• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PASIEN KANKER KOLOREKTAL di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK PASIEN KANKER KOLOREKTAL di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN SKRIPSI"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PASIEN KANKER KOLOREKTAL di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 - 2017

SKRIPSI

Oleh :

NOVIA NASUTION 150100159

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

KARAKTERISTIK PASIEN KANKER KOLOREKTAL di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 - 2017

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

NOVIA NASUTION 150100159

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Pasien Kanker Kolorektal di RSUP H. Adam Malik Medan 2015-2017” yang merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari bahwa selama berlangsungnya penelitian, penyusunan sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini tak lepas dari dukungan serta bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya serta penghargaan yang setulus – tulusnya kepada :

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK, selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Zaimah Z. Tala, Sp. GK, selaku Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. dr. Dina Keumala Sari, M. Gizi, Sp. GK, selaku Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. dr. Lidya Imelda Laksmi, M. Ked (PA), Sp. PA, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak arahan, masukan, serta motivasi dalam membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Almh. Sri Lestari, M.Kes, dr. Causa Trisna Mariedina, M.Ked(PA), Sp.PA dan Dra. Merina Panggabean selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran, sehingga skripsi ini bisa menjadi lebih baik.

7. Seluruh staf RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah berperan dalam selesainya penelitian ini.

8. Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Saparuddin Nasution S.E, Ibunda Dra.

Hj. Rina Solfrino Harahap serta saudara kandung penulis, Hilda Sari Affianti,

(5)

Dian Harisa Afliani, dan Zulfa Khairani yang selalu memberikan segenap kasih sayang, dukungan, doa, dan semangatnya serta memberikan bantuan materil selama ini.

9. Teman seperjuangan penulis, Fiona dan Rizki Ramadhani Dalimunthe yang senantiasa bekerja sama dan membantu penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

10. Sahabat penulis, Khoiriza Annisa Harahap, Erika Adnaz Daulay, Dina Maulidina, Putri Ayutia Damanik dan Putri Anggraini yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.

11. Orang-orang terdekat penulis, yang selalu membantu, mendukung, mendoakan dan menemani penulis, Gugun Sahat Rouli Purba, Jazira Rezkika, Ummi Kalsum Harahap, Fatimah Pulungan, Henny Nuralita, Fiona Shafira, Loren Gabriella, Rica Fitrianti Lubis dan Hakimah Hasan Lubis.

12. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, akan tetapi semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca.

Medan, 6 Desember 2018 Penulis

Novia Nasution

(6)

DAFTAR ISI

halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar isi ... iv

Daftar gambar... vi

Daftar tabel ... vii

Daftar singkatan ... viii

Daftar Lampiran ... ix

Abstrak ... ... x

Abstract .. ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bagi Peneliti ... 4

1.4.2 Bagi Masyarakat ... 4

1.4.3 Bagi Institusi ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Anatomi Kolon dan Rektum ... 5

2.2 Histologi Kolon dan Rektum ... 6

2.2.1 Kolon ... 6

2.2.2 Rektum ... 8

2.3 Fisiologi Kolon dan Rektum... 9

2.4 Kanker Kolorektal ... 10

2.4.1 Definisi ... 10

2.4.2 Epidemiologi ... 11

2.4.3 Etiologi ... 12

2.4.4 Faktor Risiko ... 13

2.4.5 Lokasi ... 16

2.4.6 Patogenesis ... 17

2.4.7 Manifestasi Klinis ... 18

2.4.8 Diagnosis ... 20

2.4.9 Stadium ... 23

2.4.10 Histopatologi ... 26

2.4.11 Tatalaksana ... 29

2.4.12 Pencegahan ... 29

2.5 Kerangka Teori ... 31

2.6 Kerangka Konsep ... 32

(7)

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 33

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 33

3.2.2 Waktu Penelitian ... 33

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3.3.1 Populasi ... 33

3.3.2 Sampel ... 33

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.5 Definisi Operasional ... 34

3.5.1 Variabel dan Alat Ukur ... 35

3.6 Metode Analisis data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Makroskopik karakteristik kolon ... 6

2.2 Histologi usus besar ... 7

2.3 Histologi rektum ... 8

2.4 Risiko relatif untuk faktor risiko kanker kolorektal .... 15

2.5 Jalur gen-gen dan faktor pertumbuhan yang mengontrol progresi dari kanker kolorektal ... 18

2.6 Klasifikasi stadium kanker usus besar menurut Dukes ... 25

2.7 Sistem klasifikasi berdasarkan tumor, nodus, dan metastasis ... 26

2.10 Klasifikasi kanker kolorektal menurut WHO ... 27

2.9 Histopatologi adenokarsinoma kolon ... 28

2.10 Gambaran histopalogi kanker kolorektal ... 28

4.1 Jumlah Penderita Kanker Kolorektal di RSUP HAM Tahun 2015-2017 ... 38

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Stadium dan survival rate kanker kolorektal ... 24

2.2 Kerangka teori ... 31

2.3 Kerangka konsep ... 32

3.1 Variabel dan alat ukur ... 35

4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ... 39

4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Pekerjaan ... 41

4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Keluarga ... 41

4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Utama .... 42

4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Stadium ... 43

4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gambaran Histopatologi ... 44

4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Derajat Differensiasi ... 45

4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Kanker ... 45

(10)

DAFTAR SINGKATAN

APC : Antigen Precenting Cell

BAX : BCL-2 Associated X

BCL-2 : B-Cell Lymphoma 2 CA19-9 : Cancer Antigen 19-9

CAP : College of American Pathologists CEA : Carcinoembryonic Antigen

CT : Computed Tomography

MRI : Magnetic Resonance Imaging DCBE : Double- Contrast Barium Enema FAP : Familial Adenomatous Polyposis OAIN : Obat Anti Inflamasi Non-Steroid PAS : Periodic Acid-Schiff

TGF- β : Transforming Growth Factor-β

TGFBR2 : Transforming Growth Factor-β Receptor-2 TNM : Tumor Nodul Metastasis

TP53 : Tumor Protein 53

USG : Ultrasonography

WHO : World Health Organization

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN B Ethical Clearance

LAMPIRAN C Surat Izin Penelitian ke RSUP Haji Adam Malik LAMPIRAN D Surat Balasan Izin Penelitian

LAMPIRAN E Surat Izin Penelitian ke Instalasi Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik

LAMPIRAN F Data Induk LAMPIRAN G Output SPSS

LAMPIRAN H Halaman Pernyataan Orisinalitas

(12)

ABSTRAK

Latar Belakang. Kanker merupakan masalah kesehatan yang masih ditakuti oleh sebagian besar masyarakat dunia termasuk Indonesia.Menurut WHO, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 14 juta kasus baru kanker dan pada tahun 2012 terdapat 8,8 juta kasus kematian akibat kanker di dunia. Kanker kolorektal merupakan salah satu kasus kanker yang sering terjadi dan menduduki peringkat ketiga penyebab kematian di dunia akibat penyakit kanker. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2006 insidensi kanker kolorektal di Indonesia adalah 1.736 penduduk. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita kanker kolorektal berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga, keluhan utama, tingkat konsumsi daging merah, gambaran histopatologi, grading, stadium, dan lokasi kanker di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015 – 2017. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari pencatatan rekam medis pasien kanker kolorektal yang rawat inap di RSUP H.

Adam Malik Medan periode Januari 2015 hingga Desember 2017. Sampel penelitian menggunakan total sampling, dimana seluruh jumlah sampel yang sesuai dengan kriteria diambil untuk menjadi sampel penelitian. Hasil. Dari penelitian ini diperoleh bahwa dari 81 sampel pasien karsinoma kolorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki (54,3%), usia ≥ 50 tahun (64,2%), pasien yang bekerja (54,3%), tingkat konsumsi daging merah tidak representatif, pasien yang tidak mempunyai riwayat keluarga (77,8%), keluhan utama berupa hematochezia (32,1%), stadium III (42%), gambaran histopatologi adenocarcinoma (91,4%), well differentiated (45,7%), dan rektum (35,8%). Kesimpulan. Karsinoma kolorektal lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dan pasien yang datang kebanyakan telah terkena stadium lanjut, oleh karena itu sangat disarankan untuk melakukan deteksi dini dimulai dari usia 50 tahun ke atas.

