• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

10

Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau otak (Borley & Grace, 2006). Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang atau berubahnya kesedaran, kemampuan kognitf, kemampuan fisik, perilaku, ataupun kemampuan emosi (Ignatavicius, 2009).

Menurut Muttaqin (2008) cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dan fungsi otak yang disertai atau tidak disertai intrerstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala menyebabkan menurunnya tinkat kesadaran adapun tingkat kesadaran tergantung dari nilai GCS, nilai dari 15-14 compos mentis, 13-12 Apatis, 11-10 delirium, 9-7 samnolen, 6-5 stupor, 4 semi coma, 3 coma.

Dapat disimpulkan cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara langsung atau tidak langsung yang menyebabkan berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.

2.1.2 Mekanisme cedera kepala

Organ otak dilindungi oleh rambut kepala, kulit kepala, tulang tengkorak, dan meningen atau lapisan otak, sehingga secara fisiologis efektif terlindungi dari trauma atau cedera. Cedera kepala terjadi karena adanya benturan atau daya yang mengenai kepala secara tiba- tiba (Black & Hawks, 2009). Cedera kepala dapat terjadi melalui 2

(2)

mekanisme, yaitu ketika kepala secara langsung kontak dengan benda atau obyek dan mekanisme akselerasi-deselerasi. Akselerasi merupakan mekanisme cedera kepala yang terjadi ketika benda yang bergerak membentur kepala yang diam, sedangkan deselerasi terjadi ketika kepala bergerak membentur benda yang diam (Hickey, 2003).

Ketika benturan terjadi, energi kinetik diabsorpsi oleh kulit kepala, tulang tengkorak, dan meningen, sedangkan sisa energi yang ada akan hilang pada bagian atas otak (Dollan, et al. 1996). Namun demikian jika energi atau daya yang dihasilkan lebih besar dari kekuatan proteksi maka akan menimbulkan kerusakan pada otak.

Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala, dibagi menjadi cedera kepala primer dan cedera kepala skunder. Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian cedera. Cedera ini umumnya menimbulkan kerusakan pada tengkorak, otak, pembuluh darah, dan struktur pendukungnya (Cunning &

Houdek, 1998). Cedera kepala sekunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik. Pada cedera kepala sekunder pasien mengalami hipoksia, hipotensi, asidosis, dan penurunan suplay oksigen otak (LeJeune & Tamara, 2002). Lebih lanjut keadaan ini menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil, papilla edema, dan nyeri kepala.

Masalah utama yang sering terjadi pada cedera kepala adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan peningkatan tekanan intrakranial.

2.1.3 Perdarahan cerebral

Cedera kepala dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah otak yang menimbulkan perdarahan serebral. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma seperti pada epidural hematoma yaitu berkumpulnya darah di antara lapisan periosteum tengkorak dengan

(3)

duramater akibat pecahnya pembuluh darah yang paling sering adalah arteri media meningial. Subdural hematoma adalah berkumpulnya darah di ruang antara duramater dengan subarahnoid. Sementara intracereberal hematoma adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral (Black & Hawks, 2009). Perdarahan serebral pada jumlah yang relatif sedikit akan dapat diabsorpsi, akan tetapi apabila perdarahan lebih dari 50 cc akan sulit diabsorpsi dan menyebabkan gangguan perfusi jaringan otak.

2.1.4 Edema serebri

Edema merupakan keadaan abnormal saat terjadi penimbunan cairan dalam ruang intraseluler, ekstraseluler atau keduanya. Edema dapat terjadi pada 2 sampai 4 hari setelah trauma kepala. Edema serebral merupakan keadaan yang serius karena dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial dan perfusi jaringan serebral yang kemudian dapat berkembang menjadi herniasi dan infark serebral.

