• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS SMA MUHAMMADIYAH 6 PADA

MATERI KEBUDAYAAN MASYARAKAT TANA TORAJA (TRADISI MA’BADONG) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar Disusun Oleh

F A D L I

NIM: 10538016106

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI

(2)

iv Motto

“MILIKILAH KETEGUHAN HATI UNTUK

MENYELESAIKAN SESUATU”

(3)

iv

(4)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : Upaya meningkatkan proses dan hasil belajar sosiologi

siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan masyarakat Tana Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD

Mahasiswa yang bersangkutan :

Nama : F A D L I

N I M : 10538 0161 06 Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas : Muhammadiyah Makassar

Setelah dipelajari dan diteliti, maka Skripsi ini telah memenuhi persyaratan dan layak untuk diujikan

Makassar, Januari 2014 Disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Jasruddin, M. Si Muhammad Nawir, S. Ag, M. Pd

Diketahui

Dekan FKIP Ketua Jurusan

Unismuh Makassar Pendidikan Sosiologi

Dr. A. Syukri Syamsuri, M. Hum Dr. H. Nursalam, M. Si NBM: 858 625 NBM: 951 829

(5)

ii

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : F A D L I

Nim : 10538 0161 06

Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Judul Skripsi : Upaya meningkatkan proses dan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan masyarakat Tana Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar

Makassar, Januari 2014 Yang membuat pernyataan

F A D L I

Disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Jasruddin, M. Si Muhammad Nawir, S. Ag, M. Pd

(6)

ii

SURAT PERJANJIAN Saya yang bertanda tangan di bawaah ini :

Nama : F A D L I

Nim : 10538 0161 06

Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai skripsi, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun)

2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas

3. Saya tidak akan melakukan pemjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi 4. Apa bila saya melanggar perjanjian point 1, 2, 3, saya bersedia menerima

sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran

Makassar, Januari 2014

Yang membuat perjanjian

F A D L I

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi

Dr. H. Nursalam, M. Si KTAM: 951 892

(7)

ii

(8)

vii ABSTRAK

FADLI, 2013. Upaya Meninkatkan proses dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui model Pembelajaran kooperatif tipe STAD kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar. Skripsi. Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh I Prof. Dr.

Jasrudin, M. Si Dan pembimbing II Muhammad Nawir, S. Ag, M. Pd.

Masalah utama dalam penelitian ini yaitu apakah penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan proses dan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada pokok bahasan kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (tradisi ma’badong). Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi pada materi kebudayaan masyarakat tanah toraja (tradisi ma’badong) siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (class Action Reaserch) yaitu terdiri dari dua siklus dimana setiap siklus dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan dan pertemuan terakhir diakhiri dengan tes siklus. Perosedur penelitian meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS Muhammadiyah 6 Makassar dengan jumlah siswa 18 orang yang terdiri dari 12 orang Laki- laki dan 6 orang Perempuan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa siklus I yang tuntas secara individual dari 18 siswa terdapat 8 orang atau 44,44% yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM), secara klasikal belum terpenuhi karna nilai ketuntasan secara klasikal 75% dari jumlah siswa. Sedangkan pada siklus II yang tuntas secara individual dari 18 siswa terdapat terdapat 14 orang atau 77,78% telah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau sudah mencapai standar klasikal 75 % dari jumlah siswa.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan hasil belajar sosiologi pada materi kebudayaan masyarakat tanah toraja (tradisi ma’badong) siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan.

Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dapat meningkatkan proses dan hasil belajar sosiologi siswa pada materi kebudayaan masyarakat tana toraja (tradisi ma’badong)

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan sosial untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan sikap dan nilai. Sosiologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami kahidupan sosial secara sistematis,sehingga sosiologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta- fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran sosiologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya.

Hasil belajar yang dicapai siswa tidak terlepas dari proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dikelas serta sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah.

Besarnya partisipasi aktivitas siswa dalam belajar merupakan petunjuk dan faktor yang baik dalam menentukan tentang kualitas proses pembelajaran. Untuk memudahkan proses pembelajaran tersebut guru harus dapat memilih strategi, metode dan model pembelajaran yang sesuai, agar dapat meciptakan situasi dan kondisi yang kondusif supaya proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan serta memperoleh hasil yang diharapkan.

Kenyataan yang peneliti ketahui di lapangan yaitu di kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 cabang Makassar, rata- rata ditemukan siswa menunjukan hasil belajar sosiologi masih belum memuaskan. Hal ini di tandai dengan rendahnya hasil belajar sosiologi yang hasilnya 50 masih belum mencapai dari kriteria ketuntasan minimal 75. Berdasarkan observasi di ketahui bahwa faktor penyebab rendahnya hasil belajar sosiologi siswa adalah dari siswa dan guru bidang studi

(10)

2

sosiologi terbukti dari keaktifan siswa dala mengikuti proses pembelajaran di kelas, sedangkan dari guru bidang studi sosiologi adalah kurangnya kreativitas guru dalam menggunakan berbagai model pembelajaran yaitu hanya menerapkan model pembelajaran langsung yang menjadikan siswa kurang aktif dan semangat dalam mengikuti proses pembelajaran.

Pokok bahasan yang dikaji di dalam penelitian ini adalah kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong)

Dalam mengatasi masalah yang telah dipaparkan di atas tersebut, saya selaku peneliti sosiologi di SMA Muhammadiyah 6 ingin memecahakan masalah yang saya temukan yaitu rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran sosiologi khususnya pada materi kebudayaan masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 tersebut dengan model kooperatif tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions)

Adapun penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Tohn Muli (2012) dengan judul penelitian penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Mind Map untuk penguasaan konsep struktur social dalam pelajaran sosiologi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Adonara Timur.