Kata kunci: karakteristik, kanker kolorektal, histopatologi, RSUP HAM

(13)

ABSTRACT

Background. Cancer is a health problem that is still feared by most of the world community including Indonesia. According to WHO, in 2012 there are an estimated 14 million new cases of cancer and in 2012 there were 8.8 million deaths from cancer in the world. Colorectal cancer is one of the most common cases of cancer and is ranked third in the cause of death in the world due to cancer. Based on data from the Ministry of Health in 2006 the incidence of colorectal cancer in Indonesia is 1,736 residents. Objectives. This study aims to determine the characteristics of colorectal cancer patients based on age, sex, occupation, family history, main complaints, level of consumption of red meat, histopathological picture, grading, stage, and location of cancer in H.

Adam Malik General Hospital in 2015-2017. Method. This research is a descriptive study with a cross sectional design. The data used are secondary data obtained from the recording of medical records of colorectal cancer patients hospitalized at H. Adam Malik General Hospital Medan in the period of January 2015 to December 2017. The study sample used total sampling, where all the samples corresponding to the criteria were taken to become samples research. Results. From this study it was found that of the 81 samples of colorectal carcinoma patients were found more in men (54.3%), age ≥ 50 years (64.2%), working patients (54.3%), consumption level of red meat not representative, patients who did not have a family history (77.8%), the main complaints were hematochezia (32.1%), stage III (42%), histopathology of adenocarcinoma (91.4%), well differentiated (45.7 %), and rectum (35.8%). Conclusion. Colorectal carcinoma is more common in elderly patients and patients who come mostly have been exposed to an advanced stage, therefore it is highly recommended that early detection starts from the age of 50 and above.

Keywords: characteristics, colorectal cancer, histopathology, RSUP HAM

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kanker merupakan masalah kesehatan yang masih ditakuti oleh sebagian besar masyarakat dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia kematian akibat kanker berada di urutan ketujuh setelah stroke, TBC, hipertensi, kecelakaan, kematian perinatal, dan diabetes melitus (Riskesdas, 2007).

Prevalensi penyakit kanker di Indonesia secara keseluruhan persentasenya berada pada 0,14%. Prevalensi penyakit kanker tertinggi terdapat di provinsi D.I.

Yogyakarta dengan persentase 0,41%, selanjutnya berada di provinsi Jawa Tengah dengan 0,21%, dan prevalensi penyakit kanker di provinsi Bali dengan persentase 0,2% (Riskesdas, 2013).

Menurut WHO, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 14 juta kasus baru kanker dan pada tahun 2012 terdapat 8,8 juta kasus kematian akibat kanker di dunia. Lima jenis kanker terbanyak yang ditemukan pada laki-laki di dunia yaitu: kanker paru, kanker prostat, kanker kolorektal, kanker lambung dan kanker hati. Sedangkan pada perempuan yang terbanyak adalah kanker payudara, kanker kolorektal, kanker paru, kanker serviks, serta kanker lambung.

Kanker kolorektal adalah kanker yang berada pada usus besar atau rektum. Kanker ini juga bisa diberi nama kanker usus besar atau kanker rektum, tergantung di mana tumor berada. Kanker usus besar dan kanker rektum sering dikelompokkan bersama karena keduanya memiliki banyak ciri yang sama (American Cancer Society, 2017). Kanker kolorektal merupakan salah satu kasus kanker yang sering terjadi dan menduduki peringkat ketiga penyebab kematian di dunia akibat penyakit kanker (Li dan Lai, 2009). Di Indonesia sendiri, angka insidensi terjadinya kanker kolorektal tahun 2012 pada laki-laki terdapat 15.985 kasus serta pada wanita terdapat 11.787 kasus. Dan angka mortalitas pada laki- laki mencapai 10.559 kasus serta pada wanita 7.839 kasus (Globocan, 2012).

(15)

Sementara berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2006 insidensi kanker kolorektum di Indonesia adalah 1.736 penduduk.

Faktor risiko penyebab penyakit ini antara lain adanya peningkatan intensitas kontak zat-zat toksik dengan kolon. Selain itu, gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan obesitas juga dapat meningkatkan insidensi penyakit ini (DeVita et al, 2011). Induk dari kanker kolorektal berasal dari polip, individu dengan polip beresiko paling tinggi mengalami kanker kolorektal (American Cancer Society, 2017).

Berdasarkan persentase kasus baru kanker kolorektal pada kelompok usia kurang dari 20 tahun sampai lebih dari 84 tahun, persentase kanker kolorektal yang terbanyak adalah pada usia 65-74 tahun, yaitu sebesar 23,9% (SEER, 2013).

Risiko terkena keganasan kolorektal pada umumnya dimulai pada usia 40 dan meningkat dengan tajam pada dekade selanjutnya, dan terus meningkat secara eksponensial (Rudiman et al, 2012). Gejala yang timbul pada pasien kanker kolorektal tidak terlalu spesifik dan timbul secara perlahan-lahan, sehingga tidak disadari oleh pasien, seperti: buang air besar berdarah dan berlendir, kontipasi, nyeri perut, lemah lesu dan penurunan berat badan (Japaries, 2017). Banyaknya penderita kanker kolorektal yang terdiagnosis pada late stage disebabkan karena pada early stage biasanya tidak muncul gejala pada penderita (American Cancer Society, 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Florensia (2014) mendapatkan bahwasanya jumlah pasien kanker kolorektal di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 sebanyak 110 orang. Hal ini merupakan peningkatan dari penelitian tahun sebelumnya yang dilakukan oleh Lubis (2014) yang mendapatkan jumlah pasien kanker kolorektal di RSUP. H. Adam Malik tahun 2009-2011 hanya sebanyak 35 orang.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, dan melihat tingginya angka mortalitas penderita kanker kolorektal di Indonesia, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran penderita kanker kolorektal di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2015 hingga Desember 2017. Serta peneliti bermaksud untuk melanjutkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

(16)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan masalah di atas, peneliti ingin merumuskan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimanakah karakteristik pasien kanker kolorektal di RSUP. H. Adam Malik Medan 2015-2017?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui gambaran pasien kanker kolorektal di RSUP. H. Adam Malik Medan mulai dari Januari 2015 hingga Desember 2017.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui jumlah penderita kanker kolorektal tahun 2015-2017 di RSUP H.Adam Malik Medan.

2. Mengetahui frekuensi penderita kanker kolorektal berdasarkan kelompok usia tahun 2015-2017 di RSUP H.Adam Malik Medan.

3. Mengetahui frekuensi penderita kanker kolorektal berdasarkan jenis kelamin tahun 2015-2017 di RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Mengetahui frekuensi penderita kanker kolorektal berdasarkan status pekerjaan tahun 2015-2017 di RSUP. H. Adam Malik Medan.

5. Mengetahui frekuensi penderita kanker kolorektal berdasarkan riwayat keluarga tahun 2015-2017 di RSUP. H. Adam Malik Medan

6. Mengetahui frekuensi penderita kanker kolorektal berdasarkan keluhan utama tahun 2015-2017 di RSUP. H. Adam Malik Medan.

7. Mengetahui frekuensi penderita kanker kolorektal berdasarkan stadium tahun 2015-2017 di RSUP. H. Adam Malik Medan.

8. Mengetahui jenis dan frekuensi gambaran histopatologi penderita kanker kolorektal tahun 2015-2017 di RSUP. H.Adam Malik Medan.

9. Mengetahui frekuensi penderita kanker kolorektal berdasarkan derajat diferensiasi tahun 2015-2017 di RSUP. H. Adam Malik Medan

10. Mengetahui frekuensi penderita kanker kolorektal berdasarkan lokasi kanker tahun 2015-2017 di RSUP. H. Adam Malik Medan.

(17)

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk : 1.4.1 Bagi Peneliti

1. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman meneliti tentang kanker kolorektal dan menerapkan ilmu yang diperoleh saat di bangku kuliah.

2. Memenuhi tugas mata kuliah Community Research Program sebagai prasyarat untuk menyelesaikan program pendidikan Sarjana Kedokteran.

1.4.2 Bagi Masyarakat

1. Diharapkan penelitian ini dapat membantu masyarakat untuk mengatur dan mengubah gaya hidup sehat guna pencegahan dan penurunan angka kejadian kanker kolorektal.

