ix
INTISARI
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi polifenol teh hijau (dengan nilai SPF yang dapat diterima dalam penelitian ini) yang digunakan dalam formula, mendapatkan faktor dominan dalam formula, dan mendapatkan formula optimal.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental yang bersifat eksploratif. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi asam stearat dan minyak wijen. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah respon sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan). Faktor dominan di dalam formula ditentukan menggunakan desain faktorial. Tingkat signifikansi pengaruh setiap faktor (asam stearat, minyak wijen, interaksi keduanaya) terhadap respon (viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas) dianalisis menggunakan analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa konsentrasi polifenol teh hijau 0,022 % b/b memiliki nilai SPF yang dapat diterima yaitu 5,89. Asam stearat merupakan faktor dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas. Minyak wijen merupakan faktor dominan dalam menentukan pergeseran viskositas. Diperoleh area optimal formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dengan asam stearat dan minyak wijen sebagai fase minyak berdasarkan superimposed contour plot
respon daya sebar, viskositas dan pergeseran viskositas pada level yang diteliti.
x
ABSTRACT
ABSTRACT
The research aimed to determine polyphenol concentration which showed an acceptable value of SPF used in the formula, to investigate the dominant factor in the formula and to obtain the optimum cream formula.
Explorative experimental design was employed in this research. The independent variable involved the low and the high level of stearic acid and sesame oil. Physical characteristics responses (viscosity and spreadibility) and physical stability response (viscosity shift after a month-storage) were determined as dependent variables. The factorial design was applied to determine the dominant factor in the formula. Yate’s treatment statistic analysis was carried out to analyze the significant level of the effect of the factors (stearic acid, sesame oil, and the interaction both sesame oil and stearic acid) to the responses (viscosity, spreadibility, and viscosity shift).
The result show that the polyphenol concentration of 0,022 % b/b showed the SPF of 5,87 which was acceptable. Stearic acid has the dominant effect in determining the response of the viscosity and spreadibility while sesame oil was dominant in determining the response of the viscosity shift. The area of optimal cream formula was obtained based on the superimposed counter plot of viscosity, spreadibility, and the viscosity shift response on the observed level.
Key words : polyphenol, green tea, stearic acid, sesame oil, sunscreen, factorial design
i
OPTIMASI FORMULA KRIM EKSTRAK KERING
POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN ASAM STEARAT
DAN MINYAK WIJEN SEBAGAI FASE MINYAK: APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
HALAMAN SAMPUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Blasius Budi Cahyono NIM : 048114048
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
OPTIMASI FORMULA KRIM SUNSCREEN EKSTRAK KERING
POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN ASAM STEARAT
DAN MINYAK WIJEN SEBAGAI FASE MINYAK: APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Blasius Budi Cahyono NIM : 048114048
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
iii
OPTIMASI FORMULA KRIM SUNSCREEN EKSTRAK KERING
POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN ASAM STEARAT
DAN MINYAK WIJEN SEBAGAI FASE MINYAK: APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Yang diajukan oleh:
Blasius Budi Cahyono
NIM : 048114048
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si, Apt.
iv
Pengesahan Skripsi Berjudul
HALAMAN PENGESAHAN
OPTIMASI FORMULA KRIM SUNSCREEN EKSTRAK KERING
POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN ASAM STEARAT
DAN MINYAK WIJEN SEBAGAI FASE MINYAK: APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
Oleh :
Blasius Budi Cahyono NIM : 048114048
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma pada tanggal 22 Januari 2008
Mengetahui Fakultas Farmasi Uniersitas Sanata Dharma
Dekan
Rita Suhadi, M.Si., Apt.
Pembimbing:
C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si, Apt.
Panitia Penguji : Tanda tangan
1. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si, Apt. ...
2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. ...
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Punya mimpi dan potensi yang luar biasa, tetapi
kita cuma berdiam diri saja, percuma. Kita justru
hanya akan menjadi penghayal berat...
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Blasius Budi Cahyono
Nomor Mahasiswa : 048114048
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
OPTIMASI FORMULA KRIM SUNSCREEN EKSTRAK KERING POLIFENOL TEH HIJAU DENGAN ASAM STEARAT DAN MINYAK WI-JEN SEBAGAI FASE MINYAK : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun mem-berikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 27 Januari 2008
Yang menyatakan
(Blasius Budi Cahyono)
vi
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas semua
berkat dan penyertaanNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan akhir ini dengan baik. Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu Farmasi
(S.Farm).
Penulis banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan masalah dalam
menyelesaikan laporan akhir ini. Tetapi dengan adanya bantuan dari berbagai pihak,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini. Oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih atas segala bantuan
yang telah diberikan kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan penuh totalitas
dan pengertian.
3. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. dan Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt.,
selaku dosen penguji yang telah menguji sekaligus memberi saran dan kritik yang
vii
4. Rini Dwi Astuti, S.Farm., Apt., selaku dosen penanggung jawab proyek payung
“Sunscreen from Green and Black Tea Fraction” atas kesediaannya memberikan
kesempatan, waktu, dan dukungan dalam pengerjaan skripsi.
5. Bapak, Ibu dan kakak-kakaku buat doa, dukungan (moral dan material) dan cinta
kasihnya.
6. Pak Musrifin, Mas Agung, Pak Iswandi, Mas Ottok, Mas Kunto, Pak Mukmin,
Pak Parlan, Mas Yuwono, Pak Kasiran serta laboran-laboran yang lain atas
bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi.
7. Teman-teman proyek teh (Agung, Dona, Resty, Dian “sapi”, Selvi, Ferry ”JB”,
Ika, Rinta, dan Tere) buat kerjasama dan kebersamaan kita.
8. Teman-teman angkatan 2004 (terutama kelas sains dan teknologi) dan
teman-teman dolan’erz atas duka dan suka bersama.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini banyak
kesalahan dan kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak. Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Desember 2007
Penulis
ix
INTISARI
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi polifenol teh hijau (dengan nilai SPF yang dapat diterima dalam penelitian ini) yang digunakan dalam formula, mendapatkan faktor dominan dalam formula, dan mendapatkan formula optimal.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental yang bersifat eksploratif. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi asam stearat dan minyak wijen. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah respon sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan). Faktor dominan di dalam formula ditentukan menggunakan desain faktorial. Tingkat signifikansi pengaruh setiap faktor (asam stearat, minyak wijen, interaksi keduanaya) terhadap respon (viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas) dianalisis menggunakan analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa konsentrasi polifenol teh hijau 0,022 % b/b memiliki nilai SPF yang dapat diterima yaitu 5,89. Asam stearat merupakan faktor dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas. Minyak wijen merupakan faktor dominan dalam menentukan pergeseran viskositas. Diperoleh area optimal formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dengan asam stearat dan minyak wijen sebagai fase minyak berdasarkan superimposed contour plot
respon daya sebar, viskositas dan pergeseran viskositas pada level yang diteliti.
Kata kunci : polifenol, teh hijau, asam stearat, minyak wijen, sunscreen, desain faktorial.
x
ABSTRACT
ABSTRACT
The research aimed to determine polyphenol concentration which showed an acceptable value of SPF used in the formula, to investigate the dominant factor in the formula and to obtain the optimum cream formula.
Explorative experimental design was employed in this research. The independent variable involved the low and the high level of stearic acid and sesame oil. Physical characteristics responses (viscosity and spreadibility) and physical stability response (viscosity shift after a month-storage) were determined as dependent variables. The factorial design was applied to determine the dominant factor in the formula. Yate’s treatment statistic analysis was carried out to analyze the significant level of the effect of the factors (stearic acid, sesame oil, and the interaction both sesame oil and stearic acid) to the responses (viscosity, spreadibility, and viscosity shift).
