• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA BERBASIS GAYA BELAJAR KELAS VIII SMP AISYIYAH SUNGGUMINASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA BERBASIS GAYA BELAJAR KELAS VIII SMP AISYIYAH SUNGGUMINASA"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

VIII SMP AISYIYAH SUNGGUMINASA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Progran Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

Hendri Hendriyanti S.M 105361110517

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JANUARI 2022

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Allah tidak pernah terlambat. Allah tidak pernah lebih awal . Allah selalu tepat waktu

Kupersembahkan karya ini dengan sepenuh hati, cinta dan tulus untuk kedua orang tuaku yang selalu mendoakan, membimbing dan memberikan dukungan penuh kepadaku selama

perjalanan hidupku dalam menuntut ilmu yang tidak pernah mengeluh dengan keterlambatanku dalam menyelesaikan karya ini. Saya juga berterimakasih kepada kakak dan

adik-adikku yang selalu memberiku semangat dan motivasi.

(7)

vii ABSTRAK

S.M Hendriyanti Hendri. 2021. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berbasis Gaya Belajar Kelas VIII SMP Aisyiyah Sungguminasa. Skripsi, Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Mumammadiyah Makassar. Pembimbing I Hastuty Musa dan Pembimbing II Ilhamsyah.

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII A SMP Aisyiyah Sungguminasa pada tahun ajaran 2021-2022 yang bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita berbasis gaya belajar siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket gaya belajar, tes kemampuan komunikasi matematis dan wawancara. Teknik Analisis Data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan verfikasi. Hasil dari pengelompokkan gaya belajar siswa ditentukan melalui hasil angket gaya belajar yang kemudian akan dipilih tiga subjek untuk diberikan tes kemampuan komunikasi matematis. Subjek dari penelitian ini terdiri dari tiga subjek dimana tiap subjek mewakili gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan mengkomunikasikan situasi berbentuk soal cerita, benda nyata dan gambar secara tertulis, kemampuan menghubungkan situasi berbentuk soal cerita benda nyata, dan gambar kedalam model matematika dan kemampuan memberikan penjelasan atas jawaban secara tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). Subjek dengan gaya belajar kinestetik mampu memenuhi semua indikator kemampuan komunikasi matematis, 2). Subjek dengan gaya belajar auditorial mampu memenuhi 2 indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu: kemampuan mengkomunikasikan situasi berbentuk soal cerita, benda nyata dan gambar secara tertulis dan kemampuan menghubungkan situasi berbentuk soal cerita benda nyata, dan gambar kedalam model matematika dan 3).

Subjek dengan gaya belajar visual hanya mampu memenuhi 1 indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu: kemampuan mengkomunikasikan situasi berbentuk soal cerita, benda nyata dan gambar secara tertulis.

Kata Kunci : Kemampuan komunikasi matematis , Soal cerita dan Gaya belajar

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaykum Warohmarullahi Wabarakatuh…

Bismillahirahmanirahim, puji syukur kita panjatkan atas ke hadirat Allah SWT atas berkat, limpahan rahmat, karunia, serta kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul ―Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Berbasis Gaya Belajar‖ Skripsi ini disusun agar memenuhi prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana pendidikan strata satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya orang-orang yang senantiasa memberikan kepada penulis bantuan, dukungan serta bimbingan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengahaturkan rasa syukur yang sebanyak-banyaknya kepada Sang pencipta segala-galanya dan Sang pemilik kesempurnaan, yakni Allah SWT dan kekasihnya baginda Nabi Muhammad S.A.W dan rasa hormat kepada kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Sudirman Barakatu dan Ibundaku Suryana yang selalu senantiasa memberikan doa, bimbingannya, nasehatnya dan dukungan hingga penulis bisa jadi seperti sekarang, buat saudara-saudaraku serta keluargaku yang selama ini memberikan banyak bantuan, Terimakasih atas segala motivasinya .

Skripsi ini tentunya dapat selesai berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis tak lupa menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Ayahanda Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

(9)

2. Ayahanda Erwin Akib, M.Pd., Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ayahanda Dr Mukhlis, M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Ayahanda Ma’ruf, S.Pd., M.Pd. Sekertaris Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ibunda Dra. Hastuty Musa, M.Si. Pembimbing I yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahannya sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

6. Ayahanda Ilhamsyah, S.Pd., M.Pd. Pembimbing II yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahannya sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

7. Ayahanda Amri, S.Pd., MM. dan Ibu Muthmainnah, S.Pd., M.Pd. Tim validator yang telah memberikan masukkannya pada saat penyusunan instrumen.

8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmunya selama proses studi.

9. Para staf Progran Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang senantiasa memberikan arahan dan bantuanya demi kelancaran proses perkuliahan.

10. Buat sahabat-sahabatku terkhusus personil Baboon (Mitha, Ifa, Anti dan Dita) dan saudari Ninong yang telah memberikan motivasi dan dukungannya dalam mengerjakan skripsi ini.

(10)

x

11. Buat patnerku Bayu yang selalu membantu pada saat mengerjakan revisi, terimakasih atas semuanya.

12. Buat teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika angkatan 2017 (Matriks’17) khususnya warga Kelas 2017 D yang telah menemani perjalanan penulis sampai sekarang.

13. Buat semua pihak telah turut serta memberikan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan terimakasih atas semuanya. Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan yang membangun dari pembaca.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberikan limpahan karunia dan kasih sayangnya dan memberkati kita semua disetiap langkah yang kita tempuh Amin. Semoga segala bentuk kebaikan bernilai ibadah di sisi Allah SWT.

Makassar, 2022

Penulis

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. ...

LEMBAR PENGESAHAN. ... ii

LEMBAR PESETUJUAN PEMBIMBING. ... iii

SURAT PERNYATAAN. ... iv

SURAT PERJANJIAN. ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN. ... vi

ABSTRAK. ... vii

KATA PENGANTAR. ... viii

DAFTAR ISI. ... xi

DAFTAR TABEL. ... xiii

DAFTAR GAMBAR. ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN. ... xv

BAB I PENDAHULUAN. ... 1

A. Latar Belakang. ... 1

B. Rumusan Masalah. ... 10

C. Tujuan Penelitian. ... 10

D. Batasan Istilah. ... 10

E. Manfaat Penelitian. ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

A. Kajian Teori. ... 14

a) Analisis. ... 14

b) Kemampuan Komunikasi Matematis. . ... 14

c) Gaya Belajar... 17

d) Soal Cerita. ... 24

e) Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. ... 25

B. Hasil Penelitian yang Relevan. ... 31

(12)

xii

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian. ... 35

C. Subjek Penelitian. ... 35

D. Instrumen Penelitian... 36

E. Teknik Pengumpulan Data. ... 39

F. Teknik Analisis Data. ... 40

G. Prosedur Penelitian... 42

H. Keabsahan Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN ... 46

A. Hasil Penelitian. ... 46

B. Paparan Data ... 53

C. Pembahasaan. ... 77

D. Keterbatasan Penelitian. ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

A. Kesimpulan. ... 88

B. Saran. ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 96

(13)

