• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN KONDISI UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN KONDISI UMUM"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

1

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. KONDISI UMUM

Sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yang merupakan periode ke-tiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, fokus pembangunan diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang. Penekanan pembangunan untuk peningkatan daya saing kompetitif perekonomian berdasarkan keunggulan sumber daya alam dan SDM berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang terus meningkat.

Dalam dokumen RPJMN 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, disebutkan salah satu tantangan yang dihadapi dalam pembangunan terkait pengawasan Obat dan Makanan adalah perlunya peningkatan kualitas dan kapasitas produksi sesuai standar Cara Pembuatan Yang Baik Good Manufacturing Practices (GMP), Obat dan Makanan terdistribusi dengan baik, dan sampai di tangan konsumen dengan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu yang terjaga. Di sisi lain, pengawasan Obat dan Makanan yang efektif akan mendukung peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan.

Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program prioritas pemerintah, Balai Pengawas Obat dan Makanan di Ambon (Balai POM di Ambon), sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sesuai kewenangan, tugas dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan untuk periode 2015- 2019. Penyusunan Renstra Balai POM di Ambon ini berpedoman pada Renstra BPOM serta mengacu pada RPJMN periode 2015-2019 dan perubahan lingkungan strategis pengawasan Obat dan Makanan.

1.1.1 DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif

(2)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

2

berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan;

2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika;

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan;

4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal;

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN);

6. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan;

7. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan;

8. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design RB 2010-2025;

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2018 Tentang Peningkatan Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan di Daerah;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 Tentang Prekursor;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 Tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan;

14. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi;

15. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan;

16. Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.

17. Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

1.1.2. TUGAS DAN FUNGSI BPOM

BPOM adalah sebuah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang bertugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun

(3)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

3

2017 Tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, tugas, fungsi dan kewenangan BPOM adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

2. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

3. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar;

4. Pelaksanaan pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar;

5. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi pemerintah pusat dan daerah;

6. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

7. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

8. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;

9. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BPOM;

10. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM;

11. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM.

Dilihat dari fungsi BPOM secara garis besar, terdapat 4 (empat) inti kegiatan atau pilar lembaga BPOM, yakni:

1. Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar (pre- market) mencakup: perkuatan regulasi, peningkatan registrasi/penilaian, peningkatan inspeksi sarana produksi dalam rangka sertifikasi;

2. Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market) mencakup:

pengambilan sampel dan pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan di seluruh Indonesia;

3. Pemberdayaan masyarakat dan pelaku usaha melalui komunikasi informasi dan edukasi termasuk pembinaan pelaku usaha dalam rangka meningkatkan daya saing produk. Selain itu

(4)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

4

melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan lintas sektor untuk penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan;

4. Penegakan hukum melalui fungsi pengamanan, intelijen, dan penyidikan dalam rangka memberantas kejahatan di bidang Obat dan Makanan.

1.1.3. STRUKTUR ORGANISASI DAN SUMBER DAYA 1.1.3.1 STRUKTUR ORGANISASI

Stuktur Organisasi dan Tata Kerja BPOM disusun berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar/Balai POM disusun berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Sesuai dengan struktur organisasi yang ada pada gambar 1 di bawah ini, secara garis besar UPT Balai Pengawas Obat dan Makanan di Ambon dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Subbagian Tata Usaha, Seksi Pengujian Kimia, Seksi Pengujian Mikrobiologi, Seksi Pemeriksaan, Seksi Penindakan, serta Seksi Informasi dan Komunikasi. Selain itu, Balai POM di Ambon merupakan koordinator dari UPT Loka POM di Kabupaten Maluku Tenggara. Struktur organisasi Loka POM Kabupaten Maluku Tenggara dapat dilihat pada gambar 2.

(5)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

5

Gambar 1. Struktur Organisasi Balai POM di Ambon

Gambar 2. Struktur Organisasi Loka POM Kabupaten Maluku Tenggara Barat

1.1.3.2 SUMBER DAYA

SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

(6)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

6

Jumlah SDM yang dimiliki Balai POM di Ambon untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan per Desember 2017 adalah sejumlah 55 (lima puluh lima) orang pegawai, dengan rincian sebanyak 33 (tiga puluh tiga) orang tenaga PFM / fungsional tertentu.