Berdasarkan uraian di atas maka judul dalam penelitian ini adalah “Upaya meningkatkan proses hasil belajar siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan masyarakat Tana Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division)

(11)

3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkanlatar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Apakah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams- Achievement Divisions) dapat meningkatkan hasil pembelajaran sosiologi pada materi kebudayaan masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) pada siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah:

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa/ siswi kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan masyarakat Tana Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams – Achievement Division)

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut

1. Manfaat Teoretis

Secara akademis, tujuan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam upaya meningkatkan hasil pembelajaran sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 pada materi kebudayaan masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(12)

4

2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan kepada guru dan pihak sekolah bagaimana meningkatkan hasil belajar sosiologi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(13)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING………... i

SURAT PERNYATAAN... ii

SURAT PERJANJIAN... iii

MOTTO... iv

ABSTRAK... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah ……… 3

C. Tujuan Penelitian ……… 3

D. Manfaat Penelitian……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ……… 5

B. Kerangka Pikir ..………... 27

C. Hipotesis Tindakan ……… 29

BAB III METODE PENLITIAN A. Jenis Penelitian ……….. 30

B. Tempat dan waktu Penelitian ……….. 30

C. Subyek Penelitian ……….. 30

D. Faktor- Faktor yang diteliti ……… 31

(14)

E. Prosedur Penelitian ……… 31

F. Instrumen Penelitian ……….. 38

G. Tehnik Pengumpulan Data ……… 38

H. Tehnik analisis data ………... 38

I. Indikator Keberhasilan ……….. 40

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian... 41

B. Pembahasan... 58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 61

B. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN - LAMPIRAN

(15)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alami “segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam” yang telah memberikan kita kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini dengan judul “Upaya meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Sosiologi Siswa Kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi Kebudayaan Masyarakat Tana Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana pada jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyedari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak akan pernah terwujud. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimah kasih yang teristimewa kepada Ayah dan ibu kami yang telah memberi dukungan dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan studi. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terimah kasih kepada:

Bapak Dr. H. Irwan Akib, M. Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Bapak Dr. A. Syukri Syamsuri, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Bapak Dr. H. Nursalam, M. Si selaku ketua jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Bapak Prof. Dr. Jasruddin, M. Si selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran dan arahan, Bapak Muhammad Nawir, S.

(16)

Ag, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran dan petunjuk, Bapak Muhammad Ridwan Bandu, S. Pd selaku kepala SMA Muhammadiyah 6 Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian, Bapak Lukman, S. Pd, M. Pd selaku guru mata pelajaran sosiologi SMA Muhammadiyah 6 Makassar, Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak kelemahan dan kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi karya ilmiah yang bermanfaat dalam upaya memajukan pendidikan. Amin

Makassar, November 2013

Penulis

(17)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Pengertian Belajar

1 Belajar

a. Pengertian Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2001: 28), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.

Sedangkan, Sardiman A.M. (2003 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujudpribadi, fakta, konsep ataupun teori”.

Pada hakikatnya, belajar adalah proses perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, penambahan ilmu pengetahuan atau perubahan tingkah laku. Jadi dapat disimpulkan bahwa orang belajar memiliki tujuan yaitu ingin mengetahui sesuatu yang belum diketahui serta bisa berubah menjadi lebih baik. Menurut Skinner belajar adalah suatu prilaku pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Sedangkan menurut Gegne menyatakan bahwa belajar adalah merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar berupa kapabilitas setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.

(18)

5 Menurut behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuan untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap belajar jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya

b. Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar.

Hasil belajar merupakan suatu ukuran berhasil tidaknya seorang siswa dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang menjadi indikator tentang kemampuan, kesanggupan, penguasaan, seseorang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai yang dimiliki oleh orang tersebut dalam pelajaran. Dalam kaitannya dengan usaha belajar, hasil belajar ditunjukkan oleh tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa terhadap materi diajarkan setelah kegiatan mengajar berlangsung dalam kurung waktu tertentu.

(19)

6 Materi Tentang Kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja

1. Gambaran Umum Masyrakat Tana Toraja

Secara administratif, saat ini Tana Toraja yang biasa disingkat „Tator‟

3.205,77merupakan kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati. Luasnya Km2. Terletak antara 2o dan 3o LS, serta 119o dan 120o BT, dengan batas wilayah di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Mamuju, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Pinrang, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Polmas. Topografinya merupakan pegunungan dan dataran tinggi, dengan ketinggian 300 – 289 meter di atas permukaan laut.

a. Kondisi Demografis

Menurut hasil penelitian, suku bangsa Toraja dapat digolongkan kedalam ras melayu tua (proto melayu) yang diperkirakan berasal dari India Belakang, dan merupakan gelombang imigrasi Asia yang pertama bersama-sama dengan orang Dayak di Kalimantan dan Batak di Sumatera Utara. Sewaktu masuk ke Indonesia, mereka sudah mengenal kebudayaan perunggudari Dongson (Vietnam Utara) atau Tiongkok barat. Hal ini dilihat dari cara hidup dan hiasan-hiasan yang banyak terdapat di Tana Toraja juga ditemukan dalam kebudayaan Dongson, antara lain hiasan yang berupa spiral bertolak belakang yang diukirkan pada kayu dan tanah bakar (Sampurno.S, 1980: 75)

Berdasarkan hasil pencatatan penduduk akhir tahun 1989, jumlah penduduk Kabupaten Tana Toraja sebanyak 346.929 jiwa, terdiri dari pria 171.932 jiwa dan wanita 174.997 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut tercatat bahwa jumlah

(20)

7 penduduk usia dewasa lebih besar daripada penduduk usia anak-anak. Demikian pula, persebaran penduduk tidak merata pada semua kecamatan di Tana Toraja.

(Said, 2004:7)

Adapun bahasa yang digunakan oleh masyarakat Toraja yaitu bahasa Toraja itu sendiri. Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.

Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.

Ciri yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita kematian. Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat mengekspresikan perasaan duka cita dan proses berkabung dalam beberapa tingkatan yang rumit. Bahasa Toraja mempunyai banyak istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental. Merupakan suatu katarsis bagi orang Toraja apabila dapat secara jelas menunjukkan pengaruh dari peristiwa kehilangan seseorang; hal tersebut terkadang juga ditujukan untuk mengurangi penderitaan karena duka cita itu sendiri. Wikipedia (2010)

(21)

8 b. Kondisi Sosial Ekonomi

Sebagian besar penduduk Tana Toraja adalah petani, sementara tenaga kerja lainnya bergerak di berbagai bidang antara lain di sektor – sektor : pemerintahan, perdagangan, hotel dan restoran, industri pengolahan, bangunan, angkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan, dan industri kerajinan.

Sistem mata pencaharian hidup masyarakat Tana Toraja disebut Undaka Katuan , yang bergerak di sektor pertanian. Hal ini disebabkan masih tersedianya lahan pertanian/ perkebunan yang cukup luas, sedangkan sektor lapangan kerja lain yang memungkinkan untuk menyerap tenaga kerja yang banyak dengan latar belakang pendidikan relatif rendah dapat dikatan masih sedikit. Mata pencaharian hidup di bidang pertanian tersebut dikenal dengan istilah Mukhun Dilitak, yang dapat dibedakan atas ma‟palak (berkebun) dan ma‟uma (bertani).

