• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS DIRUANG MELATI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - Elib Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS DIRUANG MELATI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - Elib Repository"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS DIRUANG

MELATI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

Disusun Oleh:

EFI NURIYANTI, S. Kep A31600890

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tugas Akhir penelitian yang berjudul ‘’ Analisis Asuhan Keperawatan Pada Neonatus dengan Masalah Ketidakefektifan Pola Nafas Diruang Melati RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. ’’ sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar NERS Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus penulis haturkan kepada :

1. Herniyatun, M. Kep, Sp. Kep. Mat, selaku ketua STIKES Muhammadiyah Gombong.

2. Isma Yuniar, M. Kep, selaku ketua Program Studi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong.

3. Ning Iswati, M. Kep, selaku pembimbing I yang telah berkenan memberikan bimbingan, waktu dan pengarahan.

4. Miswarginingsih, S. Kep. Ns selaku pembimbing II yang telah berkenan memberikan bimbingan, waktu dan pengarahan.

(6)
(7)
(8)

viii Program Studi Profesi Ners

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong KTAN, Agustus 2017

Efi Nuriyanti1), Ning Iswati2), Miswarginingsih3)

ABSTRAK

“ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS DIRUANG

MELATI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO”

xiii + 64 halaman + 2 tabel + 3 lampiran

Latar belakang : Respiratory Distress Syndrome disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang. Karena hal tersebut bayi mengalami masalah ketidakefektifan pola nafas

Tujuan umum : Menganalisis asuhan keperawatan pada neonatus pada masalah ketidakefektifan pola nafas diruang Melati RSUD.Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto

Hasil : Berdasarkan tindakan yang dilakukan yaitu pemberian oksigenasi berdasarkan nilai skor down terbukti dapat digunakan untuk memantau atau mengevaluasi pemberian oksigenasi selanjutnya.

Evaluasi : Hasil menunjukan data objektif tidak ada retraksi dada, tidak ada nafas cuping hidung, jalan nafas paten dan adanya penurunan nilai skor down.

Kata Kunci : Ketidakefektifan pola nafas, Respiratory Distress Syndrome, Skor down

1) Mahasiswa STIKES Muhammadiyah Gombong 2) Dosen STIKES Muhammadiyah Gombong

(9)

Nurses Nursing Studies Program

Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong Scientific Work End of Nurses, Agustus 2017

Efi Nuriyanti1), Ning Iswati2), Miswarginingsih3)

ABSTRACT

“ANALYSIS OF NURSING IN NEONATAL PROBLEMS WITH BREATH PATTERN INEFFECTIVENESS IN THE MELATI Prof.Dr.MARGONO

SOEKARJO PURWOKERTO HOSPITAL” xiii + 64 Pages + 2 Tables + 3 Appendices

Background : Respiratory Distress Syndrome is caused by surfactant deficiency, especially in newborns with less gestation. Because of this the baby experienced problems ineffectiveness of the breath pattern

Objective : Analyze nursing care in neonates on the problem of inefficiency of breath pattern room Melati RSUD.Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto Result : Based on the action performed that the provision of oxygenation based on the value of down scores proved to be used to monitor or evaluate the subsequent oxygenation

Conclusion : The results show objective data no chest retraction, no nasal lobe breathing, patent airway and a decrease in the value of the down scores.

Keyword : Ineffective breathing pattern, Respiratory Distress Syndrome, Score down

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Repiratory Distress Syndrome ... 7

1. Definisi Repiratory Distress Syndrome ... 7

2. Faktor-faktor penyebab Repiratory Distress Syndrome……….. . 8

3. Tanda dan Gejala Repiratory Distress Syndrome ... 8

4. Patofisiologi ... 8

5. Diagnosa ... 10

6. Manifestasi klinis ... 10

7. Klasifikasi Gangguan Nafas ... 11

8. Komplikasi ... 11

9. Penatalaksanaan ... 12

B. Konsep Dasar Masalah Keperawatan ... 16

1. Pengertian ... 16

2. Tanda dan Gejala Masalah….. ... 16

3. Patofiologi ... 16

4. Fokus Pengkajian ... 17

5. Diagnosa Keperawatan ... 18

6. Intervensi Keperawatan ... 18

7. Implementasi Keperawatan ... 21

8. Evaluasi ... 22

C. Terapi Oksigenasi ... 23

BAB III LAPORAN MANAJEMEN KASUS KELOLAAN A. Profil Lahan Praktik ... 25

1. Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit ...26

2. Gambaran ruangan tempat praktek ... 27

3. Jumlah Kasus di Ruangan ... 27

(11)