The result show that the polyphenol concentration of 0,022 % b/b showed the SPF of 5,87 which was acceptable. Stearic acid has the dominant effect in determining the response of the viscosity and spreadibility while sesame oil was dominant in determining the response of the viscosity shift. The area of optimal cream formula was obtained based on the superimposed counter plot of viscosity, spreadibility, and the viscosity shift response on the observed level.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...i
HALAMAN JUDUL...ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
HALAMAN PENGESAHAN...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA...vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...viii
INTISARI...ix
ABSTRACT... x
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL...xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN...xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
1. Rumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian... 5
3. Manfaat ... 5
B. Tujuan ... 6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Polifenol Teh Hijau ... 7
B. Ekstraksi ... 8
C. Sunscreen ... 9
D. Sun Protecting Factor (SPF) ... 10
E. Krim ... 11
F. Emulgator Sabun ... 12
G. Minyak Wijen ... 12
H. Asam Stearat... 13
I. Viskositas dan Daya Sebar... 14
J. Desain Faktorial ... 15
K. Landasan Teori ... 18
L. Hipotesis ... 19
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 20
B. Variabel dan Defifnisi Operasional ... 20
1. Variabel... 20
2. Definisi operasional ... 20
C. Alat dan Bahan... 22
1. Alat ... 22
2. Bahan ... 23
D. Tata Cara Penelitian... 23
1. Ekstraksi polifenol teh hijau ... 23
xiii
3. Uji efektivitas sunscreen/penghitungan nilai SPF in vitro. ... 27
4. Optimasi formula krim ... 28
5. Uji sifat fisis... 30
6. Subjective Assesment ... 30
E. Analisis Hasil ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Pembuatan Ekstrak kering polifenol Teh Hijau ... 33
B. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak kering polifenol Teh Hijau... 35
C. Penentuan Nilai SPF In Vitro ... 38
D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas... 40
1. Daya sebar ... 44
2. Viskositas... 46
3. Pergeseran viskositas ... 48
E. Hasil Subjective Assesment ... 50
F. Optimasi Formula... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 57
A. Kesimpulan... 57
B. Saran ... 57
DAFAR PUSTAKA... 59
BIOGRAFI PENULIS ... 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I Penggolongan sunscreen ... 11
Tabel II Desain formula metode desain faktorial ... 17
Tabel III Formula standar krim sunscreen ……… 28
Tabel IV Formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau… 29
Tabel V Hasil penetapan kadar air menggunakan metode Karl Fischer 34
Tabel VI Hasil perhitungan kadar polifenol ………... 38
Tabel VII Hasil perhitungan nilai SPF ……… 40
Tabel VIII Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen
ekstrak kering polifenol teh hijau ………. 41
Tabel IX Hasil perhitungan nilai efek menggunakan metode desain
faktorial ... 42
Tabel X Perhitungan Yate’s treatment respon daya sebar ………….... 45
Tabel XI Perhitungan Yate’s treatment respon viskositas ……….. 48
Tabel XII Perhitungan Yate’s treatment respon pergeseran viskositas … 49
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Polifenol dalam teh hijau ……… 8
Gambar 2. Struktur senyawa kuersetin ……… 35
Gambar 3. Hasil operating time reaksi warna metode Folin Ciocalteu …… 36
Gambar 4. Hasil scanning panjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin ………. 37
Gambar 5. Profil absorbansi ekstrak kering polifenol teh hijau terhadap sinar UV dengan range 250 nm sampai dengan 400 nm……... 38
Gambar 6. Profil pengaruh asam stearat dan minyak wijen terhadap respon daya sebar ……… 44
Gambar 7. Profil pengaruh asam stearat dan minyak wijen terhadap respon viskositas ……….……… 47
Gambar 8. Profil pengaruh asam stearat dan minyak wijen terhadap respon pergeseran viskositas ………. 48
Gambar 9. Contour plot respon daya sebar ………. 52
Gambar 10. Contour plot respon viskositas ………. 54
Gambar 11. Contour plot respon pergeseran viskositas ……….. 55
Gambar 12.Superimposed contour plot krim ekstrak kering polifenol …… 57
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penetapan kadar air serbuk teh hijau dengan metode
Karl Fischer ……… 62
Lampiran 2. Perhitungan kadar polifenol……… 64
Lampiran 3. Perhitungan nilai SPF……….. 67
Lampiran 4 Perhitungan polifenol dalam Optimasi Formula Krim ………. 69
Lampiran 5. Perhitungan uji sifat fisis ……….... 70
Lampiran 6. Perhitungan Yate’s treatment …….. ………….………. 73
Lampiran 7. Perhitungan regresi desain faktorial ……….. 80
Lampiran 8. Kuisioner Subjective Assessment ……….. 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, insiden penyakit yang dikaitkan dengan sinar ultraviolet (UV)
dilaporkan terus meningkat di dunia. Paparan kronik sinar matahari khususnya sinar
UV menyebabkan eritema, edema, pembentukan sel sunburn, hiperplasia, penekanan
sistem imun, kerusakan DNA, penuaan kulit (photoaging), dan melanogenesis.
Bahkan perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung merupakan
perkembangan multitahap kanker kulit malignant melanoma dan non-melanoma skin
cancer (NMSC) (basal cell carcinoma dan squamosa cell carcinoma) pada manusia
(Svobodova A., Psotova, J., dan Walterova, D., 2003).
Usaha meminimalkan terjadinya penyakit kulit diatas adalah dengan
meminimalkan terjadinya kerusakan sel-sel kulit yang diinduksi oleh sinar UV yang
masuk ke dalam kulit. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengaplikasikan
produk sunscreen pada permukaan kulit atau dengan mengkonsumsi
senyawa-senyawa antioksidan yang berperan sebagai agen photoprotective (Katiyar, S.K.,
Afaq, F., Perez, A., dan Mukhtar, H., 2001).
Bahan aktif produk sunscreen dapat mengabsorbsi dan/atau memantulkan
sinar UV sehingga jumlah energi sinar UV yang masuk ke dalam kulit dapat
diminimalkan (Stanfield, 2003). Senyawa antioksidan dapat menghambat kerusakan
molekul-molekul biologi (DNA, protein, asam lemak, dan sakarida) dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menghambat pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) atau dengan menghambat
penekanan sistem imun yang diinduksi oleh sinar UV (Svobodova et al., 2003).
Pengembangan senyawa aktif sunscreen saat ini diharapkan tidak hanya
mempunyai aktivitas menyerap dan/atau memantulkan sinar UV tetapi juga mampu
melindungi kulit dari kerusakan yang diinduksi oleh sinar UV (mempunyai aktivitas
antioksidan). Zat bioaktif utama dalam teh hijau merupakan polifenol golongan
flavonoid yaitu flavanol tipe katekin, antar lain (-)-Epicatechin, (-)-Epigallocatechin,
(-)-Epicatechin 3-gallate, (-)-Epigallocatechin 3-gallate (EC, EGC, ECG dan EGCG)
(Svobodova et al.,2003). Senyawa-senyawa tersebut, khusunya EGCG, secara
struktural mempunyai gugus kromofor dan auksokrom sehingga mempunyai aktivitas
sebagai senyawa penyerap UV (Svobodova et al., 2003). Polifenol teh hijau juga
merupakan salah satu bahan alam yang telah dikembangkan sebagai agen
photoprotective (Svobodova et al., 2003; Katiyar et al, 2001). Polifenol teh hijau
telah terbukti secara invitro maupun invivo mampu mengurangi dampak negatif sinar
UV terhadap kulit (Katiyar et al, 2001; Vayalil, P.K., Elmets, C.A., dan Katiyar, S.K.,
2003).
