• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIMETIL KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL ARTESUNAT (Menggunakan metode gelasi ionik dalam larutan biner etanol-air)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIMETIL KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL ARTESUNAT (Menggunakan metode gelasi ionik dalam larutan biner etanol-air)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIMETIL

KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK

NANOPARTIKEL ARTESUNAT

(Menggunakan metode gelasi ionik dalam larutan

biner etanol-air)

OKTAVIA INDAH AMBARSARI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DEPARTEMEN FARMASETIKA

(2)

SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIMETIL

KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK

NANOPARTIKEL ARTESUNAT

(Menggunakan metode gelasi ionik dalam larutan

biner etanol-air)

OKTAVIA INDAH AMBARSARI

051111062

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DEPARTEMEN FARMASETIKA

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya

menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya dengan judul :

PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIMETIL

KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK

NANOPARTIKEL ARTESUNAT

(Dibuat dengan metode gelasi ionik dalam larutan biner etanol-air)

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media

lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Airlangga untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan

Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi/

karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 20 Agustus 2013

Oktavia Indah Ambarsari

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Oktavia Indah Ambarsari

Nim : 051111062

Fakultas : Farmasi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil skripsi atau tugas akhir yang saya tulis dengan judul :

PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIMETIL

KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK

NANOPARTIKEL ARTESUNAT

(Dibuat dengan metode gelasi ionik dalam larutan biner etanol-air) Adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila dikemudian hari diketahui bahwa skripsi ini merupakan hasil plagiarisme, maka saya bersedia menerima sangsi berupa pembatalan kelulusan dan atau pencabutan gelar yang saya peroleh. Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana semestinya.

Surabaya,20 Agustus 2015

Oktavia Indah Ambarsari

(5)

Lembar Pengesahan

PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIMETIL

KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK

NANOPARTIKEL ARTESUNAT

(Menggunakan metode gelasi ionik dalam larutan

biner etanol -air)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana

Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

2015

Oleh :

OKTAVIA INDAH AMBARSARI

NIM : 051111062

Skripsi ini telah disetujui

tanggal 10 Agustus 2015 oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIMETIL KITOSAN TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL ARTESUNAT

(Dibuat dengan metode gelasi ionik dalam larutan biner etanol-air)” ini dengan baik, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya.

Rasa terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain :

1. Dr. Retno Sari, M.Sc., Apt selaku pembimbing utama yang telah membimbing dan mengarahkan dengan semangat, sabar, kasih sayang, telaten, pengertian dan baik hati hingga terselesaikannya skripsi ini .

2. Helmy Yusuf, M.Sc., Ph.D., Apt selaku pembimbing serta yang dengan tulus dan sabar memberikan masukan serta bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Dr. Dwi Setyawan, S.Si., M.Si., Apt dan Dra. Esti Hendradi, M.Si., Ph.D., Apt selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Tutuk Budiati, Apt., M.S. selaku dosen wali yang dengan sabar, telaten dan memberikan dukungan dan bimbingan selama menempuh kuliah di Fakultas Farmasi Unversitas Airlangga ini. 5. Ibu Lilik Halimatus S. dan bapak Amierudin tercinta selaku orang

(7)

saya, membimbing dan menyayangi saya sepenuh hati, dan selalu mendoakan yang terbaik untuk saya.

6. Destian Arisandi Wirasaputra selaku kakak kandung saya, yang telah memberikan semangat dan motifasi untuk segera menyelesaikan gelas sarjana saya.

7. M. Abqory Mudhories selaku tunangan saya, yang telah memberikan perhatian, semangat, motivasi, bimbingan dan waktunya dalam membantu penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh keluarga besar Wirosendjoto yang selalu mendoakan, menyemangati dan mendukung dalam penyelesaian gelar sarjana saya.

9. Teman-teman nanopartikel (Nisa, Meida dan Acit) yang selalu menyemangati, membantu dan menghibur saya.

10. Sahabat (Indah, Tifra, Erwin, Ranggi, Soni, Feisal, Faris, Era, Mbak Aisyah, Mas Fuad, Hikmen, Bibie dan Ve) yang telah menghibur, memberikan dorongan motivasi demi terselesaikannya naskah ini. 11. Teman-teman kelas C (CTM) 2011 atas kerja samanya selama

menjalani perkuliahan.

12. Teman-teman Farmasetika yang telah membantu, memberikan semangat dan berjuang bersama-sama dalam mendapat gelar sarjana.

13. Pak Harmono, Pak Supriyono, Mbak Nawang, Bu Arie atas kerja sama yang telah banyak membantu dengan sabar dan telaten dalam meyelesaikan skripsi ini.

(8)

Semoga Allah SWT selalu melindungi dan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya atas segala kebaikan, doa dan bantuan yang telah diberikan.

Dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi ilmu pengetahuan didunia farmasi khususnya.

Surabaya, 20 Agustus 2015

(9)

RINGKASAN

PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIMETIL

KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK

NANOPARTIKEL ARTSUNAT

(Dibuat dengan metode gelasi ionik dalam larutan

biner etanol-air)

Oktavia Indah Ambarsari

Keberhasilan beberapa obat mencapai efikasi sering terbatasi, disebabkan kelarutan yang rendah dalam air, cepat terhidrolisis, dan terjadi degradasi secara enzimatik. Hal tersebut dapat diatasi dengan penggunaan nanopartikel sebagai pembawa obat atau vaksin. Nanopartikel merupakan partikel padat dengan diameter ukuran 1-1000 nm yang dibuat dengan menggunakan matriks salah satunya polimer alam yaitu Karboksimetil kitosan (Km kitosan).

Km kitosan merupakan polimer alam derivat dari kitosan dengan penggantian gugus H oleh gugus karboksil pada posisi orto yang dapat meningkatkan kelarutan dalam air. Km kitosan memiliki gugus -COO- yang dapat berikatan dengan gugus muatan positif

penyambung silang seperti kalsium klorida (CaCl2) melalui proses

gelasi ionik. Faktor yang mempengaruhi pembuatan nanopartikel adalah jenis polimer, berat molekul polimer, jumlah penyambung silang, jumlah obat dan konsentrasi polimer.

Sistem nanopartikel dapat diaplikasikan untuk bahan obat yang berasal dari alam maupun sintetis. Pada penelitian ini digunakan model obat dari bahan semi sintetik yaitu artesunat. Obat ini memiliki kelarutan rendah dalam air sehingga bioavailabilitas rendah jika digunakan secara peroral. Pembuatan nanopartikel Artesunat-Km kitosan diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Km kitosan pada 0,9% (FP 1), 1,0 % (FP 2 ) dan 1,1 % (FP 3) terhadap karakteristik fisik yang meliputi ukuran, morfologi, kandungan dan efisiensi penjerapannya.

(10)

Km kitosan 0,9% sampai 1,1% pada FP 1, FP 2 dan FP 3 tidak berpengaruh terhadap ukuran nanopartikel yng dihasilkan.

Hasil evaluasi spektrum infra merah nanopartikel terlihat peningkatan konsentrasi Km kitosan menyebabkan terjadi pergeseran bilangan gelombang dan peningkatan intensitas pada gugus –OH, -COO asimetrik dan –COO simetrik disebabkan oleh ikatan antara gugus –COO dan Ca2+ menyebabkan perubahan ikatan

hidrogen pada Km kitosan.

Pada evaluasi DTA sistem nanopartikel menunjukkan puncak endotermik yang berbeda dengan artesunat, hal itu menunjukkan bahwa artesunat telah terjebak dalam sistem. Peningkatan konsentrasi Km kitosan 0,9% - 1,1% menghasilkan puncak endotermik semakin melebar pada semua formula nanopartikel.

Pengaruh peningkatan konsentrasi pada evaluasi difraksi sinar X menunjukkan difraktogram semua formula nanopartikel berbeda dengan artesunat, hal tersebut menunjukkan artesunat telah terjebak dalam sistem dan pada FP 1, FP 2 dan FP 3 muncul puncak baru hal tersebut dapat disebabkan telah terjadi proses sambung silang antara Km kitosan dengan CaCl2.

Evaluasi efisiensi penjerapan artesunat diperoleh nilai FP 1 43,12 %, FP 2 40,40 % dan FP 3 66,72 %. Efisiensi penjerapan FP 3 lebih tinggi dibanding FP 1, dan FP 2. Hal tersebut disebabkan peningkatan konsentrasi polimer dari 0,9% sampai 1,1% mengakibatkan semakin banyak gugus –COO- yang akan berikatan

dengan ion Ca2+ sehingga jumlah bahan obat yang terjebak semakin

banyak dan efisiensi penjerapan semakin meningkat. Berdasarkan analisa statistika, FP 1 tidak berbeda bermakna dengan FP 2, tetapi berbeda bermakna dengan FP 3, Sedangkan FP 3 berbeda bermakna dengan FP 1 dan FP 2.

