehendak, kepemimpinan, ambisi kekuasaan, dusta dan jujur, adil, dermawan, kebahagiaan, melaksanakan kewajiban, bisa dipercaya, iri dengki, tolong menolong, pujian dan belenggu, fanatik, pewaris bumi, kejadian awal, tunggulah saatnya, derma, perempuan, pikirkanlah dan tawakkal, dan pendidikan, (2)Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam Kitab Idzotun Nasyiin, merupakan gambaran langkah nyata yang harus terimplementasikan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Upaya pembentukan kepribadian remaja agar menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, mapan dan bertanggung jawab terhadap diri dan lingkungan harus dimulai sedini mungkin dengan menanamkan akhlak dalam jiwa mereka sehingga meresap dengan sempurna dan tertanam kuat dalam jiwa mereka.

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN DEKLARASI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 8

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II BIOGRAFI TOKOH A. Biografi Syekh Mustofa Al-Gholayayni dan Sosio-kulturnya ... 15

(13)

xiii

C. Corak Umum Pendidikan Akhlak Menurut Pemikiran

Syekh Mustofa Al-Gholayayni ... 22

D. Uraian Singkat Tentang Kitab Idzotun Nasyiin ... 25

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEKH MUSTOFA AL-GHOLAYAYNI DALAM KITAB IDZOTUN NASYIIN A. Sistematika Kitab Idzotun Nasyiin ... 28

B. Latar Belakang Penulisan Kitab Idzotun Nasyiin ... 30

C. Pokok Bahasan tentang Pendidikan Akhlak ... 31

D. Metode Pendidikan dalam Kitab Idzotun Nasyiin ... 53

E. Tujuan Pendidikan Akhlak dalam Kitab Idzotun Nasyiin ... 54

BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Idzotun Nasyiin Karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni ... 57

B. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Idzotun Nasyiin Karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni terhadap Pendidikan Agama Islam ... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Pembimbingan dan Asisten Pembimbingan Skripsi Lampiran 3 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 4 Dokumentasi

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Oleh karena itu, kejayaan seseorang, masyarakat dan bangsa, disebabkan akhlaknya yang baik. Akhlak bukan sekedar sopan santun, tata-krama yang bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang lain, melainkan lebih dari pada itu. Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melakukan kewajibannya, memberikan hak yang harus diberikan pada orang yang berhak. Dia melakukan kewajibannya terhadap dirinya sendiri, Tuhannya, manusia dan semua mahkluk lain yang menjadi haknya, terhadap manusia yang menjadi hak manusia lainnya, terhadap alam dan lingkungannya dan segala yang ada secara harmonis, dia akan menempati martabat yang mulia dalam pandangan ilmu. Dia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela, maka dia akan menempati kedudukan yang mulia secara objektif walaupun secara material keadaannya sangat sederhana.

(16)

2

objektif dia akan menempati kedudukan yang hina, walaupun secara material dia dalam keadaan mewah dan serba lebih (Djatmika, 1987:12).

Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu upaya penanaman akhlak melalui pendidikan. Pendidikan akhlak diartikan sebagai latihan mental dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah. Pendidikan akhlak berarti juga menumbuhkan personalitas kepribadian dan menanamkan tanggung jawab. Oleh karena itu, jika berpredikat seorang Muslim yang baik ia harus mentaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajarannya yang didorong oleh iman sesuai dengan akidah Islamiyah. Pendidikan akhlak merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita. Karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadian, Islam dapat dijadikan pedoman seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi.

Secara faktual, pendidikan akhlak berwatak akomodatif kepada tuntutan kemajuan zaman yang ruang lingkupnya berada di dalam kerangka acuan norma-norma kehidupan (Abdullah, 2007:22). Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Dia juga mengatakan seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka bantailah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadits Nabi yang

(17)

3

Kenyataan di lapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan rasul-Nya.

Keadaan pembinaan akhlak semakin terasa diperlukan terutama pada saat di mana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan di bidang iptek. Saat ini misalnya orang akan dengan mudah berkomunikasi dengan apapun yang ada di dunia ini, yang baik atau yang buruk, karena ada alat telekomunikasi. Peristiwa baik atau buruk dengan mudah dapat dilihat melalui televisi, internet, film, buku-buku, tempat-tempat hiburan yang menyuguhkan adegan maksiat, demikian pula produk obat-obat terlarang, minuman keras dan pola hidup materialistik dan hedonistik semakin menggejala, semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.

(18)

4

Dalam konteks penanaman dan pembinaan akhlak di atas, Syeikh Musthafa Al-Ghalayayni, menekankan bahwa pendidikan adalah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa remaja dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat yang berguna, sehingga menjadi sifat yang tertanam dalam jiwa. Sehingga tampaklah buahnya yaitu berupa amal perbuatan yang utama, kebaikan, kesenangan bekerja untuk kepentingan tanah air dan bangsa (al-Ghalayayni, tanpa tahun:189).

Kita hidup dalam kondisi krisis akhlak dengan pengertian yang luas, baik krisis akhlak secara individu maupunkelompok, kita bisa lihat antara adanya pertumpah darah antar sesama kelompok umat Islam sendiri kerena mereka merasa unggul dari yang lain, adanya peperangan dan pengrusakan. Sedangkan krisis akhlak secara individu seperti: pemimpin yang angkuh dan sombong terhadap bawahan, berlaku sewenang-wenang terhadap bawahannya, sehingga tidak ada lagi kepercayaan dari para bawahan yang dipimpinnya (Deden, 2007: 5).

(19)

5

Umat Islam dulu pernah menjadi umat yang kuat dan berwibawa, kini justru menjadi bulan-bulanan kepentingan dan keserakahan umat lain. Umat lain kini telah berjuang keras untuk melumpuhkan umat yang beragama Islam dengan segala cara dari zaman ke zaman, diantaranya yaitu menciptakan kondisi umat Islam yang bebas tidak terikat dengan norma-norma agama dan akhlak sebagai pegangan hidup. Dengan cara ini, mereka mengharapkan akan muncul generasi-generasi Islam yang dapat menuruti kemauan-kemauan imperalis, pemalas dan senang hidup mewah dan berfoya-foya, dan selalu mementingkan kepentingan pribadi dengan segala cara mengesampingkan urusan bangsa. Generasi apabila belajar, maka semata-mata untuk kepentingan pribadi dan kesenangannya, apabila bekerja atau menjadi pejabat juga berusaha untuk kesenangan dan kepribadian sendiri, apabila umat Islam seperti ini maka tunggulah kehancurannya.

Ditengah-tengah umat Islam dalam keadaan yang memprihatinkan tersebut, kitab ini diluncurkan oleh ulama besar mesir yaitu Syeikh Mustafa Al-galayaini untuk menyelamatkan para generasi muslim dari jurang kebinasaan, isinya bukan sekedar menawarkan sederetan teori ilmiah, melainkan juga arahan operasional yang lebih praktis.

(20)

6

Al-Ghalayayni juga berkecimpung langsung menjadi praktisi pendidikan. Ia aktif mengajar di beberapa Universitas dan Sekolah Tinggi

Syari‟ah lainnya. Hal itu menunjukkan bahwa Ia merupakan ulama yang juga

praktisi. Dalam konteks penanaman dan pembinaan akhlak di atas, Syeikh Mustafa Al-galayaini dengan ilmu dan pengalamanya melalui kitab “Idzotun Nasyiin ingin memberi bimbingan kepada segenap muslim agar menjadi

individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji, berakhlak mulia dan mengerti bagaiman seharusnya ia bersikap menghadapi segala peristiwa yang dialami bangsanya.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis terdorong mengkaji lebih lanjut tentang “PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB IDZOTUN NASYIIN

KARANGAN SYEKH MUSTOFA AL-GHALAYAYNI‟”

B. Fokus Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah bagaimana pendidikan akhlak yang disampaikan oleh Syeikh Mustofa Al-Ghalayayni. Rumusan masalah tersebut, dirinci sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konsep pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Idzotun Nasyiin?

2. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Idzotun Nasyiin dengan konteks kekinian ?