Sediaan cair-semipadat vanishing cream dapat digunakan sebagai sediaan
sunscreen. Vanishing cream mudah dioleskan pada kulit dan wujudnya segera tidak
tampak setelah aplikasi. Sediaan ini meninggalkan lapisan tipis yang dapat
mempertahankan lembab kulit. Vanishing cream dapat mengandung bahan-bahan
3
dan tidak memberikan kesan berlemakatau greasy (Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J.,
1982).
Krim biasanya berupa sediaan emulsi minyak dalam air (Anonim, 1995).
Fase minyak dalam sediaan krim (biasanya tersusun dari minyak nabati atau minyak
mineral) sebagian besar memiliki aktivitas sebagai emollient dan moisturizing agent
(Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J., 1982). Karena aktifitas tersebut banyak
mempengaruhi kenyamanan dan penerimaan konsumen terhadap sediaan krim, fase
minyak memiliki potensi untuk dioptimalkan.
Secara tradisional, di dalam sediaan vanishing cream digunakan asam stearat
sebagai fase minyak. Asam stearat meleleh di atas suhu tubuh dan mengkristal dalam
bentuk yang sesuai sehingga tidak tampak ketika digunakan dan membentuk lapisan
pelindung non-greasy di permukaan kulit. Asam stearat juga membuat penampilan
sediaan krim menjadi lebih menarik yaitu dengan memberi kesan kemilau mutiara
(Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J., 1982, Strianse, S.J., 1957). Krim dengan basis
asam stearat memiliki kecenderungan memadat selama penyimpanan (gelation),
viskositas krim tipe stearat meningkat sejalan dengan waktu (Strianse, J.E., 1957).
Dengan demikian dibutuhkan minyak nabati/minyak mineral (yang memiliki wujud
cair) untuk menjaga konsistensi sediaan krim agar tidak terlalu kaku/terlalu padat.
Minyak wijen dapat digunakan sebagai penyusun fase minyak dalam
kosmetik (Murray B., 1972). Asam lemak pada minyak wijen akan memadat pada
suhu 20 – 25°C (Anonim, 1983) sehingga pada suhu tubuh dan suhu kamar, minyak
wijen berbentuk cair.
Dengan karakteristik yang berbeda, komposisi kedua komponen dalam fase
minyak tersebut memiliki potensi dalam mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas
sediaan krim. Dengan demikian diperlukan sebuah penelitian untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh dari kedua faktor tersebut terhadap sifat fisis sediaan krim
Dalam penelitian ini, desain faktorial digunakan sebagai metode untuk
menentukan faktor dominan di dalam formula. Dengan menggunakan metode desain
faktorial, beberapa fakor/variabel dapat dievaluasi secara simultan dan dapat
diketahui ada-tidaknya interaksi antar faktor (Boltons, 1997). Untuk mendukung hasil
analisis desain faktorial, digunakan analisis statistik Yate’s treatment. Persamaan
regresi yang diturunkan dari analisis desain faktorial digunakan untuk menentukan
superimposed contour plot sebagai prediksi area optimal formula krim.
1. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Berapakah konsentrasi polifenol teh hijau yang dapat memberikan nilai Sun
Protecting Factor (SPF) yang dapat diterima sebagai sunscreen di dalam
penelitian ini?
b. Dengan menggunakan metode desain faktorial, di antara komposisi fase
minyak (asam stearat, minyak wijen dan interaksi antar keduanya), faktor
manakah yang paling dominan dalam mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas
5
c. Dapatkah diperoleh area formula optimal yang digunakan untuk
memperkirakan komposisi formula sediaan krim dengan sifat fisis dan
stabilitas yang baik dalam superimposed contour plot desain faktorial?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran penulis, penelitian tentang optimasi formula krim
sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dengan kombinasi minyak wijen dan
asam stearat sebagai fase minyak dengan metode desain faktorial belum pernah
dilakukan.
3. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan
pengetahuan tentang produk krim sunscreen dengan bahan aktif ekstrak kering
polifenol teh hijau, khususnya perihal sifat fisis dan stabilitas produk. Penelitian ini
juga akan memberikan pengetahuan terapan tentang penggunaan kombinasi asam
stearat dan minyak wijen (vegetable oil) dalam sediaan vanishing crem. Diharapkan
dengan adanya informasi ini, pengembangan bahan alam dalam obat-obatan
khususnya sediaan krim sunscreen dapat semakin ditingkatkan.
B. Tujuan
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakter sifat fisis
dan stabilitas sediaan krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau. Secara
khusus penelitian ini bertujuan:
1. Menentukan konsentrasi polifenol teh hijau yang dapat memberikan nilai SPF
yang dapat diterima sebagai sunscreen di dalam penelitian ini.
2. Menentukan faktor (di dalam fase minyak) yang paling dominan dalam
mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas sediaan krim.
3. mendapatkan area formula optimal dalam superimposed contour plot desain
faktorial yang digunakan untuk memperkirakan komposisi formula sediaan
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Polifenol Teh Hijau
Teh hijau berasal dari pucuk daun tanaman teh (Camellia sinensis L.) yang
diolah melalui proses tertentu. Secara umum, berdasarkan proses pengolahannya, teh
diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau
dibuat dengan cara pemanasan dan penguapan untuk menginaktifkan enzim polifenol
oksidase/fenolase sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah.
Sebaliknya, teh hitam dibuat dengan memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis
terhadap kandungan katekin dalam teh (Hartoyo, 2003).
Zat bioaktif utama dalam teh hijau merupakan polifenol golongan flavonoid
yaitu flavanol tipe katekin, antar lain (-)-Epicatechin, (-)-Epigallocatechin,
(-)-Epicatechin 3-gallate, (-)-Epigallocatechin 3-gallate (EC, EGC, ECG dan EGCG)
serta flavonol seperti kuersetin. Keempat tipe katekin tersebut merupakan antioksidan
utama dalam teh hijau (Svobodova et al., 2003).
Adapun aktivitas biologi yang pernah diteliti adalah sebagai kemopreventif
terhadap senyawa promotor tumor, inflamasi kulit yang diinduksi sinar UV,
tumorigenesis pada uji kultur sel, uji hewan di laboratorium, studi epidemiologik, dan
uji klinik (Mukhtar dan Ahmad, 1999; Katiyar et al., 2001) lewat beberapa
mekanisme seperti menghambat kerusakan DNA yang diinduksi oleh sinar UV,
menurunkan pembentukan cyclobutane pyrimidine dimers (CPDs) seperti thymine
dimer pada epidermis dan dermis, menginduksi apoptosis pada sel human epidermal
carcinoma dan human carcinoma keratinocyte, memblok infiltrasi leukosit yang
diinduksi UV, dan menghambat pertumbuhan tumor pada siklus sel fase G0-G1
(Katiyar et al., 2001; Svobodova et al., 2003).
Gambar 1. Polifenol dalam teh hijau (Svobodova et al., 2003)
B. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang
9
serbuk, pembahasan, ekstraksi, dan pemekatan. Secara umum ekstraksi tanaman obat
dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan destilasi uap (Anonim,
1986).
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana, mudah diusahakan dan
reproducible. Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif dan kemudian melarutkan zat aktif. Karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, larutan
terpekat akan didesak keluar (Anonim, 1986).
C. Sunscreen
Sunscreen digunakan untuk mengurangi efek merusak sinar UV terhadap
kulit manusia. Energi dari sinar UV menghasilkan gejala-gejala dan tanda terjadinya
sunburn, yaitu kemerahan, nyeri, melepuh, bengkak, kulit mengelupas, dan bahkan
kanker kulit (Stanfield, J.W. 2003).