B. Ringkasan proses Asuhan Keperawatan ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakteristik Klien/Pasien ... 1. Usia Gestasi ... 53

2. Berat Badan Lahir ….. ... 54

3. Jenis Kelamin ... 55

B. Analisis Masalah Keperawatan ... 56

C. Analisis intervensi ... 57

D. Inovasi tindakan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 63

B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skor Down untuk Evaluasi Distress Respirasi Pada Neonatus..11

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kegiatan Bimbingan

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Bernafas merupakan suatu ciri makhluk hidup. Pengertian respirasi berasal dari kata latin yaitu respire yang artinya bernafas (Perry, 2009). Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan menggunakan sumber oksigen (O2) atau proses pertukaran oksigen (O2) antara atsmosfer dan darah serta pertukaran (CO2) karbodioksida antara darah dan atsmosfer (Darmanto, 2009). Pada proses pernafasan sering dijumpai masalah yang timbul, baik berkaitan dengan pola nafas, jalan nafas maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan oksigenasi. Salah satu masalah pernafasan yang timbul adalah ketidakefektifan pola nafas yang disebabkan dari berbagai sebab dan etiologi (Perry, 2009).

Ketidakefektifan pola nafas merupakan inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat (NANDA, 2015). Kejadian pola nafas tidak efektif dapat dijumpai pada pasien dewasa maupun anak. Pada kasus pernafasan yang sering dijumpai pada anak adalah sindrom gawat nafas atau Respirasi Distress Syndrom (RDS) yang merupakan gangguan pernafasan sering terjadi pada bayi dengan tanda-tanda takipnue (>60x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS (Lissuer dan Fanaroff, 2009).

Kegawatan nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang serius, yang berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan (Angus, 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya Respirasi Distress Syndrom (RDS) namun penanganan awal kegawatan

(15)

2

gangguan nafas yang merupakan kegawatan peinatal jika tidak ditangani dengan baik maka akan berdampak pada kematian atau gejala sisa bila dapat bertahan hidup (Sukarni & Sudarti, 2014).

Penurunan angka kematian neonatal dapat dicapai dengan pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkesinambungan sejak bayi dalam kandungan, saat lahir hingga masa neonatal (Pritasari, 2010). Untuk itu peran serta perawat dalam mencegah kegawatan nafas pada neonatus yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin dengan melakukan dedikasi dini melalui pemantauan Ante Natal Care dan pengelolaan bayi yang mengalami distress pernapasan.

Penatalaksanaan utama pada bayi yang mengalami distress pernafasan adalah pemberian terapi oksigen (O2) yang bertujuan untuk stabilisasi sistem saturasi bayi, mengatasi keadaan hipoksia dan menurunkan kerja pernafasan. Oksigen (O2) merupakan kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh tergantung pada oksigen (O2) dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup (Potter & Perry, 2009). Meskipun secara umum terapi oksigen (O2) memberikan manfaat pada kasus hipoksia dan anemi hipoksemia. Efek samping atau komplikasi yang sering dikhawatirkan adalah keracunan oksigen (O2), pemberian oksigen (O2) dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko retinopati pada prematur, retrolental fibroplasias atau kebutaan, dan bila tekanan oksigen tinggi yang diberikan ke paru akan memperberat kondisi paru dan akan menyebabkan aksaserbasi injuri paru, atau periode ketika otak atau organ lain tidak menerima oksigen (O2) dengan cukup ( Cloherty et al, 2008).

(16)

3

Respiratory Distress Syndrome (RDS) memerlukan dasar pengetahuan tentang ketepatan dalam mengevaluasi gawat nafas menggunakan skor down dan pemberian terapi oksigen sesuai derajat kegawatan nafas. Berdasarkan hal tersebut perawat harus memahami, jumlah kebutuhan oksigen (O2) yang diperlukan, indikasi pemberian oksigen (O2), metode pemberian oksigen (O2) dan bahaya-bahaya pemberian oksigen (O2) (UCSF. 2014).

Berdasarkan data dari Wold Health Organization (WHO) prevalensi penyakit sistem pernafasan pada bayi baru lahir mencapai 27,5% pada tahun 2009 dan meningkat menjadi 29,5% pada tahun 2010, sebagian besar dari gangguan pernafasan tersebut disebabkan oleh asfiksia neonatorum atau Respirasi Distress Syndrom (RDS). Di negara maju seperti Amerika serikat,

penyakit ini masih mempengaruhi sekitar 40.000 bayi setiap tahunnya dan menyebabkan 20% kematian bayi. Kejadian Respirasi Distress Syndrom (RDS) ini 60%-80% terjadi pada bayi prematur dan hanya 5% saja kejadian pada bayi matur (Erlita,R, 2013).