C. Tujuan Penelitian

(21)

7

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Idzotun Nasyiin.

2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Idzotun Nasyiin dengan konteks kekinian.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis, antara lain:

1. Manfaat teoritis

a. Pengamat pendidikan akhlak sebagai masukan yang berguna, menambah wawasan dan pengetahuan mereka tentang keterkaitan antara kitab Idzotun Nasyiin dengan pendidikan akhlak.

b. Penelitian ini ada relevansinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil pembahasanya berguna menambah literatur tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Idzotun Nasyiin.

c. Penelitian ini semoga dapat memberikan konstribusi positif bagi para akademisi khususnya penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang keterkaitan kitab Idzotun Nasyiin dengan pendidikan akhlak.

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi remaja muslim agar mempunyai akhlaqul karimah dan karakter yang baik.

(22)

8 E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalah-pahaman dalam penulisan skripsi ini, perlu penulis jelaskan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul di atas. Istilah-istilah tersebut adalah :

1. Pendidikan Akhlak a. Pendidikan

Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui: upaya pengajaran dan pelatihan, proses perbuatan, cara didik (Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:768).

Menurut Ahmad D. Marimba (1989:19), pendidikan adalah bimbingan atau pembinaan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Pendidikan yang dikehendaki dalam tulisan ini adalah membimbing dan mengarahkan segala potensi yang telah ada pada manusia sejak awal kejadiannya secara sadar agar tercipta insan kamil. b. Akhlak

Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa arab “

قلاخا

bentuk jamak dari mufradnya “

قلخ

” yang berarti “budi pekerti”.

(23)

9

yang berarti “Kebiasaan”. Moral berasal dari bahasa latin juga, mores, juga berarti "Kebiasaan".

Sedangkan menurut Ibnu Miskawaih dalam bukunya Tahdzibul akhlak wa that-huul-a'raq (1405 H : 25), akhlak adalah:

قللخا

Akhlak adalah keadaan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.

Menurut al-Ghazali dalam bukunya Ihya' Ulumudin (tanpa tahun: 58), akhlak adalah: mendorong untuk melakukan berbagai perbuatan dengan mudah tanpa perlu dipikirkan dan dipertimbangkan terlebih

dahulu”.

Kata “daya” diatas dapat diartikan sebagai: kesanggupan jasmani

maupun rohani untuk melaksanakan suatu aktifitas (Sudarsono, 1993:50).

Jadi yang dimaksud dengan pendidikan akhlak adalah suatu proses

bimbingan atau pertolongan pendidik secara sadar pada siswa agar dalam

jiwa anak tersebut tertanam dan tumbuh sikap serta tingkah laku atau

perbuatan yang sesuai dengan ajaran islam, sehingga dalam pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohaninya untuk membiasakan perbuatan baik

dengan mudah tanpa melalui pertimbangan terlebih dahulu, akan tetapi

perbuatannya didasarkan pada keimanan, dan juga terbentuklah kepribadian

(24)

10 2. Kitab Idzotun Nasyiin

Kitab Idzotun Nasyiin adalah kitab yang membahas tentang akhlak,

etika dan kemasyarakatan untuk membimbing generasi muda muslim agar

menjadi individu yang bersih dari sifat tidak terpuji, berakhlak mulia dan

mengerti bersikap dalam menghadapi segala peristiwa yang dialami dalam

kehidupan sehari-hari.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan

pendidikan akhlak dalam kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni adalah usaha bimbingan yang dilakukan Syekh Mustofa Al-Gholayayni terhadap perilaku dan tindakan pribadi agar cenderung dan

terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan memiliki kepribadian yang utama menanamkan perilaku yang utama di dalam kepribadian dan menyirami dengan butir-butir petunjuk dan bimbingan, sehingga melekat menjadi suatu kepribadian yang kemudian mampu membuahkan keutamaan dan kebaikan serta senang berbuat yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa. F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Skripsi ini menggunakan pendekatan hermeneutika. Pendekatan ini penulis pakai karena hermeneutika sangat relevan untuk menafsirkan berbagai gejala, peristiwa, simbol, maupun nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan bahasa. Dalam hal ini yang diungkap adalah pendidikan

(25)

11

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu suatu cara kerja tertentu yang bermanfaat untuk

mengetahui pengetahuan ilmiah dari suatu dokumen yang dikemukaan oleh ilmuan masa lalu maupun sekarang (Kaelan, 2005: 250). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, catatan yang berhubungan dengan makna, nilai dan pengertian. Dalam skripsi ini peneliti menganalisis muatan isi dari objek penelitian yang berupa dokumen yaitu kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Ghalayayni.

2. Objek Penelitian

Pada skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Ghalayayni.

3. Sumber Data

a. Data primer yaitu, data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti atau

petugas-petugasnya dari sumber pertamanya (Suryabrata, 2005: 39). Beberapa buku dalam data primer antara lain :

a. Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Ghalayayni.

b. Terjemahan Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Ghalayayni

b. Data sekunder dalam penelitian ini adalah karya-karya penulis lain

(26)

12 4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data secara holistik integrative relevan dengan fokus, maka teknik pengumpulan data yang akan dipakai menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui dokumen. Dokumen disini bisa berupa buku, surat kabar, majalah, jurnal, ataupun internet yang relevan dengan tema penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik content analisis (Moeleong, 1991:163), yaitu analisis tekstual dalam studi pustaka melalui interpretasi terhadap isi pesan suatu komunikasi sebagaimana terungkap dalam literatur-literatur yang memiliki relevansi dengan tema penelitian ini yang berorientasi pada upaya mendeskripsikan sebuah konsep atau memformulasikan suatu ide pemikiran melalui langkah-langkah penafsiran terhadap teks Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Ghalayayni

Selain analisis isi, peneliti juga menggunakan teknik analisis semiotik, karena obyek kajian berupa teks, maka juga akan dikaji bahasa dari teks yang digunakan tersebut. Semiotik merupakan kajian tanda yang ada dalam kehidupan, artinya segala sesuatu yang ada dalam kehidupan dapat dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus diberi makna (Hoed,

2011:3) . Disini teks Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Ghalayayni menjadi bagian dari tanda yang harus dimaknai. Dalam

(27)

13

suatu kata atau bahasa yang diulang-ulang atau sebuah penekanan pada bahasa yang digunakan maka itu artinya ada sebuah pesan yang ingin disampaikan olehnya.

Adapun langkah-langkahnya analisisnya sebagai berikut:

a. Memilih data dengan pembacaan dan pengamatan secara cermat terhadap teks Kitab Idzotun Nasyiin yang didalamnya terkandung nilai pendidikan akhlak.

b. Mengkategorikan ciri-ciri atau komponen pesan yang mengandung nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada didalam teks Kitab Idzotun Nasyiin.

c. Menganalisis data keseluruhan sehingga mendapatkan pesan yang sesuai dengan nilai-nilai pendidikan akhlak serta implementasinya dalam Pendidikan Agama Islam.

Untuk mendapatkan kesimpulan penulis menggunakan pola penalaran induktif, yaitu pola pemikiran berangkat dari suatu pemikiran khusus kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum.

G. Sistematika Penulisan

Secara umum dalam penulisan skripsi ini terbagi dari beberapa bagian pembahasan teoritis dan pembahasan empiris dari dua pokok pembahsan tersebut kemudian penulis jabarkan menjadi lima bab. Adapun perinciannya, sebagai berikut :

(28)

14

kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab II Biografi Tokoh, pada bab ini dipaparkan tentang gambaran biografi dan setting sosial dari Syekh Mustofa Al-Ghalayayni beserta karangan-karangannya.

Bab III Deskripsi Pemikiran Syekh Mustofa Al-Ghalayayni, penulis akan mengemukakan sistematika penulisan kitab Idzotun Nasyiin, latar belakang penulisan kitab Idzotun Nasyiin, pokok bahasan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak, metode pendidikan dan tujuan pendidikan akhlak menurut Syeikh Mustofa al-Ghalayyini dalam kitab Idzotun Nasyiin.