2. Menambah wawasan masyarakat tentang resiko, dampak dan akibat dari kanker kolorektal.

1.4.3 Bagi Institusi

1. Sebagai dasar dalam melakukan tindakan pencegahan, pengobatan kepada masyarakat.

2. Memberikan informasi jumlah usia, jenis kelamin, pekerjaan, stadium, riwayat keluarga, keluhan utama, lokasi kanker, derajat diferensiasi dan jenis histopatologi yang banyak menderita kanker kolorektal.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dalam menulis karya tulis ilmiah serta menambah pengalaman dalam meneliti kanker kolorektal.

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian mengenai kanker kolorektal.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kolon dan Rektum

Usus besar adalah struktur tubular yang berukuran sekitar 30 hingga 40 cm saat lahir dan berukuran sekitar 150 cm pada orang dewasa, atau sekitar seperempat panjang usus kecil. Usus besar dimulai pada katup ileocecal dan berakhir di bagian distal di lubang anus (Gambar 2.1). Usus besar terdiri dari 4 segmen: caecum dan appendix vermiform, kolon (bagian menaik, melintang, dan menurun), rectum, dan lubang anus. Diameter usus besar terbesar di caecum (7,5 cm) dan tersempit di sigmoid (2,5 cm) dan mengembang di bagian rectum, bagian proksimal dari lubang anus (Feldman dan Brandt, 2016).

Panjang usus besar adalah 1,5 m dengan diameter sebesar 6,5 cm, yang meluas dari mulai ileus hingga ke anus. Berada dan melekat pada dinding perut posterior oleh mesokolon yang merupakan lapisan rangkap dari peritoneum.

Struktural dari usus besar terdiri dari empat bagian, yaitu sekum, kolon, rektum dan kanal anus. Bagian yang terbuka dari sekum bergabung dengan sebuah saluran panjang yang disebut kolon (saluran makanan), yang terbagi atas kolon bagian ascending, transverse, descending dan sigmoid. Bagian dari kolon ascending dan descending terletak retroperitoneal sedangkan bagian transverse dan sigmoid terletak intraperitoneal (Tortora et al, 2008).

Kolon bermula sebagai kantong yang mekar dan terdapat appendix vermiformis atau umbai cacing. Appendiks terdiri atas keempat lapisan dinding yang sama seperti usus lainnya, hanya lapisan submukosanya berisi sejumlah besar jaringan limfe, yang dianggap mempunyai fungsi serupa dengan tonsil.

Sebagian terletak di bawah sekum dan sebagian di belakang sekum atau disebut retrosekum. Rektum terletak sekitar 10 cm terbawah dari usus besar, dimulai dari colon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira 3 cm panjangnya.

Saluran ini berakhir pada anus yang terdiri dari otot internal dan external (Evelyn, 2008).

(19)

Gambar 2.1 Makroskopik karakteristik kolon (sumber: netter).

2.2 Histologi Kolon dan Rektum 2.2.1 Kolon

Dinding kolon memiliki lapisan-lapisan dasar yang serupa dengan lapisan yang ada di usus halus. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris, kelenjar intestinal, lamina propria, dan muskularis mukosa. Submukosa di bawahnya mengandung sel dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf.

Muskularis eksterna dibentuk oleh dua lapisan otot polos. Serosa (peritoneum viscerale dan mesenterium) melapisi kolom transversum dan kolom sigmoid.

Kolon tidak memiliki vili atau plika sirkularis, dan permukaan luminal mukosa licin. Di kolon yang tidak melebar, mukosa dan submukosa memperlihatkan banyak lipatan temporer. Di lamina propria dan submukosa kolon dijumpai nodulus limfoid.

(20)

Gambar 2.2 (a) Histologi usus besar: Kolon dan mesenterium (pandangan menyeluruh, potongan transversal). (b) Histologi usus besar: dinding kolon (potongan transversal). Pulasan: Hematoksilin dan eosin. Pembesaran lemah (sumber: diFiore).

Lapisan otot polos di muskularis eksterna kolon mengalami modifikasi.

Lapisan sirkular alan terlihat utuh di dinding kolon, sedangkan lapisan longitudinal luar otot polos dibagi menjadi tiga pita memanjang yang lebar yaitu taenia coli. Lapisan otot longitudinal luar yang sangat tipis, yang sering terputus- putus, dijumpai di antara taenia coli. Sel-sel ganglion parasimpatis pleksus saraf mienterikus (Auerbach) terdapat di antara kedua lapisan otot polos muskularis eksterna. Kolon transversum dn kolon sigmoid melekat pada dinding tubuh melalui mesenterium. Oleh karena itu, serosa menjadi lapisan terluar.

Fungsi utama usus besar adalah mengabsorbsi air dan mineral (elektrolit) dari bahan makanan tidak tercerna yang diangkut dari ileum usus halus dan memadatkan menjadi feses untuk dikeluarkan dari tubuh. Sehubungan dengan fungsi ini, epitel usus besar mengandung sel absorptif kolumnar dan sel goblet

(21)

penghasil mukus, yang menghasilkan mukus untuk melumasi lumen usus besar agar feses mudah lewat.

2.2.2 Rektum

Histologi rektum bagian atas mirip dengan kolon. Epitel permukaan lumen dilapisi oleh sel selapis silindris dengan limbus striatus dan sel goblet.

Kelenjar intestinal, sel adiposa, dan nodulus limfoid di dalam lamina propria serupa dengan yang ada di kolon. Kelenjar intestinal lebih panjang, lebih rapat, dan terisi oleh sel goblet. Di bawah lamina propria adalah muskularis mukosa.

Lipatan longitudinal di rektum bagian atas dan kolon temporer. Lipatan ini memiliki bagian tengah submukosa yang dilapisi oleh mukosa.

Taenia coli di kolon berlanjut ke dalam rektum, tempat muskularis eksterna terdiri atas lapisan otot polos sirkular dalam dan longitudinal luar. Di antara kedua lapisan otot polos terdapat ganglion parasimpatis pleksus mienterikus (Auerbach). Adventisia menutupi sebagian rektum, dan serosa menutupi sisanya. Banyak pembuluh darah ditemukan di submukosa dan adventitia (diFiore, 2008).

Gambar 2.3 Histologi Rektum (pandangan menyeluruh, potongan transversal). Pulasan:

hematoksilin dan eosin. Pembesaran lemah.

(22)

Usus besar terdiri atas membrane mukosa tanpa adanya lipatan kecuali pada bagian distalnya (rektum). Vili usus tidak dijumpai pada usus ini. Kelenjar usus yang berukuran panjang ditandai dengan banyaknya sel goblet, sel absorptif dan sedikit sel enteroendokrin. Di dalam lamina propria, banyak dijumpai sel limfoid dan nodul yang sering kali menyebar sampai ke dalam submukosa.

Banyaknya jaringan limfoid ini berkaitan dengan banyaknya bakteri di dalam usus besar. Muskularis terdiri atas berkas-berkas longitudinal luarnya mengelompok dalam 3 pita longitudinal yang disebut taenia coli. Pada kolon bagian intraperitoneal, lapisan/ tunika serosa ditandai dengan tonjolan kecil yang terdiri atas jaringan lemak, yaitu apendiks epiploika. Di daerah anus, membran mukosa membentuk sederetan lipatan memanjang, yaitu kolumna rektalis Morgagni (Junqueira, 2007).

2.3 Fisiologi Kolon dan Rektum

Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum membentuk kantong buntu di bawah pertemuan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum. Tonjolan kecil seperti jari di dasar sekum adalah apendiks, suatu jaringan limfoid yang mengandung limfosit. Kolon, yang membentuk sebagian besar usus besar, tidak bergelung seperti usus halus tetapi terdiri dari tiga bagian yang relatif lurus kolon asenden, kolon transversum, dan kolon desenden.

Bagian terakhir kolon desenden berbentuk S, membentuk kolon sigmoid (sigmoid artinya berbentuk S), dan kemudian melurus untuk membentuk rektum (berarti lurus) (Sherwood, 2001).

Fungsi utama dari kolon adalah menyerap air dan elektrolit dari kimus menjadi bentuk padat feses dan menyimpan feses sampai bisa dieksresikan.

Sekitar 1500 ml kimus biasanya melewati katub iliosaekal menuju usus besar setiap hari. Kebanyakan air dan elektrolit dalam kimus ini diserap di dalam kolon, biasanya hanya meninggalkan sekitar 100ml dari cairan yang akan dieksresikan ke dalam feses. Pada pokoknya semua ion diserap dan hanya meninggalkan 1 hingga 5 miliequivalen setiap ion sodium dan klorida di dalam feses. Kebanyakan

(23)

penyerapan di usus besar terjadi di pertengahan proksimal dari kolon, sehingga dapat disebut juga kolon penyerapan (Guyton, 2006).

