• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan asam stearat dan minyak wijen sebagai fase minyak : aplikasi desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan asam stearat dan minyak wijen sebagai fase minyak : aplikasi desain faktorial - USD Repository"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

i

OPTIMASI FORMULA KRIM SUNSCREEN EKSTRAK KERING

POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN ASAM STEARAT

DAN MINYAK WIJEN SEBAGAI FASE MINYAK: APLIKASI DESAIN

FAKTORIAL

HALAMAN SAMPUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Blasius Budi Cahyono NIM : 048114048

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

OPTIMASI FORMULA KRIM SUNSCREEN EKSTRAK KERING

POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN ASAM STEARAT

DAN MINYAK WIJEN SEBAGAI FASE MINYAK: APLIKASI DESAIN

FAKTORIAL

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Blasius Budi Cahyono NIM : 048114048

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)

iii Skripsi

OPTIMASI FORMULA KRIM SUNSCREEN EKSTRAK KERING

POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN ASAM STEARAT

DAN MINYAK WIJEN SEBAGAI FASE MINYAK: APLIKASI DESAIN

FAKTORIAL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Yang diajukan oleh:

Blasius Budi Cahyono NIM : 048114048

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I

C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si, Apt.

(4)

iv

Pengesahan Skripsi Berjudul HALAMAN PENGESAHAN

OPTIMASI FORMULA KRIM SUNSCREEN EKSTRAK KERING

POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN ASAM STEARAT

DAN MINYAK WIJEN SEBAGAI FASE MINYAK: APLIKASI DESAIN

FAKTORIAL

Oleh :

Blasius Budi Cahyono NIM : 048114048

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal 22 Januari 2008

Mengetahui Fakultas Farmasi Uniersitas Sanata Dharma

Dekan

Rita Suhadi, M.Si., Apt. Pembimbing:

C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si, Apt.

Panitia Penguji : Tanda tangan

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Punya mimpi dan potensi yang luar biasa, tetapi

kita cuma berdiam diri saja, percuma. Kita justru

hanya akan menjadi penghayal berat...

(6)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Blasius Budi Cahyono

Nomor Mahasiswa : 048114048

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

OPTIMASI FORMULA KRIM SUNSCREEN EKSTRAK KERING POLIFENOL TEH HIJAU DENGAN ASAM STEARAT DAN MINYAK WI-JEN SEBAGAI FASE MINYAK : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun mem-berikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 27 Januari 2008

Yang menyatakan

(7)

vi

PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas semua berkat dan penyertaanNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini dengan baik. Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

Penulis banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan masalah dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Tetapi dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan penuh totalitas dan pengertian.

(8)

4. Rini Dwi Astuti, S.Farm., Apt., selaku dosen penanggung jawab proyek payung “Sunscreen from Green and Black Tea Fraction” atas kesediaannya memberikan kesempatan, waktu, dan dukungan dalam pengerjaan skripsi.

5. Bapak, Ibu dan kakak-kakaku buat doa, dukungan (moral dan material) dan cinta kasihnya.

6. Pak Musrifin, Mas Agung, Pak Iswandi, Mas Ottok, Mas Kunto, Pak Mukmin, Pak Parlan, Mas Yuwono, Pak Kasiran serta laboran-laboran yang lain atas bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi.

7. Teman-teman proyek teh (Agung, Dona, Resty, Dian “sapi”, Selvi, Ferry ”JB”, Ika, Rinta, dan Tere) buat kerjasama dan kebersamaan kita.

8. Teman-teman angkatan 2004 (terutama kelas sains dan teknologi) dan teman-teman dolan’erz atas duka dan suka bersama.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini banyak kesalahan dan kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.

(9)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Desember 2007 Penulis

(10)

ix

INTISARI

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi polifenol teh hijau (dengan nilai SPF yang dapat diterima dalam penelitian ini) yang digunakan dalam formula, mendapatkan faktor dominan dalam formula, dan mendapatkan formula optimal.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental yang bersifat eksploratif. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi asam stearat dan minyak wijen. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah respon sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan). Faktor dominan di dalam formula ditentukan menggunakan desain faktorial. Tingkat signifikansi pengaruh setiap faktor (asam stearat, minyak wijen, interaksi keduanaya) terhadap respon (viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas) dianalisis menggunakan analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa konsentrasi polifenol teh hijau 0,022 % b/b memiliki nilai SPF yang dapat diterima yaitu 5,89. Asam stearat merupakan faktor dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas. Minyak wijen merupakan faktor dominan dalam menentukan pergeseran viskositas. Diperoleh area optimal formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dengan asam stearat dan minyak wijen sebagai fase minyak berdasarkan superimposed contour plot respon daya sebar, viskositas dan pergeseran viskositas pada level yang diteliti.

(11)

x

ABSTRACT

ABSTRACT

The research aimed to determine polyphenol concentration which showed an acceptable value of SPF used in the formula, to investigate the dominant factor in the formula and to obtain the optimum cream formula.

Explorative experimental design was employed in this research. The independent variable involved the low and the high level of stearic acid and sesame oil. Physical characteristics responses (viscosity and spreadibility) and physical stability response (viscosity shift after a month-storage) were determined as dependent variables. The factorial design was applied to determine the dominant factor in the formula. Yate’s treatment statistic analysis was carried out to analyze the significant level of the effect of the factors (stearic acid, sesame oil, and the interaction both sesame oil and stearic acid) to the responses (viscosity, spreadibility, and viscosity shift).

The result show that the polyphenol concentration of 0,022 % b/b showed the SPF of 5,87 which was acceptable. Stearic acid has the dominant effect in determining the response of the viscosity and spreadibility while sesame oil was dominant in determining the response of the viscosity shift. The area of optimal cream formula was obtained based on the superimposed counter plot of viscosity, spreadibility, and the viscosity shift response on the observed level.

(12)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...i

HALAMAN JUDUL...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENGESAHAN...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...viii

INTISARI...ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

1. Rumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian... 5

3. Manfaat ... 5

B. Tujuan ... 6

(13)

A. Polifenol Teh Hijau ... 7

B. Ekstraksi ... 8

C. Sunscreen ... 9

D. Sun Protecting Factor (SPF) ... 10

E. Krim ... 11

F. Emulgator Sabun ... 12

G. Minyak Wijen ... 12

H. Asam Stearat... 13

I. Viskositas dan Daya Sebar... 14

J. Desain Faktorial ... 15

K. Landasan Teori ... 18

L. Hipotesis ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 20

B. Variabel dan Defifnisi Operasional ... 20

1. Variabel... 20

2. Definisi operasional ... 20

C. Alat dan Bahan... 22

1. Alat ... 22

2. Bahan ... 23

D. Tata Cara Penelitian... 23

1. Ekstraksi polifenol teh hijau ... 23

(14)

3. Uji efektivitas sunscreen/penghitungan nilai SPF in vitro. ... 27

4. Optimasi formula krim ... 28

5. Uji sifat fisis... 30

6. Subjective Assesment ... 30

E. Analisis Hasil ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Pembuatan Ekstrak kering polifenol Teh Hijau ... 33

B. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak kering polifenol Teh Hijau... 35

C. Penentuan Nilai SPF In Vitro ... 38

D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas... 40

1. Daya sebar ... 44

2. Viskositas... 46

3. Pergeseran viskositas ... 48

E. Hasil Subjective Assesment ... 50

F. Optimasi Formula... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 57

A. Kesimpulan... 57

B. Saran ... 57

DAFAR PUSTAKA... 59

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I Penggolongan sunscreen ... 11 Tabel II Desain formula metode desain faktorial ... 17 Tabel III Formula standar krim sunscreen ……… 28 Tabel IV Formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau… 29 Tabel V Hasil penetapan kadar air menggunakan metode Karl Fischer 34 Tabel VI Hasil perhitungan kadar polifenol ………... 38 Tabel VII Hasil perhitungan nilai SPF ……… 40 Tabel VIII Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen

ekstrak kering polifenol teh hijau ………. 41 Tabel IX Hasil perhitungan nilai efek menggunakan metode desain

faktorial ... 42 Tabel X Perhitungan Yate’s treatment respon daya sebar ………….... 45

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Polifenol dalam teh hijau ……… 8

Gambar 2. Struktur senyawa kuersetin ……… 35

Gambar 3. Hasil operating time reaksi warna metode Folin Ciocalteu …… 36

Gambar 4. Hasil scanning panjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin ………. 37