Dalam profil kesehatan Indonesia dijelaskan bahwa beberapa penyebab kematian bayi dapat bermula dari masa kehamilan. Penyebab bayi yang terbanyak adalah disebabkan karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah (BBLR) sedangkan penyebab lainya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Hamzah, 2013).

Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan bahwa kematian bayi masih pada angka 32 per 1000 kelahiran hidup, dan hal tersebut terjadi pada minggu pertama kelahiran, paling besar diakibatkan karena gangguan pada sistem pernafasan yang mencapai 36,9%. Salah satu penyebab gangguan sistem pernafasan pada bayi adalah Respirasi Distress Syndrom (RDS) yang mencapai 14% (Erlita,R, 2013).

(17)

4

Angka kematian pada berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 28,7%, Respirasi Distress Syndrom (RDS) sebesar 33,1%, asfiksia 2,6%, ikterik sebesar 0,44%, sepsis sebesar 1,3%, kelainan kongenital sebesar 2,6%, dan lain-lain sebesar 33,62% (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2015)

Berdasarkan survey data awal di IMP Rumah Sakit Prof.dr.Margono Soekarjo Purwokerto periode januari-juni 2017, jumlah kasus bayi dengan Respirasi Distress Syndrom (RDS) dan berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 187 bayi dengan jumlah kematian 23 bayi.

Berdasarkan hasil observasi penulis terhadap neonatus dengan sindrome gawat nafas diruang Melati RSUD Prof Dr.Margono Soekarjo Purwokerto menunjukan bahwa pasien mengalami dipsnea, sianosis, SPO2 (<90%), penggunaan otot bantu pernafasan dan hiperventilasi dan membutuhkan pertolongan oksigenasi (O2) dengan segera dan tepat. Kebutuhan oksigen (O2) merupakan kebutuhan yang paling utama dengan sangat vital bagi tubuh maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Analisis Asuhan Keperawatan pada Neonatus dengan

Masalah Ketidakefektifan Pola Nafas Diruang Melati RSUD Prof.Dr.Margono

Soekarjo Purwokerto”.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Menjelaskan analisis asuhan keperawatan pada neonatus dengan masalah ketidakefektifan pola nafas diruang Melati RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Tujuan Khusus

(18)

5

c. Mendiskripsikan intervensi asuhan keperawatan pada neonatus dengan masalah ketidakefektifan pola nafas di ruang Melati RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

d. Mendiskripsikan implementasi asuhan keperawatan pada neonatus dengan masalah ketidakefektifan pola nafas di ruang Melati RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

e. Mendiskripsikan evaluasi asuhan keperawatan pada neonatus dengan masalah ketidakefektifan pola nafas di ruang Melati RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

f. Mendiskripsikan analisis inovasi tindakan asuhan keperawatan pada neonatus dengan masalah ketidakefektifan pola nafas di ruang Melati RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

C. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Keilmuan

Sebagai bahan bacaan, sumber informasi dan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa keperawatan khususnya untuk menganalisis intervensi yang diberikan kepada pasien dengan ketidakefektifan pola nafas.

2. Manfaat Aplikatif

(19)

6

3. Manfaat Metodelogis

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Aehlert B. (2010). Comprehensive Pediatric Emergency Care. St Louis: Elseiver Clorherty J, Stark A, Eichenwald E. (2008). Manual of Neonatal Care. 6th Ed.

Lippincot, Wilkins and William.

Angus, D,Linde-Zwirble W, Clermont G, Griffin M, Clark R. (2010). Epidemiologi of Neonatal Respiratory Failure IN The United State. Am J Respair Crit Med.

Darmanto, Djojodibroto. (2009). Respirologi (Respirologi Medicine). Jakarta: EGC Doniger S, Sharieff G. (2008) Pediatric Resuscitation Revised: A Summary of the

updated BLS/NALS/PALS Recommendations. Israel Journal of Emergency

Medicine.

Erlita, R. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Respiratory Distress Syndrome Di BRSD Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. http://www.rizkaerlit-3412-1-4-rizka-7-/ Diakses tanggal 19 mei 2017

Field D. 2008. Alternative Strategies for the Management of Respiratory Failure in the newborn-clinical realities. Semin Neonatal

Frankel LR. (2009). Respiratory Distress and Failure. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics, edisi ke-18. Philadephia: Saunders.hal 421-31.

Hamzah, A.(2013). Sosiologi Pengasuhan Anak. Makassar: Masagena Press.

