BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik dapat menimbulkan dampak yang sangat besar bagi masyarakat, memperdalam jurang pemisah sosial dan seringkali mengakibatkan pemisahan masyarakat secara fisik. Upaya untuk mendamaikan dan menyatukan kembali masyarakat pasca konflik tidaklah mudah. Diperlukan penyelesaian akar konflik secara tuntas dan penemuan faktor-faktor yang dapat menyatukan masyarakat.
Konflik sejatinya tidak selamanya mengandung nilai negatif.
Konflik pada tarafnya yang rendah jika dikelola dengan baik justru berdampak positif. Setiap konflik yang ada dalam kehidupan apabila dapat dikelola dengan baik, maka akan sangat bermanfaat dalam hal memajukan kreativitas dan inovasi, meskipun konflik memiliki sisi konstruktif dan sisi destruktif.1 Menurut Robbin dan Judge, sebagaimana dikutip Susanti, menegaskan bahwa konflik dalam organisasi dapat dilihat dari dua sisi. Di satu sisi dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi (parpol ataupun lembaga) berusaha untuk meminimalisir konflik.2
1 Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan), (Bandung:
CV. Mandarmaju, 1994), 8.
2 Susanti, "Anatomi Konflik di Indonesia", Universitas Terbuka, 3.
Perbedaan di masyarakat tidak selamanya menimbulkan konflik.
Perbedaan sub kultur, nilai atau kepentingan karena pluralisme tidaklah dengan sendirinya menimbulkan konflik. Fakta di sejumlah masyarakat membuktikan penerimaan mereka terhadap perbedaan itu.
Perbedaan tersebut baru menimbulkan konflik bila kelompok-kelompok tersebut sama-sama memperebutkan sumber nilai yang sama, sehingga terjadi benturan nilai atau kepentingan. Perbedaan kepentingan atau nilai merupakan kondisi yang harus ada bagi timbulnya konflik.
Sejauh pihak-pihak yang berkonflik dapat menerima, maka tidak akan menimbulkan permasalahan terbuka. Sejalan dengan itu Coser menyatakan bahwa tidak akan menimbulkan konflik bila tidak ada intervening variabel tingkat kekuasaan dan status. Masyarakat di tingkat desa, sebagai contoh, akan lebih mudah melakukan integrasi sosial mengingat cakupannya tidak terlalu luas dan sudah terbiasa menerima heterogenitas atau kemajemukan sikap sehingga tidak terlalu mengganggu kepentingan publik.
Mengelola konflik bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Pihak- pihak yang terlibat atau pihak lain yang berupaya mengelola konflik harus memiliki kecermatan yang mendalam, melakukan intervensi secara halus sampai menemukan solusi yang dianggap sebagai win- win solution. Penyelesaian sebuah konflik dengan jalan mengkaji akar permasalahan dan memberdayakan pihak-pihak yang berkonflik
melalui dialog membutuhkan waktu yang relatif lama, namun lebih menyentuh pada akar permasalahan.3
Pengelolaan konflik, menurut Bernt dan Ladd seperti dikutip Thontowi, mengambil bentuk desktruktif dan konstruktif. Pengelolaan destruktif adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan acaman, paksaan, atau kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya atau bisa dikatakan individu cenderung menyalahkan. Adapun pengelolaan konstruktif merupakan bentuk penanganan konflik yang cenderung melakukan negosiasi sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta tetap mempertahankan interaksi sosialnya. Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning yaitu sudah dapat berpikir secara logis dalam penyelesaian masalah. Konflik destruktif menimbulkan kerugian bagi individu atau individu-individu yang terlibat di dalamnya. Konflik seperti ini misalnya terjadi pada dua remaja yang tidak dapat bekerja sama karena terjadi sikap permusuhan antar perorangan. Ada banyak keadaan di mana konflik dapat menyebabkan orang yang mengalaminya mengalami goncangan (jiwa). Konflik konstruktif berkebalikan dengan konflik destruktif karena konflik konstruktif justru menyebabkan timbulnya keuntungan-keuntungan dan bukan kerugian-kerugian bagi individu atau organisasi yang terlibat di dalamnya.4
3 Susanti, "Anatomi Konflik di Indonesia", Universitas Terbuka, 4.
4 Ahmad Thontowi, "Manajemen Konflik", makalah tidak diterbitkan, 7-8.
Modul ini memberikan gambaran kepada Saudara mengenai aspek-aspek pengelolaan konflik (manajemen penanganan konflik).
Pemahaman terhadap bentuk-bentuk penanganan konflik akan memberikan arah pemilihan penanganan konflik yang sesuai dengan kondisi, ruang, dan waktu konflik.
B. Deskripsi Singkat
Konflik dapat berubah dari destruktif menjadi konstruktif apabila dikelola dengan baik. Pengelolaan konflik (manajemen penanganan konflik) mencakup upaya atau cara yang digunakan seseorang atau lembaga dalam menghadapi perbedaan dan perselisihan antarorang atau antarkelompok (konflik sosial). Pengelolaan konflik dapat berjalan dengan baik apabila pihak-pihak yang terlibat dalam menangani konflik memahami sumber-sumber konflik dengan benar dan faktor-faktor yang dapat diterima atau mempersatukan pihak-pihak yang berkonflik.
Bentuk penanganan konflik disesuaikan dengan tingkat konflik yang terjadi. Pencegahan konflik adalah upaya menjaga perdamaian tetap berlangsung. Pengelolaan konflik dan resolusi konflik diterapkan pada konflik yang sudah terjadi. Adapun transformasi konflik dapat diterapkan pada konflik yang sudah terjadi atau belum (laten).
C. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar
Setelah pembelajaran selesai, Saudara diharapkan dapat menjelaskan manajemen penanganan konflik.
