• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN BALAI HARTA PENINGGALAN TERHADAP JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN YANG TIDAK DIKETAHUI PEMILIKNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN BALAI HARTA PENINGGALAN TERHADAP JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN YANG TIDAK DIKETAHUI PEMILIKNYA"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILIKNYA

(Studi Di Kantor Balai Harta Peninggalan Surabaya Jawa Timur)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh:

EVI KUSWARI 115010101111091

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM 2017

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul Tinjuan Yuridis terhadap Jual Beli Tanah dan Bangunan yang Tidak Diketahui Pemiliknya (Studi di Kantor Balai Harta Peninggalan Surabaya) ini dengan tepat waktu.

Terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Rachmad Syafa’at, S.H.,M.Si, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya;

2. Dr. Imam Kuswahyono, SH., M.Hum selaku pembimbing utama, dan M.

Hamidi Masykur, SH., MKn selaku pembimbing pendamping yang telah berkenan membimbing dan membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini;

3. Bapak dan Ibu dosen serta staff Fakultas Hukum Universitas Brawijaya;

4. Kepada orang tua saya tercinta, Ayahanda Miskat dan Ibunda Nuraini yang selalu memberikan doa, dukungan serta semangat sehingga diberikan kemudahan dalam skripsi ini.

5. Kepada saudara saya Nuri Kurniawan yang memberikan semangat kepada saya untuk segera menyelesaikan skrispsii ni.

6. Kepada Ibu Kurniawati, S.H dan Bapak Cahyo Gatut Prianggodo, S.H., yang bersedia menjadi sumber serta membantu dan memberikan data-data terkait dengan skripsi ini.

7. Papa dan mama calon mertua, papa Agus Sudrajat mama Badriah yang selalu mengingatkan, mendoakan serta memberikan nasehat dan semangat;

8. Kepada Bapak Muhammad Dahlan, S.H., M.H. yang sering memberikan saran, masukan, dan semangat dalam penyusunan skripsi saya ini;

9. Kepada Krisna Abadi tercinta yang selalu bersedia membimbing, memberikan masukan serta saran, menemani, yang selalu sabar mendengarkan keluhan saya, juga memberikan dukungan dan dorongan agar segera menyelesaikan skripsi ini;

10. Priesty Yustika Putri tersayang yang selalu menemani dan mendukung hingga saya menyelesaikan skripsi ini;

11. Kepada senior saya Fahmi Andriansyah Katili yang selalu membantu, member masukan serta semangat hingga saya menyelesaikan skripsi ini;

12. Kepada sahabat-sahabat saya Yuli Andari Syamsiati, dan Cynthia Grahady Puteri, Ike Dian Wahyuni, Insyaniatul Mufidah, terimakasih telah memberikan saya semangat selama menyusun skripsi ini;

13. Kepada teman-teman terbaiksaya, Ni Ketut Novitasari, Andy Novi Arfiani, Ershanda Praptining sela, Alfiyonita serta semua teman-teman yang selalu menghibur saat saya bosan selama mengerjakan skripsi ini;

14. Teman-teman Perdata Murni dan teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang tidak bias saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya;

(3)

iii

Penulis sadar skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, sehingga masukan dan kritik akan selalu penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini.

Akhir kata penulis ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya, jika dalam proses penulisan melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Malang, Januari 2017

Penulis

(4)

iv

(5)

ix

Evi Kuswari, Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Februari 2017, PERAN BALAI HARTA PENINGGALAN TERHADAP JUAL

BELI TANAH DAN BANGUNAN YANG TIDAK DIKETAHUI

PEMILIKNYA (Studi di Balai Harta Peninggalan Surabaya Jawa Timur), Dr.

Imam Kuswahyono, SH., M.Hum., M. Hamidi, Masykur, SH., M.kn

Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan terkait dengan tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya. Tema ini diangkat karenakan adanya tanah dan bangunan yang tidak diektahui pemilknya yang telah dikuasai selama beberapa tahun dan ingin di beli oleh seseorang yang menguasainya rumah tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini mengangkat rumusan masalah : (1) Bagaimanakah Peran Balai Harta Peninggalan Surabaya terhadap jual beli dalam memberikan kebijakan terkait pengesahan pemilik yang sah terhadap tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya? Dan (2) Bagaimanakah Upaya Balai Harta Peninggalan Surabaya dalam menentukan pemilik sah dari tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya?

Skripsi ini merupakan penelitian yudis empiris, yang menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas bagaimana prosedur jual beli tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya. Dimana dalam proses jual beli tanah dan bangunan disini, pihak pemohon selaku yang ingin memebeli harus mengajukan keadaan tidak hadir kepada pengadilan, setelah diterima oleh pengadilan maka pihak pengadilan akan akan memerintahkan pihak Balai Harta Peninggalan untuk menangani permasalahan ini. Dan selanjutnya proses jual beli tanah dan bangunan, pihak pemohon akan melakukan jual beli dengan pihak Balai Harta Peninggalan selaku yang mengelola dan berwenang untuk menangani permasalahan tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemilknya, dengan putusan Pengadilan Negeri.

(6)

x SUMMARY

Evi Kuswari, Civil Law Faculty of Law, Brawijaya University, February 2017, Juridical REVIEW OF SALE OF LAND AND BUILDING OWNER UNKNOWN (Study at Heritage Hall Surabaya East Java), Dr. Imam Kuswahyono, SH., M. Hum., M. Hamidi, Masykur, SH., M.Kn

In this thesis, the author raised the problems associated with land and buildings unknown owners. This theme was selected because of their land and buildings that are not diektahui pemilknya that has been dominated for several years and to be purchased by someone who mastered the house.

Based on this, this thesis raised the formulation of the problem: (1) What is the Role Center for Heritage Surabaya to buying and selling in providing related policy endorsement rightful owner of the land and buildings that are not known owner? And (2) How Surabaya Heritage Hall Efforts to determine the rightful owner of the land and buildings that are not known to the owner?

This thesis is yudis empirical research, which uses sociological juridical approach of research results to the above method, the authors obtain answers to how the procedure of buying and selling land and buildings unknown owners.

Where in the process of buying and selling land and buildings here, as the parties who want memebeli applicant must submit to the court the circumstances are not present, after being accepted by the court, the court would be ordering the Heritage Hall to address this issue. And then the process of buying and selling land and buildings, the applicant will make buying and selling with the Heritage Hall as the managing and authorized to deal with the problems of land and buildings that are not known pemilknya, with the District Court's decision.