Hidayat, Aziz Alimul. (2009). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta. Salemba Medika.

Hivanyislamaulita. (2014). Gangguan Pernafasan. https://hivanyismaulita041/2014/27/gangguan-pernafasan/ diakses tanggal 18 mei 2017.

Jing L, Yun S, Jian Ying D, Tian Z, Jing-ya L, Li-li L, dkk. (2010). Clinical characteristics, Diagnosa And Management Of Respiratory Distress

(21)

Kosim Soleh, dkk. (2012) Panduan Manajemen Bayi Baru Lahir Untuk Dokter, Perawat, Bidan di Rumah Sakit dan Rujukan Dasar. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI.

Levy M. (2008). Pathophysiolgy of Oxygen Delivery In Respiratory Failure. Chest. 128;547-53.

Lissauer, T & Fanaroff, A. (2009). At A Glance Neonatologi. Jakarta: Erlangga. Mathai S, Raju C, Kanitkar C. (2008). Management of Respiratorry Distress in the

Newborn. MJAFI.

Meith, RA., Ersfeld S., Soucher N., Wellman S., Bucher H. (2011). Higher Multiple Birth in Switerland: Neonatal Outcome and evolation over the last 20 year. Swiss Med Weekly. The European Jurnal of Medical Science; 141: w13308.

Mentari A. (2014). Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen dengan Kejadian Gawat Nafas Pada Bayi Prematur Di Ruang Perinatologi/Neonatus RSD.DR.Haryoto Lumajang. Skripsi S1 Jurusan Keperawatan.

Muslihatun, WN. (2010). Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya. Nitu ME, Elger H. (2009) Respiratory failure. Ped Rev;.30:470-4.

Perry, Potter. (2009). Fundamental of Nursing Edisi 4. Volume 1 & 2. Jakarta: EGC. Pritasari. (2010). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial Pedoman

Teknis Kirana. Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI

Ralston M, Hazinski MF, Zaritsky AL, Schexnayder SM, Kleinman ME. (2008). PALS: Pediatric Advice Life Support. American Academy of Pediatric,

American Heart Association.

(22)

Silumut, P. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome Pada Bayi. http://www.puputsilumut./03/rds-respiratory-distress-syndrome-6.html Diakses tanggal 17 mei 2017

Siwi, Dwi A. (2014). Pemberian Terapi Oksigenasi terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Melalui Pemeriksaaan Oksimetri Pada Pasien dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS) Di Bangsal Anggrek 1 RSUD DR.Moewardi

Surakarta. Karya Tugas Ilmiah DIII Keperawatan.

Somasetia DH. (2008). Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada Anak Dalam: Grana H, Penatalaksanaan Terkini dalam Bidang Perinatologi, Hematologi-onkologi,

Dan Pediatrik Gawat Darurat. Bandung. Bagian Ilmu Kesehatan.

Sudarti & Fauziyah, A. (2013). Asuhan Kebidanan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan. Yogyakarta: Nuha Medika,

Sukarni, I., Sudarti. (2014). Patologi Kehamilan, Pesalinan, Nifas Dan Neonatus Resiko Tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sweet D, Carnielli V, Greinsen G, Hallman M, Ozek E, Plavka R, dkk. European consensus guidelines on the management of neonatal respiratory distress

syndrome in preterm infants: 2010 Update. Neonatology. 2010;97:402-17

UCSF Childrens’s Hospital. (2014). Respiratory Distress Syndrome. Intensive Care

Nursery House Staff Manual Australia: UCFS Medikal Center.

Williams & Wilkins. (2011). Nusing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta Barat: PT Indeks Jakarta

(23)
(24)
(25)

1

HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN DENGAN KEJADIAN GAWAT NAFAS PADA BAYI PREMATUR DI RUANG PERINATOLOGI/

NEONATUS RSD. DR. HARYOTO LUMAJANG

Mentari Anggraeni¹, Awatiful Azza², Komarudin³.

¹Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UNMUH Jember, mentarianggraeni14@yahoo.com

²Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UNMUH Jember, awatiful.azza@yahoo.com ³Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UNMUH Jember, Komarudincahyo@yahoo.co.id

ABSTRACT

Introduce: Fulfillment needs of oxygen is therapy to reduce distres breathing and aim to

make saturation system normal in baby, converd hypoxia, reduce accupation of breathing. The objective of this research to analyst correlation of fulfillment needs axygen with distres breathing at perinatology room in Dr. Haryoto Hospital Lumajang.