xiii

DAFTAR TABEL Tabel

Halaman

2.1 Kompetensi dan Indikator SPLDV ... 32

3.1 Penskoran Angket Gaya belajar ... 37

4.1 Hasil Angket Gaya Belajar ... 47

4.2 Daftar Jumlah Hasil Angket Gaya Belajar ... 48

4.3 Subjek Penelitian ... 50

4.4 Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 54

4.5 Ketercapaian Indikator ... 77

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR Gambar

Halaman

1.1 Pekerjaan Siswa ... 7

4.1 Hasil Tes Soal 1 Subjek SV ... 54

4.2 Hasil Tes Soal 2 Subjek SV ... 56

4.3 Hasil Tes Soal 1 Subjek SV ... 57

4.4 Hasil Tes Soal 2 Subjek SV ... 58

4.5 Hasil Tes Soal 1 Subjek SV ... 58

4.6 Hasil Tes Soal 2 Subjek SV ... 60

4.7 Hasil Tes Soal 1 Subjek SA ... 61

4.8 Hasil Tes Soal 2 Subjek SA ... 63

4.9 Hasil Tes Soal 1 Subjek SA ... 64

4.10 Hasil Tes Soal 2 Subjek SA ... 65

4.11 Hasil Tes Soal 1 Subjek SA ... 66

4.12 Hasil Tes Soal 2 Subjek SA ... 67

4.13 Hasil Tes Soal 1 Subjek SK ... 69

4.14 Hasil Tes Soal 2 Subjek SK ... 70

4.15 Hasil Tes Soal 1 Subjek SK ... 71

4.16 Hasil Tes Soal 2 Subjek SK ... 72

4.17 Hasil Tes Soal 1 Subjek SK ... 73

4.18 Hasil Tes Soal 2 Subjek SK ... 75

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

Halaman

1. Instrumen Penelitian... 97

2. Hasil Angket Gaya Belajar ... 112

3. Lembar Angket Gaya Belajar dan Lembar Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 117

4. Transkip Wawancara ... 133

5. Dokumentasi ... 146

6. Persuratan ... 150

(16)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu aktifitas manusia yang sangat penting bagi setiap negara yang akan menjadi orientasi di masa depan sehingga masyarakat ikut serta dalam mengubah keadaan menjadi lebih baik. Karena setiap negara memiliki kualitas pendidikan maka harus mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi tingkat kemajuan suatu negara.

Pada proses perkembangan pendidikan di indonesia agar bisa maju maka dibutuhkan peran masyarakat untuk mengembangkan potensinya. Diketahui masyarakat berhak dalam mengambil bagian sebagai pendidik atau sebagai peserta didik, seperti halnya yang tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 alinea ke empat yang berbunyi, ―Mencerdaskan kehidupan bangsa‖ ini merupakan tujuan yang hendak diwujudkan oleh negara Indonesia. Tujuan tersebut menggambarkan sebuah cita-cita leluhur serta harapan negara dalam membangun sumber daya manusia yang unggul guna tercapainya kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera terutama dalam meningkatkan upaya kualitas dan mutu pendidikan.

Menurut undang undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yaitu:

Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

(17)

Suhartono (2015:30) menyatakan bahwa ―Pendidikan adalah upaya sadar manusia untuk membuat perubahan dan perkembangan agar kehidupannya menjadi lebih baik dalam artian menjadi lebih maju‖. Pendidikan adalah suatu hal yang sudah melekat dalam diri seseorang sejak dini, atau merupakan kegiatan yang bersifat universal dalam kehidupan manusia.

Proses pembelajaran yang terjadi dalam pendidikan menentukan kualitas pendidikan itu sendiri. Kemampuan guru dalam proses pembelajaran dapat menentukan arah pendidikan yang berkualitas. Menurut Karwono dan Heni Mularsih (2018:18) menyatakan bahwa:

Pembelajaran dapat dimaknai dan ditelaah secara makro dan mikro. Secara mikro pembelajaran adalah suatu proses yang diupayakan agar peserta didik dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki baik kognitif maupun sosio emosonal secara efektif dan efisien untuk mencapai perubahan perilaku yang diharapkan. Pembelajaran secara makro terkait dengan dua jalur yaitu individu yang belajar dan penataan komponen eksternal agar terjadi proses belajar pada individu yang belajar.

Perkembangan pembelajaran perlu dikelola dengan baik apalagi kita berada pada masa pendemi virus Covid-19. Proses pembelajaran yang awalnya dilakukan secara tatap muka sekarang menjadi pembelajaran daring. Pembelajaran daring atau pembelajaran online dilakukan untuk memutus penyebaran virus Covid-19. Beberapa kebijakan telah dilakukan dan harus mengikuti aturan Program Kesehatan agar mampu mengurangi penyebaran Covid-19. Para guru harus mampu mengembangkan kompetensi yang dimilikinya agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Pada proses pembelajaran, komunikasi menjadi hal yang penting agar pembelajaran berjalan secara aktif dan efektif.

Manusia adalah mahluk sosial yang dimana antara manusia selalu melakukan interaksi sosial. Begitu pula dalam pembelajaran, pada proses

(18)

3

pembelajaran guru dan siswa melakukan interaksi atau berkomunikasi agar dapat mewujudkan pembelajaran yang aktif sesuai yang diinginkan. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam pembelajaran. Komunikasi adalah proses mengemukakan pesan, ide atau gagasan dari seseorang komunikator kepada komunikan yang menerima pesan. Dalam proses pembelajaran, komunikasi yang baik dapat memberikan pembelajaran yang aktif sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika guru harus menciptakan komunikasi yang baik. Kemampuan komunikasi matematis guru sangat diperlukan dalam proses pembelajaran matematika dikelas.

Kemampuan komunikasi matematis yang sering muncul dalam suatu pembelajaran. Menurut Hendriana, dkk (2017: 59) mengemukakan bahwa

―kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan dasar peserta didik dalam menyampaikan ide matematika baik secara lisan maupun tulisan‖. Sedangkan menurut Nari (2015) ―ada beberapa indikator kemampuan komunikasi matematis diantaranya, yaitu: (1) kemampuan dalam menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide ataupun gagasan gagasan matematika; (2) kemampuan dalam menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika dalam bentuk tulisan; (3) kemampuan dalam menyatakan suatu peristiwa atau ide dalam bahasa atau simbol matematika‖.

Para siswa dengan kemampuan matematis diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, dan juga mendengar sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang lebih mendalam tentang matematika, sebab komunikasi sangat berkontribusi dalam pencarian atau pengumpulan suatu keterangan, data, dan fakta dalam melakukan suatu proses dan juga

(19)

pengaplikasian matematika. Syahri (2017) dalam (Riyadi dan Heni Pujiastuti, 2020: 73) menyatakan bahwa ―Guna mengembangkan suatu kemampuan dalam berkomunikasi, orang tersebut juga dapat menyampaikannya dengan berbagai bahasa salah satunya adalah bahasa matematis‖. Untuk mencapai itu semua, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan lebih mendalam, salah satunya adalah gaya belajar siswa tersebut yang nantinya akan mempermudah dan membantu siswa dalam berkomunikasi didalam proses pembelajaran.

Gaya belajar adalah salah satu cara termudah yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang diterima. Masing-masing individu belajar dengan cara yang berbeda-beda untuk menangkap maupun memahami isi materi pembelajaran, dan semua jenis cara sama baiknya. Dalam kenyataannya, kita semua memiliki gaya belajar itu, hanya saja biasanya setiap siswa pasti memiliki satu gaya belajar yang mendominasi dirinya.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi cara belajar siswa adalah persepsi, yaitu bagaimana memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, mencium, dan merasa. Di dunia pendidikan, istilah gaya balajar mengacu khusus untuk penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Sejalan dengan itu De Porter dan Hernacki (2015) menyatakan bahwa ‖Gaya belajar adalah suatu cara seseorang dalam menerima, menyerap, dan memproses suatu informasi yang didapat. Gaya belajar dibagi menjadi tiga jenis yaitu gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik‖.

Gaya belajar siswa penting untuk diketahui guru karena dengan mengetahui karakteristik belajar siswa berdasarkan gaya belajarnya, kemampuan

(20)

5

siswa dalam menyelesaikan soal dalam pembelajaran matematika dapat dikembangkan sesuai dengan gaya belajar siswa dalam menyerap ilmu pengetahuan. Selain dari pada itu kemampuan siswa dalam pembelajaran akan bertambah karena dapat dengan leluasa menyelesaikan permasalahan berdasarkan caranya sendiri dengan arahan dan strategi mengajar guru khsusunya dalam menyelesaikan soal cerita .