(11)

ABSTRACT

EFFECT OF CARBOXYMETHYL CHITOSAN

CONCENTRATION ON PHYSICAL

CHARACTERISTICS OF ARTESUNATE

NANOPARTICLES

(Using ionic gelation method in ethanol-water a

binary solvent)

Oktavia Indah Ambarsari

Nanoparticles is used as drug carriers that can improve the dissolution rate and bioavailability of the drug. The aim of this study was to investigate the effects of Carboxymethyl chitosan (Cm chitosan) concentration in the range 0.9%; 1.0% and 1.1% on physical characteristics and drug entrapment efficiency of artesunate-Cm chitosan nanoparticles. The nanoparticles were prepared by ionic gelation method with cross linker calcium chloride in etanol-water binary solvent and dried by spray drying.

Evaluation particle size and morphology of nanoparticles artesunate-Cm chitosan showed that the particles has heterogeneous size at range between 840 nm - 8,532 µm with spherical shape. From FTIR evaluation it was showed by shift absorbance band of –OH at 3400 cm-1 , COO asymmetric at 1600 cm-1 and COO symmetric at 1400 cm-1 indicated the bonding between Cm chitosan and calcium

chloride. XRD difractogram of nanoparticles artesunat-Cm chitosan that indicated drugs were entrapped in the system. Increasing concentrations of Carboxymethyl chitosan 0,9% - 1,1% could increased the entrapment efficiency of drug up to 66,72%.

Keywords : Nanoparticles; Ionic gelation; carboxymethyl chitosan;

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...v

RINGKASAN ...viii

ABSTRAK ...x

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1Latar Belakang ...1

1.2Rumusan Masalah ...4

1.3Tujuan Penelitian ...5

1.4Manfaat Penelitian ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1 Nanopartikel ...6

2.1.1 Definisi Nanopartikel ...6

2.1.2 Kegunaan Nanopartikel ...7

2.1.3 Pembuatan Nanopartikel ...8

2.1.4 Faktor yang Berpengaruh pada Pembuatan Nanopartikel ...13

2.2 Karboksimetil kitosan ...17

2.3 Kalsium Klorida ...19

2.4 Artesunat ...20

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ...22

3.1 Uraian Kerangka Konseptual ...22

(13)

BAB IV METODE PENELITIAN ...25

5.1 Hasil pemeriksaan kualitatif bahan ...38

5.1.1 Karboksimetil kitosan ...38

5.1.2 Artesunat ...39

5.2 Evaluasi Karakteristik Nanopartikel Artesunat-Km kitosan ...40

5.2.1 Evaluasi Ukuran dan Morfologi ...40

5.2.2 Evaluasi Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR) ...41

5.2.3 Evaluasi Jarak lebur ...42

5.2.4 Evaluasi Difraksi Sinar X ...43

5.2.5 Evaluasi Kandungan Artesunat Dalam Nanopartikel ...43

5.2.6 Evaluasi Efisiensi Penjerapan ...46

5.3 Analisis Statistik ...47

BAB VI PEMBAHASAN ...48

(14)

7.1 Kesimpulan ...55

7.2 Saran ...55

DAFTAR PUSTAKA...56

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

IV.1 Rancangan formula nanopartikel

Artesunat-CM kitosan ...26 V.1 Pemeriksaan kualitatif Km kitosan...38 V.2 Pemeriksaan kualitatif artesunat ...39 V.3 Hubungan konsentrasi artesunat dengan

serapan pada λ maks 229,97 nm...45 V.4 Hasil pemeriksaan kandungan artesunat

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Ilustrasi nanosfer dan nanokapsul... 6

2.2 Rute aliran udara dan sampel pada pengeringan semprot ...12

2.3 Struktur Karboksimetil kitosan ...19

2.4 Struktur Kalsium klorida ...20

2.5 Struktur Artesunat ...21

3.1 Skema Kerangka Konseptual ... 24

4.1 Skema Kerja Penelitian ... 29

4.2 Skema kerja pembuatan... 31

5.1 Hasil SEM formula nanopartikel Km kitosan : CaCl2 dengan perbandingan 1,8:1 (A), 2:1 (B) dan 2,2:1 (C) pada perbesaran 5.000x ... 40

5.2 Hasil SEM formula nanopartikel Km kitosan : CaCl2 dengan perbandingan 1,8:1 (A), 2:1 (B) dan 2,2:1 (C) pada perbesaran 10.000x... 40

5.3 Spektra Inframerah dari Artesunat (A), Karboksimetil kitosan (B), Plasebo (C) dan formula nanopartikel Km kitosan : CaCl2 dengan perbandingan 1,8:1 (D), 2:1 (E) dan 2,2:1 (F) ... 41

5.4 Termogram dari Artesunat (A), Karboksimetil kitosan (B),Plasebo 1 (C), Plasebo 2 (D), Plasebo 3 (E) dan formula nanopartikel Km kitosan : CaCl2 dengan perbandingan 1,8:1 (F), 2:1 (G) dan 2,2:1 (H)...42 5.5 Difraktogram dari Artesunat (A), Kalsium klorida (B),

(17)

Plasebo 3 (E) dan formula nanopartikel Km kitosan : CaCl2 dengan perbandingan 1,8:1 (F), 2:1 (G)

dan 2,2:1 (H)...44 5.6 Spektra UV pengaruh bahan tambahan

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sertifikat Bahan Km kitosan ...62

2. Sertifikat Artesunat ...63

3. Sertifikat Kalsium klorida ...64

4. Foto nanopartikel sebelum dan setelah pengeringan...65

5. Termogram DTA Bahan baku ...66

6. Spektrum Infra merah Km kitosan ...67

7. Spektrum Infra merah Artesunat ...68

8. Difraktogram bahan baku...69

9. Penentuan panjang glombang maksimum ...80

10. Penentuan pengaruh bahan tambahan ...87

11. Penentuan kurva baku ...88

12. Penentuan kandungan artesunat dalam nanopartikel ...91

13. Penentuan efisiensi penjerapan ...92

14. Hasil analisis statistik efisiensi penjerapan ...93

15. Titik persentase distribusi F ...95

16. Tabel R (Koefisien korelasi) ...96

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan beberapa obat mencapai efikasi sering terbatasi, disebabkan kelarutan yang rendah dalam air, cepat terhidrolisis, dan terjadi degradasi secara enzimatik. Beberapa metode telah diteliti untuk mengatasi hal tersebut, termasuk penggunaan berbagai pembawa obat seperti misel, hidrogel, mikropartikel, dan nanopartikel (Alamdarnejat et al, 2013).

Nanopartikel merupakan partikel padat yang memiliki diameter ukuran berkisar 1-1000 nm dan dapat digunakan sebagai pembawa obat atau vaksin dengan mekanisme melarutkan, memerangkap, mengenkapsulasi, menjerap, atau menempelkan bahan aktif secara kimia (Muljanah, 2011). Ukuran partikel dan distribusi ukuran merupakan karakteristik yang penting dari nanopartikel, karena dapat menentukan distribusi, toksisitas, kemampuan menuju sistem target, mempengaruhi pelepasan obat, dan stabilitas. Pembuatan nanopartikel juga dapat meningkatkan laju kelarutan suatu senyawa serta dapat meningkatkan absorpsi obat (Singh, 2009; Prusty and Sahu, 2013).

(20)

kitosan telah digunakan secara luas karena mudah disintesis, mempunyai sifat amfolitik, bersifat biokompatibel, biodegradabel, dan memiliki toksisitas yang rendah (Mourya et al, 2010).

Nanopartikel dapat dibuat dengan beberapa metode salah satu diantaranya gelasi ionik (ionic gelation) (Muljanah, 2011).

Gelasi ionik yaitu interaksi eletrostatik antara gugus muatan positif dengan gugus muatan negatif dari polianion. Km kitosan memiliki ion -COO- yang akan berikatan dengan gugus muatan positif

penyambung silang, salah satu contoh penyambung silang yang digunakan kalsium klorida (CaCl2). Ion -COO- akan berikatan

dengan Ca2+ dari kalsium klorida (Mourya et al, 2010). Tetapi tidak

semua CaCl2 berikatan dengan Km kitosan, karena gugus -COO-

dari Km kitosan dapat berikatan pula dengan air menyebabkan tidak semua ion Ca2+ bereaksi dengan -COO-. ion Ca2+ bebas akan

menarik air dari udara dan menyebabkan sampel tidak kering sempurna (Feriza, 2013). Hal tersebut dapat diminimalisir dengan penambahan etanol yang akan merusak ikatan diantara Km kitosan dengan air, mengurangi rigiditas ikatan, dan meningkatkan belitan ikatan dari Km kitosan sehingga ion Ca2+ dapat berikatan sempurna

dengan ion COO- dan etanol akan berikatan dengan sisa air,

sehingga jika dikeringkan sampel menjadi kering. Kelebihan metode gelasi ionik adalah prosesnya yang sederhana, dan tidak menggunakan pelarut organik (Luo, Y et al, 2013).

(21)

et al., 2004; Kissel et al., 2006). Faktor yang mempengaruhi ukuran

dan bentuk partikel dari metode ini adalah suhu inlet, ukuran nozzle,

laju pompa, laju aliran udara (He et al., 1999).