Selain mata pencaharian di bidang pertanian, banyak penduduk yang mengusahakan jenis mata pencaharian yang lain seperti peternakan, industri kerajinan rakyat, perdagangan dan karyawan (pemerintah atau swasta). Dalam sektor peternakan jenis hewan ternak yang dipelihara antara kerbau, babi, itik, dan ayam serta ikan mas. Sedangkan kerajinan rakyat, menghasilkan kerajinanukiran pada kayu dan bambu anyaman dari bambu dan daun lontar, tenun, pandai besi, dan lain-lain. Hasil produksi kerajinan rakyat setempat umumnya dijual dalam bentuk souvenir untuk wisatawan, yang kebanyakan dijajakan di sekitar kawasan objek wisata.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dihubungkan dengan sejarah yang ada di Tana Toraja. Nama suku Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis

(22)

9 Sindengreng dan Luwu. Orang Sidengreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di pegunungan” sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya “Orang yang berdiam di sebelah barat”

Adapun agama dan kepercayaan yang dianut oleh suku bangsa Tana Toraja yaitu masyarakatnya telah banyak menganut agama nenek moyang secara turun temurun yaitu kepercayaan Aluk Todolo, atau Alukta yang berarti “Orang dari Toraja berasal dari langit”. Orang Toraja beranggapan bahwa Alukta ini, sama tuanya dengan diciptakannya nenek manusia yang pertama, yakni Datu Laukku.

Kepercayaan Alukta ini merupakan ajaran yang diwariskan secara turun menurun oleh Datu Laukku yang mengemukakan, bahwa di luar diri manusia terdapat tiga unsur kekuatan yang wajib dipercayai kebenaran dan kekuasaannyan oleh para penganutnya. Kepercayaan ini digolongkan oleh pemerintah kedalam kelompok agama Hindu. (Depdikbud Dirjen Kebudayaan, 25)

Akan tetapi, setelah datangnya agama Samawi kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Toraja didominasi oleh agama Kristen (Protestan atau Katolik) yang berjumlah 49.523 jiwa memeluk agama Kristen Katolik dan 233.919 jiwa memeluk agama Kristen Protestan. Namun, dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat masih memegang teguh adat istiadat berdasarkan Aluk Todolo yang terdiri dari 7.777 Aluk yang memuat 7 azas, yang terdiri tiga azas ketuhanan dan empat azas persekutuan hidup, yaitu:

1. Percaya dan menyembah kepada Puang Matua (sang Pencipta).

2. Deata-deata dewa pemeliharaan

(23)

10 3. Tomembali puang atau Todolo(leluhur yang mengawasi dan memperhatikan

perikehidupan keturunannya.

4. Persekutan hidup manusia yanga disebut Aluk MaqloloTau keturunan.

5. Persekutuan hidup hewan ternak yang disebut Aluk Petuoon (ternak).

6. Persekutuan hidup tanaman dan tanah pertanian yang disebut Aluk Tanaman.

7. Persekutuan hidup bangunan rumah yang disebut Aluk Bangunan Banua.

(Depdikbud Dirjen Kebudayaan, 27) c. Sistem Kekerabatan

Siulu (keluarga batih) merupakan unsur terkecil dalam sistem kekerabatan masyarakat Toraja. Di samping itu di kenal pula keluarga luas extended yang terdiri dari beberapa keluarga batih, yang masih seketurunan. Hubungan kekerabatan dapat terbentuk berdasarkan dua hal, yaitu:

a. adanya pertalian darah (kandappi) b. Melalui perkawinan (rampean)

Untuk menjaga kelangsungan hubungan kekerabatan dilakukan dengan cara menjamin hak dan kewajiban setiap kelompok kekerabatan. Misalnya hak penguasaan atas tanah, harta, kedudukan, dan sebagainya. Di samping itu kewajiban-kewajiban dari setiap kelompok kekearabatan harus dilaksanakan, misalnya yang dapat diketahui pada saat pembuatan rumah tongkonan secara bergotong royong, saling bantu dalam penyelenggaraan upacara-upacara adat terutama upacara rambu solo‟, mengerjakan sawah, panen, dan lain-lain. Dalam hal ini fungsi utama suatu keluarga adalah menanamkan nilai-nilai budaya yang

(24)

11 berlaku kepada para anggotanya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial budaya.

d. Sistem Perkawinan

Sistem perkawinan yang berorientasi pada lapisan sosial masyarakat.

Seorang wanita dari golongan Tana‟ Bulaan tidak diperkenankan kawin dengan pria yang berasal dari golongan lebih rendah. Apabila perkawinan itu tetap berlangsung, mereka akan dikenakan sanksi adat. Peristiwa demikian disebut Untekaq Palandian atau Untekaq Layuk (melangkahi turunan). Sedangkan bagi seorang pria boleh saja beristri seorang wanita yang golongannya lebih rendah, akan tetapi mereka tidak bisa dinikahkan secara adat dan keturunan mereka tidak berhak mendapat warisan atau gelar Tana‟ Bulaan.

e. Sistem Perkampungan/ Organisasi Sosial

Dalam kehidupan masyarakat Toraja, dikenal adanya pelapisan sosial yang disebut dengan Tana‟ (kasta) yang sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat dan kebudayaan Toraja . Menurut L.T. Tangdilintin (1974, 75) mengatakan bahwa pelapisan sosial membedakan masyrakat atas empat golongan masyarakat, yaitu:

a. Tana‟ Bulaan, adalha lapisan masyarakat atas atau bangsawan tinggi sebagai pewaris sekurang aluk, yaitu dipercayakan untuk membuat aturan hidup dan memimpin agama, dengan jabatan puang, maqdika, dan Sokkong bayu (siambeq).

(25)

12 b. Tana‟ bassi, adalah lapisan bangsawan menengah sebagai pewaris yang dapat menerima maluangan batang(pembantu pemerintahan adat) yang ditugaskan mengatur masalah kepemimpinan dan pendidikan.

c. Tana‟ Karurunge adalah lapisan masyarakat kebanyakan yang merdeka, tidak pernah diperintah langsung. Golongan ini sebagai pewaris yang menerima Pande, yakni ketrampilan pertukangan, dan menjadi Pembina aluk todolo untuk urusan aluk petuoan, aluk tanaman yang dinamakan Toindoq padang (pemimpin upacara pemujaan kesuburan).

d. Tana‟ Kua-kua adalah golongan yang berasal dari lapisan hamba sahaya, sebagai pewaris tanggung jawab pengabdi kepada tana‟ bulaan dan tana‟ bassi.

Golongan ini disebut juga tana‟ matuqtu inaa (pekerja), juga bertindak sebagai petugas pemakan yang disebut tomebalun atau tomekayu (pembuat balun orang mati). Lapisan tana‟ kua-kua ini dihapuskan oleh pemerintah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan karena tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Namun kenyataannya dalam pelaksaaan upacara-upacara adat golongan ini masih terlihat.