Soal cerita merupakan permasalahan yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari yang terdiri dalam bentuk yang mudah dipahami. Menurut Maswar (2019) mengemukakan bahwa soal cerita adalah soal yang memberikan cerita- cerita matematis pada siswa dapat menarik perhatian dan merangsang otak mereka sehingga bekerja dengan baik, karena dengan mendengarkan cerita siswa akan merasa senang sekaligus menyerap nilai-nilai /inspiratif dari cerita-cerita itu.

Namun kenyataan yang terjadi belum sesuai dengan apa yang diharapkan, hal tersebut dapat dilihat dari permasalahan yang sering terjadi yaitu, kurangnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, khususnya dalam belajar matematika. Seperti yang dikemukakan Wahyuddin dan Muhammad Ihsan (2016:112) bahwa masih banyak guru mengeluh karena kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita masih rendah.

Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita masih rendah , hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah masih kurangnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita.

Adapun kurangnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita diantaranya adalah gaya belajar yang miliki oleh siswa berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan Rose dan Nicholl (2002:131)

(21)

mengemukakan bahwa dengan memahami gaya belajar diri sendiri dapat membantu menyerap lebih cepat dan mudah sehingga dapat berkomunikasi lebih efektif dengan orang lain. Oleh karena itu guru harus mengetahui gaya belajar yang dimiliki oleh siswa sehingga dalam menyempaikan materi guru dapat menyusaikan dengan gaya belajar yang dimiliki siswa. Namun kenyataannya kesulitan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya masih sering terjadi.

Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan pada tanggal 6 Maret 2021 di sekolah, sebelum masa PPKM Covid-19 diberlakukan. Diperoleh informasi bahwa siswa sebenarnya memahami makna soal yang diberikan tetapi mengalami kesulitan untuk mengkomunikasinnya kembali kedalam bentuk atau model matematika, sehingga pada pembelajaran matematika disekolah masih kurangnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaiakan soal cerita khususnya materi sistem persamaan linear dua variabel berdasarkan gaya belajarnya. Selain itu penyelesaian soal cerita dengan kemampuan komunikasi matematis siswa sesuai dengan gaya belajarnya perlu untuk di kembangkan dan dilatihkan kepada siswa. Guru selaku pengelola pembelajaran hendaknya harus mampu mengetahui gaya belajar yang dimiliki oleh siswa sehingga dalam pembelajaran proses belajar mengajar dapat digunakan siswa untuk menyelesaikan masalah tersendiri berdasarkan gaya atau cara belajarnya. Selain itu juga diperoleh dari hasil observasi seperti contoh siswa dalam menyelesaikan soal cerita sebagai berikut.

(22)

7

Gambar 1.1 Pekerjaan Siswa

Dari hasil jawaban siswa diatas, siswa tersebut belum mampu menyelesaikan soal dengan benar. Siswa tidak dapat mengkomunikasikannya kembali kedalam ide-ide matematika sehingga dalam soal tersebut siswa tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dan penulisan model matematikanya kurang lengkap. Kesalahan lainnya adalah salah menggunakan cara penyelesaian operasi hitung sistem persamaan linear dua variabel dan siswa tidak benar menuliskan jawaban akhirnya.

Kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide matematis yang masih kurang diduga berkaitan dengan gaya belajarnya dalam mengelolah informasi yang diperoleh pada saat pembelajaran. De Porter (2010:110-112) mendefinisikan gaya belajar sebagai suatu kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengelolah informasi. Gaya belajar

(23)

bukan suatu kemampuan yang dimiliki tetapi cara termudah yang dimiliki seseorang untuk menggunakan kemampuannya. Profesor Ken dan Rita Dunn (dalam Rose dan Nicholl :2002;130-131), mengidentifikasi tiga gaya belajar ditinjaudari preferensi sensori diantaranya 1). Gaya belajar visual, 2). Gaya belajar auditorial dan 3). Gaya belajar kineastetik.

Pada pembelajaran saat ini di masa pandemi covid-19 dengan diberlakukannya PPKM, memberikan dampak termasuk dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan secara online. Untuk itu guru di tuntut untuk mampu mengelola pembelajaran dengan strateginya agar menyesuaikan diri dengan pembelajaran online yang berbeda dengan pembelajaran tatap muka seperti sebelumnya. Berdasarkan observasi yang dilakukan baik secara langsung, observasi tinjauan pustaka dan dengan pembelajaran online maka peneliti ingin melakukan analisis bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita berdasarkan gaya belajar yang dimilikinya.

Gaya belajar visual menyangkut pada penglihatan dan bayangan mental, saat mempelajari hal baru biasanya tipe dengan belajar ini perlu melihat sesuatu secara visual agar lebih mempermudah peserta didik dalam memahami dan mengerti. Gaya belajar auditorial merujuk pada pendengaran dan pembicaraan sebagai penerima informasi dan pengetahuan dimana seorang dengan tipe belajar guru tidak masalah dengan tampilan visual saat mengajar, yang penting siswa mendengarkan pembicaraan guru dengan baik dan jelas. Gaya belajar kinestetik merujuk gerakan besar dan kecil, seorang dengan tipe belajar ini merasa lebih mudah mempelajari sesuatu tidak hanya sekedar membaca buku tetapi juga

(24)

9

memperaktikkannya. Siswa pada saat belajar tidak hanya mepelajari materi tetapi langsung melakukan praktik langsung materi yang didapat dari buku.

Gaya belajar siswa mampu membuat siswa lebih bahagia, karena respon guru terhadap kebutuhan dirinya tepat, dengan demikian informasi yang diberikan kepadanya akan lebih mudah terserap. Selain itu menurut Mousa (2014) ‖Gaya belajar mampu memberikan suatu peran penting dalam suatu proses pembelajaran.

Pemahaman terhadap karakteristik siswa pada setiap dimensi tidak hanya akan meningkatkan pengajaran saja, tetapi peningkatan proses pembelajaran secara keseluruhan‖. Akhirnya gaya belajar mampu untuk menjadi solusi dari rendahnya komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran.

Kemampuan komunikasi matematis siswa dengan gaya belajar yang dimiliki siswa itu berbeda-beda ada yang memiliki gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Kemampuan komunikasi matematis siswa dengan gaya belajar yang dimiliki ada yang menggunakan kemampuan komunikasi matematis dengan gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Dari ketiga gaya belajar tersebut akan dianalisis kemampuan komunikasi matematis setiap gaya belajar yaitu:

kategori tinggi, sedang dan rendah dalam mengerjakan soal cerita matematika.

Hal ini terjadi karena ada beberapa siswa yang sudah paham tentang kemampuan komunikasi matematis dan ada yang masih belum paham tentang kemampuan komunikasi matematis dalam menyelesaikan soal.

Pada proses pembelajaran siswa masih sulit memahami pada saat pembelajaran matematika karena siswa masih kebingungan mengerjakan soal-soal matematika terutama pada soal cerita yang membutuhkan kemampuan komunikasi matematis siswa, seperti masalah yang dihadapi siswa adalah soal

(25)

yang tidak sesuai dengan contoh secara langsung untuk menemukan solusinya atau siswa kesulitan dalam mengubah soal cerita menjadi model matematika.

Selain dari kesulitan pada pembelajaran, masih kurangnya kemampuan guru dalam mengelola kelas serta memberikan metode khusus untuk melatih kemampuan komunikasi matematis siswa dalam memahami soal cerita pada siswa dalam pembelajaran juga menjadi masalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pembelajaran. Dibutuhkan kemampuan dan analisa serta strategi belajar guru untuk mampu melatih dan meningkatkan kemampuan matematis siswa berdasarkan gaya belajarnya.