Beberapa faktor yang dapat berpengaruh pada pembuatan nanopartikel adalah jenis polimer, berat molekul polimer, jumlah penyambung silang, jumlah obat dan konsentrasi polimer yang digunakan (Pratiwi, 2012; Wu et al, 2005). Berat molekul polimer,

jumlah penyambung silang, dan konsentrasi polimer berpengaruh pada ukuran partikel, pembentukan partikel dan agregasi partikel dan berpengaruh terhadap efisiensi penjebakan dan pemuatan obat dari bahan polimer yang digunakan (Muljanah, 2011; Mohanraj and Chen ,2006). Konsentrasi polimer semakin tinggi, menyebabkan partikel yang terbentuk memiliki ukuran semakin besar dan efisiensi penjerapan semakin meningkat, tetapi jika konsentrasi polimer yang digunakan terlalu kecil, akan menghasilkan ukuran partikel yang sangat kecil yang mudah beragregasi dan menyebabkan ukuran partikel semakin besar pula (Wu et al, 2005). Hal tersebut diperkuat

(22)

Sistem nanopartikel dapat diaplikasikan untuk bahan obat yang berasal dari alam maupun sintetis. Pada penelitian ini digunakan model obat dari bahan semi sintetik yaitu artesunat yang merupakan turunan dari artemisinin yang di ekstraksi dari tumbuhan tradisional Artemisia annua yang sangat ampuh sebagai antimalaria

(Nguyen et al, 2014). Obat ini memiliki kelarutan rendah dalam air

dan bioavailabilitas rendah jika digunakan secara peroral. Selain efektif sebagai anti malaria, artesunat dapat sebagai anti inflamasi, rheumatoid artritis, lupus eritematosus, dan bakteri yang disebabkan oleh sepsis (Setyawan et al, 2014; Ho et al, 2014). Sistem

nanopartikel Artesunat – Km kitosan, diharapkan dapat meningkatkan laju kelarutan dan bioavailabilitas dari artesunat.

Berdasarkan latar belakang diatas, dilakukan penelitian nanopartikel Artesunat - Karboksimetil kitosan melanjutkan penelitian sebelumnya dengan mengpengaruh konsentrasi Km kitosan pada rentang 0,9% b/v; 1,0% b/v; 1,1% b/v dan dibuat dengan metode gelasi ionik dalam larutan biner (etanol – air) dan dikeringkan dengan pengeringan semprot yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik meliputi evaluasi ukuran dan morfologi, spektrum infra merah, titik lebur, difraksi sinar X, kandungan dan efisiensi penjerapan bahan obat dalam sistem yang telah terbentuk.

1.2 Rumusan Masalah

(23)

1. Karakteristik fisik nanopartikel artesunat meliputi evaluasi ukuran dan morfologi, spektrum infra merah, titik lebur, difraksi sinar X sistem nanopartikel

2. Kandungan dan efisiensi penjerapan artesunat dalam sistem nanopartikel

yang dibuat dengan metode gelasi ionik dalam larutan biner (etanol - air) dan dikeringkan dengan pengeringan semprot?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh konsentrasi Km kitosan terhadap :

1. Bentuk, morfologi pada sistem nanopartikel artesunat-Km kitosan

2. Kandungan dan efisiensi penjerapan bahan obat dalam sistem nanopartikel artesunat-Km kitosan

yang dibuat dengan metode gelasi ionik dalam larutan biner (etanol - air) dan dikeringkan dengan pengeringan semprot.

1.4 Manfaat Penelitian

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nanopartikel

2.1.1 Definisi Nanopartikel

Nanopartikel merupakan partikel padat yang memiliki diameter berkisar 1-1000 nm. Nanopartikel dapat digunakan sebagai pembawa obat atau vaksin dengan mekanisme melarutkan, memerangkap, mengenkapsulasi, menjerap, atau menempelkan bahan aktif secara kimia (Muljanah, 2011). Nanopartikel terkadang dapat menunjukkan sifat yang berbeda secara signifikan terkait ukuran partikel yang diamati. Ukuran partikel dan distribusi ukuran merupakan karakteristik yang penting dari nanopartikel karena dapat menentukan distribusi, toksisitas, kemampuan menuju sistem target, pelepasan obat, stabilitas dan lain-lain (M abhilash, 2010; Singh, 2009). Ditinjau dari metode preparasi, diperoleh 2 tipe untuk nanopartikel, yaitu nanokapsul dan nanosfer. Nanokapsul adalah suatu sistem vesikular dengan bahan obat berada dalam suatu rongga yang dikelilingi oleh membran polimer, sedangkan nanosfer adalah sistem matrik dengan bahan obat terdispersi merata didalamnya. Nanosfer dan nanokapsul dapat dibuat untuk proses pelepasan dan penghantaran yang berbeda sebagai agen terapetik (Singh, 2009).

Gambar 2.1 Ilustrasi nanosfer dan nanokapsul (Fattal and

(25)

2.1.2 Kegunaan Nanopartikel

Nanopartikel dapat sebagai penghantar obat dengan memanipulasi sistem untuk tujuan mecapai target yang spesifik secara optimal dengan keuntungan menjaga keamanan obat tersebut. Sistem ini dapat digunakan untuk berbagai rute penggunaan obat termasuk melalui mulut, hidung, parenteral, intra-okular, dan lainnya (Mohanraj and Chen ,2006).

Beberapa kelebihan nanopartikel antara lain:

a. Nanopartikel dapat mengendalikan dan mempertahankan pelepasan obat dengan mempengaruhi farmakokinetik obat dan kelarutan selama perjalanan menuju sistem target sehingga diperoleh efek terapi yang diinginkan dan mengurangi efek samping (Mohanraj and Chen, 2006).

b. Sistem ini dapat menembus kapiler yang sempit dan dapat langsung berinteraksi dengan sel secara efektif pada target yang dituju karena memiliki ukuran yang kecil sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas obat (N. Ariyandi, 2007).

c. Sistem ini dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan bahan obat terutama obat dengan golongan BCS II yang memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas yang tinggi (Fattal and Vauthier, 2007).

(26)

dalam tubuh karena penghantaran obat secara efisien ke berbagai bagian tubuh yang secara langsung dipengaruhi oleh ukuran partikel (Abilash, 2010).

Selain memiliki beberapa kelebihan, sistem nanopartikel juga memiliki beberapa keterbatasan seperti :

a. Ukuran partikel yang kecil dan luas permukaan yang besar berakibat partikel – pertikel tersebut beragregasi, berakibat pada sulitnya penanganan nanopartikel berbentuk cair maupun kering, dan keterbatasan dalam pelepasan obat. Tidak semua obat dapat menerapkan sistem ini, tergantung sifat material dan fisika kimia obat tersebut. (Mohanraj

and Chen, 2006).

b. Nanopartikel jika melewati kapiler terkecil tubuh dengan beragregasi dapat mengakibatkan terjadinya emboli (Eerikainen, 2004).

2.1.3. Metode Pembuatan Nanopartikel

Metode pembuatan nanopartikel yang dapat digunakan sangat beragam, beberapa contohnya antara lain gelasi ionik dan pengeringan semprot (Agnihotri et al, 2004).

a. Gelasi Ionik

Metode Gelasi ionik memiliki dasar metode interaksi eletrostatik antara gugus yang berbeda muatan antar polimer dengan penyambung silang. Km kitosan memiliki gugus -COO- yang akan

berikatan dengan gugus muatan positif penyambung silang, salah satu contoh penyambung silang yang digunakan kalsium klorida (CaCl2). Gugus -COO- akan berikatan dengan Ca2+ dari kalsium

(27)

Metode ini banyak dipilih karena prosesnya tidak rumit dan tidak menggunakan pelarut organik (Mardliyati et al, 2012).

Pembuatan koloid nanopartikel dengan gelasi ionik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi larutan polimer, larutan penyambung silang, perbandingan jumlah polimer dan penyambung silang, suhu larutan kitosan, konsentrasi pelarut, dan kecepatan pengadukan (Fan et al, 2012).

b. Pengeringan Semprot

Pengeringan semprot adalah metode yang sering digunakan untuk menghasilkan serbuk dengan ukuran partikel yang sangat kecil (Amaro, 200). Metode pengeringan ini dapat menghasilkan partikel kering yang halus dengan proses sampel di atomisasi menjadi droplet-droplet kecil dalam udara panas. Droplet tersebut akan kering dengan cepat, dan partikel yang telah kering akan jatuh ke dalam bagian yang lebih rendah pada alat pengering. Keunggulan dari metode ini adalah proses yang realtif cepat, lebih mudah jika dibandingkan dengan pengeringan beku, dan banyak digunakan untuk produksi skala besar karena biaya relatif murah (Agnihotri et al., 2004; Kissel et al., 2006). Pada metode ini, sampel

likuid mengalami evaporasi secara cepat yang disebakan oleh adanya pemanasan, besarnya luas permukaan sampel dan kontak dengan uap kering sehingga pelarut dapat dihilangkan dari sampel (Williams and Vaughn, 2007).