Gambar 5. Profil absorbansi ekstrak kering polifenol teh hijau terhadap sinar UV dengan range 250 nm sampai dengan 400 nm……... 38

Gambar 6. Profil pengaruh asam stearat dan minyak wijen terhadap respon daya sebar ……… 44

Gambar 7. Profil pengaruh asam stearat dan minyak wijen terhadap respon viskositas ……….……… 47

Gambar 8. Profil pengaruh asam stearat dan minyak wijen terhadap respon pergeseran viskositas ………. 48

Gambar 9. Contour plot respon daya sebar ………. 52

Gambar 10. Contour plot respon viskositas ………. 54

Gambar 11. Contour plot respon pergeseran viskositas ……….. 55

Gambar 12.Superimposed contour plot krim ekstrak kering polifenol …… 57

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penetapan kadar air serbuk teh hijau dengan metode

Karl Fischer ……… 62

Lampiran 2. Perhitungan kadar polifenol……… 64

Lampiran 3. Perhitungan nilai SPF……….. 67

Lampiran 4 Perhitungan polifenol dalam Optimasi Formula Krim ………. 69

Lampiran 5. Perhitungan uji sifat fisis ……….... 70

Lampiran 6. Perhitungan Yate’s treatment …….. ………….………. 73

Lampiran 7. Perhitungan regresi desain faktorial ……….. 80

Lampiran 8. Kuisioner Subjective Assessment ……….. 84

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini, insiden penyakit yang dikaitkan dengan sinar ultraviolet (UV) dilaporkan terus meningkat di dunia. Paparan kronik sinar matahari khususnya sinar UV menyebabkan eritema, edema, pembentukan sel sunburn, hiperplasia, penekanan sistem imun, kerusakan DNA, penuaan kulit (photoaging), dan melanogenesis. Bahkan perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung merupakan perkembangan multitahap kanker kulit malignant melanoma dan non-melanoma skin cancer (NMSC) (basal cell carcinoma dan squamosa cell carcinoma) pada manusia (Svobodova A., Psotova, J., dan Walterova, D., 2003).

Usaha meminimalkan terjadinya penyakit kulit diatas adalah dengan meminimalkan terjadinya kerusakan sel-sel kulit yang diinduksi oleh sinar UV yang masuk ke dalam kulit. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengaplikasikan produk sunscreen pada permukaan kulit atau dengan mengkonsumsi senyawa-senyawa antioksidan yang berperan sebagai agen photoprotective (Katiyar, S.K., Afaq, F., Perez, A., dan Mukhtar, H., 2001).

(19)

menghambat pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) atau dengan menghambat penekanan sistem imun yang diinduksi oleh sinar UV (Svobodova et al., 2003).

Pengembangan senyawa aktif sunscreen saat ini diharapkan tidak hanya mempunyai aktivitas menyerap dan/atau memantulkan sinar UV tetapi juga mampu melindungi kulit dari kerusakan yang diinduksi oleh sinar UV (mempunyai aktivitas antioksidan). Zat bioaktif utama dalam teh hijau merupakan polifenol golongan flavonoid yaitu flavanol tipe katekin, antar lain (-)-Epicatechin, (-)-Epigallocatechin, (-)-Epicatechin 3-gallate, (-)-Epigallocatechin 3-gallate (EC, EGC, ECG dan EGCG) (Svobodova et al.,2003). Senyawa-senyawa tersebut, khusunya EGCG, secara struktural mempunyai gugus kromofor dan auksokrom sehingga mempunyai aktivitas sebagai senyawa penyerap UV (Svobodova et al., 2003). Polifenol teh hijau juga merupakan salah satu bahan alam yang telah dikembangkan sebagai agen photoprotective (Svobodova et al., 2003; Katiyar et al, 2001). Polifenol teh hijau telah terbukti secara invitro maupun invivo mampu mengurangi dampak negatif sinar UV terhadap kulit (Katiyar et al, 2001; Vayalil, P.K., Elmets, C.A., dan Katiyar, S.K., 2003).

(20)

dan tidak memberikan kesan berlemakatau greasy (Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J., 1982).

Krim biasanya berupa sediaan emulsi minyak dalam air (Anonim, 1995). Fase minyak dalam sediaan krim (biasanya tersusun dari minyak nabati atau minyak mineral) sebagian besar memiliki aktivitas sebagai emollient dan moisturizing agent (Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J., 1982). Karena aktifitas tersebut banyak mempengaruhi kenyamanan dan penerimaan konsumen terhadap sediaan krim, fase minyak memiliki potensi untuk dioptimalkan.

Secara tradisional, di dalam sediaan vanishing cream digunakan asam stearat sebagai fase minyak. Asam stearat meleleh di atas suhu tubuh dan mengkristal dalam bentuk yang sesuai sehingga tidak tampak ketika digunakan dan membentuk lapisan pelindung non-greasy di permukaan kulit. Asam stearat juga membuat penampilan sediaan krim menjadi lebih menarik yaitu dengan memberi kesan kemilau mutiara (Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J., 1982, Strianse, S.J., 1957). Krim dengan basis asam stearat memiliki kecenderungan memadat selama penyimpanan (gelation), viskositas krim tipe stearat meningkat sejalan dengan waktu (Strianse, J.E., 1957). Dengan demikian dibutuhkan minyak nabati/minyak mineral (yang memiliki wujud cair) untuk menjaga konsistensi sediaan krim agar tidak terlalu kaku/terlalu padat.

(21)

Dengan karakteristik yang berbeda, komposisi kedua komponen dalam fase minyak tersebut memiliki potensi dalam mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas sediaan krim. Dengan demikian diperlukan sebuah penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari kedua faktor tersebut terhadap sifat fisis sediaan krim

Dalam penelitian ini, desain faktorial digunakan sebagai metode untuk menentukan faktor dominan di dalam formula. Dengan menggunakan metode desain faktorial, beberapa fakor/variabel dapat dievaluasi secara simultan dan dapat diketahui ada-tidaknya interaksi antar faktor (Boltons, 1997). Untuk mendukung hasil analisis desain faktorial, digunakan analisis statistik Yate’s treatment. Persamaan regresi yang diturunkan dari analisis desain faktorial digunakan untuk menentukan superimposed contour plot sebagai prediksi area optimal formula krim.

1. Rumusan masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas permasalahan yang akan dibahas dalam penelitan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Berapakah konsentrasi polifenol teh hijau yang dapat memberikan nilai Sun Protecting Factor (SPF) yang dapat diterima sebagai sunscreen di dalam penelitian ini?

(22)

c. Dapatkah diperoleh area formula optimal yang digunakan untuk memperkirakan komposisi formula sediaan krim dengan sifat fisis dan stabilitas yang baik dalam superimposed contour plot desain faktorial?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran penulis, penelitian tentang optimasi formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dengan kombinasi minyak wijen dan asam stearat sebagai fase minyak dengan metode desain faktorial belum pernah dilakukan.

3. Manfaat

(23)

B. Tujuan

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakter sifat fisis dan stabilitas sediaan krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau. Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Menentukan konsentrasi polifenol teh hijau yang dapat memberikan nilai SPF yang dapat diterima sebagai sunscreen di dalam penelitian ini.

2. Menentukan faktor (di dalam fase minyak) yang paling dominan dalam mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas sediaan krim.

(24)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Polifenol Teh Hijau

Teh hijau berasal dari pucuk daun tanaman teh (Camellia sinensis L.) yang diolah melalui proses tertentu. Secara umum, berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara pemanasan dan penguapan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase/fenolase sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah. Sebaliknya, teh hitam dibuat dengan memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap kandungan katekin dalam teh (Hartoyo, 2003).

Zat bioaktif utama dalam teh hijau merupakan polifenol golongan flavonoid yaitu flavanol tipe katekin, antar lain (-)-Epicatechin, (-)-Epigallocatechin, (-)-Epicatechin 3-gallate, (-)-Epigallocatechin 3-gallate (EC, EGC, ECG dan EGCG) serta flavonol seperti kuersetin. Keempat tipe katekin tersebut merupakan antioksidan utama dalam teh hijau (Svobodova et al., 2003).