Bab IV Pembahasan, penulis menguraikan tentang Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Ghalayayni, meliputi: analisis nilai-nilai

pendidikan akhlak dalam Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Ghalayayni serta implementasinya dalam Pendidikan Agama Islam.

(29)

15 BAB II

BIOGRAFI TOKOH

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai gambaran singkat biografi dan perjalanan karir beserta paradigma berpikir Syekh Mustofa Al-Gholayayni.

A. Biografi Syekh Mustofa Al-Gholayayni dan Sosio-Kulturnya

Nama lengkapnya adalah Musthafa bin Muhammad bin Salim bin Muhyiddin bin Musthafa Al Ghalayyini. Dilahirkan di Beirut pada tahun 1886 M/ 1303 H. Keluarganya merupakan keturunan Al Fawayid, sebuah suku dari Al Huwaithat yang tinggal di antara 'Aqabah dan sebagian daerah Hijaz. Beliau tumbuh di Beirut Al Uthmaniah. Pada masa itu (abad 18 - 19) sedang terjadi banyak pergerakan keilmuan berupa pesantren, sekolahan, sekolaah tinggi baik memperlajari keilmuan umum, kemasyarakatan, kesastraan, ataupun jurnalistik, serta banyaknya karangan-karangan ilmiah dalam berbagai cabang keilmuan. Pada masa itu juga sedang terjadi kebangkitan politik yang bertujuan untuk memperbaiki kekacauan-kekacauan yang ditimbulkan oleh pemerintahan Uthmaniah. Al-Gholayayni termasuk salah satu dari ratusan ulama di Lebanon yang pemikirannya tak terkena pengaruh oleh kondisi saat itu.

Di masa pertumbuhan Al-Gholayayni ketika masih kecil sudah

menunjukkan kecerdasan intelektual melebihi teman-temanya. Syekh Al Ghalayini mendapatkan pendidikan pertamanya melalui halaqah-halaqah

(30)

16

syaikh Muhyiddin Al Khayyath, syaikh Abdul Bashith Al Fakhury, dan syaikh Shalih Al Rifa'i Al Tharabalsy. Kemudian Al Ghalayini berpindah ke Mesir, terdaftar di Jami Al Azhar Al Syarif. Beliau menimba ilmu dari para ulama di sana. Di antaranya adalah syaikh Sayyid bin Ali Al Murshafy, syaikh Muhammad Abduh – mufti negara mesir – serta banyak ulama lain yang ahli dalam bahasa Arab dan ilmu syariat. Tak lama kemudian Al Ghalayyini kembali ke Beirut dan menetap ke Jami Al Umry, setelah beliau menerbitkan kumpulan tulisannya yang berjudul 'Al Ahram Al Mishriyyah' (Piramid-Piramid Mesir) yang berisi gagasan-gagasannya tentang perbaikan sistem pengajaran di Al Azhar Al Syarif. Setelah itu, beliau bergabung dengan perkumpulan pengajar di Universitas Uthmaniyyah.

Al-Gholayayni juga mengajar di beberapa sekolah di Beirut. Di antara yang paling sering adalah Universitas Islam milik syaikh Al Azhary, madrasah Sulthaniyyah dan Universitas Syar'iyyah. Beliau juga menjadi wartawan dan

pengarang. Belaiu telah menerbitkan majalah Al Nibras pada tahun 1902 M. Al-Gholayayni mendedikasikan dirinya sebagai pengajar bahasa dan sastra

Arab di nadzarah al ma'arif di Beirut pada tahun 1910 M.

Al-Gholayayni bergabung dengan organisasi kebangsaan dan politik

demi ikut menyelesaikan permasalahan politik yang sedang terjadi di Beirut. Al-Gholayayni adalah seorang khatib yang banyak memberikan motivasi

(31)

17

diantaranya dipilih sebagai anggota dewan militer di bawah kepemimpinan Abdullah di Yordania, Abdullah pun menyerahkan pendidikan anaknya Thalal dan Naif, kepada Al-Gholayayni dengan mengajarkan mereka bahasa dan sastra Arab. Tak lama tinggal di Omman, akhirnya Al Ghalayini kembali ke Beirut dan menetap di sana. Al-Gholayayni juga terpilih sebagai ketua Majlis A'la Syariat Islam di Lebanon. Diangkat dan diberi kehormatan tersebut pada suatu perayaan yang meriah di Sekolah Tinggi Abbasiyyah, dengan dihadiri banyak ulama dari Beirut, Damaskus, Yerussalem, Baghdad dan Mosul, yang bertempat di Haziran pada tahun 1932 M, dan umur Al Ghalayini saat itu 47 tahun.

Al-Gholayayni di minta untuk menduduki kursi kehakiman di Beirut selama beberapa tahun, kemudian menjadi penasihat tinggi kehakiman di Beirut. Dan inilah pangkat terakhir yang beliau peroleh. Ia mendapatkan pendidikan dasar dari guru atau syeikh terkenal pada saat itu, diantaranya adalah Muyiddin al-Khayyath, Abdul Basith al-Fakhuri, Shalih al-Rofiie dan lainnya. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di tanah kelahirannya, beliau kemudian melanjutkan pendidikan tingginya di mesir, tepatnya di Universitas Al-Azhar Kairo, disana beliau berguru kepada seorang yang di dunia Islam di kenal sebagai pembaharu pemikiran Islam, yakni Muhammad Abduh.

Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh terhadap Syekh Mustofa Al-Gholayayni dalam kitab Idzotun Nasyiin terlihat gaya penulisan dalam isi

(32)

18

rasional sangat kentara dalam kitab ini. Pembahasan tentang pembaharuan, kemerdekaan, rakyat dan pemerintah yang menekankan pada kebebasan berpikir, berpendapat dan bernegara. Pemikiran Muhammad Abduh yang juga sangat jelas mempengaruhi pemikiran Syekh Mustofa Al-Gholayayni. Hal ini, dijelaskan pentingnya seseorang memiliki sifat tawakkal. Dalam konteks ini, Muhammad Abduh menyatakan bahwa terdapat dua ketentuan yang sangat mendasari perbuatan manusia, yaitu: pertama, manusia melakukan perbuatan dengan gaya kemampuannya. Kedua, kekuasaan Allah adalah tempat kembali semua yang terjadi (Sucipto, 2003: 152).

Disamping itu, Muhammad Abduh juga mempengaruhi pemikiran Syekh Mustofa Al-Gholayayni dalam hal gagasan dan gerakan pembaharuannya yang menampakkan modernis puritanis. Muhammad Abduh adalah sorang reformis yang toleran, liberal dan kaya akan gagasan modern. Tapi di satu sisi, Muhammad abduh dilihat sebagai seorang alim, mujtahid, dan penganjur doktrin orisinalitas Islam. Kemudian setelah menamatkan pendidikan di Universitas al-Azhar Kairo, beliau kembali lagi ke Beirut dan aktivitasnya tiada lain adalah mengamalkan seluruh ilmu yang telah didapatkan di Kairo tersebut. Ia aktif mengajar di beberapa Universitas, diantaranya adalah Universitas Umari, Maktab Sulthani, Sekolah Tinggi Usmani, dan Sekolah Tinggi Syari.ah lainnya (al-Ghalayaini, 2002: 4).

(33)

19

kelompok Hizb al Ittihad al-Taraqqi (Pertai Persatuan Pembangunan). Tapi, tidak berapa kemudian beliau mengundurkan diri dari keterlibatnya di partai tersebut dan bergabung dengan Hizb al-I‟tilaf (Partai koalisi). Sama seperti di partai sebelumnya, atas ketidak sepahaman pendapat dengan golongan elit terpelajar yang bergabung dengan partai itu, beliau lagi-lagi mengulangi keputusannya untuk menarik diri. Menurutnya kejelekan mereka adalah terlalu mengabdikan diri kepada pemimpin keagamaan tradisional yang cenderung sektarian dan non-egaliter. Partai-partai politik yang ada juga tidak dapat diterimanya karena mereka cenderung akomodatif hanya terhadap salah satu kelompok saja dan tidak aspiratif serta mau berjuang dan membela masyarakat umum. Hal inilah yang mendorong Syekh Mustofa Al-Gholayayni beserta para intelektual lain dengan gagasan, visi dan misi yang sama terketuk untuk membentuk partai baru yang disebut dengan Hizb-al-Islah (Partai Reformasi), Maka sesuai namanya partai ini lebih beriontasi kepada perjalanan Islam yang bernuansa reformis dan modernis serta membela hak-hak orang yang tertindas dan mewujudkan masyarakat umum.