2. Indikator Keberhasilan
Secara khusus kemampuan yang diharapkan setelah mengikuti diklat sebagai berikut:
a. Menjelaskan pengertian dan asumsi dasar konflik, serta upaya penanganan konflik.
b. Menyebutkan teori-teori penyebab konflik.
c. Menyebutkan ruang lingkup penanganan konflik.
3. Peta Kompetensi
Bagan 1: Peta Kompetensi
Menjelaskan manajemen penanganan konflik
Menjelaskan konsep konflik
Menyebutkan teori- teori penyebab konflik Menyebutkan ruang
lingkup penanganan konflik
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. Konsep konflik
a. Pengertian dan asumsi dasar konflik b. Pengertian dan tujuan penanganan konflik 2. Teori-teori penyebab konflik
a. Hubungan Masyarakat b. Identitas
c. Kebutuhan Manusia d. Transformasi Konflik
3. Ruang lingkup penanganan konflik a. Pencegahan Konflik
b. Penghentian Konflik c. Pemulihan Pasca Konflik
BAB II
PRINSIP-PRINSIP DASAR
A. Indikator Keberhasilan
Setelah pembelajaran selesai, Saudara diharapkan mampu menjelaskan konsep konflik dan manfaat mengetahuinya.
B. Pengertian Konflik
Konflik secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang berarti bersama dan figure yang berarti benturan atau tabrakan.
Konflik berarti adanya benturan atau tabrakan dari setiap keinginan atau kebutuhan, pendapat, dan keinginan yang melibatkan dua pihak bahkan lebih. Istilah konflik dibedakan dengan istilah perbedaan dan sengketa. Perbedaan adalah situasi alamiah yang terjadi karena kodrat manusia. Sementara itu, sengketa merupakan suatu situasi persaingan antara dua atau lebih orang atau kelompok yang ingin meletakkan haknya atas suatu benda atau kedudukan. Sedangkan berkonflik, menurut Malik adalah suatu situasi yang menunjukkan adanya praktik-praktik penghilangan hak seseorang atau lebih atau kelompok atas suatu benda atau kelompok.5
Perbedaan adalah suatu yang alami. Ketidakmampuan menghadapi perbedaan, lari dari masalah perbedaan, dan agresif dalam menghadapinya adalah sebab-sebab yang menimbulkan persengketaan (dispute). Dalam persengketaan masing-masing pihak
5 Ichsan Malik (dkk.), Menyeimbangkan Kekuatan, Pilihan Strategi Menyelesaikan Konflik atas Sumber Daya Alam, (Jakarta: BSP Kemala), 148.
menyatakan bahwanya pihaknya yang paling benar, paling suci, paling berhak, dan paling nasionalis. Pada taraf ini terjadi klaim kebenaran, bahwa pihak paling benar dan pihak lain yang salah maka harus dihukum atau dihabisi. Persengketaan yang mengarah pada kekerasan dan telah menimbulkan korban mengarah pada konflik.
Dalam konflik, kedua belah pihak berupaya menghilangkan hak pihak lain.6
Fisher (dkk.) membedakan istilah konflik dan kekerasan. Baginya konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Adapun kekerasan adalah meliputi tindakan, perkataan, sikap, berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan/atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh.7
Dari pengertian ini, konflik terbangun dari beberapa unsur, yaitu:
1. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat, ada interaksi antara mereka yang terlibat.
2. Ada tujuan yang dijadikan sasaran konflik. Tujuan inilah yang menjadi sumber konflik.
3. Ada perbedaan pikiran, perasaan, tindakan di antara pihak yang terlibat untuk mendapatkan atau mencapai tujuan/sasaran.
6 Ichsan Malik, Pembangunan Perdamaian dan Pencegahan Konflik, (Jakarta:
SERAP, 2008), 38.
7 Simon Fisher (dkk.), Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak, (Jakarta: The British Council, 2001), 4.
4. Ada situasi konflik antara dua pihak yang bertentangan. Ini meliputi situasi antarpribadi, antarkelompok, dan antarorganisasi.8
Bagi Robbins, sebuah konflik harus dianggap ‘ada’ oleh pihak- pihak yang terlibat dalam konflik. Jadi, apakah konflik itu ada atau tidak ada adalah masalah ‘persepsi’, dan bila tidak ada seorang pun yang menyadari adanya konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada.
Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya, dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai ‘bernuansa konflik’ ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena anggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik. Atau dalam kalimat yang sederhana, konflik adalah sebuah proses mengekspresikan ketidakpuasan, ketidaksetujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi.
Konflik adalah sesuatu yang normal terjadi pada setiap hubungan, dimana dua orang tidak pernah selalu setuju pada suatu keputusan yang dibuat. Konflik berarti perkelahian, peperangan, atau perjuangan.
Konflik dalam arti ini adalah konfrontasi fisik antara beberapa pihak.
Istilah konflik mengalami perkembangan yaitu ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, dan lain-lain. Dalam arti ini, konflik memasuki wilayah psikologis.
8 Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, (Yogyakarta: LkiS, 2005), 250.
Konflik adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak- pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.9 Kepentingan di sini meliputi nilai-nilai (values) dan kebutuhan (needs). Kepentingan adalah perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya ia inginkan.
Perasaan itu cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan tindakan orang, yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan, dan niat.
Kepentingan bersifat universal dapat berupa kebutuhan akan rasa aman, identitas, restu sosial (social approval), kebahagiaan, kejelasan tentang dunianya, dan beberapa harkat kemanusiaan yang bersifat fisik.
Coser, seperti dikutif Fauzi, mendefinisikan sebagai “a struggle over values and claims to secure status, power, and resources, a struggle in which the main aims of opponents are to neutralize, injure, or eliminate rivals”. Definisi ini bersifat umum dan menempatkan konflik lebih dipengaruhi oleh faktor rasionalitas dan motif ekonomi-politik.