(25)

dimer pada epidermis dan dermis, menginduksi apoptosis pada sel human epidermal carcinoma dan human carcinoma keratinocyte, memblok infiltrasi leukosit yang diinduksi UV, dan menghambat pertumbuhan tumor pada siklus sel fase G0-G1 (Katiyar et al., 2001; Svobodova et al., 2003).

Gambar 1. Polifenol dalam teh hijau (Svobodova et al., 2003)

B. Ekstraksi

(26)

serbuk, pembahasan, ekstraksi, dan pemekatan. Secara umum ekstraksi tanaman obat dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan destilasi uap (Anonim, 1986).

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana, mudah diusahakan dan reproducible. Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan kemudian melarutkan zat aktif. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, larutan terpekat akan didesak keluar (Anonim, 1986).

C. Sunscreen

Sunscreen digunakan untuk mengurangi efek merusak sinar UV terhadap kulit manusia. Energi dari sinar UV menghasilkan gejala-gejala dan tanda terjadinya sunburn, yaitu kemerahan, nyeri, melepuh, bengkak, kulit mengelupas, dan bahkan kanker kulit (Stanfield, J.W. 2003).

Bahan aktif sunscreen merupakan senyawa yang dapat mengabsorbsi dan atau menghamburkan sinar sehingga dapat melemahkan energi sinar UV sebelum penetrasi pada kulit. Setiap bahan aktif mengabsorpsi pada daerah UV yang terbatas, tergantung dari struktur kimianya (Stanfield, J. W., 2003).

(27)

tertentu, sehingga sering digunakan kombinasi bahan sunscreen untuk mendapatkan performa yang optimal (Stanfield, J.W., 2003).

D. Sun Protecting Factor (SPF)

Kemampuan sebuah produk sunscreen dalam mencegah terjadinya sunburn dan eritema dinyatakan dengan nilai Sun Protecting Factor (SPF). Nilai SPF adalah rasio kadar minimal sinar UV yang dapat menyebabkan eritema (Minimal Erythema Dose-MED) pada kulit yang terlindung sunscreen terhadap kulit tanpa perlindungan sunscreen (Stanfield, J.W., 2003).

Petro (1981) melakukan prediksi nilai SPF secara in vitro menggunakan alat spektrofotometer. Sinar UV yang digunakan adalah sinar polikromatik, serupa dengan sinar matahari yang sesungguhnya. Dengan kata lain, semua panjang gelombang sinar elektromagnetik yang berpotensi mencapai kulit, khususnya daerah sinar UV, diperhitungkan dalam penentuan nilai SPF. Pengukuran dimulai pada awal panjang gelombang UV B (290 nm) sampai dengan panjang gelombang sinar elektromagnetik terbesar yang memiliki absorbansi minimal 0,050. Nilai prediksi SPF merupakan antilog nilai absorbansi rata-rata.

(28)

Tabel I. Penggolongan sunscreen (Anonim,1999) Nilai SPF efek perlindungan

2 – 12 Minimal

12 – 30 Sedang

> 30 Maksimal

E. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (Anonim, 1995). Krim biasa digunakan untuk penggunaan luar tubuh. Krim dapat berupa emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air, tergantung dari agen pengemulsi (emulgator) yang digunakan (Marriot, J.F., Wilson, K.A., Langley, C. A., Belcher, D., 2006). Stabilitas emulsi dilihat dengan tetap terdispersinya droplet fase internal di dalam fase eksternal. Ketidakstabilan emulsi dapat diketahui dengan adanya kriming, koalesen, dan breaking (Friberg, S.E., Quencer, L.G., Hilton, M.L., 1996). Stabilitas krim (emulsi) dalam kosmetik dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan viskositas fase eksternal, memperkecil ukuran droplet, meningkatkan kekuatan mekanik antarmuka, dan menurunkan tegangan antarmuka (Marriot et al., 2006).

(29)

F. Emulgator Sabun

Sabun dapat digunakan sebagai emulgator yang sangat efektif menghasilkan sediaan untuk penggunaan luar. Emulsi yang dihasilkan memiliki nilai pH relatif tinggi dan peka terhadap penambahan asam dan elektrolit. Emulgator sabun dibentuk dari reaksi antara alkali (natrium hidroksida atau kalsium hidroksida), air kapur, atau amin dengan asam lemak bebas pada fase minyak (Anonim, 1987).

Jenis emulgator yang digunakan dalam penelitian ini adalah emulgator sabun. Asam lemak, dalam penelitian ini adalah asam stearat, bila bereaksi dengan basa seperti triethanolamin, akan membentuk emulgator sabun. Jumlah emulgator sabun yang terbentuk dalam penelitian ini sangat bergantung dari jumlah penyusunnya, yaitu asam stearat dan triethanolamin. Apabila kandungan kedua bahan tersebut semakin tinggi, emulgator yang tersedia untuk sistem emulsi akan semakin banyak.

G. Minyak Wijen

Minyak wijen diperoleh dari ekstraksi biji tanaman Sesamum indicum (Family Pedaliaceae). Minyak wijen murni bersifat bening, berwarna kuning muda, sedikit berbau harum, tidak berasa, dan tidak bersifat toksik. Minyak wijen banyak digunakan sebagai pelarut atau pembawa yang bersifat lemak (Anonim, 1983).

(30)

wijen adalah asam palmitat (9,1%), asam stearat (4,3%), dan asam arakidis (0,8%). Kandungan asam lemak tak jenuh dalam minyak wijen adalah asam oleat (45,5%) dan asam linoleat (40,4%). Minyak wijen juga mengandung sesamin (komplek eter siklik) dan sesamiline (sebuah glikosida) dalam kadar kecil (Anonim, 1983).

Minyak wijen mempunyai viskositas 43,37 poise dan kerapatan molekulnya 0,914–0,923. Asam lemak pada minyak wijen akan memadat pada suhu 20 – 25°C (Anonim, 1983) sehingga pada suhu kamar minyak wijen berbentuk cair.

Diketahui bahwa minyak wijen dapat menghambat pertumbuhan kanker kulit malignan melanoma. Minyak wijen juga memiliki sifat laksatif. Minyak ini juga dapat digunakan untuk menyembuhkan mata rabun dan sakit kepala, digunakan sebagai pelarut injeksi intramuscular, penyedia nutrisi, mengurangi inflamasi dan sebagai emolien (Anonim, 2001).

Minyak wijen memiliki aktifitas antioksidan. Di dalam jaringan kulit, minyak ini akan menetralkan radikal oksigen. Minyak wijen diserap di dalam tubuh secara cepat dan memasuki pembuluh darah melalui kapiler. Molekul minyak wijen dapat menjaga nilai HDL dan mengurangi kolesterol (Anonim, 2001).

H. Asam Stearat

Asam stearat adalah campuran dari asam stearat (C18H3602) murni dan asam

palmitat (C16H3202). Kandungan asam stearat murni tidak kurang dari 40%, asam

(31)

kekuningan, keras, sedikit berbau dan berasa. Asam stearat diindikasikan untuk penggunaan tubuh bagian luar. Titik leburnya lebih dari 54°C, titik didihnya 383°C sehingga pada suhu ruangan asam stearat berbentuk padatan. Asam stearat bersifat sedikit larut dalam air, dan larut di dalam alkohol dengan perbandingan 1:21. Senyawa ini stabil dalam keadaan murni (Anonim, 1983).

Kandungan asam stearat di dalam krim dan salep berkisar antara 5 – 15%. Asam stearat berfungsi sebagai agen pengemulsi, penstabil emulsi dan lubrikan (Anonim, 1983).

Asam stearat di dalam sediaan krim merupakan bahan farmasetis yang memiliki dua fungsi, yaitu sebagai komponen penyusun emulgator sabun (Anonim, 1987) dan sebagai penyusun fase minyak (Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J., 1982).

Asam stearat meleleh di atas suhu tubuh dan mengkristal dalam bentuk yang sesuai sehingga tidak terlihat pada waktu pemakaian dan membentuk lapisan pelindung non-greasy di permukaan kulit. Asam stearat juga membuat penampilan sediaan krim menjadi lebih menarik yaitu dengan memberi kesan kemilau mutiara (Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J., 1982, Strianse, S. J., 1957).

I. Viskositas dan Daya Sebar

(32)

adalah 1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm (Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., 1990). Viskositas merupakan parameter reologi yang penting dalam sediaan semisolid. Peningkatan viskositas dapat meningkatkan waktu retensi sediaan pada kulit (Garg et al., 2002). Viskositas juga mempengaruhi kemudahan sediaan untuk dikeluarkan dari kemasan.