(34)

20

telah memberikan pelajaran sangat berarti bagi diri al-Ghalayaini. Berdasarkan keinginan yang kuat untuk mengbdikan diri kepada dunia pendidikan, beliau lagi-lagi ke Beirut dan aktif sebagai tenaga pengajar. Di tahun berikutnya kembali ke Beirut, lalu dengan tanpa alasan yang jelas beliau ditahan oleh pemerintah, tapi tidak lama kemudian beliau dibebaskan. Sebagai seorang yang suka berkelana dan menjelajah dari suatu kota ke kota lainya yang masih dalam lingkup tanah Arab, beliau kemudian pergi ke Jordania Timur disana diangkat sebagai pengasuh dua anak Amir Abdullah dan menetap dalam waktu yang tidak lama.

Perjalanan ke Jordania Timur membuatnya tidak betah berlama-lama di negeri orang, lalu kembali lagi ke Beirut. Tapi sesampainya di Beirut bukan malah mendapatkan suatu penyambutan yang meriah, melainkan suatu penahanan yang dilakukan oleh otoritas Prancis yang sudah lama berada di tanah Beirut untuk kemudian diasingkan ke negara Palestina dan selanjutnya menetap di daerah Haifa. Setelah dibebaskan dari pengasingannya dan menghirup kembali alam bebas, beliau berniat kembali ke tanah kelahiranya, yaitu Beirut. Ia ternyata masih mendapat kepercayaan dari rakyat untuk memangku beberapa jabatan sekaligus, di antaranya adalah beliau diangkat sebagai kepala Majelis Islam, hakim syari‟ah serta penasehat pada Mahkamah

Banding syari‟ah Sunni sekaligus terpilih sebagai anggota dewan keilmuan

(35)

21

B. Karya-karya Syekh Mustofa Al-Gholayayni

Adapun karya Syekh Mustofa Al-Gholayayni dalam bentuk buku sesuai dengan pengamatan Umar Ridla Kahalah yang dicantumkan dalam

karyanya yang berjudul “Mujam al-Muallafin Tarajum Mushannafi al-Kutub

al-Arabiyyah”, antara lain:

1. Idzotun Nasyiin

2. Al-Islam Ruh al-Madinah aw al-Din al-Islami

3. Jami‟al-Durus al-Arabiyah

4. Nadzratu fi Kitab al-Sufur wa al-Hijab al-Mansub li Nadzari Zain al-Din 5. Nadzaratu fi al-Lughah wa al-adab

6. Diwan Al Ghalayini (fi Syi'r al Fakhr wa Al hikmat wa Al Wathaniyyah) Menurut Heri Sucipto karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni, diantaranya:

1. Izhah al-Nasyiin, kitab ini berisikan nasehat-nasehat atau arahan-arahan bagi kaum muda (remaja) agar mereka menjadi pribadi-pribadi yang tangguh menyongsong masa depan yang penuh tantangan.

2. Lubib al-Khiyar fi Sirah al-Nabi al-Mukhtar, kitab ini membahas tentang sejarah hidupnya Nabi Muhammad SAW.

3. Jami‟al-Durus al-Arobiyah, kitab ini membahas tentang berbagai macan

permasalahan terkait tata Bahasa Arab yang diuraikan secara lengkap dan sistematis sehingg mudah dipahami dan diaplikasikan.

(36)

22

5. Uraij al-Zahr, kitab ini berisikan himpunan kata bijak, karya dia sendiri.

C. Corak Umum Pendidikan Akhlak Menurut Pemikiran Syekh Mustofa Al-Gholayayni

Pada sisi lain Syekh Mustofa Al-Gholayayni dipengaruhi oleh al-Ghazali. Hal ini dapat dibuktikan bahwa di dalam Idzotun Nasyiin terdapat kutipan pemikiran al-Ghazali, misalnya penjelasan al-Ghalayaini tentang anak didik (al-Ghalayaini, 2000: 182). Ciri khas yang paling menonjol dalam Idzotun Nasyiin disusun dengan gaya pidato dengan berbagai poin yang menjadi tema pokoknya sekaligus dilengkapi dangan solusi-solusi dan langkah-langkah ke depan yang lebih baik.

Untuk memahami pemikiran seorang cendekiawan secara objektif, kita harus memberikan perhatian pada situasi dan kondisi yang melingkupi realitas zaman. Karena kondisi itulah yang mendorong seorang cendekiawan untuk mengartikulasi gagasan, pandangan dan sikapnya. Kondisi itulah yang mendorong untuk menentukan metode yang dia tempuh untuk mengekspresikan segala ide. Bahkan, Ia berupaya menjadikan pemikiran sebagai solusi efektif untuk memecahkan tantangan realitas yang semakin maju. Ia akan dianggap lebih berhasil, apabila dia sanggup mengubah sisi negatif bagi perjalanan kehidupan ke depan dan memanfaatkan perubahan yang ada demi kemaslahatan masyarakat (Mu‟thi, 2000: 84). Sedangkan

(37)

23

dianut oleh mayoritas kaum muslimin yang pembentukannya tidak lepas dari kepentingan-kepentingan keduniawian. Ketiga, sumber ajaran Islam,

Al-Qur‟an dan Al-Hadits yang tertuang dalam bahasa Arab yang dipakai oleh

orang-orang Arab pada tempat dan waktu tertentu itu menimbulkan persoalan pemahaman bagi orang-orang yang masa hidupnya jauh dari masa hidup Nabi Muhammad SAW. Keempat, adanya kecerendungan manusia untuk bebas dari suatu pihak yang lain. Kelima, adanya pertentangan kepentingan. Demikian juga tingkat intelegensi, kecerendungan, latar belakang kependidikan, perkembangan ilmu pengetahuan, kondisi sosial budaya, politik, ekonomi, dan lain-lainya memberikan warna terhadap paradigma pemikirannya.

(38)

24

kaya akan pengalaman bergumul dengan gejolak sosial dan politik yang sudah mengarah pada kondisi anomie, kondisi masyarakat dimana agama, pemerintah dan moralitas telah memudar keefektifannya, akibat keakutan dan krisis psiko-sosial yang terjadi. Syekh Mustofa Al-Gholayayni melakukan refleksi kritis dengan menggagas lahirnya tata kehidupan yang normatif-etis. Dalam kondisi yang serba sulit itulah, tidak dapat dipungkiri akan kemungkinan terjadinya clash (benturan). Pemikiran dan kepentingan berbagai pihak baik dikalangan atas maupun kalangan masyarakat bawah. Ini berarti kondisi sosial-budaya yang dihadapi Syekh Mustofa Al-Gholayayni tampak mirip dengan kondisi sekarang ini.

Dengan demikian, kajian terhadap pemikirannya terkait dengan lingkup akhlak (moral) yang belum banyak disentuh, di satu sisi dinilai relevan-fungsional bagi upaya menyumbangkan penemuan solusi problem kontemporer di atas dan di sisi yang lain bagi upaya memperkaya khasanah

(39)

25

Pendidikan akhlak menurut Syekh Mustofa Al-Gholayayni berorientasi pada pembentukan kesadaran dan kepekaan akhlak (Basyiroh Akhlaqiyah) seseorang, sehingga Ia mampu membedakan antara perilaku yang baik dan buruk, melalui penajaman kritisisme/al-tahlil al-aqli wa tanmiyat al-aql (al-Ghalayaini, 1949: 182). Berakhlak seperti ini hanya bisa terbentuk melalui penalaran dan kesediaan diri dalam memenuhi berbagai macam aturan dan putusan.

