• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V-C SD INPRES PAJJAIANG II MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V-C SD INPRES PAJJAIANG II MAKASSAR"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA

KELAS V-C SD INPRES PAJJAIANG II MAKASSAR

SKRIPSI

Oleh

JUMRA TUNNISAN NIM 4514103021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BOSOWA 2018

(2)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA

KELAS V-C SD INPRES PAJJAIANG II KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

JUMRATUNNISAN NIM 4514103021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BOSOWA 2018

(3)
(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar matematika pada siswa kelas V-C SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar” beserta seluruh isinya benar-benar karya saya sendiri, bukan karya hasil plagiat. Saya siap menanggung resiko/sanksi apabila ternyata ditemukan adanya perbuatan tercela yang melanggar etika keilmuan dalam karya saya ini, termasuk adanya klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Makassar, Agustus 2018 Yang membuat pernyataan

Jumratunnisan

(5)

iv Motto

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

Persembahan

Karya ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku, dan untuk orang-orang yang telah membantu dan mendukung saya selama ini.

(6)

ABSTRAK

Jumratunnisan. 2018. Hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar matematika pada siswa kelas V SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bosowa. (Dibimbing oleh Dr. Sundari Hamid, S.Pd., M.Si dan Fathimah Az Zahra N, S.Pd., M.Pd.)

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu memberikan soal angket pola asuh kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar matematika pada siswa kelas V SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar memiliki hubungan positif atau tidak terhadap prestasi belajar. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas V-C sebanyak 37 orang. Penelitian dilaksanakan sebanyak 1 kali pertemuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dan dokumentasi yang dianalisis dengan statistik deskriptif. Data yang diperoleh dianalisis juga dengan menggunakan rumus Product moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar matematika pada siswa kelas V SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil analisis product moment diperoleh pola asuh orang tua dominan berada pada pola asuh demokratis dengan nilai r 0,306..

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa.

Kata kunci : Pola asuh orang tua, prestasi belajar matematika siswa

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt, Atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul

“Hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar matematika pada siswa kelas V-C SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar”, yang dirampungkan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratanak ademis guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bosowa.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan dalam bentuk bahasa penyampaian, teknik penulisan dan masih kurang ilmiah, hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis sebagai seorang mahasiswa. Oleh karena itu, besar harapan penulis agar para pembaca memberikan masukan berupa kritik dan saran yang bertujuan membangun kesempurnaan skripsi ini guna meningkatkan mutu pendidikan bangsa kita ke depan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi pembaca pada umumnya.

Skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Muhammad Saleh Pallu M.Eg., selaku Rektor Universitas Bosowa.

(8)

viii

2. Dr, Asdar, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bosowa.

3. Hj. St Haliah Batau, S.S., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bosowa.

4. Dr. Hj. A. Hamsiah, S.Pd, M.Pd, selaku Wakil Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bosowa

5. Susalti Nur Arsyad, S.Pd, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bosowa.

6. Dr. Sundari Hamid, S.Pd, M.Si, selaku pembimbing I yang telah membimbing, mengarahkan da nmemotivasi penulis dalam menyusun skripsi.

7. Fathimah Az Zahra N, S.Pd, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis dalam menyusun skripsi.

8. Muminang, S.Pd, selaku Kepala SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar yang telah memberikan izin penelitian.

9. Jurawi, S.Pd, selaku guru walikelas SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar yang membantu dalam pelaksanaan penelitian.

10. Spesial buat Ayahanda Muh. Tasrik, S.Pd, Ibunda Hadijah tercinta, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Kakakku tersayang Yuliana, yang selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam menyusun skripsi ini.

(9)

12. Sahabat-sahabatku di BswSquad (Febriani, Ernanda, Hastuti, Della Pratiwi, Irma dan Musfira), dan rekan-rekan seperjuangan selama menempuh pendidikan di Universitas Bosowa, yang senantiasa memberi dukungan dan masukan yang bermanfaat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

13. Siswa SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar yang menjadi subjek penelitian.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabaraqatuh

Makassar, Agustus 2018

Jumratunnisan

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 9

A. Kajian tentang pola asuh orang tua ... 9

1. Pengertian keluarga ... 9

2. Pengertian orang tua ... 12

3. Pengertian Pola Asuh ... 17

B. Kajian tentang Pembelajaran Matematika ... 26

1. Pengertian belajar ... 26

2. Tujuan belajar ... 28

3. Pengertian matematika ... 28

(11)

C. Kajian Tentang Prestasi belajar ... 33

1. Pengertian prestasi belajar ... 33

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ... 35

D. Kerangka Pikir ... 37

E. Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Lokasi Penelitian ... 39

C. Variabel dan Desain Penelitian... 39

D. Definisi Operasional ... 40

E. Populasi dan Sampel ... 41

F. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ... 42

G. Instrumen Penelitian ... 43

H. Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Hasil Penelitian ... 49

1. Uji Validitas Instrumen ... 49

2. Uji Reliabilitas ... 51

3. Analisis Pengskoran………51

4. Hasil Korelasi Product Moment………52

B. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 62

RIWAYAT HIDUP ... 125

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel 3.2 Populasi Penelitian ... 41

Tabel 3.2 Sampel Penelitian ... 41

Tabel 3.3 Teknik pengumpulan data ... 42

Tabel 3.4 Alternatif jawaban instrumen ... 43

Tabel 3.5 Kisi-kisi soal pola asuh ... 44

Tabel 3.6 Kategori standar hasil belajar ... 44

Tabel 3.7 Nilai r ... 48

Tabel 4.1 Hasil uji validitas instrumen ... 50

Tabel 4.2 analisis hasil pengskoran Angket & prestasi belajar ... 52

Tabel 4.3 Nilai Korelasi Product Moment ... 54

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ... 38 Gambar 3.1 Desain penelitian………...40

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Daftar Absen Siswa ... 63

Lampiran 2: Pengkategorian nilai prestasi dan angket ... 64

Lampiran 3 : korelasi product moment pola asuh orang tua ... 65

Lampiran 4 : uji validitas………..71

Lampiran 5 : Dokumentasi ... 116

Lampiran 6 : Hasil Angket siswa ... 122

Lampiran 7 : Tabel Nilai-Nilai r Product Moment ... 123

Lampiran 8 : Surat Telah Melaksanakan Penelitian ... 124

Lampiran 9 : Riwayat Hidup ... 125

(15)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan membentuk Negara kesatuan Republik Indonesia ialah untuk “ mencerdaskan kehidupan bangsa”. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat bertahan (survive) didalam menghadapi kesulitan. Kenyataanyan bangsa ini masih berada ditengah-tengah krisis yang menyeluruh, baik krisis politik, ekonomi, hukum, kebudayaan, dan tidak disangkal juga krisis dalam bidang pendidikan. Pemerintah mengupayakan beragam cara untuk mengatasi krisis terutama krisis dalam bidang pendidikan, maka pemerintah meratakan pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berawal dari kesadaran akan pentingnya pendidikan karena pendidikan adalah landasan utama dalam kehidupan. Bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan kemampuan dan kepribadian seseorang akan berkembang.

Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pembinaan akal manusia yang merupakan potensi utama dari manusia sebagai makhluk berpikir. Dengan pembinaan olah pikir, manusia diharapkan semakin meningkat kecerdasaannya dan meningkat pula kedewasaannya berpikir, terutama kecerdasan dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupannya. Pendidikan juga merupakan pelatihan keterampilan setelah manusia mempereoleh ilmu pengetahuan yang memadai dari hasil olah pikirnya.

Keterampilan yang dimaksud adalah suatu objek tertentu yang membantu kehidupan

(16)

2

manusia mencari rezeki dan mempertahankan kehidupannya. Pendidikan dilakukan dilembaga formal dan nonformal, sebagai mana dilakukan disekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat (Hasan Basri,2008:101). Akan tetapi yang paling mendasar adalah pendidikan yang didapatkan di dalam lingkungan keluarga. Karena bagaimanapun, antara lingkungan keluarga dan pendidikan tidak bisa dipisahkan.

Ketika ada orang tua mendidik anaknya, maka pada waktu yang sama anak mendapatkan pendidikan dari orang tua. Dari sini muncullah istilah “pendidikan keluarga” artinya pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua sebagai tugas dan tanggungjawabnya dalam mendidik anak dalam keluarga.

Cara orang tua dalam mengasuh anak sangatlah berpengaruh pada sikap, kebiasaan, dan pola belajar seorang anak. Karena orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dari seorang anak dan juga dari orang tualah pertama-tama anak mendapatkan pendidikan. Dikatakan Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar bagi perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari. Pada hakekatnya keluarga merupakan suatu tempat pembentukan sifat dan karakter seorang anak yang masih berada dalam bimbingan dan pengawasan orang tua.

Orang tua harus dapat membimbing dan memberi pendidikan yang baik kepada anak bimbingan yang diberikan orang tua dasar dari pembentukan pribadi anak.

Pribadi anak terbentuk dimulai dari usia sangat dini dan pendidikan serta bimbingan

(17)

yang diberikan orang tua sangat berpengaruh bagaimana anak menjalani kehidupannya kelak saat sudah dewasa.

Mendidik anak dengan baik dan benar berarti menumbuh kembangkan totalitas potensi anak secara wajar baik potensi jasmani maupun rohani. Mengasuh dan membesarkan anak berarti memelihara kehidupan dan kesehatannya serta mendidik dengan penuh ketulusan dan cinta kasih, cara pangasuhan anak baik itu dapat terwujud dengan pola pengasuhan orang tua yang tepat.

Keluarga memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih luas. Kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun di atas dasar sistem interaksi yang kondusif sehingga pendidikan dapat berlangsung dengan baik. Pendidikan dasar yang baik harus diberikan kepada anggota keluarga sedini mungkin dalam upaya memerankan fungsi pendidikan dalam keluarga, yaitu menumbuhkembangkan potensi laten anak, sebagai wahana untuk mentransfer nilai- nilai dan sebagai agen transformasi kebudayaan. Untuk mentransfer nilai tersebut dibutuhkan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak. Berawal dari komunikasi yang baik inilah yang nantinya akan mempengaruhi pola asuh yang digunakan orangtua dalam mendidik anaknya.

Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil didalam masyarakat. Keluarga mempunyai peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan anak.

Lingkungan keluarga besar atau kecil mempunyai pengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak-anak tumbuh dalam keluarga yang berbeda-beda, ada

(18)

4

orang tua yang merawat dan mendukung anak mereka tetapi ada juga yang memperlakukan dengan kasar atau tidak memperhatikan psikologi anak-anaknya, ada anak yang dibesarkan dalam kehidupan dimana terjadi perceraian dan tinggal dengan orang tua angkat, ada anak yang memiliki ibu yang bekerja full-time dan hanya memiliki waktu sedikit bagi anak-anaknya, beberapa anak tumbuh dilingkungan etnik yang beraneka ragam, sebagai keluarga miskin dan sebagian keluarga yang ekonominya rata-rata. Semua variasi yang beragam ini mempunyai pengaruh pada anak didalam dan diluar kelas. Ada bukti yang menunjukkan bahwa posisi seseorang dalam keluarga yang merawatnya berpengaruh pada fungsi belajarnya. Study lain menunjukkan bahwa sikap orang tua berperan penting dalam memajukan dan menghambat pendidikan seseorang.

Karakter, sikap, cara, dan harapan orang tua dalam mendidik anak berbeda satu sama lain. Ada orang tua yang membimbing anaknya dengan metode disiplin keras (otoriter), ada juga orang tua yang membimbing anaknya dengan memberi kebebasan bertindak dan berfikir, ada juga orang tua yang juga bersikap acuh kepada anaknya. Tentu saja semua itu berpengaruh kepada anak baik pengaruh positif ataupun negatif serta memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Suasana yang ada dirumah pun dapat merangsang serta berpengaruh kepada perkembangan pribadi, perkembangan otak juga perkembangan mental anak dan prestasi belajar anak.

Padahal proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua dirumah tidak semuanya berhasil seperti yang diharapkan, tentu ada yang mengalami kegagalan dalam prosesnya. Yang dapat berakibat tidak baik pada diri anak itu sendiri, anak dapat

(19)

melakukan hal-hal yang melanggar norma yang ada dimasyarakat yang dipengaruhi berbagai macam faktor yang ada dilingkungan masyarakat dikarenakan kurangnya kefahaman dari anak.