Daya sebar (spreadibility) berkaitan dengan sudut kontak tetesan air atau sediaan semisolid pada substrat dan merupakan parameter dari lubricity, yang berkaitan langsung dengan koefisien gesekan. Daya sebar merupakan faktor penting karena bertanggung jawab terhadap pemberian dosis yang tepat pada tempat aplikasi, kemudahan dalam aplikasi dan mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al., 2002).

Daya sebar dipengaruhi oleh konsistensi dari formula, kecepatan dan lama pengaplikasian, temperature permukaan substrat, viskositas, kecepatan penguapan pelarut dan peningkatan viskositas akibat penguapan pelarut tersebut (Garg, et al., 2002).

J. Desain Faktorial

(33)

dapat digunakan untuk mengevaluasi ada-tidaknya interaksi antar faktor yang mempengaruhi hasil penelitan (Ostle, 1956).

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan 1 atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1997). Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. (Bolton, 1997). Faktor dan interaksi yang berpengaruh secara bermakna dapat diketahui dengan analisis variansi(Ostle, 1956).

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus:

Y = b0 + b1(X1) + b2(X2) + b12(X1)(X2)...(1)

Dengan:

Y = respon hasil yang diamati

X1, X2 = level bagian A dan B, yang nilainya tertentu dari minimal sampai

maksimal

b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

b0 = rata-rata dari semua percobaan

(34)

dan B masing-masing pada level tinggi (Bolton, 1997). Desain keempat formula tersebut ditampilkan pada tabel II.

Table II. Desain formula metode desain faktorial

Formula Faktor A Faktor B Interaksi

(1) - - +

Formula (1) = faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah Formula a = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah Formula b = faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi Formulaab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah

Dari persamaan (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang optimal (Bolton, 1997).

Untuk mengetahui besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksinya dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut:

(35)

Efek faktor B =

K. Landasan Teori

Agar sunscreen dapat digunakan dengan mudah, praktis, nyaman dan manjur maka diperlukan suatu bentuk sediaan obat yang dapat memenuhi persyaratan mutu. Sifat fisis dan stabilitas sediaan merupakan faktor yang patut diperhitungkan dalam memenuhi persyaratan mutu diatas. Sifat fisis dapat diukur menggunakan parameter viskositas dan daya sebar sedangkan stabilitas dapat diukur menggunakan parameter pergeseran viskositas selama 1 bulan.

Faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini adalah komposisi minyak wijen dan asam stearat sebagai fase minyak dalam menentukan respon sifat fisis (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas fisis (pergeseran viskositas selama penyimpanan 1 bulan) sediaan krim sunscreen.

(36)

(bentuk cair), viskositas sediaan menjadi semakin kecil dan daya sebar menjadi semakin besar. Begitu pula sebaliknya apabila jumlah asam stearat (bentuk padat) semakin banyak maka viskositas sediaan akan semakin tinggi dan daya sebar akan semakin kecil.

Berkaitan dengan stabilitas krim dan fungsi asam stearat sebagai komponen penyusun emulgator, semakin banyak asam stearat menyebabkan kemungkinan terbentuknya emulgator akan semakin besar pula sehingga emulsi yang terbentuk dapat semakin stabil.

L. Hipotesis

(37)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental yang bersifat eksploratif dengan metode desain faktorial 2 faktor dan 2 level.

B. Variabel dan Defifnisi Operasional

1. Variabel

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi asam stearat dan minyak wijen.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas (pergeseran viskositas) sediaan krim.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama agitasi proses pembuatan krim dan kemasan penyimpanan.

2. Definisi operasional

(38)

b. Ekstrak kering polifenol teh hijau adalah serbuk hasil proses ekstraksi teh hijau yang dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada dalam penelitian ini.

c. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui bahan manakah yang memiliki efek dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilits krim sunscreen serta dapat digunakan untuk menentukan area optimal minyak wijen-asam stearat berdasarkan superimposed contour plot yang diprediksi sebagai formula optimal terbatas pada level yang diteliti.

d. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu asam stearat sebagai faktor A dan minyak wijen sebagai faktor B.

e. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah asam stearat dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 1 g sedangkan level tinggi sebanyak 6 g. Level rendah minyak wijen dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 3 g dan level tinggi sebanyak 10 g.

f. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati. Dalam penelitian ini respon adalah hasil percobaan sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas krim (pergeseran viskositas).

(39)

h. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon sifat fisis dan stabilitas krim.

i. Superimposed contour plot adalah grafik area pertemuan yang memuat semua arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimal.

j. Daya sebar optimal adalah diameter penyebaran krim dengan nilai lebih dari sama dengan 5 cm pada pengukuran massa krim 1 g yang diberi beban 125 g selama 1 menit.

k. Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung kemudahan krim diisikan ke dalam wadah, kemudahan dikeluarkan saat penggunaan, dan memilki pemerataan yang baik saat diaplikasikan. Nilai viskositas optimal dalam penelitian ini adalah antara 30 sampai 60 d.Pa.s.

l. Pergeseran viskositas adalah prosentase selisih viskositas krim setelah penyimpanan selama 1 bulan dengan viskositas rata-rata 48 jam setelah pembuatan terhadap viskositas rata-rata 48 jam setelah pembuatan.

m. Pergeseran viskositas optimal dalam penelitian ini adalah kurang dari 10 %.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

(40)

bertutup (Scott-Germany), shaker (Innova 2100), corong pisah 1 L, alat sentrifus, dan inkubator, glassware (Pyrex-Germany), mixer (modifikasi Farmasi USD), viscotester seri VT 04 (Rion-Japan), alat uji daya sebar (modifikasi Farmasi USD)

2. Bahan

Serbuk teh hijau (diambil dari perusahaan teh di Wonosobo dengan nomor batch yang sama), bahan-bahan dengan grade farmasetis untuk formulasi, antara lain asam stearat, minyak wijen, cethyl alcohol, triethanolamin, akuades, asam sitrat, metil paraben dan pewangi, berasal dari Brataco, Yogyakarta.

Bahan-bahan untuk keperluan ekstraksi dan penetapan kadar yaitu metanol (teknis), kloroform (teknis), etil asetat (teknis), etanol, aseton (p.a.), Na2CO3 (p.a.),

dan pereaksi fenol Folin Ciocalteu yang kesemuanya berasal dari Merck, Germany sedangkan kuersetin berasal dari Sigma Chem. Co., USA.

D. Tata Cara Penelitian

1. Ekstraksi polifenol teh hijau

a. Pembuatan serbuk teh hijau. Bahan baku teh hijau diserbuk menggunakan mortir dan stamper. Serbuk teh diayak menggunakan saringan dengan nomor mesh 12/20.

(41)

10 mL metanol, lalu didiamkan selama 1 hari pada suhu kamar. Selanjutnya dilakukan pre-titrasi pada alat dan uji kebocoran alat, hingga didapat angka drift 10-50. Standarisasi dilakukan dengan cara menimbang spuit berisi air, kemudian dimasukkan 1 tetes air ke dalam alat. Spuit ditimbang kembali untuk menentukan berat air yang dimasukkan. Hitung kesetaraan air. Masukkan 1 mL metanol dan dititrasi dengan alat (blanko). Hitung kadar air. Sampel dimasukkan 1 mL, dititrasi dengan alat, dan dihitung kadar air dalam sampel. Kadar air dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar air = − ×100%

ditimbang yang

berat

blanko x

...(5)

x = angka yang muncul pada alat (mg)

c. Ekstraksi. Serbuk teh hasil pengayakan (100 g, kadar air ~ 10%) diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol teknis (500 mL) dengan bantuan shaker (150 rpm) selama 48 jam. Ekstrak metanol yang diperoleh, dipekatkan menggunakan vacum rotary evaporator sampai volume 100 mL. Ditambahkan 100 mL kloroform dan 100 mL akuades pada ekstrak kental di dalam corong pisah. Pisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah, selanjutnya lapisan atas diekstraksi menggunakan etil asetat sebanyak dua kali, masing-masing 150 mL. Fraksi etil asetat dikumpulkan selanjutnya diuapkan hingga kering yang merupakan ekstrak kering polifenol teh hijau (Nagayama et al., 2002 dengan modifikasi).