D. Uraian Singkat Tentang Kitab Idzotun Nasyiin

Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni memiliki karakteristik yang sangat kental dengan muatan keagamaan, seperti: pendidikan, budi pekerti dan sosial budaya. Untuk itu, Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni, dapat dikategotikan menjadi 3 hal: 1. Hal-hal yang berupa pengembaraan seseorang dalam menjalani proses

kehidupan kemudian akan menemukan sebuah bentuk jati diri yang sejati tetapi hal tersebut harus ditunjang dengan sikap dan perilaku yang baik, karena dengan menemukan bentuk jati dirinya ia akan berkembang menjadi kenal sesama maupun Tuhannya.

2. Hal-hal yang berbicara tentang perenungan seseorang untuk melalui berbuat baik terhadap sesamanya sebagai bentuk manifestasi dari ajaran Islam. Karena dengan menjadikan Islam sebagai ajaran agama maka keselamatan akan mudah di raih, baik di dunia maupun di akhirat.

(40)

26

sebuah pemikiran adanya suatu masalah dalam pemerintah yang kontra konsep dan realitas.

Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni secara keseluruhan berisi tentang ajaran moral dan menjalani proses kehidupan dengan nuansa pribadi yang penuh optimisme, sehingga akan tercipta sebuah komunitas masyarakat yang benar-benar menjujung tinggi moral dan mencegah akan terjadinya dekadensi moral yang sudah demikian parah.

Adapun tema-tema yang tertuang dalam Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni, terdiri dari empat puluh empat tema diantaranya:

(41)

27 25.Orang-orang yang ambisi

menjadi pemimpin 26.Dusta dan sabar 27.Kesederhanaan 28.Kedermawanan 29.Kebahagiaan

30.Melaksanakan kewajiban 31.Dapat dipercaya

32.Hasud dan dengki 33.Tolong menolong 34.Sanjungan dan Kritikan

35.Kefanatikan 36.Para pewaris bumi 37.Peristiwa pertama

38.Nantikankah saat kebinasaanya 39.Memperbagus pekerjaan

dengan baik 40.Wanita

(42)

28 BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEKH MUSTOFA AL-GHOLAYAYNI DALAM KITAB IDZOTUN NASYIIN

A. Sistematika Kitab Idzotun Nasyiin

Kitab Idzotun Nasyiin karya Syekh Mustofa Al-Gholayayni memiliki sistematika hampir sama dengan kitab lainnya, dengan halaman pertama judul diikuti dengan nama pengarang yaitu Syekh Mustofa Al-Gholayayni. Halaman berikut adalah tentang latar belakang penulisan Kitab Idzotun Nasyiin. Dengan bahasa yang halus dan sopan penulisan di dahului dengan bacaan basmalah dan hamdalah kemudian diikuti dengan penjelasan tentang permulaan kejadian yang mendorong untuk penulisan kitab Idzotun Nasyiin.

Pembahasan selanjutnya tentang materi yang berhubungan dengan akhlak, etika dan kemasyarakatan yang diakhiri dengan do‟a. Kitab Idzotun

Nasyiin, menjelaskan sistem pergantian antara pembahasan masalah yang satu dengan pembahasan masalah yang lain yang ditandai dengan bab-bab tertentu yang sesuai dengan pembahasan masalah. Sistematika penulisan kitab Idzotun Nasyiin dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Halaman judul

2. Latar belakang penulisan

(43)

29

ini dilandasi oleh niat yang ikhlas dan penuh keyakinan, yang terdiri dari berbagai macam topik dan pembahasan berkaitan dengan masalah sosial dan moral serta persoalan etika, falsafah serta hikmah. Nasehat dalam kitab ini sarat dengan pelajaran dan saran yang dapat dipergunakan oleh generasi muda untuk mempertahankan diri dari serangan pasukan yang menyebabkan kelemahan dan kemunduran serta bisa menolak bahaya penyakit sosial dan pengaruh negatif jaman. Wahai generasi muda berpeganglah teguh pada nasehat ini, sebab akan menjadi benteng yang menyelamatkan engkau pada saat engkau masih muda dan akan menjadi simpanan berharga di saat engkau menjadi tua.

4. Isi atau kandungan kitab, yang diakhiri dengan do‟a, seperti:

.ُةَّمُْلأااَيَْتََو ُنَطَوْلا ُرُمْعَ ي َكِبَق:َكْيِفاَنَلاَمآ َقَّقَحَو ,َكْيَلَع ُللها َكَراَب

Artinya: “semoga Allah memberkati kalian, merealisasikan cita-cita kami

pada kalian, sebab kalianlah negara akan makmur dan sebab kalian pula bangsa ini bisa menikmati kehidupan yang baik”.

.ُوُتَكَرَ بَو ِللها ُةَْحمَرَو ,ُءْيِشاَّنْلااَهُّ يَأ ,َكْيَلَع ُمَلاَّسا

Artinya: “semoga keselamatan dan kesejahteraan tetap dilimpahkan oleh

Allah kepada kalian semua, wahai generasi muda, demikian juga rahmat dan berkah-Nya”

B. Latar Belakang Penulisan Kitab Idzotun Nasyiin

(44)

30

memiliki kesan positif dan pengaruh luar biasa pada jiwa para pembacanya, sehingga sebagian besar mereka mengusulkan, agar artikel tersebut dibukukan, dicetak dalam bentuk buku dan diedarkan dalam masyarakat luas, khususnya mereka yang belum sempat menelaah koran tersebut. Setelah memahami keinginan mereka kemudian Syekh Mustofa Al-Gholayayni bertekad mengedarkan nasehat-nasehat tersebut di kalangan generasi muda, dengan harapan semoga nasehat-nasehat tersebut dapat menjadi penerang dan petunjuk bagi mereka (Al-Gholayayni, 2000: vii).

(45)

31

terimplementasikannya nilai-nilai tersebut dalam konteks kehidupan sehari-hari.

C. Pokok Bahasan tentang Pendidikan Akhlak

Syekh Mustofa Al-Gholayayni dengan pemikiran yang dituangkan dalam kitab Idzotun Nasyiin lebih menekankan pada akhlak, etika dan kemasyarakatan. Kitab Idzotun Nasyiin berisi tentang bimbingan untuk generasi muda muslim, agar menjadi individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji, berakhlak mulia dan mengerti. Sebagaimana ia bersikap, menghadapi segala peristiwa yang dialami bangsanya, berkenaan dengan akhlak Syekh Mustofa Al-Gholayayni membagi akhlak menjadi dua varian yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Adapun pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Idzotun Nasyiin akan penulis paparkan, sebagaimana berikut:

1. Berani Maju ke Depan

(46)

32

yang ada di dalam alam semesta ini, agar dapatlah diambil manfaat-manfaat yang berupa kebaikan demi kepantingan dirinya maupun orang lain yang memang memerlukan.

Dengan kata-kata yang terkenal “Di dalam genggaman tanganmulah (pemuda) kini urusan seluruh bangsa, dan dalam kemajuan terletak kehidupan mereka. Slogan ini menunjukkan bahwa dalam jati diri setiap generasi muslim harus tertanam sifat keberanian untuk melangkah ke depan demi kemajuan tanah airnya. Sebab di tangan generasi mudalah tongkat estafet kepemimpinan akan diserahkan sebagai penerus atau pewaris dari generasi sebelumnya. Sebagaimana keterangannya, sebagai berikut:

اومِدْقَأَف اُتُاَيَح ْمُكِماَدْقأ ِفَِو : ِةَّمُلأا َرْمَأ ْمُكِدَي ِْفِ ِّنِإ

َضْوُهُ ن اْوُضَهْ ناَو ,ِلِسَْلأا َماَدْقِإ

.ُةَّمُلأا ْمُكِب َيَْتَ .ِلِصَلاَصلَا ِتاز َتَْتَ اَياَوَّرلا

Artinya: Sebenarnya ditanganmulah urusan umat ini. Kehidupan mereka terletak pada keberanianmu. Oleh karena itu, majulah dengan penuh semangat dan keberanian, seperti harimau yang garang. Bangkitlah (dengan segala semangat semangat dan kekuatan) bagai unta yang memikul muatan dalam iringan suara genta yang membangkitkan semangat, pasti umat ini akan hidup (Fadlil Said An-Nadwi, 1421 H: 4).