Ada 3 tipe edema serebral, yaitu: edema vasogenik, sitogenik dan interstisial. Edema vasogenik merupakan edema serebral yang terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga plasma dapat dengan mudah keluar ke ekstravaskuler. Edema sitogenik yaitu adanya peningkatan cairan yang terjadi pada sel saraf, sel glia dan endotel. Edema ini terjadi karena kegagalan pompa sodium-potasium, natrium-kalium yang biasanya terjadi bersamaan dengan episode hipoksia dan anoksia. Sedangkan edema interstitial terjadi saat cairan banyak terdapat pada periventrikular yang terjadi akibat peningkatan tekanan yang besar sehingga tekanan cairan yang ada jaringan ependimal akan masuk ke periventrikuler white matter (Hickey, 2003).

2.1.5 Peningkatan tekanan intrakranial

(4)

Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan yang terjadi dalam ruang atau rongga tengkorak. Rongga otak merupakan ruang tertutup yang terdiri atas darah dan pembuluh darah, cairan cerebrospinalis, dan jaringan otak dengan komposisi volume yang relatif konstan. Jika terjadi peningkatan salah satu atau lebih dari komponen tersebut, maka secara fisiologis akan terjadi proses kompensasi agar volume otak tetap konstan (Brunner & Suddarth’s, 2004; Little, 2008).

Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami edema serebri atau perdarahan cerebral. Hal ini berarti akan terjadi penambahan volume otak yang apabila melebihi ambang kompensasi, maka akan menimbulkan desakan atau herniasi dan gangguan perfusi jaringan serebral. Keadaan herniasi serebral merupakan kondisi yang mengancam kehidupan karena dapat menekan organ-organ vital otak, seperti batang otak yang mengatur kesadaran, pengaturan pernapasan maupun kardiovaskuler.

2.1.6 Penatalaksanaan cedera kepala

Penatalaksanaan pada asaat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor mempertahankan fungsi ABC ( airway, breathing, circulation) dan melalui status neurologis( disability, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan memberikan oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah (Muttaqin, 2008).

Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meninngi disebabkan oleh edema serebri Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intrakranial ini dapat dilakukan dengan cara meurunkan PaCO2.

(5)

Untuk menjaga kestabilan oksigen dan glukosa otak juga perlu diperhatikan adalah tekanan intrakranial dengan cara mengontrol cerebral blood flow (CBF) dan edema serebri. Keadaan CBF ditentukan oleh berbagai faktor seperti tekanan darah sistemik, cerebral metabolic rate dan PaCO2. Pada keadaan hipertensi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak hal ini akan menghambat oksigenasi otak (Denise, 2007). Demikian juga pada peningkatan metabolisme akan mengurangi oksigenasi otak karena kebutuhan oksigen meningkat. Disamping itu pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema serebral, memperbaiki metabolisme otak dan mengurangi gejala peserta seperti nyeri kepala sangat diperlukan.

2.1.7 Kraniotomi

kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuanmencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya kraniotomi dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi intrakranial.

Pasien yang akan melakukan kraniotomi biasanya akan cemas dan stress saat akan dilakukan kraniotomi. Penelitian untuk mengurangi stress saat pembedahan kraniotomi menurut Gunadi, M. & Suwarman (2013) Penelitian tentang scalp nerve block pada kraniotomi evakuasi pasien moderate head injury dengan subdural hemorrhage dan intracerebral hemorrhage frontotemporoparietal dekstra mencegah stress response selama dan pascabedah menyatakan Scalp nerve block

(6)

mempergunakan bupivakain 0,5% sebelum insisi dapat mengurangi stress response akibat proses pembedahan. Respons hipertensi serta takikardia berkurang selama dilakukan insisi scalp dan kraniotomi;

respons hiperglikemia juga berkurang. Selain itu, scalp nerve block mengurangi kebutuhan fentanil selama operasi berlangsung dan juga dapat digunakan untuk analgesia pascabedah.