(7)

96

DAFTAR PUSTAKA

BUKU DAN LITERATUR

Urip Santoso. 2008. Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana Effendi Perangin.1989.Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah dari Sudut

Pandang Praktisi Hukum. Jakarta: Rajawali

Bacthiar Effendi. 1993. Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya. Bandung: Penerbit Alumni

Soerjono Soekanto. 1983. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali

Adrian Sutedi. 2010. Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftrannya. Jakarta:

Sinar Grafika

Effendi Perangin. 1994. Praktik Jual Beli Tanah. Jakarta:Raja Grafindo

Bambang Sunggono. 2011. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers Boedi Harson.1999. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan

Undang-Undang Pokok Agraria, Isis Dan Pelaksanaannya.

Jakarta:Djambatan

Burhan Ashshofa. 2001. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Hamidi. 2010. Metode Penelitian Dan Teori Komunikasi. Malang: UMM Press Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Hukum dan

Perundang-Undangan. Tanpa Tahun. Himpunan Peraturan Perundang- Undangan Balai Harta Peninggalan, Buku I

Balai Harta Peninggalan. 2016. Panduan Praktis Balai Harta Peninggalan Surabaya, Fungsi Dan Tugas Pokoknya. Surabaya: Balai Harta Peninggala.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANG Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW)

Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

(8)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02-HT.05.10 Tahun 2005 tentang Permohonan Izin Pelaksanaan Penjualan Harta Kekayaan yang Pemiliknya dinyatakan tidak Hadir dan Harta Peninggalan yang tidak Terurus yang Berada dalam Pengurusan dan Pengawasan Balai Harta Peninggalan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.01.PR.07.01-80

Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan Surat keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.22-PR.09.02 Tahun 1990 tanggal 3

Mei 1990 tentang Pedoman panitia penaksir dalam menentukan harga hak prioritas tanah Negara atas harta kekayaan yang pemiliknya dinyatakan tidak hadir (afwezigheid)dan harta peninggalan yang tidak terurus (onbeheerde nalatenschap).

Instruksi untuk BHP di Indonesia LN.1872 No. 166 dan Instruksi Menteri Kehakiman RI No.M.07.HT.05.10 Tahun 1984.

Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.22-PR.09.02 Tahun 1990 tanggal 3 Mei 1990

TESIS

Syuhada, Analisis Hukum Terhadap Kewenangan Balai Harta Peninggalan Dalam Pengelolaan Harta Kekayaan Yang Tidak Diketahui Pemilik Dan Ahliwarisnya (Studi Di Balai Harta Peninggalan Medan), Medan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009

WEBSITE

Jurnal Hukum: Macam-macam hak penguasaan atas tanah, http://www.jurnalhukum.com/macam-macam-hak-penguasaan-atas-tanah/, Tanggal 5 Januari2016

Peralihan hak atas tanah,

http://anastasiasihombing.blogspot.co.id/2015/03/peralihan-hak-atas- tanah.html, Tanggal 14 Januari 2016

Pengertian jual beli menurut para ahli, http://dilihatya.com/2148/pengertian- jual-beli-menurut-para-ahli, Tanggal 14 Januari 2016

(9)

Jurnal Hukum: Penafsiran Hukum/Interpretasi Hukum, http://www.jurnalhukum.com/penafsiran-hukum-interpretasi-hukum/, Tanggal 21 Februari 2016

Kota Malang, kotamadya di Privinsi Jawa Timur, Indonesia, https://id.m.wikipedia.org. Tanggal 23 oktober 2016 Pengertian Jual Beli pada Umumnya,

http://dokumen.tips/documents/paengertian-jual-beli-pada-umumnya- bahan-ajar.html, Tanggal 28 April 2016

Tinjauan Mengenai Tugas dan Kewenangan Badan Pertanahan Nasional, http://alyaza26.blogspot.co.id/2011/08/tinjauan-umum-mengenai-badan- pertanahan.html, Tanggal 20 juni 2016

(10)

iv DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR BAGAN ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

RINGKASAN ... ix

SUMMARY ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Tanah ... 15

2.2 Tinjauan Umum tentang Hak Atas Tanah ... 18

2.3 Hak Guna Bangunan ... 19

2.4 Pendaftaran Hak Atas Tanah ... 25

2.5 Peralihan Hak Atas Tanah ... 27

2.5.1 Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat ... 27

2.5.2 Jual Beli Tanah Menurut UUPA ... 29

2.5.3 Penghibaan Tanah... 31

2.5.4 Perwakafan Tanah ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Pendekatan Penelitian ... 33

3.3 Alasan Pemilihan Lokasi ... 34

3.4 Jenis dan Sumber Data... 35

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.6 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 37

3.7 Teknik Analisis Data ... 39

3.8 Definisi Operasional ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1 Gambaran Umum Balai Harta Peninggalan ... 42

4.1.1.1 Sejarah Balai Harta Peninggalan ... 42

4.1.1.2 Struktur Organisasi Balai Harta Peninggalan ... 46

4.1.1.3 Wilayah Kerja Balai Harta Peninggalan ... 48

4.1.1.4 Visi dan Misi Balai Harta Peninggalan ... 50

4.1.2 Gambaran Umum Perumahan Joyo Grand, Kota Malang .... 50

4.1.2.1 Gambaran Umum Kota Malang ... 50 4.2 Peran Balai Harta Peninggalan Surabaya Terhadap Jual Beli

dalam memberikan Kebijakan Terkait Pengesahan Pemilik yang

(11)

v

Sah dari Tanah dan Bangunan yang tudak Diketahui Pemiliknya.. 83 4.3.1 Ikhtisar Hubungan Hukum Badan Pertanahan Nasional dan

Balai Harta Peninggalan ... 83 4.3.2 Upaya Balai Harta Peninggalan Surabaya dalam

Menentukan Sah dari Tanah dan Bangunan yang tidak Diketahui Pemiliknya ... 88 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 93 5.2 Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA ... 96

(12)

vi

Tabel 1. Daftar Penelitian Sejenis ... 6

(13)

vii

Bagan 1. Struktur Organisasi Balai Harta Peninggalan ... 47 Bagan 2. Prosedur Penjualan Tanah dan Bangunan yang tidak Diketahui

Pemiliknya ... 70

(14)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kantor Balai Harta Peninggalan Surabaya ... 49 Gambar 2. Kepala Seksi HP Wilayah III, Balai Harta Peninggalan Surabaya 80 Gambar 3. Anggota Teknis Hukum, Balai Harta Peninggalan Surabaya ... 92 Gambar 4. Tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya ... 93

(15)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Tanah termasuk salah satu faktor penting didalam kehidupan manusia, terutama dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya menggantungkan kehidupan dari tanah. Dalam arti hukum tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi keberadaan dan kelangsungan hubungan serta perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi orang lain. Agar permasalahan tanah tidak menimbulkan konflik kepentingan dalam masyarakat, diperlukan adanya pengaturan, penguasaan dan penggunaan tanah atau dengan kata lain disebut dengan hukum tanah.Oleh karena itu diundangkanlah Undang-undang Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (UUPA).Dengan diundangkannya UUPA Nomor 5 Tahun 1960, berarti sejak saat itu Indonesia telah memiliki Hukum Agraria Nasional yang merupakan warisan kemerdekaan setelah pemerintahan kolonial Belanda.

