Klasifikasi dan Rumus Bangun
Antihistamin (AH) dapat dibedakan berdasarkan reseptornya dalam tubuh yaitu Antihistamin tipe 1 (AH 1), tipe 2 (AH 2), tipe 3 (AH 3), dan tipe 4 (AH 4). Namun hingga saat ini yang berkembang masih Antihistamin tipe 1 (AH 1) dan Antihistamin tipe 2 (AH 2). Antihistamin tipe 2 (AH 2) umumnya digunakan sebagai terapi gangguan
gastrointestinal, sementara untuk kelainan kulit umumnya digunakan Antihistamin tipe 1 (AH 1).
AH1 dibedakan berdasarkan penemuannya dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP menjadi generasi I dan II.
AH1 generasi 1 lebih memiliki kemampuan sedativa daripada AH 1 generasi 2, karena sifat AH generasi 1 yang lebih lipid soluable, sehingga mudah masuk ke CNS dan memblokade reseptor
otonom,sementara AH1 generasi 2 kurang lipid soluable sehingga sulit menembus CNS.
1. Antihistamin tipe H-1
a. AH-1 generasi I (klasik/sedatif) Yang termasuk golongan ini adalah:
Alkilamin (propilamin) : bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat dan tanat, deksbromfeniramin maleat,
deksklorfeniramin maleat, dimentinden maleat, tripolidin hidroklorida, feniramin maleat/pirilamin maleat
Etanolamin (Aminoalkil eter) :karbioksamin maleat,
difenhidramin sitrat dan hidroklorida, doksilamin suksinat, embramin hidroklorida, mefenhidramin metilsulfat, trimetobenzamin sitrat, dimenhidrinat, klemastin fumarat
Etilendiamin : mepiramin maleat, pirilamin maleat, tripenelamin sitrat dan hidroklorida, antazolin fosfat
Fenotiazin : dimetotiazin mesilat, mekuitazin, metdilazin dan metdilazin hidroklrida, prometazin hidroklorida dan teoklat, trieprazin tartrat
Piperidin : azatadin maleat, siproheptadin hidroklorida, difenilpralin hidroklorida, fenindamin tartrat
Piperazin : hidroksizin hidroklorida dan pamoat (fitzpatrick) b. “Low sedating” atau antihistamin AH 1 generasi II dan III
Beberapa AH-1 yang diperkenalkan dalam 2 dekade terakhir ditemukan dengan cara menyaring beberapa komponen dan secara
kimia berhubungan AH-1 generasi yang lama. Sebagai contoh misalnya: akrivastin berhubungan dengan tripolidin, cetirizin adalah metabolit dari hidroksizin, levocetirizin adalah enantiomer dari cetirizin, desloratadin adalah metabolik dari terfenadin. (Simons)
AH 1 generasi II
Akrivastin
Astemizole
Cetirizin
Loratadin
Mizolastin
Terfenadin
Ebastin
- AH-1 generasi III
Levocetirizin
Desloratadin
Fexofenadin
2. Antihistamin tipe H-2
Simetidin
Ranitidin
Famotidin
Nizatidin
ANTIHISTAMIN TIPE 1 (AH 1) GENERASI I ATAU KLASIK
Mekanisme kerja:
Antihistamin tipe H1 bekerja dengan cara competitif inhibitor terhadap histamin pada reseptor jaringan, sehingga mencegah histamin berikatan serta mengaktivasi reseptornya. (Fitzpatrick, Wolverton, Katzung Arndt) Ikatannya reversibel dan dapat digantikan oleh histamin dalam kadar yang tinggi. (Fitzpatrick, Katzung). Dengan menghambat kerja dari histamin, terjadi berbagai pengaruh yang ditimbulkan antihistamin, yaitu menghambat peningkatan permeabilitas kapiler dan edema yang disebabkan oleh histamin serta menghambat vasokonstriksi. Obat ini lebih efektif jika diberikan sebelum pelepasan histamin. Pada pemberian awal, antihistamin dapat mencegah edema dan pruritus selama reaksi hipersensitivitas, sehingga banyak keuntungan yang didapat jika digunakan untuk pencegahan urtikaria kronik idiopatik.Wilkin Antihistamin tipe H1 klasik ini juga memiliki aktivitas antikolinergik, efek anestesi lokal, antiemetik, dan anti mabuk perjalanan.(Fitzpatrick, Goodman and Gillman) Beberapa antihistamin tipe H1 mempunyai kemampuan untuk menghambat reseptor α-adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lain mempunyai efek antiserotonin. (Fitzpatrick)
