KONSEP DASAR
JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK
Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dibutuhkan suatu sumber daya listrik yang stabil dan handal dari sisi pembangkit, transmisi sampai distribusi ke konsumen.
Salah satu komponen yang penting dalam suatu sistem tenaga listrik adalah gardu induk, yang merupakan ujung tombak penyaluran daya dari penyulang ke sistem distribusi.
Tenaga listrik merupakan bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan kepada pelanggan/konsumen dan dimanfaatkan untuk segala macam keperluan.
Sistem tenaga listrik merupakan rangkaian instalasi tenaga listrik yang terdiri dari sistem pembangkitan, sistem transmisi dan sistem distribusi yang saling
terintegrasi dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan energi listrik bagi semua orang.
KONSEP DASAR
JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK
Sistem transmisi tenaga listrik merupakan penyaluran energi listrik dari suatu tempat ke tempat lainnya atau dari pembangkit listrik ke gardu induk.
Sebelum energi listrik ditransmisikan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menaikkan tegangan yang disuplai dari
generator menjadi 70 kV, 150 kV atau 500 kV, sebab tegangan yang dikeluarkan dari generator hanya berkisar antara 6,6 kV sampai 24 kV.
Energi listrik ditransmisikan melalui saluran udara tegangan tinggi
(SUTT) atau melalui saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET).
Sistem distribusi merupakan penyaluran energi listrik dari gardu induk/distribusi ke konsumen melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR)
Terdapat 2 (dua) sistem distribusi yaitu :
Distribusi Primer, penyalurannya dimulai dari gardu induk (sisi sekunder trafo daya) ke gardu distribusi (sisi primer trafo distribusi) atau dari gardu induk
langsung ke konsumen tegangan menengah 20 kV.dimana tegangan tinggi terlebih dahulu diturunkan menjadi tegangan menengah sebesar 20 kV
melalui transformator step down.
Distribusi Sekunder, penyalurannya dimulai dari gardu distribusi (sisi sekunder trafo distribusi) ke konsumen tegangan rendah. Energi tenaga listrik disalurkan melalui penyulang-penyulang yang berupa saluran udara ataupun saluran
kabel bawah tanah.
Fungsi gardu distribusi untuk menurunkan tegangan distribusi primer menjadi tegangan rendah atau sekunder sebesar 220/380 V.
1. Tegangan
Berdasarkan besarnya tegangan listrik, jaringan distribusi tenaga listrik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) sistem, yaitu :
sistem jaringan distribusi primer dan sistem jaringan distribusi sekunder.
SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DAPAT DIBEDAKAN BERDASARKAN TEGANGAN, ARUS DAN SISTEM PENYALURAN.
Sistem Jaringan Distribusi Primer
Sistem jaringan distribusi primer atau sering disebut jaringan distribusi tegangan menengah (JDTM) terletak diantara gardu induk dengan gardu pembagi,
yang memiliki tegangan sistem lebih tinggi dari tegangan terpakai untuk konsumen.
Standar tegangan untuk jaringan distribusi primer ini adalah 6 kV, 10 kV, dan 20 kV (sesuai standar PLN). Sedangkan di Amerika Serikat standar tegangan untuk jaringan distribusi primer ini adalah 2,4 kV, 4,16 kV, dan 13,8 kV.
Sistem Jaringan Distribusi Sekunder
Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut jaringan distribusi tegangan rendah (JDTR), merupakan jaringan yang berfungsi sebagai
penyalur energi listrik dari gardu pembagi (gardu distribusi) ke pusat beban (konsumen tenaga listrik).
Besarnya standar tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini adalah 127/220 V pada sistem lama, dan 220/380 V pada sistem baru untuk
perumahan, serta 440/550 V untuk keperluan industri.
Jaringan Tegangan Menengah (JTM)
Merupakan Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) atau Saluran Udara Tegangan Menegah (SUTM).
Sistem Distribusi ini menghubungkan trafo daya di gardu induk menuju gardu distribusi, berdasarkan tegangan yang disalurkan adalah 6 kV, 12 kV atau 20 kV.
BERDASARKAN TEGANGAN PENGENALNYA, DIBEDAKAN MENJADI DUA JENIS, YAITU :
DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH DAN DISTRIBUSI TEGANGAN RENDAH.