Lingkungan tinggal anak juga berpengaruh terhadap perkembangan anak usia remaja, apabila anak tinggal dilingkungan masyarakat yang dapat memberikan peluang terhadap anak untuk bersikap positif sehingga anak dapat berkembang secara baik dan positif. Sebaliknya bila anak berada dilingkungan yang kurang mendukung untuk dia bersikap positif dan mengarah ke sikap negatif maka anak pun dapat bersikap negative apalagi jika orang tua tidak memberikan perhatian serta pengawasan yang lebih baik kepada anak. Karena bila anak sudah bersikap negatif maka dengan mudah anak terjerumus ke hal-hal yang menyimpang dari norma yang ada dimasyarakat. Seperti diketahui sekarang ini narkoba, tawuran anak pelajar dan genk, alkoholisme, dan masih banyak lagi kenakalan remaja yang terjadi saat ini.

Sekolah yang merupakan rumah kedua bagi anak juga mempunyai pengaruh yang besar kepada perkembangan pribadi, perkembangan otak juga perkembangan mental anak dan prestasi belajar anak. Sekolah dirancang untuk melaksanakan pembimbingan dalam sebagian perkembangan hidup manusia serta melanjutkan proses sosialisasi yang telah dilaksanakan sebelumnya yaitu dalam keluarga dan lingkungan sekitar rumah tangga, dan menyiapkan anak untuk memasuki tahapan hidup selanjutnya.

Motivasi anak bisa didapatkan dari diri anak itu sendiri dan juga pengaruh orang lain atau orang terdekat terutama orang tua dan keluarga. Anak yang termotivasi tentu

(20)

6

akan belajar dengan rajin tanpa paksaan sedangkan anak yang kurang termotivasi tentu akan kurang serius dalam belajar baik dirumah atau disekolah. Karena terkadang suatu proses belajar tidak dapat mencapai hasil maksimal disebabkan karena ketiadaan kekuatan yang mendorong (motivasi) dan dengan adanya motivasi dapat menumbuhkan minat belajar siswa. Agar tidak terjadi hal yang tidak inginkan seperti misalnya anak yang sebenarnya memiliki intelegensi yang tinggi tetapi kurang termotivasi akan mengalami kegagalan tentu hal ini sangat disayangkan sekali, oleh karena itu sebisa mungkin sebagai orang tua memberikan motivasi yang positif kepada anak agar anak itu sendiri kelak tidak mengalami kegagalan dan mencapai kesuksesan yang juga akan membanggakan orang tua, guru dan dirinya senidri.

Kegagalan yang dialami anak bukan semata-mata kesalahan dari anak tetapi dapat disebabkan kegagalan orang tua dan juga guru atau pengajar dalam memberikan motivasi serta arahan kepada anak. Agar seseorang dapat belajar dengan baik, dia harus mengetahui cara-cara belajar yang efisien serta mempunyai motivasi belajar yang kemudian dipraktekkan setiap hari sampai menjadi suatu kebiasaan.

Pada pendidikan formal dalam belajar siswa harus menunjukkan adanya perubahan positif agar didapatkan ketrampilan, kecakapan dan pengetahuan baru yang didapat siswa. Dan untuk mengetahui pencapaian pada siswa maka diadakan penilaian dari hasil belajar atau biasa disebut dengan prestasi belajar siswa. Yang biasanya dapat diketahui pada akhir semester setelah siswa melakukan ujian. Sedangkan pengertian dari prestasi belajar adalah kemampuan siswa untuk menguasai sikap, ketrampilan, mampu

(21)

mengerjakan soal, menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan mata pelajaran dan hasilnya dapat berupa angka yang diberikan oleh guru.

Menurut Sugihartono (2007 : 31) bahwa pola asuh terhadap orang tua ada tiga macam yaitu pola asuh otoriter, pola asuh autoritatif dan pola asuh permisif. Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya tidak hanya berpengaruh pada perilaku si anak melainkan akan berpengaruh pula pada prestasi belajarnya.

Dari hasi observasi awal kebanyakan orang tua tidak mendidik anaknya dengan baik, ada orang tua memperlakukan anaknya dengan sangat baik ataupun memanjakan anaknya, ada juga orang tua yang menghukum anaknya ketika melakukan kesalahan kecil, bahkan ada orang tua yang tidak memperdulikan anaknya sama sekali karena sangat sibuk dengan pekerjaannya. Padahal mendidik anak dengan baik sangat berpengaruh pada mental anak, prestasi anak, sikap anak, dan perilaku anak.

Oleh karena itu, pola asuh orang tua memegang peranan penting dalam proses belajar, karena cara orang tua dalam mendidik/mengasuh anak juga berpengaruh terhadap cara belajar anak. Karena anak pada usia remaja masih sangat membutuhkan bimbingan dan arahan dari orang tua. Apabila orang tua menggunakan pola asuh autoritatif yang mana pola asuh ini mengajarkan anak untuk bertanggung jawab pada tiap hal atau aktivitas yang dikerjakannya. Dalam belajarpun anak tidak merasa tertekan karena anak sudah tahu kalau itu merupakan kewajiban yang harus dilakukannya.

(22)

8

Dari latar belakang di atas penulis merasa tertarik untuk membahas masalah tersebut khususnya yang berkenaan dengan pola asuh dalam lingkungan keluarga untuk itu penulis mengajukan proposal dengan judul “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V-C SD Inpres Pajjaiang II Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:’’ Adakah hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar matematika siswa kelas V-C SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Ada hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar matematika siswa kelas V-C SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap berbagai pihak, antara lain:

1.Diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa dalam meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga siswa lebih termotivasi dalam berprestasi.

(23)

2.Menambah ilmu pengetahuan yang telah dimiliki peneliti dan merupakan wahana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat dibangku kuliah dan sebagai dorongan untuk lebih meningkatkan penguasaan teknologi informasi sehingga dapat memperbaiki kemampuan dalam mengajar.

(24)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Keluarga

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga “kulawarga” yang berarti “anggota” kelompok kerabat. Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang masih memilki hubungan darah.

Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan anatara individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggungjawab diantara individu tersebut. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan di tinggal suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan “keluarga” adalah ibu, bapak, dan anak-anaknya, suatu kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.

Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang terteram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya. Suatu ikatan hidup yang didasarkan karena terjadinya perkawinan, juga bisa disebabkan karena persusuan atau muncul perilaku pengasuhan.

Menurut psikologi, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang tua yang berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas

(25)

dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan batin, atau hubungan perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan sedarah, terdapat pula nilai kesepahaman, watak, kepribadian, yang satu sama lain saling mempengaruhi walaupun terdapat keragaman, menganut, ketentuan norma, adat, nilai yang diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut Salvicion dan Ceklis di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan, perkawinan atau pengangkatan, dihidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Berdasar Undang-Undang 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, Bab I pasal 1 ayat 6 pengertian keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya (duda), atau ibu dan anaknya (janda).

Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan- pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau oleh keluarga itu. Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut :

1. Fungsi biologis

a. Untuk meneruskan keturunan.

(26)

12

b. Memelihara dan membesarkan anak.

c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

d. Memelihara dan merawat anggota keluarga.

2. Fungsi Psikologis

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman.

b. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.

c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

d. Memberikan Identitas anggota keluarga.

3. Fungsi Sosialisasi

a. Membina sosialisasi pada anak.

b. Membentuk norma-norma perilaku sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

c. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

4. Fungsi Ekonomi

a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua, dsb.

5. Fungsi Pendidikan

a. Menyekolahkan anak untuk memberi pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai bakat dan minat yang dimilikinya.

b. Mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

(27)

memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

6. Fungsi Ekonomis

Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

7. Fungsi Rekreatif

Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dsb.

8. Fungsi Biologis

Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

Dari urian diatas penulis menyimpulkan bahwa keluarga terdiri atas ibu, bapak, dan anak-anaknya, suatu ikatan hidup yang didasarkan karena terjadinya perkawinan.

2. Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ayah ibu dapat diberikan untuk perempuan/pria

(28)

14

yang bukan orang tua kandung (Biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini.

Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena Adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis anak).

Menurut Thamrin Nasution, orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.

Menurut Hurlock, orang tua merupakan orang dewasa yang membawa anak kedewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalin kehidupan, dalam memberi bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orang tua karena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifat antara keluarga yang satu dengan yang lainnya.

Berbicara orang tua, maka tidak akan terlepas dengan yang namanya keluarga.

Adapun keluarga menurut kamus besar bahasa Indonesia merupakan sekelompok orang yang terdiri bapak, ibu dan anak-anaknya.

Keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidiknya adalah orang tua. Orang tua (bapak dan Ibu) adalah pendidik kodrati, pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrati ibu dan bapak diberi anugerah oleh tugas berupa naluri orang tua.

(29)

Adapun pengertian orang tua menurut beberapa ahli sebagaimana dikutip oleh Syamsul Kurniawan dalam bukunya “Pendidikan Karakter”, mendefisikannya sebagai berikut:

a. Rosyi Datus Saadah, mengungkapkan bahwa orang tua sebagai salah satu institusi masyrakat terkecil yang terdiri dari ayah, ibu yang di dalamnya terjalin hubungan interaksi yang sangat erat.

b. Kamus Besar Bahasa Indonesia, orang tua adalah ibu dan bapak yang mengayomi dan melindungi anak-anaknya dan seisi rumah.

c. Suparyanto, mendefiniskan orang tua sebagai dua individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang

berinteraksi dengan lainnya dalam peran menciptakan serta mempertahankan budaya.

Dari beberapa definisi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu yang bertugas memberikan kasih sayang, memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing anak-anak keturunan mereka.

2. Tugas Orang Tua

Anak pada dasarnya merupakan amanat yang harus dipelihara dan keberadaan anak itu merupakan hasil dari buah kasih sayang antara ibu dan bapak yang diikat oleh tali perkawinan dalam rumah tangga yang sakinah sejalan dengan harapan Islam.

Menurut Dr. Mansur, M.A tugas orang tua merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan tanggung jawab kepada anak-anaknya. Dalam kaitannya dengan pendidikan berarti orang tua

(30)

16

mempunyai tanggung jawab yang disebut tanggung jawab primer. Dengan maksud tanggung jawab yang harus dilaksanakan, kalau tidak maka anak-anaknyaakan mengalami kebodohan dam lemah dalam menghadapi kehidupan. ingsley Price sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Mansur dalam bukunya “Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam” , mengungkapkan bahwa the formation of the child’s character is varacity.

Dari uraian di atas dapat digambarkan bahwa setiap orang tua pasti berharap anak-anaknya menjadi anak yang sholeh berperilaku yang baik (ihsan), oleh karena itu dalam membentuk karakter anak harus secermat dan seteliti mungkin. Karena pendidikan pertama yang diterima oleh anak adalah pendidikan dari orang tua, sehingga perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya memberikan andil yang sangat banyak dalam proses pembentukan karakter anak.

Sebagai orang tua perlu memberikan bimbingan kepada anaknya agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Menurut Dr. Mansur Ma ada beberapa tugas yang perlu dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya:

a. Membantu anak-anak memahami posisi dan peranannya masing-masing sesuai dengan jenis kelaminnya, agar saling menghormati dan melaksanakan perbuatan baik sesuai ridho Allah SWT.

b. Membantu anak-anak mengenal dan memahami nilai-nilai yang mengatur kehidupan berkeluarga, bertetangga, bermasyrakat.

(31)

c. Mendorong anak-anak untuk mencari ilmu dunia dan ilmu agama, agar mampu merealisasikan dirinya (self realization) sebagai satu diri (individu) dan sebagai anggota masyarakat yang beriman.

d. Membantu dan memberi kesempatan serta mendorong anak-anak mengerjakan sendiri dan berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, di dalam keluarga dan masyrakat untuk memperoleh pengalaman sendiri secara langsung sebagai upaya peningkatan iman dan penyebarluasan syiar Islam.

Dari uraian di atas mengenai tugas orang tua yang harus dilakukan kepada anaknya, orang tua harus mendidik dan mengasuh anak dengan sebaik mungkin karena orang tua merupakan penggembang amanah yang sudah diberikan Allah.

3. Tanggung Jawab Orang Tua

Keluarga merupakan masyarakat pendidikan pertama yang nantinya akan menyediakan pendidikan pertama yang nantinya akan menyediakan kebutuhan biologis dari anak dan sekaligus memberikan pendidikannya sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang dapat hidup dalam masyrakatnya sambil menerima dan mengolah serta mewariskan kebudayaannya.Dengan demikian berarti orang tua harus menciptakan susasana keluarga kondusif untuk mewujudkan tugas dan melakanakan tanggung jawab dengan baik. Sehingga akan tercipta perilaku yang baik, perilaku yang ihsan, baik dalam keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

Dari penjabaran di atas mengenai tanggung jawab orang tua terhadap anak- anaknya maka sudah seharusnya orang tua memegang dengan sungguh-sungguh

(32)

18

tanggung jawab yang sudah diberikan dan harus dilaksankan dengan sebaik-baiknya mengingat anak adalah amanat Allah.