2. Sabar

(47)

33

perbuatan tersebut. Hal ini berbeda sekali dengan orang yang lebih mengedepankan ego (hawa nafsu) ketimbang akal. Akibatnya kemudian apabila ia menghadapi sebuah kesulitan, ia menjadi manusia yang amat bingung, selalu berhati gelisah, tidak berjiwa mantab dan bahkan berusaha mundur untuk menghindarkan diri dari kesulitan tersebut.

Mustofa Al-Gholayayni memberikan pengertian bahwa dalam jiwa yang berakal tertanam rasa ketenangan, dan di dalamnya telah meresap cara apa yang hendak dilakukan dengan teratur. Sebab setiap akan melakukan suatu perbuatan selalu dipikirkan secara matang serta dilakukannya dengan kesabaran dan tabah hati yang dalam. Manusia harus memiliki jiwa yang berakal, yang tidak kalah pentingnya adalah pengalaman batin. Sebab pengalaman batin manusia merupakan tempat manusia mengenal identitas dirinya. Situasi batin merupakan hal yang terpenting untuk menemukan keunikan pribadi seseorang. Menentukan identitas tidak sesekali jadi, jawaban siapa saya menuntut usaha untuk terus mencari pengenalan diri dan satu unsur pengenalan diri adalah dengan mengenal dunia perasaan, emosi, kehendak, aspirasi atau dunia batin.

(48)

34

seorang individu yang tenang dan reflektif, bukan pribadi yang tergesa-gesa dan ada dalam tekanan. Batin yang dikenali menumbuhkan suara hati yang kuat, setiap saat seorang manusia dituntut untuk mengambil sebuah keputusan yang penting pasti melibatkan suara hati, dengan tanpa menafikkan peran akal. Ketajaman suara hati tidak hanya menumbuhkan kemampuan dan daya rasa, yakni kepekaan pada dunia batin. Putusan etis adalah ungkapan emosi, rasa, sikap dan pilihan. Dengan demikian, semakin tajam orang mengola kehidupan batinnya, semakin peka pula pada suara hatinya.

Mustofa Al-Gholayayni dalam memberi nasehat kepada generasi muda agar menjadi generasi muda yang cerdik dan sabar, dengan membiasakan diri melakukan hal-hal baik dan menjauhkan yang buruk, Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang sabar. Sebagaimana termaklub, yaitu: Artinya: Wahai generasi muda, jadilah engkau orang-orang yang berjiwa

cerdik dan sabar. Hal ini bisa dicapai dengan membiasakan diri mengerjakan hal-hal yang baik dan menjahui hal-hal yang jelek, menghias diri dari sifat-sifat manusia yang sempurna dan bersifat jantan. Hal yang demikian itu, mudah bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah senang pada kemuliaan, sehingga dia menanggalkan semua baju dan atribut kehinaan, tidak menuruti keinginan-keinginan jiwa bodohnya dan akan

menarik cita-cita yang mulia (Mustofa Al-Gholayayni, tanpa

(49)

35 3. Ikhlas

Mustofa Al-Gholayayni menggambarkan amal perbuatan kita seperti tubuh, maka yang merupakan roh atau jiwa dalam tubuh itu adalah keikhlasan hati. Sebuah tubuh apabila telah ditinggalkan oleh rohnya, sedangkan kita tahu bahwa roh itulah yang menyebabkan hidupnya dan berharga bagi orang lain, bahkan itulah sendi serta pengatur hidupnya, maka jelaslah tubuh itu hanya sebuah mayat atau sepotong bangkai yang tiada berarti sama sekali.

(50)

36

berjuang, engkau pasti dapat mencapai puncak cita-citamu. Waspadalah engkau, jangan sampai menjual atau menukar perjuanganmu dengan emas. Sebab hal yang demikian itu merupakan tabiat orang-orang munafik, yang bisa menukar agama dengan harta kemewahan dunia dan menukar kebenaran dengan kebatilan (al-Ghalayain, tanpa tahun: 15).

4. Kemauan

(51)

37

sehinnga hasil yang akan dicapai benar-benar sempurna dan benar-benar sempurna dan sesuai dengan harapan. Karena menurutnya apabila sifat-sifat tersebut sudah meresap dalam jiwa setiap insan, itulah yang disebut makna Iradah yang hakiki. Pada tingkatan yang lebih tinggi lagi Syekh Mustofa Al-Gholayayni memposisikan sifat Iradah sebagai puncak dari segala akhlak mulia dan itulah yang memprakasai segala kemauan dan keinginan, bahkan itu pulalah yang dapat diibaratkan sebagai mata dari semua akhlak yang mulia, juga sebagai hati yang dapat digunakan untuk memikirkan, memilih dan memutuskan apa saja yang hendak dilakukan.

Pemuda adalah tiang agama yang akan menjadi pemimpin masa yang akan datang, karena itu harus dibiasakan sejak sekarang agar menjadi orang yang berkemauan keras. Sebagaimana penjelasan beliau yaitu:

ِدَْمَ ُةَماَعَد ْمُتْ نَأ ،ِةَّمَْلأا ُداَمِع ْمُتْ نَأ ،َْيِْئِشاَّنلَا َرَشْعَم اَي

:ىِت ْلْا ِفي اَُلهاَجِر ْمُتْ نَأ ،اَى

ُقُلُخَف .َنْوُدْيِرُت اَم َْيَْ بَو ْمُكَنْ يَ ب ُلْوَُيَ اَِبِ اْوُ ئَبْعَ ت َلاَو .َنْيِدْيِرُم اْوُ نْوَكَت ْنَأ اْوُدَّوَعَ تَ ف

.ُرِّكَفُلمْا اَهُ بْلَ قَو ،ُةَرِصْبُلمْا اَهُ نْ يَع َوُىَو :ِقَلاْخَْلأا ُسْأَر ِةَداَرَِلْا

Artinya: Wahai para pemuda, kalian semua adalah tiang-tiang bangsa,

pilar-pilar keagungan dan pemimpin-pemimpin bangsa dimasa yang akan datang, maka dari itu biasakanlah sejak sekarang menjadi seorang yang berkemauan keras, jangan mempedulikan rintangan-rintangan yang menghalangimu dalam mencapai cita-cita. Berkemauan keras itu merupakan pangkal akhlak yang terpuji. Kemauan keras itu ibarat akhlak yang jeli dan merupakan hatinnya yang dapat berpikir (Mustofa Al-Gholayayni, tanpa tahun: 148).

5. Dermawan

(52)

38

membuuhkan. Harta yang kita miliki bukan sepenuhnya milik kita. Di dalamnya mengandung hak dan kewajiban yang harus dibelanjakan kepada orang lain, misalnya kepada fakir miskin dan anak yatim. Hidup ini kita tidak sendiri, kita pasti membutuhkan kehadiran orang lain untuk membantu kita, begitu pula sebaliknya. Keberadaan kita pasti juga ditunggu oleh orang lain untuk membantu kepentingan mereka, intinya kita sebagai manusia saling membutuhkan satu sama lain.

Untuk itulah, sifat kikir dan bakhil harus dibuang jauh-jauh dari relung kehidupan kita, karena hal itu akan menjadi boomerang bagi langkah kita ke depan. Allah SWT mengingatkan dalam firmannya yang berbunyi:

اًروُسَْمَ اًموُلَم َدُعْقَ تَ ف ِ ْسَبْلا َّلُك اَهْطُسْبَ ت َلاَو َكِقُنُع َلىِإ ًةَلوُلْغَم َكَدَي ْلَعَْتَ َلاَو



Artinya: “dan janganlah kamu menjadikan tanganmu sendiri terbelenggu ke lehermu sendiri (bakhil), jangan pula tanganmu beberkan seluas-luasnya (boros). Sebab kamu akan duduk dalam keadaan tercela dan penuh penyesalan”(QS. Al-Israa‟:29).