Farmakologi
Setelah pemberian secara oral, antihistamin akan diabsorbsi dengan baik dalam saluran cerna. Efeknya dapat terlihat dalam 30 menit, mencapai konsentrasi puncak plasma dalam 1-2 jam, dan dapat bertahan 4-6 jam, dan beberapa obat lainnya dapat bertahan lebih lama.(Fitzpatrick, Goodman and Gillman, Katzung, Wolverton, Lippincot) Antihistamin tipe H1
dimetabolisme oleh sistem enzim sitokrom hepar P450 (CYP) CYP3S4, dikonjugasi membentuk glukuronida dan hampir seluruhnya
diekskresikan ke urin setelah 24 jam pemberian. (Fitzpatrick)
Kegunaan klinis
Antihistamin tipe H1 generasi I digunakan untuk menghilangkan pruritus, pengobatan urtikaria akut, urtikaria kronis, angioedema dan reaksi alergi kulit lainnya temasuk reaksi obat. (Fitzpatrick, Wilkin) Apabila salah satu dari kelompok antihistamin tipe H1 tidak efektif, maka dapat diganti dengan obat dari kelompok yang lain. (Fitzpatrick)
Antihistamin tipe H1 digunakan untuk terapi pruritus pada penderita dermatitis atopik. Efeknya berhubungan dengan menekan ansietas
dan sedasinya. Pruritus yang disebabkan hal lain, seperti dermatitis kontak alergi dan bentuk lain dermatitis, liken planus, gigitan
nyamuk dan pruritus yang terjadi sekunder karena penyakit lain atau yang bersifat idiopatik, juga dapat dihilangkan dengan penggunaan antihistamin tipe H1. (Fitzpatrick)
Kontraindikasi pemberian obat ini adalah pada bayi baru lahir atau bayi prematur, kehamilan, ibu menyusui, glaukoma sudut sempit, retensi urin, dan asma. (Wilkin)
Panduan penggunaan antihistamin tipe H1 wanita hamil terbatas.
Sebagian besar antihistamin tipe H1 pada wanita hamil oleh United States of Food and Drug Administration (FDA) digolongkan sebagai kategori B atau C. (Fitzpatrick)
Efek samping:
Sifat lipofilik dari antihistamin AH1 klasik menyebabkan distribusi jaringan yang luas dan dapat melewati sawar darah otak, plasenta dan air susu ibu, (Wilkin) karena itu dapat memberikan efek pada:
Sistem saraf pusat
Komplikasi tersering pada orang dewasa adalah depresi SSP, sedasi dan pusing. Pada anak-anak dan orang tua dapat terjadi:
kecemasan, iritabilitas, insomia, tremor dan mimpi buruk. Bangkitan dapat terjadi, walaupun jarang. Pernah dilaporkan terjadinya diskinesia wajah dan mulut pada penggunaan kombinasi antihistamin-dekongestan. (Fitzpatrck, Katzung, Wolverton Simon and Simon, Wilkin, Goodman and Gilman)
Gastrointestinal
Dapat terjadi mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare. (Fitzpatrick, Wolverton, Wilkin, Goodman and Gilman)
Jantung
Takikardia, disritmia, hipotensi yang bersifat sementara (Wolverton, Fitzpatrick)
Genitourinaria
Disuria, disfungsi ereksi, retensi urin (Wolverton, Simon and Simon, Arndt)
Darah
Klorfeniramin dapat menebabkan pansitopenia, agranulositosis, trombositopenia, leukopenia dan anemia aplastik. (Wilkin, Fitzpatrick, Goodman and Gilman)
Kulit
Reaksi kulit yang dapat terjadi berupa dermatitis, petekie, fixed drug eruption dan fotosensitif. (Fitzpatrick)
Efek samping lainnya
Terdapat efek samping antikolinergik yang dapat berupa muka merah, dilatasi pupil, hipertermia kekeringan pada membran mukosa dan penglihatan yang buram. (Fitzpatrick, Arndt, Goodman and Gilman)
Antihistamin lainnya seperti ciproheptadin dapat menyebabkan peningkatan berat badan(Wilkin)