Indikasin kraniotomi pada pasien cedera kepala ada dua pembagian yaitu:

2.1.7.1 Segera

a. Hematoma ektraserebral (epidura, subdura) dengan efek desak ruang ( ketebalan lebih dari 10 mm, dan atau dengan garis tengah yang bergeser lebih dari 5 mm, dan atau ada penyempitan perimencephhalic atau ventriculus tertius)

b. Hematoma intraserebral dengan efek pendesakan dan di lokasi yang dapat dilakukan tindakan bedah.

c. fraktur terbuka, dengan fragmen impresi, dengan atau tanpa rubekan dura

d. Tanda-tanda kompresi saraf optik.

2.1.7.2 Elektif / terprogram

a. Fraktur impresi tertutup, dengan defisit neurologik minimal dan pasien stabil.

b. Hematoma intrakranial dengan efek masa dan defisit neurologik dan minimal, dan pasien stabil.

Pada pasien kraniotomi akan terlihat tanda dan gejala berupa pada penurunan kesadaran, nyeri kepala sebentar kemudian membaik beberapa waktu kemudian timbul gejala yang berat dan sifatnya progresif seperti: nyeri kepala hebat, pusing, penurunan kesadaran, pada kepala terdapat hematoma subkutan, pupil dan isokor, kelemahan respon motorik konta lateral, reflek hiperaktif atau sangat cepat, bila

(7)

hematoma semakin meluas maka timbul gejala deserebrasi dan gangguan tanda vital serta fungsi respirasi.

Penelitian tentang pengelolaan nyeri pascakraniotomi menyatakan Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan kesadaran dan sensitivitas diantara para dokter neuroanestesi dan dokter ahli bedah saraf mengenai perlunya menyediakan penghilang rasa sakit pascaoperasi yang baik pada pasien yang menjalani kraniotomi. Hal ini diterjemahkan dengan praktek dan strategi penatalaksanaan nyeri yang lebih baik.

Kebutuhan yang mendasar pada pasien ini adalah adanya penilaian tingkat kesadaran yang jelas untuk evaluasi fungsi neurologis. Sebagai akibatnya, pemantauan secara terus menerus terhadap fungsi neurologis serta target analgesia yang adekuat merupakan pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyeimbangkan efek yang terjadi. Sejak mulai dikenalnya berbagai pilihan terapi disamping opioid yang telah lama dipakai, analgesia multimodal memberikan harapan yang rasional tentang kualitas analgesia yang lebih baik dengan efek samping yang minimal dibandingkan bila obat diberikan secara individual. Walaupun telah banyak literatur membahas berbagai modalitas untuk mengatasi nyeri akut pasca kraniotomi, belum ada kesepakatan atau konsensus tentang protokol penanganan nyeri ini.

Kebanyakan pasien pascakraniotomi mendapatkan obat anti kejang secara bersamaan dengan obat lainnya. Pengaruh dari obat-obat ini terhadap kebutuhan analgetik belum diketahui secara jelas. Karenanya protokol penanganan nyeri yang ideal untuk penatalaksanaan nyeri pascakraniotomi secara praktis masih belum didapat (Suwarman, &

Tatang Bisri, 2016).

(8)

Komplikasi bedah kraniotomi meliputi peningkatan tekanan intraokuler (TIK), infeksi dan defisit neurologik. Selanjutnya peningkatan TIK dapat terjadi sebagai akibat edema serebral atau pembengkakan dan diatasi dengan manitol, diuretik osmotik, Disamping itu pasien juga memerlukan intubasi dan penggunaan agens paralisis. Infeksi mungkin karena insisi terbuka, pasien harus mendapat terapi antibiotik dan balutan serta sisi luka harus dipantau untuk tanda infeksi, peningkatan drainase,bau menyengat,drainase purulen dan kemerahan serta bengkak sepanjang garis insisi, defisit neurologik dapat diakibatkan oleh pembedahan.

Pada pengkajian akan didapatkan masalah psikologis pada pasien cedera kepala menurut Muttaqin (2008) pasien akan mengalami ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah. Terlebih lagi pasien dengan kraniotomi maka akan jelas terlihat bekas insisi pembedahan dan komplikasi-komplikasi lainya yang semakin membuat psikologi pasien terganggu.