(28)

1. Atomisasi Sampel

Proses ini merubah sampel menjadi bentuk tetesan-tetesan kecil (Agnihotri et al, 2004). Terdapat beberapa atomizer antara lain

rotary atomizer dimana sampel disemprotkn menggunakan cakram berputar untuk membuat tetesan droplet, salah satu keuntungan dari atomizer ini adalah ukuran partikel dapat diubah dengan mengubah kecepatan roda; pressure atomizer yang membentuk tetesan droplet dengan memberi tekanan pada atomizer, tipe ini paling sering digunakan dalam pengeringan semprot; dan two fluid nozzle yang

membentuk tetesan droplet dengan proses adanya kontak antara udara dan sampel , dan biasanya sampel yang dihasilkan memiliki diameter internal antara 0,5 μm dan 1,0 μm, sehingga membentuk partikel dengan diameter kurang dari 10 μm. Proses atomisasi ini akan mempengaruhi sifat tetesan selama pengeringan dan sifat produk kering. (Kissel et al, 2006).

Pemilihan alat penyemprot tergantung bahan yang digunakan, sifat produk yang telah ditetapkan, viskositas dari larutan yang digunakan serta jenis dan kapasitas pengering. (Kissel

et al, 2006).

2. Kontak droplet dengan udara

Tahapan awal dalam proses pengeringan adalah adanya kontak antara droplet dengan udara panas dalam beberapa detik. Terdapat dua macam cara pada tahap penyemprotan, cara pertama adalah menyemprotkan cairan searah dengan aliran udara panas atau disebut co-current. Kelebihan cara ini adalah sampel dapat kering

(29)

berlawanan arah dengan aliran udara panas (Patel et al, 2011;

Gharsallaoui et al, 2007).

3. Evaporasi Solven

Proses evaporasi pelarut ada dua tahapan, tahap pertama adalah suhu jenuh pada permukaan droplet kira – kira sama dengan suhu basah pada udara pengeringan. Cairan didalam tetesan droplet akan mengganti cairan yang menguap dipermukaan, dan penguapan yang terjadi berlangsung konstan. Pada tahap kedua, dimulai ketika tidak ada lagi air yang cukup untuk mempertahankan kondisi jenuh pada permukaan tetesan droplet, menyebabkan terbentuknya bagian kering dipermukaan. Penguapan selanjutnya tergantung difusi air melalui bagian kering tersebut, pada tahap ini tingkat penguapan menurun dengan cepat (Agnihotri et al, 2004; Patel et al, 2009).

4. Pemisahan sampel kering.

(30)

Gambar 2.2. Rute aliran udara dan sampel pada pengering semprot (1) inlet udara kering + filtrasi; (2) pemanas; (3) ruang desikasi; (4) cyclone; (5) penampung serbuk kering; (6) filtrasi + outlet udara; (A) larutan, suspensi, emulsi yang akan di spray; (B) udara bertekanan atau nitrogen; dan (C) spray nozzle (Kissel et al, 2006).

Pada metode pengeringan semprot, digunakan suhu tinggi untuk terjadinya evaporasi, sehingga bahan-bahan yang digunakan harus tahan terhadap panas dan hati-hati terhadap penggunaan pelarut organik yang dapat meledak pada suhu tinggi (Williams and

Vaughn, 2007). Hasil dari pengeringan semprot dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti :

a. Ukuran nozzle

Semakin meningkatnya ukuran nozzle, maka ukuran partikel yang dihasilkan akan meningkat pula (He et al, 1999).

b. laju pompa

(31)

dengan sampel yang dikeringkan dengan kondisi laju pompa rendah (He et al, 1999)

c. laju aliran udara (He et al., 1999).

Ukuran sampel tergantung pula dengan laju aliran udara. Ukuran sampel meningkat seiring dengan menurunnya laju aliran udara (He et al, 1999).

d. Suhu inlet

Suhu inlet tidak berpengaruh banyak terhadap ukuran partikel (He et al, 1999).

2.1.4 Faktor - faktor yang berpengaruh pada pembuatan

nanopartikel

a. Perbandingan jumlah obat dengan jumlah polimer Perbandingan jumlah obat dengan jumlah polimer berpengaruh pada ukuran partikel yang dihasilkan. Semakin tinggi jumlah obat dan semakin sedikit jumlah polimer yang ditambahkan menghasilkan ukuran partikel relatif kecil jika dibandingkan dengan penambahan jumlah polimer yang lebih besar (Swarbrick and Boyland, 1994).

b. Konsentrasi polimer yang digunakan

Konsentrasi polimer semakin meningkat, menyebabkan partikel yang terbentuk memiliki ukuran semakin besar dan peningkatan efisiensi penjerapan. Hal ini disebabkan oleh jumlah polimer yang lebih banyak terkandung dalam volume yang sama (He et al, 1999). Hal tersebut diperkuat dengan

(32)

µm sedangkan konsentrasi 0,375% menghasilkan 1,90 µm dengan efisiensi penjerapan bahan obat ketoprofen 93,23% dan 98,86%. Penelitian Dhisiati, 2014, menyatakan efisiensi penjerapan formula 4 dengan kadar Km kitosan 0,300% sebesar 94,18%, paling besar dibandingkan dengan penjerapan formula 1 dengan kadar Km kitosan 0,175% sebesar 67,31%, formula 2 kadar Km kitosan 0,200% sebesar 82,66%, dan formula 3 kandungan Km kitosan 0, 275% sebesar 88,29%. Penelitian juga dilakukan oleh Santoso, 2011, menyatakan semakin banyak jumlah polimer yang ditambahkan, ukuran partikel semakin besar dan efisiensi penjerapan semakin tinggi. Hasil penelitian Santoso, 2011 menunjukkan jumlah polimer 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g menghasilkan diameter rata-rata 1138,36 μm; 1517,27 μm; dan 1611,35 μm, dan efisiensi penjerapan bahan obat ketoprofen pada jumlah polimer 0,5 g sebesar 75,75%, sedangkan pada 1,0 g sebesar 91,78%. Penelitian pengaruh konsentrasi polimer lainnya dilakukan oleh Rosyidah, 2011, dengan meningkatnya konsentrasi larutan polimer yaitu 3%, 4%, dan 5% berturut-turut didapatkan ukuran mikropartikel sebesar 1238,50 µm, 1356,05 µm, dan 1320,51 µm. Jika konsentrasi polimer yang digunakan terlalu kecil, akan menghasilkan ukuran partikel yang sangat kecil yang mudah beragregasi dan menyebabkan ukuran partikel semakin besar (Wu et al, 2005).

c. Jenis Polimer

(33)

karbosimetil kitosan tersebut (Jayakumar et al., 2010). Derajat

deasetilasi mempengaruhi protonasi gugus amino dari kitosan. Dengan bertambahnya nilai derajat deasetilasi, partikel yang terbentuk akan semakin kecil dengan permukaan yang lebih halus (Prashanth and Taranathan, 2007). Derajat substitusi

berpengaruh terhadap diameter partikel, semakin besar nilai derajat substitusi maka diameter partikel yang terbentuk semakin kecil sehingga meningkatkan enkapsulasi obat serta menurunkan laju pelepasannya (Mourya et al., 2010; Jayakumar et al., 2010). Semakin tinggi berat molekul Km kitosan berarti

semakin banyak gugus karboksil yang berikatan dengan bahan obat dan berdampak pada meningkatnya efisiensi penjerapan dari Km kitosan (Shi et al., 2005).

d. Berat molekul Polimer

(34)

e. Jumlah Penyambung Silang

Penyambung silang berguna untuk mencegah butiran-butiran mengembang yang akhirnya akan hancur. Mekanisme dari penyambung silang dengan menghubungkan rantai-rantai polimer sehingga menjadi bentuk 3 dimensi melalui pembentukan kompleks dengan polimer lain, ikatan ionik atau dengan agregasi polimer (Prashanth and Tharanathan, 2006).

Faktor penting dalam reaksi sambung silang adalah komposisi kimia bahan, konsentrasi bahan, pH, waktu reaksi dan temperatur (Hirsch and Kokini, 2001). Reaksi sambung silang

dipengaruhi pula oleh densitas atau kepadatan sambung silang. Semakin padat sambung siang, semakin rendah kemampuan polimer untuk mengembang dan tingkat pelepasan obat akan menurun (Mi and Chang, 2000). Reaksi silang juga dipengaruhi

oleh ukuran dan jenis zat penyambung silang. Semakin kecil ukuran penyambung silang, semakin cepat terjadi reaksi silang selama proses difusi masih mudah. Tergantung dari sifat alami penyambung silang, pembentuk interaksi utama adalah jaringan kovalen atau ikatan ionik (Goncalves et al, 2005). Sambung

silang merupakan cara efektif untuk membuat mikropartikel tidak larut air, dan mengendalikan profil pelepasan obat dengan mengubah tingkat sambung silang (Zheng Li, et al., 2009).