Interaksi obat
Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila antihistamin tipe H1 diminum bersamaan dengan alkohol atau obat lain yang bersifat depresif terhadap SSP seperti diazepam. Antihistamin kelompok fenotiazin menghambat dan sebaliknya epinefrin mempunyai efek vasosupresi. Kontra indikasi pemberian antihistamin tipe H1 adalah penderita yang mendapat inhibitor monoamine oksidase, sepertiisokarboksazid, nialamid, moklobemid, ranilsipromin, fenelzim(Fitzpatrick)
ANTIHISTAMIN TIPE I (AH 1) GENERASI II DAN III ATAU LOW SEDATING
Mekanisme kerja
Antihistamin tipe H1 low sedating merupakan antagonis dari histamin pada reseptor H1, berikatan secara tidak kompetitif, tidak mudah diganti oleh antihistamin, dilepaskan secara perlahan dan kerjanya lebih lama (Wolverton, Wilkin, Fitzpatrick) Antihistamin H1 ini, kurang bersifat lipofilik, sangat sedikit menembus sawar darah otak, dan lebih
mengikat reseptor H1 di perifer secara lebih spesifik. (Fitzpatrick, Wilkin, Wolverton,
Arndt) Beberapa obat ini mempunyai membrane stabilizing atau efek
seperti kuinidine pada otot jantung, dan menyebabkan perpanjangan masa refraksi jantung serta aritmia ventrikuler ”torsades de
pointes”. (Fitzpatrick) Walaupun golongan ini sering dikatakan nonsedasi, obat-obat ini tetap dapat menyebabkan efek sedasi, namun dalam banyak penelitian dikatakan insidensi sedasi jauh lebih sedikit dibandingkan antihistamin H1 klasik, demikian pula efek
antikolinergiknya lebih jarang terjadi dibanding antihistamin H1
klasik. (Wilkin) Cetirizine berpengaruh pada perpindahan sel dalam kulit dan jaringan lainnya, pelepasan atau pembuatan dan pelepasan mediator inflamasi serta ekspresi molekul adhesi.(Fitzpatrick)
Farmakologi:
Antihistamin tipe H1 low sedating diabsorbsi dari saluran cerna dan mencapai puncak konsetrasi plasma dalam 2 jam. Obat tersebut menghilangkan urtikaria dan reaksi eritema sekitar 1-24 jam.
Terfenadin, astemizol, loratadin, aktivastin, mizolastin, ebastin dan oksatomid dimetabolisme di hepar melalui sisitem enzim CYP dalam hepar CYP3A4. Cetirizin, metabolit asam karboksilik dari terfenadin, dan desloratadin tidak dimetablisme dalam hepar. (Fitzpatrick)
Astemizol mempunyai efek jangka panjang, namun onset mulai kerjanya dan konsentrasi dalam keadaan stabil dicapai dalam 3-4
minggu. Efek astemizol berlangsung lama dan obat harus dihentikan 4- 6 minggu sebelum dilakukan uji tusuk. Waktu paruh eliminasi cetirizin dan feksofenadin pada anak-anak sama dengan dewasa (Fitzpatrick)
Kegunaan klinis
Antihistamin tipe ini terutama digunakan untuk pengobatan rinitis alergi dan urtikaria kronis.(Katzung, Wilkin)
Kontra indikasi dari antihistamin low sedating ini adalah pada kehamilan dan ibu menyusui.(Wilkin)
Efek samping
Antihistamin tipe low sedating memiliki efek sedasi dan antikolinergik yang sedikit, juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan antihistamin tipe H1 klasik. (Fitzpatrick)
Kardiovaskular
Efek samping kardiovaskular berupa fibrilasi ventrikel, pemanjangan interval QT dan takiaritmia ventrikular atipikal berhubungan dengan pemakaian astemizole dan terfenadin.(Murphy) Kelainan ini dapat tejdadi terutama pada wanita dan penderita dengan kelainan jantung organik yang sebelumnya telah ada (seperti iskemia, kardiomiopati), arritmia, ataupun penderita dengan gangguan eletrolit (seperti hipokalemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia) (Simons FER)
Sistem saraf pusat