Bahan aktif sunscreen merupakan senyawa yang dapat mengabsorbsi dan
atau menghamburkan sinar sehingga dapat melemahkan energi sinar UV sebelum
penetrasi pada kulit. Setiap bahan aktif mengabsorpsi pada daerah UV yang terbatas,
tergantung dari struktur kimianya (Stanfield, J. W., 2003).
Berdasarkan bentuk struktur kimianya, setiap bahan sunscreen memiliki
kemampuan yang berbeda dalam menyerap sinar UV. Bahan tersebut juga hanya
memiliki kemampuan menyerap sinar UV pada daerah spektrum/panjang gelombang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tertentu, sehingga sering digunakan kombinasi bahan sunscreen untuk mendapatkan
performa yang optimal (Stanfield, J.W., 2003).
D. Sun Protecting Factor (SPF)
Kemampuan sebuah produk sunscreen dalam mencegah terjadinya sunburn
dan eritema dinyatakan dengan nilai Sun Protecting Factor (SPF). Nilai SPF adalah
rasio kadar minimal sinar UV yang dapat menyebabkan eritema (Minimal Erythema
Dose-MED) pada kulit yang terlindung sunscreen terhadap kulit tanpa perlindungan
sunscreen (Stanfield, J.W., 2003).
Petro (1981) melakukan prediksi nilai SPF secara in vitro menggunakan alat
spektrofotometer. Sinar UV yang digunakan adalah sinar polikromatik, serupa dengan
sinar matahari yang sesungguhnya. Dengan kata lain, semua panjang gelombang sinar
elektromagnetik yang berpotensi mencapai kulit, khususnya daerah sinar UV,
diperhitungkan dalam penentuan nilai SPF. Pengukuran dimulai pada awal panjang
gelombang UV B (290 nm) sampai dengan panjang gelombang sinar elektromagnetik
terbesar yang memiliki absorbansi minimal 0,050. Nilai prediksi SPF merupakan
antilog nilai absorbansi rata-rata.
Food Drugs Administration (FDA) menggolongkan kualitas perlindungan
sediaan sunscreen berdasarkan nilai SPF. Penggolongan tersebut ditampilkan pada
11
Tabel I. Penggolongan sunscreen (Anonim,1999) Nilai SPF efek perlindungan
2 – 12 Minimal
12 – 30 Sedang
> 30 Maksimal
E. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan
obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (Anonim, 1995).
Krim biasa digunakan untuk penggunaan luar tubuh. Krim dapat berupa emulsi air
dalam minyak atau minyak dalam air, tergantung dari agen pengemulsi (emulgator)
yang digunakan (Marriot, J.F., Wilson, K.A., Langley, C. A., Belcher, D., 2006).
Stabilitas emulsi dilihat dengan tetap terdispersinya droplet fase internal di
dalam fase eksternal. Ketidakstabilan emulsi dapat diketahui dengan adanya kriming,
koalesen, dan breaking (Friberg, S.E., Quencer, L.G., Hilton, M.L., 1996). Stabilitas
krim (emulsi) dalam kosmetik dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan
viskositas fase eksternal, memperkecil ukuran droplet, meningkatkan kekuatan
mekanik antarmuka, dan menurunkan tegangan antarmuka (Marriot et al., 2006).
Derajad stabilitas krim dapat ditentukan dengan mengukur perubahan sifat
fisis sediaan. Perubahan dalam karakteristik reologi (sifat alir) merupakan peringatan
awal suatu kegagalan produk. Perubahan tersebut dapat ditentukan dengan
pengukuran viskositas (Korhonen, M., 2003).
F. Emulgator Sabun
Sabun dapat digunakan sebagai emulgator yang sangat efektif menghasilkan
sediaan untuk penggunaan luar. Emulsi yang dihasilkan memiliki nilai pH relatif
tinggi dan peka terhadap penambahan asam dan elektrolit. Emulgator sabun dibentuk
dari reaksi antara alkali (natrium hidroksida atau kalsium hidroksida), air kapur, atau
amin dengan asam lemak bebas pada fase minyak (Anonim, 1987).
Jenis emulgator yang digunakan dalam penelitian ini adalah emulgator
sabun. Asam lemak, dalam penelitian ini adalah asam stearat, bila bereaksi dengan
basa seperti triethanolamin, akan membentuk emulgator sabun. Jumlah emulgator
sabun yang terbentuk dalam penelitian ini sangat bergantung dari jumlah
penyusunnya, yaitu asam stearat dan triethanolamin. Apabila kandungan kedua bahan
tersebut semakin tinggi, emulgator yang tersedia untuk sistem emulsi akan semakin
banyak.
G. Minyak Wijen
Minyak wijen diperoleh dari ekstraksi biji tanaman Sesamum indicum
(Family Pedaliaceae). Minyak wijen murni bersifat bening, berwarna kuning muda,
sedikit berbau harum, tidak berasa, dan tidak bersifat toksik. Minyak wijen banyak
digunakan sebagai pelarut atau pembawa yang bersifat lemak (Anonim, 1983).
Minyak wijen mengandung beberapa asam lemak jenuh dan asam lemak tak
13
wijen adalah asam palmitat (9,1%), asam stearat (4,3%), dan asam arakidis (0,8%).
Kandungan asam lemak tak jenuh dalam minyak wijen adalah asam oleat (45,5%)
dan asam linoleat (40,4%). Minyak wijen juga mengandung sesamin (komplek eter
siklik) dan sesamiline (sebuah glikosida) dalam kadar kecil (Anonim, 1983).
Minyak wijen mempunyai viskositas 43,37 poise dan kerapatan molekulnya
0,914–0,923. Asam lemak pada minyak wijen akan memadat pada suhu 20 – 25°C
(Anonim, 1983) sehingga pada suhu kamar minyak wijen berbentuk cair.
Diketahui bahwa minyak wijen dapat menghambat pertumbuhan kanker
kulit malignan melanoma. Minyak wijen juga memiliki sifat laksatif. Minyak ini juga
dapat digunakan untuk menyembuhkan mata rabun dan sakit kepala, digunakan
sebagai pelarut injeksi intramuscular, penyedia nutrisi, mengurangi inflamasi dan
sebagai emolien (Anonim, 2001).
Minyak wijen memiliki aktifitas antioksidan. Di dalam jaringan kulit,
minyak ini akan menetralkan radikal oksigen. Minyak wijen diserap di dalam tubuh
secara cepat dan memasuki pembuluh darah melalui kapiler. Molekul minyak wijen
dapat menjaga nilai HDL dan mengurangi kolesterol (Anonim, 2001).
H. Asam Stearat
Asam stearat adalah campuran dari asam stearat (C18H3602) murni dan asam
palmitat (C16H3202). Kandungan asam stearat murni tidak kurang dari 40%, asam
palmitat tidak kurang dari 40%, dan kandungan keduanya (asam stearat murni dan
asam palmitat) tidak kurang dari 90%. Asam stearat adalah serbuk berwarna putih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kekuningan, keras, sedikit berbau dan berasa. Asam stearat diindikasikan untuk
penggunaan tubuh bagian luar. Titik leburnya lebih dari 54°C, titik didihnya 383°C
sehingga pada suhu ruangan asam stearat berbentuk padatan. Asam stearat bersifat
sedikit larut dalam air, dan larut di dalam alkohol dengan perbandingan 1:21.
Senyawa ini stabil dalam keadaan murni (Anonim, 1983).
Kandungan asam stearat di dalam krim dan salep berkisar antara 5 – 15%.
Asam stearat berfungsi sebagai agen pengemulsi, penstabil emulsi dan lubrikan
(Anonim, 1983).