Keempat golongan lapisan sosial tersebut merupakan dasar atau pedoman yang dijadikan sendi bagi kebudayaan kehidupan sosial masyarakat Toraja, terutama dalam interaksi dan aktifitas masyarakat, seperti pada saat diselenggarakan upacara perkawinan, pemakaman, pengangkatan ketua atau pemimpin adat dan sebagainya. Misalnya dalam upacara pengangkatan seorang pemimpin, yang menjadi penilaian utama adalah dari golongan apa orang yang bersangkutanberasal. Kedudukan dalam sistem kepemimpinan tradisional

(26)

13 berkaitan dengan sistem pelapisan sosial yang berlaku dalam serta kepemilikan tongkonan (rumah adat).

Demikian pula Dalam sistem perkawinan, dan pembagian warisan juga berorientasi pada lapisan sosial masyarakat. Seorang wanita dari golongan tana‟

bulaan tidak diperkenankan kawin dengan pria yang berasal dari golongan lebih rendah. Apabila perkawinan itu tetap berlangsung, mereka akan dikenakan sanksi adat. Peristiwa demikian disebut unteqaq palansian atau untekaq layuq (melangkahi turunan). Sedangkan bagi seorang pria boleh saja beristeri seorang wanita yang golongannya lebih rendah, akan tetapi mereka tidak bisa dinikahkan secara adat, dan keturunan mereka tidak berhak mendapat warisan atau gelar sebagai tana‟ bulaan.

Dalam pelasanaan upacara pemakaman (rambu solo‟) banyaknya hewan yang akan dipotong sebagai korban bergantung disesuaikan dengan golongan sosial yang menyelenggarakan upacara. Misalnya golongan tana‟ bulaan, sebagai lapisan sosial tertinggi, harus mengorbankan lebih banyak hewan dibandingkan golonagan sosial lainnya. Hewan yang akan dipotong harus dalam keadaan sehat, tubuhnya besar/gemuk, dan tanduknya panjang.

2. Kebudayaan Tanah Toraja

Tanah Toraja merupakan salah satu dari daerah di Indonesia yang menjadi pusat perhatian dunia dan merupakan salah satu daya tarik wisata paling populer di pulau Sulawesi. Hal tersebut bukan hanya karena keindahan alamnya, namun juga karena kekayaan budayanya. Tator (sebutan Tanah Toraja) terletak di Sulawesi Selatan dan memiliki populasi sekitar 450.000 jiwa. Suku Toraja tinggal

(27)

14 di daerah pegunungan dengan beragam budaya yang dimiliki, salah satu budaya yang paling terkenal ialah tradisi upacara pemakaman (Rambu Solo).

Masyarakat suku Toraja menganut “Aluk To Dollo” atau adat yang merupakan kepercayaan, aturan, dan ritual tradisional ketat yang ditentukan nenek moyangnya. Meskipun saat ini mayoritas masyarakat toraja banyak yang memeluk agama Protestan atau Katolik tetapi tradisi – tradisi leluhur dan upacara ritual masih terus dilakukan sehingga sekarang. Dalam upacara pemakaman (Rambu Solo), masyarakat Toraja percaya jika upacara pemakaman tidak dilakukan maka arwah orang yang meninggal akan mendatangkan musibah/ kemalangan kepada orang- orang yang ditinggalkan. orang yang meninggal hanya dianggap seperti orang sakit, jasadnya harus terus dirawat dan diperlakukan seperti masih hidup dengan menyediakan makanan, minuman, rokok ataupun sirih.

Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga hanya keluarga bangasawan yang berhak menggelar pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan eksperesi duka cita yang dilakukan oleh suku

(28)

15 Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak- anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.

Upacara pemakaman ini terkadang baru digelar setelah berminggu- minggu, berbulan- bulan, bahkan bertahun- tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggal dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba- tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan (Rumah Adat Toraja). Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal didesa sampai upacara pemakaman selesai, setalah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.

Rangkaian upacara yang menjadi daya tarik turis domestik atau luar negeri adalah saat pemotongan puluhan hingga ratusan ekor kerbau (Ma‟tinggoro Tedong).

Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih.

Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam “masa tertidur”. Menebas leher kerbau menggunakan sebilah parang (La‟bo dualallan) dalam sekali ayunan. Lalu kerbau pun lansung terkapar bermandikan darah beberapa saat kemudian. Ini merupakan salah satu atraksi yang khas dari masyarakat Tanah Toraja.

Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau.

(29)

16 Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diiringi musik dan tarian. Dalam kepercayaan masyarakat Tanh Toraja ada prinsip semakin tinggi tempat jenazah diletakkan maka semakin cepat rohnya untuk sampai menuju nirwana. Ada tiga cara pemakaman: Peti dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing.

Orang kaya terkadang dikubur di makam batu berukir. Dibeberapa daerah, gua batu digunakan untuk menyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau- tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar. Peti mati bayi atau anak- anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.

3. Tradisi Ma’badong

Badong adalah sebuah tarian dan nyanyian kedukaan berisi syair dukacita yang diadakan diupacara (pesta) kematian di Tanah Toraja, Sulawesi Selatan.

Tarian badong dilakukan secara berkelompok oleh pria dan wanita setengah baya atau tua degan cara membentuk lingkaran besar dan bergerak.

Ma‟ berarti “melakukan” dan pa‟ berarti pelaku, sehingga ma‟ badong berarti melakukan tarian dan nyanyian badong dan pa‟ badong berarti penari badong.

Badong dilakukan setiap upacara kematian di Tanah Toraja, dan dilakukan di Tanah Toraja atau pelataran yang luas, yaitu ditengah- tengah lantang (rumah adat yang hanya dibuat untuk sekali pakai pada saat acara pesta kematian.

Pa‟badong mamakai baju seragam, biasanya hitam- hitam dan memakai sarung hitam atau memakai pakaian adat Toraja. Jumlah penari dapat mencapai puluhan

(30)

17 hingga ratusan orang, sehingga pria memakai seragam yang berbeda dengan para penari wanita. Terkadang para pria dan wanita juga mengenakan pakaian adat Toraja. Tetapi, karena badong juga terbuka untuk orang yang ingin ikut menari, jadi tamu upacara kematian yang ingin ikut ma‟badong diperbolehkan berpakaian bebas.

Pada saat ma‟badong semua anggota tubuh pa‟badong juga bergerak, seperti menggerakkan kepala ke depan dan ke belakang, bahu maju- mundur dan kekiri- ke kanan, kedua lengan diayunkan serentak ke depan dan ke belakang, tangan saling bergandengan lalu hanya dengan jari kelingking, kaki disepakkan kedepan dan belakang secara bergantian.