Jumlah SDM BPOM tersebut belum memadai dan belum dapat mendukung pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan secara optimal.

Gambar 3. Kebutuhan SDM Balai POM di Ambon Terkait Penataan UPT BPOM Berdasarkan Beban Kerja

Tabel 1. Kebutuhan SDM Balai POM di Ambon Terkait Penataan UPT BPOM Berdasarkan Beban Kerja

Seksi Pengujian

Kimia

Seksi Pengujian Mikrobiologi

Sub Bagian Tata Usaha

Seksi Pemeriksaan

Seksi Penindakan

Seksi Informasi dan

Komunikasi Standar Kebutuhan SDM

(berdasarkan ABK 2017) 33 9 13 10 9 6

Jumlah pegawai saat ini 26 7 5 6 5 6

Kekurangan SDM 7 2 8 4 4 0

*) ABK Balai POM Ambon = 80 Orang; Bazzeting Balai POM Ambon = 55 Orang; Kekurangan SDM Balai POM Ambon = 25 Orang

Sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja pengawasan Obat dan Makanan, BPOM telah melakukan proses restrukturisasi Organisasi yang berdampak pada peningkatan beban kerja.

0 5 10 15 20 25 30 35

Seksi Pengujian

Kimia

Seksi Pengujian Mikrobiologi

Sub Bagian Tata Usaha

Seksi Pemeriksaan

Seksi Penindakan

Seksi Informasi dan

Komunikasi

Kebutuhan SDM Balai POM di Ambon Berdasarkan ABK 2017

Standar kebutuhan SDM berdasarkan ABK Jumlah pegawai saat ini

Kekurangan SDM

(7)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

7

Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat diketahui bahwa untuk mengakomodir beban kerja terkait restrukturisasi organisasi tersebut dibutuhkan pegawai sebanyak 80 orang, sedangkan jumlah SDM yang tersedia saat ini hanya sejumlah 55 orang. Untuk itu, masih dibutuhkan tambahan pegawai sejumlah 25 orang.

Tabel 2. Profil Pegawai Balai POM di Ambon Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2017

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

Non Sarjana 20 36.4%

S1 13 23.6%

Apoteker 18 32.7%

S2 4 7.3%

S3 0 0%

Blanks 0 0%

Total 55 100%

*Keterangan: data SIAP per Desember 2017

Gambar 4. Tingkat Pendidikan Pegawai Balai POM di Ambon Tahun 2017

Dari Tabel 2 dan Gambar 4 dapat diketahui bahwa sebanyak 18 orang (32.7%) berpendidikan profesi (apoteker), 13 orang (23.6%) berpendidikan S1, dan 4 orang (7.3%)

36%

24%

33%

7%

0% 0%

Profil Pegawai Balai POM di Ambon berdasarkan tingkat pendidikan Tahun 2017

Non Sarjana S1

Apoteker S2 S3 Blanks

(8)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

8

berpendidikan S2. Pegawai dengan pendidikan Non Sarjana masih relatif besar yaitu sebanyak 20 orang (36.4%). BPOM sebagai organisasi yang scientific based seharusnya didukung oleh SDM dengan pendidikan S2 dan S3 yang lebih banyak dari saat ini. Dengan tantangan yang semakin kompleks, Balai POM di Ambon harus melakukan peningkatan kompetensi SDM dan memprediksikan kebutuhan SDM untuk memperkuat pengawasan dengan lingkungan strategis yang semakin dinamis.

Balai POM di Ambon harus mempunyai strategi manajemen SDM yang tepat untuk menjamin ketersediaan SDM sesuai dengan kebutuhan pada semua jenis dan jenjang jabatan.