Jaringan Tegangan Rendah (JTR)
Merupakan saluran kabel tegangan rendah yang salurannya
biasa berupa SKTM/SUTM, yang menghubungkan gardu distribusi / trafo distribusi ke konsumen.
Tegangan kerja pada sistem yang dipergunakan adalah 220 volt
atau 380 volt.
SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DAPAT DIBEDAKAN BERDASARKAN TEGANGAN, ARUS DAN SISTEM PENYALURAN.
2. Arus
Berdasarkan sumber arus listrik maka sistem jaringan distribusi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
Jaringan Distribusi AC/Alternating Current (arus bolak balik)
Jaringan Distribusi DC/Direct Current (arus searah)
Jaringan Distribusi AC
Kelebihan :
1) Dapat mengubah tegangannya, naik maupun turun.
2) Dapat mengatasi kesulitan dalam menyalurkan tenaga listrik untuk jarak jauh.
3) Dapat langsung digunakan untuk memparalelkan beberapa pusat pembangkit tenaga listrik.
4) Dapat menyalurkan tiga atau empat jenis tegangan dalam satu saluran,
karena menggunakan sistem tiga phasa.
Kelemahan :
1) Untuk tegangan tinggi sering terjadi arus pemuatan (charging current).
2) Memerlukan stabilitas tegangan untuk kondisi dan sifat beban yang berubah-ubah.
3) Memerlukan tingkat isolasi yang tinggi untuk tegangan tinggi.
4) Terjadinya efek kulit (skin effect) pada induktansi dan kapasitansi untuk tegangan tinggi.
Jaringan Distribusi DC
Jaringan distribusi arus searah (DC) jarang digunakan, walaupun ada untuk daerah tertentu.
Penggunaan jaringan DC ini dilakukan dengan jalan menyearahkan terlebih dahulu arus AC (bolak-balik) ke arus DC (searah) dengan alat
penyearah converter, sedangkan untuk merubah kembali dari arus bolak- balik ke arus searah digunakan alat inverter.
Dari kedua sistem ini yang banyak digunakan adalah sistem distribusi arus bolak-balik (AC). Sistem distribusi DC mempunyai keuntungan maupun
kerugiannya, yaitu :
Jaringan Distribusi DC
Kelebihan :
1) Isolasinya lebih sederhana,
2) Daya guna (efisiensi) lebih tinggi, karena faktor dayanya = 1
3) Tidak ada masalah stabilisasi dan perubahan frekuensi untuk penyaluran jarak jauh.
4) Tidak ada masalah arus pengisian
(charging current) untuk tegangan tinggi,
5) Dianggap ekonomis bila jarak
penyaluran lebih besar dari 1000 km untuk saluran udara, dan lebih besar 50 km
untuk saluran bawah tanah
Kelemahan :
1) Perubahan arus AC ke DC atau kebalikannya menggunakan
peralatan converter atau inverter,
memerlukan biaya yang tinggi karena peralatan tersebut harganya mahal.
2) Pada saat beban naik dan jarak penyaluran makin panjang, maka jatuh tegangan (drop voltage) makin tinggi.
3. Sistem Penyaluran
Berdasarkan sistem penyalurannya, jaringan distribusi dapat dibedakan menjadi dua macam , yaitu :
a. Saluran Udara (Overhead Line)
Saluran udara merupakan sistem penyaluran tenaga listrik melalui kawat penghantar yang ditompang pada tiang listrik.
b. Saluran Bawah Tanah (Underground Cable)
Saluran bawah tanah merupakan sistem penyaluran tenaga listrik melalui kabel yang ditanamkan di dalam tanah.
SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DAPAT DIBEDAKAN BERDASARKAN TEGANGAN, ARUS DAN SISTEM PENYALURAN.
Sistem Penyaluran Udara
Kelebihan :
1) Lebih fleksibel dan leluasa dalam upaya untuk perluasan beban.
2) Dapat digunakan untuk penyaluran
tenaga listrik pada tegangan diatas 66 kV.
3) Lebih mudah dalam pemasangannya.
4) Bila terjadi gangguan hubung singkat, mudah diatasi dan dideteksi
Kelemahan :
1) Mudah terpengaruh oleh cuaca buruk, bahaya petir, badai, tertimpa pohon.