Method: A cross-sectional study design with population are premature baby which have

distres breathing at perinatology room in Dr. Haryoto Hospital Lumajang. The sampel used quota sampling, the total sample is 43 newborn in perinatology room, which get when baby born till 24 hours, which get nasal canul therapy 0,5 – 2 lpm. Whose didn’t get congenital disorder. Then wih cross sectional approach we can know alteration condition after get therapy oxygen for is 15 – 20 minutes with distres breathing scrore used score down observation. This research used spearman rank test.

Result: The result there is correlation of fulfillment need oxygen with distres breathing in

premature baby. Appropriate with correlation test which gotten score r = -0,783 and p value

0,001 it’s mean p < 0,05 so H0 rejected and H1 received.

Discuss: Should a nurse or functionary of must be given management of distres breathing

goodly. The prevent distres breathing in babies since at the first time, By good prenatal, the risk factor which can make distres breathing can be detected so the baby was born haethy.

Keywords: Necessory of oxygen; distres breathing; premature baby.

PENDAHULUAN

Kelahiran mengawali suatu perubahan dramatis dari keadaan di dalam

(26)

2

Kegawatan pernafasan atau respiratory distress pada bayi baru lahir

merupakan masalah yang dapat menyebabkan henti nafas bahkan kematian, sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir (Thomas, 2010), dimana dua pertiga kematian bayi terjadi pada masa neonatal atau 28 hari pertama kehidupan

Hasil study survey di USA, Menurut (Thomas, 2010) kematian bayi terus mengalami peningkatan, pada tahun 2005 terdapat 6,86% kematian tiap 1000 kelahiran dengan penyebab utama prematuritas dengan gawat nafas atau Respiratory Distress. Sedangkan, Direktorat Kesehatan Anak (2010) menjelaskan penyebab kematian neonatal adalah gangguan atau kelainan pernafasan 35,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,3%, kelainan darah atau ikterus 5,6%, post matur 2,8% dan kelainan congenital 1,4%.

Menurut data dari profil umum dinas kesehatan kabupaten lumajang, data angka kematian bayi mengalami peningkatan dari tahun 2010 jumlah bayi Kabupaten Lumajang, Pada tahun 2010

didapatkan jumlah kematian neonatus sebanyak 185 dari 335 kelahiran hidup,

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang perinatologi RSD dr. Haryoto Lumajang pada tanggal 12 Juli 2014 didapatkan 102 bayi dengan prematur yang lahir pada bulan Januari-Agustus 2014. Sedangkan bayi yang dirujuk dari wilayah Lumajang dengan kasus prematur ataupun BBLR pada bulan Januari-Agustus 2014 terdapat 58 bayi. Jumlah angka kematian bayi dengan kasus gawat nafas baik dari penyebab pulmonal dan non pulmonal yang rujukan maupun dari VK Bersalin pada bulan Januari-Mei 2014 di ruang perinatologi RSD dr. Haryoto Lumajang sebanyak 29,3 % bayi.

(27)

3

segera dilakukan penanganan, maka akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian (Hasan, 2007).

Terapi yang dapat mengurangi gawat nafas adalah pemberian terapi oksigen yang bertujuan untuk stabilisasi sistem saturasi bayi, mengatasi keadaan hipoksia, dan menurunkan kerja pernafasan. Penilaian fungsi pernafasan secara adekuat dapat dilihat dari nilai perubahan score down, gerak fisik bayi, dan juga analisa gas darah arteri. Pengukuran gas darah arteri dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fungsi paru untuk menentukan konsentrasi ion hidrogen, tekanan parsial oksigen dan karbondioksida, dan saturasi oksihemoglobin. Walaupun pengukuran gas darah arteri adalah cara terbaik untuk menilai perubahan gas, terkadang terdapat keadaan yang tidak menguntungkan setelah pungsi darah arteri ini. Akibatnya, dipilih oksimetri yaitu suatu alat noninvasif untuk menilai oksigenasi mulai banyak digunakan (Hermansen dan Lorah, 2007).

Keakuratan nilai oksimetri secara langsung berhubungan dengan perfusi di daerah probe. Pengukuran oksimetri pada klien yang memiliki perfusi jaringan buruk, yang disebabkan syok, hipotermia, atau penyakit vaskular perifer mungkin tidak dapat dipercaya. Keakuratan oksimetri nadi kurang dari 90 mmHg. Tren saat ini memberikan informasi terbaik tentang status oksigenasi klien (Potter & Perry, 2006).

(28)

4

dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami, jumlah kebutuhan O2 yang diperlukan, indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2 (UCFS, 2004).