2.2 Konsep Dukungan keluarga 2.2.1 Pengertian dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Setiadi, 2008). Sedangkan menurut Friedman (dalam Setiadi, 2008) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Menurut Francis dan Setiadarma (dalam Ambari, 2010) dukungan keluarga merupakan bantuan atau sokongan yang diterima salah satu anggota keluarga dari

(9)

anggota keluarga lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam sebuah keluarga.

Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan. Studi tentang dukungan keluarga telah mengonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti bermanfaat. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah dan praktisi kesehatan. Dukungan keluarga internal antara lain dukungan suami atau istri dari saudara kandung atau dukungan dari anak (Setiadi, 2008).

2.2.2 Karakteristik keluarga

Menurut Gusti (2013) karakteristik keluarga adalah sebagai berikut:

2.2.2.1 Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.

2.2.2.2 Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.

2.2.2.3 Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing- masing mempunyai peran sosial; suami, istri, anak, kakak dan adik.

2.2.2.4 Mempunyai tujuan yaitu menciptakan dan mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.

2.2.3 Sumber-sumber dukungan keluarga

(10)

Menurut Nursalam., dkk (dalam Yuliana, 2011) menyatakan individu yang termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan dan konselor. Friedman (dalam Yuliana, 2011) dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan internal dan eksternal. Dukungan sosial berupa internal seperti suami/ayah, istri/ibu, atau dukungan saudara kandung. Dukungan sosial eksternal adalah dukungan sosial eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga).

2.2.4 Peran keluarga

Menurut Harmoko (2012) kesanggupan keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan keluarga. Selain keluarga mampu melaksanakan fungsi dengan baik, keluarga juga harus mampu melakukan tugas kesehatan keluarga. Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:

2.2.5.1 Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan, karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Orangtua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya.

Perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya.

Perubahan sekecil apapun yang dialami oleh anggota keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orangtua. Apabila menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.

2.2.5.2 Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan

(11)

pertimbangan siapa diantara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain dilingkungan tempat tinggalnya.

2.2.5.3 Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Rumah merupakan termpat berteduh, berlindung dan bersosialisasi bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah haruslah dapat menjadkan lambang ketenangan, keindahan, dan dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.

2.2.5.4 Mempertahankan suasana rumah yang sehat

Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung dan bersosialisasi bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan dan dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.

2.2.5.5 Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat

Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya.

Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.

2.2.5 Dimensi dukungan keluarga

(12)

Menurut Friedman (dalam Ambari, 2010) menjelasklan bahwa dimensi dukungan keluarga terdiri dari:

2.2.6.1 Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi, yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stresor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

2.2.6.2 Dukungan penghargaan

Keluarga disini bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.

2.2.6.3 Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan ini juga mencakup bantuan secara langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, memodifikasi lingkungan maupun menolong pekerjaan pada saat penderita mengalami stres.

2.2.6.4 Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan belajar serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek- aspek dari dukungan emosional ini meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,

(13)

perhatian, motivasi dan mendengarkan atau di dengarkan saat mengeluarkan perasaannya.

Menurut House dalam Setiadi (2008) setiap bentuk dukungan keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain:

2.2.6.1 Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan- persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.

2.2.6.2 Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persolanan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecakan masalah yang dihadapinya.

2.2.6.3 Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapinya, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain.

2.2.6.4 Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang.

(14)

Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif.

Menurut Caplan (dalam Saragih, 2011) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa dimensi dukungan yaitu:

2.2.6.1 Dukungan informasional

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah. Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stresor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

2.2.6.2 Dukungan pengharapan

Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa penguatan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada individu. Dukungan ini terjadi jika ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak berbicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif terhadap orang lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian depresi yang baik dan juga sumber depresi dan stategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stresor. Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai

(15)

sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.

2.2.6.3 Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. Suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis. Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata. Bantuan langsung merupakan bagian dari dukungan nyata, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun depresi yang membantu memecahkan masalah.