Asam stearat di dalam sediaan krim merupakan bahan farmasetis yang
memiliki dua fungsi, yaitu sebagai komponen penyusun emulgator sabun (Anonim,
1987) dan sebagai penyusun fase minyak (Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J., 1982).
Asam stearat meleleh di atas suhu tubuh dan mengkristal dalam bentuk yang
sesuai sehingga tidak terlihat pada waktu pemakaian dan membentuk lapisan
pelindung non-greasy di permukaan kulit. Asam stearat juga membuat penampilan
sediaan krim menjadi lebih menarik yaitu dengan memberi kesan kemilau mutiara
(Wilkinson, J.B. dan Moore, R. J., 1982, Strianse, S. J., 1957).
I. Viskositas dan Daya Sebar
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suat cairan untuk mengalir,
makin tinggi viskositas maka tahanannya semakin besar. Satuan viskositas adalah
poise, merupakan shearing force yang dibutuhkan untuk menghasilkan kecepatan 1
15
adalah 1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm (Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata,
A., 1990). Viskositas merupakan parameter reologi yang penting dalam sediaan
semisolid. Peningkatan viskositas dapat meningkatkan waktu retensi sediaan pada
kulit (Garg et al., 2002). Viskositas juga mempengaruhi kemudahan sediaan untuk
dikeluarkan dari kemasan.
Daya sebar (spreadibility) berkaitan dengan sudut kontak tetesan air atau
sediaan semisolid pada substrat dan merupakan parameter dari lubricity, yang
berkaitan langsung dengan koefisien gesekan. Daya sebar merupakan faktor penting
karena bertanggung jawab terhadap pemberian dosis yang tepat pada tempat aplikasi,
kemudahan dalam aplikasi dan mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al.,
2002).
Daya sebar dipengaruhi oleh konsistensi dari formula, kecepatan dan lama
pengaplikasian, temperature permukaan substrat, viskositas, kecepatan penguapan
pelarut dan peningkatan viskositas akibat penguapan pelarut tersebut (Garg, et al.,
2002).
J. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah suatu sarana yang digunakan untuk mengevaluasi
semua faktor/variabel yang terlibat dalam suatu penelitian secara simultan. Desain
faktorial juga dapat digunakan untuk menentukan dominasi relatif dari suatu faktor
dalam sebuah penelitian. Selain mengevaluasi setiap faktor, desain faktorial juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dapat digunakan untuk mengevaluasi ada-tidaknya interaksi antar faktor yang
mempengaruhi hasil penelitan (Ostle, 1956).
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan 1 atau lebih variabel
bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika
(Bolton, 1997). Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang
masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level
tinggi. (Bolton, 1997). Faktor dan interaksi yang berpengaruh secara bermakna dapat
diketahui dengan analisis variansi(Ostle, 1956).
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial
(two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus:
Y = b0 + b1(X1) + b2(X2) + b12(X1)(X2)...(1)
Dengan:
Y = respon hasil yang diamati
X1, X2 = level bagian A dan B, yang nilainya tertentu dari minimal sampai
maksimal
b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
b0 = rata-rata dari semua percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat formula (2n =
4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor), yaitu formula (1) A dan
B masing-masing pada level rendah, formula (a) A pada level tinggi dan B pada level
17
dan B masing-masing pada level tinggi (Bolton, 1997). Desain keempat formula
tersebut ditampilkan pada tabel II.
Table II. Desain formula metode desain faktorial
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
(1) - - +
Formula (1) = faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah
Formula a = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah
Formula b = faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi
Formulaab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah
Dari persamaan (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu
respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang
optimal (Bolton, 1997).
Untuk mengetahui besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksinya dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada
level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut
Bolton (1997) sebagai berikut:
Efek faktor B =
K. Landasan Teori
Agar sunscreen dapat digunakan dengan mudah, praktis, nyaman dan manjur
maka diperlukan suatu bentuk sediaan obat yang dapat memenuhi persyaratan mutu.
Sifat fisis dan stabilitas sediaan merupakan faktor yang patut diperhitungkan dalam
memenuhi persyaratan mutu diatas. Sifat fisis dapat diukur menggunakan parameter
viskositas dan daya sebar sedangkan stabilitas dapat diukur menggunakan parameter
pergeseran viskositas selama 1 bulan.
Faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini adalah komposisi minyak
wijen dan asam stearat sebagai fase minyak dalam menentukan respon sifat fisis
(daya sebar dan viskositas) dan stabilitas fisis (pergeseran viskositas selama
penyimpanan 1 bulan) sediaan krim sunscreen.
Sediaan vanishing cream tipe stearat memiliki kecenderungan memadat
(memiliki konsistensi tinggi) pada penyimpanan (fenomena gelation) (Strianse, S.J.,
1957). Adanya penambahan minyak wijen yang berbentuk cair diharapkan dapat
menurunkan konsistensi sediaan krim sehingga menghasilkan sediaan krim dengan
19
(bentuk cair), viskositas sediaan menjadi semakin kecil dan daya sebar menjadi
semakin besar. Begitu pula sebaliknya apabila jumlah asam stearat (bentuk padat)
semakin banyak maka viskositas sediaan akan semakin tinggi dan daya sebar akan
semakin kecil.
Berkaitan dengan stabilitas krim dan fungsi asam stearat sebagai komponen
penyusun emulgator, semakin banyak asam stearat menyebabkan kemungkinan
terbentuknya emulgator akan semakin besar pula sehingga emulsi yang terbentuk
dapat semakin stabil.
L. Hipotesis
Terdapat pengaruh yang bermakna dari komposisi asam stearat dan minyak
wijen sebagai fase minyak dalam mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas sediaan krim
sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau pada level yang diteliti.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental yang bersifat
eksploratif dengan metode desain faktorial 2 faktor dan 2 level.
B. Variabel dan Defifnisi Operasional
1. Variabel
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi asam
stearat dan minyak wijen.
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan daya
sebar) dan stabilitas (pergeseran viskositas) sediaan krim.
c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama agitasi proses
pembuatan krim dan kemasan penyimpanan.
2. Definisi operasional
a. Krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau adalah sediaan
cair-semipadat yang berfungsi sebagai agen pengabsorbsi dan atau penghambur sinar
UV yang dibuat dari ekstrak kering polifenol teh hijau sesuai dengan formula
21
b. Ekstrak kering polifenol teh hijau adalah serbuk hasil proses ekstraksi teh hijau
yang dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada dalam penelitian ini.
c. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui
bahan manakah yang memiliki efek dominan dalam menentukan sifat fisis dan
stabilits krim sunscreen serta dapat digunakan untuk menentukan area optimal
minyak wijen-asam stearat berdasarkan superimposed contour plot yang
diprediksi sebagai formula optimal terbatas pada level yang diteliti.
d. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini
digunakan 2 faktor yaitu asam stearat sebagai faktor A dan minyak wijen sebagai
faktor B.
e. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat dua
level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah asam stearat dinyatakan
dalam jumlah bahan sebanyak 1 g sedangkan level tinggi sebanyak 6 g. Level
rendah minyak wijen dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 3 g dan level
tinggi sebanyak 10 g.
f. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati. Dalam
penelitian ini respon adalah hasil percobaan sifat fisis (viskositas dan daya sebar)
dan stabilitas krim (pergeseran viskositas).
g. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya
efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level
rendah dan rata-rata respon pada level tinggi.
h. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon sifat fisis dan
stabilitas krim.
i. Superimposed contour plot adalah grafik area pertemuan yang memuat semua
arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimal.
j. Daya sebar optimal adalah diameter penyebaran krim dengan nilai lebih dari
sama dengan 5 cm pada pengukuran massa krim 1 g yang diberi beban 125 g
selama 1 menit.
k. Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung kemudahan krim diisikan
ke dalam wadah, kemudahan dikeluarkan saat penggunaan, dan memilki
pemerataan yang baik saat diaplikasikan. Nilai viskositas optimal dalam
penelitian ini adalah antara 30 sampai 60 d.Pa.s.
l. Pergeseran viskositas adalah prosentase selisih viskositas krim setelah
penyimpanan selama 1 bulan dengan viskositas rata-rata 48 jam setelah
pembuatan terhadap viskositas rata-rata 48 jam setelah pembuatan.
m. Pergeseran viskositas optimal dalam penelitian ini adalah kurang dari 10 %.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Seperangkat spektrofotometer UV-Vis Perkin Elmer Lambda 20,
Spektrofotometer Genesys 10S, indikator universal, timbangan elektrik BP 160 dan
Scaltec SBC 22 readability 0,01 mg, vakum rotaevaporator (Buchi), penangas air
23
bertutup (Scott-Germany), shaker (Innova 2100), corong pisah 1 L, alat sentrifus, dan
inkubator, glassware (Pyrex-Germany), mixer (modifikasi Farmasi USD), viscotester
seri VT 04 (Rion-Japan), alat uji daya sebar (modifikasi Farmasi USD)
2. Bahan
Serbuk teh hijau (diambil dari perusahaan teh di Wonosobo dengan nomor
batch yang sama), bahan-bahan dengan grade farmasetis untuk formulasi, antara lain
asam stearat, minyak wijen, cethyl alcohol, triethanolamin, akuades, asam sitrat, metil
paraben dan pewangi, berasal dari Brataco, Yogyakarta.
Bahan-bahan untuk keperluan ekstraksi dan penetapan kadar yaitu metanol
(teknis), kloroform (teknis), etil asetat (teknis), etanol, aseton (p.a.), Na2CO3 (p.a.),
dan pereaksi fenol Folin Ciocalteu yang kesemuanya berasal dari Merck, Germany
sedangkan kuersetin berasal dari Sigma Chem. Co., USA.
D. Tata Cara Penelitian
1. Ekstraksi polifenol teh hijau
a. Pembuatan serbuk teh hijau. Bahan baku teh hijau diserbuk
menggunakan mortir dan stamper. Serbuk teh diayak menggunakan saringan dengan
nomor mesh 12/20.
b. Penetapan kadar air serbuk teh hijau. Penetapan kadar air dilakukan
menggunakan metode Karl Fischer. Serbuk teh hijau ditimbang 1000 mg, ditambah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10 mL metanol, lalu didiamkan selama 1 hari pada suhu kamar. Selanjutnya
dilakukan pre-titrasi pada alat dan uji kebocoran alat, hingga didapat angka drift
10-50. Standarisasi dilakukan dengan cara menimbang spuit berisi air, kemudian
dimasukkan 1 tetes air ke dalam alat. Spuit ditimbang kembali untuk menentukan
berat air yang dimasukkan. Hitung kesetaraan air. Masukkan 1 mL metanol dan
dititrasi dengan alat (blanko). Hitung kadar air. Sampel dimasukkan 1 mL, dititrasi
dengan alat, dan dihitung kadar air dalam sampel. Kadar air dalam sampel dihitung
dengan menggunakan rumus:
Kadar air = − ×100%
ditimbang yang
berat
blanko x
...(5)
x = angka yang muncul pada alat (mg)
c. Ekstraksi. Serbuk teh hasil pengayakan (100 g, kadar air ~ 10%)
diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol teknis (500 mL)
dengan bantuan shaker (150 rpm) selama 48 jam. Ekstrak metanol yang diperoleh,
dipekatkan menggunakan vacum rotary evaporator sampai volume 100 mL.
Ditambahkan 100 mL kloroform dan 100 mL akuades pada ekstrak kental di dalam
corong pisah. Pisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah, selanjutnya lapisan atas
diekstraksi menggunakan etil asetat sebanyak dua kali, masing-masing 150 mL.
Fraksi etil asetat dikumpulkan selanjutnya diuapkan hingga kering yang merupakan
ekstrak kering polifenol teh hijau (Nagayama et al., 2002 dengan modifikasi).
25
2. Penentuan konsentrasi polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau
Konsentrasi polifenol ditentukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu
(Waterman and Mole, 1994 cit Lindorst, 1998). Sebagai senyawa standar digunakan
senyawa kuersetin pro analisis. Penghitungan kadar menggunakan persamaan kurva
baku kuersetin sehingga konsentrasi polifenol di dalam sampel dihitung equivalen
terhadap kuersetin.
a. Pembuatan larutan stok kuersetin. Timbang 50 mg kuersetin pro
analisis kemudian dilarutkan ke dalam aseton 75 % sampai volume 50,0 mL. Larutan
stok dibuat 3 replikasi untuk pembuatan kurva baku larutan standar kuersetin.
b. Pengukuran operating time (OT). Diambil 4 mL larutan stok kuersetin
replikasi pertama kemudian dilarutkan dalam aseton 75 % sampai volume 10,0 mL.
Diambil 0,5 mL seri larutan diatas kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang mengandung 2,5 mL pereaksi fenol Folin Ciocalteu 2N kemudian
diamkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL Na2CO3 1,9M kemudian ditambahkan
akuades sampai volume 50,0 mL. Campuran reaksi divortex dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 726 nm selama 120 menit untuk mengetahui
reaksi terbentuk warna biru.
c. Penentuan panjang gelombang abasorbansi maksimum ( max). Diambil
4 mL larutan stok kuersetin replikasi pertama kemudian dilarutkan dalam aseton 75
% sampai volume 10,0 mL. Diambil 0,5 mL seri larutan diatas kemudian
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang mengandung 2,5 mL pereaksi fenol
Folin Ciocalteu 2N kemudian diamkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL Na2CO3
1,9M kemudian ditambahkan akuades sampai volume 50,0 mL. Campuran reaksi
diinkubasi pada temperatur ruang selama OT untuk menyempurnakan reaksi sampai
terbentuk warna biru Campuran reaksi divortex dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 600 nm – 800 nm.
d. Pembuatan kurva baku larutan standar kuersetin. Dibuat seri
konsentasi 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg/mL dari masing-masing larutan stok
kuersetin kemudian dilarutkan dalam aseton 75 % sampai volume 10,0 mL. Diambil
0,5 mL seri larutan diatas kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang mengandung 2,5 mL pereaksi fenol Folin Ciocalteu 2N kemudian
diamkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL Na2CO3 1,9M kemudian ditambahkan
akuades sampai volume 50,0 mL. Campuran reaksi diinkubasi pada temperatur ruang
hingga mencapai operating time untuk menyempurnakan reaksi sampai terbentuk
warna biru. Campuran reaksi disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm dalam waktu
singkat (±5 menit) dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang absorbansi
maksimal. Dibuat grafik hubungan kadar kuersetin terhadap absorbansi kemudian
dilakukan uji linearitas dan ditentukan persamaan regresi untuk mendapatkan
persamaan kurva baku.
e. Penentuan konsentrasi polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh
hijau. Ditimbang 0,5 g ekstrak kering polifenol teh hijau kemudian dilarutkan dalam
25 mL aseton 75%. Diambil 1 mL kemudian ditambahkan akuades sampai volume
50,0 mL. Diambil 0,5 mL larutan sampel, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
27
diamkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL Na2CO3 1,9 M kemudian
ditambahkan akuades sampai volume 50,0 mL. Campuran reaksi diinkubasi pada
temperatur ruang hingga mencapai operating time untuk menyempurnakan reaksi
sampai terbentuk warna biru. Campuran reaksi disentrifus dengan kecepatan 4000
rpm dalam waktu singkat (±5 menit) dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang absorbansi maksimal. Dilakukan replikasi pengukuran sebanyak 6 kali.