Lingkaran besar yang diciptaka pada saat Ma‟badong dalam beberapa saat dipersempit dengan cara para pa‟ badong maju, lalu mundur kembali dan memperluas lingkaran dan saling berputar dan bergantian posisi, tetapi tidak bertukar pa‟badong yang lain yang disisi kanan atau kirinya. Suara yang mengiringi pa‟badong adalah nyanyian para pa‟badong, tanpa iringan suara musik.

Nyanyian yang dinyanyikan adalah lagu dalam bahasa Toraja, yang berupa syair (Kadong Badong) cerita riwayat hidup dan perjalanan kehidupan orang yang meninggal dunia, mulai dari lahir hingga meninggal. Selain syair tentang riwayat hidup, badong pada saat upacara kematian juga berisi doa, agar arwah yang meninggal bisa diterima di alam baka.

Pada umumnya, ma‟badong berlansung selama tiga hari tiga malam, karena pada umumnya upacara kematian yang berlansung selama itu, tetapi tidak dilakukan sepanjang hari. Pada upacara kematian yang berlansung selama lima

(31)

18 hari dan tuju hari, ma‟badong dilansungkan dengan waktu yang berbeda pula, sesuai dengan keinginan pa‟badong dan persetujuan keluarga.

Pelaksanaan upacara kematian di Tanah Toraja hanya dilakukan oleh keturunan Raja dan bangsawan, serta keluarga dengan status sosial yang tinggi, yaitu mereka yang memiliki banyak harta kekayaan. Hal ini menyebabkan badong hanya dilakukan oleh golongan masyarakat yang kaya, walaupun dalam kenyataannya mereka sebagai penyelenggara, penari badong sendiri adalah keluarga dan masyarakat umum yang dengan sukarela ingin mendoakan orang yang meninggal pada saat itu.

Penari badong biasanya adalah masyarakat asli Tanah Toraja yang sudah lama bermukim di Toraja dan sudah mengenal kuat kebudayaan Tanah Toraja , hingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam menyanyikan syair ini. Selain itu, karena upacara kematian masih sering diadakan masyarakat Tana Toraja tidak canggung dan dapat ma‟badong dengan baik dan lancar. Selain ma‟badong biasanya di upacara kematian Tana Toraja juga ada tari ma‟ngellu (tarian tradisional tanah toraja), pengenalan keluarga yang berduka cita, pengenalan kerbau bonga (belang) dan kerbau biasa yang disembelih, mapasilaga tedong (beradu kerbau, yang nantinya aka disembelih sebagai pengantar arwah orang yang meninggal menuju syurga), pengarakan peti menuju tempat yang disedikan, penaburan uang logam untuk diperebutkan oleh tamu upacara, dan pembakaran kerbau dan babi sembelihan yang nantinya akan dibagi kepada keluarga, tamu, dan masyarakat umum, dan ritual- ritual lainnya.

(32)

19 c. Tata cara pelaksanaan badong

Sebelum upacara diadakan, yaitu pada saat persiapan upacara, para anggota keluarga yang berduka cita memilih siapa saja yang akan menjadi pa‟badong untuk upacara kematian, yaitu keluarga, sanak saudara, rekan tetangga, dan orang lain. Hingga pada saat upacara kematian berlansung, orang- orang yang telah ditentukan sebelumnya menuju tempat yang telah ditentukan, pada saat yang telah ditentukan pula.

Para pa‟badong berdiri dan saling menunggu teman yang lain berada di posisi masing- masing, lalu memimpin badong (pemberi aba- aba yang dipilih dari pa‟badong- pa‟badong) memberi aba- aba untuk memulai tarian mereka. Pada awal ma‟badong para pa‟badong menyanyikan empat badong secara berurutan sesuai dengan fungsinya, yaitu badong nasihat, badong ratapan, badong berarak, dan badong selamat (berkat). Setelah itu, dilanjutkan oleh para pa‟badong yang telah menyiapkan doa dan nyanyian riwayat hidup yang sudah dipersiapkan. Jika tiba waktu yang telah ditentukan, namun syair badong, doa, dan nyanyian riwayat hidup belum selesai, para pa‟badong akan berhenti secara bersamaan dan mereka kembali ke lantang (rumah papan dan kayu yang digunakan hanya untuk upacara) untuk beristirahat, sehingga pada waktu yang mereka rencanakan bersama, mereka akan ma‟badong lagi.

Cara ini berlangsug hingga tarian dan nyanyian pa‟badong selesai dan upacara kematian juga selesai.

d. Formula Badong

(33)

20 Banyak hal yang telah menjadi keharusan sebagai tata baku dalam upacara badong. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Untuk membentuk lingkaran sebagai nyanyian doa, penari badong paling sedikit harus berjumlah lima orang.

Syair lagu badong adalah syair yang sudah terstruktur sesuai dengan keempat fungsi ditambahkan dengan riwayat hidup orang yang meninggal dunia.

Badong dilaksanakan di upacar pemakaman di lapangan terbuka yang dikelilingi lantang (rumah adat)

Dalam Tarian Badong beberapa hal yang menjadi keharusan sebagai tata baku badong adalah; Penari badong paling sedikit berjumlah lima orang, syair lagu badong adalah syair yang sudah terstruktur sesuai dengan keempat fungsi ditambah dengan riwayat hidup dari orang yang meninggal.

Badong dilaksanakan pada upacara pemakaman di lapangan atau tempat terbuka yang dikelilingi oleh lantang (pondok) yang digunakan pada saat upacara kematian berlangsung. Ma‟badong biasanya dilakukan pada upacara kematian yang dilaksanakan secara besar- besaran.

Para peserta badong telah ditentukan untuk melaksanakan tarian badong selama kegiatan berlangsung utamanya ketika menyambut tamu yang datang. Tarian Ma‟badong kadang menelan waktu berjam- jam, bahkan berlangsung sampai tiga hari tiga malam sambung menyambung dipelataran duka.

Badong hanya dilakukan di upacara duka dan bersifat sakral, bukan untuk permainan sehingga tidak akan dilakukan diupacara yang lain.

(34)

21 To Ma‟badong rangkaian gerakan badong berupa gerakan kepala, pundak, tangan, dan kaki, serta perputarannya tidak mengalami perubahan dan variasi tetapi berupa tata cara yang masih sama dengan yang diwariskan turun- temurun.

Masyarakat Tanah Toraja percaya bahwa Ma‟badong akan menuntun arwah orang meninggal menuju alam peristirahatan yang terakhir yaitu alam puya.

4. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang akhir- akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan.

Menurut Slavin (Wina Sanjaya, 2009:242) mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan siswa lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswadalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.

Menurut teori Vygotsky (Agus Suprijono, 2010:56) terhadap model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. menurut Anita Lie (Agus Suprijono, 2010: 56) model pembelajaran kooperatif didasarkan pada falsafat homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah itu menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. dialog interaktif (interaksi

(35)

22 sosial) adalah kunci semua kehidupan. Tanpa interaksi sosial, tidak mungkin ada kehidupan bersama. dengan kata lain, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, dan kehidupan bersama lainnya. Secara umum tanpa interaksi tidak akan ada pengetahuan yang disebut Piaget sebagai pengetahuan sosial.

Menurut Roger dan David Johnson (Agus Suprijono, 2010: 58) mengataka tidak semua belajar kelompok dianggap belajar kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:

a. Positive interpendence (saling ketergantungan positif) b. Personal Responsibility (tanggung jawab persiswaan) c. Face to face promotif (interaksi promotif)

d. Interpersonal skiil (komunikasi antar anggota) e. Group processing (pemrosesan kelompok) 5. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Tipe STAD yang dikembangkan oleh Slavin ini merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2009:51)

Menurut Slavin (2009:143), tipe STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan metode yang paling baik untuk pemulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan

(36)

23 kooperatif. Disamping itu metode ini juga mudah diadaptasi – telah digunakan dalam matematika, sains, ilmu pengetahuan sosial, bahasa inggris, teknik, sampaik perguruan tinggi (Sharan, 2009:5).

Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif.

Strategi pelaksanaan / siklus aktivitas metode STAD adalah sebagai berikut:

a. Siswadibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan jenis kelamin dan sukunya.

b. Guru memberi pelajaran

c. Siswa – siswi di dalam kelompok itu memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut

d. Semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut. Mereka tidak dapat membantu satu sama lain.

e. Nilai- nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata- rata mereka sendiri yang sebelumnya.

f. Nilai- nilai itu di beri hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka yang sebelumnya.

g. Nilai- nilai dijumlah untuk mendapat nilai kelompok

h. Kelompok yang bisa mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah- hadiah lainnya (Sharan, 2009:5).

(37)

24 STAD terdiri atas lima komlonen utama, yaitu:

a. Presentasi kelas, guru memulai dengan manyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilajutkan dengan memberi persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi persyarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

Pada tahap ini perlu ditekankan: (1) memgembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok; (2) menekankan bahwa belajar adalah mamahmi makna, dan bukan hafalan; (3) memberi umpang balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa; (4) memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah; (5) beralih pada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan yang ada.

b. Tim / tahap kerja kelompok. Tim yang terdiri empat atau lima siswa mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas yang akan dipelajari.

Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas. Guru sebagai fasilitator dan motivator. Hasil kerja kelompok ini dikumpulkan.

c. Kuis / tahap tes individu,diadakan pada akhir pertemuan kedua dan ketiga, kira- kira 10 menit, untuk mengetahui yang telah dipelajari secara individu, selama mereka bekerja dalam mengerjakan kuis.

(38)

25 d. Tahap perhitunganskor kemajuan individu, yang dihitung berdasarkan skor awal. Tahap ini dilakukan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik.

e. Tahap pemberian penghargaan/ rekognisi tim. Tim akan mendapatkan penghargaan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata- rata mereka mencapai kriteria tertentu Slavin (2008:143)

Langkah- langkah untuk menggunakan STAD

Sharan (2009:11) menjelaskan bahwa langkah- langkah untuk menggunakan STAD adalah sebagai berikut:

a. Buatlah salinan rekapitulasi kelompok.

b. Merangkin siswa, dari yang paling pintar ke paling kurang pintar.

c. Tentukan jumlah anggota kelompok, jika memungkinkan tiap tiap kelompok harus memilih empat anggota.

d. Masukkan kedalam kelompok, secara berimbang.

e. Sebarkan lembar rekapitulasi siswa.

f. Tentukan nilai dasar.

Ada juga langkah- langkah sebagai berikut

1) Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain- lain).

2) Guru menyajikan pelajaran

3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota – anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggotanya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

(39)

26 4) Guru memberi kuis/ pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab

tidak boleh saling membantu 5) Memberi evaluasi.

6) Kesimpulan.

A. Kerangka Pikir

Rendahnya hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Cabang Makassar dapat terlihat dari hasil belajar siswa yang masih rendah hal tersebut disebabkan oleh kurangnya kreativitas guru dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran yaitu hanya menerapkan metode pembelajaran langsung yang menjadikan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran.

Dari permasalahan tersebut sehingga peneliti berkeinginan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma‟ badong) melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD

(40)

27 Alur atau bagan kerangka pikir di dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut:

Bagan Kerangka Pikir

PTK itu mudah: Muslich Kondisi Awal

Rendahnya proses dan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makakssar di pengaruhi oleh guru masih menggunakan metode pembelajaran langsung dan kurang menerapkan salah satu metode pembelajaran yang kreatif

Tindakan

Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran sosiologi pada materi kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma‟badong)

Kondisi Akhir

Meningkatnya proses dan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma‟badong) dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD

(41)

28 B. Hipotesis Tindakan

Jika menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka proses dan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMAMuhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan masyarakat Tanah Toraja dapat meningkat”.

(42)

29

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action reseach).

Berlangsung selama dua siklus, setiap siklus terdiri empat tahapan Menurut Isaac (Masnur Muslich, 2009:144) penelitian tindakan kelas ini di desain untuk memecahkan masalah-masalah yang diaplikasikan secara langsung di dalam ajang kelas atau di dunia kerja. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi Kebudayaan Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong)

B. Lokasi Penelitian dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di SMA Muhammadiyah 6 Makassar yang beralamat di Jalan Muhammadiyah No 51B, Kecamatan Wajo.

Adapun waktu penelitian akan dilaksanakan pada tahun ajaran baru, Agustus- Oktober 2013 (semester ganjil).

C. Subyek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar tahun ajaran 2013- 2014 yang berjumlah 18 siswa, 12 siswa laki- laki dan 6 siswa perempuan. Subjek penelitian ini sangat heterogen dilihat dari kemampuannya, yakni ada sebagian siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

(43)

30

D. Factor- factor yang diteliti

Ada beberapa faktor yang diteliti di dalam penelitian ini. Faktor- faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor proses, yaitu akan diselidiki apakah terjadi interaksi antara guru dengan siswa, dan antara satu siswa dengan siswa lainnya selama proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas.