Dari uraian masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah tersebut dan peneliti mengambil judul yaitu " Hubungan pemenuhan kebutuhan oksigen dengan kejadian gawat nafas pada bayi prematur di Ruang Perinatologi/ Neonatus RSD. Dr. Haryoto Lumajang 2014".

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain korelasional. Populasi penelitian ini

adalah semua ibu dan bayi prematur yang mengalami gawat nafas dan dirawat di Ruang Perinatologi RSD. Dr. Haryoto Kabupaten Lumajang. Dalam penelitian ini peneliti menetapkan sampel sebanyak 43 bayi. Penentuan sampel tersebut yakni Bayi yang dilahirkan hari ke 1 sampai 24 jam pertama dengan usia kehamilan 27 – 36 minggu yang memenuhi kriteria. Teknik sampling yang digunakan adalah menggunakan non-probability sampling. Pengumpulan data meliputi lembar observasi Pemenuhan Kebutuhan Oksigen dan Score Down. Prosedur pengumpulan data yakni prosedur administratif dan prosedur teknis. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan oksigen dengan kejadian gawat nafas pada bayi prematur, dan menggunakan uji statistik Rank Spearman.

HASIL PENELITIAN

Tabel 5.4 Distribusi berdasarkan Tingkat kebutuhan oksigen pada bayi yang mengalami gawat nafas, Oktober 2014

No Kebutuhan O2 (%) Jumlah Prosentase

1 SaO2 < 85-89% 43 100%

2 SaO2 > 90% 0 0%

Total 43 100 %

Berdasarkan hasil pada tabel 5.4 diketahui bahwa semua bayi berjumlah 43 (100%) yang gawat nafas mengalami

penurunan kebutuhan oksigen dalam tubuh yang bisa di observasi melalui

(29)

5

Tabel 5.5 Distribusi berdasarkan derajat Kegawatan Nafas dengan menggunakan Score Down di Ruang Perinatologi RSD. Dr. Haryoto Lumajang, Oktober 2014

No Derajat Gawat Nafas Jumlah Prosentase

1 Gawat nafas Berat 11 26% menunjukkan data bahwa hampir separuh bayi tingkat gawat nafas sedang yaitu 25

bayi (58%), tingkat gawat nafas berat 11 bayi (26%) dan tingkat gawat nafas berat sebanyak 7 bayi (16%).

Analisa Bivariat

Tabel 5.6 Analisa Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen dengan Kejadian Gawat Nafas pada Bayi Prematur, Oktober 2014

Kebutuhan bahwa, bayi yang mengalami kejadian gawat nafas berat berjumlah 11 bayi dengan kebutuhan oksigen yang tidak terpenuhi, dan bayi dengan gawat nafas

(30)

6

bayi yang mengalami gawat nafas ringan kebutuhan oksigen terpenuhi yakni 7 bayi yang sudah terpenuhi kebutuhan oksigennya.

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pemenuhan kebutuhan oksigen dengan kejadian kegawatan nafas pada bayi prematur, peneliti menggunakan uji statistik Spearman rank. Uji Spearman Rank. Setelah dilakukan perhitungan

dengan menggunakan bantuan Komputer, di dapatkan nilai r = -0,783 yang berarti kekuatan hubungan antara dua variabel, memiliki tingkat kemaknaan yang kuat.

Nilai p value sebesar 0,001 yang

berarti ρ < 0,05 maka H0 ditolak dan H1

diterima yang berarti ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan oksigen dengan kejadian kegawatan nafas pada bayi prematur di ruang Perinatologi RSD.Dr. Haryoto Lumajang;

PEMBAHASAN

Pemenuhan Kebutuhan Oksigen

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada seluruh sampel penelitian yang berjumlah 43 bayi, dapat di ketahui bahwa seluruh bayi yang kebutuhan oksigennya tidak terpenuhi yaitu 43 bayi (100%) yang mengalami penurunan kebutuhan oksigen didalam tubuhnya yang bisa di observasi melalui monitor dengan menunjukkan tingkat saturasi oksigen dalam darah tidak stabil atau SaO2 < 90% dan memerlukan terapi

oksigen. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata bahwa usia kehamilan terbanyak dengan jumlah 23 (64%), dengan usia kehamilan 24 – 30 minggu.

Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan (Wong L, 2009).

Peneliti berpendapat bahwa kebutuhan oksigen bayi tidak terpenuhi dikarenakan pada usia kehamilan yang prematur mengakibatkan bayi lahir dengan system organ tubuh yang belum sempurna salah satunya adalah system organ pernafasan yakni paru-paru yang imatur. Usia kehamilan juga mempunyai pengaruh dengan tingkat saturasi oksigen Pada saat baru lahir bayi mengalami proses transisi yakni bayi bernafas dengan udara menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen.