Pembinaan karir dan kompetensi pegawai melalui penerapan manajemen karir pegawai dengan kegiatan pengembangan karir, pengembangan kompetensi, pola karir, mutasi, dan promosi pegawai harus dilakukan secara terarah, adil, transparan dan konsisten untuk menjamin pelaksanaan perencanaan kaderisasi kepemimpinan (succession planning), perencanaan karir (career planning) pegawai, maupun perencanaan pengembangan pegawai (individual development palnning) berjalan baik dan dapat mendukung pelaksanaan pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Pembinaan kinerja pegawai melalui penilaian prestasi kerja pegawai yang obyektif, adil dan transparan harus dilakukan untuk menjamin peningkatan kinerja organisasi dalam mewujudkan visi dan misi organisasi. Berdasarkan analisis kebutuhan pegawai berdasarkan ABK hingga tahun 2019, berikut adalah kebutuhan pegawai berdasarkan jabatan fungsional di Balai POM Ambon :

Tabel 3. Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional sesuai ABK sampai dengan 2019

No Jabatan Fungsional PFM Jumlah

1. Ahli Muda 13

2. Ahli Pertama 8

3. Penyelia 2

4. Trampil Pelaksana Lanjutan 3 5. Terampil Pelaksana 2 6. Analisis Kepegawaian 1

7. Arsiparis 1

(9)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

9

8 Pranata komputer 1

9 PPBJ 1

10 Perencana 1

JUMLAH 33

SARANA DAN PRASARANA

Penyediaan sarana prasarana merupakan pendukung utama dalam mencapai tujuan organisasi. Luas lahan Balai POM di Ambon seluas 4.450 m2 dengan luas lantai Bangunan sebesar 2.457 m2 dimana selain fungsi perkantoran, juga termasuk fungsi pelayanan publik dan laboratorium. Secara umum pemenuhan terhadap kebutuhan alat pengolah data dan meubelair kerja masih terpenuhi. Pada tahun 2018, Balai POM Ambon dalam tahap perluasan bangunan Laboratorium Mikrobiologi seluas 690 m2. Laboratorium mikrobiologi akan dilengkapi dengan fasilitas laboratorium uji DNA dan laboratorium sterilitas, dalam upaya peningkatan kinerja Balai POM di Ambon.

Pengujian laboratorium merupakan tulang punggung pengawasan yang dilaksanakan oleh Balai POM di Ambon. Laboratorium Balai POM di Ambon harus terus ditingkatkan kapasitasnya agar mampu mengawal kebijakan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk menunjang pengujian laboratorium, saat ini laboratorium di Balai POM di Ambon telah dilengkapi dengan peralatan laboratorium yang mempunyai tingkat sensitivitas dan akurasi yang memadai agar dapat menghasilkan hasil uji yang valid dan dapat dipercaya.

1.1.4. CAPAIAN KINERJA BALAI POM DI AMBON

Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi BPOM. Predikat nilai capaian kinerja dikelompokkan dalam skala pengukuran ordinal sebagai berikut:

100% s/d 125% : Memuaskan

100% : Baik

75% s/d <100% : Cukup

(10)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

10

< 70% : kurang

>125% : Tidak dapat disimpulkan

Berdasarkan hasil evaluasi capaian kinerja atas pelaksanaan Renstra 2015-2019 pada tahun 2015-2017 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4. Capaian Indikator Kinerja Utama Balai POM di Ambon Tahun 2015 - 2017

No Indikator Kinerja Utama

2015 2016 2017

Target Realisasi Capaian Target Realisasi Capaian Target Realisasi Capaian

1 Persentase obat yang

memenuhi syarat 92.00 98.0% 106.52% 92.50% 95.33% 103.05% 93.00% 97.56% 104.90%

2

Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat

85.00 95.56% 112.42% 86.00% 95.28% 110.79% 87.00% 97.64% 112.23%

3 Persentase Kosmetik

yang memenuhi syarat 89.00 99.70% 112.02% 90.00% 99.70% 110.78% 91.00% 100.00% 109.89%

4

Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat

85.00 98.21% 115.54% 86.00% 100.00% 116.28% 87.00% 100.00% 114.94%

5 Persentase makanan

yang memenuhi syarat 86.10 96.91% 110.00% 88.60% 92.43% 104.32% 89.10% 97.63% 109.57%

*Sumber: Lapkin Balai POM di Ambon 2017

Tabel 5. Capaian Sasaran Strategis I Tahun 2015 - 2017

IKU

2015 2016 2017

Target Realisasi Capaian Target Realisasi Capaian Target Realisasi Capaian Sasaran Strategis I