Menurut Fauzi, banyak konflik yang tidak dipengaruhi oleh faktor rasional, tetapi lebih didorong oleh spirit ideologi dan keyakinan tertentu. Berbagai tindakan protes atau kekerasan terkait konflik keagamaan banyak berasal dari sumber-sumber kultural dan ideologis agama, dan rasionalitas yang mendasari konflik tersebut lebih bersifat ekspresif atau simbolik; misalnya, sebagai ekspresi dari apa yang
9 Dean G. Pruit dan Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 10.
dipahami suatu komunitas agama sebagai “ketaatan” terhadap ajaran agama atau sebagai simbol solidaritas terhadap komunitas.10
Fauzi menyimpulkan konflik keagamaan perseteruan menyangkut nilai, klaim dan identitas yang melibatkan isu-isu keagamaan atau isu- isu yang dibingkai dalam slogan atau ungkapan keagamaan. Konflik keagamaan itu dapat mewujud dalam dua jenis aksi, yaitu (1) aksi damai dan (2) aksi kekerasan. Aksi damai dipahami sebagai setiap tindakan yang dilakukan tanpa kekerasan dalam rangka menanggapi isu-isu keagamaan yang menjadi sumber pertikaian di masyarakat.
Termasuk di dalam aksi damai adalah aksi protes (aksi menolak suatu pandangan atau kebijakan menyangkut isu yang diperselisihkan), aksi dukungan (aksi mendukung suatu pandangan atau kebijakan menyangkut isu yang diperselisihkan), maupun aksi mediasi (tindakan yang dilakukan dalam rangka mendukung upaya penyelesaian konflik yang tengah terjadi). Sementara itu, aksi kekerasan adalah setiap tindakan fisik yang dilakukan dalam rangka menanggapi isu-isu keagamaan yang menjadi sumber pertikaian, yang melibatkan dampak kekerasan baik terhadap orang (berupa kematian, luka, hilang atau mengungsi) maupun harta-benda (berupa kerugian, kerusakan maupun kehilangan) – kendati dampak kekerasan itu tidak mesti selalu nyata.11
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan adalah suatu keadaan alamiah karena manusia memiliki banyak perbedaan.
10 Ihsan Ali Fauzi (dkk.), "Pola-pola Konflik Keagamaan di Indonesia (1990-2008)", Laporan Penelitian (2009), 7.
11 Ihsan Ali Fauzi (dkk.), "Pola-pola Konflik", 8.
Perbedaan yang tidak dikelola mengarah pada persengketaan, yaitu persaingan untuk mendapatkan hak. Persaingan yang mengarah pada tindakan kekerasan disebut sebagai konflik. Sedangkan konflik dalam bentuk fisik dan merusak termasuk sebagai kekerasan.
C. Asumsi Dasar Konflik
Asumsi dasar adalah pernyataan umum yang diakui oleh masyarakat. Asumsi dasar konflik di Indonesia, menurut Malik, setidaknya ada lima. Pertama menyatakan bahwa konflik selalu ada dalam kehidupan manusia. Asumsi ini memiliki pengaruh yang cukup luas. Manusia sejak awal dilahirkan secara berbeda, tidak ada manusia yang memiliki jenis yang sama, sebagai bukti adanya perbedaan sidik jari. Dalam proses perkembangannya, manusia kecil bertransformasi dengan budaya, ekonomi, dan identitas tertentu sehingga membentuk suatu identitas etnik, agama, suku, dan sebagainya. Perbedaan identitas tersebut menjadi sumber terjadinya konflik.12
Asumsi dasar kedua menyatakan bahwa konflik analog dengan drama. Dalam drama ada aktor, panggung, skenario, dan sutradara.
Konflik yang analog dengan drama menyiratkan adanya aktor pelaku, sutradara, skenario, dan panggung yang digunakan. Etnis, agama, dan politik merupakan bagian dari panggung konflik. Skenario konflik bisa struktural ataupun kultural.13
12 Ichsan Malik, Pembangunan Perdamaian, 37.
13 Ichsan Malik, Pembangunan Perdamaian, 38.
Asumsi dasar ketiga menyebutkan bahwa konflik memiliki dua sisi, menciptakan perubahan dan dipengaruhi budaya. Secara inheren konflik membawa potensi risiko dan manfaat.14 Sepintas konflik lebih banyak menimbulkan dampak negatif, akan tetapi konflik juga dapat menimbulkan dampak positif. Dampak positif konflik antara lain:
1. Konflik meningkatkan pertumbuhan, melalui pembelajaran untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam suatu kebersamaan dengan orang lain.
2. Konflik meningkatkan kreatifitas dan perubahasan sebagai solusi untuk mengatasi perbedaan-perbedaan di antara pihak- pihak yang terlibat.
3. Konflik meningkatkan perkembangan keterampilan interpersonal, karena setiap individu berusaha untuk berhubungan meskipun ada perbedaan diantara mereka.
4. Konflik meningkatkan pengertian yang saling menguntungkan tentang perbedaan nilai, aspirasi dan kebudayaan.
Dampak negatif konflik diantaranya:
1.
Konflik dapat menyebabkan stres diantara pihak-pihak yang terlibat.2.
Konflik dapat menyebabkan interaksi yang lebih rendah diantara pihak-pihak yang terlibat dan para pendukungnya.
14 Ichsan Malik, Pembangunan Perdamaian, 39.
3.
Status dan ego menjadi lebih penting daripada alasan dan kenyataan.4.
Konflik dapat menghambat aktivitas dan produktivitas.Pengelolaan konflik, menurut Mardianto seperti dikutip Thontowi, secara garis besar terbagi dalam dua model:
1. Manajemen konflik destruktif yang meliputi conflict engagement (menyerang dan lepas control), withdrawal (menarik diri) dari situasi tertentu yang kadang-kadang sangat menakutkan hingga menjauhkan diri ketika menghadapi konflik dengan cara menggunakan mekanisme pertahan diri dan compliance (menyerah dan tidak membela diri).
2. Manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi. Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan sebaliknya. Adapun negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.15
15 Ahmad Thontowi, "Manajemen Konflik", makalah tidak diterbitkan, 5-6.
Asumsi dasar keempat adalah konflik dipengaruhi pola-pola emosi, kepribadian, dan budaya. Konflik mengikuti gaya kepribadian seseorang. Budaya membentuk aturan dan ritual yang membawa kita pada konflik. Asumsi kelima adalah fenome kebakaran hutan gundul. Konflik komunitas yang melibatkan masyarakat di satu sisi dan negara di sisi lain, seperti di Poso dan Maluku, ibarat seperti hutan gundul yang tersulut api sedikit akan terbakar. Dengan api yang kecil, rumput dan pohon yang sudah kering dengan cepat terbakar, meluas, terlebih apabila ada ada angina panas yang kencang, maka kebakaran menjadi sangat dahsyat. Konflik dapat dianalogikan seperti hutan gundul berupa potensi konflik di masyarakat, kemudian ada penyulutnya dan ada angin yang berhembus.16
Lima asumsi dasar tersebut berguna ketika kita menyusun resolusi konflik. Ketika konflik terjadi, maka pikiran kita terarah pada analogi drama, siapa aktor konflik, skenario, dan panggung yang digunakan, atau terbanyang hutan gundul yang terbakar.
D. Penanganan Konflik
Penanganan konflik, menurut Fisher (dkk.) tidak selamanya berarti mengatasi konflik, tetapi juga mengelola, dan mengintensifkan konflik. Konflik perlu ditangani agar berubah
16 Ichsan Malik, Pembangunan Perdamaian, 39.
menjadi potensi positif sebagai alat perubahan masyarakat.17 Untuk mengelola konflik diperlukan pemahaman seputar bentuk-bentuk konflik, level konflik, dan kategori konflik. Fisher mengelompokkan konflik pada empat bentuk:
1. Tanpa konflik. Tanpa konflik dalam kesan umum adalah lebih baik. Namun, setiap kelompok atau masyarakat yang hidup damai, jika mereka ingin agar keadaan ini terus berlangsung, mereka harus hidup bersemangat dan dinamis, memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan serta mengelola konflik secara kreatif.
2. Konflik laten sifatnya tersembunyi dan, seperti telah disebutkan diatas, perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif.
3. Konflik terbuka adalah yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.
4. Konflik di permukaan memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi.18
Pendapat Deutch yang dikutip oleh Thontowi menyatakan dua bentuk pengelolaan konflik, yaitu destruktif dan konstruktif.
17 Simon Fisher (dkk.), Mengelola Konflik, 5.
18 Simon Fisher (dkk.), Mengelola Konflik, 5.
Pengelolaan destruktif adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan acaman, paksaan, atau kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya atau bisa dikatakan individu cenderung menyalahkan. Adapun pengelolaan konstruktif adalah bentuk penanganan konflik yang cenderung melakukan negosiasi sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta tetap mempertahankan interaksi sosialnya.
Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning yaitu sudah dapat berpikir secara logis dalam penyelesaian masalah. Konflik destruktif menimbulkan kerugian bagi individu atau individu-individu yang terlibat di dalamnya.
Konflik seperti ini misalnya terjadi pada dua remaja yang tidak dapat bekerja sama karena terjadi sikap permusuhan antar perorangan. Ada banyak keadaan di mana konflik dapat menyebabkan orang yang mengalaminya mengalami goncangan (jiwa). Selain itu juga banyak kerugian yang ditimbulkan karena konflik destruktif, misalnya :
1. Perasaan cemas/tegang (stres) yang tidak perlu atau yang mencekam.
2. Komunikasi yang menyusut.
3. Persaingan yang makin meningkat.
Konflik Konstruktif berkebalikan dengan konflik destruktif karena konflik konstruktif justru menyebabkan timbulnya
keuntungan-keuntungan dan bukan kerugian-kerugian bagi individu atau organisasi yang terlibat di dalamnya.19
Penanganan konflik harus mencerminkan asas kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan, kekeluargaan, kebhinneka- tunggal-ikaan, keadilan, kesetaraan gender, ketertiban dan kepastian hukum, keberlanjutan, kearifan lokal, tanggung jawab negara, partisipatif, tidak memihak, dan tidak membeda-bedakan.
Penanganan konflik bertujuan untuk:
1. menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera.
2. memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan.
3. meningkatkan tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
4. memelihara keberlangsungan fungsi pemerintahan.
5. melindungi jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana umum.
6. memberikan pelindungan dan pemenuhan hak korban.
7. memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat serta sarana dan prasarana umum.
19 Ahmad Thontowi, "Manajemen Konflik", makalah tidak diterbitkan, 7-8.
E. Latihan
1. Buatlah catatan perbedaan konflik dan kekerasan dan nilai positif dari konflik!
2. Identifikasi dan kelompok konflik yang terjadi di daerah Saudara dalam kategori konflik atau kekerasan dan negatif atau positif.
F. Rangkuman
Konflik pada intinya adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived of interest). Konflik keagamaan menyangkut perseteruan menyangkut nilai, klaim dan identitas yang melibatkan isu- isu keagamaan atau isu-isu yang dibingkai dalam slogan atau ungkapan keagamaan. Konflik keagamaan berwujud dalam aksi damai dan aksi kekerasan. Konflik dalam tingkatnya yang rendah berupa perbedaan sedangkan dalam tingkatnya yang tinggi mengarah pada kekerasan.
Konflik dapat menimbulkan dampak negative dan positif. Konflik harus ditangani dan dikelola dengan baik agar berdampak positif.
Untuk memudahkan pengelolaan konflik, konflik dibedakan dalam empat bentuk; tanpa konflik, konflik laten, konflik terbuka, dan konflik di permukaan.
Penanganan konflik harus mencerminkan asas kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan, kekeluargaan, kebhinneka-tunggal-ikaan, keadilan, kesetaraan gender, ketertiban dan kepastian hukum, keberlanjutan, kearifan lokal, tanggung jawab negara, partisipatif, tidak memihak, dan tidak membeda-bedakan.