2. Faktor hasil yaitu akan diselidiki hasil belajar sosiologi siswa setelah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

E. Prosedur Penelitian

1. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada pokok bahasan kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Proses pelaksanaan tindakan dilaksanakan secara bertahap sampai penelitian ini berhasil. Prosedur penelitian dimulai dari (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan (3) pengamatan dan evaluasi, serta (4) analisis dan refleksi. Penelitian ini juga dilaksanakan selama 2 siklus yang setiap siklus terdiri dari 4 kali pertemuan.

2. Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini peneliti secara kolaboratif mengadakan kegiatan secara berikut:

(44)

31

1) Mengamati teknik pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran sosiologi sebelumnya;

2) Mengidentifikasi faktor-faktor hambatan dan kemudahan guru dalam pembelajaran sosiologi sebelumnya;

3) Merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran sosiologi untuk mengingkatkan hasil belajar sosiologi siswa.

4) Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sosiologi pada pokok bahasan kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badomg) melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Rancangan pelaksanaan pembelajaran sosiologi pada pokok bahasan kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini meliputi:

1. Pemilihan bahan materi pembelajaran pada materi kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) yang sudah ditentukan.

2. Pemilihan pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa yang sesuai dengan materi pembelajaran.

3. Pemilihan anggota kelompok siswa yang terdiri empat orang tiap kelompok secara heterogen (jenis kelamin, kemampuan, suku, dll).

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut:

a) Membuat skenario pembelajaran sosiologi pada pokok bahasan kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui penerapan model

(45)

32

pembelajaran kooperatif tipe STAD, seperti rencana pelaksanaan pembelajaran

b) Membuat lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika latihan atau model pembelajaran kooperatif tipe STAD diaplikasikan. Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam mempelajari pokok bahasan kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong), serta untuk mengetahui model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang digunakan dalam proses pembelajaran apakah sudah dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi siswa atau tidak.

c) Membuat alat bantu atau instrumen mengajar yang diperlukan dalam rangka optimalisasi hasil belajar siswa pada pokok bahasan kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong)seperti menyiapkan buku paket dan sumber bacaan lainnya.

3. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan penelitian ini mengikuti tahap-tahap penelitian tindakan kelas yang pelaksanaannya terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas tahap pengamatan, pendahuluan/perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. Perencanaan tindakan, pemberian tindakan,observasi, dan refleksi. Tahap-tahap penelitian dalam masing-masing tindakan terjadi secara berulang yang akhirnya menghasilkan beberapa tindakan dalam penellitian tindakan kelas.Tahap-tahap tersebut membentuk spiral.

(46)

33

Reflective Plan

Reflective Plan

Reflective Plan

Tindakan penelitian yang bersifat spiral itu dengan jelas digambarkan oleh Hopkins (1985) sebagai berikut:

Model Penelitian Tindakan Kelas Oleh Hopkins Keterangan :

Dalam model penelitaian tindakan kelas, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan perencanaan (planning) tindakan, misalnya membuat skenario pembelajaran, lembar observasi, dan lain-lain.Kemudian langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada tahap pelaksanaan tindakan di dalamnya dilakukan pengamatan (observasi).Selanjutnya melakukan analisis dan refleksi.Apabila model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang digunakan telah berhasil maka dapat langsung ditarik kesimpulan.Akan tetapi, apabila model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang digunakan masih perlu perbaikan maka

Action/Observevatio n

Revised Plan

Action/Observevatio n

Revised Plan

Action/Observevatio n

(47)

34

dilakukan rencana selanjutnya, dan demikian terus secara berulang, sampai model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang digunakan berhasil.

Secara rinci, pelaksanaan prosedur penelitian dalam bentuk siklus ini adalah sebagai berikut:

Siklus I

Pelaksanaan siklus I berlangsung selama 4 kali pertemuan termasuk tes siklus I pada pokok bahasan kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) dengan sub pokok bahasan membahas tentang kebudayaan masyarakat Tanah Toraja penjelasan mengenai upacara ma’badong. Tahapan- tahapan pada siklus I adalah sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan

Perencanaan siklus I meliputi pembuatan skenario pembelajaran, membuat format pembelajaran, serta mempersiapkan alat-alat/bahan yang dibutuhkan siswa selama proses pembelajaran.

b. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan siklus I ini adalah melaksanakan langkah-langkah atau alur model pembelajara kooperatif tipe STAD yaitu:

1) Guru mempersiapkan rencana pembelajaran.

2) Pada pertemuan pertama saya selaku guru menjelaskan tentang kebudayaan masyarakat Tanah Toraja dan upacara ma’badong

3) Guru membentuk kelompok yang masing- masing kelompok anggotanya terdiri dari 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll).

(48)

35

4) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu (kerja sama)

5) Memberi evalusai.

6) Kesimpulan.

7) Penutup

c. Tahap Observasi

Observasi dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan penelitian yaitu mengisi lembar observasi dengan mencatat siswa yang hadir dalam proses pembelajaran, siswa mampu menyelesaikan lembar kerja siswa secara individu, kerja sama siswa secara berpasangan dalam mendiskusikan jawaban yang dianggap paling benar atau meyakinkan dan keaktifan siswa dalam mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok di depan kelas.

d. Tahap Refleksi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis kemudian diadakan refleksi apakah tindakan yang dilakukan telah berhasil mencapai tujuan atau belum. Kemudian untuk siklus berikutnya (siklus II), di adakan perbaikan-perbaikan bilamana perlu berdasarkan hasil evaluasi.

Siklus II

Pelaksanaan siklus II bertujuan untuk mengadakan perbaikan yang disesuaikan dengan hasil refleksi siklus I. Siklus II berlangsung selama 4 kali pertemuan termasuk tes siklus II pada pokok bahasan kebudayaan masyarakat Tanah Toraja dengan sub pokok bahasan Tradisi Ma’badong, tata cara

(49)

36

pelaksanaan ma’dabong, formula ma’ badong. Tahapan-tahapan pada siklus II adalah sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan

Perencanaan siklus II ini dilaksanakan setelah pembelajaran pada siklus I direfleksi. Perencanaan siklus II adalah relatif sama dengan perencanaan siklus I yaitu pembuatan skenario pembelajaran, membuat format pembelajaran, serta mempersiapkan alat-alat/bahan yang dibutuhkan siswa selama proses pembelajaran.

b. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan siklus II relatif sama dengan pelaksanaan siklus I yaitu melaksanakan langkah-langkah atau alur model pembelajaran STAD yang disesuaikan dengan hasil refleksi pada siklus I.

c. Tahap Observasi

Observasi pada siklus II relatif sama dengan observasi pada siklus I yaitu mengisi lembar observasi dengan mencatat siswa yang hadir dalam proses pembelajaran, siswa mampu menyelesaikan lembar kerja siswa secara individu, kerja sama siswa secara berkelompok dalam mendiskusikan jawaban yang dianggap paling benar atau meyakinkan dan keaktifan siswa dalam mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok di depan kelas.

d. Tahap Refleksi

Refleksi siklus II adalah membandingkan antara hasil belajar sosiologi siswa pada pokok bahasan kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi

(50)

37

Ma’badong)melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus Idengan siklus II sekaligus membuat kesimpulan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini terdiri dari tes, lembar observasi dan angket.