2.2.6.4 Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. Dukungan emosional dapat didefinisikan sebagai persepsi tentang perawatan, kasih sayang dan kenyamanan yang diberikan yang dapat menurunkan tingkat stres dan depresi. Selama stres berlangsung, individu sering menderita secara emosional dan mengalami depresi, sedih, cemas, kehilangan harga diri.

Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai, bantuan dalam bentuk semangat, empati sehingga individu yang menerimanya merasa berharga.

Ketidakpuasan hidup pada pasien disebabkan karena penurunan interaksi dengan lingkungan, hubungan orangtua

(16)

dengan teman. Teman atau keluarga dapat menyediakan dukungan emosional yang dapat menenangkan individu yang mengalami stres.

2.3 Konsep Penerimaan Diri

2.3.1 Pengertian Penerimaan Diri

Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap penerimaan terhadap gambaran mengenai kenyataan diri. Rubin (dalam Novvida, 2007) menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan suatu sikap yang merefleksikan perasaan senang sehubungan dengan kenyataan diri sendiri.

Penerimaan diri ini mengandaikan adanya kemampuan diri dalam psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas diri. Hal ini berarti bahwa tinjauan tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung perwujudan diri secara utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Schultz (dalam Novvida, 2007) mengenai penerimaan diri.

Dia menyatakan bahwa penerimaan diri yang dibentuk merupakan hasil dari tinjauan pada seluruh kemampuan diri.

Suatu tingkat kemampuan individu untuk hidup dengan segala kekhususan diri ini memang diperoleh melalui pengenalan diri secara utuh. Kesadaran diri akan segala kelebihan dan kekurangan diri haruslah seimbang dan diusahakan untuk saling melengkapi satu sama lain, sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang sehat.

Hurlock (psikologi perkembangan, 2006) mengatakan bahwa individu yang menerima dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya, yang dikombinasikan dengan apresiasi atas dirinya secara keseluruhan. Artinya, individu itu memiliki kepastian akan standar dan teguh pada pendirian, serta mempunyai

(17)

penilaian yang realistik terhadap keterbatasannya tanpa mencela diri.

Jadi, orang yang memiliki penerimaan diri yang baik tahu asset yang dimiliki dirinya dan bisa mengatasi cara mengelolanya.

Ahli lain yaitu Chaplin (2004) berpendapat bahwa penerimaan diri adalah sikap yang merupakan rasa puas pada kualitas dan bakat, serta pengakuan akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini tidak diikuti dengan perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan menerima kodrat mereka apa adanya. Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya penerimaan diri merupakan aset pribadi yang sangat berharga. Calhoun dan Acocella (dalam Novvida,2007) mengatakan penerimaan diri akan membantu individu dalam menyesuaikan diri sehingga sifat-sifat dalam dirinya seimbang dan terintegrasi. Pendapat ini senada dengan pernyataan Skinner, (Maramis, 1998) yang menyebutkan bahwa salah satu kriteria utama bagi suatu kepribadian yang terintegrasi baik adalah menerima diri sendiri.

Penerimaan diri juga berkaitan erat dengan kesehatan fisik. Schlutz (dalam Novvida, 2007) mengatakan bahwa penerimaan diri memiliki hubungan yang erat dengan tingkat fisiologik. Tingkat fisiologik yang dimaksud adalah tingkat kesehatan individu yang dilihat dari kelancaran kerja organ tubuh dan aktifitas dasar, seperti makan, minum, istirahat dan kehidupan seksual, yang semuanya merupakan faktor penunjang utama kesehatan fisik. Individu yang bisa menerima keadaan dirinya tidak memiliki hambatan dalam hal ini.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan ini merupakan sikap individu yang mencerminkan perasaan menerima dan senang atas segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta mampu mengelola segala kekhususan diri

(18)

dengan baik sehingga dapat menumbuhkan kepribadian dan fisik yang sehat

2.3.2 Aspek-aspek Penerimaan Diri

Sheerer dalam Masyithah (2012) menjelaskan lebih lanjut mengenai karakteristik individu yang dapat menerima dirinya, yaitu:

a. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi persoalan. Hurlock (Psikologi Perkembangan, 2006) menambahkan bahwa artinya individu tersebut memiliki percaya diri dan lebih memusatkan perhatian kepada keberhasilan akan kemampuan dirinya menyelesaikan masalah.

b. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan sederajat dengan orang lain. Individu ini mempunyai keyakinan bahwa ia dapat berarti atau berguna bagi orang lain dan tidak memiliki rasa rendah diri karena merasa sama dengan orang lain yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

c. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan ditolak orang lain. Ini berarti individu tersebut tidak merasa sebagai orang yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain, sehingga mampu menyesuikan dirinya dengan baik dan tidak merasa bahwa ia akan ditolak oleh orang lain.

d. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri.

Artinya, individu ini lebih mempunyai orientasi keluar dirinya sehingga mampu menuntun langkahnya untuk dapat bersosialisasi dan menolong sesamanya tanpa melihat atau mengutamakan dirinya sendiri.

e. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.

Berarti individu memiliki keberanian untuk menghadapi dan menyelesaikan segala resiko yang timbul akibat perilakunya.

f. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. Sifat ini tampak dari perilaku

(19)

g. individu yang mau menerima pujian, saran dan kritikan dari orang lain untuk pengembangan kepribadiannya lebih lanjut. Individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya ataupun mengingkari kelebihannya. Hurlock (dalam psikologi perkembangan, 2006) menambahkan bahwa individu yang memiliki sifat ini memandang diri mereka apa adanya dan bukan seperti yang diinginkan. Individu juga dapat mengkompensasikan keterbatasannya dengan memperbaiki dan meningkatkan karakter dirinya yang dianggap kuat, sehingga pengelolaan potensi dan keterbatasan dirinya dapat berjalan dengan baik tanpa harus melarikan diri dari kenyataan yang ada.

Pada umumnya, individu dengan penerimaan diri yang baik akan menunjukkan ciri-ciri tertentu dalam berfikir dan melakukan aktifitas kesehariannya. Individu yang dapat menerima dirinya secara utuh berarti individu tersebut mampu menerima secara positif aspek-aspek dalam diri, Grinder dalam Maharani (2015), aspek-aspek penerimaan diri meliputi:

a. Aspek Fisik

Tingkat penerimaan diri secara fisik, tingkatan kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan menggambarkan penerimaan fisik sebagai suatu evaluasi dan penilaian diri terhadap raganya, apakah raga dan penampilannya menyenangkan atau memuaskan untuk diterima atau tidak.

b. Aspek Psikis

Aspek psikis meliputi pikiran, emosi dan perilaku individu sebagai pusat penyesuaian diri (Calhoun & Acocella, 1990). Individu yang dapat menerima dirinya secara keseluruhan serta memiliki keyakinan akan kemampuan diri dalam menghadapi tuntutan lingkungan.

(20)

c. Aspek Sosial

Aspek sosial meliputi pikiran dan perilaku individu yang diambil sebagai responnsecara umum terhadap orang lain dan masyarakat (Calhoun & Acocella, 1990). Individu menerima dirinya secara sosial akan memiliki keyakinan bahwa dirinya sederajat dengan orang lain sehingga individu mampu menempatkan dirinya sebagaimana orang lain mampu menempatkan dirinya.

d. Aspek Moral

Perkembangan moral dalam diri dipandang sebagai suatu proses yang melibatkan struktur pemikiran individu dimana individu mampu mengambil keputusan secara bijak serta mampu mempertanggungjawabkan keputusan atau tindakan yang telah diamilnya berdasarkan konteks sosial yang telah ada Grinder dalam kinayungan (2008).