G. Evaluasi
1. Figure dalam bahasa Latin berarti ….
a. perdamaian b. benturan c. kesalahan d. kekurangan
2. Dalam pandangan tradisional, konflik lebih dominan dipengaruhi oleh faktor….
a. paham keagamaan b. ideologi
c. sosial-budaya d. politk-ekonomi
3. Konflik keagamaan dipengaruhi oleh faktor….
a. keyakinan/ketaatan b. ekonomi
c. politik d. sosial
4. Konflik yang mengarah pada tindakan fisik disebut….
a. perasaan benci b. stres
c. kekerasan
d. gangguan kejiwaan
5. Yang tidak termasuk dalam penyelesaian konflik destruktif adalah….
a. conflict engagement b. withdrawal
c. negotiation d. compliance
H. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cobalah bandingkan jawaban Saudara atas evaluasi di atas dengan kunci jawaban yang telah disediakan dalam lampiran. Jika jawaban Saudara seluruhnya benar, maka Saudara telah menguasai materi bab ini dengan bagus. Jika jawaban Saudara kurang dari lima puluh persen, maka Saudara disarankan mendalami lagi materi ini dengan seksama.
BAB III
TEORI-TEORI PENYEBAB KONFLIK
A. Indikator Keberhasilan
Setelah pembelajaran selesai, Saudara diharapkan mampu menjelaskan teori-teori penyebab konflik.
B. Teori-teori Penyebab Konflik
Banyak teori yang dapat digunakan untuk memahami konflik.
Tulisan Fisher dikemukakan kembali pada bagian ini karena menampilkan teori konflik yang lebih sederhana dan mudah diterapkan. Menurut Fisher, teori penyebab konflik meliputi teori-teori berikut:20
1. Hubungan Masyarakat
Teori ini beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a. Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik.
b. Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.
20 Simon Fisher (dkk.), Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak, (Jakarta: The British Council, 2001), 8-9.
2. Negosiasi Prinsip
Teori ini beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh posisi- posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.
b. Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua pihak atau semua pihak.
3. Identitas
Teori identitas berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a. Melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
b. Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.
4. Kebutuhan Manusia
Teori kebutuhan manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia – fisik, mental, dan social – yang tidak terpenuhi atau dihalangi.
Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
b. Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.
5. Kesalahpahaman Antarbudaya
Teori Kesalahpahaman Antarbudaya berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a. Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain.
b. Mengurangi stereotip negative yang mereka miliki tentang pihak lain.
c. Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
6. Transformasi Konflik
Teori transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidakstaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah social, budaya dan ekonomi.
Sasaran yang dicapai teori ini adalah:
a. Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.
b. Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang mengalami konflik.
c. Mengembangkan berbagai proses dan system untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.
Menurut Ichsan Malik teori penyebab konflik dapat dibedakan dalam empat teori; teori kebutuhan manusia, teori relasional, teori politik, dan teori transformatif. Teori kebutuhan manusia menyatakan bahwa individu atau komunitas direnggut aksesnya untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Teori relasional menyatakan bahwa adanya interaksi dari individu dan atau kelompok yang berbeda yang memiliki perbedaan sudut pandang nilai, budaya, dan kepentingan. Teori politik menyatakan bahwa negara merupakan lahan yang subur bagi kelompok atau individu- individu untuk berkompetisi dalam mendapatkan keuntungan dari yang lain. Untuk dapat memenangkan kompetisi, individu atau
kelompok harus menyingkirkan individu atau kelompok lainnya.
Kekuasaan adalah pusat dari semua konflik. Teori transformatif menyatakan bahwa konflik muncul disebabkan oleh ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang sistematis dan bersifat struktural di berbagai aspek; sosial, kultural, ekonomi, dan politik. Adanya kebutuhan untuk sebuah perubahan terhadap ketidakadilan dan ketidaksetaraan tersebut namun selalu ada penentangan dari individu atau kelompok lain yang menolak perubahan.21
C. Latihan
1. Lakukan identifikasi penyebab-penyebab konflik berdasarkan teori konflik di atas!.
No Hubungan Masy.
Negosiasi Prinsip
Identitas Kebutuhan Manusia
Kesalah- pahaman Antarbud
Transformasi konflik
1 2 3 4 5
...
21 Ichsan Malik, Lucia Ratih Kusumadewi, dan Sukma Widyanti, Bergerak Bersama Mencegah Konflik, (Jakarta: Yayasan Tifa dan Institut Titian Perdamaian, 2007), 6.
D. Rangkuman
Teori penyebab konflik meliputi hubungan masyarakat, negosiasi prinsip, teori identitas, kebutuhan manusia, kesalahpahaman antarbudaya, dan transformasi konflik. Teori hubungan masyarakat memusatkan perhatian pada polarisasi yang terus terjadi dan ketidakpercayaan di masyarakat. Teori identitas berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam. Teori kebutuhan manusia berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Teori kesalahpahaman antarbudaya berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
Teori transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidakstaraan dan ketidakadilan.
E. Evaluasi
1. Teori hubungan masyarakat beranggapan bahwa konflik terjadi karena....
a. identitas yang terancam b. posisi tidak selaras c. perbedaan pandangan d. ketidakpercayaan
2. Yang tidak termasuk teori penyebab konflik adalah....
a. status sosial b. identitas
c. hubungan masyarakat d. transformasi konflik
3. Perbedaan pandangan pribadi yang tidak selaras dengan kelompok masyarakat merupakan inti teori....
a. Kebutuhan manusia b. hubungan masyarakat c. identitas
d. negosiasi prinsip
4. Kebutuhan manusia yang tidak tercukupi menyebabkan konflik termasuk asumsi dari teori....
a. transformasi konflik b. kebutuhan manusia c. ekonomi-politik d. identitas
5. Teori transformasi konflik menekankan pada aspek apa sebagai penyebab konflik....
a. identitas terganggu
b. kebutuhan tidak terpenuhi c. ketidakadilan
d. struktur sosial terancam
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cobalah bandingkan jawaban Saudara atas evaluasi di atas dengan kunci jawaban yang telah disediakan dalam lampiran. Jika jawaban Saudara seluruhnya benar, maka Saudara telah menguasai materi bab ini dengan bagus. Jika jawaban Saudara kurang dari lima puluh persen, maka Saudara disarankan mendalami lagi materi ini dengan seksama.