3. Uji efektivitas sunscreen/penghitungan nilai SPF in vitro.
a. Pembuatan larutan stok polifenol teh hijau. Ditimbang ekstrak kering
polifenol teh hijau yang setara dengan 30 mg polifenol kemudian dilarutkan
menggunakan etanol 90% sampai volume 100,0 mL. Larutan stok dibuat 3 replikasi.
b. Penentuan Spektra UV polifenol teh hijau. Diambil 1 mL larutan stok
polifenol teh hijau kemudian diencerkan menggunakan etanol 90% sampai volume
10,0 mL. Diukur absorbansi larutan pada range panjang gelombang 250 – 400 nm.
c. Penentuan nilai SPF (Sun Protecting Factor). Diambil 2, 4, dan 6 mL
larutan stok polifenol kemudian diencerkan menggunakan etanol 90% sampai volume
10,0 mL. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Pengukuran absorbansi larutan
dilakukan setiap interval 5 nm, diawali pada panjang gelombang ( ) 290 nm hingga
panjang gelombang diatas 320 nm yang mempunyai absorbansi minimal 0,05.
Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam kurva panjang gelombang
terhadap absorbansi. Kemudian dihitung luas area di bawah kurva (Area Under the
290 log
λ
λ −
=
tertinggi
AUC
SPF ………(6)
yaitu luas daerah di bawah kurva dibagi selisih pengamatan (Petro, A.J., 1981).
4. Optimasi formula krim
Di dalam penelitian ini, formula standar krim sunscreen dalam Young, A.,
(1972) (Tabel III) dimodifikasi menjadi formula krim sunscreen ekstrak kering
polifenol teh hijau.
Tabel III. Formula standar krim sunscreen
formula standar
Antiviray 8 g
Asam stearat 1,7 g isoprophyl myristat 6 g
abracol PGS 3,5 g triethanolamin 0,8 g distilled water 80 g
preservative 1 drop
perfume 1 drop
Dari formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau tersebut,
dibuat 4 formula baru untuk analisis desain faktorial dengan perbedaan komposisi
pada asam stearat dan minyak wijen. Keseluruhan formula dan bahan ditampilkan
dalam tabel IV.
Pembuatan krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau adalah sebagai
berikut. Asam stearat dan cethyl alcohol dilelehkan secara terpisah di atas penangas
29
asam stearat. Dimasukkan secara berturut-turut metil paraben, triethanolamin, dan
minyak wijen ke dalam campuran tersebut kemudian diaduk hingga homogen.
campuran tersebut dipindahkan ke dalam mangkuk kemudian ditambahkan
duapertiga (2/3) bagian akuades sedikit demi sedikit, sambil diaduk dengan mixer
berkecepatan 300 rpm, hingga terbentuk massa yang baik. Ditambahkan asam sitrat
yang telah dilarutkan dalam seperenam (1/6) bagian akuades sedikit demi sedikit
(jangan sampai membuat krim pecah) sambil terus diaduk dengan mixer hingga
homogen. Dilakukan cek pH terhadap campuran. Apabila pH campuran sudah
mendekati 4, ditambahkan ekstrak kering polifenol yang telah dilarutkan dalam
seperenam (1/6) bagian akuades ke dalam campuran sedikit demi sedikit sambil terus
diaduk dengan mixer. Cek pH dengan indikator universal. Krim yang terbentuk
dimasukkan ke dalam pot untuk uji sifat fisis.
Tabel IV. Formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau Formula desain faktorial Bahan
1 a b ab
Polifenol (mg)
Asam Stearat (g) Minyak wijen (g)
Setil Alcohol (g) Triethanolamin (g)
Aquadest (mL) Asam sitrat (g) Metil paraben (%)
Perfume (g) Ket: konsentrasi polifenol dalam setiap formula adalah 0,022 % b/b
5. Uji sifat fisis
a. Uji daya sebar. Pengukuran daya sebar dilakukan 48 jam setelah
pembuatan krim. Pengukuran dilakukan dengan mengukur diameter 1 g krim pada
kaca berskala yang diberi beban 125 g selama 1 menit (Garg, A., et al., 2002).
b. Uji viskositas.Pengukuran viskositas dilakukan dua kali, yaitu 48 jam
setelah pembuatan krim dan setelah 1 bulan masa penyimpanan. Pengukuran
viskositas menggunakan viscotester seri VT 04. Cara pengukurannya adalah: krim
dimasukkan ke dalam wadah dan dipasang pada portable viskotester. Viskositas krim
diketahui dengan membaca pergerakan jarum terhadap skala. Rotor yang digunakan
dalam analisis disesuaikan dengan nilai viskositas.
c. Uji stabilitas. Pengukuran uji stabilitas dilakukan dengan menghitung
pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan. Pergeseran viskositas
dinyatakan dalam persentase (%). Rumus yang digunakan adalah
% 100 48
48 1
x jam
viskositas
jam viskositas bulan
viskositas −
... (6)
6. Subjective Assesment
Subjective assesment digunakan untuk mengetahui tingkat penerimaan
31
menggunakan metode questionnair yang disebarkan kepada 20 orang responden.
Hasil yang diperoleh diinterpretasikan sebagai penerimaan konsumen terhadap sifat
fisis formula uji dengan rumus:
%
E. Analisis Hasil
Data sifat fisis dan stabilitas yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan
metode desain faktorial. Dibuat profil sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan
stabilitas (pergeseran viskositas) krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau
berdasarkan persamaan desain faktorial (Bolton, 1997).
Dengan menggunakan perhitungan metode desain faktorial, dapat dihitung
besarnya efek/pengaruh minyak wijen, asam stearat dan interaksi keduanya terhadap
sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau. Dari
persamaan regresi desain faktorial dapat dibuat countour plot yang selanjutnya dapat
ditentukan area optimal dari masing-masing respon, sesuai dengan sifat fisis yang kita
inginkan. Masing-masing area optimal kemudian digabung menjadi superimposed
contour plot. Area optimal formula dapat ditentukan berdasarkan superimposed
contour plot.
Tingkat signifikansi perbedaan pengaruh kedua faktor dan interaksinya
dianalisis secara statistik menggunakan analisis Yate’s treatment (Ostle, 1956). Pada
uji statistik digunakan hipotesis alternatif (H1) yaitu terdapat regresi antara faktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(asam stearat, minyak wijen, dan interaksi keduanya) dengan respon. H0 merupakan
negasi H1, yaitu tidak ada regresi. Nilai F yang didapatkan (Fhitung) menggunakan
analisis Yate’s treatment dibandingkan dengan nilai Ftabel. H1 diterima apabila nilai
Fhitung lebih besar daripada nilai Ftabel. Taraf kepercayaan yang digunakan untuk uji
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Ekstrak kering polifenol Teh Hijau
Pembuatan ekstrak kering polifenol teh hijau dilakukan menurut Nagayama
et al. (2002) dengan sedikit modifikasi berdasarkan orientasi penelitian, yaitu pada
jumlah cairan pengekstraksi. Proses pembuatan ekstrak kering polifenol meliputi dua
tahap, yaitu ekstraksi dan fraksinasi. Proses ekstraksi menggunakan metode maserasi
sedangkan proses fraksinasi menggunakan metode corong pisah. Modifikasi jumlah
cairan pengekstraksi bertujuan untuk menyempurnakan proses pemisahan antara dua
fase yang tidak bercampur pada proses fraksinasi.