Dalam beberapa penelitian dikatakan tefenadin, astemizole dan loratadin memiliki efek sedasi yang lebih rendah dibandingkan antihistamin H1 klasik. (Wilkin)
Kulit
Fotosensitivitas, urtikaria, erupsi makulopapular, eritema serta pengelupasan kulit tangan dan kaki. Selain itu juga dilaporkan adanya reaksi fotoalergi dan alopesia yang diduga berhubungan
dengan penggunaan terfenadin. Dilaporkan juga suatu kasus psoriasis yang mengalami eksaserbasi selama menggunakan terfenadin. (Wilkin)
Hepar
Hepatotoksisitas jarang terjadi, namun dilaporkan adanya kasus hepatitis yang berhubungan dengan penggunaan terfenadin selama 5 bulan. Peningkatan serum transaminase dengan kadar ringan sampai sedang kadang-kadang dapat terjadi. (wilkin)
Efek samping lainnya
Dilaporkan adanya sakit kepala, mual, kekeringan pada mukosa mulut dan beberapa efek antikolinergik lainnya, namun insidensinya sangat rendah. (Wilkin)
Peringatan
Karena terbatasnya penelitian pada manusia, penggunaan
antihistamin non sedasi pada wanita hamil dan ibu menyusi sebaiknya dihindari.Wilkin
Interaksi obat
Perpanjangan QT interval dapat terjadi pada penderita yang megkonsumsi terfenadin bersamaan dengan ketokonazol dan
intrakonazol, antibiotik makrolid, seperti eritromisin dan klaritromisin, troleandomisin, lovastatin, inhibitor protease dan flavonoid, seperti naringin dalam sari buah anggur.
Obat-obatan lain yang dapat berpengaruh pada peningkatan kadar antihistamin serum dan yang memiliki risiko kardiovaskular
adalah Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1) protease inhibitors, Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRI) antidepresant, seperti quinin, zileuton. (Wolverton)
BEBERAPA CONTOH ANTIHISTAMIN TIPE I GENERASI I
Klorfeniramin
Klorfeniramin merupakan antihistamin sedatif dari golongan alkilamin yang paling poten dan stabil. Setelah pemberian dosis tunggal per oral, klorfeniramin diabsorbsi dengan baik dan cepat pada saluran pencernaan, mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 30- 60 menit, melalui metabolisme pertama di hati dan di mukosa saluran pencernaan selama proses absorbsi, kemudian didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk susunan saraf pusat.(Jalbani, Murphy). Sebanyak 50% dari dosis yang diberikan diekskresikan terutama melalui urin dalam waktu 12 jam dalam bentuk asal dan metabolitnya.
(Murphy)
Lama kerja dari klorfeniramin adalah 4-6 jam.(Goodman and Gilman) Dosis yang diberikan 4-6 mg peroral dapat diberikan 3-4x/hari, dengan dosis maksimal 24 mg per hari baik pada anak-anak dan dewasa.(Arndt)
Sediaan:
- Klorfeniramin elixir, 2 mg/5ml: 120 ml, 480 ml (Arndt)
- Klorfeniramin tablet 2 mg dan 4 mg (Arndt)
- Klorfeniramin retarded tablet 8 mg dan 12 mg (Arndt)
Difenhidramin
Difenhidramin adalah derivat etanolamin yang sering digunakan dalam praktek sehari-hari, diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral. Obat ini mengalami metabolisme pertama di hati, dan hanya 40%-60% dari dosis pemberian yang mencapai sirkulasi sistemik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, termasuk sistem saraf pusat. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu kurang lebih 1- 5 jam dan bertahan selama 2 jam. Waktu paruh bervariasi dari 2,4 sampai 10 jam. (Goodman and Gillman, Murphy)
Difenhidramin tidak dapat diberikan secara subkutan, intradermal atau perivaskular karena sifatnya yang iritatif dan dapat menyebabkan nekrosis setempat pada pemberian secara subkutan dan intradermal.