(53)

39

Syekh Mustofa Al-Gholayayni memberikan nasehat bahwa sudah seharusnya kita berpegang teguh dengan sifat kedermawanan itu, jangan sekali-kali bakhil dan boros, berlindunglah dalam bingkai kedermawanan. Dengan demikian, umatpun dapat kita bimbing ke arah tujuan yang mulia, sehingga keberadaan kita dan umat berubah menjadi umat yang bahagia, karena rantai kecelakaan telah terputuskan dan terlemparkan sejauh-jauhnya (Mustofa Al-Gholayayni, tanpa tahun: 118-119). Sebagaimana penjelasan beliau sebagai berikut: Artinya: Wahai generasi yang baik, menjauhlah dari kelompok orang-orang tersebut. Tirulah jejak orang-orang-orang-orang dermawan yang mulia, sebab jejak pera dermawan itu adalah jalan yang jelas dan lurus. Sesungguhkan kedermawanan itu adalah sikap sedang dalam membelanjakan harta. Disitulah sifat yang diidam-idamkan setiap urang alain dan medan amal orang mulia. Berpegang teguhlah dengan sifat dermawan. Berlindunglah dalam benteng kedermawanan, jika engkau berbuat demikian, maka engkau bersama bangsamu akan hidup senang dan bahagia (Mustofa Al-Gholayayni, tanpa tahun: 183-184).

6. Kemerdekaan

(54)

40

melaksanakan apa saja yang mengandung nilai kemanfaatan, kebahagiaan dan kebaikan untuk dirinya sendiri, orang lain atau seluruh masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks yang lebih modern Syekh Mustofa Al-Gholayayni memberikan definisi manusia merdeka adalah manusia yang memperoleh pendidikan yang bagus dan benar, sehinga manusia itu menjadi orang yang bersih jiwanya, berpegang teguh kepada segala macam sifat yang mulia dan utama, menjauhkan diri dari semua sifat yang berupa kerendahan dan kehinaan, baik dalam akhlak maupun amal perbuatan. Selain itu juga mengandung makna bahwa ia sama sekali dapat melepaskan diri dari ikatan-ikatan yang terbentuk perbudakan dan penghambaan, juga melaksanakan apa saja yang telah menjadi kewajiban dan tugas yang memang sudah semestinya untuk dikerjakan. Ia wajib menyelesaikan urusan atau pekerjaan itu sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan masyarakat (Al-Gholayayni, tanpa tahun: 87-88).

(55)

41

Sebagaimana penjelasan dibawah ini:

َهَّ نِإَف .َْيِّْلِدُمْلا ِبِئاَوَش ْنِم ِةَيِلاَْلخا ِةَصِلاَْلخا ِةَّيِرُّْلْا َلىِإ ،َنْوُ ئِشاَّنْلا اَهُّ يَأ ،اْوُضَهْ ناَف

ا

.ُةِدْيِعَّسلْا ُةاَيَْلْا َيِىَو ,ِحاَجَّنلا ُلْيَ بَس

Artinya: Wahai, generasi muda, bangkitlah berjuang untuk mencapai

kemerdekaan yang sejati, yang bebas dari campur tangan orang munafik dan penghianat, karena kemerdekaan yang murni itulah jalan satu-satunya mencapai kejayaan. Kenerdekaan yang sejati adalah jalan menuju kehidupan yang bahagia (Al-Gholayayni, tanpa tahun: 130).

7. Tolong-Menolong

Ta‟awun (tolong-menolong) merupakan sifat yang melekat pada

diri seorang yang berakhlak mulia, dan ia melakukan perbuatan tersebut tanpa melalui paksaan orang lain, melainkan timbul dari kesadaran diri sendiri. Selain itu, pertolongan yang diberikan tanpa mengandung unsur mengharap imbalan jasa dari orang lain yang kita tolong, semua yang dilakukannya hanya demi mengharap ridlo dari Allah. Kehidupan ini bukan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, tetapi semua manusia punya hak untuk mengambil manfaat dan menikmati segala sesuatu yang dibutuhkan dirinya. Karena pada dasarnya sebagai makhluk sosial kita diciptakan untuk berpasang-pasangan dan secara otomatis kita juga saling membutuhkan satu sama lain. Maka, hidup dengan kesendirian tidak akan dapat memecahkan masalah, kita butuh berbagi dan dialog dengan orang lain untuk menyelesaikannya.

(56)

42

untuk menangkis segala ancaman umat dan bangsa (Al-Gholayayni, tanpa tahun: 142).

Setiap orang atau warga suatu umat itu pasti saling membutuhkan diantara satu dengan yang lainya. Apabila semua anggota umat (masyarakat) itu mau gotong royong (tolong menolong), yang kuat menolong yang lemah, yang kaya mau meringankan beban penderitaan yang miskin, yang pandai mengajar yang bodoh dan mencintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri, maka dibalik itulah akan tercipta kebahagiaan karena kita diciptakan untuk saling tolong menolong. Sebagaimana penjelasan dibawah ini:

،ِءاَقَّشْلا َنِم اَنُ بْيِصُي اَم ِعْفَد ىَلَع َْيِْنِواَعَ تُم َنْوُكَنِل َّلاِإ ،ُئْشاَّنلا اَهُّ يَأ ،ْقَلُْنُ َْلَ

.ِءاَوّلِلا َنِم ِةَّمُلأْاِب ُلِوْنَ ي اَم ِوَْمَ َىلَع َْيِْلِماَع ،ِءاَّرَّضْل اَو ِءاَّرَّسْلا ِفِ َنْيِدَناَسَتُم

Artinya: Wahai generasi muda, kita tidak diciptakan, kecuali agar kita

saling tolong-menolong memberantas kesengsaraan yang menimpa kita dan saling bahu membahu, baik dalam keadaan senang atau sengsara dan bekerja sama mengenyahkan penderitaan yang menimpa umat (Al-Gholayayni, tanpa tahun: 224).

8. Dapat dipercaya

Apabila sifat kepercayaan tidak ada maka orang-orang dalam hidupnya akan gelisah dan penuh ketakutan, dan jauh dari kehidupan yang bahagia. Dalam nasehatnya Syekh Mustofa Al-Gholayayni ini berkata agar membiasakan jujur dalam bertutur maupun beramal, agar mendapat kepercayaan dan hidup akan bahagia.

(57)

43

hubungan sosial, ekonomi, dan politik yang kemudian dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa. Sebagaimana penjelasannya, sebagai berikut:

Artinya: Wahai, generasi muda, biasakan jujur (benar) dalam bertutur kata dan beramal. Paksakan dirimu memenuhi janji, kalian akan memperoleh kepercayaan dari masyarakat, maka kalian termasukorang-orang yang bahagia. Hati-hatilah, jangan sampai

kalian meremehkan kepercayaan, sebab dengan modal

kepercayaan itulah kalian bisa hidup (Al-Gholayayni, tanpa

tahun: 209). 9. Optimis

Orang yang giat bekerja dan berjuang kemudian melandasinya dengan optimis, mereka akan mampu meraih apa yang dicita-citakan. Satu hal yang perlu ingat bahwa untuk mencapai sebuah keberhasilan, jangan sekali-kali menunda pekerjaan yang sudah diyakini kebenarannya.

Seandainya dalam kehidupan ini tidak ada harapan, tentu tidaklah ada orang yang berusaha mencapai cita-citanya, jadilah orang yang mempunyai harapan besar, cita-cita yang luhur dan selalu giat belajar. Artinya: Wahai generasi Muda, jadikanlah roja. (optomisme) sebagai

(58)

44

harapan besar, yang bercita-cita luhur, gemar berusaha dan giat

bekerja. Allah adalah penolong kalian semua (Al-Gholayayni,

tanpa tahun: 25).