Defekasi biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunteer yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glottis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen yang membantu mendorong tinja. Jika defekasi ditunda terlalu lama dapat terjadi konstipasi. Ketika isi kolon tertahan lebih lama daripada normal, H2O yang diserap dari tinja meningkat sehingga tinja menjadi kering dan keras. Variasi normal frekuensi defekasi di antara individu berkisar dari setiap makan hingga sekali seminggu. Ketika frekuensi berkurang melebihi apa yang normal bagi yang bersangkutan dapat terjadi konstipasi. Gejala-gejala yang terkait mencakup rasa tidak nyaman di abdomen, nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan yang kadang disertai mual dan depresi mental.

Kemungkinan penyebab tertundanya defekasi yang dapat menimbulkan konstipasi mencakup (1) mengabaikan keinginan untuk buang air besar; (2) berkurangnya motilitas kolon karena usia, emosi atau diet rendah serat; (3) obstruksi pergerakan massa oleh tumor lokal atau spasme kolon; dan (4) gangguan refleks defekasi, misalnya karena cedera jalur-jalur syaraf yang terlibat (Sherwood, 2001).

2.4 Kanker kolorektal 2.4.1 Definisi

Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal atau tumbuh di dalam saluran usus besar (kolon) dan atau rektum (Sander, 2012).

Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan atau rektum (bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus) (IKABDI, 2014). Kanker kolorektal adalah neoplasma yang berasal dari permukaan luminal usus besar. Lokasi termasuk kolon desenden (40% hingga 42%), rektosigmoid dan rektum (30% hingga 33%), sekum dan kolon asenden (25% hingga 30%), dan kolon transversal (10%

hingga 13%) (Ferri, 2018).

(24)

Menurut American Cancer Society (2017), kanker kolorektal adalah kanker yang dimulai di usus besar atau rektum. Kanker ini juga bisa dinamakan kanker usus besar atau kanker rektum, tergantung darimana kanker berasal.

Kanker usus besar dan kanker rektum sering dikelompokkan bersama karena keduanya memiliki banyak ciri yang sama.

Secara fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu juga diatur oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila pada individu terjadi apoptosis yang berlebihan, maka individu tersebut akan mengalami kemunduran fungsi dari suatu sistem organ yang dapat menimbulkan suatu penyakit. Demikian juga halnya bila terjadi proliferasi sel secara berlebihan, maka akan terjadi massa tumor atau malignansi (Sudiana, 2008).

Ada beberapa betuk adaptasi sel terhadap stres, yang dimaksud diantaranya adalah Hipertrofia: Meningkatnya ukuran sel yang mengakibatkan organ bertambah besar. Hiperplasia: Penambahan jumlah sel untuk merespons hormon dan faktor pertumbuhan lain; terjadi pada jaringan yang memunyai sel yang mampu membela atau mempunyai persediaan cukup sel punca. Atrofia : Menurunnya ukuran sel akibat hilangnya substansi sel. Metaplasia: perubahan reversibel yaitu satu jenis sel dewasa digantikan oleh sel dewasa jenis lain (Kumar et al, 2012).

Suatu tumor dikatakan jinak (benign) apabila tumor tersebut akan tetap terlokalisasi, tidak dapat menyebar ke tempat lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal; pasien umumnya selamat. Namun, perlu dicatat bahwa tumor jinak dapat menimbulkan kelainan yang lebih dari sekadar benjolan lokal, dan kadang-kadang tumor jinak menimbulkan penyakit serius. Tumor ganas (malignan) disebut juga kanker. Ganas, apabila diterapkan lesi dapat menyerbu dan merusak struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastasis) serta menyebabkan kematian. (Kumar et al, 2012).

2.4.2 Epidemiologi

Secara epidemiologis kejadian kanker kolorektal di dunia mencapai urutan keempat, dimana jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan

(25)

dengan perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000 penduduk (Sudoyo, 2009). Pada tahun 2011 diestimasikan bahwa sekitar 141,210 kasus baru dan 49,380 kematian terjadi akibat kanker kolorektal di Amerika Serikat. Sekitar 72% kasus tersebut 9terjadi pada bagian kolon dan 28% pada rektum (SEER, 2013). Dari data yang dikeluarkan oleh International Agency for research on Cancer pada tahun 2013, berdasarkan GLOBOCAN 2012 terjadi peningkatan sebanyak 14,1 juta kasus baru kanker di dunia dengan 1,4 juta atau 9.7% didiagnosis sebagai kanker kolorektal.

Kanker kolorektal merupakan kanker urutan ketiga terbanyak menyerang pria setelah kanker prostat dan kanker paru dengan persentase 10,0% serta penyebab kematian keempat pada pasien kanker pria setelah kanker paru, kanker hepar, kanker lambung dengan presentase 8% per 100.000 penduduk dunia. Selain itu, kanker kolorektal menjadi kanker kedua terbanyak pada wanita dengan persentase 9,2% setelah kanker payudara dan menjadi penyebab kematian ketiga dengan presentase 9% setelah kanker payudara dan kanker paru (Globocan, 2012).

2.4.3 Etiologi

Etiologi kanker usus besar sama seperti kanker lain belum jelas hingga kini, tapi sudah diperhatikan adanya kaitan dengan faktor berikut ini.

1. Hereditas

Risiko terkena kanker usus besar untuk masyarakat umum adalah 1/50, risiko terkena kanker bagi generasi pertama pasien meningkat 3 kali menjadi 1/17, jika dalam keluarga generasi pertama terdapat 2 orang penderita, risikonya naik menjadi 1/6. Sifat herediter familial ini pada kanker kolon lebih sering ditemukan dibandingkan kanker rektum.

2. Faktor diet

Umumnya dianggap tingginya masukan protein hewani, lemak dan rendanya serat makanan merupakan faktor insiden tinggi kanker usus besar.

Masukan tinggi lemak, sekresi empedu juga banyak, hasil uraian asam empedu juga banyak, aktivitas enzim bakteri anaerob dalam usus juga meningkat, sehingga karsinogen, pemacu karsinogenesis dalam usus juga bertambah mengarah ke timbulnya kanker usus besar. Misalnya bakteri anaerob Bacillus

(26)

fusiformis dapat mengubah asam deoksikolat menjadi 3-metilkolatren yang sudah terbukti merupakan karsinogen.

3. Kelainan usus besar non karsinoma

Seperti kolitis ulseratif kronis, poliposis, adenoma, dan lainnya.

Diperkirakan sekitar 3-5% pasien kolitis ulseratif setelahnya timbul kanker usus besar. Riwayat kolitis ulseratif 20 tahun, probabilitas kejadian kanker 12,5%; 30 tahun mencapai 40%. Ada yang berpendapat sekitar 15-40% karsinoma kolon berawal dari poliposis kolon, riwayat penyakit prekanker selama 5-20 tahun.

Adenoma dapat berubah ganas, adenoma berdiameter 1 cm berubah ganas 0,9%, bila diameter 2,5cm ke atas terdapat 12% berubah ganas.

4. Parasitosis

Data dari China menunjukkan sekitar 10,8-14,5% penyakit skistomiasis lanjut berkomplikasi menjadi kanker usus. Di Mesir, kanker usus besar disertai skistosomiasis mansoni menempati 12,5-17,34%.

5. Lainnya

Misalnya faktor lingkungan berkaitan dengan kanker usus besar, di daerah defisiensi molibdenum kejadian kanker usus besar banyak, pekerja asbes juga banyak menderita kanker usus besar. Kebiasaan defekasi, volume fekal, bakteri usus dan hubungannya dengan kanker usus besar dicurigai dapat berpengaruh (Japaries, 2017)

2.4.4 Faktor Risiko

Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan risiko terjadinya kanker kolorektal; faktor risiko dibagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Termasuk di dalam faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat kanker kolorektal atau polip adenoma individu dan keluarga, dan riwayat individu penyakit inflamasi kronis pada usus. Yang termasuk di dalam faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah inaktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah, merokok dan konsumsi alkohol sedang-sering.

• Faktor genetik

(27)

Sekitar 20% kasus kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga. Anggota keluarga tingkat pertama (first-degree) pasien yang baru didiagnosis adenoma kolorektal atau kanker kolorektal invasif memiliki peningkatan risiko kanker kolorektal. Kerentanan genetik terhadap kanker kolorektal meliputi sindrom Lynch (atau hereditary nonpolpyposis colorectal cancer [HNPCC]) dan familial adenomatous polyposis. Oleh karena itu, riwayat keluarga perlu ditanyakan pada semua pasien kanker kolorektal.