1. Lembar observasi digunakan untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika latihan atau model pembelajaran kooperatif tipe STAD diaplikasikan.

2. Tes tertulis dilaksanakan setelah tindakan diberikan kepada siswa di setiap akhir siklus.

G. Teknik Pengumpulan Data

Data hasil tingkat pemahaman siswa terhadap mata pelajaran sosiologi pada pokok bahasan kebudayaan masyarakat Tanah Toraja (Tradisi ma’badong) diperoleh dengan cara memberikan tes pada siswa yang dilaksanakan pada akhir siklus. Data keaktifan siswa melalui penerapan metode pembelajaran diperoleh dari hasil observasi yang diisi pada lembar observasi.

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa) yang dapat dianalisis secara deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis secara deskriptif.

Misalnya mencari nilai rata-rata, persentase keberhasilan dan lain-lain. Sedangkan Data kualitatif yaitu data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberi gambaran tentang ekspresi siswa tentang tingkat pemahaman terhadap suatu mata

(51)

38

pelajaran (kognitif), pandangan atau sikap siswa mengikuti pelajaran, perhatian, antusias dalam belajar, kepercayaaan diri, motivasi belajar dan sejenisnya, dapat dianalisis secara kualitatif (Arikunto, 2009:131).

Adapun untuk keperluan data kuantitatif, yang disesuaikan dengan data hasil tes belajar sosiologi siswa pada materi kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dihitung dengan cara sebagai berikut:

1. Data Hasil Tes

Jumlah skor yang dijawab benar

Pencapaian = x 100 %

Skor maksimum

Jumlah skor yang dijawab benar

Nilai = x 100 %

Skor maksimum (Depdiknas, 2003) Nilai tes yang dihasilkan merupakan hasil belajar sosiologi

2. Rata-Rata Kelas

Untuk mengetahui nilai rata-rata kelas masing-masing siklus digunakan rumus:

Jumlah nilai siswa Rata-rata nilai siswa =

Banyak siswa (Arikunto, 2005: 264)

3. Teknik Kategori Standar

Analisis data kuantitatif ini juga menggunakan teknik kategori standar (Depdiknas, 1999) yang dinyatakan sebagai berikut:

(52)

39

Tabel 4.0 Kriteria persentase pada surat edaran Direktorat Pendidikan Menengah Umum No. 288/C3/MN/1999

No. Nilai Kategori

1 0-34 Sangat rendah

2 35-54 Rendah

3 55-64 Sedang

4 65-84 Tinggi

5 85-100 Sangat tinggi

I. Indikator Keberhasilan

Untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi siswa ditunjukkan indikator sebagai berikut:

1. Pada akhir siklus, untuk nilai hasil belajar soiologi siswa pada pokok bahasan kebudayaan masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong)mencapai nilai rata-rata siswa 75,00.

2. Setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD maka proses dan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Cabang Makassar kebudayaan masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) meningkat.

(53)

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif digunakan untuk menganalisis nilai hasil belajar sosiologi siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tardisi Ma’badong) melalui penerapan model pembelajaran STAD selama penelitian, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis kondisi belajar mengajar di kelas ketika latihan atau model pembelajaran STAD diaplikasikan yang di isi dalam lembar observasi siswa.

1. Hasil Tes Siklus I

Tes siklus I dilaksanakan setelah pembelajaran sosiologi pada materi kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) telah disajikan.

Adapun hasil analisis deskriptif terhadap nilai hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) setelah melalui penerapan model pembelajaran STAD selama siklus I.

(54)

41

Tabel 4.1 Statistik Nilai Hasil Belajar Sosiologi Siswa Pada Siklus I.

No. Statistik Nilai Statistik

1 Subjek 18

2 Nilai Ideal 100

3 Nilai Tertinggi 80

4 Nilai Terendah 50

5 Rentang Nilai 30

6 Nilai Rata-rata 65,83

Dari Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 6 Makassar pada materi kebudayaan Masyarakat Tanah Toraja (Tradisi Ma’badong) melalui penerapan model pembelajaran STAD pada siklus I adalah 65,83 dari nilai ideal yang mungkin dicapai adalah 100 dan nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0.

Sedangkan data yang diperoleh bahwa nilai tertinggi yang dicapai adalah 80 dan nilai terendah yang dicapai adalah 50.

Jika nilai hasil belajar sosiologi siswa pada siklus I di kelompokkan ke dalam lima kategori standar, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut.

Gambar

Tabel  4.0  Kriteria  persentase  pada  surat  edaran  Direktorat  Pendidikan  Menengah Umum No
Tabel 4.1 Statistik Nilai Hasil Belajar Sosiologi Siswa Pada Siklus I.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Nilai Hasil Belajar Sosiologi Siswa  Pada Siklus I
Tabel 4.3 Deskriptif Ketuntasan Belajar Sosiologi Siswa pada Siklus I
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam usaha mencapai keberhasilan strategi suatu perusahaan tentunya tidak terlepas dari pengembangan organisasi dan Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang ada pada perusahaan

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul DAMPAK IMPLEMENTASI

Pariwisata merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia, dimana pariwisata menjadi salah satu kontributor terbesar terhadap devisa negara. Sektor

Dalam upaya menemukan fakta dan informasi (data) pada penelitian ini, kedudukan peneliti menjadi instrumen utama (human instrument) untuk menjaring fakta dan informasi yang

Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standar pelayanan rumah sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

Dilatari oleh kondisi yang dialami pengelola dan penyiar radio komunitas, maka pada tahun 2015 penulis melakukan PKM di rakom Monalisa dengan memulainya dari

Termasuk ke dalam perencanaan evaluasi ini adalah: (1) penjelasan mengenai perlunya evaluasi dan tanggung jawab melakukan evaluasi; (2) penentuan batasan evaluasi dan

Parfum Laundry Gunungsitoli Selatan Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik.. BERIKUT INI JENIS PRODUK