2) Untuk wilayah yang penuh dengan bangunan yang tinggi, sukar untuk menempatkan saluran,
3) Masalah efek kulit, induktansi, dan kapasitansi yang terjadi, akan
mengakibatkan tegangan drop lebih tinggi
4) Ongkos pemeliharaan lebih mahal, karena perlu jadwal pengecatan dan penggantian material listrik bila terjadi kerusakan.
Sistem Penyaluran Bawah Tanah
Kelebihan :
1) Tidak terpengaruh oleh cuaca buruk, bahaya petir, badai, tertimpa pohon, dsb.
2) Tidak mengganggu pandangan, bila adanya bangunan yang tinggi,
3) Dari segi keindahan, saluran bawah tanah lebih sempurna dan lebih indah dipandang,
4) Mempunyai batas umur pakai dua kali lipat dari saluran udara,
5) Ongkos pemeliharaan lebih murah, karena tidak perlu adanya pengecatan.
6) Tegangan drop lebih rendah karena masalah induktansi bisa diabaikan.
Kelemahan :
1) Biaya investasi pembangunan lebih mahal dibandingkan dengan saluran udara.
2) Saat terjadi gangguan hubung singkat, usaha pencarian titik gangguan tidak mudah (susah).
3) Perlu pertimbangan-pertimbangan teknis yang lebih mendalam di dalam perencanaan, khususnya untuk kondisi tanah yang dilalui.
4) Hanya tidak dapat menghindari bila terjadi bencana banjir, desakan akar pohon, dan ketidakstabilan tanah.
Distribusi sekunder adalah jaringan daya listrik yang termasuk dalam
kategori tegangan rendah (sistem 380/220 Volt), yaitu rating yang sama dengan tegangan peralatan yang dilayani.
Jaringan distribusi sekunder bermula dari sisi sekunder trafo distribusi dan berakhir hingga ke alat ukur (meteran) pelanggan.
Sistem jaringan distribusi sekunder disalurkan kepada para pelanggan melalui kawat berisolasi.
JARINGAN DISTRIBUSI SEKUNDER
Penyusutan Energi pada Jaringan Distribusi
Setiap penyaluran energi listrik dari sumber tenaga listrik ke konsumen yang letaknya berjauhan seringkali mengalami rugi-rugi daya yang cukup besar yang diakibatkan oleh rugi-rugi pada saluran dan juga rugi-rugi pada trafo yang digunakan. Rugi-rugi pada saluran distribusi meliputi rugi-rugi daya listrik dan rugi-rugi tegangan saluran.
Penyusutan Energi pada Jaringan Distribusi
Rugi-rugi tegangan biasanya dikenal dengan istilah jatuh tegangan (drop voltage).
Rugi-rugi saluran dan rugi-rugi trafo tersebut memberi pengaruh yang besar terhadap kualitas daya serta tegangan yang dikirimkan ke sisi pelanggan. Nilai
tegangan yang melebihi batas toleransi akan menyebabkan tidak optimalnya kerja dari peralatan listrik pada sisi konsumen.
Penyusutan Energi pada Jaringan Distribusi
Selain itu, rugi-rugi daya yang besar akan menimbulkan kerugian finansial di sisi pengelola energi listrik. Rugi-rugi pada jaringan distribusi disebabkan karena
saluran distribusi mempunyai hambatan, reaktansi dan kapasitansi. Nilai
kapasitansi saluran distribusi biasanya kecil sehingga dapat diabaikan. Untuk memudahkan perhitungan dalam menganalisa jaringan distribusi sistem tiga phasa maka dibuat rangkaian ekuivalen saluran satu phasa.
Jatuh Tegangan
Jatuh tegangan merupakan besarnya tegangan yang hilang pada suatu penghantar atau bisa dikatakan bahwa adanya perbedaan tegangan antara tegangan kirim dan tegangan terima.
Jatuh tegangan pada suatu saluran tenaga listrik secara umum berbanding lurus dengan panjang saluran dan beban serta berbanding terbalik dengan luas
penampang penghantar. Jika ada arus yang mengalir melalui saluran distribusi maka akan terjadi penurunan tegangan sepanjang saluran. Dengan demikian tegangan pada pusat beban tidak sama dengan tegangan pengiriman. Penurunan tegangan terdiri dari dua komponen yaitu:
1) I . R , yaitu rugi tegangan akibat tahanan saluran
2) I . X , yaitu rugi tegangan akibat reaktansi induktif saluran
Rugi-Rugi Daya
Dalam penyalurannya, tenaga listrik mengalami rugi – rugi daya listrik yang besar karena luasnya daerah yang membutuhkan suplai tenaga listrik dari jaringan distribusi.