BAB IV
RUANG LINGKUP PENANGANAN KONFLIK
A. Indikator Keberhasilan
Setelah pembelajaran selesai, Saudara diharapkan mampu menjelaskan ruang lingkup penanganan konflik.
B. Ruang Lingkup Penanganan Konflik
Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
Pencegahan konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini. Penghentian Konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi Konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Pemulihan Pascakonflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Fisher membagi tahapan penanganan konflik meliputi pencegahan konflik, penyelesaian konflik, pengelolaan konflik, resolusi konflik, dan transformasi konflik. Menurutnya, tahapan tersebut
merupakan suatu proses yang masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya (misalnya, penyelesaian konflik akan mencakup tindakan-tindakan pencegahan konflik).
1. Pencegahan konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
2. Penyelesaian konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui suatu persetujuan perdamaian.
3. Pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
4. Resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
5. Transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan social dan politik yang positif.22
Tahapan penanganan konflik yang dikemukakan Fisher lebih luas dari yang dicakup dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penanganan Konflik Sosial. UU menyebutkan penanganan konflik meliputi pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pasca konflik.23
22 Simon Fisher (dkk.), Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak, (Jakarta: The British Council, 2001), 7.
23 Pasal 4.
Pencegahan konflik, menurut Fisher mengacu pada strategi- strategi untuk mengatasi konflik laten, dengan harapan dapat mencegah meningkatnya kekerasan. Resolusi konflik mengacu pada strategi-strategi untuk menangani konflik terbuka dengan harapan tidak hanya mencapai suatu kesempatan untuk mengakhiri kekerasan (penyelesaian konflik), tetapi juga mencapai suatu resolusi dari berbagai perbedaan sasaran yang menjadi penyebabnya. Sementara itu transformasi konflik adalah strategi yang paling menyeluruh dan luas, yang juga merupakan strategi yang membutuhkan komitmen yang paling lama dan paling lus cakupannya.24
Tahapan penanganan konflik mencakup banyak kegiatan yang dilakukan secara terencana dan sistematis. UU Penanganan konflik menyebutkan beberapa kegiatan di setiap tahapan konflik tersebut.
1. Pencegahan Konflik
Pencegahan konflik dilakukan dengan melakukan beberapa upaya, antara lain memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi Konflik, dan membangun sistem peringatan dini.
Kondisi damai dalam masyarakat dapat terwujud dengan adanya peran serta masyarakat dalam menjaga perdamaian. Masyarakat harus mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, menghormati perbedaan suku, bahasa, dan adat
24 Simon Fisher (dkk.), Mengelola Konflik, 7-8.
istiadat orang lain, mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya, mengakui persamaan derajat serta persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan warna kulit, mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar kebhinneka-tunggal-ikaan, dan menghargai pendapat dan kebebasan orang lain. Masyarakat diharapkan dalam menyelesaikan perselisihan dilakukan melalui cara-cara damai dengan musyawarah secara mufakat. Pemerintah berkewajiban pula untuk meredam konflik yang terjadi di masyarakat agar tidak meningkat dan merebak dan membuat sistem peringatan dini konflik. Sistem peringatan dini dilakukan di daerah yang berpotensi konflik dan daerah konflik agar konfliknya tidak meluas. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam meredam konflik antara lain:
a. melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang memperhatikan aspirasi masyarakat.
b. menerapkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
c. melakukan program perdamaian di daerah potensi Konflik.
d. mengintensifkan dialog antarkelompok masyarakat.
e. menegakkan hukum tanpa diskriminasi.
f. membangun karakter bangsa.
g. melestarikan nilai Pancasila dan kearifan lokal.
h. menyelenggarakan musyawarah dengan kelompok masyarakat untuk membangun kemitraan dengan pelaku usaha di daerah setempat.
www.hukumonline.com
2. Penghentian Konflik
Upaya penghentian konflik dilakukan dengan beberapa tindakan, yaitu penghentian kekerasan fisik, penetapan Status Keadaan Konflik, tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban, dan bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI.
Penghentian kekerasan fisik menjadi tanggung jawab kepolisian Indonesia dengan dibantu tokoh masyarakat, agama, dan adat.
Jika kepolisian tidak mampu menghentikan konflik dan berakibat terganggunya fungsi pemerintahan, maka pemerintah kabupaten/kota, provinsi, dan pusat menetapkan keadaan konflik sesuai cakupan wilayahnya. Keadaan konflik dapat berskala kabupaten/kota, provinsi, atau nasional. Penentuan skala konflik didasarkan pada luas dan jangkuan dampak konflik. Penetapan keadaan konflik memberikan kewenangan kepada Kepala Daerah dan Presiden melalui Menterinya untuk membatasi dan menutup kawasan konflik untuk sementara waktu, membatasi orang di luar rumah untuk sementara waktu, menempatkan orang di luar kawasan Konflik untuk sementara waktu, dan melarang orang untuk memasuki kawasan konflik atau keluar dari kawasan konflik untuk sementara waktu.umonline.com
Cakupan tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban yang harus dilakukan oleh pemerintah meliputi:
a. penyelamatan, evakuasi, dan identifikasi korban konflik secara cepat dan tepat.
b. pemenuhan kebutuhan dasar korban konflik.
c. pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi, termasuk kebutuhan spesifik perempuan, anak-anak, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus.
d. pelindungan terhadap kelompok rentan.
e. upaya sterilisasi tempat yang rawan konflik.
f. penyelamatan sarana dan prasarana vital.
g. penegakan hukum.
h. pengaturan mobilitas orang, barang, dan jasa dari dan ke daerah konflik.
i. penyelamatan harta benda korban Konflik.