Difenhidramin tidak dapat menembus jaringan kulit yang intak pada pemberian secara topikal, bahkan dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas. (Murphy)
Dosis pemberian adalah 25 mg-50 mg per oral, dosis maksimal 300 mg/hari, dengan lama kerja 4-6 jam. (Arndt, Goodman and Gilman) Pemberian 100 mg atau lebih dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, perubahan gelombang T dan pemendekan dari diastole. (Arndt)
Sediaan :
- Difenhidramin kapsul 25 dan 50 mg (Arndt)
- Difenhidramin elixir (12,5 mg/5 ml): 120 cc, 480 cc (Arndt)
- Difenhiramin injeksi (50 mg/ml) : 1 ml ampul
- Difenhidramin spray : 60 ml (Arndt)
Hidroksizin
Hidroksizin merupakan derivat dari piperazin, sering digunakan sebagai transquilizer, sedatif, antipruritus dan antiemetik. Kadar plasma biasanya dicapai dalam 2-3 jam setelah pemberian per oral, dengan waktu paruh 6 jam kemudian diekskresikan ke dalam urin. (Murphy)Hidroksizin merupakan obat pilihan untuk pengobatan dermatografisme dan urtikaria kolinergik, dapat digunakan sendirian ataupun kombinasi dengan antihistamin lainnya untuk manajemen pengobatan urtikaria kronis, urtikaria akut, dermatitis kontak, dermatitis atopik dan pruritus yang diinduksi oleh histamin. Lama kerja dari obat ini adalah 6-24 jam dengan dosis pemberian 10 mg sampai 50 mg peroral, setiap 4 jam.(Arndt)
Sediaan:
- Hidroksizin tablet 10 mg, 25 mg, 50 mg dan 100 mg (Arndt)
- Hiroksizin injeksi 25 mg/ml, 50 mg/ml (Arndt)
- Hidroksizin sirup 10 mg/5ml: 240 ml, 480 ml(Arndt)
BEBERAPA CONTOH ANTIHISTAMIN TIPE I GENERASI II DAN III
Loratadin
Loratadin adalah trisiklik piperidin long acting yang mempunyai aktivitas yang selektif dengan efek sedatif dan antikolinergik yang minimal pada dosis yang direkomendasikan, merupakan antihistamin yang mempunyai masa kerja yang lama.
Metabolik utamanya, deskarboetoksi-loratadin, adalah biologikal aktifnya.
Loratadin cepat diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg, sekali sehari dan mencapai konsentrasi plasma maksimum dalam 1-1,5 jam.
Eliminasi waktu paruhnya sekitar 8-11 jam, diekskresikan melalui urine 40%, feses 42% dan air susu 0,029%. Loratadin diindikasikan untuk rinitis alergi dan urtikaria kronik idiopatik pada pasien diatas 6 tahun.
Loratadin mempunyai efek terhadap fungsi dari miokardial potasium channel tetapi tidak menyebabkan disritmia jantung.
Loratadin merupakan long acting antihistamin dengan lama kerja 24 jam.(Goodman and Gilman) Dosis yang direkomendasikan 10 mg dosis oral, pada anak-anak (< 30 kg) adalah 5 mg/kg BB dosis tunggal. Meskipun loratadin tidak mempunyai kontraindikasi pada penderita hati dan ginjal kronis, disarankan untuk mengurangi dosis yang diberikan. (Wolverton, Wilkin)
Sediaan:
- Loratadin sirup (1 mg/ml): 480 ml (Arndt, Wolverton)
- Loratadin tablet 10 mg(Arndt, Wolverton)
- Loratadin reditabs 10 mg(Arndt, Wolverton)
Cetirizin
Merupakan metabolit karboksil asid dari hidroksin. Obat ini pada manusia hanya mempunyai transformasi metabolik yang minimal menjadi bentuk metabolit aktif dan obat ini terutama diekskresi lewat urin. Karena cetirizin cepat diabsorbsi dan sedikit yang dimetabolisme, dan juga diekskresi lewat urin, maka dosis obat ini harus dikurangi pada pasien dengan gangguan ginjal.