Rugi-rugi daya listrik pada saluran distribusi dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
> Rugi-rugi daya aktif dan
> Rugi-rugi daya reaktif.
Rugi-rugi daya aktif
Besar rugi daya aktif ditentukan oleh kuadrat arus (I) dan resistansi jaringan (R) yang merupakan representasi jarak saluran. Dengan kata lain, elemen yang
paling berpengaruh terhadap besarnya rugi – rugi daya aktif adalah besarnya arus dan besarnya resistansi jaringan. Resistansi jaringan akan sangat
dipengaruhi oleh jarak saluran itu sendiri.
Rugi-rugi daya aktif per phasa dapat dilihat pada persamaan berikut:
Sedangkan rugi-rugi daya aktif tiga phasa adalah
keterangan,
I = arus yang mengalir dalam jaringan (A) R = hambatan dalam penghantar (ohm)
Cara yang ditempuh agar tidak terjadi jatuh tegangan adalah :
a. Mengatur tegangan pembangkit
b. Mengatur sadapan trafo TT/TM di GI (sadapan tanpa beban) c. Memasang kapasitor di GI
d. Memperbesar penampang hantaran distribusi primer maupun sekunder e. Menyetel sadapan trafo TM/TR digardu distribusi (sadapan tanpa beban) f. Menambah tegangan menengah dan/atau rendah lebih tinggi (PTM/PTR) g. Menambah jumlah gardu induk
h. Menambah jumlah saluran distribusi
i. Menambah struktur jaringan satu fasa menjadi tiga fasa j. Memasang kapasitor pada JTM atau JTR
k. Menambah jumlah gardu distribusi (sisipan) dan memotong JTR menjadi lebih pendek.
Gangguan Sistem Operasi Jaringan Distribusi Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik yang andal dan energi listrik dengan kualitas yang baik serta memenuhi standar, mempunyai kontribusi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat modern, karena peranannya yang dominan dibidang industri,
telekomunikasi, teknologi informasi, pertambangan, transportasi umum, dan lain-lain yang semuanya itu dapat beroperasi karena tersedianya energi listrik.
Perusahaan yang bergerak di berbagai bidang tersebut diatas, akan mengalami kerugian cukup besar jika terjadi pemadaman listrik secara tiba-tiba atau tegangan listrik yang tidak stabil, yang berakibat aktifitasnya akan terhenti atau produk yang dihasilkannya menjadi rusak atau tidak sempurna.
Fungsi utama sistem SCADA ada 3 macam :
1. Telecontrolling,
Telecontrolling berfungsi untuk mengoperasikan peralatan switching pada gardu induk atau pusat pembangkit yang jauh dari pusat
kontrol, sehingga operator dapat melakukan kontrol secara remote, hanya dengan menekan satu tombol maka peralatan sistem tenaga listrik seperti PMT (circuit breaker) pada line feeder atau trafo
distribusi dapat dibuka atau ditutup.
Fungsi utama sistem SCADA ada 3 macam :
2. Telesignaling,
Telesignaling berfungsi untuk mengumpulkan informasi mengenai
kondisi sistem dan indikasi operasi, kemudian menampilkannya pada pusat kontrol secara real time sehingga operator (dispatcher) dapat mengetahui indikasi dari semua alarm dan kondisi peralatan tertentu seperti pemutusan/penutupan circuit breaker telah berhasil dilakukan.
Fungsi utama sistem SCADA ada 3 macam :
3. Telemetering,
Telemetering berfungsi untuk melaksanakan pengukuran besaran- besaran sistem tenaga listrik pada seluruh bagian sistem, lalu
menampilkannya pada pusat kontrol, seperti pemantauan meter, baik daya nyata dalam MW, daya reaktif dalam Mvar, tegangan dalam kV, dan arus dalam ampere.
Dengan demikian dispatcher dapat memantau meter dari keseluruhan jaringan hanya dengan duduk di tempatnya, tentu saja dengan
bantuan peralatan pendukung lainnya seperti telepon.