BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Kondisi Tanaman Selama Penelitian.
Kedua varietas kedelai yang diteliti yaitu Slamet dan Anjasmoro mulai terlihat pertumbuhannya pada umur 7 hst dimana pertambahan tinggi pada kedua varietas tanaman tersebut rata-rata sama pada setiap tanaman. Daun
mulai tumbuh serentak pada umur 2-5 hst. Pada umur 14-28 hst terlihat hama belalang, kutu daun dan kumbang kecil yang menyebabkan daun rusak.
Hama-hama tersebut dapat dikendalikan dengan baik yakni dengan cara penyemprotan insektisida disini menggunakan merk dagang Decis dengan dosis 5ml/ltr yang dilakukan rutin 7 hari sekali setelah terlihat hama yang
menyerang.
Tanaman kedelai muncul bunga pada umur 46 hst yang akan membentuk
polong kedelai, menjelang umur 22 hst, varietas Anjasmoro mulai terserang penyakit karat yang ditandai dengan bintik-bintik dan bercak kuning ketuaan yang menyerang daun, berbeda dengan varietas Slamet yang menunjukan
adanya penyakit karat pada umur 43 hst.
B. Hasil
Pertumbuhan tanaman kedelai selama penelitian cukup seragam, pengaruh pemberian agens hayati tidak berpengaruh nyata pada semua
variabel pengamatan. Perlakuan varietas kedelai berpengaruh nyata pada variabel pengamatan diameter batang, diameter tajuk, jumlah polong isi,
karat namun tidak berpengaruh nyata pada variabel pengamatan berat biji per tanaman, luas daun dan tinggi tanaman. Interaksi kedua faktor tidak
berpengaruh nyata terhadap semua variabel pengamatan. Data hasil analisis statistik mengenai pengaruh pemberian agens hayati untuk mengendalikan
penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi Syd.) pada dua varietas kedelai umur dalam disajikan pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Matrik Hasil Analisis Data Pengaruh Pemberian Agens Hayati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi Syd.) Pada Dua Varietas Kedelai Umur Dalam.
No Variabel Pengamatan V A V x A
1. Tinggi Tanaman tn tn tn
2. Diameter Batang * tn tn
3. Diameter Tajuk * tn tn
4.. Luas Daun tn tn tn
5. Jumlah Polong Isi * tn tn
6. Jumlah Biji Per Tanaman * tn tn
7. Berat Biji Per Tanaman tn tn tn
8. Berat 100 Biji Per Tanaman * tn tn 9. Intensitas Penyakit Karat * tn tn
Keterangan :
tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata V = Varietas A = Agens Hayati
Berdasarkan data pada tabel 4.1 Terlihat bahwa adanya perbedaan dua varietas tanaman kedelai yang menyebabkan pertumbuhan pada beberapa
variabel yang diamati berbeda, dimana dua varietas kedelai yang di tanam berbeda nyata dalam hal diameter tajuk, diameter batang, berat 100 biji, jumlah
polong, jumlah biji dan intensitas penyakit karat. Sementara pada variabel tinggi tanaman, luas daun dan berat biji per tanaman tidak berbeda nyata.
Pemberian Agens Hayati tidak berpengaruh nyata pada semua variabel
pengamatan yakni berat biji per tanaman,tinggi tanaman, diameter batang, diameter tajuk, luas daun, jumlah polong, jumlah biji, berat 100 biji per tanman
dan intensitas penyakit karat.
Sedangkan interaksi antara varietas tanaman kedelai dengan pemberian agens hayati tidak berpengaruh nyata pada variabel yang diamati. Tabel 4.2
menunjukkan angka rerata hasil analisis uji lanjut DMRT pada taraf 5% mengenai pengaruh pemberian agens hayati untuk mengendalikan penyakit
Tabel. 4.2 Angka Rata-rata Hasil Analisa Pengaruh pemberian Agens Hayati untuk mengendalikan penyakit karat daun (phakopsora pachyrhizi Syd.) pada dua varietas kedelai umur dalam.