• Keterbatasan aktivitas dan obesitas

Aktivitas fisik yang tidak aktif atau “physical inactivity” merupakan sebuah faktor yang paling sering dilaporkan sebagai faktor yang berhubungan dengan kanker kolorektal. Aktivitas fisik yang reguler mempunyai efek protektif dan dapat menurunkan risiko kanker kolorektal sampai 50%. American Cancer Society menyarankan setidaknya aktivitas fisik sedang (misal: jalan cepat) selama 30 menit atau lebih selama 5 hari atau lebih setiap minggu. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan kelebihan berat badan yang juga merupakan sebuah faktor yang meningkatkan risiko kanker kolorektal.

• Diet

Beberapa studi, termasuk studi yang dilakukan oleh American Cancer Society menemukan bahwa konsumsi tinggi daging merah dan/atau daging yang telah diproses meningkatkan risiko kanker kolon dan rektum. Risiko tinggi kanker kolorektal ditemukan pada individu yang mengonsumsi daging merah yang dimasak pada temperatur tinggi dengan waktu masak yang lama. Selain itu, individu yang mengkonsumsi sedikit buah dan sayur juga mempunyai faktor risiko kanker kolorektal yang lebih tinggi.

• Merokok dan alkohol

Banyak studi telah membuktikan bahwa merokok tobako dapat menyebabkan kanker kolorektal. Hubungan antara merokok dan kanker lebih kuat pada kanker rektum dibandingkan dengan kanker kolon. Konsumsi alkohol secara sedang dapat meningkatkan risiko karsinoma kolorektal. Individu dengan rata-rata 2-4 porsi alkohol per hari selama hidupnya, mempunyai 23% risiko lebih tinggi

(28)

karsinoma kolorektal dibandingkan dengan individu yang mengkonsumsi kurang dari satu porsi alkohol per hari (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

Menurut Arifputera et al (2014) faktor resiko terjadinya kanker kolorektal, seperti berikut.

• Usia : insidensi meningkat setelah usia 50 tahun

• Jenis kelamin: karsinoma rektum lebih banyak terjadi pada laki-laki, sedangkan karsinoma kolon lebih banyak pada perempuan

• Genetik : 80% kanker kolorektal terjadi sporadis dan 20% terjadi pada pasien dengan riwayat keluarga kanker kolorektal

• Lingkungan dan makanan: konsumsi tinggi lemak hewani (polyunsaturated fats) dan rendah serat, obesitas, gaya hidup sedenter.

• Riwayat kolitis : pankolitis ulseratif, penyakit Chron.

• Faktor risiko lain : merokok, ureterosigmoidostomi, akromegali.

Gambar 2.4 Risiko Relatif untuk faktor risiko kanker kolorektal. (sumber: colorectal cancer facts and figures 2017-2019, American Cancer Society).

(29)

2.4.5 Lokasi Kanker

Embriologi usus besar berasal dari usus tengah dan usus belakang. Bagian traktus digestivus yang berasal dari usus tengah dimulai dari duodenum tepat di sebelah distal muara duktus biliaris dan berlanjut ke tautan dua pertiga proksimal kolon trasnversum dengan sepertiga distalnya. Bagian traktus digestivus yang embriologinya berasal dari usus tengah mendapatkan perdarahan yang berasal dari arteri mesenterika superior. Sepertiga distal kolon transversum, kolon descenden, kolon sigmoid, rektum dan bagian atas kanalis analis berasal dari usus belakang dan mendapatkan perdarahan dari arteri mesenterika inferior. Berdasarkan embriologi inilah kolon dapat dibagi menjadi 2, yaitu kolon kanan yang terdiri dari caecum, kolon ascenden, fleksura hepatika dan dua pertiga proksimal kolon transversum serta kolon kiri yang terdiri dari sepertiga distal kolon transversum, fleksura lienalis, kolon descenden, kolon sigmoid dan rektum (Sadler, 2012).

Menurut lokasi, kanker kolorektal dapat diklasifikasikan menjadi kanker kolon kanan, kanker kolon kiri, dan kanker rektum. Lokasi tumor pada kanker kolorektal mempengaruhi gejala klinis pada pasien (Riwanto et al, 2012).

Lokasi dan konfigurasi tumor berdampak pada prognosis kanker kolorektal. Tumor yang berada di bawah peritoneal reflection (kanker kolon kiri) memiliki 5-year survival rate lebih buruk daripada yang berada disebelah proksimalnya (kanker kolon kanan) karena pada kolon kiri dan rektum lebih sering terjadi obstruksi daripada kolon kanan. Prognosis lebih buruk berhubungan dengan vaskularisasi dan aliran limpatik serta diferensiasi dari tumor (Sack, 2000).

2.4.6 Patogenesis

Perjalanan penyakit dari kanker kolorektal terjadi akibat perubahan pada gen kunci pengatur pertumbuhan, yaitu APC, tp53, TGF-β Tumor-Suppressor Pathway (gen penekan tumor).

a. APC

Kanker kolorektal terjadi akibat banyak perubahan genetik, tetapi jalur sinyal tertentu telah secara jelas dipilih sebagai faktor kunci dalam pembentukan

(30)

tumor. Aktifasi dari jalur sinyal Wnt menjadi awal dari kejadian kanker kolorektal. APC merupakan komponen dari kompleks degradasi protein β-catenin yaitu proteolisis. Mutasi kanker kolorektal yang paling sering adalah menginaktifasi gen-gen yang mengkode protein APC. Akibat ketidakberadaan fungsi APC, Wnt memberi sinyal secara tidak wajar. Mutasi dari gen APC menyebabkan poliposis adenomatous familial, hampir 100% karier dari gen ini merupakan resiko dari kanker kolorektal pada usia 40 tahun.

b. Tp53

Inaktifasi dari jalur p53 akibat mutasi dari TP 53 merupakan kunci genetik kedua dari tahapan kanker kolorektal. Pada kebanyakan tumor, dua alel Tp53 diinaktifasi, biasanya oleh kombinasi dari mutasi missense yang menginaktifasi aktivitas transkripsi p53 dan delesi kromosom 17p yang mengeliminasi alel kedua Tp53. Inaktifasi dari TP53 sering terjadi dengan transisi dari adenoma besar menjadi karsinoma invasif. Pada kebanyakan kanker kolorektal dengan mismatch dan kerusakan proses perbaikan, aktivitas dari jalur p53 berkurang oleh mutasi pada BAX yang merupakan penginduksi dari apoptosis.

c. TGF-β Tumor-Suppressor Pathway

Mutasi dari sinyal TGF-β merupakan tahap ketiga dari progresi kanker kolorektal. Mutasi somatik menginaktifasi TGFBR2 sekitar sepertiga dari kanker kolorektal. Kurang lebih setengah dari semua kanker kolorektal dengan gangguan perbaikan tipe wild, sinyal dari TGF-β dihancurkan oleh inaktifasi mutasi missense pada domain TGFBR2 kinase. Mutasi yang menginaktifasi jalur TGF-β terjadi dengan transisi dari adenoma ke high grade dysplasia atau karsinoma (Markowitz dan Bertagnolli, 2009).

Berikut merupakan jalur-jalur gen pengatur pertumbuhan yang ditunjukkan oleh gambar berikut.

(31)

Gambar 2.5 Jalur gen-gen dan faktor pertumbuhan yang mengontrol progresi dari kanker kolorektal (Molecular Basis of Colorectal, N Engl J Med).

2.4.7 Manifestasi Klinis

Menurut Japaries (2017) kanker kolorektal dibagi menjadi dua stadium yaitu:

1. Stadium dini

a. Tanda iritasi usus dan perubahan kebiasaan defekasi: sering buang air besar, diare atau obstipasi, kadang kala obstipasi dan diare bergantian, tanesmus, anus turun tegang, sering terdapat nyeri samar pada abdomen.

Pada pasien lansia, hal ini sukar disadari karena tubuh mulai kurang sensitif terhadap nyeri. Sehingga kadang kala setelah terjadi perforasi tumor, peritonitis baru merasakan nyeri dan berobat.

b. Hematokezia: pasien sering mengeluhkan adanya bercak darah saat buang air besar, berwarna merah segar atau merah gelap, biasanya tidak banyak dan intermitten.