(42)

2. Penentuan konsentrasi polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau

Konsentrasi polifenol ditentukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu (Waterman and Mole, 1994 cit Lindorst, 1998). Sebagai senyawa standar digunakan senyawa kuersetin pro analisis. Penghitungan kadar menggunakan persamaan kurva baku kuersetin sehingga konsentrasi polifenol di dalam sampel dihitung equivalen terhadap kuersetin.

a. Pembuatan larutan stok kuersetin. Timbang 50 mg kuersetin pro analisis kemudian dilarutkan ke dalam aseton 75 % sampai volume 50,0 mL. Larutan stok dibuat 3 replikasi untuk pembuatan kurva baku larutan standar kuersetin.

b. Pengukuran operating time (OT). Diambil 4 mL larutan stok kuersetin replikasi pertama kemudian dilarutkan dalam aseton 75 % sampai volume 10,0 mL. Diambil 0,5 mL seri larutan diatas kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang mengandung 2,5 mL pereaksi fenol Folin Ciocalteu 2N kemudian diamkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL Na2CO3 1,9M kemudian ditambahkan

akuades sampai volume 50,0 mL. Campuran reaksi divortex dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 726 nm selama 120 menit untuk mengetahui reaksi terbentuk warna biru.

c. Penentuan panjang gelombang abasorbansi maksimum (λmax). Diambil

(43)

1,9M kemudian ditambahkan akuades sampai volume 50,0 mL. Campuran reaksi diinkubasi pada temperatur ruang selama OT untuk menyempurnakan reaksi sampai terbentuk warna biru Campuran reaksi divortex dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm – 800 nm.

d. Pembuatan kurva baku larutan standar kuersetin. Dibuat seri konsentasi 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg/mL dari masing-masing larutan stok kuersetin kemudian dilarutkan dalam aseton 75 % sampai volume 10,0 mL. Diambil 0,5 mL seri larutan diatas kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang mengandung 2,5 mL pereaksi fenol Folin Ciocalteu 2N kemudian diamkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL Na2CO3 1,9M kemudian ditambahkan

akuades sampai volume 50,0 mL. Campuran reaksi diinkubasi pada temperatur ruang hingga mencapai operating time untuk menyempurnakan reaksi sampai terbentuk warna biru. Campuran reaksi disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm dalam waktu singkat (±5 menit) dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang absorbansi maksimal. Dibuat grafik hubungan kadar kuersetin terhadap absorbansi kemudian dilakukan uji linearitas dan ditentukan persamaan regresi untuk mendapatkan persamaan kurva baku.

(44)

diamkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL Na2CO3 1,9 M kemudian

ditambahkan akuades sampai volume 50,0 mL. Campuran reaksi diinkubasi pada temperatur ruang hingga mencapai operating time untuk menyempurnakan reaksi sampai terbentuk warna biru. Campuran reaksi disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm dalam waktu singkat (±5 menit) dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang absorbansi maksimal. Dilakukan replikasi pengukuran sebanyak 6 kali.

3. Uji efektivitas sunscreen/penghitungan nilai SPF in vitro.

a. Pembuatan larutan stok polifenol teh hijau. Ditimbang ekstrak kering polifenol teh hijau yang setara dengan 30 mg polifenol kemudian dilarutkan menggunakan etanol 90% sampai volume 100,0 mL. Larutan stok dibuat 3 replikasi.

b. Penentuan Spektra UV polifenol teh hijau. Diambil 1 mL larutan stok polifenol teh hijau kemudian diencerkan menggunakan etanol 90% sampai volume 10,0 mL. Diukur absorbansi larutan pada range panjang gelombang 250 – 400 nm.

c. Penentuan nilai SPF (Sun Protecting Factor). Diambil 2, 4, dan 6 mL larutan stok polifenol kemudian diencerkan menggunakan etanol 90% sampai volume 10,0 mL. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Pengukuran absorbansi larutan dilakukan setiap interval 5 nm, diawali pada panjang gelombang (λ) 290 nm hingga panjang gelombang diatas 320 nm yang mempunyai absorbansi minimal 0,05.

(45)

290 log

λ

λ −

=

tertinggi

AUC

SPF ………(6)

yaitu luas daerah di bawah kurva dibagi selisih λ pengamatan (Petro, A.J., 1981).

4. Optimasi formula krim

Di dalam penelitian ini, formula standar krim sunscreen dalam Young, A., (1972) (Tabel III) dimodifikasi menjadi formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau.

Tabel III. Formula standar krim sunscreen formula standar

Antiviray 8 g

Asam stearat 1,7 g isoprophyl myristat 6 g

abracol PGS 3,5 g triethanolamin 0,8 g distilled water 80 g

preservative 1 drop

perfume 1 drop

Dari formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau tersebut, dibuat 4 formula baru untuk analisis desain faktorial dengan perbedaan komposisi pada asam stearat dan minyak wijen. Keseluruhan formula dan bahan ditampilkan dalam tabel IV.

(46)

asam stearat. Dimasukkan secara berturut-turut metil paraben, triethanolamin, dan minyak wijen ke dalam campuran tersebut kemudian diaduk hingga homogen. campuran tersebut dipindahkan ke dalam mangkuk kemudian ditambahkan duapertiga (2/3) bagian akuades sedikit demi sedikit, sambil diaduk dengan mixer berkecepatan 300 rpm, hingga terbentuk massa yang baik. Ditambahkan asam sitrat yang telah dilarutkan dalam seperenam (1/6) bagian akuades sedikit demi sedikit (jangan sampai membuat krim pecah) sambil terus diaduk dengan mixer hingga homogen. Dilakukan cek pH terhadap campuran. Apabila pH campuran sudah mendekati 4, ditambahkan ekstrak kering polifenol yang telah dilarutkan dalam seperenam (1/6) bagian akuades ke dalam campuran sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan mixer. Cek pH dengan indikator universal. Krim yang terbentuk dimasukkan ke dalam pot untuk uji sifat fisis.

Tabel IV. Formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau Formula desain faktorial Bahan

1 a b ab

Polifenol (mg)

Asam Stearat (g) Minyak wijen (g)

Setil Alcohol (g) Triethanolamin (g)

Aquadest (mL) Asam sitrat (g) Metil paraben (%)

(47)

5. Uji sifat fisis

a. Uji daya sebar. Pengukuran daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan krim. Pengukuran dilakukan dengan mengukur diameter 1 g krim pada kaca berskala yang diberi beban 125 g selama 1 menit (Garg, A., et al., 2002).

b. Uji viskositas.Pengukuran viskositas dilakukan dua kali, yaitu 48 jam setelah pembuatan krim dan setelah 1 bulan masa penyimpanan. Pengukuran viskositas menggunakan viscotester seri VT 04. Cara pengukurannya adalah: krim dimasukkan ke dalam wadah dan dipasang pada portable viskotester. Viskositas krim diketahui dengan membaca pergerakan jarum terhadap skala. Rotor yang digunakan dalam analisis disesuaikan dengan nilai viskositas.

c. Uji stabilitas. Pengukuran uji stabilitas dilakukan dengan menghitung pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan. Pergeseran viskositas dinyatakan dalam persentase (%). Rumus yang digunakan adalah

% 100 48

48 1

x jam

viskositas

jam viskositas bulan

viskositas

... (6)

6. Subjective Assesment

(48)

menggunakan metode questionnair yang disebarkan kepada 20 orang responden. Hasil yang diperoleh diinterpretasikan sebagai penerimaan konsumen terhadap sifat fisis formula uji dengan rumus:

%

E. Analisis Hasil

Data sifat fisis dan stabilitas yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode desain faktorial. Dibuat profil sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas (pergeseran viskositas) krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau berdasarkan persamaan desain faktorial (Bolton, 1997).

Dengan menggunakan perhitungan metode desain faktorial, dapat dihitung besarnya efek/pengaruh minyak wijen, asam stearat dan interaksi keduanya terhadap sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau. Dari persamaan regresi desain faktorial dapat dibuat countour plot yang selanjutnya dapat ditentukan area optimal dari masing-masing respon, sesuai dengan sifat fisis yang kita inginkan. Masing-masing area optimal kemudian digabung menjadi superimposed contour plot. Area optimal formula dapat ditentukan berdasarkan superimposed contour plot.