2.3.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri

Harlock (dalam Ardilla, 2013) mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerimaan diri antara lain:

a. Adanya Pemahaman Tentang Diri Sendiri

Hal ini timbul karena adanya kesempatan seseorang untuk mengenalikemampuan dan ketidakmampuannya. Individu yang dapat memahami dirinya tidak akan hanya tergantung pada intelektualnya, tetapi juga pada untuk penemuan diri sendiri, maksudnya semakin orang dapat memahami dirinya, maka semakin ia dapat menerima dirinya.

b. Adanya Hal yang Realistik

Hal ini timbul jika individu menentukan sendiri harapannya yang sesuai dengan pemahaman dan kemampuannya, serta bukan diarahkan oleh orang lain dalam mencapai tujuannya. Hal ini akan menimbulkan kepuasan tersendiri bagi individu dan merupakan hal penting dalam penerimaan diri.

(21)

c. Tidak Adanya Hambatan Dalam Lingkungan

Walaupun seseorang sudah memiliki harapan yang realistik, tetapi jika lingkungan tidak mendukung dan tidak memberi kesempatan bahkan menghalangi individu tersebut, maka harapan individu tersebut akan sulit tercapai.

d. Sikap-Sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan

Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan tidak akan menimbulkan prasangka dan kecemasan, karena adanya penghargaan terhadap kemampuan sosial orang lain dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan lingkungan.

e. Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat

Dengan tidak adanya emosi yang berat, akan tercipta individu yang dapat bekerja dengan baik dan merasa bahagia dengan apa yang dikerjakan.

f. Pengaruh Keberhasilan yang Dialami, Baik Secara Kualitatif dan Kuantitatif

g. Identifikasi Orang yang Memiliki Penyesuaian Diri yang Baik Individu yang mengindentifikan dengan individu lain yang mempunyai penyesuaian yang baik, maka individu tersebut dapat pula bertingkah laku sesuai dengan yang dicontohnya.

h. Pola Asuh Masa Kecil yang Baik

Seorang anak dengan pola asuh demokratis akan cenderung berkembang sebagai Individu yang dapat menghargai dirinya sendiri.

i. Konsep Diri yang Stabil

Individu yang tidak memiliki konsep diri yang stabil, akan sulit menunjukkan pada orang lain siapa dia sebenarnya, sebab dia sendiri ambivalen dengan dirinya sendiri.

2.3.4 Dampak Adanya Penerimaan Diri

(22)

Harlock (1974) menjelaskan bahwa semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, mala akan semakin baik pula penyeseuaian diri dan sosialnya. Harlock (1974) membagi dampak dari penerimaan diri dalam 2 kategori, yaitu:

a. Dalam penyesuaian diri.

Orang yang memiliki penyesuaian diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Salah satu karakteristik dari orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik adalah lebih mengenali kelebihan dan kekurangannya, biasanya memiliki keyakinan diri. Selain itu juga lebih dapat menerima kritik, dibanding dengan orang yang kurang dapat menerima dirinya.

Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya secara realistik, sehingga dapat menggunakan semua potensinya secara efektif.

b. Dalam penyesuaian sosial

Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan dari orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk berempati pada orang lain. Dengan demikian, orang yang memiliki penerimaan diri dapat menyesuaikan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri atau merasa tidak adekuat sehingga cnderung untuk bersikap berorientasi pada dirinya sendiri.

2.3.5 Cara Penerimaan Diri

Menurut Basow (1992) penerimaan individu yang baik dapat dinilai dari kesamaannya. Individu dengan mental yang sehat akan memandang dirinya disukai orang, berharga dan diterima orang lain atau lingkungannya.

(23)

Menurut Suprakti (1995) penerimaan diri ada lima, yaitu reflected self acceptance, basic self acceptance, conditional self acceptance, self evaluation, real idea icomparison, seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Reflected Self Acceptance

Jika orang lain menyukai diri kita maka kita akan cenderung untuk menyukai diri kita juga.

b. Basic Self Acceptance

Perasaan yakin bahwa dirinya tetap dicintai dan diakui oleh orang lain walaupun tidak mencapai patokan yang diciptakannya oleh orang lain terhadap dirinya.

c. Conditional Self Acceptance

Penerimaan diri yang didasarkan pada seberapa baik seseorang memenuhi tuntutan dan harapan orang lain terhadap dirinya.

d. Self Evaluation

Penelitian seseorang tentang seberapa positifnya berbagai atribut yang dimiliki orang lain yang sebaya dengan seseorang membandingkan keadaan dirinya dengan keadaan orang lain yang sebaya dengannya.

e. Real Idea Icomparison

Derajat kesesuaian antara pandangan seseorang mengenai diri yang sebenarnya dan diri yang diciptakan yang membentuk rasa berharga terhadap dirinya sendiri.