10.Keberanian

Keberanian merupakan garis tengah antara sikap pengecut dan ngawur. Keberanian adalah maju dengan penuh keyakinan dan mundur dengan tetap teguh dan penuh perhitungan. Dengan demikian keberanian mutlak dibutuhkan untuk menggerakkan roda perjuangan dalam upaya menggapai cita-cita serta menyelamatkan diri dari mara bahaya, jadilah generasi muda yang berjiwa pemberani. Seperti penjelasan sebagai berikut:

،ِْبُْْلْا ِضَرَمَل اْوُعَدَت َلاَو ،اْوُمُصَتْعا اَهِلْبَِبَِو اْوُقَّلََتَ ،َْيِْئِشاَّنْلا َرَشْعَم .َةَعاَجَّشلاِبَف

ِقْمُْلْا ْنِم َرُّوَهَّ تْلاَو .ِةَدَلاَبلْا َنِم َْبُْْلْا َّنِإَف :ًلاْيِبَس ْمُكِبْوُلُ ق َلَِإ .َرُّوَهَّ تلْا ِسْيِلْبِإَو

َجَّشْلاَو

.َْيِْنِمْؤُمْلا ِقَلاْخَأ َنِم َةَعا

Artinya: Wahai, generasi muda, berjiwalah berani. Peganglah dengan

teguh, jangan membiarkan penyakit takut dan rayuan untuk bertindak gegabah bersarang dihati kalian. Sesungguhnya licik merupakan suatau kebodohan dan tindakan gegabah perupakan kepongohan, sedangkan berani adalah perangai orang-orang yang beriman (Al-Gholayayni, tanpa tahun: 40).

11.Kesederhanaan

(59)

45

Barang siapa yang menginginkan kemuliaan, maka carilah dalam sikap sederhana (moderat), sederhana dalam berfikir, bermazhab, makan, minum, berpakaian, memberi dalam setiap urusan yang bersifat kongkret atau abstrak, semua itu merupakan keutamaan. Seperti penjelasan berikut ini:

ُّ يَأ ْمِصَتْعاَف

.َكْيَلِإ ًلاْيِبَس ِرْمَْلأا ِْفيَرَط َْنَاَطْيَشِلا ْ َدَت َلاَو ِلاَدِتْعِْلْاِب ،ُئِشاَّنلْا اَه

.َنْيِدِئ اَّرلا ُةَعُْنُ ُةَلْ يِضَفْلاَو .َةَلْ يِضِفْلا ِوْيَ ف َّنَِلأ اَهُطَسْوَأ ِرْوُمُْلأا ُرْ يَخَف

Artinya: wahai generasi muda, berpegang teguhlah dengan sikap moderat

(sedang). Janganlah kalian membiarkan setan mendorongmu bersifat terlampau berlebihan(ekstrem) atau terlampau kurang (konservatif). Sebab, perkara yang paling baik adalah tengah-tengah, karena didalamnya terdapat kemuliaan, da kemuliaan itulah yang dicari oleh orang-orang yang menginginkan hidup mulia (Al-Gholayayni, tanpa tahun: 174) .

Selain menganjurkan untuk mengimplementasikan nilai-nilai akhlak yang terpuji (akhlaq al-mahmudah), di dalam kitab Idzotun Nasyiin juga memberikan nasehat kepada generasi muslim untuk menjahui nilai-nilai akhlak yang tercela (akhlaq al-madzmumah), sebab hal itu akan menjerumuskan kepada jurang kenistaan yang tidak punya nilai sama sekali. Adapun akhlak tercela itu antara lainsebagai berikut:

1. Kemunafikan

(60)

46

jurang kehancuran. Kita harus waspada jangan sampai kita dipengaruhi oleh sifat munafik ini yang menjerumuskan pada kejahatan. Sebagaimana penjelasan berikut:

َْيِْئِشاَّنَلا َرَشْعَم ْمُكُذْيِعُأَف

ِفي َّبِدَي ْنَأ اْوُرَذْخا َْيِْقِفاَنُمْلا َنِم اْوُ نْوُكَت ْنَأ ،

ُقِرُْتَ ُراَن َّلاِإ َيِى اَمَو .ُراَّنلآ ْمُكَّسَمَتَ ف ،ِراَرْشَْلأا ِءَلاُؤَى َبْيِبَد ْمُكِبْوُلُ ق

.َسِراَوَد ِةَّمُْلأا َ ْوُ بُر ُلَعْجَتَ ف ،َسِباَيْلاَو َرَضْحَْلأا

Artinya: Waspadalah, jangan sampai usaha-usaha orang munafik itu

mempengaruhi hati dan pikiran kalian, sehingga kalian terjerumus ke dalam api kejahatan, yaitu api yang menghanguskan segala tanaman yang segar maupun kering, yang akhirnya menghauskan tanah air, tempat tinggal mereka (Al-Gholayayni, tanpa tahun: 10).

2. Putus Asa

Keputusan membuat orang hidup laksana binatang. Dia tidak memahami arti kehidupan melainkan sebatas makan, minum, dan bersenang-senang. Putus asa adalah kematian dalam hidup dan kesengsaraan setelah mati. Putus asa adalah bencana yang yang menyengsarakan setelah mati, singkirkanlah sifat ini dan tegakkanlah kegairahan dan kesemangatan agar menjadi orang yang jaya dan bahagia.

اَسُكْلا َْيِْسِئاَيْلا َنِم ،َنْوُ ئِشاَّنْلا اَهُّ يَأ ,اْوُ نْوُكَت َلاَف

.َْيِْلِماَْلخا َلى

Artinya: Wahai generasi muda, janganlah kalian semua menjadi

orang-orang yang putus asa, pemalas dan keterbelakangan (Al-Gholayayni, tanpa tahun: 19).

3. Tertipu Perasaan Sendiri

(61)

47

menganggap diri mereka bijak padahal insting binatang masih mendominasi jiwa mereka. Kecenderungan inilah timbul dari sifat gharar (tertipu oleh perasaan sendiri). Al-Gholayayni menasehati para remaja agar menjahui sifat ghurur, karena sifat ini mendorong pada sifat tercela. Seperti penjelasan sebagai berikut:

َنَّيَوُ يَو ،ِرْوُمُلأْا ِهَذَى َلىِإ ْوُسَي ُوَّنِإَف ِرْوُرُغْلا َنِم ،ُحِلاَّصلا ُئْشاَّنلْا اَهُّ يَأ ,َكُذْيِعُأَف

.ِناَوَْلها ِبَكْرَم َىلَع َكُلِمَْيََو َةَئْيَ نَّدلا َلاَمْعَْلأا َكَل

Artinya: Wahai generasi muda, saya mohon kepada Allah, agar

menjaga kami semua dari sifat ghurur, tertipu oleh perasaan sendiri. Sebab, ghurur itu mendorong seseorang pada perbuatan tercela dan memperindah perbuatan-perbuatan yang hina, hingga tampak olehmu, dan ghurur itu juga mendorongmu untuk melakukan kehinaan (al-Ghulayaini, tanpa tahun: 84).

4. Kemewahan

Referensi

Dokumen terkait

Antena microstrip merupakan antena yang memiliki massa ringan, mudah untuk difabrikasi, dengan sifatnya yang konformal sehingga dapat ditempatkan pada hampir

Hasil analisis multivariat ini menunjukkan aktivitas fisik tidak dapat menjadi faktor penyebab nyeri punggung bawah jika berdiri sendiri, tetapi jika bersama dengan faktor

pertanyaan singkat untuk menguji pemahaman siswa tentang pengertian konsep diakronik atau kronologi dan konsep sinkronik dalam sejarah serta peran manusia dalam sejarah. •

[r]

Berlandaskan penjelasan diatas penulis tertarik untuk meneliti dengan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimanakah peran fasilitator program gerbang

H3 = Tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap keputusan pengambilan modal pada lembaga kredit informal. Budaya

Kura-kura yang digunakan dalam pengamatan pertumbuhan adalah anakan dari hasil tetasan peneluran kedua sebanyak 7 ekor. Jika dibandingkan antara pertumbuhan 3 bulan

bahwa dalam rangka pemberian pelayanan terhadap pelintas batas, barang/jasa yang mempergunakan pelintasan antar negara perlu ditetapkan standarisasi sarana, prasarana