(35)

2.2 Karboksimetil kitosan

Deasetilasi dari kitin menghasilkan kitosan, sebuah polimer yang banyak diteliti untuk penggunaan produk farmasi dan non farmasi. Kitosan memiliki karakteristik yang unik seperti memiliki biodegradabilitas, biokompatibilitas, bioadhesif, dan tidak beracun. Kendala dalam penelitian kitosan ini adalah keterbatasan kelarutan dalam pH netral atau basa karena struktur kristal yang sangat stabil yang timbul dari adanya ikatan hidrogen yang kuat. Maka dari itu dibuat karboksimetil kitosan untuk mengatasi kendala tersebut.

Km kitosan merupakan derivat dari kitosan memiliki sifat fisik dan biologis yang termodulasi yang dapat berfungsi sebagai khelat, penyerapan, retensi kelembaman, antibakteri, antiapoptosis, dan lainnya. Km kitosan dapat digunakan lebih lanjut lagi sebagai pengendali pengiriman pelepasan obat, pengiriman DNA, dan lainnya. Km kitosan juga dapat larut dalam larutan asam, netral ataupun basa saat derajat substitusinya lebih dari 60% (Mourya et al, 2010). Km kitosan dengan derajat substitusi 87 - 90%

mempunyai sifat poliamfolitik (ion zwitter), yang dapat membentuk gel atau larutan jernih tergantung dari konsentrasi polimer pada pH netral dan basa tetapi beragregasi pada kondisi asam. Polimer ini dapat dimodifikasi dengan proses alkilasi, asilasi dan okulasi (Mourya et al, 2010). Km kitosan dapat disintesis dengan dua

metode, yaitu :

a. Alkilasi reduktif

(36)

menghasilkan N-karboksimetil kitosan. Prosedur pembuatannya terdiri dari penaburan kitosan dalam 1% asam asetat untuk mendapatkan sekitar 1 - 1,5 larutan b/v, reaksinya dengan larutan dari asam glioksilat dengan perbandingan molar 1 : 1 sampai 1 : 3 dari amina, diatur pH 4 - 5 dengan mengurangi jumlah dari sodium borohydride. Larutan kental kemudian didialisis dalam air dan di liofilisasi untuk mendapatkan N-Karboksimetil kitosan. Penggunaan metode ini menghasilkan sekitar 70% unit N-karboksimetil kitosan. Kekurangan penggunaan metode ini adalah membutuhkan reagen yang relative mahal dan tidak mudah di aplikasikan dalam sekala besar.

b. Alkilasi langsung

(37)

basa, substitusi gugus lebih mudah terjadi pada gugus 6 > OH-3 > NH2-2 (Morya V.K, 2010).

Gambar 2.2 Struktur (a) O-karboksimetil kitosan; (b) N- karboksimetil kitosan; (c) N,O-karboksimetil kitosan (Jayakumar et al, 2010).

2.3 Kalsium Klorida

Kalsium klorida (CaCl2) memiliki tiga bentuk formula

kimia yaitu anhydrous (CaCl2), Dihydrate (CaCl2.2H2O), dan Hexahydrate (CaCl2. 6H2O). Masing-masing memiliki berat

molekul 110.99; 147.02; 219.08. Anhidrate berwarna putih dan

memiliki massa berpori, mudah larut dalam air dan etanol; Dihydrate berwarna putih, keras dan berbentuk butiran atau

deliquescent fragment, mudah larut dalam air dan larut dalam

etanol; Hexahydrate berwarna, berbentuk Kristal sangat deliquescent. Larut dalam 0,25 bagian air, mudah larut (1 - 10

(38)

Mekanisme penyambung silang dari kalsium klorida dengan cara membentuk kation divalent dari Ca2+ yang berikatan

ionic dengan gugus –COO dari Carboksilmetil Kitosan (Mourya et al, 2010).

Gambar 2.3 Struktur CaCl

2.2 Artesunat

Artesunat merupakan partikel semi sintetik salah satu turunan dari artemisinin yang di ekstraksi dari tumbuhan tradisional

Artemisia annua yang sangat sampuh sebagai antimalaria (Nguyen et al, 2014). Artesunat memiliki profil farmakologis yang

menguntungkan untuk terapi malaria (Razavi, 2007). Selain efektif sebagai anti malaria, artesunat dapat sebagai anti inflamasi, Rheumatoid Artritis, Lupus eritematosus, dan bakteri yang disebabkan oleh sepsis (Ho et al, 2014).

(39)

menimbulkan masalah dalam formulasi juga dapat berpengaruh terhadap khasiat dan keterbatasan sebagai biofarmasetik. Telah banyak dilakukan penelitian untuk meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas dari artesunat seperti penggunaan liposom, nanopartikel, dan pembentukan kompleks artesunat-beta-sikodekstrin (Setyawan et al, 2014).

(40)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Uraian Kerangka Konseptual

Nanopartikel dapat dibuat menggunakan metode gelasi ionik interaksi eletrostatik antara gugus muatan positif polimer dengan gugus muatan negatif dari penyambung silang. Polimer Km kitosan bersifat biokompatibel, biodegradabel, dan mudah larut dalam air memiliki gugus COO- yang akan berikatan dengan Ca2+

dari penyambung silang CaCl2 (Mourya et al, 2010). Pada penelitian

ini digunakan model obat dari bahan semi sintetik yaitu artesunat yang merupakan turunan dari artemisinin. Obat ini memiliki kelarutan rendah dalam air sehingga bioavailabilitas rendah jika digunakan secara peroral (Setyawan et al, 2014).

Pada proses gelasi ionik, tidak semua CaCl2 berikatan

dengan Km kitosan, karena gugus COO- dari Km kitosan juga dapat

berikatan dengan air menyebabkan tidak semua ion Ca2+ bereaksi

dengan COO-. ion Ca2+ bebas akan menarik air dari udara dan

menyebabkan sampel tidak kering sempurna (Feriza, 2013). Hal tersebut dapat diminimalisir dengan penambahan etanol dalam proses gelasi ionik (Luo Y. et al, 2013). Untuk mendapatkan

partikel kering, maka dilakukan pengeringan menggunakan metode pengeringan semprot. Keunggulan metode ini prosesnya cepat, sederhana, mudah, dan dapat digunakan untuk skala besar dengan biaya yang efektif (Agnihotri et al, 2004; Kissel et al, 2006). Faktor

yang berpengaruh pada ukuran dan bentuk partikel dari metode ini, antara lain suhu inlet, ukuran nozzle, laju pompa, laju aliran udara

(41)

Faktor yang dapat berpengaruh pada pembuatan nanopartikel salah satunya adalah konsentrasi polimer (Wu et al,

2005). Konsentrasi polimer semakin tinggi, menyebabkan partikel yang terbentuk memiliki ukuran semakin besar dan efisiensi penjerapan semakin meningkat tetapi jika konsentrasi polimer yang digunakan terlalu kecil, akan menghasilkan ukuran partikel yang sangat kecil yang mudah beragregasi dan menyebabkan ukuran partikel semakin besar (Wu et al, 2005). Sistem nanopartikel

menyebabkan peningkatan laju kelarutan bahan obat sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya (Sing, 2009; Prusty and Sahu,

2013).

Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan hipotesis bahwa konsentrasi polimer semakin meningkat menyebabkan ukuran partikel semakin besar dan efisiensi penjerapan semakin meningkat.

3.2 Hipotesis

(42)

larutan biner (etanol - air) dikeringkan

menggunakan pengeringan semprot Jumlah obat Konsentrasi Polimer Jenis Polimer

Konsentrasi polimer semakin meningkat menyebabkan ukuran partikel semakin besar dan efisiensi penjerapan semakin meningkat.

(43)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Bahan dan Alat

4.1.1 Bahan

Artesunat (Goldliloo Pharmaceutical); carboxymethyl chitosan (derajat substitusi 81,9%, derajat deasetilasi 96,5%, China

Eastar Group Co., Ltd.); CaCl2.2H2O pro analysis (Merck); Ethanol pro analysis (EMSURE®); Methanol pro analysis (Merck);

aquades. 4.1.2 Alat

Spray Dryer (SD-basic Lab Plant UK Ltd. Type SD

B09060019); Neraca analitik (Ohaus); Spektrofotometer inframerah (Jasco FT-IR 5300); Differential Thermal Analyser (Mettler Toledo

FP-65 DTA P-900 Thermal); Digital Viscosimeter (Brookfield

Viscosimeter DV-II); alat-alat gelas; Ultrasonic ELMA LC60/H;

magnetic stirrer (DRAGONLAB MS-Pro); Spektrofometer

UV-Vis (Cary WinUV Ver.1.00(9)c); Scanning Electron Microscopy

(inspect S50 Tipe FP 2017/12), Difraktogram X’Pert Phillips.

4.2 Metodologi Penelitian 4.2.1 Metode Kerja

Penelitian kali ini, dilakukan pembuatan nanopartikel dengan menggunakan konsentrasi Km kitosan yang berbeda antar formula, jumlah artesunat 100 mg tiap formula dan jumlah penyambung silang CaCl2 250 mg yang dibuat dengan metode

(44)

perbandingan konsentrasi Km kitosan dan CaCl2 sama seperti

formula nanopartikel artesunat-Km kitosan.