3. Pemulihan Pasca Konflik
Pemulihan pascakonflik adalah tanggung jawab pemerintah.
Cakupan pemulihan pascakonflik adalah rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Rekonsiliasi dapat dilakukan dengan menggunakan pranata adat atau sosial yang berlaku di masyarakat.
Rekonsiliasi konflik dapat mengambil bentuk perundingan secara damai, pemberian restitusi, atau pemaafan. Rehabilitasi diberikan
kepada daerah konflik dan daerah yang terkena dampak konflik.
Rehabilitasi dilakukan dalam bentuk:
a. pemulihan psikologis korban konflik dan pelindungan kelompok rentan.
b. pemulihan kondisi sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketertiban.
c. perbaikan dan pengembangan lingkungan dan/atau daerah perdamaian.
d. penguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan masyarakat.
e. penguatan kebijakan publik yang mendorong pembangunan lingkungan dan/atau daerah perdamaian berbasiskan hak masyarakat.
f. pemulihan ekonomi dan hak keperdataan, serta peningkatan pelayanan pemerintahan.
g. pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus.
h. pemenuhan kebutuhan dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi kelompok perempuan.
i. peningkatan pelayanan kesehatan anak-anak.
j. pemfasilitasian serta mediasi pengembalian dan pemulihan aset korban Konflik.
Rekonsiliasi dan rehabilitasi tampaknya lebih dominan pada aspek nonfisik, sedangkan rekonstruksi lebih dominan pada aspek
fisik. Rekonstruksi dimaksud meliputi:pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik, pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian, perbaikan sarana dan prasarana umum,perbaikan berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi, perbaikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak- anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus, dan perbaikan dan pemulihan tempat ibadah.
Prijosaksono dan Sembel dalam tulisan Thontowi mengemukakan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang- kalah masing-masing pihak.25 Ada empat kuadran manajemen konflik yaitu:
Sementara itu, dari sudut pandang menang-kalah, ada empat kuadran yang mesti dipahami dalam rangka mengelola konflik, baik mengatasi, menyelesaikan, ataupun mencari alternatif pemecahan konflik.
a. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi). Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi
25 Ahmad Thontowi, "Manajemen Konflik", makalah tidak diterbitkan, 9-10.
kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya.
Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh . Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.
b. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan). Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak lain kalah.
Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak.
Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
c. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi). Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah – mereka menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi
kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan.
Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak.
Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
d. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik). Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan cara menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain.
Cara ini sebetulnya hanya bisa kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.
C. Latihan
3. Buatlah rencana kegiatan (action plan) berdasarkan tahapan penanganan konflik berikut:
No Pencegahan konflik
Penghentian konflik
Pemulihan pasckonflik
Transformasi konflik
1 2 3 ...
4. Diskusikan upaya-upaya pencegahan, penghentian, dan pemulihan konflik yang selama ini dilakukan oleh pemerintah.
D. Rangkuman
Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
Pencegahan konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini. Penghentian Konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi Konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Pemulihan
Pascakonflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Model pengelolaan konflik dapat mengambil bentuk seperti gaya kura-kura, gaya ikan hiu, gaya kancil, gaya rubah, dan gaya burung hantu. Pemilihan model pengelolaan konflik disesuaikan dengan kondisi dan keadaan konflik. Penyelesaian konflik dapat mengambil bentuk kuadran menang-menang (Kolaborasi), kuadran menang-kalah (persaingan), kuadran kalah-menang (mengakomodasi), dan kuadran kalah-kalah (menghindari konflik). Pemilihan cara harus mempertimbangan berbagai hal.
E. Evaluasi
a. Yang tidak termasuk penanganan konflik adalah….
a. penghentian konflik b. pemulihan konflik c. pendidikan konflik d. pencegahan konflik
b. Pencegahan konflik bertujuan….
a. mencegah konflik b. menyelesaikan konflik c. menimbulkan konflik d. menolong korban konflik
c. Pembangunan kembali tempat ibadah termasuk pada kegiatan….
a. transformasi b. penghentian c. pencegahan d. pemulihan
d. Penanganan konflik diatur dalam Undang-Undang….
a. UU 7 Tahun 2010 b. UU 7 Tahun 2011 c. UU 17 Tahun 2010 d. UU 17 Tahun 2011
e. Meningkatkan dialog antarumat beragama termasuk upaya….
a. pemulihan b. pencegahan c. penghentian d. penyelesaian
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cobalah bandingkan jawaban Saudara atas evaluasi di atas dengan kunci jawaban yang telah disediakan dalam lampiran. Jika jawaban Saudara seluruhnya benar, maka Saudara telah menguasai materi bab ini dengan bagus. Jika jawaban Saudara kurang dari lima puluh persen, maka Saudara disarankan mendalami lagi materi ini dengan seksama.