4. Fungsi Orang Tua

Menurut A. Choirun Marzuki mengungkapkan bahwa dalam mennghadapi anak, maka orang tua harus bersikap fleksibel, luwes. Sikap tegas memang diperlukan, disamping kelembutan dan kasih sayang merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Orang tua memang dituntut untuk menjadi aktor yang serba bisa. Dia harus memainkan peran orang tua, jika memang skenario menghendaki demikian.

Sebaliknya, dia harus mampu memainkan peran teman, pelindung, ataupun konsultan dan pendidik.

Dari ungkapan di atas maka dapat dilihat bahwa orang tua memegang peranan penting dalam mendidik anak-anaknya. Dan kedudukan orang tua tidak dapat diwakilkan oleh orang lain.

3. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh menurut agama ialah cara memperlakukan anak sesuai dengan ajaran agama berarti memahami anak dan belajar berbagai aspek dan memahami anak dengan memberikan pola asuh yang baik, menjaga anak dan harta anak yatim, menerima, memberi perlindungan, pemeliharaan, perawatan dan kasih sayang sebaik- baiknya, (QS. al-Baqarah (2):220)

(33)

Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan ataupun menghambat tumbuhnya kreativitas, seorang anak dibiasakan dengan suasana keluarga yang terbuka, saling menghargai, saling menerima dan mendengarkan pendapat anggota keluarganya, maka ia akan tumbuh menjadi generasi yang terbuka, fleksibel, penuh inisiatif, dan produktif, suka akan tantangan dan percaya diri. Perilaku kreatif dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Lain halnya jika seorang anak dibesarkan dengan pola asuh yang mengutamakan kedisplinan yang tidak dibarengi dengan toleransi, wajib menaati peraturan, memaksakan kehendak, yang tidak memberi peluang bagi anak untuk berinisiatif, maka yang muncul adalah generasi yang tidak memiliki visi masa depan, tidak punya keinginan untuk maju dan berkembang, siap berubah dan beradaptasi dengan baik, terbiasa berpikir satu arah (linier), dan lain sebagainya. Kehidupan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak. Oleh karena itu, pola pengasuhan orang tua menjadi sangat penting bagi anak dan akan memengaruhi kehidupan anak hingga ia dewasa.

Dari urian diatas penulis menyimpulkan bahwa pola asuh adalah cara orang tua dalam mendidik/mengasuh anak juga berpengaruh terhadap cara belajar anak.

Karena anak pada usia remaja masih sangat membutuhkan bimbingan dan arahan dari orang tua.

a. Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua 1). Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku

(34)

20

ini bersikap rasioanal selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran.

Orangtua ini bertipe realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang lebih yang melampaui kemampuan anak. Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan berpendekatan hangat kepada anak. Contoh: ketika orangtua menetapkan untuk mengetuk pintu ketika memasuki kamar orangtau dengan diberi penjelasan, mengajak anak untuk berdiskusi tentang hal yang tidak boleh dilakukan anak, misalnya tidak boleh keluar dari kamar mandi dengan telanjang, anak juga diajak berkompromi(belajar bermusyawarah).

(Debri,2013)

2). Pola Asuh Otoriter

Pola asuh ini cenderung menetepkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya diikuti dengan ancaman-ancaman,memerintah, dan menghukum apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orangtua, maka tipe orang tua ini tidak segan menghukum anak. Orangtua tipe ini tidak mengenal kompromi dan komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orangtua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. Contoh melarang anak bertanya kenapa dia dan anak dilarang bertanya tentang lawan jenisnya.

3). Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingati anaknya apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.

(35)

Orangtua tipe ini sering hangat, sehingga sering disukai oleh anak. Contoh: anak tidak diberi batas jam main dan anak tidak diberi batas waktu menonton TV.

4). Pola Asuh Temporizer

Pola asuh ini merupakan pola asuh yang paling tidak konsisten. Orangtua sering tidak memilki pendirian. Contoh, dari pola asuh ini kadang orangtua marah besar bila anak bermain hingga lupa waktu, namun kadang orangtua membiarkannya. Hal ini membuat anak bingung dan bertanya-tanya.

5). Pola Asuh Appeasears

Appeasears merupakan pola asuh orang tua yang sangat khawatir akan anaknya, takut menjadi yang tidak baik (overprotective). Contoh: orangtua memarahi anaknya apabila bermain dengan anak tetangga, karena takut anaknya menjadi tidak benar, selalu tidak mengizinkan anaknya tidak pergi camping karena khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan, sehingga anak tidak pernah bebas. (Spock, 2012)

Terlalu memberikan kebebasan kepada anak berdampak sangat tidak baik bagi anak, karena anak dapat menjadi salah bergaul. Terlalu khawatir akan anak juga akan berakibat tidak baik untuk anak, kerana anak akan sulit untuk bergaul.

b. Faktor-Faktor Yang memengaruhi Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak Setiap orang mempunyai kisah sejarah sendiri dan latar belakang yang sering sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan terjadinya pola asuh yang berbeda kepada anak. Menurut Maccoby & Mcloby (2008) ada beberapa faktor yang memengaruhi pola asuh orangtua, yaitu:

(36)

22

1). Faktor social ekonomi

Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan social atau pergaulan yang dibentuk oleh orangtua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak dari orangtua yang sosial ekonominya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali terkendala faktor status ekonomi.

2). Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Latar belakang pendidikan orangtua dapat mempengaruhi pola pikir orangtua dari formal maupun informal, lalu akan berpengaruh pada atau harapan orang tua kepada anaknya.

3). Nilai agama yang dianut oleh orangtua

Nilai-nilai agama juga menjadi hal penting yang ditanamkan orangtua kepada anak dalam pengasuhan yang dilakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.

4). Kepribadian

Dalam mengasuh anak, orangtua tidak hanya mengomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak. Pendapat tersebut berdasar pada teori humanistik yang menitikberatkan pendidikan yang pertumpu pada peserta didik, artinya anak perlu mendapat perhatian dalam membangun sistem pendidikan. Jika anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak menunjukkan niat

(37)

belajar yang sesungguhnya. Bila hal ini dibiarkan terus-menerus akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajar pada diri anak.