Dari uraian tersebut, maka peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian berjudul “Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berbasis Gaya Belajar Kelas VIII SMP Aisyiyah Sungguminasa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita berbasis gaya belajar kelas VIII SMP Aisyiyah Sungguminasa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita berbasis gaya belajar siswa Kelas VIII SMP Aisyiyah Sungguminasa.

D. Batasan Istilah

Agar diperoleh penjelasan yang sama mengenai istilah-istilah dalam penelitian ini dan menimbulkan intrepertasi yang berbeda dari pembaca, maka

(26)

11

perlu adanya definisi istilah. Istilah ini juga memberikan keterangan rinci pada bagian-bagian yang memerlukan uraian. Adapun istilah dalam peneltian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyampaikan gagasan/ide matematis dengan jelas baik secara lisan maupun tulisan sehingga mampu mengungkapkan ide-ide matematis siswa, maka dengan adanya kemampuan matematis dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan.

2. Gaya Belajar

Gaya belajar adalah cara termudah yang dimiliki oleh setiap indvidu dalam menyerap, mengatur dan mengelolah informasi yang diterima. Dengan adanya gaya belajar ini, siswa mampu menjadikan pembelajaran lebih mudah, maka itu gaya belajar sangat penting dalam diri siswa.

3. Gaya Belajar Visual

gaya belajar visual adalah gaya belajar yang mengandalkan penglihatan, dimana siswa yang belajar lebih mengedapankan indra penglihatannya saat mempelajari hal baru. Tipe dengan gaya belajar ini siswa akan melihat langsung apa yang dipelajarinya.

4. Gaya Belajar Auditorial

Gaya belajar audio adalah gaya belajar yang mengandalkan pendengarannya, dimana siswa dengan gaya belajar audio akan selalu mencerna makna yang disampaikan oleh guru melalui pendengarannya. Tipe dengan gaya belajar ini

(27)

siswa tidak masalah dengan tampilan siswa saat mengajar, yang penting siswa dapat mendengarkan guru menjelaskan dengan baik dan jelas.

5. Gaya Belajar Kinestetik

Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar yang mengandalkan gerakan, dimana siswa dengan gaya belajar ini akan selalu mempelajari sesuatu tidak hanya membaca atau sekedar teori tetapi juga melakukan praktik langsung.

Tipe dengan gaya belajar ini siswa tidak hanya sekedar membaca tetapi langsung memperaktikkannya.

6. Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Sistem persamaan linear dua variabel adalah salah satu materi dimata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah. Dalam penyelesaiannya terdapat empat metode penyelesaiannya, yaitu: metode subtitusi, metode eliminasi, metode gabungan dan metode grafik. Sebelum belajar sistem persamaan linear dua variabel terlebih dahulu yang telah dipelajari adalah sistem persamaan satu variabel.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yaitu:

1. Untuk Sekolah

Penelitian ini sebagai bahan masukan sehingga dapat menunjang tercapainya hasil belajar mengajar sesuai dengan target pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan terhadap cara belajar siswa dalam proses pembelajaran.

2. Untuk Guru

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kemampuan komunikasi guru matematika agar mampu menyelesaikan pembalajaran yang digunakan sesuai

(28)

13

prosedur dan dapat mengetahui bagaimana konsep mengajar dengan gaya belajar sehingga dapat menyampaikan soal dengan baik.

3. Untuk Siswa

Penelitian ini menjadi bahan pertimbangan untuk melihat sisi lain dari kemampuan komunikasi matematis siswa dengan melihat gaya belajar siswa.

4. Untuk Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung dalam menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa pada saat mengerjakan atau menerapkan dalam menyelesaikan soal matematika sehingga dapat menjadikan peneliti menjadi guru matematika yang profesional.

5. Untuk Peneliti Lain

Penelitian ini menambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan peneliti lain dalam pembelajaran.

(29)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Analisis

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (bidang manajemen).

Sugiyono (2015:335) mengatakan bahwa analisis adalah sebuah kegiatan untuk mencari suatu pola, selain itu analisis merupakan cara berpikir yang berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untukmenentukan bagian, hubungan antar bagian dan hubungannya dengan keseluruhan.

Abdul Majid (2013:54) ― Analisis adalah ( kemampuan menguraikan) adalah menguraikan satuan menjadi unit-unit terpisah, membagi satuan menjadi sub-sub atau bagian, membedakan antara dua yang sama, memilih dan mengenai perbedaan (diantara beberapa yang dalam satu kesatuan)‖.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa analisis adalah suatu kegiatan atau tindakan untuk menemukan temuan baru terhadap objek yang akan diteliti ataupun proses mengamati dan memecahkan suatu masalah yang diamati peneliti sehingga menemukan beberapa bukti-bukti pada objek yang diteliti.

2. Kemampuan Komunikasi Matematis

Lestari dan Mokhammat Ridwan Yudhanegara (2015: 83) menyatakan bahwa ―Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyampaikan

(30)

15

gagasan/ide matematis, baik secara lisan maupun tulisan serta kemampuan memahamin dan menerima gagasan/ide matematis orang lain secara cermat, analisits, kritis, dan evaluastif untuk mempertajam pemahaman‖.

Kemampuan komunikasi matematis siswa termasuk dalam tujuan pembelajaran matematika menurut National Council of Teachers of Mathematics atau NCTM (2000: 28), yaitu siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman serta aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang telah dimilikinya. Salah satu usaha dalam mewujudkan hal tersebut dirumuskan lima standar pokok pembelajaran matematika diantaranya pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi. Menurut NCTM (2000: 60), komunikasi matematis merupakan suatu cara siswa untuk mengungkapkan ide-ide matematis baik secara kisan, tertulis, gambar, diagram, menggunakan benda, menyajikan dalam bentuk aljabar, atau menggunakan symbol matematika.

NCTM (2000: 402) memberikan penekanan pengajaran matematika pada kemampuan siswa dalam hal sebagai berikut :

1. Mengatur dan menggabungkan pemikiran matematika (mathematical thinking) melalui komunikasi.

2. Mengkomunikasikan mathematical thinking dengan koheren dan jelas kepada teman sebaya guru dan orang lain

3. Menganalisis dan mengevaluasi mathematical thinking dan startegi yang dipakai kepada orang lain.

4. Menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan untuk mengukapkan ide matematika dengan jelas.

(31)

Menurut Lestari dan Mokhammat Ridwan Yudhanegara (2015: 83) menyatakan Indikator kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide matematika.

2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan maupun tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa matematika.

4. Mendengarkan, diskusi, dan menulis tentang matematika.

5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

6. Menyusun pertanyaan matematika yang relefan dengan situasi masalah.

7. Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi.

Berdasarkan indikator diatas menurut para ahli, maka peneliti menerapkan indikator yang akan dicapai sebagai berikut:

1. Kemampuan mengkomunikasikan situasi berbentuk soal cerita, benda nyata dan gambar menjadi model matematika.

2. Kemampuan menghubungkan situasi berbentuk soal cerita, benda nyata dan gambar secara tertulis.

3. Kemampuan memberikan penjelesan atas jawaban secara tertulis.

Kemampuan komunikasi matematis penting dimiliki oleh siswa, hal tersebut sejalan dengan penjelasan Baroody dalam (Hodiyanto, 2017) mengemukakan ―matematika adalah sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri‖.

Matematika bukan sekedar alat berpikir yang membantu untuk menemukan pola, memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan, tetapi juga alat untuk

(32)

17

mengomunikasikan pikiran tentang berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas.

Bahkan, matematika dianggap sebagai bahasa universal dengan simbol-simbol dan struktur yang unik. Semua orang di dunia dapat menggunakannya untuk mengomunikasikan informasi matematika meskipun bahasa asli dari berbagai negara berbeda.