2.3.6 Proses Penerimaan Diri

Menurut Hurlock (1973) kebebasan dari hambatan lingkungan merupakan salah satu kondisi yang dapat mengarahkan pada pembentukan penerimaan diri. Menurut Hjelle dan Zeigler (1976), penerimaan diri merupakan ciri kepribadian yang masak. Individu

(24)

yang menerima dirinya sehingga dia mampu untuk menghadapi kegagalan atau kejadian yang menjengkelkan tanpa rasa marah atau memiliki sikap yang bermusuhan.

Rogers (1987) menegaskan bahwa penerimaan diri berbentuk dari pengertian terhadap kemampuan-kemampuan berdasarkan nilai-nilai sosial yang ada. Kemampuan penerimaan diri didasarkan pada tanggung jawab yang positif mengenai dirinya dan kehidupannya. Hal ini berkaitan dengan pendapat Walgito (1994) yang mengatakan bagaimanapun hubungan antara individu dengan lingkungannya terutama lingkungan sosial tidak hanya berlangsung searah, dalam arti bahwa hanya lingkungan saja mempunyai pengaruh terhadap individu, tetapi antara individu dengan lingkungannya terdapat hubungan timbal balik. Penilaian positif terhadap keadaan fisik seseorang sangat membantun perkembangan sikap penerimaan diri ke arah yang positif. Hal ini disebabkan penilaian positif akan membuat rasa puas terhadap keadaan diri, dan rasa puas ini merupakan awal sikap positif terhadap dirinya dan diri orang lain. Dengan demikian maka arah pembentukan penerimaan diri pada pelacur berhubungan dengan bagaimana penyesuaian terhadap tuna susila dalam masyarakat.

2.4 Kerangka Teoritik

Kerangka teori dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Cedera Kepala - TIK

meningkat - Nyeri - Kesadaran

menurun

Kraniotomi Masalah fisik dan Psikologi

Gangguan Emosional

Dukungan Keluarga Tidak dapat

melakukan sesuatu sendiri

Merasa malu dan tidak percaya diri

(25)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep 2.6 Hipotesis

Ada hubungan dukungan keluarga dengan penerimaan diri pada pasien cedera kepala post kraniotomi.

Dukungan Keluarga -Informasional -Penghargaan -Instrumental -Emosional

Penerimaan Diri Menerima Diri

Referensi

Dokumen terkait

10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode destruksi terbaik untuk analisis kadar timbal Pb pada ikan mujair Oreochromis mossambicus di Sungai Lesti dengan membandingkan

memiliki seorang apoteker. Dengan adanya apoteker lebih dari satu maka kegiatan pelayanan kefarmasian berjalan sesuai dengan ketentuan karena saat pelayanan kefarmasian

Bahan yang digunakan sebagai perlakuan dalam percobaan pada ternak ini terdiri atas ransum yang telah diuji pada percobaan in vitro.. Ternak yang digunakan adalah sapi Bali

Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa APT ada- lah sebuah metode apologetika yang men- coba mengaplikasikan Kitab Suci kepada orang tidak percaya dengan memprasuposisi- kan

Untuk membuat maupun menulis file excel sebenarnya tidak terlalu sulit, karena sudah cukup banyak tersedia library atau class yang dibuat khusus untuk menangani

Jawab : “Menurut saya, Tujuan Pembelajaran Tafsir Alquran Pada Fakultas Agama Islam Universutas Dharmawangsa, pertama karena tuntutan kurikulum, kedua karena

Kesimpulan dari teori kepuasan dan ketidakpuasan mengenai model Diskonfirmasi Ekspektasi menjelaskan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan merupakan perbandingan