5). Jumlah pemilikan anak

Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang ditetapkan para orangtua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga akan ada kecenderungan orangtua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara anak satu dan lainnya. (Sofia. 2013)

Menurut Hurlock (1993) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu:

1) Pendidikan orang tua

Hal ini dapat dikatakan bahwa pendidikan orang tua mempengaruhi dalam menetapkan pola asuh.

2) Kelas sosial

Orang tua yang berada dalam kelas sosial menengah lebih menetapkan pola asuh permissif dibandingkan dengan orang tua yang memiliki kelas sosial bawah.

3) Konsep tentang peran

Orang tua yang memiliki konsep tradisional cenderung menetapkan pola asuh yang ketat terhadap anak dibandingkan dengan orang tua yang memiliki konsep nontradisional atau lebih modern dapat lebih memberi kebebasan kepada anak

(38)

24

untuk melakukan kegiatan yang disenanginya tapi masih masuk dalam kegiatan yang positif.

4) Kepribadian orang tua

Dalam hal ini kepribadian oran tua mempengaruhi dalam menetapkan pola asuh orang tua.

5) Kepribadian anak

Tidak hanya kepribadian orang tua yang mempengaruhi pola asuh orang tua tetapi juga keprbadian anak. Anak yang berpikiran terbuka akan lebih mudah menerima kritik, saran dan rangsangan dari luar sehingga lebih mudah untuk dikendalikan daripada anak yang bersifat tertutup.

6) Usia anak

Usia anak juga mempengaruhi bagaimana orang tua menetapkan pola asuh, terutama pada anak pra sekolah yang masih sangat membutuhkan perhatian dari orang tua tentu saja pola asuhnya akan berbeda dengan anak yang sudah remaja yang perlu sedikit kebebasan dalam bergaul dengan teman seusianya.

Dari pendapat yang dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh oran tua seperti pendidikan orang tua, kelas sosial orang tua, konsep tentang peran, kepribadian orang tua, kepribadian anak serta usia anak.

(39)

c. Karakteristik Anak Akibat Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua yang berbeda juga akan memberi dampak yang berbeda dalam pembentukan karakteristik siswa satu dengan yang lain. Dibawah ini akan dijelaskan karakteristik yang ada pada anak sesuai dengan akibat yang ada pada ketiga macam pola asuh diatas yang di kemukakan oleh Sugihartono dkk (2007:31):

1) Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter ini yang mana sikap dari orang tua dalam mengasuh anaknya menitik beratkan kepada kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan kepada orang tua.

Jadi dapat dikatakan bahwa sikap orang tua yang seperti ini anak harus selalu mengikutinya dan melaksanakan karena kebanyakan orang tua yang seperti ini akan memberi hukuman atau teguran yang cukup keras kepada anaknya sendiri apabila si anak tidak mengikuti aturan atau perintah orang tua. Dan anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini dapat menjadi penyendiri, mengalami kemunduran dalam kematangannya, ragu dalam bertindak, mudah gugup, serta lambat berinisiatif.

2) Pola asuh permissif

Pola asuh permissif ini yang mana sikap orang tua dalam mengasuh anaknya dapat dikatakan kurang berwibawa, kurang tegas, terlalu membebaskan anak dan terkadang tidak peduli atau acuh kepada anak. Pola asuh orang tua yang seperti ini sangat tidak baik dan tidak dianjurkan karena anak akan menjadi semena-mena dan sesuka hatinya. Dan sifat dari keluarga ini biasanya bersikap agresif, tidak dapat

(40)

26

bekerja sama dengan orang lain, kurang dapat beradaptasi, labil dan memiliki sikap gampang curiga dengan orang lain.

3) Pola asuh autoritatif

Pola asuh autoritatif ini yang mana pola asuh ini sangat dianjurkan dalam mendidik anak karena dengan menggunakan pola asuh ini anak diajarkan cara bertanggung jawab, serta lebih dapat menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan baru, dapat bersikap fleksibel, dapat menguasai diri, mau melengkapi dan menerima saran, kritik serta pendapat dari orang lain, bersikap aktif serta stabil.

Dari ketiga macam bentuk pola asuh orang tua yang sudah dijelaskan diatas, dapat diidentifikasi pengaruh dari berbagai macam pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar. Orang tua yang menerapkan pola asuh autoritatif akan melibatkan anak sepenuhnya dalam pembagian tanggung jawab dirumah. Memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengharuskan anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia dan kemampuan mereka. Karena orang tua dapat bersikap realistis terhadap kemampuan yang dimiliki oleh anak dan tidak mengaharapkan hal yang terlalu berlebihan dan memaksakan kepada anak karena orang tua sampai dimana kemampuan anak. Orang tua juga dalam melakukan pendekatan kepada anak dengan bersikap hangat sehingga anak merasa nyaman dan juga merasa di hargai oleh orang tua.

Sedang orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter yang mana orang tua menuntut dan mengendalikan anak hanya agar anak mematuhi orang tua dan juga membatasi anak. Anak-anak dengan orangtua seperti ini cenderung memiliki

(41)

kompetensi dan tanggung jawab sedang, cenderung menarik diri secara social dan tidak memiliki sikap spontanitas. Anak perempuan akan tergantung pada orangtuanya dan tidak memiliki motivasi untuk maju, anak laki-laki cenderung lebih agresif dibandingkan anak laki-laki yang lain. Lain lagi dengan pola asuh permissif yang mana anak menjadi tidak terkontrol karena anak tidak diajari untuk bertanggung jawab, hanya diberi kebebasan untuk bertindak. Padahal anak pada usia remaja masih sangat membutuhkan arahan serta bimbingan dari orang tua.

B. Kajian tentang Pembelajaran Matematika 1. Pengertian Belajar

Hamalik (2003) menjelaskan bahwa belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman (learning is defined as the modificator or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan. Dengan demikian, belajar ini bukan sekedar mengingat atau menghafal saja, namun lebih luas dari itu merupakan mengalami.

Hamalik juga menegaskan bahwa belajar adalah suatu proses tingkah laku individu atau seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Perubahan tingkah laku dalam kegiatan belajar disebabkan oleh pengalaman atau latihan.

(42)

28

Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa disekolah dan lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan mntap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif (Syah,2003), dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari beberapa tahap.

Menurut Suprijono (2009: 4-5), prinsip-prinsip belajar terdiri dari tiga hal.

Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. sebagai hasil tindakan rasional instrumental, yaitu perubahan yang disadari.

2. Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya.

3. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.

4. Positif atau berakumulasi.

5. Aktif sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.

6. Permanen atau tetap, sebagaimana dikatakan oleh Wittig, belajar sebagai

“any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that accurs as a result of experience”.

7. Bertujuan dan terarah.

8. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.

(43)

Dari urian diatas penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah Belajar adalah kegiatan berproses dari belum tau menjadi tau. Belajar dapat dilakukan dimana saja di lingkungan sekolah atau dirumah.

2. Tujuan belajar

Menurut Suprijono (2009: 5), tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional yang dinamakan instructional effects, yang biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional disebut nurturant effects.

Bentuknya berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu.

3. Pengertian Matematika

Matematika adalah suatu bidang studi hidup, yang perlu dipelajari karena hakikat matematika adalah pemahaman terhadap pola perubahan yang terjadi di dalam dunia nyata dan di dalam pikiran manusia serta keterkaitan di antara pola- pola tersebut secara holistik (Jamaris, 2012: 177). Matematika adalah ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (penalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran- pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

(44)

30

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat sulit juga bersifat abstrak dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahaminya.

Seperti yang kita ketahui bahwa kesulitan dalam mempelajari matematika ialah karena matematika memiliki suatu pelajaran yang sangat sulit tetapi juga berguna untuk kehidupan.

Matematika berasal dari bahasa Latin “Mathematika” yang mulanya diambil dari bahasa Yunani “Mathematika” yang berarti mempelajari.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang pada hakikatnya bersifat abstrak.

a. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.

Pembelajaran di dalamnya mengandung makna belajar dan megajar, atau merupakan kegiatan mengajar. Belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang menerima pelejaran, sedangkan mengajar berorintasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran.

Pembelajaran matematika adalah proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika (Susanto, 2013: 187).

Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama-

(45)

sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif.

Pembelajaran yang efektif adalah melibatkan seluruh siswa secara efektif. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi hasil. Pertama, dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan semangat belajar yang tinggi, dan percaya pada diri sendiri. Kedua, dari segi hasil, pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi perubahan tingkah laku ke arah positif, dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

b. Ciri-ciri Matematika

Belajar matematika tidaklah bermakna jika tidak dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari karena manusia sangat memerlukan matematika dalam aktivitasnya.

Suwangsih (2006: 25-26) ciri-ciri pembelajaran matematika di SD adalah sebagai berikut:

1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral, metode spiral ini melambangkan adanya keterkaitan antara suatu materi dengan materi lainnya.

Topik sebelumnya menjadi prasyarat untuk memahami topik berikutnya atau sebaliknya.

2) Pembelajaran matematika dilakukan secara bertahap. Materi pembelajaran matematika dilakukan secara bertahap yang dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih kompleks.

(46)

32

3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif sedangkan matematika merupakan ilmu deduktif namun sesuai tahap perkembangan siswa maka pembelajaran matematika di SD digunakan metode induktif

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna konsep matematika tidak diberikan dalam bentuk jadi, tapi sebaliknya siswalah yang harus mengonstruksi konsep tersebut.

Berdasarkan ciri-ciri mata pelajaran matematika di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang dilakukan secara bertahap yang dimulai dari konsep sederhana menuju konsep yang lebih kompleks.

c. Tujuan Pembelajaran Matematika

Tujuan belajar matematika adalah mendorong siswa untuk menjadi pemecah masalah berdasarkan proses berpikir yang kritis, logis, dan rasional (Jamaris, 2012:

197).

Secara umum tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika. Menurut Susanto dalam Depdiknas (2001: 9), kompetensi atau kemampuan umum pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai berikut:

1) Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian serta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.

(47)

2) Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.

3) Menentukan sifat simetris, kesinambungan, dan sistem koordinat.

4) Menggunakan pengukuran satuan, kesetaraan antar satuan, dan penafsiran pengukuran.

5) Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan dan menyajikan.

6) Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengkomunikasikan gagasan secara matematika.

Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas, sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau logaritma.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, marancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

(Susanto dalam Depdiknas)

(48)

34

Berdasarkan tujuan mata pelajaran matematika di atas, peneliti menyimpulkan bahwa guru hendaknya membimbing siswa untuk memahami konsep matematika dan kegunaan matematika.

C. Kajian tentang Prestasi belajar 1. Prestasi Belajar

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang dilakukan atau dikerjakan (Depdiknas, 2001: 894) berarti prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari proses belajar seseorang. Untuk mengetahui prestasi belajar bisa melalui penilaian hasil belajar. Istilah Prestasi berasal dari bahasa Belanda ”prestatie” dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Dalam literature, prestasi selalu dihubungkan dengan aktivitas tertentu, setiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement) seseorang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 700) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan.

Prestasi belajar menurut Sudjana (1999: 22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia mengalami pengalaman belajar. Hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa sesudah menerima pengalaman belajar. Siswa mengalami perubahan perilaku belajar setelah melewati proses pembelajaran. Prestasi belajar dapat diukur dengan nilai, dimana nilai yang dicapai harus dapat mencapai standar kelulusan.

(49)

Menurut penjelasan di atas, prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar. Penilaian ini dinyatankan dalam bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai oleh siswa dalam mengikuti pembelajaran misalnya ulangan harian, tugas-tugas PR dan tes lisan. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu.

a. Cara Pengukuran Prestasi Belajar

Tujuan dari setiap pelajaran adalah perubahan-transformasi yang bertujuan.

Setiap hari guru berjalan memasuki kelas, guru harus tahu pasti apa harapan yang ingin dicapainya dan bagaimana cara mencapainya. Walaupun guru selalu tidak dapat dengan tepat mengikuti apa yang telah direncanakan, namun dengan adanya perencanaan guru secara sadar mempengaruhi cara belajar siswa (Partin, 2012: 162).

Alat yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar adalah tes dan non tes.

Prestasi belajar yang diukur dengan tes dapat dilihat dari nilai formatif, sumatif dan pemberian tugas dari guru, sedangkan prestasi belajar siswa dengan non tes dapat dilihat dari perilaku siswa, disiplin, keterampilan siswa dan sebagainya.

Pada umumnya, untuk menilai prestasi belajar siswa, guru dapat menggunakan bermacam-macam “achievement test” seperti “oral test” essay test dan “objective test” atau “short-answer test”. Sedangkan untuk nilai proses belajar dan hasil belajar

(50)

36

murid yang bersifat keterampilan (skill) tidak dapat dipergunakan hanya dengan tes tertulis, atau lisan, tapi harus dengan “performance test” yang bersifat praktek.

Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu proses belajar mengajar pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan seseorang yang mencakup pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Dalam arti bahwa perubahan kemampuan merupakan indikator untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa. Hasil prestasi belajar siswa diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Tes ini disusun dan dikembangkan dari pokok-pokok bahasan yang dipelajari oleh siswa dalam beberapa materi pelajaran di sekolah atau madrasah. Tes dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu tes tertulis dan tes lisan. Tes tertulis meliputi tes pilihan ganda (multiple choice), isilah (essay) sedangkan tes lisan adalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru kepada siswa secara langsung.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Prestasi atau hasil akan mudah dicapai apabila diusahakan semaksimal mungkin oleh si pelaku (pelajar) dan tidak kalah pentingnya adalah faktor dari dalam yang ikut mempengaruhinya. Apabila faktor dari dalam itu dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin niscaya akan dapat memotivasi si pelajar dalam meraih prestasi yang diinginkan.

Menurut Syah (2009: 136) Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa ada 2 macam :

1) Faktor Intrinsik yaitu faktor-faktor dari dalam diri siswa yaitu faktor-faktor kondisi jasmani dan rohani siswa. Adapun faktor-faktor intrinsik meliputi; sikap, bakat,

(51)

dan minat siswa dalam belajar.

2) Faktor Ekstrinsik yaitu faktor-faktor dari luar diri siswa yaitu meliputi faktor lingkungan dan instrumental.

3) Faktor lingkungan meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan pergaulan

4) Faktor instrumental meliputi sarana dan prasarana, kondisi gedung sekolah, metode yang digunakan guru dalam mengajar, kurikulum, guru dan materi yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.

Sedangkan menurut Wilis (2002: 12) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut:

1) Faktor Internal (dalam diri) meliputi;

2) Faktor intelektif yang meliputi faktor persona, yaitu: kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan, yaitu prestasi yang dimiliki.

3) Faktor non intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.

4) Faktor Eksternal (faktor yang berasal dari luar siswa)

Dari urian diatas penulis menyimpulkan bahwa adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia mengalami pengalaman belajar. Hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa sesudah menerima pengalaman belajar.

Siswa mengalami perubahan perilaku belajar setelah melewati proses pembelajaran.

Prestasi belajar dapat diukur dengan nilai, dimana nilai yang dicapai harus dapat mencapai standar kelulusan.

(52)

38

D. Kerangka Pikir

Pola asuh orang tua adalah suatu pola perilaku yang digunakan untuk berhubungan dengan anak-anak dan suatu cara yang digunakan dan diterapkan oleh orang tua untuk mendidik anaknya. Pola asuh orang tua ini memberi pengaruh kepada siswa atau anak dalam meningkatkan prestasi belajarnya karena seorang anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dan mencari identitas diri sangat butuh pengarahan dari orang tuanya. Jika orang tua mendukung segala aktifitas yang dilakukan anak dan aktifitas itu bersifat positif maka prestasi belajarnya pun akan baik. Misalnya anak yang hobi menari dengan orang tua memasukkannya ke sanggar tari sehingga hobi dan bakat anak tersebut tersalurkan ke jalur yang benar. Tentu anak itupun akan berpikir positif dan timbul kesadaran anak untuk belajar dengan rajin dan meningkatkan prestasi belajarnya.

Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar diri individu. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Berdasarkan kerangka tersebut di atas, dapat digambarkan secara singkat sebagai berikut:

Bagan kerangka pikir

Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V-C SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar

(53)

E. Hipotesis

Hipotesis adalah penjelasan atau jawaban tentatif (sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala) atau kejadian yang akan terjadi bisa juga mengenai kejadian yang sedang berjalan”. Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, kajian pustaka, maupun kerangka pikir, maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut: “Ada hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar matematika pada siswa Kelas V-C SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar”.

Matematika Prestasi Belajar

Ada hubungan Tidak ada hubungan

(54)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Korelasional dari kata dasarnya korelasi. menurut Arikunto (2010:247-248), penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan masalah yang diteliti antara dua variabel atau lebih, dalam hal ini untuk melihat hubungan pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar matematika.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V-C SD Inpres Pajjaiang II Kota Makassar.

C. Variabel dan Desain Penelitian 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:

a. Variabel Bebas yaitu Pola Asuh Orang Tua (X) b. Variabel Terikat yaitu Prestasi Belajar (Y)

(55)

2. Desain Penelitian

X Y

Gambar 3.1 Desain Penelitian Keterangan :

X = Variabel pola asuh orang tua Y = Variabel prestasi belajar

D. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari pemahaman penafsiran yang berbeda maka penulis mendefinisikan beberapa variabel sebagai berikut.

a. Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua adalah suatu cara mendidik yang dilakukan orang tua kepada anak. Cara mendidik anak berbeda-beda tergantung dengan pola asuh orang tua yang ditetapkan dalam keluarga. Adapun pola asuh orang tua yaitu Otoriter, Demokratis dan Permisif. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua.

b. Prestasi Belajar

Prestasi belajar siswa dalam penelitian ini adalah hasil yang dicapai siswa pada mata pelajaran matematika yang dapat dilihat dari nilai rapor siswa tersebut.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal proses mendidik dalam keluarga orang tua dalam memberikan pola asuh demokratis yang diterapkan dalam keluarga akan berdampak terhadap prestasi siswa dengan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pola asuh yang dirasakan siswa SD kelas III yang diberikan orang tua adalah pola asuh permisif (permissive parenting) dengan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua demokratis berhubungan positif dan signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas V

Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada bab sebelumnya, beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: (1) Pola asuh orang tua memiliki pengaruh terhadap

Tujuan penelitian ini adalah 1). untuk mengetahui bentuk pola asuh yang diterapkan orang tua 2). untuk mendeskripsikan pola asuh orang tua terhadap kemampuan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada bab sebelumnya, beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: (1) Pola asuh orang tua memiliki pengaruh terhadap

Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil uji korelasi antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar IPS sebesar 0,775 berdasarkan interprestasi

Hasil analisis yang dilakukan peneliti pada pola asuh orang tua terbanyak yaitu berpola asuh demokratis sebanyak 32,5% sedangkan interaksi sosial siswa kelas V SD Negeri