Baroody dalam (Lim dan Chew 2007) mengemukakan dua alasan kumunikasi menjadi salah satu focus dalam pemgelajaran matematika. Pertama, matematika pada dasarnya adalah bahasa. Matematika bukan hanya sekedar alat berfikit yang membantu siswa untuk menemukan pola, pemecahan masalah dan menarik kesimpulan tetapi juga alat yang digunakan untuk mengkomunikasikan siswa tentang ide dengan jelas, tepat dan ringksan. Kedua, pembelajaran matematika adalah kegiatan social yang melibatkan setidaknya dua pihak yaitu guru dan murid. Dalam proses belajar mengajar penting bagi siswa untuk mengungkapkan pemikiran dan ide-ide mereka dengan mengkomunikasikannya kepada orang lain dengan menggunakan bahasa.

3. Gaya belajar

Gaya belajar merupakan cara termudah yang dimiliki oleh individu dalam menyerap, mengatur, dan mengolah informasi yang diterima. Gaya belajar yang sesuai adalah kunci keberhasilan siswa dalam belajar. Dengan menyadari hal ini, siswa mampu menyerap dan mengolah informasi dan menjadikan belajar lebih mudah dengan gaya belajar siswa sendiri. Penggunaan gaya belajar yang dibatasi hanya dalam satu bentuk, terutama yang bersifat verbal atau dengan jalur auditoryal, tentunya dapat menyebabkan adanya ketimpangan dalam menyerap informasi. Sari Trilisetiyowati (2018) mengatakan bahwa ‖setiap anak yang

(33)

dilahirkan memiliki karakteristik kemampuan otak yang berbeda-beda dalam menyerap, mengolah, dan menyampaikan informasi‖. Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar, siswa perlu dibantu dan diarahkan untuk mengenali gaya belajar yang sesuai dengan dirinya sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.

Pada awal pengalaman belajar, salah satu diantara bagian langkah-langkah pertama kita adalah mengenali modalitas sebagai modalitas visual, auditorial dan kinestetik.

1. Gaya Belajar Visual

Gaya belajar dimana peserta didik belajar dengan mengandalkan indera penglihatannya. Menurut Papilaya dan Neleke Hulise (2016) ―kata visual menyinggung penglihatan atau daya lihat, dapat diartikan siswa yang belajar dengan cara melihat merupakan ciri dari gaya belajar visual‖.

Menurut Rusman (2012: 110) ―gaya belajar visual adalah gaya belajar dimana gagasan, konsep, data dan informasi dikemas dalam bentuk gambar dan tehnik. Siswa dengan gaya belajar visual memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap pembelajaran yang menyajikan gambar atau benda nyata dimana dia melihat secara langsung. Gaya belajar seperti ini dia lebih mengutamakan indra penghiliatan untuk menangkap informasi secara langsung yang disajikan.

Penulis menyimpulkan dari pendapat diatas gaya belajar visual merupakan cara siswa mendapatkan informasi dengan mudah dari proses pebelajaran indra penglihatan dengan cara melihat secara langsung situasi seperti gambar, diagram dan lain-lain.

(34)

19

De Porter (2010: 116-118) dalam Damayanti (2016: 29) mengemukakan beberapa ciri-ciri seseorang siswa mamiliki gaya belajar visual adalah sebagai berikut:

a. Selalu rapi dan teratur b. Berbicara dengan cepat c. Teliti pada detail

d. Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun prsentasi

e. Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka

f. Mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar g. Mengingat dengan asosiasi visual

h. Pembaca cepat dan tekun

i. Suka membaca daripada apa yang dibacakan

j. Suka mencoret-coret tanpa arti bila sedang berbicara atau mendengar k. Sering menjawab pertanyaan denga singkat seperti ya atau tidak l. Lebih suka memperagakan daripada berbicara

m. Lebih suka seni daripada music

n. Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata

o. Kadang-kadang kehilangan konstrasi ketika mereka ingin memperhatikan p. Lebih mudah mengingat jika dibantu gambar

Berdasarkan ciri diatas maka peneliti mengemukakan indikator gaya belajar visual adalah sebagai berikut:

a. Belajar dengan cara visual

(35)

b. Mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengarkan c. Rapi dan teratur

d. Tidak terganggu dengan keributan e. Lebih suka seni daripada musik 2. Gaya Belajar Auditorial

Gaya belajar dimana peserta didik belajar engan mengandalkan penglihatan dan pendengarannya. Menurut Rusman (2015) mengatakan ―gaya belajar auditorial adalah suatu gaya belajar dimana siswa belajar melalui mendengarkan‖. Siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan penjelasan apa yang dikatakan guru. Sedangkan menurut Uno (2008: 181) ―gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Siswa dengan gaya belajar auditorial lebih mengandalkan kesuksesan dalam belajarnya dengan menggunakan telinga atau indra pendengarannya, maka guru sebaiknnya memperhatikan siswanya hingga kealat pendengarannya. Anak dengan belajar tipe auditorial dapat mencerna makna yang disampaikan oleh guru melalui verbal simbol atau suara, tinggi rendahnya, kecepatan berbicara, dan hal-hal auditory lainnya.

Penulis menyimpulkan gaya belajar auditorial adalah cara belajar yang lebih mengutamakan indra pendengarannya, dimana siswa belajar melalui bunyi- bunyia, baik itu suara penjelasan dari guru maupun bunyu-bunyi dari media yang menunjang pembelajaran.

(36)

21

De Porter (2010: 116-118) dalam Damayanti (2016: 30) Mengemukakan beberapa ciri-ciri seseorang siswa memiliki gaya belajar auditorial adalah sebagai berikut:

a. Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja b. Mudah terganggu oleh keributan

c. Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca d. Senang membaca dengan kertas dan mendengarkan

e. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara f. Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita

g. Berbicara dalam irama yang terpola h. Biasanya pembicara yang fasih i. Lebih suka music daripada seni

j. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat

k. Suka berbicara, suka berdikusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar

l. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hinggah sesuai satu sama yang lain

m. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya n. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

Berdasarkan ciri diatas maka peneliti mengemukakan indikator gaya belajar auditorial adalah sebagai berikut:

a. Berlajar dengan mendengar b. Baik dalam aktifitas lisan

c. Memiliki kepekaan terhadap music

(37)

d. Mudah terganggu dengan keributan

e. Suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu panjang lebar 3. Gaya Belajar Kinestik

Gaya belajar dimana peserta didik belajar yang melibatkan gerakan. Siswa akan merasa lebih mudah mempelajari sesuatu tidak hanya sekedar membaca buku tetapi juga memperaktikannya. Dengan melakukan atau menyentuh objek yang di pelajari akan memberikan pengalaman tersendiri bagi siswa dengan gaya belajar kinestik. Biasanya dengan gaya belajar kinestrtik biasanya tidak betah berdiam lama-lama dikelas.

Menurut Gunawan (2014: 57) gaya belajar kinestik adalah gaya belajar peserta didik bergerak untuk bisa memasukan informasi kedalam otak pada diri peserta didik. Peserta didik dengan gaya belajar kinestetik sangat suka belajar dengan mnyetuh atau memanipulasi objek atau peralatan.

Sedangkan menurut DePorter dan Kernacki (2016) gaya belajar kinestetik merupakan aktivitas belajar dengan cara bergerak dengan menggunakan fisik.

Peserta didik dengan gaya belajar ini senang melakukan pergerakan atau tindakan secara langsung dia tidak ingin diam dan selalu melakukan pergerakan tubuh seperti merangkak, berjalan, dan memiliki kemampua berjalan lebih cepat.

Penulis menyimpulkan gaya belajar kinestetik adalah cara belajar siswa lebih mengutamakan indra perasa, yaitu siswa lebih mudah menerima pelajaran dengan mendatangi langsung objek atau memperaktikkan langsung materi yang sedang dipelajari.