Segala ketentuan dan peraturan tentang tanah telah diatur di dalam UUPA tersebut, karena pada dasarnya tanah termasuk dalam bidang hukum agraria. Seperti yang terdapat didalam pasal 1 ayat (2) UUPA, dimana hukum agraria adalah:

“seluruh kaidah hukum baik yang tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur masalah bumi, air dalam batas- batas tertentu dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung didalam bumi”.

(16)

Undang-undang UUPA Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok agraria (UUPA) memuat beberapa tingkatan atau jenjang hak untuk penguasaan atas tanah, diataranya yaitu :1

1. Hak bangsa Indonesia 2. Hak menguasai dari Negara 3. Hak ulayat masyarakat hukum 4. Hak – hak perorangan/ individual

Penguasaan atas tanah dibagi menjadi dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek yuridis.Yang dimaksud penguasaan tanah secara yuridis adalah penguasaan tanah yang pada umumnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai tanah tersebut secara fisikyang dilandasi oleh hukum.Sedangkan, penguasaan fisik tidak selalu melekat pada pihak yang menguasai secara yuridis.2

Setiap bangsa Indonesia berhak untuk menguasai tanah yang ada di Indonesia.Mengenai hak bangsa Indonesia untuk menguasai tanah tersebut diatur dalam UUPA pasal 1 ayat (1) sampai dengan ayat (3). Dimana dalam hal ini, Hak bangsa Indonesiamerupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dalam hukum tanah nasional dan menjadi sumber bagi hak-hak penguasaan atas tanah yang lain.Hak bangsa Indonesia mengandung 2 unsur, yaitu unsur tugas wewenangdan unsur kepunyaan.Unsur tugas wewenang berarti tugas kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin pengurusan tanah dilaksankan oleh Negara. Sedangkan, Unsur kepunyaan berarti subyek atas hak bangsa Indonesia ada pada seluruh rakyat Indonesia

1 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejaran Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta. 2005, hlm. 264

2 Macam-macam Hak Penguasaan atas Tanah, http://www.jurnalhukum.com/macam-macam-hak- penguasaan-atas-tanah/, diakses tanggal 5 Januari 2016

(17)

dan meliputi seluruh rakyat Indonesia.3 Namun ada pula tanah yang tidak diketahui penguasaannya atau tanah tersebut tidak diketahui pemiliknya.

Tanah – tanah tersebut secara fisik ada, tetapi subyek hak sebagai pemilik sebenarnya maupun ahli warisnya tidak dapat diketahui keberadaannya. Jika tanah tersebut tidak diketahui pemiliknya sesuai tugas dan fungsinya, maka Negara memberikan wewenang kepada Balai Harta Peninggalan (BHP) untuk bertugas menangani masalah tersebut.

Berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : 28 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Balai Harta Peninggalan(BHP) merupakan unit pelaksana teknis dalam lingkungan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, namun secara teknis Balai Barta Peninggalan berada dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum dan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI tersebut ditentukan bahwa Balai Harta Peninggalan (BHP) dan perwakilan dalam lingkungan Departemen kehakiman, yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Hukum dan Peraturan Perundang-undangan melalui Direktur Perdata. Sedangkan Divisi Pelayanan Hukum berdasarkan pasal 40 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : 28 tahun 2014 tentang Organisai dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia hanya berwenang melakukan pemantauan pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan (BHP).

3ibid

(18)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.01.PR.07.01-80 Tahun 1980 tanggal 19 Juni 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta peninggalan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 2, bahwa tugas Balai Harta Peninggalan ialah mewakili dan mengurus kepentingan orang–orang yang karena hukum atau keputusan hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Sedangkan pasal 3 menjelaskan salah satu fungsi Balai Harta Peninggalan adalah melaksanakan penyelesaian masalah ketidakhadiran dan harata peninggalan yang tidak ada kuasanya dan masalah lain-lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Balai Harta Peninggalan (BHP) ditunjuk sebagai pengelola harta kekayaan berupa rumah atau tanah yang pemiliknya dinyatakan tidak hadir dengan putusan Pengadilan Negeri. Hal ini merupakan pelaksanaan dari tugas pokok dan fungsi Balai Harta Peninggalan. Bangunan atau tanah yang dikelola oleh BHP tersebut pada umumnya dimohonkan untuk dibeli oleh oleh pihak yang menguasainya melalui Balai Harta Peninggalan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02- HT.05.10 Tahun 2005 tentang Permohonan Izin Pelaksanaan Penjualan Harta Kekayaan yang Pemiliknya Dinyatakan Tidak Hadir dan Harta Peninggalan yang Tidak Terurus yang Berada dalam Pengurusan dan Pengawasan Balai Harta Peninggalan, yang berbunyi:

“proses pelaksanaan izin pelaksanaan penjualan harta kekayaan yang pemiliknya dinyatakan tidak hadir dan harta

(19)

peninggalan yang tidak terurus yang berada dalam pengurusan dan pengawasan Balai Harta Peninggalan dilakukan oleh Direktur Jenderal berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri”

Pada kenyataannya, sampai saat ini masih banyak tanah dan bangunan terlantar yang tidak diketahui pemiliknya, seperti yang terjadi di perumahan Joyo Grand, Blok HH 25 RT 02 RW 09 Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Bahwa sekitar tahun 1990 dibangun sebuah perumahan di daerah Joyo Grand, Kota Malang, dimana hampir seluruh bangunan yang terdapat di perumahan tersebut bersertifikat SHGB. Perumahan tersebut dibangun oleh developer, akan tetapi sertifikat kepemilikan rumah dalam hal ini sertifikat SHGB telah diberikan kepada masing-masing pemilik bangunan, dan rata-rata sertifikat tersebut berakhir pada tahun 2011.