(32)

c. Ileus: Merupakan tanda lanjut dari kanker kolon. Ileus kolon sisi kiri sering ditemukan. Kanker kolon tipe ulseratif atau hiperplastik menginvasi ke sekitar dinding usus membuat lumen usus menyempit hingga ke ileus, sering berupa ileus mekanik nontotal kronis, mula-mula timbul perut kembung, rasa tak enak perut, lalu timbul sakit perut intermitten, borborigmi, obstipasi atau feses menjadi kecil-kecil bahkan tak dapat buang angin atau feses. Sedangkan ileus akut umumnya disebabkan karsinoma kolon tipe infiltratif. Tidak jarang terjadi intussusepsi dan ileus karena tumor pada lansia, maka pada lansia dengan intususepsi harus memikirkan kemungkinan karsinoma kolon. Pada ileus akut maupun kronik, gejala muntah tidak menonjol, bila terdapat muntah, mungkin usus kecil (khususnya proksimal) sudah terinvasi tumor.

d. Massa abdominal: ketika tumor tumbuh hingga batas tertentu, di daerah abdomen dapat diraba adanya massa, sering diemukan pada kolon belahan kanan. Pasien lansia umumnya berat badan menurun, dinding abdomen relatif longgar, massa mudah diraba. Pada awalnya massa bersifat mobile, setelah menginvasi sekitar menjadi terfiksasi.

e. Anemia, berat badan menurun, demam, astenia dan gelaja toksik sistemik lain. Karena pertumbuhan tumor menghabiskan nutrisi tubuh, perdarahan kronis jangka panjang menyebabkan anemia, dan infeksi sekunder tumor menyebabkan demam dan gejala toksik.

2. Stadium lanjut

Selain gejala lokal tersebut di atas, pada fase akhir progresi kanker usus besar timbul gejala stadium lanjut yang sesuai. Misal, invasi luas tumor dalam kavum pelvis menimbulkan nyeri daerah lumbosakral, iskialgia dan neuralgia daerah obturatoria; ke anterior menginvasi mukosa vagina dan vesika urinaria menimbulkan perdarahan per vaginam atau hematuria, bila parah dapat timbul fistel rektovaginal, fistel rektovesikal; obstruksi ureter bilateral menimbulkan anuria, uremia; tekanan pada uretra menimbulkan retensi urin; asites, hambatan saluran limfatik atau tekanan pada vena iliaka menimbulkan udem tungkai, skrotal, labial; perforasi menimbulkan peritonitis akut, abses abdomen; metastasis

(33)

jauh seperti ke hati menimbulkan hepatomegali, ikterus, asites; metastasis ke paru menimbulkan batuk, nafas memburu, hemoptisis; metastasis ke otak dapat menyebabkan koma. Akhirnya dapat timbul kakeksia, kegagalan sistemik (Japaries, 2017).

Gejala klinis kanker kolorektal pada lokasi tumor di kolon kiri berbeda dengan kanan. Tumor di kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi karena feses sudah menjadi padat. Tumor pada kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi, semakin distal letak tumor feses semakin menipis atau seperti kotoran kambing atau lebih cair disertai darah atau lendir.

Pada kanker kolon kanan jarang terjadi stenosis karena feses masih cair. Gejala umumnya adalah dispepsia, kelemahan umum penurunan berat badan dan anemia.

Pada kanker di kolon kanan didapatkan massa di perut kanan bawah. Selain itu, nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang dirasa nyeri berbeda karena asal embriogenik yang berlainan. Nyeri dari kolon kiri bermula di bawah umbilikus, sedangkan dari kolon kanan di epigastrium (Riwanto et al).

Menurut American Cancer Society (2017) beberapa gejala klinis kanker kolorektal, yaitu:

• Pendarahan dari rektum

• Darah pada tinja

• Kotoran hitam atau gelap

• Perubahan kebiasaan buang air besar atau bentuk tinja (misalnya, ukuran lebih kecil dari biasanya)

• Kram atau ketidaknyamanan di perut bagian bawah

• Dorongan untuk buang air besar ketika usus kosong

• Konstipasi atau diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari

• Nafsu makan menurun

• Penurunan berat badan yang tidak disengaja

2.4.8 Diagnosis

Diagnosis untuk kanker kolorektal dapat ditegakkan dengan cara berikut ini:

(34)

1. Keluhan utama dan pemeriksaan klinis:

− Perdarahan per-anum dengan peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare selama ≥6 minggu;

− Perdarahan per-anum tanpa gejala anal pada usia ≥60 tahun;

− Peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama ≥6 minggu pada usia

≥60 tahun;

− Teraba masa pada fossa iliaka dekstra;

− Ada massa intra-luminal di dalam rektum;

− Terdapat tanda-tanda obstruksi mekanik usus;

− Setiap pasien dengan anemia defisiensi besi dengan hemoglobin < 11 g% pada pria dan hemoglobin < 10 g% pada wanita pascamenopause;

2. Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah:

− Keadaan tumor: Lesi pada dinding rektum dan letak bagian terendah tumor terhadap cincin anorektal, serviks uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os coccygis. Pada wanita sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau ada perlekatan dan ulserasi untuk menilai batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan colok dubur.

− Mobilitas tumor: Penting untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini umumnya masih dapat digerakkan pada lapisan otot dinding rektum, sedangkan lesi yang sudah lebih lanjut umumya terfiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.

− Ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas, bawah, dan sirkuler (IKABDI, 2014).

3. Endoskopi

Sekitar 70-75% kanker usus besar terletak di dalam jarak 25% dari tepi anus, dapat dibantu dengan pemeriksaan sigmoidoskopi. Pada waktu pemeriksaan

(35)

dapat dilakukan pula biopsi dan juga apusan untuk sediaan bagi pemeriksaan sitologi.

4. USG

Lesi metastatik hati di atas 1 cm dapat ditemukan lewat pemeriksaan USG, pemeriksaan ini harus dijadikan salah satu pemeriksaan rutin dalam tindak lanjut sebelum dan pasca operasi. USG intraoperatif untuk menemukan lesi metastatik hati yang tak teraba, sangat berguna untuk mengarahkan reseksi bedah. USG intrakavital dapat secara jelas menampilkan struktur dinding usus dan jaringan organ sekitar, membantu dalam menilai kedalaman dan lingkup invasi kanker rektum ke dinding usus, arah penyebaran dan derajat terkenanya organ sekitar.

Gambaran USG kanker rektum berupa area hipodens atau relatif hipodens dengan batas tidak beraturan.

5. CT dan MRI

CT dan MRI sulit untuk membedakan lesi jinak dan ganas, kelebihan utama pemeriksaan ini adalah menunjukkan situasi terkenanya jaringan seitar, ada tidaknya metastasis kelenjar limfe atau organ jauh, sehingga membantu dalam penentuan stadium klinis dan perkiraan operasi. Pemeriksaan ini juga peka dalam menemukan massa dalam kavum pelvis, berguna dalam diagnosis rekurensi pasca operasi karsinoma rektal.

6. Biomarker tumor

Antigen karbohidrat 19-9 (CA19-9) dan antigen karsinoembrionik (CEA), keduanya bukan antigen spesifik kanker usus besar. Namun pemeriksaan biomarker ini dapat berpengaruh dalam mengestimasi prognosis, monitor efek terapi dan rekurensi pasca operasi. Misal, pemeriksaan kadar CA19-9 atau CEA sebelum terapi tinggi, namun setelah terapi menurun, pertanda terapi tersebut efektif. Sebaliknya bila pasca operasi kadar CA19-9 atau CEA pasien meninggi pertanda terdapat kemungkinan rekurensi atau metastasis, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk konfirmasi diagnosis (Japaries, 2017).

7. Double-contrast Barium Enema

Double- contrast barium enema (DCBE) juga disebut dengan air-contrast barium enema atau barium enema dengan kontras udara. Pada dasarnya alat ini

(36)

merupakan jenis dari pemeriksaan X-ray. Barium sulfat, yang merupakan cairan yang pucat seperti kapur dan udara digunakan untuk menggambarkan bagian terdalam dari kolon dan rektum untuk melihat area abnormal pada x-ray. Jika 28 Universitas Sumatera Utara bagian yang dicurigai terlihat pada pemeriksaan, kolonsokopi dibtuhkan untuk eksplorasi lebih lanjut.