BAB V PENUTUP
A. Evaluasi
1. Meningkatnya produktivitas karena konflik adalah bentuk dampak konflik….
a. konotatif b. destruktif c. negatif d. positif
2. Bentuk penyelesaian konflik secara konstruktif adalah….
a. kompromi
b. conflict engagement c. withdrawal
d. compliance
3. Bentuk penyelesaian konflik terdiri atas….
a. diskresif b. kuersif c. konotatif
d. konstruktif dan destruktif
4. Konflik tersembunyi yang tidak terbuka disebut….
a. tanpa konflik b. konflik terbuka c. konflik laten
d. konflik di permukaan
5. Konflik yang tidak memiliki akar konflik disebut sebagai….
a. tanpa konflik b. konflik terbuka c. konflik laten
d. konflik di permukaan
6. Yang tidak termasuk dampak penyelesaian konflik destruktif adalah….
a. meningkatkan tenggang rasa b. Perasaan cemas
c. Komunikasi yang menyusut
d. Persaingan yang makin meningkat
7. Yang tidak termasuk prinsip penanganan konflik adalah….
a. kemanusiaan b. kemenangan c. hak asasi manusia d. kebangsaan
8. Yang tidak termasuk dalam teori penyebab konflik adalah….
a. negosiasi prinsip b. identitas
c. kebutuhan manusia d. kekerasan masal
9. Masyarakat berkonflik karena identitasnya terancam merupakan penyebab konflik menurut teori….
a. identitas
b. hubungan masyarakat c. status sosial
d. sosial budaya
10. Teori kesalahpahaman budaya menempatkan sebab konflik pada….
a. benturan budaya
b. benturan politik-ekonomi c. kebutuhan dasar
d. identitas terancam
11. Keadilan sebagai sebab konflik merupakan asumsi dari teori….
a. kebutuhan manusia b. hubungan masyarakat c. identitas
d. transformasi konflik
12. Yang tidak termasuk penanganan konflik menurut Fisher adalah….
a. pencegahan konflik b. penyelesaian konflik c. pengelolaan konflik d. pemulihan pascakonflik
13. Penyelesaian konflik bertujuan….
a. mencegah konflik b. menyelesaikan konflik c. memulihkan korban konflik d. menimbulkan konflik
14. Penanganan konflik menurut UU 7/2010 meliputi….
a. pencegahan, penghentian, dan transformasi b. pencegahan, penghentian, dan pemulihan c. pencegahan, penghentian, dan pengelolaan d. pencegahan, penghentian, dan penyelesaian
15. Menjaga kerukunan umat beragama termasuk dari upaya….
a. penyelesaian b. pemulihan c. pencegahan d. pengelolaan
16. Membangun karakter bangsa termasuk upaya….
a. Menyelesaikan konflik b. meredam konflik c. menghentikan konflik d. memunculkan konflik
17. Penetapan status konflik termasuk bagian dari kegiatan….
a. penghentian konflik b. pemulihan konflik c. pencegahan konflik d. pengelolaan konflik
18. Dilihat dari skalanya, konflik terbagi atas….
a. kabupaten, provinsi, dan nasional.
b. lokal, regional, nasional c. daerah dan pusat d. wilayah dan pusat
19. Cakupan kegiatan pemulihan pascakonflik adalah….
a. rekonsiliasi dan rehabilitasi b. rekonsiliasi dan rekonstruksi
c. rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi d. rekognisi, rehabilitasi, dan rekonstruksi
20. Penyediaan akses pendidikan termasuk dalam kegiatan….
a. rekonsiliasi b. rehabilitasi c. rekonstruksi d. rekognisi
B. Umpan Balik
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengukur sejauhmana Saudara menguasai materi manajemen penanganan konflik dan upaya-upaya yang dilakukan di dalamnya.
Kriteria yang digunakan untuk menilai evaluasi pada modul ini dengan menggunakan skala penilaian sebagai berikut:
Nilai < 40 = sangat kurang Nilai 41 - 60 = kurang
Nilai 61 – 68 = cukup Nilai 69 – 79 = baik
Nilai > 80 = sangat baik
Bila jawaban evaluasi yang benar mencapai di atas 80% maka termasuk kategori sangat baik, dan begitu seterusnya sesuai dengan skala nilai di atas.
C. Tindak Lanjut
Untuk mengembangkan wawasan tentang manajemen penanganan konflik, perlu dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut yang disarankan antara lain:
1. Membaca dan mendalami materi-materi tentang manajemen pengelolaan konflik.
2. Melakukan studi perbandingan terhadap lembaga yang menangani konflik.
3. Membuat perbandingan pengelolaan konflik di berbagai negara.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad Thontowi, "Manajemen Konflik", makalah tidak diterbitkan.
2. Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, (Yogyakarta: LkiS, 2005).
3. Dean G. Pruit dan Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).
4. Ichsan Malik (dkk.), Menyeimbangkan Kekuatan, Pilihan Strategi Menyelesaikan Konflik atas Sumber Daya Alam, (Jakarta: BSP Kemala).
5. Ichsan Malik, Pembangunan Perdamaian dan Pencegahan Konflik, (Jakarta: SERAP, 2008).
6. Ichsan Malik, Lucia Ratih Kusumadewi, dan Sukma Widyanti, Bergerak Bersama Mencegah Konflik, (Jakarta: Yayasan Tifa dan Institut Titian Perdamaian, 2007)
7. Ihsan Ali Fauzi (dkk.), "Pola-pola Konflik Keagamaan di Indonesia (1990-2008)", Laporan Penelitian (2009).
8. Simon Fisher (dkk.), Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak, (Jakarta: The British Council, 2001) 9. Susanti, "Anatomi Konflik di Indonesia", Universitas Terbuka.
10. Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan), (Bandung: CV. Mandarmaju, 1994).
GLOSARIUM
Konflik : persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.
Konflik keagamaan : perseteruan menyangkut nilai, klaim dan identitas yang melibatkan isu-isu keagamaan atau isu-isu yang dibingkai dalam slogan atau ungkapan keagamaan.
Penanganan konflik : serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
Pencegahan konflik : serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.
Penghentian konflik : Penghentian Konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi Konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda.
Pemulihan pascakonflik : serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
KUNCI JAWABAN
Jawaban Bab II
1. B 2. D 3. A 4. C 5. C
Jawaban BAB III
1. D 2. A 3. D 4. B 5. C
Jawaban BAB IV
1. C 2. A 3. D 4. A 5. B
Evaluasi Penutup
1. D 2. A 3. D 4. C 5. D 6. A 7. B 8. D 9. A 10. A
11. D 12. D 13. B 14. B 15. C 16. B 17. A 18. A 19. C 20. C