(38)

23

De Porter (2010: 116-118) dalam Damayanti (2016: 31) Mengemukakan beberapa ciri-ciri sseorang siswa memiliki gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut:

a. Berbicara dengan perlahan b. Menanggapi perhatian fisik

c. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka d. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang

e. Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak f. Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar g. Belajar melalui manipulasi dan praktik

h. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

i. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca j. Banyak menggunakan isyarat tubuh

k. Tidak diam untuk waktu yang lama

Berdasarkan ciri diatas maka peneliti mengemukakan indikator gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut:

a. Belajar dengan aktifitas fisik

b. Peka terhadap ekspresi dan bahasa tubuh c. Berorientasi pada fisik dan banyak bergerak d. Menyukai kerja kelompok dan praktik e. Menghafal dengan cara melihat

(39)

4. Soal Cerita

Soal cerita merupakan permasalahan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat bermakna dan mudah dipahami (Wijaya, 2012). Menurut Maswar (2019) mengemukakan bahwa soal cerita adalah soal yang memberikan cerita-cerita matematis pada siswa dapat menarik perhatian dan merangsang otak mereka sehingga bekerja dengan baik, karena dengan mendengarkan cerita, siswa akan merasa senang sekaligus menyerap nikai-nilai/hikmah inpiratif dari cerita-cerita itu. Seperti pada materi sistem persamaan linear dua variabel biasanya soalnya itu dalam bentuk soal cerita dan dalam penyelesaiannya sangat erat kaitannyta dengan symbol matematika, sehingga siswa dituntut untuk dapat mengomunikasikan soal cerita kedalam symbol matematika. Dengan mengubah soal kedalam symbol matematika maka siswa akan lebih mudah dalam menyelesaikannya. Namun dalam kenyataannya masih kurangnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita dan mengubahnya menjadi model matematika.

Soal cerita dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan, biasanya soal cerita dapat di ilustrasikan dalam bentuk kegiatan sehari-hari. Setiap aktifitas manusia pada kegiatan yang dilakukan sehari-hari pasti menyangkut pembelajaran matematika. Dalam menyelesaikan suatu soal cerita matematika kita tidak hanya sekedar memperoleh hasil berupa jawaban dari hal yang ditanyakan, tetapi yang lebih penting adalah siswa harus mengetahui dan memahami proses berpikir atau langkah-langkah untuk mendapatkan jawaban tersebut. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh soedjadi (2000:87) menyatakan bahwa dalam menyelesaikan soal cerita matematika langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu 1). Membaca soal

(40)

25

cerita terlebih dahulu dengan cermat untuk memahami makna tiap kalimat, 2).

Memisahkan dan mengungkapkan apa yang dinyatakan dalam soal, rumus apa yang perlu digunakan, 3). Membuat model matematika, 4). Menyelesaikan model matematika dan 5). Mengembalikan model matematika kepada soal aslinya.

5. Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Sistem persamaan adalah himpunan persamaan yamg saling berhubungan.

Variabel merupakan nilai yang dapat berubah-ubah, persamaan linear adalah suatu persamaan yang menggunakan relasi tanda sama dengan (=), memiliki dua variabel dan kedua variabel tersebut memiliki derajat satu (berpangkat satu).

Sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) merupakan suatu sitem yang terdiri atas dua persamaan linear yang mempunya dua varibael dimana variabel itu sama pada persamaan pertama dan kedua maka dapat disimpulkan SPLDV adalah sistem persamaan yang mengandung dua variabel dimana pangkat /derajat tiap- tiap variabelnya sama dengan satu.

Bentuk Umum SPLDV:

Dimana merupakan bilangan real sedamgkan x dan y merupakan variabel. Dari bentuk umum diatas, apabila maka sistem persamaan linear dua variabel itu dikatakan homogen.

Sedangkan apabila maka sistem persamaan linear dua variabel itu di katakan tak homogen.

Atau

(41)

Berikut contoh mengenai perbedaan sistem persamaan linear dua variabel homogen dan tak homogen.

a. Homogen

dan

b. Tak homogen

dan

Metode Cara Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Terdeapat beberapa cara/metode untuk menyelesaikan permsalahan terkait sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Metode-metode tersebut diantaranya adalah:

1. Metode Eliminasi

Setiap metode yang digunakan untuk menyelesaikan SPLDV akan mendapatkan hasil akhir yang sama. Metode Eliminasi merupakan cara kedua untuk menyelesaikan SPLDV. Secara ringkas, dalam metode eliminasi adalah menghilangkan salah satu variabel untuk mendapatkan nilai dari satu x atau y.

Berikut langkah-langkah menyelesaikan SPLDV dengan metode eliminasi sebagai berikut:

a. Menyamakan salah satu koefisien dari variabel x atau y dari kedua persamaan dengan cara mengalihkan konstanta yang sesuai.

b. Hilangkan varibael yang dimiliki koefisien yang sama dengan cara menambahkan atau megurangkan kedua persamaan.

c. Ulangi kedua langkah untuk mendapatkan variabel yang belum diketahui

(42)

27

2. Metode Subtitusi

Pembahasaan pertama untuk menyelesaikan permasalahan system penyelesaian dua variabel seperti pada dua persamaan yang diberikan maka dengan itu menggunakan metode subtitusi. Menggantikan satu variabel dengan variabel dengan persamaan yang lain. Berikut langkah-langkah menyelesaikan SPLDV dengan metode subtitusi

a. Mengubah salah satu persamaan menjadi bentuk

b. Subtitusi nilai x atau y yang diperoleh pada langkah pertama kepersamaan yang lainnya

c. Selesaikan persamaan untuk mendapatkan nilai x dan y

d. Subtitusi nilai x dan y yang diperoleh pada langkah ketiga pada salah satu persamaan untuk mendapatkan nilai dari variabel yang belum diketahui

3. Metode Gabungan Subtitusi Dan Eliminasi

Metode gabungan merupakan gabungan antara metode subtitusi dan eliminasi. Metode eliminasi memiliki langkah awal yang cukup mudah dan singkat, sedangkan metode subtitusi cara akhir yang baik. Kedua metode tersebut digabungkan untuk mempermudah pekerjaan.

Langkah-langkah penyelesaian SPLDV dengan metode gabungan sebagai berikut:

a. Cari nilai salah satu variabel x atau y dengan menggunakan metode eliminasi.

b. Gunakan metode subtitusi untuk mendapatkan nilai variabel yang kedua, yang belum diketahui.

(43)

Contoh gabungan eliminasi dan subtitusi:

Hendri membeli 2 Peniti dan 4 Benang seharga Rp.5.000,00. Sedangkan Bayu membeli 1 Peniti dan 3 Benang seharga Rp.3.500,00. Berapakah harga setiap pembelian 1 Peniti dan 1 Benang?

Jawab:

Diketahui: 2 Peniti dan 4 Benang Rp.5.000 dan 1 Peniti dan 3 Benang Rp.3.500 Ditanyakan: Berapakah harga setiap pembelian 1 Peniti dan 1 benang?

Misalkan: Dan

Penyelesaian:

Melakukan eliminasi

Untuk mencari nilai y, samakan koefisien x.

|

|

Agar koefisien x dari kedua persamaan sama, maka kalikan persamaan 1 dengan 1 dan kalikan persamaan 2 dengan 2. Selanjutnya, selesaikan dengan menggunakan operasi penjumlahan untuk menghilangkan nilai x.

Jadi harga 1 pembelian Benang adalah Rp.1.000

(44)

29

Melakukan subtitusi

Setelah diperoleh nilai y, subtitusi nilai y ke salah satu persamaan untuk memperoleh nilai x. misalnya, dilakukan subtitusi nilai y kedalam persamaan I, maka :

( )

Jadi harga 1 Peniti adalah Rp.500,00.