Teh hijau yang diperoleh sebagai bahan baku berbentuk serbuk kasar,
kering, berwarna hijau, memiliki bau yang khas, dan rasanya pahit. Sebelum
dilakukan maserasi, dilakukan standarisasi bahan baku yaitu dengan penetuan nilai
dan keseragaman ukuran partikel serta penetapan kadar air serbuk.
Untuk memaksimalkan pembasahan serbuk pada proses maserasi, ukuran
partikel serbuk teh diperkecil. Cara memperkecil ukuran partikel teh hijau dengan
penggerusan menggunakan mortir dan stamper. Tidak dilakukan penggerusan
mengunakan alat penyerbuk simplisia karena hasil serbuk yang diperoleh dapat
memiliki ukuran partikel yang sangat halus. Dengan ukuran sangat halus,
partikel-pertikel teh hijau akan mengendap dan membentuk lapisan pada dasar alat maserasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebelum proses maserasi, dilakukan pengayakan serbuk dengan derajad halus serbuk
12/20 untuk memastikan nilai dan keseragaman ukuran partikel serbuk. Penetapan
kadar air serbuk dilakukan menggunakan metode Karl Fischer. Kadar air serbuk
dalam penelitian ini tidak lebih dari 10 %. Nilai kadar air diusahakan kecil agar
serbuk teh hijau tidak rusak selama penyimpanan dan proses ekstraksi tidak
terganggu.
Tabel V. Hasil penetapan kadar air menggunakan metode Karl Fischer Replikasi Kadar air (%)
1 8,206 2 7,624 3 8,089 Rata-rata 7,973 Standar Deviasi 0,308
Maserasi merupakan cara ekstraksi sederhana yang bersifat reproducible.
Kerugian dari metode ini adalah proses ekstraksi berlangsung lama dan kurang
sempurna (Anonim, 1986). Proses maserasi menggunakan metanol karena pelarut ini
sering digunakan untuk ekstraksi flavonoid (Robinson, 1991). Maserat dipekatkan
terlebih dahulu sebelum dilanjutkan dengan proses fraksinasi. Di dalam proses
fraksinasi digunakan kloroform dan etil asetat.
Senyawa-senyawa nonpolar pada ekstrak teh hijau dihilangkan
menggunakan kloroform. Senyawa-senyawa fenolik dan polifenol ditarik
35
sebanyak dua kali, diharapkan semua kandungan polifenol di dalam ekstrak kental teh
hijau dapat diperoleh.
B. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak kering polifenol Teh Hijau
Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau bertujuan
untuk menentukan jumlah ekstrak kering polifenol teh hijau yang dibutuhkan dalam
formula krim agar menghasilkan efikasi sebagai sunscreen dengan nilai SPF tertentu.
Penetapan kadar polifenol dilakukan terhadap fraksi kering menggunakan metode
Folin Ciocalteu. Metode ini dipilih karena spesifik mengukur senyawa-senyawa
fenolik. Penetapan kadar ekstrak kering polifenol teh hijau menggunakan persamaan
kurva baku. Pembuatan kurva baku dan penetapan kadar polifenol ekstrak kering
polifenol teh hijau dilakukan dalam 1 proses.
Gambar 2. Struktur senyawa kuersetin
Karena senyawa polifenol yang terkandung di dalam ekstrak kering polifenol
teh hijau cukup bervariasi baik dalam hal jenis maupun jumlah, kadar total polifenol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dihitung menggunakan senyawa pembanding, yaitu kuersetin, sehingga senyawa
polifenol yang akan terukur terhitung sebagai kuersetin. Penetapan kadar polifenol
dilakukan pada panjang gelombang absorbansi maksimum senyawa baku kuersetin.
Pada orientasi penelitian didapatkan hasil bahwa durasi operating time reaksi warna
metode Folin Ciocalteu adalah 40 – 120 menit dan panjang gelombang absorbansi
maksimum kuersetin adalah 733,7 nm
37
Gambar 4. Hasil scanning panjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin
Kurva baku kuersetin di buat 3 replikasi dan diukur pada panjang gelombang
733,7 nm. Dari hasil analisis regresi, diketahui bahwa nilai regresi (r) masing-masing
replikasi kurva baku (yaitu 0,990; 0,995; dan 0,998) lebih besar dari nilai r tabel pada
taraf kepercayaan 95% (yaitu 0,878) sehingga semua kurva baku dapat digunakan
untuk menghitung kadar polifenol ekstrak kering polifenol teh hijau. Untuk
mendapatkan keakuratan yang paling baik, digunakan kurva baku yang memiliki nilai
regresi/linearitas paling baik, yaitu kurva baku replikasi ke-3 (r=0,998). Kurva baku
replikasi ke-3 memberikan persamaan regresi y= 0,055x + 1,212 dengan y adalah
absorbansi sedangkan x adalah konsentrasi polifenol. Hasil perhitungan sampel
ekstrak kering polifenol teh hijau dengan 6 kali replikasi (tabel VI) adalah 59,926 %
± 1,142.
Tabel VI. Hasil perhitungan kadar polifenol Replikasi Kadar (%)
1 58,998 2 60,104 3 58,991 4 59,440 5 59,926 6 62,052 Rata-rata 59,926 Standar Deviasi 1,142
C. Penentuan Nilai SPF In Vitro
Untuk memastikan potensi penyerapan sinar UV, dilakukan scanning
absorbansi ekstrak kering polifenol teh hijau. Profil absorbansi ekstrak kering
polifenol teh hijau terhadap sinar UV dari panjang gelombang 250 nm sampai dengan
400 nm memiliki sebuah puncak (peak) pada panjang gelombang 277 nm. Profil
tersebut ditampilkan pada gambar 5.
39
Untuk memastikan efikasi sebagai sunscreen dilakukan penetapan nilai Sun
Protecting Faktor (SPF) dari ekstrak kering polifenol teh hijau secara in vitro.
Penetapan nilai SPF dilakukan menurut Petro (1981). Penetapan nilai SPF
menggunakan metode ini memiliki kelebihan bahwa sinar UV yang diperhitungkan
adalah sinar polikromatik, serupa dengan sinar matahari sesungguhnya. Dengan kata
lain, semua panjang gelombang sinar elektromagnetik yang berpotensi mencapai
kulit, khususnya sinar UV, diperhitungkan dalam penentuan nilai SPF.
Penentuan nilai SPF dimulai dengan mengukur absorbansi sinar UV pada
awal panjang gelombang UV B (290 nm) karena diasumsikan bahwa panjang
gelombang yang lebih kecil dari 290 nm tidak dapat mencapai kulit karena adanya
lapisan ozon bumi. Pengukuran tidak diakhiri pada nilai panjang gelombang tertentu
tetapi diakhiri pada panjang gelombang diatas 320 nm yang mempunyai absorbansi
minimal 0,05. Tidak digunakan nilai panjang gelombang tertentu sebagai akhir dari
pengukuran karena asumsi yang diambil adalah semua panjang gelombang yang
dapat mencapai kulit dengan nilai absorbansi lebih dari 0,05 berpotensi menyebabkan
eritema (Petro, 1981).
Hasil perhitungan nilai SPF ekstrak kering polifenol teh hijau ditampilkan
dalam tabel VII. Dari hasil perhitungan nilai SPF dapat disimpulkan secara sementara
bahwa kenaikan kadar polifenol ekstrak kering polifenol teh hijau berbanding lurus
dengan kenaikan nilai SPF. Kesimpulan sementara tersebut tidak dapat dibuktikan
kebenarannya secara lebih lanjut karena profil absorbansi ekstrak kering polifenol teh
hijau memiliki tren penurunan yang tajam pada panjang gelombang di atas 320 nm