Tabel IV.1 Rancangan formula nanopartikel Artesunat-Km kitosan

Nama Bahan Fungsi Konsentrasi larutan CaCl2 0,5% b/v

Langkah awal dengan melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku yang digunakan, lalu dilakukan pembuatan tiga formula nanopartikel Artesunat - Km kitosan dengan perbedaan konsentrasi Km kitosan. Setelah itu dilakukan evaluasi spektrum infra merah dari nanopartikel yang dihasilkan untuk melihat ada tidaknya interaksi antara Km kitosan - CaCl2.Evaluasi selanjutnya dilakukan

(45)

4.2.1.1 Identifikasi Karboksimetil kitosan (Km kitosan)

a. Evaluasi Organoleptis

Dilakukan pemeriksaan terhadap bentuk, warna, dan bau kemudian dibandingkan dengan pustaka.

b. Evaluasi DTA Karboksimetil kitosan (Km kitosan)

Pemeriksaan DTA dilakukan untuk mengetahui jarak lebur Km kitosan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menimbang secukupnya sampel lalu memasukkan sampel dalam krus kemudian dilakukan pengamatan pada suhu 50 °C – 300 °C dengan kecepatan kenaikan suhu 10° C per menit.

c. Evaluasi Viskositas

Dibuat larutan CM chitosan 1% b/v dalam aquades. Kemudian diukur viskositasnya dengan Viscotester (Brookfield Digital

Model DV-II). selanjutnya hasil pemeriksaan dibandingkan dengan viskositas Km kitosan pada sertifikat analisis dari bahan.

d.Evaluasi Difraksi sinar X

Uji difraksi sinar X dilakukan menggunakan alat difraktometer X’Pert Phillips yang dilakukan pada temperatur ruangan dengan kondisi pengukuran sumber sinar X K𝛼, target logam Cu, filter Ni, voltase 40 kV, arus 40 mA pada rentang 2Ө 5-40⁰. Hasil difraktogram yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka.

(46)

dimasukkan ke dalam pengering hampa udara, selanjutnya dicetak sampai diperoleh cakram transparan. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan spektrum inframerah Km kitosan pembanding.

4.2.1.2 Identifikasi Artesunat

a. Evaluasi Organoleptis

Dilakukan pemeriksaan secara visual terhadap bentuk, warna, dan bau kemudian dibandingkan dengan pustaka.

b. Evaluasi Titik Lebur Artesunat

Pemeriksaan DTA dilakukan untuk mengetahui jarak lebur artesunat. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menimbang secukupnya sampel lalu memasukkan sampel dalam krus kemudian dilakukan pengamatan pada suhu 50 °C – 300 °C dengan kecepatan kenaikan suhu 10° C per menit.

c. Evaluasi Difraksi Sinar X

Uji difraksi sinar X dilakukan menggunakan alat difraktometer X’Pert Phillips yang dilakukan pada temperatur ruangan dengan kondisi pengukuran sumber sinar X K𝛼, target logam Cu, filter Ni, voltase 40 kV, arus 40 mA pada rentang 2Ө 5-40⁰. Hasil difraktogram yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka.

d. Evaluasi spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spektrum inframerah artesunat dibuat dengan metode cakram

(47)

diperoleh cakram transparan. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan spektrum inframerah artesunat pembanding.

Gambar 4.1 Skema kerja penelitian

Nanopartikel dibuat dengan metode gelasi ionik menggunakan penyambung silang CaCl2 dengan konsentrasi 0,5%

dan polimer Km kitosan 0,9% b/v; 1,0% b/v; 1,1% b/v dalam larutan biner etanol 10% dikeringkan menggunakan pengeringan semprot dengan menggunakan model bahan obat artesunat..

Pemeriksaan bahan baku (Km kitosan dan Artesunat)

Pembuatan nanopartikel :

- FP 1  konsentrasi Karboksimetil kitosan 0,9% b/v - FP 2 konsentrasi Karboksimetil kitosan 1,0% b/v - FP 3 konsentrasi Karboksimetil kitosan 1,1% b/v

Pengeringan sampel dengan pengeringan semprot pada suhu 98 ℃, laju pompa skala 3, ukuran nozzle 1 µm, dan tekanan 2 bar (Feriza, 2013).

a. Evaluasi nanopartikel: - Ukuran dan morfologi - Spektroskopi FTIR - Titik lebur - Difraksi sinar X

Penetapan kandungan dan efisiensi penjerapan artesunat dalam sistem

nanopartikel

(48)

4.2.2 Pembuatan Nanopartikel dengan Metode Pengeringan

semprot

Berikut ini adalah tahapan pembuatan nanopartikel dengan pengeringan semprot :

a. Km kitosan ditimbang (sesuai formula), lalu dilarutkan dalam 50 ml aquades, diaduk sampai homogen menggunakan magnetic stirrer 500 rpm selama 10 menit.

b. Artesunat ditimbang sebanyak 100 mg, lalu dilarutkan dalam 5 ml etanol sampai larut diaduk menggunakan

magnetic stirrer 500 rpm selama 5 menit.

c. Larutan Km kitosan dicampurkan ke dalam larutan artesunat dan diaduk dengan magnetic stirrer kecepatan

500 rpm selama 30 menit.

d. CaCl2 ditimbang, kemudian dilarutkan ke dalam larutan

biner etanol 10% diaduk dengan magnetic stirrer

kecepatan 500 rpm selama 5 menit.

e. Larutan artesunat-Km kitosan diteteskan ke dalam larutan CaCl2 kecepatan 2 tetes/ detik sambil diaduk dengan magnetic stirrer kecepatan 500 rpm dan terus diaduk

dengan kecepatan 500 rpm selama 1 jam.

(49)

Gambar 4.2. Skema kerja pembuatan nanopartikel artesunat-Km kitosan

4.2.3 Evaluasi Nanopartikel Artesunat-Km kitosan

4.2.3.1 Evaluasi Ukuran dan Morfologi Nanopartikel

Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk nanopartikel. Evaluasi ini menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) FEI Inspect S50 pada beberapa perbersaran.. Uji

menggunakan SEM dilakukan dengan melekatkan sampel diatas holder yang dilapisi karbon, kemudian holder diletakkan dalam

sputter cooter untuk dilapisi dengan gold palladium selama ± 120

detik. Nanopartikel yang teramati kemudian ditentukan ukuranya. Larutan Km kitosan dalam aquadest

kecepatan 500 rpm, selama 60 menit

Koloid Km kitosan-Artesunat - CaCl2

Diteteskan dalam larutan CaCl2

dengan kecepatan 2 tetes/detik.

Dikeringkan menggunakan pengeringan semprot pada suhu inlet 98 ℃, laju pompa 3, tekanan 2 bar (Feriza,2013).

Nanopartikel kering artesunat – Km kitosan

Evaluasi karakteristik fisik meliputi : a. Ukuran dan morfologi

b. Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR)

c. Titik lebur

d. Difraktogram sinar X

e. Kandungan dan efisiensi penjerapan Diaduk menggunakan magnetic stirrer

(50)

4.2.3.2 Evaluasi Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Evaluasi ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya interaksi yang terbentuk yang disebabkan adanya interaksi antara Km kitosan dengan CaCl2. Evaluasi ini menggunakan

spektrofotometri infra merah dengan metode cakram KBr. Tahapan yang dilakukan adalah dengan menimbang sampel yang kemudian ditambah serbuk KBr pro-spektroskopi dan menggerusnya dalam

mortir hingga homogen. Langkah selanjutnya adalah membentuk sampel menjadi cakram yang transparan. Sampel diamati pada panjang gelombang 4000 – 450 𝑐𝑚−1. Hasil pemeriksaan formula yang dibuat dibandingkan dengan spektrum inframerah artesunat, Km kitosan dan CaCl2.

4.2.3.3 Evaluasi DTA

Evaluasi ini dilakukan untuk penentuan jarak lebur sistem nanopartikel menggunakan alat Diferrential Thermal Analyser

(DTA). Pemeriksaan dilakukan dengan cara menimbang secukupnya sampel lalu memasukkan sampel dalam krus kemudian dilakukan pengamatan pada suhu 50 °C – 300 °C dengan kecepatan kenaikan suhu 10° C per menit.

(51)

4.2.3.4 Evaluasi Difraksi sinar X

Uji difraksi sinar X dilakukan menggunakan alat difraktometer X’Pert Pro PANAlytical yang dilakukan pada temperatur ruangan dengan kondisi pengukuran sumber sinar X K𝛼, target logam Cu, filter Ni, voltase 40 Kv, arus 40 Ma pada rentang 2Ө 5-40⁰. Hasil difraktogram yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka.

4.2.3.5 Evaluasi Kandungan Artesunat dalam Nanopartikel Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kandungan artesunat dalam nanopartikel yang terentuk. Penetapan kadar artesunat dalam nanopartikel dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis (Okwelogu et al., 2011).

a. Pembuatan larutan kerja 1. Etanol 20%

Dipipet 41,67 ml etanol 96% kemudian ditambah air hingga 200,0 ml.

2. 0,1 M Sodium hidroksida (NaOH)

Ditimbang 0,42 g NaOH, larutkan dengan aquades dan tambah kan sampai 100 ml.