4. Grafik

Penyelesaian SPLDV dengan metode grafik dilakukan dengan menentukan koordinat titik potong dari kedua garis yang mewakili kedua persamaan linear.

Bentuk penyelesaian ini, dengan cara menggambarkan persamaan linearnyan pada koordinat Cartesius, titik potong dari kedua persamaan linear tersebut merupakan penyelesaiannya.

Contoh Grafik :

Langkah 1. Gambar grafik kedua persamaan.

Langkah 2. Perkirakan titik potong kedua grafik. Titik potongnya berada di ( )

Langkah. 3. Periksa titik potong.

(45)

Persamaan 1 Persamaan 2

(benar) (benar)

Jadi, penyelesaian dari sistem persamaan linearnya adalah ( )

Sistem Persamaan Linear Dua Variabel ini biasanya digunakan untuk menyelesaikan masalah sehari-hari yang membutuhkan penggunaan matematika, seperti menentukan harga suatu barang, mencari keuntungan penjualan, sampai menentukan ukuran suatu benda. Masalah sehari-hari yang sering ditemui biasanya dalam bentuk soal cerita. Dalam meyelesaikan soal cerita sistem persamaan linear kita harus perlu memahami terlebih dahulu maksud dari soal tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana membuat persamaannya terlebih dahulu. Berikut adalah contoh sistem prsamaan linear dua variabel dalam bentuk cerita:

Contoh Soal Cerita SPLDV

Yusuf ingin melakukan lompat tali. Misalkan tali yang digunakan ternyata memiliki panjang 70 cm lebih pendek dari tinggi badan Yusuf. Agar tali tidak tersangkut ditubuh yusuf, maka setidaknya tali tersebut harus dua kali lebih panjang dari ukuran sebelumnya. Sehingga apabila diukur kembali, maka ukuran dua kali panjang 30 cm lebih panjang dari tinggi badan yusuf. Tentukan berapa ukuran panjang tali yang digunakan serta tinggi badan yusuf? Berapa panjang tali yang digunakan agar tidak tersangkut di tubuh yusuf ?

(46)

31

Jawab:

Langkah pertama: mengganti semua besaran yang ada didalam soal dengan varibel

Misalkan : x = panjang tali (dalam cm) dan y = tinggi badan (dalam cm) Langkah kedua: kita buat model matematika dari persamaan tersebut.

Panjang tali 70 cm lebih pendek dari tinggi yusuf

Dua kali panjang tali 30 cm lebih panjang dari tinggi yusuf

Sehingga diperoleh model matematikanya sebagai berikut:

Persamaan 1 : Persamaan 2 :

Tabel. 2.1

Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Kompetensi Dasar (KD) Indikator Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan sistem persamaan linear dua variabel

1. Menyelesaikan soal cerita dari masalah sehari-hari berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Stevani Wulandari Dkk (2014) dalam jurnalnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa dengan gaya belajar visual, auditorial dan kinstetik pada materi system persamaan linear dua variable. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian survei. Subjek

(47)

penelitian ini sebanyak 36 orang siswa. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah tes tertulis untuk mengungkapkan kemapuan komunikasi matematis siswa dan angket untuk mengelompokkan siswa berdasarkan gaya belajarnya serta wawancara sebagai tindak lanjut. Hasil analisi data menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa visual berada pada kategori rendah. Kemampuan komunikasi matematis siswa kinstetik berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa kelas 10 SMA Negeri 10 Pontianak cenderung berada pada kategori rendah.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Irma D. Wijayanti dkk (2019) dalam Peneltian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan mengetahui kemampuan komunikasi matemartis siswa ditinjau dari gaya belajar visual, auditorial kenestetik pada materi aturan sinus dan cosines, penelitian ini dilakukan dikelas XI IPA 5 MAN Bayuwangi pada bulan juli 2019. Dari 36 responden, diperoleh 10 responden memiliki gaya belajar visual, 16 responden memiliki gaya belajar auditorial, dan 3 responden memiliki gaya belajar kinestetik dan 4 responden terdeteksi memiliki gaya belajar visual-auditorial. Selanjutnya dari tiap gaya belajar yang di peroleh ditentukan masing-masing 3 subjek yang komunikatif untuk dilakukan wawancara sebagai proses trianugulasi.

Hasil tranugulasi menunjukkan bahwa subjek gaya belajar visual dapat secara singkat menghubungkan benda nyata dan gambar kedalam ide matematika, serta melakukan penarikan kesimpulan dari pernyataan matematika. Hasil trianugulasi pada subjek dengan gaya belajar audiotorial menunjukan bahwa subjek dapat mengubah kalimat menjadi ide matematika; dapat menjelaskan

(48)

33

ide-ide matematika (rumus):mengubah gambar peristiwa sehari-hari kedalam symbol matemarika;menjelaskan proses penyelesaian soal;serta dapat melakukan penarikan kesimpulan, tetapi belum dapat mejelaskan ide-ide matematika dalam bentuk gambar. Hasil trangulasi pada subjek dengan gaya belajar kinestetik menunjukka bahwa subjek dapat mengubah kalimat menjadi ide matematika; menjelaskan ide matematika dalam bentuk gambar dan rumus; serta mengubah gambar dan peristiwa sehari-hari kedalam simbol matematika, tetapi belum bisa menjelaskan proses penyelesaian soal dan melakukan penarikan kesimpulan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Diana Fatmawati (2018). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dua kemampuan komunikasi matematis, yaitu Field Independent dan Field Defendant. Pada penelitian ini, subjek untuk kemampuan komunikasi matematis dengan gaya kognitif field independent adalah SFI-1 dan SFI-2. Hasil analisis yang telah dilakukan dari observasi kedua subjek gaya kognitif field independent secara umum dapat memenuhi ketiga indicator komunikasi matematis secara lisan. Subjek dengan gaya kognitif field independent tersebut mampu menyampaikan pendapat dan menanggapi pendapat dalam proses belajar. Selain itu subjek SFI-1 dan SFI-2 mampu memberikan kesimpulan pada akhir pembelajaran secara tepat. Hasil analisis yang telah dilakukan dari pekerjaan dan hasil wawancara dari seubjek SFI-1 dan SFI-2 secara umum memenuhi ketiga indicator kemampuan komunikasi matematis siswa secara tulisan. Diantara keempat indicator kemampuan komunikasi matematis secara tulisan subjek dengan gaya kognitif tersebut kurang mampu memenuhi indiaktor yang pertama,

(49)

Sedangkan subjek untuk kemampuan komunikasi matematis dengan gaya kognitif field defendent adalah SFD-1 dan SFD-2. Hasil analisis yang telah dilakukan dari hasil observasi kedua subjek gaya field defendant secara umum hanya mampu memenuhi satu indicator kumunikasi matematis secara lisan. Subjek dengan gaya kognitif field defendent tersebut mampu menyampaikan pendapat meskipun belum tepat. Indikator kedua yaitu menanggapi pendapat dalam proses belajar mengajar kedua subjek belum mampu memenuhinya. Selain itu subjek SFD-1 dan SFD-2 belum mampu memberikan pada akhir pembelajaran. Hasil analisis yang telah dilakukan dari pekerjaan dan hasil wawancara dari subjek SFD-1 dan SFD-2 secara umum memenuhi satu indikator kemampuan komunikasi matematis siswa secara tulisan.

(50)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yang berupaya untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita berbasis gaya belajar siswa Kelas VIII SMP Aisyiyah Sungguminasa.