Di dalam perumahan Joyo Grand tersebut, terdapat salah satu rumah yang saat ini tidak diketahui pemiliknya karena telah di tinggal selama bertahun-tahun sekitar pada tahun 1998 pemiliknya dan tidak diketahui ahli warisnya. Namun sejak tahun 2003 pekarangan dari rumah tersebut dimanfaatkan oleh pak Amir, yaitu pemilik rumah yang tinggal di sebelah bangunan rumah yang tidak ada pemiliknya tersebut.

Pada akhirnya pak Amir berniat ingin menguasai bangunan tersebut dan sudah berupaya mengajukan ke BPN untuk menguasai dan membeli rumah tersebut secara sah. Akan tetapi sampai saat ini belum ada kejelasan dari pihak BPN.

Dalam hal ini jika dikaitkan dengan Balai Harta Peninggalan, yang mempunyai kewenangan sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

(20)

27 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02-HT.05.10 Tahun 2005. Dimana tugas Balai Harta Peninggalan ialah mewakili, mengurus dan mngelola harta kekayaan yang pemiliknya tidak hadir berdasarkan putusan pengadilan, Akan tetapi pak Amir sebagai masyarakat awam tidak banyak mengetahui dan tidak paham mengenai peran dan fungsi Balai Harta Peninggalan serta bagaimana langkah-langkah selanjutnya yang dapat ditempuh untuk dapat memiliki tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya tersebut.

Adapun penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu:

No Tahun Penelitian

Nama

Peneliti Judul Penelitian Rumusan Masalah Ket.

1 2009 Jojoh

Kotimatun

PelaksanaanKewena ngan Kepala Desa dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Peraturan Pemeritah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah ( Studi di Desa

Ngujung Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan)

1. Bagaimana pelaksanaan kewenangan Kepala Desa dalam proses peralihan hak atas tanahberdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di Desa Ngujung Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan?

2. Kendala apa saja dalam pelaksanaan kewenangan Kepala Desa Ngujung Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan dan bagaimana upaya untuk menghadapi kendala tersebut?

Skripsi

2 2014 Satya

Adhie Gurmilang

Hambatan dan Tanggungjawab Balai Harta Peninggalan Surabaya sebagai

1. Bagaimana pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab Balai Harta Peninggalan selaku Kurator dalam

Tesis

(21)

Kurator dalam Melaksanakan Tugas Pokok dan

Fungsinya

pengurusan dan

pemberesan harta pailit ? 2. Hambatan-hambatan

apakah yang dihadapi Balai Harta Peninggalan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam pengurusan dan

pemberesan harta pailit ? 3. Bagaimana solusi dalam

mengatasi hambatan- hambatan yang menjadi tanggungjawab Balai Harta Peninggalan selaku Kurator ?

3 2001 Sumarno Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar di Kawasan Perkotaan (Studi Implementasi PP. Nomor 36 Tahun 1998 di Kota Malang

1. Mengapa terjadi

penelantaran penggunaan tanah di kawasan Kota Malang?

2. Apa kebijakan

Pemerintah Kota Malang untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomer 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar?

3. Bagaimanakah

pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar di kawasan Kota Malang?

Tesis

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Jojoh Kotimatun dengan penelitian ini adalah berdasar dengan permasalahan yang sama yaitu tentang peralihan hak atas tanah dengan jual beli. Perbedaannya antara kedua penelitian ini terletak pada obyek serta status dari tanah yang akan dialihkan

(22)

hak kepemilikannya, dimana penelitian yang dilakukan oleh Jojoh Kotimatun obyeknya hanya tanah saja dan status dari tanah tersebut diketahui status kepemilikannya, sedangkan dalam penelitian ini obyeknya adalah tanah dan bangunan yang status kepemilikan dari tanah yang berdiri bangunan diatas tanah tersebut tidak diketahui siapa pemiliknya.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Satya Adhie Gurmilang dengan penelitian ini adalah tempat penelitian yaitu di Balai Harta Peninggalan Surabaya. Perbedaannya adalah fokus dalam penelitian, dimana dalam penelitian Satya Adhie Gurmilang lebih fokuskepada tugas pokok serta fungsi dari Balai Harta Peninggalan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, sedangkan dalam penelitian ini penulis lebih fokus kepada peran dari Balai Harta Peninggalan dalam menangani masalah jual beli tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya.

Kemudian persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Sumarno dengan penelitian ini adalah memiliki obyek yang sama dan tempat yang sama, yaitu mengenai permasalahan tanah terlantar yang ada di Kota Malang.

Perbedaannya terletak pada fokus dalam penelitian, dimana Dalam penelitian milik Sumarno membahas tentang tanah yang terlantar secara keseluruhan.Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, membahas permasalahan tanah terlantar secara khusus yaitu tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis memilih judul

“Peran Balai Harta Peninggalan Terhadap Jual Beli Tanah dan

(23)

Bangunan yang tidak diketahui Pemiliknya (Studi di Kantor Balai Harta Peninggalan Surabaya Jawa Timur)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Peran Balai Harta Peninggalan Surabaya terhadap jual beli dalam memberikan kebijakan terkait pengesahan pemilik yang sah terhadap tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya?

2. Bagaimanakah Upaya Balai Harta Peninggalan Surabaya dalam menentukan pemilik sah dari tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian tentang “Peran Balai Harta Peninggalan Terhadap Jual Beli Tanah dan Bangunan yang tidak diketahui Pemiliknya” adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk memahami dan menganalisis Bagaimanakah Peran Balai Harta Peninggalan Surabaya terhadap jual beli dalam memberikan kebijakan terkait pengesahan pemilik yang sah terhadap tanah yang tidak diketahui pemiliknya.

(24)

2. Untuk memahami dan menganalisis Upaya Balai Harta PeninggalanSurabaya dalam menentukan pemilik sah dari tanah yang tidak diketahui pemiliknya.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah sebagai media pengembangan dalam ilmu hukum perdata secara umum, khususnya dalam penyelesaian tanah yang tidak diketahui pemiliknya yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi jika mahasiswa atau peneliti lain meneliti masalah yang sama.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Balai Harta Peninggalan

Bagi Balai Harta Peninggalan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan serta masukan untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam menangani pelayanan yang berkaitan dengan penyelesaian masalah tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya.

b. Bagi Masyarakat

(25)

Dengan adanya penelitian ini masyarakat dapat mengetahui dan memahami peran dari Balai Harta Peninggalan dalam pelayanan yang berkaitan dengan penyelesaian masalah tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun penulisan proposal penelitian hukum ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu Pendahuluan, Kajian Pustaka, Metode Penelitian, Hasil Penelitian dan Pembahasan, dan Penutup. Disertakan pula Daftar Pustaka yang dilengkapi dengan lampiran-lampiran dengan sistematika sebagai berikut:

a. BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab Pendahuluan ini penulis akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

b. BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang berasal dari sumber-sumber bacaan hukum terkait dengan masalah tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya, yang terdiri dari:

1. Tinjauan Umum tentang Tanah

2. Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah 3. Hak Guna Bangunan

4. Pendaftaran Hak Atas Tanah 5. Peralihan Hak Atas Tanah

(26)

c. BAB III METODE PENELITIAN

Dalam proposal penelitian khususnya dalam bab ini, metode penelitian yang penulis uraikan antara lain mengenai jenis dan pendekatan, alasan pemilihan lokasi, jenis dan sumber data, teknik memperoleh data, populasi, sampel, dan teknik sampling, teknik analisa data, serta definisi operasional, yang nantinya tentu dapat membantu dan memudahkan penulis untuk melakukan penelitian langsung di lapangan.

d. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab hasil penelitian dan pembahasan merupakan titik temu dari suatu kesenjangan antara permasalahan penelitian dengan kaidah yang berlaku atau realitas hukum di lapangan dengan hukum yang seharusnya dilaksanakan.Bab ini dibagi menjadi:

a. Halaman yang memberikan penjelasan mengenai hasil temuan data yang diperoleh terkait dengan persoalan pertamaupaya Balai Harta PeninggalanSurabaya dalam menentukan pemilik sah dari tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya tersebut.

b. Halaman yang memberikan penjelasan mengenai hasil temuan data yang diperoleh terkait dengan

(27)

persoalan kedua Peran Balai Harta Peninggalan Surabaya terhadap jual beli dalam memberikan kebijakan terkait pengesahan pemilik yang sah terhadap tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya

e. BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan, serta memberikan saran-saran sebagai sarana evaluasi terutama terhadap temuan-temuan selama penelitian yang menurut penulis memerlukan perbaikan.

(28)

14

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum tentang Tanah

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi, yang disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu:

“atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Tanah yang dimaksud disini yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak”.

Dengan demikian, jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yaitu berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.Yang dimaksud dengan hak atas tanah adalah hak yang memeberi wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.1 Effendi perangin menyatakan bahwa Hukum Tanah adalah:2

“keseluruhan peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah yang merupakan lembaga-lembaga hukum dan hubungan-hubungan hukum yang kongkret”.

Objek dari hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah,dimana yang dimaksud dengan hak penguasaan atas tanah adalah hak yang berisi

1 Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 10

2 Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1989, hlm. 195

(29)

serangkaian wewenang, kewajiban dan tau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki.

Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional, adalah:

1. Hak bangsa Indonesia atas tanah.

2. Hak menguasai dari Negara atas tanah.

3. Hak ulayat masyarakat hukum adat.

4. Hak-hak perseorangan, meliputi:

a. Hak-hak atas tanah.

b. Wakaf tanah hak milik.

c. Hak jaminan atas tanah (hak tanggungan) d. Hak milik atas satuan rumah susun.

Objek Hukum Tanah adalah Hak Penguasaan atas Tanah yang dibagi menjadi dua 2, yaitu:

1. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum

Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya.

2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan hak tertentu sebagai obyeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya.

Hukum tanah ada yang beraspek publik dan beraspek privat. Hak bangsa Indonesia atas tanah beraspek publik dan privat, hak menguasai dari

(30)

Negara atas tanah beraspek publik, hak ulayat masyarakat hukum adat beraspek publik dan privat, dan hak-hak perseorangan atas tanah beraspek privat.

Dalam kaitannya dengan hubungan hukum antara pemegang hak dengan hak atas tanahnya, ada 2 macam asas dalam Hukum Tanah, yaitu:

1. Asas Accessie atau Asas Perlekatan

Dalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada diatas tanah merupakan satu kesatuan, dimana bangunan dan tanaman tersebut merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu hak atas tanah dengan sendirinya, karena hukum meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun atau menanamnya.

Perbuatan hukum mengenai tanah dengan sendirinya karena hukum juga bengunan dan tanaman yang ada diatasnya.

2. Asas Horizontale Scheiding atau Asas Pemisahan Horizontal Menurut asas pemisahan horizontal, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah bukan merupakan bagian dari tanah, sehingga hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.

Perbuatan hukum mengenai tanah tidak dengan sendirinya meliputi bengunan dan tanaman milik yang punya tanah yang ada diatasnya.

(31)

2.2 Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah

Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu:

“atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam- macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.

Hak atas tanah meliputi, Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Atas Tanah yang Bersifat Sementara.

1. Hak Milik

Ketentuan mengenai Hak Milik, disebutkan dalam pasal 16 ayat (1) huruf a UUPA. Secara khusus diatur dalam pasal 20 sampai dengan pasal 27 UUPA.Hak Milik menurut pasal 20 ayat (1) UUPA adalah Hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuhyang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengikat ketentuan dalam pasal 6.

2. Hak Guna Bangunan

Ketentuan mengenai Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) huruf c UUPA.Secara khusus diatur dalam pasal 35 sampai dengan pasal 40 UUPA.pasal 35 UUPA memberikan penjelasan megenai Hak Guna Bangunan, yaitu:

“hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunanatas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling

(32)

lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun”.

2.3 Hak Guna Bangunan

Hak guna bangunan diatur dalam pasal 35 UUPA. Hak Guna Bangunan yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Pasal 37 UUPA menegaskan bahwa Hak Guna Bangunan terjadi pada tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain. Sedangkan pasal 21 PP No.

40 tahun 1996 menegaskan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah tanah Negara, tanah Hak Pengelolaan, atau tanah Hak Milik.

Subjek Hak Guna Bangunan adalah orang yang dapat memiliki Hak Guna Bangunan yang diatur dalam pasal 36 UUPA jo. Pasal 19 PP No. 40 Tahun 1996. Yang dapat memiliki (subjek) Hak Guna Bangunan, adalah:3

1. Warga Negara Indonesia

2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (badan hukum Indonesia).

Apabila subjek hak guna bangunan tidak memenuhi syarat sebagai WNI atau badan hukum Indonesia, maka dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihakn Hak Guna Bangunan tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Bila hal ini tidak dilakukan, maka Hak Guna Bangunannya hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara.

3Ibid, hlm. 106

(33)

Terjadinya Hak Guna Bangunan berdasarkan asal tanahnya dapat dijelaskan sebagai berikut:4

1. Hak Guna Bnagunan Atas Tanah Negara

Hak Guna Bangunan ini terjadi sejak keputusan pemberian hak tersebut didaftarkan oleh pemohon kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah sebagai tanda bukti haknya diterbitkan sertifikat.

2. Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan

Hak Guna Bangunan ini terjadi sejak keputusan pemberian hak tersebut didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.Sebagai tanda bukti diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan.

3. Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik

Hak Guna Bangunan ini terjadi karena pemberian dari pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).Akta PPAT ini wajib didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah.

Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan. Berdasarkan pasal 30 dan pasal 31 PP No. 40 Tahun 1996, pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban:5

4Ibid, hlm. 107

5Ibid, hlm. 107

(34)

a. Membayar utang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratannya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;

c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

d. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;

e. Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;

f. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah Hak Guna Bangunan.

Hak Pemegang Hak Guna Bangunan. Berdasarkan pasal 32 PP No. 40 Tahun 1996, pemegang Hak Guna Bangunan berhak:6

1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu;

2. Mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya;

3. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain;

4. Membebani dengan hak tanggungan.

Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani dengan Hak Tanggungan. Prosedur Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan, adalah:7

1. Adanya perjanjian utang piutang yang dibuat dengan akta notariil atau kata dibawah tangan sebagai perjanjian pokoknya.

2. Adanya penyerahan Hak Guna Bangunan sebagai jaminan utang yang dibuktikan denngan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai perjanjian ikutan.

3. Adanya pendaftaran akta Pemberian Hak Tanggungan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan Sertifikat Hak Tanggungan.

6 Ibid, hlm. 110

7ibid

(35)

Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak Guna Bangunan dapat beralih dengan cara pewarisan, yang harus dibuktikan dengan adanya surat wasiat atau surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, surat keterangan kematian pemegang Hak Guna Bangunan yang diatur oleh pejabat yang berwenang, bukti identitas para ahli warisnya, dan sertifikat Hak Guna Bangunan yang bersangkutan.

Hak Guna Bangunan juga dapat dialihkan oleh pemegang Hak Guna Bangunan kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan. Bentuk dialihkan tersebut dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan dalam modal perusahaan harus dibuktikan dengan akta PPAT, sedangkan lelang dibuktikan dengan Berita Acara Lelang yang dibuat oleh Pejabat dari Kantor Lelang.8

Hapusnya Hak Guna Bangunan, berdasarkan pasal 40 UUPA, Hak Guna Bangunan hapus karena:9

a. Jangka waktu berakhir;

b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;

c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

d. Dicabut untuk kepentingan umum;

e. Diterlantarkan;

f. Tanahnya musnah;

g. Ketentuan dalam pasal 36 ayat (2).

8Ibid, hlm. 111

9 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

(36)

Hapusnya Hak Guna Bangunan lebih lanjut dijabarkan dalam pasal 35 PP No. 40 Tahun 1996, faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Guna Bangunan adalah:10

a. Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya:

b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelumnya jangka waktunya berakhir, karena:

1. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam Hak Guna Bangunan;

2. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban- kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dengan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan.

3. Putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan Hukum yang tetap.

a. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

b. Hak Guna Bangunannya dicabut;

c. Diterlantarkan;

d. Tanahnya Musnah;

e. Pemegang Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai Pemegang Hak Guna Bangunan.

Maksud dari putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah Hak Guna Bangunan akan berakhir jika telah ditetapkan oleh pengadilan dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dengan ketentuan bahwa bangunan tersebut telah Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir, Hak Guna Bangunannya dicabut, Diterlantarkan, Pemegang Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai Pemegang Hak Guna Bangunan. Maka dengan syarat

10Ibid, hlm. 112

(37)

dan ketentuan tersebut pengadilan dapat memutuskan bahwa Hak Guna Bangunan tersebut telah berakhir.

Akibat dari hapusnya Hak Guna Bangunan diatur dalam pasal 36 PP No. 40 Tahun 1996, dimana hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara.Sedangkan hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan, dan hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemilik tanah.

Pasal 37 dan pasal 38 PP No. 40 Tahun 1996 mengatur konsekuensi bagi bekas pemegang Hak Guna Bangunan atas hapusnya Hak Guna Bangunan, yaitu:11

1. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Negara hapus tidak diperpanjang atau diperbarui, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat- lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Guna Bangunan.

2. Dalam hal bangunan dan benda-benda tersebut masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang Hak Guna Bangunan diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

3. Pembongkran bangunan dan benda-benda tersebut dilaksankan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan.

4. Jika pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajibannya, maka bangunan dan benda- benda yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Bangunan itu dibongkar oleh pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan.

5. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya

11Ibid, Hlm 114

(38)

kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik.

Kesimpulan penulis dari uraian diatas adalah, akibat dari berakhirnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat- lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Guna Bangunan.

Tetapi jika Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus, bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik

2.4 Pendaftaran Hak Atas Tanah

Pendaftaran tanah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerurs, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan pembukuan, penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang- bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, dan termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang

(39)

sudah ada haknya dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.12

Pasal 19 UUPA menyebutkan adanya keharusan bagi pemerintah untuk mengatur persoalan tentang pendaftaran tanah. Hal ini karena dengan pendaftaran tanah/pendaftaran hak-hak atas tanah tersebut akan membawa akibat diberikannya surat tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut sertifikat tanah. Pasal 19 UUPA memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pendaftaran tanah, yaitu:13

1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi;

a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Adapun kepastian hukum dimaksud adalah meliputi:14

1. Kepastian mengenai orang /badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah tersebut. Kepastian berkenaan dengan siapakah pemegang hak atas tanah itu disebut dengan kepastian mengenai subyek hak atas tanah.

2. Kepastian mengenai letak tanah, batas-batas tanah, panjang dan lebar tanah. Kepastian berkenaan dengan letak, batas-batas dan panjang serta lebar tanah ini disebut dengan kepastian mengenai obyek hak atas tanah.

Maka tujuan dari dari pendaftaran tanah itu adalah:15

12 Boedi Harson, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agrari, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Hukum Tanah Nasioanal, Jakarta, Djambatan, Edisi Revisi, 1999, hlm. 460

13 Bacthiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanannya, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hlm. 20

14ibid

15Ibid, hlm. 21

(40)

1. Penyedia data-data pengguna tanah untuk pemerintah ataupun untuk pemerintah ataupun untuk masyarakat.

2. Jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah.

2.5 Peralihan Hak Atas Tanah

2.5.1 Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat

Menurut Hukum Adat, jual beli tanah adalah satuan perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan dihadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menaggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum.Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak.16

Dalam hukum adat, jual beli tanah digolongkan dalam hukum benda, khususnya hukum benda tetap atau hukum tanah, dan tidak dalam hukum perikatan khususnya hukum perjanjian, hal ini karena:17

1. Jual beli tanah menurut Hukum Adat bukan merupakan suatu perjanjian, sehingga tidak diwajibkan para pihak untuk melaksanakan jual beli tersebut.