3. 0,1 M Asam asetat dalam 20% Etanol

Dipipet asam asetat glasial 1,144 ml kemudian di tambah etanol 20% hingga 200,0 ml.

b. Pembuatan larutan baku artesunat dalam etanol

(52)

volume 100,0 ml secara kuantitatif. Sehingga diperoleh kensentrasi 500 ppm.

c. Pembuatan larutan baku kerja artesunat dalam etanol

Sejumlah larutan baku induk artesunat 500 ppm dipipet kemudian diencerkan dengan etanol sampai diperoleh konsentrasi 10 ppm; 15 ppm; 25 ppm; 50 ppm; 125 ppm; 250 ppm; 350 ppm. Kemudian dari larutan baku kerja tersebut dipipet sebanyak 5,0 ml dan ditambahkan 2,0 ml NaOH dalam labu ukur 10,0 ml. Kemudian dipanaskan selama 60 ⁰C, 60 menit. Kemudian didinginkan pada suhu kamar. Setelah itu masing-masing baku kerja ditambah asam asetat dalam 20% etanol ad 10,0 ml. Sehingga diperoleh konsentrasi akhir 5 ppm; 7,5 ppm; 12,5 ppm; 25 ppm; 62,5 ppm; 125 ppm; dan 175 ppm.

d. Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang memberikan serapan terbesar. Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan mengamati serapan dari larutan baku kerja artesunat 12,5 ppm; 25 ppm; 62,5 ppm dengan menggunakan spektrofometer UV-vis pada panjang gelombang 200-400 nm. Dari hasil pengamatan diperoleh panjang gelombang maksimum 229, 97 nm.

e. Pembuatan kurva baku

(53)

gelombang 229,97 nm. Dari hasil absorban yang didapatkan, didapatkan kurva baku kemudian dibuat persamaan regresi antara absorban dengan konsentrasinya

.

f. Penentuan pengaruh bahan tambahan terhadap nilai serapan artesunat

1. Ditimbang nanopartikel Km kitosan 10 mg ditambahkan etanol sebanyak 10,0 ml dan disaring.

2. Dipipet 0,5 ml nanopartikel yang telah disaring, dimasukkan ke labu ukur 10,0 ml ditambahkan 1,0 ml larutan baku artesunat, lalu ditambah etanol ad 10,0 ml. Selanjutnya dipipet 5,0 ml dan ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak 2,0 ml pada labu 10,0 ml.

3. Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 60 ⁰C selama 60 menit.

4. Setelah larutan dingin ad suhu kamar, masing-masing larutan ditambah asam asetat dalam 20% etanol ad 10,0 ml.

5. Sebagai pembanding, dipipet 1,0 ml larutan baku induk yang kemudian ditambah etanol ad 10,0 ml. Kemudian dipipet 5,0 ml dan ditambah NaOH 0,1 N sebanyak 2,0 ml lalu dipanaskan pada suhu 60 ⁰C selama 60 menit, lalu diadkan dengan asam asetat dalam etano 20%.

6. Sebagai blanko digunakan etanol 5,0 ml yang ditambah dengan NaOH 0,1 N

sebanyak 2,0 mL.

(54)

g. Penetapan kadar artesunat dalam nanopartikel

Nanopartikel artesunat 50 mg (dilakukan replikasi penimbangan sebanyak tiga kali) dilarutkan dalam etanol p.a. didiamkan selama 2 jam dan di ad 25,0 ml, lalu disonifikasi selama 5 menit dan didiamkan selama 1 jam. Setelah itu, larutan nanopartikel dipipet 5,0 ml kemudian ditambah dengan NaOH 0,1 N sebanyak 2,0 ml. Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 60 ⁰C selama 60 menit, lalu dinginkan pada suhu kamar, kemudian ditambahkan asam asetat dalam etanol 20% ad 10,0 ml. Lalu diukur absorbannya pada panjang gelombang maksimum dan ditentukan konsentrasinya dengan memasukkan data absorban yang diperoleh ke dalam kurva baku. Dihitung persen (%) kadar artesunat yang didapat dalam nanopartikel.

4.2.3.6 Perhitungan Efisiensi Penjerapan Bahan Obat

Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui berapa % jumlah bahan obat yang terjerap dalam nanopartikel yang terbentuk. Nilai efisiensi penjerapan obat ini didapatkan dari data hasil penetapan kandungan artesunat dalam nanopartikel yang diolah berdasarkan rumus (Mahajan et al, 2009):

Efisiensi penjerapan = M teoritis𝑀 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑥 100 %

Keterangan:

M aktual = jumlah bahan obat yang terkandung dalam sistem nanopartikel

(55)

4.2.4 Analisis Statistik

Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna antara efisiensi penjerapan dari formula nanopartikel artesunat-Km kitosan, maka dilakukan analisis statistik dengan metode uji

Analysis of Variance (ANOVA) one way dan jenis rancangan

Completely Randomized Design (CRD). Rancangan ini dapat

digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna antar formula dengan membandingkan harga F hitung terhadap F tabel dengan derajat kepercayaan (α) = 0,05. Jika dari analisis diperoleh hasil F hitung lebih besar dari F tabel, maka terdapat perbedaan bermakna antar formula. Perhitungan dilanjutkan dengan uji Honestly Significant Difference Test (HSD) untuk mengetahui

formula mana saja yang berbeda. Adanya perbedaan bermakna antar dua formula dipenuhi bila harga selisih rata-rata dua formula lebih besar dari pada hasil perhitungan harga

HSD (Daniel, 2005).

HSD = qα, k, N-k √MSE/n

Keterangan:

qα, k, N-k : harga q tabel pada (k, N-k)

α : derajat kepercayaan (α = 0,05) k : banyaknya kelompok (numerator)

N-k :derajat bebas within groups

(denominator)

(56)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Bahan

5.1.1 Karboksimetil kitosan (Km kitosan)

Pemeriksaan Km kitosan dilakukan secara kualitatif dengan hasil sebagai berikut:

Tabel V.1. Pemeriksaan kualitatif Km kitosan

keterangan:

(*) Sertifikat Analisis Km kitosan

No Pemeriksaan Pengamatan Pustaka

1 Organoleptis Serbuk berwarna off-white,

tidak berbau

3 Spektrum Inframerah Bilangan gelombang (cm-1) Bilangan

(57)

(**) Cai et al., 2009

(***) Fan et al., 2006

(****) Mourya et al., 2010

(*****) Nesr et al., 2014

Hasil identifikasi Km kitosan yang digunakan telah sesuai dengan pustaka. Sertifikat analisis Km kitosan dapat dilihat pada lampiran 1.

5.1.2 Artesunat

Pemeriksaan artesunat dilakukan secara kualitatif dengan hasil sebagai berikut:

Tabel V.2. Pemeriksaan kualitatif artesunat

keterangan:

(*) Sertifikat Analisis artesunat (**) Lawal et al., 2012

No Pemeriksaan Pengamatan Pustaka

1 Organoleptis serbuk halus,

(58)

(***) World Health Organization, 2003

Hasil identifikasi artesunat yang digunakan dalam penelitian telah sesuai dengan pustaka. Sertifikat analisis artesunat dapat dilihat pada lampiran 2.

5.2 Evaluasi Karakteristik Nanopartikel Artesunat-Km kitosan

5.2.1 Evaluasi Ukuran dan Morfologi Nanopartikel

Ukuran dan morfologi nanopartikel diamati dengan

Scanning Electron Microscopy (SEM). FP 1, FP 2, FP 3 merupakan

formula nanopartikel dengan perbandingan Km kitosan : CaCl2

berturut-turut 1,8:1; 2:1; 2,2:1. Ukuran dan morfologi dapat dilihat pada gambar 5.1 dan 5.2.

Gambar 5.1. Hasil SEM formula nanopartikel konsentrasi Km kitosan 0,9% (A), 1,0% (B) dan 1,1%(C) pada perbesaran 5.000x.

(59)

Hasil yang didapatkan adalah partikel dengan ukuran yang heterogen berkisar anatara 840 nm – 8,532

µm, berbentuk bulat tidak berongga dengan permukaan yang halus.

5.2.2 Evaluasi Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR) Berdasarkan hasil spektrum inframerah nanopartikel artesunat didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 5.3. Spektra Inframerah dari Artesunat (A), Karboksimetil kitosan (B), plasebo (C) dan formula nanopartikel konsentrasi Km kitosan 0,9% (D), 1,0% (E) dan 1,1% (F).

Berdasarkan hasil spektra Infra merah, terlihat bahwa telah terjadi perubahan bentuk pita dan peningkatan intensitas yang menandakan telah terjadi reaksi sambung silang antara gugus COO- Km kitosan dan Ca2+ dari CaCl2.

% T

OH dan NH COO Simetrik

COO Asimetrik

A

B

C

E

D

(60)

5.2.3 Evaluasi Titik Lebur

Berdasarkan pengujian titik lebur menggunakan DTA didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 5.4. Termogram dari Artesunat (A), Karboksimetil kitosan (B), Plasebo 1 (C), Plasebo 2 (D), Plsebo 3 (E) dan formula nanopartikel konsentrasi Km kitosan 0,9% (F), 1,0% (G) dan 2,2:1 (H).