Persentase Obat yang

Memenuhi Syarat 92% 98% 106.52% 92.5% 95.33% 103.06% 93% 98.25% 105.65%

Persentase Obat Tradisional

yang Memenuhi Syarat 85% 95.56% 112.42% 86% 95.28% 110.79% 87% 98.18% 112.85%

Persentase Kosmetik yang

Memenuhi Syarat 89% 99.7% 112.02% 90% 99.7% 110.78% 91% 99.27% 109.09%

(11)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

11

Persentase Suplemen Kesehatan yang Memenuhi Syarat

85% 98.21% 115.54% 86% 100% 116.3% 87% 100% 114.3%

Persentase Makanan yang

Memenuhi Syarat 88.1% 96.91% 110.00% 88.6% 92.43% 104.32% 89.1% 98.27% 110.29%

Sasaran Strategis II Tingkat Kepuasan

Masyarakat 60% 0 0 65% 72.63% 111.7% 70% 74.87% 107%

Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan

pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan

3 3 100% 5 5 100% 7 7 100%

Sasaran Strategis III Nilai SAKIP BPOM dari

MENPAN A B - A B+ - AA BB -

Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan di Balai POM Ambon Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis

2250 2256 100.27% 2250 2252 100.1% 2257 2257 100%

Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (IFK)

100% 108% 108% 100% 98% 98.2% 100% 102% 102%

Cakupan pengawasan sarana

produksi Obat dan Makanan 70% 70% 100% 70% 72.6% 103.7% 71% 71% 100%

Cakupan pengawasan sarana

distribusi Obat dan Makanan 51.5% 51.7% 100.39% 42.5% 46.07% 108.4% 43% 46.28% 107.6%

Jumlah Perkara di bidang

obat dan makanan 4 4 100% 4 5 125% 5 2 40%

Jumlah layanan publik

BB/BPOM 267 269 100.7% 267 292 109.4% 239 262 109.6%

Jumlah Komunitas yang

diberdayakan 15 15 100% 19 19 100% 23 23 100%

Jumlah sarana prasarana

sesuai standar 79% 79.79% 101% 82% 72% 87.8% 72% 72% 100%

Jumlah dokumen

perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang

dilaporkan tepat waktu

8 8 100% 9 9 100% 10 10 100%

Sumber: Lapkin Balai POM Ambon 2017 *) Indikator kinerja utama (IKU)

PENGHARGAAN BALAI POM AMBON

Balai POM di Ambon mendapat beberapa penghargaan sebagai salah satu bukti dan

(12)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

12

apresiasi terhadap kinerja Balai POM di Ambon di berbagai sektor. Penghargaan-penghargaan tersebut antara lain:

1. Juara Indeks Kepuasan Tertinggi Aspek Delivery (2013) 2. Juara Indeks Kepuasan Tertinggi Aspek Informasi (2013)

3. Juara 3 Lomba Foto Jurnalistik Musyawarah Nasional Obat dan Makanan (2018)

Selain penghargaan tersebut Balai POM di Ambon juga sudah disertifikasi untuk ISO 9001 : 2015 oleh lembaga sertifikasi TUV SUD, serta telah diakreditasi ISO/IEC 17025 : 2005 oleh Komite Akreditasi Nasional.

1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN

Identifikasi potensi dan permasalahan Balai POM di Ambon dilakukan untuk menganalisis permasalahan, tantangan, peluang, kelemahan dan potensi yang akan dihadapi Balai POM di Ambon dalam rangka melaksanakan penugasan RPJMN 2015-2019. Identifikasi permasalahan tersebut meliputi faktor internal dan eksternal sebagai bahan rumusan dalam perencanaan tahun 2015-2019.

Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran kinerja Balai POM di Ambon perlu dilakukan analisis yang menyeluruh dan terpadu terhadap faktor lingkungan termasuk isu-isu strategis yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan dan sasaran kinerja.

Isu-isu strategis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kemajuan Teknologi Produksi, Teknologi Promosi dan Transportasi

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, makanan, obat tradisional, kosmetika dan suplemen kesehatan.

Teknologi modern membuat industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan peredaran yang sangat luas. Dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.