(31)

7 neonatus prematur semakin berisiko terjadinya RDS. Dimana salah satu penyebab utama adalah kurangnya pulmonary surfaktan.

Kejadian gawat nafas

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada seluruh sampel penelitian yang berjumlah 43 bayi, Berdasarkan hasil data di dapatkan rata-rata derajat kegawatan nafas pada bayi yang mengalami gawat nafas menunjukkan data bahwa hampir separuh bayi mengalami tingkat gawat nafas sedang yaitu 25 bayi (58%), tingkat gawat nafas berat 11 bayi (26%) dan tingkat gawat nafas ringan sebanyak 7 bayi (16%). Sedangkan untuk Derajat Asfiksia seperti hasil penelitian rata-rata saturasi oksigen < 90%, pada penelitian diketahui jumlah bayi yang mengalami asfiksia berat pada menit pertama setelah lahir lebih banyak yaitu

Peneliti berpendapat bahwa gawat nafas terjadi karena organ paru-paru pada bayi prematur belum sempurna dan hal ini di sebabkan baik dari pulmonal ataupun non pulmonal, faktor risiko yang dapat meningkatkan kegawatan nafas neonatus pada prematur, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga dengan Respiratory Distress Syndrome, dll.

Hal ini di dukung oleh penelitian

Menurut penelitian Marfu’ah pada tahun

2013, tentang faktor-faktor yang meningkatkan Respiratory Distress Syndrome yang dilakukan di RSD. Dr. Haryoto Lumajang dari bulan Januari - Mei 2013 terdapat kelahiran sebanyak 905 bayi dengan jumlah kematian neonatus sebanyak 41 bayi akibat gawat nafas baik penyebabnya pulmonal ataupun non pulmonal.

Hubungan pemenuhan kebutuhan oksigen dengan kejadian gawat nafas

(32)

8

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata bayi mendapatkan terapi oksigen nasal kanul 2,09 lpm selama 15-20menit, nilai minimum pemerian oksigen 1lpm, dan nilai maksimum pemberian terapi oksigen yakni 3lpm. Dengan jumlah pemberian oksigen tersering adalah 2 lpm selama 15-20menit.

Hal ini sesuai dengan teori, menurut (Kosim, 2012 : 131-137) Pemberian terapi oksigen tergantung pada penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas tersebut. Manajemen spesifik dalam penatalaksanaan pemenuhan kebutuhan oksigen pada bayi dengan gangguan nafas berat dianjurkan dengan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah <6 liter/menit dan tinggi >15 liter/menit).

Setelah bayi mendapatkan Terapi Oksigen nasal canul 0,5-2 liter per menit selama 15-20 menit, didapatkan hasil bayi yang mengalami gawat nafas berat mengalami perbaikan kondisi yang di tunjukkan dengan penurunan score gawat nafas dan menujukkan hasil monitor dengan kebutuhan oksigen terpenuhi, bayi dengan gawat nafas berat yang kebutuhan oksigennya sudah mulai terpenuhi sebanyak 5 bayi, dan bayi yang masih mengalami gawat nafas berat berumlah 6 bayi.

Pada bayi yang mengalami gawat nafas sedang kebutuhan oksigen terpenuhi yang sebanyak 24 bayi dan bayi yang mengalami gawat nafas sedang berjumlah 1 bayi, Kemudian bayi yang mengalami gawat nafas ringan mengalami perbaikan kondisi yang di tunjukkan dengan penurunan score gawat nafas dan kebutuhan oksigen terpenuhi yakni 7 bayi yang sudah terpenuhi kebutuhan oksigennya.

Menurut teori (Ainsworth, 2006), Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan kematian.

(33)

9

toksisitas oksigen (UCFS, 2004; Queesland MNC Guidline, 2009).

Peneliti berpendapat berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2. Peneliti juga berpendapat bahwa evaluasi kondisi bayi sesering mungkin dan catat hasil observasi sangatlah penting.

Berdasarkan hasil penelitian

marfu’ah, 2013 menggunakan desain case

control dengan jumlah sampel 240 responden, yaitu 120 kasus bayi yang mengalami gawat nafas dan tidak mengalami gawat nafas, hubungan antara usia kehamilan yang menjadi faktor lahirnya bayi prematur dengan kejadian gawat nafas pada bayi prematur dengan nila p sebesar 0,053 dengan nilai r 0,298. Artinya bayi dengan usia kehamilan < 37 minggu (prematur) mempunyai kemungkinan 0,298 kali untuk mengalami gawat nafas.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

dalam darah tidak stabil atau SaO2 < 90% sehingga seluruhnya memerlukan terapi oksigen.