Kadar puncak plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruh plasma sekitar 7 jam, diekskresikan dalam urine sebanyak 60% dan feses 10%. Cetirizin dapat menghambat eosinofil, netrofil dan basofil dan menghambat IgE serta menurunkan prostaglandin D2. Cetirizin diindikasikan untuk terapi urtikaria kronik di Amerika Serikat. Beberapa studi kemudian mendukung khasiat cetirizin untuk kondisi ini dan juga ditemukan khasiatnya untuk terapi coldurtikaria.
Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa 10 mg/hari (maksimal 20 mg) dosis tunggal, pada anak-anak adalah 0,3 mg/kgBB sedangkan pada pasien dengan gangguan ginjal kronik dan hepar dosis yang diberikan adalah 5 mg/hari. Lama kerja dari cetirizin adalah 12-24 jam. (Goodman and Gilman)
Sediaan:
- Cetirizin tablet 5 mg, 10 mg (Arndt)
- Cetirizin sirup 5mg/ml: 120 ml (Arndt)
Feksofenadin
Feksofenadin, metabolit aktif utama dari terfenadin, merupakan reseptor kompetitif antagonis H-1 yang selektif dengan sedikit atau
tanpa efek samping antikolinergik dan non sedatif, serta bersifat non kardiotoksik(Wolverton, Arndt, Wilkin)
Feksofenadin diabsorbsi cepat setelah pemberian dosis tunggal atau dua kapsul 60 mg dengan waktu rata-rata mencapai konsentrasi plasma maksimum 1-3 jam setelah pemberian per oral. Feksofenadin terikat pada protein plasma sekitar 60-70%, terutama pada albumin dan 1-acid gylcoprotein. Waktu paruh feksofenadin adalah 11-15 jam, (Wolverton)diekskresikan sebanyak 80% pada urine dan 12% pada feses.(Fitzpatrick, Wolverton)
Feksofenadin diindikasikan pada penderita rinitis alergi dan urtikaria idiopatik kronis.(Arndt)Pemberian feksofenadin bersama antibiotik golongan makrolid dan obat anti jamur golongan imidazol tidak menunjukkan adanya interaksi obat sehingga tidak terdapat pemanjangan interval QT.(Wolverton)
Sediaan :
- Feksofenadin kapsul 30 dan 60 mg (Arndt)
- Feksofenadin tablet 60 mg (Arndt)
Astemizole
waktu kerja lama dengan onset lambat
konsentrasi tetap sampai 3 s/d 4 minggu.
Waktu paruh plasmanya setelah pemberian satu dosis tunggal adalah bifasik, dengan fase permulaan 1,1 hari dan fase kedua 9,5 hari, dengan menghasilkan metabolit desmethylastemizole.
Desloratadine
waktu paruh 27 jam
konsentrasi tetap dalam plasma dicapai dalam 7 hari.
Dalam penelitian-penelitian farmakokinetik, kira-kira 7 % dari seluruh subyek dan 20% dari keturunan Afrika-Amerika memetabolisme desloratadine denga lambat.
Tidak ada hambatan penggunaan desloratadnie pada pasien dengan kelainan ginjal maupun hati.
Makanan maupun grapefruit juice tidak memiliki efek pada bioavailibilitas dan absorpsinya.
Mizolastine Ebastine
dimetabolisme untuk membentuk metabolit asam karboksilat, carebastine
Memiliki waktu paruh selama 15 jam.
Fungsi ginjal yang teganggu mempengaruhi farmakokinetik ebastine, dan dosisnya harus disesuaikan pada penderita gangguan tersebut.
Terfenadine, Cetrizine, Loratadine, Fexofenadine, dan Desloratadine diekskresikan pada air susu ibu (ASI).
Tabel 1. Antihistamin tipe H-1 non sedasi, generasi kedua dan ketiga
Obat Kelas Konsentrasi Puncak Plasma Terfenadin
Astemizole Cetirizin Loratadin Feksofenadin Desloratadin Akrivastin Mizolastin Ebastin Oksatomid
Piperidin Piperidin Piperazin Piperidin Piperidin Piperidin Alkilamin Piperidin Piperidin Piperazin
2 jam
Beberapa hari 1 jam
1 jam 2,6 jam 3 jam 1,4 jam 1,5 jam 2,6 jam 4 jam