B. Tempat Dan Waktu

Lokasi peneltian ini dilaksanakan di SMP Aisyiyah Sungguminasa yang berlokasi di Jalan Balla Lompoa Nomor 26 Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Atas izin dari pihak sekolah dan orang tua yang bersangkutan, dikarenakan adanya virus covid-19 penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil dengan sub materi sistem persamaan linear dua variabel.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII-A SMP Aisyiyah Sungguminasa, yang akan diberikan angket gaya belajar dan tes kemampuan komunikasi matematis. Adapun langkah dalam menentukan subjek pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meminta izin kepada pihak sekolah sebelum melakukan penelitian dan kesiapan kelas yang akan diteliti.

2. Memberikan angket kepada siswa berupa angket gaya belajar dan mengumpulkan hasil angket tersebut untuk mengetahui jenis gaya belajar yang dimiliki oleh setiap siswa.

(51)

3. Mengelompokkan hasil gaya belajar siswa menjadi tiga kelompok, yaitu:

gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik, Dimana hasil dari pengelompokkan tersebut ditentukan melalui skor tertinggi yang dimiliki siswa dari ketiga gaya belajar sesuai dengan jumlah skor pada setiap pernyataan angket gaya belajar .

4. Hasil dari pengelompokkan gaya belajar tersebut, akan di pilih 1 perwakilan setiap gaya belajar yang masing-masing mewakili gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik sehingga subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang dan subjek dalam penelitian ini akan diberikan tes kemampuan komunikasi matematis dalam bentuk soal cerita.

Subjek penelitian ini juga dipilih dengan mempertimbangkan 1).

Kemampuan subjek dalam/mengekspresikan pikirannya. Dalam hal ini, penelitian meminta pertimbangan guru matematika untuk menilai siswa yang dianggap cukup mampu mengekspresikan jalan pikirannya berdasarkan pengamatan guru dalam proses pembelajaran dan 2). Kesediaan subjek untuk beradaptasi dalam pengambilan data selama penelitian.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri instrumen utama dan instrumen pendukung. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri atau peneliti sebagai instrumen kunci karena ikut secara aktif dalam penelitian termasuk dalam penentuan subjek, pengumpulan data, menganalisis, dan memberikan interpretasi dari hasil penelitian. Sedangkan instrumen pendukung dalam penelitian ini, yaitu:

(52)

37

1. Angket Gaya Belajar

Angket gaya belajar secara tertulis. Dalam kuesioner (angket), peneliti mengelompokkan siswa menjadi tiga, yaitu: gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik berdasarkan jawaban pada angket dengan menggunakan skala Likret yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu: Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP) dengan jawaban responden untuk pilihan Selalu (SL) bernilai 4, Sering (SR) bernilai 3, Jarang (JR) bernilai 2 dam Tidak Pernah (TP) bernilai 1. Penentuan kecendrungan gaya belajar siswa berdasarkan kriteria:

1. Jika skor gaya belajar visual paling besar dari gaya belajar lain, maka siswa ditetapkan tergolong gaya belajar visual.

2. Jika skor gaya belajar auditorial paling besar dari gaya belajar lain, maka siswa ditetapkan tergolong gaya belajar auditorial.

3. Jika skor gaya belajar kinestetik paling besar dari gaya belajar lain, maka siswa ditetapkan tergolong gaya belajar kinestetik.

4. Jika skor gaya belajar yang satu sama dengan gaya belajar lain, maka siswa ditetapkan tidak termasuk dalam subjek peneltian.

Tabel 3.1

Tabel Penskoran Angket Gaya Belajar Siswa

Peng LL (2002) dalam Maula Qisthi Faizatin (2017)

2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Lembar tes yang digunakan untuk setiap siswa adalah berupa soal essay yang berjumlah 2 Nomor. Soal yang digunakan untuk tes kemampuan komunikasi

Alternative

Jawaban Pernyataan

Selalu 4

Sering 3

Jarang 2

Tidak Pernah 1

(53)

matematis siswa adalah soal materi SPLDV dalam bentuk soal cerita. Tes tersebut diberikan kepada subjek penelitian untuk mengetahui kategori kemampuan komunikasi matematis siswa berdasarkan 3 indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu 1). Kemampuan mengkomunikasikan situasi berbentuk soal cerita, benda nyata dan gambar menjadi model matematika, 2). Kemampuan menghubungkan situasi berbentuk soal cerita, benda nyata dan gambar secara tertulis dan 3). Kemampuan memberikan penjelasan atas jawaban secara tertulis.

Kemampuan komunikasi matematis siswa dikategorikan berdasarkan ketercapaian indikator kemampuan komunikasi matematis siswa, yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa kategori tinggi, apabila dapat menguasai 3 indikator kemampuan komunikasi matematis

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa ketegori sedang, apabila dapat menguasai 2 indikator kemampuan komunikasi matematis

3. Kemampuan komunikasi matematis siswa kategori rendah, apabila hanya menguasai 1 indikator kemampuan komunikasi matematis.

Tes kemampuan kemunikasi matematis dibuat langsung oleh peneliti untuk menguatkan keabsahan instrumen pendukung tersebut, instrumen penelitian tersebut akan divalidasi oleh validator.

3. Wawancara

Pedoman wawancara berfungsi sebagai acuan atau pedoman bagi peneliti sehingga wawancara menjadi terarah. Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan secara langsung kepada guru dan siswa kelas VIII-A. Subjek penelitian yang terdiri dari 3 orang diwawancarai berdasarkan hasil pekerjaan yang mereka

(54)

39

tulis ketika menjawab tes kemampuan komunikasi matematis. Sebelum digunakan instrumen akan divalidasi oleh ahli.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tehnik pengukuran tes kemampuan komunikasi matematis materi sistem persamaan linear dua variabel secara tertulis ,teknik komunikasi tak langsung berupa angket gaya belajar dan tehnik komunikasi langsung atau non tes yang berupa wawancara.

1. Angket Gaya Belajar Siswa

Angket ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai jenis gaya belajar yang dipakai siswa yang diambil dan disesuaikan dengan setiap indikator gaya belajar. Tujuan dari angket adalah untuk mengelompokkan siswa menjadi tiga kelompok yaitu gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Pemberian kuesioner (angket) dilakukan sebelum pelaksanaan tes, pemberian angket dalam bentuk luring (Offline). Pada penelitian ini kuesioner (angket) yang digunakan akan disebarkan untuk diisi oleh siswa kelas 8 yang menjadi subjek penelitian di SMP Aisyiyah Sungguminasa.

2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Berdasarkan bentuknya, tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berupa essay yang terdiri dari 2 soal cerita materi SPLDV. Masing-masing siswa akan mengerjakan soal yang diberikan. Pemberian tes diberikan dalam bentuk luring (Offline). Tujuan pemberian tes essay kepada siswa digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa pada tiap indikator.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VIII dalam menyelesaikan soal-soal PISA level 1-6 dan indikator

Dari penjelasan tersebut, dapat diuraikan bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal cerita adalah kemampuan yang sangat penting sehingga dengan kemampuan

Puji syukur penulis haturkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Tema ini diangkat karena dibutuhkannya kehadiran teknologi dan sistem informasi yang berkualitas dan terintegrasi, yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan

Jumlah kegiatan pemantapan nilai Bhinneka Tunggal Ika Kegiatan Jenis kegiatan pemantapan kesatuan bangsa lainnya Jenis Jumlah kegiatan pemantapan kesatuan bangsa lainnya Kegiatan

IKI30320 Kuliah 10 10 Okt 2007 Ruli Manurung Knowledge- based agent Contoh: Wumpus World Logic Propositional logic Metode pembuktian Ringkasan Outline 1 Knowledge-based agent. 2

Jika ingin merubah warna pada isian tabel, maka yang perlu dilakukan adalah dengan memblok tulisan yang akan dirubah warnanya, kemudian Pilih Icon Font Color

Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kuantitatif yaitu dengan cara grafis yang telah di plotting dari hasil penelitian sehingga dapat diketahui karakteristik dari