2. Jual beli menurut Hukum Adat menimbulkan hak dan kewajiban, yang ada hanya pemindahan hak dan kewajiban tas tanah. Jadi, apabila pembeli baru membayar harga tanah sebagian dan tidak membayar sisanya maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah tersebut.

16 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarata, 1983, hlm. 211

17ibid

(41)

Bentuk bentuk pemindahan hak milik menurut system Hukum Adat sebagai berikut:

1. Yang mengakibatkan pemindahan hak milik untuk selama- lamanya.

Jual Lepas: Jual Lepas merupakan proses pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai, dimana semua ikatan antara bekas penjual dengan tanahnya menjadi lepas sama sekali.

2. Yang mengakibatkan pemindahan hak milik yang bersifat sementara

a. Jual Gadai: Jual Gadai merupakan suatu perbuatan pemindahan hak secara sementara atas tanah kepada pihak lain yang dilakukan secara terang dan tunai sedemikian rupa, sehingga pihak yang melakukan pemindahan hak mempunyai hak untuk menebus kembali tanah tersebut. Pemindahan hak atas tanah pada jual gadai bersifat sementara, walaupun kadang-kadang tidak ada patokan tegas mengenai sifat sementara waktu tersebut.18

b. Jual Tahunan: Jual Tahunan merupakan suatu perilaku hukum yang berisikan penyerahan hak atas sebidang tanah tertentu kepada subyek hukum lain, dengan sejumlah uang tertentu dengan ketentuan bahwa

18Ibid, hlm. 214

(42)

sesudah janngka waktu tertentu, maka tanah tersebut akan kembali dengan sendirinya tanpa melalui perilaku hukum tertentu. Dalam hal ini, terjadi peralihan hak atas tanah yang bersifat sementara waktu.19

2.5.2 Jual Beli Tanah Menurut UUPA

Jual Beli tanah menurut UUPA tidak ditengkan secara jelas, akan tetapi mengingat dalam pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum Tanah Nasional kita adalah Hukum Adat, berarti kita menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum, dan system Hukum adat. Maka pengertian jual beli tanah menurut Hukum Tanah Nasional adalah pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat, yaitu satuan perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai.Hukum adat yang dimaksud dalam pasal 5 UUPA tersebut adalah Hukum Adat yang telah di-saneer yang dihilangkan dari cacat-cacatnya/Hukum Adat yang sudah disempurnakan/Hukum Adat yang telah dihilangkan sifat kedaerahannya dan diberi sifat nasioanal.Jual beli dianggap telah terjadi dengan penulisan kontrak jual beli dimuka Kepala Kampung serta penerimaan harga oleh penjual, meskipun tanah yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual.20

Syarat jual beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil.

19Ibid, hlm 216

20 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 77

(43)

1. Syarat materiil

Syarat meteriil sangat menetukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, anatar lain sebagai berikut:

a. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan, Maksudnya adalah pembeli sabagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya.

b. Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan, yang berhak menjual satu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik.21

c. Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa.

2. Syarat formal

Setelah semua syarat materiil terpenuhi maka PPAT akan membuat akta jual belinya. Akan tetapi sebelum akta jual beli dibuat oleh PPAT, disyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada PPAT, yaitu:22

a. Jika tanahnya sudah bersertifikat: sertifikat tanahnya yang asli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya.

21 Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hlm. 2

22Op.cit, hlm. 74

(44)

b. Jika tanahnya belum bersertifikat: surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersertifikat, surat-surat tanah yang ada yang memerlukan penguatan oleh Kepala Desa dan Camat, dilengkapi dengan surat-surat yang membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk persertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli.

Mengenai tanah yang diatasnya didirikan bangunan atau ditanami tanaman, Hukum Tanah Nasional kita menggunakan asas Hukum Adat, yaitu adanya pemisahan antara tanah dengan benda- benda yang erat melekat diatasnya seperti bangunan dan tanaman.

Tanah tunduk pada hukum tanah dan bangunan tunduk pada hukum perikatan.

2.5.3 Penghibaan Tanah

Hibah diatur dalam pasal 1666 KUHPerdata, yang menerangkan bahwa:

“Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.Undang-undang tidak mengakui lain-lain selain hibah-hibah diantara orang- orang yang masih hidup”.

Sebelum lahirnya PP No. 24 Tahun 1997, bagi mereka yang tunduk kepad KUHPerdata, surat hibah wasiat dibuat dalam bentuk tertulis dari Notaris. Surat hibah wasiat yang tidak dibuat oleh Notaris

(45)

tidak memiliki kekuatan hukum. Mereka yang tunduk kepada hukum adat dapat membuatnya di bawah tangan, tetapi proses di kantor Pertanahan harus dibuat dengan akta PPAT. Setalah lahirmya PP No.

24 Tahun 1997, setiap pemberian hibah tanah harus dilakukan dengan akta PPAT.

Hal-hal yang membatalkan akta hibah telah dijelaskan dalm pasal 1688 KUHPerdata. Suatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan karenanya melainkan dalam hal-hal berikut:23

a. Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibaan telah dilakukan.

b. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah.

c. Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.

2.5.4 Perwakafan Tanah

wakaf ialah menahan suatu barang dari dijualbelikan atau diberikan atau dipinjamkan oleh pemilik, guna dijadikan manfaat untuk kepentingan tertentu yang diperolehkan oleh syara’ serta tetap bentuknya, dan boleh dipergunakan, diambil manfaatnya oleh orang yang ditentukan (yang menerima wakaf), atau umum.24

23Ibid, Adrian Sutedi, hlm. 100

24Ibid, hlm. 105

(46)
(47)

32 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipilih penulis adalah penelitian yuridis empiris, dimana penelitian hukum ini menggunakan sumber data primer atau penelitian terhadap pengalaman yang terjadi dalam masyarakat, karena penulis akan melakukan penelitian langsung ke lapang yaitu di Balai Harta Peninggalan Surabaya, Jawa Timur. Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan penelitian yang terkait dengan adanya tanah dan bangunan yang diterlantarkan dan tidak diketahui pemiliknya yang terdapat di daerah Perumahan Joyo Grand Kota Malang. Karena Balai Harta Peninggalan Surabaya memiliki wilayah kerja 4 (empat), yaitu provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Utara, Kalimantan Tengan dan Kalimantan Selatan, maka perumahan Joyo Grand yang terletak di Kota Malang, Jawa Timur menjadi kewenangan dari Balai Harta Peninggalan Surabaya. Selain itu, penulis juga akan menganalisis Peran dari Balai Harta Peninggalan Surabaya terhadap jual beli tanah dan bangunan tersebut, danupaya dalam menentukan pemilik sah dari tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya.