8. Biopsi

Biasanya jika suspek kanker kolorektal ditemukan pada pemeriksaan diagnostik, dilakukan biopsi saat kolonoskopi. Pada biopsi, dokter akan menyingkirkan bagian kecil dari jaringan dengan alat khusus yang dilewati melalui scope. Dapat tejadi perdarahan setelah tindakan ini, tetapi berhenti dalam periode waktu yang singkat. Sangat jarang, bagian kolon membutuhkan operasi pengangkatan untuk menegakkan diagnosis (American Cancer Society, 2017).

2.4.9 Stadium

Estimasi paling baik dalam prognosis kanker kolorektal yang berhubungan dengan perluasan anatomi penyakit adalah pemeriksaan patologi dari reseksi spesimen. Staging dari kanker kolorektal relatif lurus ke depan. Pada mulanya staging menggunakan klasifikasi Dukes, dimana pasien dikategorikan menjadi tiga kategori (stages A, B, C). Kemudian dilakukan modifikasi oleh Astler-Coller mejadi empat kategori (stage: D). Gunderson & Sosin memodifikasi kembali pada tahun 1978. Yang terbaru adalah sistem TNM oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) yang mengelompokkan menjadi empat stage (stage I-IV) yang ditunjukkan untuk tabel 2.1 (Fleming, 2012).

Tingkat anatomi penyakit pada presentasi (stadium) adalah prediktor terkuat untuk bertahan hidup bagi pasien dengan kanker kolorektal dan membentuk dasar manajemen pasien yang tepat. Sistem pementasan tumor, nodus, metastasis (TNM) dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan International Union Against Cancer dianggap standar internasional untuk pementasan karsinoma kolorektal. Dalam sistem TNM, penunjukan "T" mengacu pada tingkat lokal tumor primer yang tidak diobati, "N" ke status kelenjar getah

(37)

bening regional, dan "M" ke penyakit metastasis jauh pada saat diagnosis dan pemeriksaan awal (Niederhuber et al, 2016).

Tabel 2.1 Stadium dan survival rate kanker kolorektal

Surgical Stage and Survival Rate in Colorectal Cancer AJCC/UICC CANCER

STAGING* CS OMPARISON

5-Year

Regiona

l Distant

Compariso n

Surviva l AJCC/UIC

C

Tumo r

Lymph Nodes

Metastase

s Dukes Astler, Collier SEER§ Rates

Stage 0 Tis N0 M0 Limited to mucosa In situ

Stage I T1 N0 M0 Dukes A

Extending into submucosa

Localize

d 93.2

T2 N0 M0 Dukes A

Extending into muscularis

Localize d

propria

Stage IIA T3 N0 M0 Dukes B

Extending through muscularis

Regiona

l 84.7

propria

Stage IIB T4A N0 M0 Dukes B

Extension through bowel wall

Regiona

l 72.2

Stage IIC T4B N0 M0 Dukes B

Extension through bowel wall

Regiona l

Stage III Any T N1-2 M0 Dukes C

Limited to or extension

Regiona

l -

through bowel wall with

involved lymph nodes (LNs)

Stage IIIA T1, T2 N1 M0 Dukes C

Limited to bowel wall with

Regiona

l 83.4

involved LNs

T1 N2a M0 Dukes C

Limited to bowel wall with

Regiona l

involved LNs

Stage IIIB T3, T4 N1 M0 Dukes C

Extension through bowel wall

Regiona

l 64.1

with involved LNs

T2-T3 N2a M0 Dukes C

Limited to or extension

Regiona l

through bowel wall with

involved LNs

T1-T2 N2b M0 Dukes C

Limited to bowel wall with

Regiona l

involved LNs

Stage IIIC T4a N2a M0 Dukes C

Extension through bowel wall

Regiona

l 44.3

with involved LNs

T3-T4a N2b M0 Dukes C

Extension through bowel wall

Regiona l

with involved LNs

T4b N1-2 M0 Dukes C

Extension through bowel wall

Regiona l

with involved LNs

Stage IV Any T Any N M1 Distant metastases Distant 8.1

Stage IVA Any T Any N M1a Distant metastases Distant

Stage IVB Any T Any M M1b Distant metastases Distant

(38)

Gambar 2.6 Klasifikasi stadium kanker usus besar menurut Dukes. Tahapan B3 dan C3 (tidak ditunjukkan) menandakan perforasi atau invasi organ atau struktur yang berdekatan (Niederhuber et al, 2016)

T (Tumor) = tumor primer

TX – tumor primer tidak dapat dinilai.

T0 – tidak ada bukti tumor primer.

Tis – karsinoma in situ: tumor terbatas intraepitelial atau invasi dari lamina propria.

T1 – tumor menginvasi hingga ke submukosa.

T2 – tumor menginvasi hingga ke muskularis propria.

T3 – tumor menginvasi melalui muskularis propria ke subserosa.

T4 – invasi langsung tumor ke organ-organ lain atau struktur-struktur dan/atau perforasi peritoneum visceral.

N (Nodus) = Nodus Limfe Regional

NX – kondisi kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai.

N0 – tidak ada metastasis kelenjar limfe regional.

N1 – metastasis 1-3 buah kelenjar limfe regional.

N2 – metastasis >4 buah kelenjar limfe regional.

M (Metastasis) = penyebaran

MX – tidak dapat menilai ada tidaknya metastasis

(39)

M0 – tidak ada metastasis.

M1 – terdapat metastasis.

Gambar 2.7 Sistem klasifikasi berdasarkan tumor, nodus, dan metastasis (Niederhuber et al, 2016)

2.4.10 Histopatologi

Klasifikasi histologis kanker kolorektal yang diterima secara internasional yang diusulkan oleh World Health Organization (Tabel 2.2) direkomendasikan oleh College of American Pathologists (CAP). Menurut klasifikasi ini, mayoritas kanker kolorektal adalah adenokarsinoma tanpa tipe khusus. Subkelompok khusus perlu diperhatikan karena mereka mungkin terkait dengan genotipe dan prognosis tertentu. Penilaian kolorektal kolorektal, secara keseluruhan, didasarkan pada fitur arsitektur dan fitur sitologi (misalnya, pleomorfisma, hiperkromatisme, dan produksi musin), tetapi tingkat pembentukan kelenjar secara luas dianggap sebagai fitur yang paling penting dalam penilaian. Sebagian besar sistem stratifikasi tumor menjadi tiga kelas: kelas 1 (terdiferensiasi dengan baik), kelas 2 (cukup terdiferensiasi), dan tingkat 3 (kurang terdiferensiasi) (Niederhuber et al, 2016).

(40)

Untuk gambaran tipe histologi, secara internasional klasifikasi histopatologi untuk tumor kolorektal menggunakan klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) yang ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut ini (Iacobuzio-Donahue dan Montgometry, 2012).

Gambar 2.8 Klasifikasi kanker kolorektal menurut World Health Organization (WHO)

Histopathologic Types of Colorectal Carcinoma Recognized by the World Health Organization

Adenocarcinoma

Mucinous adenocarcinoma Signet ring carcinoma Small cell carcinoma Adenosquamous carcinoma Squamous cell carcinoma Undifferentiated carcinoma

Karsinoma kolon secara karakteristik adalah bentuk adenokarsinoma kelenjar moderate differentiated sampai well-differentiated dan menyekresikan sejumlah variabel mucin. Mucin, glikoprotein dengan berat molekul-tinggi, adalah produk utama yang disekresikan oleh kelenjar normal dan neoplastik usus besar dan dapat dilihat terbaik dengan pewarnaan histokimia seperti Periodic Acid – Schiff (PAS). Pada tumor dengan poorly differrentiated (lihat Gambar 2.8) pembentukan kelenjar dan produksi musin ada tetapi kurang menonjol (Feldman dan Brandt, 2016).

Secara keseluruhan, distribusi adenokarsinoma merata di seluruh panjang usus besar. Tumor di dalam kolon proksimal sering tumbuh sebagai massa polypoid, eksofitik yang membentang di sepanjang salah satu dinding caecum dan kolon ascenden. Tumor ini jarang menyebabkan obstruksi. Sebaliknya, karsinoma pada kolon distal cenderung berbentuk lesi annular yang menghasilkan konstriksi

“napkin-ring” dan penyempitan luminal, kadang-kadang menyebabkan obstruksi.