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yangsama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
TT : Tinggi Tanaman K : Kontrol
DB : Diameter Batang P : PGPR
DT : Diameter Tajuk C : Corynebacterium sp
LD : Luas Daun SK : Slamet Kontrol BBJ : Berat Biji Per Tanaman SP : Slamet PGPR
B100BJ: Berat 100 Biji Per Tanaman SC : Slamet Corynebacterium sp
JP : Jumlah Polong Isi Per Tanaman AK : Anjasmoro Kontrol JB : Jumlah Biji Per Tanaman AP : Anjasmoro PGPR
IPK : Intensitas Penyakit Karat AC :Anjasmoro Corynebacterium PERLAKUAN TT
(cm) DB (mm) DT (cm) LD (cm2)
JP JB BBJ
(gr) B100BJ (gr) IPK (%) VARIETAS
S 83.2 7.67b 52.0b 6206.05 111b 218b 23.95 12,32a 44.09a A 79.7 6.58a 58.3a 5432.50 86a 155a 22.34 16,43b 59.37b Dmrt 0,05%
AGENS HAYATI
K 84.06 6.95 55.34 6019.96 101 187.56 23.27 13,81 58.85
P 81.9 7.08 55.03 5576.31 98 186.43 23.75 14,81 48.96
C 78.5 7.36 55.06 5861.57 96 186.5 22.40 14,52 47.39
Dmrt 0,05% INTERAKSI
C. PEMBAHASAN
1. Pengaruh Pemberian Agens Hayati Untuk Mengendalikan Penyakit
Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi Syd.) Pada Dua Varietas Kedelai Umur Dalam
a. Pertumbuhan Vegetatif
Pengamatan pertumbuhan vegetatif ini meliputi Tinggi tanaman,
Diameter batang, Diameter tajuk dan Luas daun. Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa perbedaan vareitas tanaman kedelai juga menyebabkan perbedaan pertumbuhan pada masing-masing varietas tanaman
tersebut. Dua varitas tanaman kedelai memiliki perbedaan yang nyata pada variabel diameter batang dan diameter tajuk tanaman. Adapun pertambahan
diameter batang dari umur 14 hst hingga 70 hst dapat dilihat pada Histogram 4.3 berikut ini:
Gambar 4.3 Histogram Pengaruh Pemberian Agens Hayati terhadap Dimeter Batang Tanaman pada Dua Varietas Tanaman Kedelai Umur 1-5 MST.
Berdasarkan Histogram 4.3 terlihat bahwa diameter Batang varietas Slamet 7,68 mm secara nyata lebih besar dari pada diameter batang
varietas Anjasmoro yakni 6,58 mm. Hal ini diduga karena varietas Slamet 0.0
1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0
SK SP SC AK AP AC
Pengamatan umur ke 14 HST (mm)
Pengamatan umur ke 28HST (mm)
Pengamatan umur ke 42HST (mm)
Pengamatan umur ke 56HST (mm)
memiliki potensi pertumbuhan yang lebih baik pada diameter batang
dibandingkan dengan varietas Anjasmoro.
Adapun pertambahan diameter tajuk umur 14 hst hingga 70 hst dapat dilihat pada Histogram 4.4 berikut ini:
Gambar 4.4 Histogram Pengaruh Pemberian Agens Hayati terhadap Dimeter Tajuk Tanaman pada Dua Varietas Tanaman Kedelai Umur 1-5 MST.
Dua varietas tanaman kedelai yang diuji menunjukan perbedaan, diameter tajuk varietas Anjasmoro 58,3 cm secara nyata lebih lebar dari pada
diameter tajuk varietas Slamet 52,0 cm. Hal ini terjadi karena pada varietas Anjasmoro memiliki pertumbahan diameter tajuk yang memang lebar diperkuat dari deskripsi kedelai varietas Anjasmoro dan kemungkinan
cabang-cabang dari varietas Anjasmoro lebih banyak dibandingkan varietas Slamet sehingga varietas Anjasmoro cenderung meiliki diameter tajuk yang
lebih lebar.
Berbeda pada pengamatan variabel tinggi tanaman dan luas daun yang tidak berpengaruh nyata semuanya. Varietas tanaman yang diuji tidak
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00
SK SP SC AK AP AC
Pengamatan umur ke 14 HST (cm)
Pengamatan umur ke 28HST (cm)
Pengamatan umur ke 42HST (cm)
Pengamatan umur ke 56HST (cm)
menunjukan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga kedua varietas tersebut memiliki potensi pertumbuhan yang relatif sama ditinggi tanaman dan luas
daun, diperkuat dari deskripsi kedua varietas tersebut pada varietas Slamet memiliki rata-rata tinggi tanaman 65 cm dan pada varietas Anjasmoro 64-68
cm.
Pemberian agens hayati tidak berpengaruh nyata terhadap variabel pengamatan vegetatif yang meliputi : diameter batang, diameter tajuk, tinggi
tanaman dan luas daun pada kedua vareitas tanaman kedelai. Hal ini diduga pemberian Agens hayatitidak berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif
tanaman kedelai maupun hasil tanaman kedelai, karena secara umum Agens hayati PGPR dan Corynebacterium sp berfungsi untuk menekan penyakit pada tanaman. Hal ini diperkuat menurut Ismail (2011), menyatakan bahwa
bakteri Corynebacteriumsp dapat menekan penyakit bengkak akar pada kubis dan penyakit layu bakteri pada tanaman pisang .