3.2. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang penulis pakai adalah pendekatan yuridis sosiologis, artinya disamping melihat langsung ketentuan dalam pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

(48)

27 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02-HT.05.10 Tahun 2005 tentang Permohonan Izin Pelaksanaan Penjualan Harta Kekayaan yang Pemiliknya dinyatakan tidak Hadir dan Harta Peninggalan yang tidak Terurus yang Berada dalam Pengurusan dan Pengawasan Balai Harta Peninggalan, juga dikaitkan dengan realita yang terjadi kantor Balai Harta Peninggalan Surabaya, serta kenyataan yang terjadi di masyarakat yaitu khususnya di Perumahan Joyo Grand, Blok HH 25 RT 02 RW 09 Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwar, Kota Malang, yang terkait dengan Jual Beli tanah dan bangunan yang ditelantarkan dan tidak diketahui pemiliknya, sehingga dapat diperoleh data yang akurat dan otentik.

3.3. Alasan Pemilihan Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan di Kantor Balai Harta Peninggalan Surabaya, Jawa Timur dan di Perumahan Joyo Grand, Blok HH 25 RT 02 RW 09 Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.

Lokasi penelitian ini dipilih karena adanya isu hukum bahwa terdapat tanah dan bangunan terlantar yang tidak diketahui pemiliknya, yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.Terkait dengan adanya permasalahan ini, muncul pertanyaan mengenai peran Balai Harta Peninggalan dalam menyelesaikan permsalahan tersebut. Berdasarkan peraturan yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan

(49)

Hak Asasi Manusia Nomor M.02-HT.05.10 Tahun 2005 Tentang Permohonan Izin Pelaksanaan Penjualan Harta Kekayaan yang tidak Terurus yang berada dalam Pengurusan dan Pengawasan Balai Harta Peninggalan, BHP mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan masalah jual beli tanah dan bangunan yang terlantar dan tidak diketahui pemiliknya. Sehingga dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan selain dapat mengetahui peran Balai Harta Peninggalan dalam menentukan pemilik tanah dan bangunan yang sah, juga upaya yang dapat dilakukan untuk menguasai tanah dan bangunan di Perumahan Joyo Grand tersebut.

3.4. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung melalui wawancara dan/atau survei di lapangan yang berkaitan dengan perilaku masyarakat.1 Data primer merupakan informasi yang berupa pengalaman, pemahaman, persepsi, pendapat, harapan, dan lain-lain yang bersumber dari subyek penelitian (narasumber, informan, atau responden). Dalam hal ini penulis akan mencari informasi dari narasumber melalui hasil wawancara terpimpin dengan Bapak Cahyo Gatut Prianggodo, SH, yang menjabat sebagai Kepala seksi HP Wilayah III dan Ibu Kurniawati, SH, yang menjabat sebagai Anggota Teknis Hukum di Kantor Balai Harta Peninggalan Surabaya, Jawa Timur, Ketua RT atau RW di Perumahan Joyo Grand maupun dengan Bapak Amir sebagai pihak yang ingin memiliki

1Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 23

(50)

rumah yang tidak diketahui pemiliknya, berupa pengalaman dan pendapat narasumber.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.2 Dan untuk mendapatkan data sekunder penulis akan mencari informasi dari arsip, laporan, sertifikat yang masih ada, serta tambahan informasi dari perpustakaan yang terkait dengan jual beli tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya maupun Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02-HT.05.10 Tahun 2005 tentang Permohonan Izin Pelaksanaan Penjualan Herta Kekayaan yang Pemiliknya dinyatakan tidak Hadir dan Harta Peninggalan yang tidak Terurus yang Berada dalam Pengurusan dan Pengawasan Balai Harta Peninggalan. Data sekunder yang saya dapat dalam penelitian ini yaitu buku-buku yang saya dapat dari kantor Balai Harta Peninggalan maupun arsip-arsip atau dokumen tentang jual beli tanah dan bangunan yang sudah di lakukan oleh Balai Harta Peninggalan selama ini.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

2Ibid, hlm. 106

(51)

Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti memperoleh atau mengumpulkan data. Data bisa diperoleh melalui teknik wawancara, pengamatan, kuisioner, dan dokumentasi.3 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik wawancara, pengamatan atau observasi atau survei lapangan, dan studi dokumentasi/arsip.

a. Wawancara

Dalam penelitian ini penulis mencari data primer yang akan diperoleh melalui wawancara terpimpin menggunakan pedoman wawancara (interview guide) yang telah disiapkan lebih dulu dengan beberapa narasumber yaitu beberapa pegawai Balai Harta Peninggalan, serta pihak yang ingin memiliki tanah dan bangunan yang tidak diketahui pemiliknya maupun Ketua RT dan RW di Perumahan Joyo Grand.

b. Observasi atau Survei Lapangan

Penelitian ini juga dilakukan dengan cara pengamatan terhadap obyek penelitian dan survei lapangan yaitu survei secara langsung di Kantor Balai Harta Peninggalan dan di Perumahan Joyo Grand, Kota Malang.

c. Studi Dokumentasi/Arsip

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan cara mengkaji beberapa berkas-berkas penting dari Badan

3Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, UMM Press, Malang, 2010, hlm. 140

Referensi

Dokumen terkait

Data Perhitungan Bakteri Staphylococcus aureus Pada Tangan Sebelum Direndam dan Setelah Direndam Dengan Maserasi Daun Kelor.

Yang bertanda tangan di bawah ini saya Riyan Indra Pramana, menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN PERSEPSI ATAS HARGA

[r]

Nahiz eta, gure ustez, argi dagoen Fredulforen eta Valpuestaren arteko lotura (jarraikortasun bat duena bere familiako kideen artean eta Joanen dohaintza

Jadi, dapat disimpulkan bahwa disiplin karyawan adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau disiplin sikap, tingkah laku,

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mendeskripsikan aktivitas guru, hasil belajar menulis karangan sederhana

Guru meminta siswa untuk menggunakan strategi-strateginya dalam menyelesikan masalah yang berkaitan dengan menghitung keliling dan luas bangun segitiga

Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (mu’a>malah). Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi aturan