(49)

(asam stearat, minyak wijen, dan interaksi keduanya) dengan respon. H0 merupakan negasi H1, yaitu tidak ada regresi. Nilai F yang didapatkan (Fhitung) menggunakan

analisis Yate’s treatment dibandingkan dengan nilai Ftabel. H1 diterima apabila nilai

Fhitung lebih besar daripada nilai Ftabel. Taraf kepercayaan yang digunakan untuk uji

(50)

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Ekstrak kering polifenol Teh Hijau

Pembuatan ekstrak kering polifenol teh hijau dilakukan menurut Nagayama et al. (2002) dengan sedikit modifikasi berdasarkan orientasi penelitian, yaitu pada jumlah cairan pengekstraksi. Proses pembuatan ekstrak kering polifenol meliputi dua tahap, yaitu ekstraksi dan fraksinasi. Proses ekstraksi menggunakan metode maserasi sedangkan proses fraksinasi menggunakan metode corong pisah. Modifikasi jumlah cairan pengekstraksi bertujuan untuk menyempurnakan proses pemisahan antara dua fase yang tidak bercampur pada proses fraksinasi.

Teh hijau yang diperoleh sebagai bahan baku berbentuk serbuk kasar, kering, berwarna hijau, memiliki bau yang khas, dan rasanya pahit. Sebelum dilakukan maserasi, dilakukan standarisasi bahan baku yaitu dengan penetuan nilai dan keseragaman ukuran partikel serta penetapan kadar air serbuk.

(51)

Sebelum proses maserasi, dilakukan pengayakan serbuk dengan derajad halus serbuk 12/20 untuk memastikan nilai dan keseragaman ukuran partikel serbuk. Penetapan kadar air serbuk dilakukan menggunakan metode Karl Fischer. Kadar air serbuk dalam penelitian ini tidak lebih dari 10 %. Nilai kadar air diusahakan kecil agar serbuk teh hijau tidak rusak selama penyimpanan dan proses ekstraksi tidak terganggu.

Tabel V. Hasil penetapan kadar air menggunakan metode Karl Fischer Replikasi Kadar air (%)

1 8,206 2 7,624 3 8,089 Rata-rata 7,973 Standar Deviasi 0,308

Maserasi merupakan cara ekstraksi sederhana yang bersifat reproducible. Kerugian dari metode ini adalah proses ekstraksi berlangsung lama dan kurang sempurna (Anonim, 1986). Proses maserasi menggunakan metanol karena pelarut ini sering digunakan untuk ekstraksi flavonoid (Robinson, 1991). Maserat dipekatkan terlebih dahulu sebelum dilanjutkan dengan proses fraksinasi. Di dalam proses fraksinasi digunakan kloroform dan etil asetat.

(52)

sebanyak dua kali, diharapkan semua kandungan polifenol di dalam ekstrak kental teh hijau dapat diperoleh.

B. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak kering polifenol Teh Hijau

Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau bertujuan untuk menentukan jumlah ekstrak kering polifenol teh hijau yang dibutuhkan dalam formula krim agar menghasilkan efikasi sebagai sunscreen dengan nilai SPF tertentu. Penetapan kadar polifenol dilakukan terhadap fraksi kering menggunakan metode Folin Ciocalteu. Metode ini dipilih karena spesifik mengukur senyawa-senyawa fenolik. Penetapan kadar ekstrak kering polifenol teh hijau menggunakan persamaan kurva baku. Pembuatan kurva baku dan penetapan kadar polifenol ekstrak kering polifenol teh hijau dilakukan dalam 1 proses.

Gambar 2. Struktur senyawa kuersetin

(53)

dihitung menggunakan senyawa pembanding, yaitu kuersetin, sehingga senyawa polifenol yang akan terukur terhitung sebagai kuersetin. Penetapan kadar polifenol dilakukan pada panjang gelombang absorbansi maksimum senyawa baku kuersetin. Pada orientasi penelitian didapatkan hasil bahwa durasi operating time reaksi warna metode Folin Ciocalteu adalah 40 – 120 menit dan panjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin adalah 733,7 nm

(54)

Gambar 4. Hasil scanning panjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin

(55)

Tabel VI. Hasil perhitungan kadar polifenol Replikasi Kadar (%)

1 58,998 2 60,104 3 58,991 4 59,440 5 59,926 6 62,052 Rata-rata 59,926 Standar Deviasi 1,142

C. Penentuan Nilai SPF In Vitro

Untuk memastikan potensi penyerapan sinar UV, dilakukan scanning absorbansi ekstrak kering polifenol teh hijau. Profil absorbansi ekstrak kering polifenol teh hijau terhadap sinar UV dari panjang gelombang 250 nm sampai dengan 400 nm memiliki sebuah puncak (peak) pada panjang gelombang 277 nm. Profil tersebut ditampilkan pada gambar 5.

(56)

Untuk memastikan efikasi sebagai sunscreen dilakukan penetapan nilai Sun Protecting Faktor (SPF) dari ekstrak kering polifenol teh hijau secara in vitro. Penetapan nilai SPF dilakukan menurut Petro (1981). Penetapan nilai SPF menggunakan metode ini memiliki kelebihan bahwa sinar UV yang diperhitungkan adalah sinar polikromatik, serupa dengan sinar matahari sesungguhnya. Dengan kata lain, semua panjang gelombang sinar elektromagnetik yang berpotensi mencapai kulit, khususnya sinar UV, diperhitungkan dalam penentuan nilai SPF.

Penentuan nilai SPF dimulai dengan mengukur absorbansi sinar UV pada awal panjang gelombang UV B (290 nm) karena diasumsikan bahwa panjang gelombang yang lebih kecil dari 290 nm tidak dapat mencapai kulit karena adanya lapisan ozon bumi. Pengukuran tidak diakhiri pada nilai panjang gelombang tertentu tetapi diakhiri pada panjang gelombang diatas 320 nm yang mempunyai absorbansi minimal 0,05. Tidak digunakan nilai panjang gelombang tertentu sebagai akhir dari pengukuran karena asumsi yang diambil adalah semua panjang gelombang yang dapat mencapai kulit dengan nilai absorbansi lebih dari 0,05 berpotensi menyebabkan eritema (Petro, 1981).

(57)

(gambar 1). Hal tersebut menyebabkan fraksi dengan konsentrasi rendah memiliki absorbansi kecil pada panjang gelombang di atas 320 nm sehingga menghasilkan nilai SPF yang kecil. Pada panjang gelombang di bawah 320 nm, nilai absorbansi ekstrak kering polifenol teh hijau dengan konsentrasi lebih tinggi dari 0,3 mg/mL tidak dapat terdeteksi. Pada penelitian ini pengukuran nilai SPF ekstrak kering polifenol dengan konsentrasi yang tinggi (lebih dari 18,1 mg%) tidak dapat dilakukan karena membutuhkan alat yang mampu mendeteksi absorbansi sampel dengan nilai lebih dari 3,00.

Tabel VII. Hasil perhitungan nilai SPF

Kadar polifenol (mg%) Nilai SPF efek perlindungan

6,0 2,119 Minimal

12,1 3,687 Minimal

18,1 5,874 Minimal

Menurut Food and Drug Administration (1999), nilai SPF ekstrak kering polifenol teh hijau dengan konsentrasi 18,1 mg% termasuk kedalam kategori perlindungan minimal dan dipilih sebagai nilai konsentrasi bahan aktif yang digunakan dalam penelitian ini.

D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas

(58)

adalah respon daya sebar dan respon viskositas sedangkan parameter stabilitas diamati menggunakan respon pergeseran viskositas.

Di dalam penelitian ini minyak wijen juga mengandung asam stearat sebesar 4,3%. Oleh karena kadar asam stearat tersebut relatif kecil, kontribusi respon yang ditimbulkan oleh asam stearat tersebut diasumsikan tidak ada.

Respon daya sebar dihitung menggunakan metode lempeng paralel menurut Arvoute-Grand et al. (cit., Garg et al., 2002) sedangkan viskositas dihitung secara langsung mengguakan alat viscotester seri VT 04. Nilai viskositas dihitung 2 kali, yaitu 48 jam setelah pembuatan dan 1 bulan setelah penyimpanan. Pengukuran viskositas pertama menunjukkan respon viskositas sedangkan pengukuran kedua digunakan untuk mengetahui respon pergeseran viskositas. Semakin kecil nilai pergeseran viskositas, sediaan krim disebut semakin stabil.