Interaksi antara dua varietas tanaman kedelai dan pemberian agens hayati tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel yang diamati . Hal ini diduga kemampuan tamanan dalam menyerap agens hayati PGPR dan
Corynebacterium sp yang disemprotkan melalui daun belum dapat memberikan efek yang besar dalam memicu pertumbuhan. Kemungkinan
agens hayati dapat memberikan efek yang baik pada fase vegetatif dengan cara disiramkan langsung ke tanah. Hal ini diperkuat menurut Gardner (1991) tanaman inang bagi bakteri PGPR memiliki kisaran yang cukup luas,
mengkolonisasi akar lateral dan akar utama tanaman kedelai (Phaseolus vulgaris L.) dalam kultur hidroponik.
b. Pertumbuhan Generatif
Varietas Slamet menghasilkan jumlah polong dan jumlah biji (111
polong dan 218 biji) berbeda nyata dari pada varietas Anjasmoro (86 polong dan 115 biji) Hal ini diduga pada varietas Slamet memiliki sifat genetis yang lebih baik sehingga menghasilkan jumlah polong dan biji lebih banyak dari
pada varietas Anjasmoro, namun pada Berat 100 butir biji varietas Slamet 12,32 gr lebih ringan dari pada berat 100 butir biji varietas Anjasmoro yaitu
16,43 gr hal ini karenabiji kedelai Anjasmoro memiliki ukuran yang lebih besar dari pada varietas Slamet. Hal ini diperkuat oleh Ginting ( 2008) yang menyatakan bahwaVarietas Anjasmoro merupakan varietas unggul berbiji
besar yang sering digunakan oleh produsen tempe. Mutu tempe yang diperoleh sama dengan mutu tempe dari kedelai impor. Varietas Anjasmoro
juga mempunyai daya tumbuh yang tinggi pada fase generative hal ini diperkuat Yulianto, (2010) menyatakan bahwa pertanaman kedelai varietas Anjasmoro yang dibudidayakan untuk perbenihan bersertifikat memiliki
daya tumbuh baik, yaitu melebihi 90%. Tingkat kemurnian tanaman hingga stadium generatif dinilai tinggi oleh BPSB Wilayah Jawa Tengah. Biji
kedelai yang dihasilkan dari varietas Anjasmoro adalah 815 kg. Dari beberapa varietas unggul yang diperagakan, varietas yang disukai petani adalah varietas Anjasmoro, Sinabung, Tanggamus, Kedelai Hitam 2, dan
Interaksi antara dua varietas tanaman kedelai dengan pemberian Agens hayati tidak berpengaruh nyata terhadap variabel pengamatan generatif. Hal
ini diduga kemampuan tamanan dalam menyerap agens hayati PGPR dan
corynebacterium sp yang disemprotkan 3 kali melalui daun belum dapat
memberikan efek yang besar dalam memicu pertumbuhan fase generatif.
c. Intensitas Penyakit Karat Daun
Varietas Slamet mempunyai Intensitas Serangan Penyakit Karat 44,09 % secara nyata lebih ringan dari pada varietas Anjasmoro: 59,37
%.Hal ini diperkuat menurut Sunarto, (1997) bahwa Kedelai varietas Slamet merupakan kedelai yang tahan terhadap penyakit karat, mempunyai produktivitas cukup tinggi 2,6 ton/Ha yang dilepas pada tahun 1995. Hal ini
pula diduga karena intensitas serangan penyakit karat daun yang sangat cepat menyerang hampir keseluruh tanaman karena penyebaran melaui
udara. Pada varietas slamet lebih sedikit terkena penyakit karat diduga karena varietas slamet lebih tahan dari pada varietas anjasmoro.
Interaksi antara dua varietas tanaman kedelai dengan pemberian Agens hayati dan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel pengamatan
inetnsitas penyakit karat daun tanaman kedelai. Hal ini diduga pemberian Agens hayati PGPR dan Corynebacterium sp terhadap tanaman kedelai
belum bisa mengendalikan penyakit karat pada kedelai berbeda pada manfaat pemberian agens hayati PGPR dan Corynebacterium sp yang diberikan untuk tanaman lain selain tanaman kedelai. Hal ini dperkuat oleh
Nurmasita Ismail,Luice A. Taulu dan Bahtiar, (2011) yang menyatakan bahwa Bakteri Corynebacterium sp. yang merupakan salah satu agens hayati
bersifat antagonis (agens antagonis) yang dapat mengendalikan beberapa jenis OPT utamanya terhadap penyakit kresek pada tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae. Menurut
Masnilah, Mihardja dan Restuningsih (2006) menyatakan bahwa aplikasi
PGPR Bacillus amyloliquefaciens 937a, B. Subtili 937b dan B. Pumilis