Keduanya tumbuh ke dinding usus dari waktu ke waktu. Karakteristik mikroskopis umum adenokarsinoma kolon kanan dan kiri mirip. Sebagian besar

(41)

tumor terdiri dari sel-sel kolumnar yang menyerupai epitelium displastik yang ditemukan di adenoma (Gambar 2.9 A). Komponen invasif tumor ini memunculkan respon desmoplastik stromal yang kuat, yang bertanggung jawab atas konsistensi yang khas. Beberapa tumor yang poorly differentiated membentuk beberapa kelenjar (Gambar 2.9 B). Lainnya menghasilkan mucin yang terakumulasi di dalam dinding usus, dan ini terkait dengan prognosis yang buruk. Tumor juga dapat tersusun dari sel-sel signet-ring yang mirip dengan kanker lambung (Gambar 2.9 C) atau mengambarkan ciri dari diferensiasi neuroendokrin (Abbas, 2015).

Gambar 2.9. Histopatologi adenokarsinoma kolon. A, Adenocarsinoma yang terdiferensiasi dengan baik. Bagian-bagian yang diwarnai dengan H&E menunjukkan kelenjar-kelenjar neoplastik yang penuh mengandung jumlah mucin yang bervariasi. B, Adenocarsinoma dengan diferensiasi buruk (Feldman dan Brandt, 2016).

Gambar 2.10. Gambaran histopatologi kanker kolorektal. (A) Adenokarsinoma well-differentiated.

Perhatikan nuklei yang memanjang dan hiperkromatik. Debris nekrotik yang ada di kelenjar lumen adalah khas. (B) Adenokarsinoma poorly differentiated membentuk beberapa kelenjar tetapi sebagian besar terdiri dari kumpulan infiltrasi sel-sel tumor. (C) Adenokarsinoma mucinous dengan sel-sel signet-ring dan mucin ekstraseluler (Abbas, 2015)

(42)

2.4.11 Tatalaksana

Kemoprevensi. Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan penurunan mortalitas kanker kolorektal. Beberapa OAIN seperti sulindoc dan celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial Adenomatous polyposis). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan resiko kanker di kalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pemeberian aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker kolorektal sporadik masih lemah.

Terapi adjuvan. Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalam rekurensi. Kemoterapi adjuvan diberikan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker kolorektal setelah operasi. Pasien Dukes A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi adjuvan. Pasien kanker kolorektal Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor (disease free interval). Kemoterapi adjuvan tidak berpengaruh pada kanker kolorektal Dukes B (Abdullah, 2014).

Tindakan Operasi. Mayoritas pasien dengan kanker kolon stadium I dan II menjalani kolektomi parsial atau total, sementara sekitar dua pertiga dari mereka dengan kanker kolon stadium III (juga beberapa dengan penyakit stadium II) menerima kemoterapi selain kolektomi untuk menurunkan risiko kekambuhan.

Untuk pasien dengan kanker rektal, proctectomy atau proctocolectomy adalah perawatan yang paling umum untuk penyakit stadium I, dan sekitar setengahnya juga menerima radiasi dan/atau kemoterapi. Kanker rektum stadium II dan III ditatalaksana dengan kemoterapi neoadjuvant plus radiasi. Kolostomi (biasanya sementara) lebih sering diperlukan selama operasi untuk pasien dengan kanker rektum daripada untuk mereka yang menderita kanker kolon. Kemoterapi adalah pengobatan utama untuk kanker rektum stadium IV (Miller et al, 2016).

2.4.12 Pencegahan

Peran deteksi dini dan diagnosis pada pengelolaan kanker kolorektal adalah untuk meningkatnya ketahanan hidup, menurunnya tingkat morbiditas, dan

(43)

mortalitas pasien kanker kolorektal. Indikasi deteksi dini kanker kolorektal adalah sebagai berikut.Yang termasuk resiko sedang adalah:

1) Pasien berusia ≥50 tahun;

2) Pasien yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal atau inflammatory bowel disease;

3) Pasien tanpa riwayat keluarga kanker kolorektal;

4) Pasien yang terdiagnosis adenoma atau kanker kolorektal setelah berusia 60 tahun.

Yang termasuk risiko meningkat atau risiko tinggi adalah:

1) Pasien memiliki riwayat polip adenomatosa;

2) Pasien memiliki riwayat reseksi kuratif kanker kolorektal;

3) Pasien memiliki riwayat keluarga tingkat pertama kanker kolorektal atau adenoma kolorektal;

4) Pasien memiliki riwayat inflammatory bowel disease yang lama;

5) Pasien memiliki diagnosis atau keurigaan sindrom hereditary non- polyposis colorectal cancer(HNPCC) atau sindrom Lynch atau familial adenomatous polyposis (FAP) (IKABDI, 2014).

• Screening

Sebagian besar kanker kolorektal muncul dari polip adenomatosa.

Perkembangan polip adenomatosa dari polip kecil, polip yang lebih besar, hingga polip dyspastic, dan akhirnya kanker terjadi paling tidak selama 10 tahun. Tujuan skrining adalah mendeteksi polip sebelum berubah menjadi kanker. Pedoman untuk skrining memperhitungkan efektivitas, sensitivitas, spesifisitas, biaya, dan morbiditas.

• Pencegahan Primer

Obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), kalsium, folat, dan estrogen dapat mencegah perkembangan polip. Konsumsi tinggi daging merah / olahan dan diet rendah ikan dikaitkan sebagai faktor-faktor peningkatan risiko kanker kolorektal. Namun, untuk aktivitas fisik mungkin memiliki efek perlindungan terhadap kejadian kanker kolorektal (Chabner dan Longo, 2014).

(44)

2.5 Kerangka Teori

Tabel 2.2 Kerangka Teori

*

Keterangan :

Variabel yang diteliti *sesuai indikasi

Variabel yang tidak diteliti

Genetik Obesitas

Diet Aktivitas fisik Merokok Alkohol

Riwayat inflamasi kronis pada usus

Usia Kanker kolorektal

- Konstipasi - Hematokezia - Ileus

- Massa abdominal - Anemia

- Berat badan menurun

- Kemoprevensi - Operasi - Adjuvan - Stadium I

- Stadium II - Stadium III - Stadium IV

Biopsi

- Well differentiated - Moderate

differentiated - Poorly differentiated

- Adenocarcinoma - Mucinous - Adenocarcinoma - Signet ring carcinoma - Small cell carcinoma

- Adenosquamous carcinoma

- Squamous cell carcinoma - Undifferentiated carcinoma DRE Endoskopi

USG CT atau MRI Barium Enema Jenis

Kelamin Pekerjaan

- Saekum

- Kolon Asendens - Kolon

Transversum - Kolon desendens - Kolon Sigmoid

Gambar

Gambar 2.1 Makroskopik karakteristik kolon (sumber: netter).
Gambar 2.3 Histologi Rektum (pandangan menyeluruh, potongan transversal). Pulasan:
Gambar 2.4 Risiko Relatif untuk faktor risiko kanker kolorektal. (sumber: colorectal cancer facts  and figures 2017-2019, American Cancer Society)
Gambar 2.5 Jalur gen-gen dan faktor pertumbuhan yang mengontrol progresi dari kanker  kolorektal (Molecular Basis of Colorectal, N Engl J Med)
+7

Referensi

Dokumen terkait

In our pre- vious work (Bulatov et al., 2014b), the road networks from free geographic data, sensor data evaluation results, as well as super- position of both, were analyzed for

Demikian atas perhatian dan kehadirannya disampaikan terima kasih. ASTON

PROBABILISTIC RECONSTRUCTION OF ORTHODOX CHURCHES FROM PRECISION POINT CLOUDS USING BAYESIAN NETWORKS AND CELLULAR AUTOMATAM. Luhmann

PERSENTASE RUMAH TANGGA MEMILIKI AKSES TERHADAP SUMBER AIR MINUM LAYAK DI INDONESIA, SUSENAS 2014. Sumber : Riskesdas 2013, Badan Litbangkes,

[r]

Buku kecil ini menyajikan data dan informasi mengenai keadaan sosio-demografi, derajat kesehatan masyarakat, upaya kesehatan, dan sumber daya kesehatan di provinsi yang

hasil guna serta kesejahteraan Anggota Tentara Nasional Indonesia, perlu mengubah gaji pokok Anggota Tentara Nasional Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan

Hasil ini sesuai dengan hasil pengamatan laju sedimentasi yang telah dilakukan dimana pada stasiun 1 dan 3 memiliki nilai laju sedimentasi yang lebih