Hasil penghitungan sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau ditampilkan pada tabel VIII.

Tabel VIII. Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau

Formula Level asam stearat

Level minyak wijen

Daya sebar (cm)

Viskositas (d Pa.s)

Pergeseran viskositas

(59)

Analisis data yang dilakukan meliputi penghitungan nilai efek setiap faktor (asam stearat, minyak wijen dan interaksi keduanya) terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan krim menggunakan metode desain faktorial, interpretasi grafik pengaruh masing-masing faktor secara individu terhadap sifat fisis dan sediaan krim, dan analisis statistik Yate’s treatment.

Perhitungan nilai efek menggunakan metode desain faktorial digunakan untuk menentukan faktor yang paling berpengaruh (dominan) terhadap sediaan krim sunscreen. Perhitungan nilai efek akan didukung dengan interpretasi grafik pengaruh masing-masing faktor secara individu terhadap sifat fisis sediaan krim sunscreen. Analisis desain faktorial kemudian dilanjutkan dengan analisis statistik Yate’s treatment dengan tujuan untuk mengetahui apakah pengaruh yang ditimbulkan oleh masing-masing faktor bermakna secara statistik.

Respon rata-rata masing-masing faktor digunakan dalam perhitungan nilai efek untuk menentukan faktor yang paling dominan menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan. Pada Tabel IX ditampilkan hasil perhitungan nilai efek setiap faktor menggunakan metode desain faktorial.

Tabel IX. Hasil perhitungan nilai efek menggunakan metode desain faktorial

Faktor daya sebar viskositas pergeseran viskositas

asam stearat |-2,455| 136,21 4,17

minyak wijen 0,145 |-14,88| 5,65

Interaksi |-0,065| |-9,29| 1,4

(60)

Apabila nilai hasil perhitungan efek adalah positif maka faktor tersebut bersifat menaikkan respon, misalnya asam stearat menaikkan respon viskositas. Tetapi apabila hasil perhitungan bernilai negatif, faktor tersebut bersifat menurunkan respon, misalnya asam stearat menurunkan respon daya sebar. Faktor dengan nilai angka efek paling besar adalah faktor yang dominan dalam menentukan respon sifat fisis dan stabilitas sediaan krim secara keseluruhan.

Analisis statistik menggunakan metode Yate’s treatment digunakan untuk menentukan apakah faktor-faktor yang diperhitungkan mempengaruhi respon sifat fisis dan stabilitas secara bermakna menurut statistik. Hipotesis alternatif (H1)

menyatakan faktor (asam stearat, minyak wijen, atau interaksinya) mempunyai pengaruh bermakna dalam menentukan respon, sedangkan hipotesis nol (H0)

menyatakan faktor mempunyai pengaruh tidak bermakna dalam menentukan respon. Nilai F yang diperoleh (Fhitung) dari perhitungan dengan analisis Yate’s treatment

dibandingkan dengan nilai Ftabel. Dalam penelitian ini dipilih derajat kepercayaan

sebesar 95%. Sebagai numerator (v1) adalah faktor dan interaksi dengan derajat bebas

1. Sebagai denominator (v2) adalah kesalahan percobaan (experimental error) dengan

derajat bebas 15. Nilai F 0,05 (1,15) adalah 4,5431. H1 diterima dan H0 ditolak apabila

nilai Fhitung lebih besar daripada nilai Ftabel, yang berarti bahwa faktor tersebut

(61)

1. Daya sebar

Berdasarkan hasil perhitungan nilai efek pada tabel IX, pada respon daya sebar, asam stearat bersama interaksi asam stearat dan minyak wijen menyebabkan penurunaan nilai daya sebar (nilai efek adalah negatif), dengan asam stearat menjadi faktor yang lebih dominan. Berbeda dengan minyak wijen, faktor ini mempunyai pengaruh menaikkan nilai daya sebar sediaan krim (nilai efek adalah positif). Dari ketiga faktor tersebut, asam stearat adalah faktor yang paling dominan dalam menentukan respon daya sebar secara umum. Profil pengaruh asam stearat terhadap daya sebar (gambar 6a) dan profil pengaruh minyak wijen terhadap daya sebar (gambar 6b) ditampilkan pada grafik di bawah ini.

6a 6b

Gambar 6. Profil pengaruh asam stearat dan minyak wijen terhadap respon daya sebar

(62)

gambar 6b terlihat bahwa minyak wijen, baik pada level rendah maupun level tinggi asam stearat, menyebabkan kenaikan pada nilai daya sebar. Besarnya nilai pengaruh minyak wijen terhadap daya sebar tidak jauh berbeda pada level rendah asam stearat dan level tinggi asam stearat.

Analisis statistik menggunaka Yate’s treatment dapat ditampilkan pada tabel X. Dari tabel tersebut didapatkan kesimpulan bahwa semua faktor (asam stearat, minyak wijen dan interaksinya) memiliki pengaruh bermakna secara statistik terhadap respon daya sebar. Hal tersebut dikarenakan nilai Fhitung semua faktor lebih besar

daripada nilai Ftabel (yaitu: 4,5431).

Tabel X. Perhitungan Yate’s treatment respon daya sebar sumber variansi

Derajad

bebas SumSquare

mean

square Fhitung F(0,05)

Replikasi 5 0,01 0,002

Treatment 3 36,41 4,5431

Asam stearat 1 36,26 36,26 7.252,00 PB

Minyak wijen 1 0,12 0,12 24,00 PB

Interaksi 1 0,03 0,03 6,00 PB

experimental eror 15 0,08 0,005

Total 23

PB= pengaruh bermakna

(63)

asam stearat menjadi lebih kaku sehingga mempengaruhi konsistensi dan gaya gesek sediaan krim pada permukaan substrat (alat uji).

2. Viskositas

Pada respon viskositas, menurut analisis desain faktorial, asam stearat menjadi faktor dominan dibandingkan dengan kedua faktor lainnya (Tabel IX). Asam stearat meningkatkan nilai viskositas sedangkan minyak wijen dan interaksi antara minyak wijen dengan asam stearat bersifat menurunkan nilai viskositas, dengan minyak wijen menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan dengan interaksi antara asam stearat dengan minyak wijen.

(64)

7a 7b

Gambar 7. Profil pengaruh asam stearat dan minyak wijen terhadap respon viskositas

Pada perhitungan statistik menggunakan Yate’s treatment didapatkan hasil bahwa semua faktor (asam stearat, minyak wijen, dan interaksinya) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon viskositas. Hal tersebut terlihat pada nilai F

hitung masing-masing faktor melebihi Ftabel dengan tingkat kepercayaan 95%.

Tabel XI. Perhitungan Yate’s treatment respon viskositas sumber variansi

Derajad

bebas SumSquare

mean

square Fhitung F(0,05)

Replikasi 5 113.735,24 22.747,048

Treatment 3 113.161,86 4,5431 Asam stearat 1 111.316,26 111.316,26 3.395,03 PB

Minyak wijen 1 1.327,59 1.327,59 40,49 PB

Interaksi 1 518,01 518,01 15,80 PB

experimental eror 15 491,82 32,788

Total 23

PB= pengaruh bermakna

(65)

stearat cenderung mengalami gelation (kenaikan viskositas) dengan hilangnya stress atau agitation pada penyimpanan. Viskositas asam stearat cenderung meningkat terhadap waktu (Strianse, J.E., 1957).

3. Pergeseran viskositas

Pada respon pergeseran viskositas, dari hasil perhitungan menggunakan desain faktorial (Tabel IX), semua faktor mempunyai efek menaikkan nilai pergeseran viskositas dengan minyak wijen sebagai faktor yang paling dominan dibandingkan dengan kedua faktor yang lain. Penurunan viskositas yang terjadi dalam penyimpanan selama 1 bulan menunjukkan bahwa stabilitas krim mengalami penurunan. Dari data perhitungan desain faktorial, semua faktor berpengaruh terhadap penurunan viskositas.

8a 8b

Gambar 8. Profil pengaruh asam stearat dan minyak wijen terhadap respon viskositas

(66)

pergeseran viskositas sediaan krim. Pada gambar 8 juga terlihat bahwa besarnya kenaikan nilai pergeseran viskositas pada setiap faktor pada level rendah maupun level tinggi faktor lain tidak tampak berbeda, masing-masing kurva merupakan paralel dari kurva yang lain.