2. Kejadian gawat nafas pada bayi prematur di ruang perinatologi RSD. Dr. Haryoto Lumajang sebagian besar bayi mengalami gawat nafas sedang. 3. Ada hubungan yang bermakna antara

pemenuhan kebutuhan oksigen dengan kejadian gawat nafas nafas pada bayi prematur di ruang perinatologi RSD. Dr. Haryoto Lumajang.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan bagi :

1. Bagi rumah sakit, hendaknya meningkatkan sumber daya manusia pada perawat dengan mengikutsertakan pada pelatihan Neonatal Intensive Care Unit, penanganan BBLR, Asfiksia, dan

lain-lain baik regional atau nasional, serta menambahkan peralatan yang berguna untuk penanganan kasus kegawatan nafas pada bayi seperti ventilator mekanik, CPAP.

(34)

10

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lain yang berhubungan dengan faktor resiko kegawatan nafas pada kelompok neonatus dengan gawat nafas, dengan desain penelitian yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, S. (2005). Pathophysiology of neonatal respiratory distress

syndrome. Treatments In Respiratory Medicine.

Clair, C.S., (2008). The probability of Neonatal Respiratory Distress Syndrome as function of gestational age and lechitin sphyngomyelin ratio. American Journal Perinatology. Vol 25 :473

Cloherty J, Stark A, Eichenwald E. (2008) Manual of Neonatal Care. 6th ed. Lippincott, Wilkins and Williams.

Crowther, C., Haslam, R., Hiller, J., Doyle, L., & Robinson, J. (2006). Neonatal respiratory distress syndrome. Respiratory Distress Syndrome Causes.

Hermansen C & Lorah N.K (2007). Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician.

Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A,. (2012). Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Marfu’ah (2013) Analisis Faktor-faktor

terjadinya gawat nafas. di Ruang Perinatologi RSD. Dr. Haryoto Lumajang.

Potter. Perry. 2006. Fundamental Of Nursing. Jakarta : Salemba Medika.

Queesland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. (2009). Management of neonatal respiratory distress

Sweet, D. G., Carnielli, V., Greisen, G., Hallman, M., Ozek, E., Plavka, R., Halliday, H. L. (2010). European consensus guidelines on the management of neonatal respiratory distress syndrome.

Thomas P.E., (2010). Do Racial Disparities Persist In Infant Mortalitiy From Respiratory Distress Syndrome,Vol 40:47-51.

UCSF Childrens’s Hospital. (2004).

Respiratory Distress Syndrome. Intensive Care Nursery House Staff Manual. Australia : UCFS Medical Center

Wiwin Muhaimin (2011). Gambaran Faktor Ibu yang mempengaruhi terjadinya BBLR di Ruang Perinatologi RSD. Dr. Haryoto Lumajang. Karya Tulis Ilmiah. Lumajang : Akper Lumajang

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi hasil nilai skor down pada 5 pasien kasus
Tabel 5.5 Distribusi berdasarkan derajat Kegawatan Nafas dengan menggunakan Score Down di Ruang Perinatologi RSD

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar instrumen pengukur adalah alat ukur tidak langsung, dimana konversi dari satu bentuk variabel fisika ke variabel lainnya dapat terjadi beberapa kali. Instrumen

Therefore, to correctly read data, execute either the address set instruction or cursor shift instruction (only with DDRAM), then just before reading the desired data, execute the

Nilai repeatability asam askorbat pada kubis yang paling baik diperoleh dari metode titrimetri dengan cara pemisahan larutan sampel secara “sentrifugasi” sebesar 7,968%.. Pada

 Komite TI bertemu minimal 3 bulan sekali, selain pertemuan on demand yang dapat diselenggarakan sesuai kebutuhan berdasarkan permintaan dari Wakil Rektor I, atau unit

Penelitian pendahuluan meliputi analisa sensori untuk menentukan konsentrasi jus lidah buaya terbaik pada es krim soyaloe dan penelitian utama meliputi uji fisik

Di dalam Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002 sudah terdapat rasio-rasio dan daftar skor masing-masing rasio yang akan digunakan dalam

penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “ Penetapan Kadar Florotanin dalam Fraksi Etil Asetat Alga Hijau Ulva sp.. dengan Metode Kolorimetri Folin

Diperoleh area optimal formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dengan asam stearat dan minyak wijen sebagai fase minyak berdasarkan superimposed contour plot