Berdasarkan hasil termogram, terlihat bahwa termogram FP 1 (D) dan FP 2 (E) terbentuk puncak tajam menandakan telah terbentuk ikatan sambung silang antara COO- Km kitosan dan

Ca2+ dari CaCl2 yang kuat, sehingga dibutuhkan energi lebih

tinggi untuk meleburkannya.

5.2.4 Evaluasi Difraksi Sinar X

(61)

Perbandingan difraktrogram Artesunat, Km kitosan, FPo 1, FPo 2, FPo 3, FP 1, FP 2, FP 3 dapat dilihat pada gambar 5.4.

Gambar 5.5 Difraktogram sinar X Artesunat (A), Kalsium klorida (B), Km kitosan (C), Plasebo (D) dan formula nanopartikel konsentrasi Km kitosan 0,9% (E), 1,0% (F), 1,1% (G).

Berdasarkan hasil difraktogram, terlihat bahwa FP 1 (D), FP 2 (E), FP 3 (F) tidak terbentuk puncak artesunat menandakan artesunat sudah terjebak dalam sistem. Pada sampel nanopartikel artesunat-Km kitosan terbentuk puncak baru sekitar 2Ө 32⁰

mengindikasikan terbentuk ikatan sambung silang yang teratur.

5.2.5 Evaluasi Kandungan Artesunat dalam Nanopartikel a) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Artesunat

Dari hasil pengamatan serapan artesunat, diperoleh panjang gelombang maksimum artesunat (λ maks) sebesar 229,97 nm.

(62)

Gambar 5.6. Spektra UV penentuan panjang gelombang maksimal b) Penentuan Pengaruh Bahan Tambahan terhadap Absorban Artesunat

Pengaruh bahan tambahan dilakukan terhadap absorban artesunat pembanding.

Gambar 5.7. Spektra UV pengaruh bahan tambahan terhadap serapan artesunat

Hasil dari penentuan pengaruh bahan tambahan adalah tidak adanya perbedaan absorban antara larutan artesunat 25 ppm dengan absorban nanopartikel kosong yang ditambahkan artesunat 25 ppm.

Keterangan :

- Merah : Artesunat 25 ppm

(63)

C) Penentuan Kurva Baku Artesunat

Hasil pengukuran larutan baku kerja artesunat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel V.3. Hubungan konsentrasi artesunat dengan serapan pada λ maks 229,97 nm.

Dari hasil pengukuran, diperoleh harga slope (b) = 0,01188 dan intersep (a) = 0,00334, sehingga persamaan regresi yang diperoleh yaitu y = 0,01188 x + 0,00334 dengan harga koefisien korelasi (r) = 0,99365. Harga koefisien korelasi tersebut lebih besar dibandingkan harga r tabel pada α = 0,05 dengan derajat bebas (df) = 4 yaitu 0,7293, sehingga menunjukkan adanya hubungan linier antara konsentrasi dan serapan.

(64)

Tabel V.4. Hasil pemeriksaan kandungan artesunat dalam nanopartikel

Dari hasil pemeriksaan kandungan bahan obat, didapat kadar bahan obat tertinggi pada FP 3 yaitu 7,41% ± 0,13

5.2.6 Evaluasi Efisiensi Penjerapan Bahan Obat

(65)

Berdasarkan data pada tabel di atas, dilakukan analisis statistik

Analysis of Variance (ANOVA) dan jenis rancangan Completely Randomized Design (CRD) data efisiensi penjerapan nanopartikel

dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05).

5.3 Analisis Statistik

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan metode ANOVA satu arah tersebut diperoleh nilai F hitung sebesar 47,883 dimana F hitung > F tabel (5,79) dapat dilihat pada lampiran 17. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna antar formula nanopartikel. Selanjutnya dilakukan uji HSD untuk mengetahui formula mana yang berbeda bermakna. Hasil uji HSD menunjukkan FP 1 tidak berbeda bermakna dengan FP 2, karena harga sig lebih besar dari 0,05. Sedangkan FP 1 berbeda bermakna dengan FP 3 karena memiliki harga sig yang

lebih kecil dari 0,05. FP 2 tidak berbeda bermakna dengan FP 1, tetapi berbeda bermakna dengan FP 3, dan untuk FP 3 berbeda bermakna dengan FP 1 dan FP 2 karena harga sig lebih kecil dari 0,05. Hasil analisa efisiensi penjerapan dapat dilihat pada tabel V.7

Tabel V.6. Hasil uji HSD Efisisensi penjerapan

* Menunjukkan adanya perbedaan bermakna

(66)

BAB VI

PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi polimer terhadap karakteristik fisik nanopartikel artesunat-Karboksimetil kitosan yang dibuat menggunakan metode gelasi ionik dalam larutan biner (etanol - air) dan dikeringkan dengan pengeringan semprot. Sebelum melakukan penelitian, dilakukan pemeriksaan secara kualitatif terhadap bahan baku yang digunakan dengan tujuan agar bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan ketentuan pustaka. Bahan yang diperiksa adalah karboksimetil kitosan (Km kitosan) dan Artesunat. Pemeriksaan Km kitosan meliputi pemeriksaan organoleptis, viskositas, dan spektrum inframerah. Sedangkan pemeriksaan Artesunat meliputi pemeriksaan organoleptis, titik lebur dan spektrum inframerah.

Berdasarkan hasil organoleptis, bahan Km kitosan merupakan serbuk off-white dan tidak berbau. Identifikasi spektrum

inframerah menunjukkan adanya pita spesifik serapan lebar pada daerah 3467 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus O-H.

Selanjutnya, pada daerah 2927 cm-1 muncul serapan yang

menunjukkan gugus C-H. Pada daerah 1650 cm-1 dan 1415 cm-1

muncul serapan curam yang menunjukkan gugus COO asimetrik dan COO simetrik. Pada daerah 1574 cm-1 muncul serapan yang

menunjukkan gugus NH3+, serta pada daerah 1071 cm-1 muncul

(67)

Hasil organoleptis artesunat menunjukkan bahan obat yang berwarna putih, berbentuk serbuk halus, tidak berbau dan berasa pahit. Hasil jarak lebur artesunat 139,5-152,3 (⁰C) dan suhu leburnya 142,2 (⁰C) hal tersebut berbeda dengan pustaka. pada termogram DTA artesunat (lampiran-5), terdapat peak endotermik

dan eksotermik. Adanya peak eksotermik ini menunjukkan bahwa

untuk membentuk kristal kembali, artesunat perlu mengeluarkan energi. Selanjutnya identifikasi spektrum inframerah muncul serapan yang kuat pada bilangan gelombang 1624 cm-1

menunjukkan adanya gugus C-C. Pada daerah 1455 cm-1 muncul

serapan yang menunjukkan gugus C=C; daerah 1419 cm-1 muncul

serapan yang menunjukkan adanya gugus C=O, daerah 1372 cm-1

yang menunjukkan adanya gugus C-O, serta pada daerah 1212 cm-1

yang menunjukkan adanya gugus C-H. Spektrum inframerah artesunat yang digunakan identik dengan spektrum inframerah pustaka (lampiran-8). Hasil titik lebur artesunat berbeda dengan pustaka, namun karena artesunat memiliki spektra inframerah yang identik dengan pustaka (lampiran-7) maka artesunat dapat digunakan untuk penelitian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bahan Km kitosan dan artesunat yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan persyaratan dalam pustaka.

Gambar

Gambar 2.2. Rute aliran udara dan sampel pada pengering
Gambar 2.2 Struktur (a) O-karboksimetil kitosan; (b) N-
Gambar 2.3 Struktur CaCl
Gambar 2.4 Struktur Artesunat ( Lisgarten et al, 2002 ).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan kitosan magnetik nanopartikel sebagai bahan adsorben untuk menurunkan konsentrasi ion Cr 3+ dengan melihat penyerapan optimum

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat nanopartikel dari ekstrak etanol rimpang temu kunci ( Boesenbergia pandurata ) pada berbagai varisi komposisi konsentrasi kitosan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi nanopartikel perak, yang ditambahkan pada batako terhadap porositas dan kuat tekan..

Berdasarkan latar belakang di atas, akan dilakukan penelitian terkait pengaruh variasi konsentrasi ekstrak kulit batang nangka ( Artocarpus heterophyllus L.) pada

Berdasarkan uraian diatas peniliti ingin melakukan penelitian menggunakan kitosan nanopartikel sebagai adsorben untuk menurunkan kadar logam Zn, logam Na, COD, BOD, TSS,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan untuk mempertahankan kesegaran ikan gurame dapat dipakai kitosan dengan konsentrasi 3%, untuk

Dari latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi dan pH larutan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy Brassica chinensis dengan metode

Pada penelitian ini akan dilakukan sintesis nanokomposit kitosan dengan nanopartikel perak yang sebelumnya disintesis dengan kulit buah Brucea javanica L.. Merr dan ditambahkan