Hasil penghitungan statistik menggunakan Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositas ditampilkan pada tabel XII. Dari perhitungan tersebut tampak bahwa faktor asam stearat dan minyak wijen memiliki pengaruh yang bermakna secara statistik. Nilai Fhitung kedua faktor tersebut melampaui nilai F(1,15) yaitu 4,5431

yaitu berturut-turut 6,49 dan 11,70. Faktor interaksi antara asam stearat dan minyak wijen tidak mempengaruhi nilai respon pergeseran viskositas secara bermakna menurut statistik. Karena faktor interaksi kecil maka di dalam gambar 7 kedua kurva tampak paralel.

Tabel XII. Perhitungan Yate’s treatment respon pergeseran viskositas sumber variansi

Derajad

bebas SumSquare

mean

square F F(0.05)

Replikasi 5 57,94 11,588

Treatment 3 307,45 4,5431

Asam Stearat 1 104,67 104,67 6,49 PB

Minyak Wijen 1 191,08 191,08 11,84 PB

Interaksi 1 11,70 11,70 0,72 TB

experimental eror 15 242,11 16,14

Total 23

PB= pengaruh bermakna TB= tidak bermakna

(67)

menyebabkan ukuran droplet semakin besar dan lapisan emulgator menjadi rusak. Lapisan emulgator menjadi renggang dan tidak rigid/kaku. Penurunan rigiditas lapisan antarmuka droplet tersebut merupakan penyebab terjadinya penurunan viskositas sediaan krim (Salager J.L., 2000).

Dari analisis menggunakan desain faktorial dan analisis Yate’s treatment dapat disimpulkan bahwa asam stearat dan minyak wijen mempengaruhi pergeseran viskositas dengan minyak wijen sebagai faktor dominan. Asam stearat di dalam formula ini merupakan senyawa penyusun emulgator sehingga komposisinya akan mempengaruhi kualitas emulgator. Semakin banyak jumlah emulgator yang terbentuk, lapisan antarmuka droplet semakin rigid/kaku. Jumlah minyak wijen (fase internal) juga mempengaruhi kestabilan emulsi. Dengan jumlah emulgator yang sama, semakin banyak fase internal yang didispersikan, droplet yang terbentuk semakin besar dan lapisan antarmuka droplet menjadi tidak rigid/kaku sehingga rentan terjadi flocculation dan coalescence.

E. Hasil Subjective Assesment

Dua puluh responden dipilih secara acak untuk mengisi kuisioner. Dari hasil kuisioner diperoleh data penerimaan masyarakat terhadap sediaan krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau (pertanyaan nomor 8) sebagai berikut:

Tabel XIII. Hasil Subjective Assesment

Formula 1 Formula a Formula b Formula ab Penerimaan

(68)

F. Optimasi Formula

Krim yang diinginkan adalah krim yang memiliki penampilan yang menarik, tidak terlalu kental, mudah dioleskan, terasa halus dan lembut ketika diaplikasikan ke kulit, dan tidak rusak selama penyimpanan. Untuk mendapatkan sifat-sifat tersebut dilakukan optimasi sifat fisis (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas krim selama penyimpanan 1 bulan).

Optimasi formula menggunakan contour plot persamaan regresi desain faktorial. Contour plot persamaan regresi sifat fisis dan stabilitas digunakan untuk menentukan area respon sifat fisis dan stabilitas krim yang kita kehendaki, terbatas pada jumlah bahan yang diteliti. Masing-masing area dalam contour plot sifat fisis dan stabilitas tersebut kemudian digabungkan untuk mendapatkan superimposed contour plot yang akan menunjukkan area optimal formula krim yang memiliki karakteristik sifat fisis dan stabilitas seperti yang kita kehendaki.

Dari data pengukuran respon daya sebar, dibuat persamaan regresi hubungan antara asam stearat dengan minyak wijen menggunakan metode desain faktorial. Hasil perhitungan persamaan regresi desain faktorial dari respon daya sebar adalah

Y= 6,2669 – 0,4669.X1 + 0.0337X2 +0,00371.X1.X2, dengan Y adalah respon daya sebar, X1 adalah jumlah asam stearat, dan X2 adalah jumlah minyak wijen. Dari

(69)

Gambar 9. Contour plot respon daya sebar = area optimal yang dipilih

(70)

Dari data pengukuran respon viskositas, dibuat persamaan regresi hubungan antara asam stearat dengan minyak wijen menggunakan metode desain faktorial. Hasil perhitungan persamaan regresi desain faktorial dari respon viskositas adalah

Y=5,3731+ 30,6926X1 -0,2677X2 -0,5309X1.X2, dengan Y adalah respon viskositas, X1 adalah jumlah asam stearat, dan X2 adalah jumlah minyak wijen. Dari persamaan

regresi tersebut dihasilkan contour plot pada gambar 10.

(71)

Gambar 10. Contour plot respon viskositas = area optimal yang dipilih

Persaman regresi desain faktorial dari respon pergeseran viskositas adalah

Y=5,7846+ 0,314X1 +0,5271X2 -0,08X1.X2, dengan Y adalah respon pergeseran viskositas, X1 adalah jumlah asam stearat, dan X2 adalah jumlah minyak wijen. Dari

persamaan regresi diatas dihasilkan contour plot pada gambar 11.

(72)

Dari contour plot respon pergeseran viskositas (gambar 11) dapat dipilih area optimal dengan pergeseran viskositas yang kita kehendaki, terbatas pada bahan yang diteliti. Sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan referensi yang menyatakan parameter pergeseran viskositas untuk menggambarkan kestabilan sistem emulsi. Dengan demikian pada penelitian ini digunakan pergeseran viskositas < 10% sebagai parameter terjadinya ketidakstabilan emulsi.

Gambar 11. Contour plot respon pergeseran viskositas = area optimal yang dipilih

(73)

ketiga area optimal yang telah dipilih dalam masing-masing contour plot respon membentuk superimposed contour plot .

Area superimposed contour plot formula krim sunscreen polifenol teh hijau, dengan batas jumlah bahan yang diteliti dapat diamati pada gambar 12. Respon yang dipilih untuk menentukan formula optimal tersebut adalah daya sebar lebih dari 5 cm, viskositas antara 30 – 60 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 12%. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jumlah asam stearat sangat mempengaruhi karakteristik dari krim sehingga range penggunaanya relatif lebih kecil dibandingkan dengan minyak wijen. Penggunaan minyak wijen memiliki range relative cukup lebar dalam formula optimal.

(74)

57

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Konsentrasi polifenol teh hijau yang digunakan dalam sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau adalah 0,022 % b/b dengan nilai SPF 5,87

2. Asam stearat merupakan faktor dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas sedangkan minyak wijen merupakan faktor dominan dalam menentukan respon pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan.

3. Diperoleh area formula optimal yang digunakan untuk memperkirakan komposisi formula sediaan krim dengan sifat fisis dan stabilitas yang baik dalam superimposed contour plot desain faktorial?

B. Saran

1. Pada penelitian ini asam stearat yang digunakan sebagai penyusun fase minyak (faktor yang dioptimasi) juga berfungsi sebagai penyusun emulgator. Disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk menggunakan emulgator eksternal sehingga faktor yang dioptimasi tidak mengalami bias.

Gambar

Gambar 1. Polifenol dalam teh hijau (Svobodova et al., 2003)
Tabel I. Penggolongan sunscreen (Anonim,1999)
Table II. Desain formula metode desain faktorial
Tabel III. Formula standar krim sunscreen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek CMC, propilen glikol dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan gel, dan kestabilan sediaan gel

Penulis skripsi dengan judul “Optimasi Carbopol Sebagai Gelling Agent Dan Virgin Coconut Oil Sebagai Fase Minyak Dalam Sediaan Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya Dengan

Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik gel, dan digunakan untuk mencari area komposisi optimum

Apakah gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau dapat melindungi kulit dari inflammation associated edema akibat radiasi UV yang ditandai dengan perubahan

Dalam penelitian ini dilakukan optimasi suhu pencampuran dan kecepatan putar pada proses formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau ( Camellia sinensis L.)

Emulsi yang mengandung dua fase cair yang tidak saling larut seperti air dan minyak, sesuai jika dirancang untuk sediaan topikal, mengingat konsistensi kulit yang juga terdiri