Disamping itu, kecanggihan teknologi promosi yang dapat menutupi berbagai

(13)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

13

kelemahan produknya, dapat menurunkan tingkat kewaspadaan konsumen yang sudah tereksploitasi oleh dorongan permintaan, sehingga konsumen cenderung memilih produk bukan berdasarkan keamanan dan manfaatnya. Ini merupakan tantangan bagi Balai Pengawas Obat dan Makanan di Ambon dalam memberdayakan masyarakat melalui intensifikasi upaya sosialisasi dan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) agar masyarakat memiliki kemampuan untuk menyaring berbagai informasi.

Perkembangan teknologi informasi juga dapat menjadi potensi bagi Badan POM dan Balai POM di Ambon untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di Indonesia. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM dan Balai POM di Ambon terkait tren pemasaran dan transaksi produk Makanan dan Obat secara online, yang tentu saja juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi. Namun untuk menghadapi ancaman promosi secara online ini BPOM di Ambon belum mempunyai SDM yang handal untuk dapat memanfaatkan media online dalam mendeteksi sejak dini peredaran obat dan makanan yang Tidak Memenuhi Ketentuan.

2. Rendahnya Pengetahuan dan Kesadaran Pelaku Usaha

Pelaku usaha di bidang produksi terbanyak adalah produksi pangan dengan kategori Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP). Sebagian besar pemilik atau penanggung jawab IRTP memiliki latar belakang pendidikan SLTA, SLTP dan SD. Latar belakang pendidikan berpengaruh pada tingkat pemahaman di bidang peraturan dan perilaku yang tidak sesuai dengan kaidah cara produksi yang baik terutam terkait sanitasi dan higiene. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat berakibat pada masih banyak sarana produksi yang tidak memenuhi ketentuan terutama untuk parameter uji mikrobiologi, walaupun penggunaan bahan berbahaya pada proses produksi semakin menurun. Selain sarana produksi pangan industri rumah tangga pangan, juga Provinsi Maluku memiliki sarana produksi Air Minum dalam Kemasan dan Usaha Mikro Obat Tradisional.

Tenaga Inspektur Pangan/ District Food Inspector (DFI) dan Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten juga sangat terbatas.

(14)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

14

Tahun 2003 – 2008 Balai POM di Ambon melakukan pelatihan DFI maupun PKP kepada pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota namun sebagaian besar tenaga yang telah dilatih telah mendapat tugas di tempat/di bidang yang lain. Setelah tahun 2008 Pelatihan PKP dan DFI telah dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah. Pada tahun 2016, Balai POM di Ambon bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Maluku diberikan anggaran oleh Bappeda Provinsi Maluku sebagai penyelenggara pelaksanaan pelatihan PKP DFI bagi 22 peserta Dinas Kesehatan dari 11 kab/kota.

Pada sektor distribusi peran pelaku usaha sangat besar dalam menyaring produk yang diedarkan serta dalam tatalaksana cara distribusi yang baik. Karena masih banyak ditemukan beredarnya produk kosmetik Tanpa Ijin Edar (TIE) di hampir seluruh pasar tradisional yang berada di Provinsi Maluku. Sehingga hal ini membutuhkan komitmen dan peranan BPOM di Ambon serta stakeholder terkait di Provinsi Maluku untuk menekan suplay dan demand peredaran kosmetik TIE dengan meningkakan pengetahuan dan kesadaran pelaku usaha dengan tetap memperhatikan aspek hukum dalam penertiban dan pengawasan peredaran produk TIE tersebut. Diharapkan dengan semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran para pelaku usaha, produk tanpa izin edar tidak ditemukan diperedaran.

3. Tuntutan Masyarakat tentang Keamanan Pangan

Tuntutan masyarakat terhadap keamanan dan mutu pangan yang baik semakin meningkat karena tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang semakin baik, terutama keamanan dan mutu pangan yang diproduksi oleh Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP). Seiring dengan perkembangan tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat, serta arus teknologi informasi yang semakin pesat di Provinsi Maluku, sehingga permasalahan mutu dan keamanan pangan yang setiap saat dikonsumsi oleh masyarakat Maluku menjadi tuntutan terutama pada pelaku usaha dan pemerintah selaku pengawas. Kondisi IRTP di Provinsi Maluku terutama yang produknya belum memperoleh ijin edar dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat memang masih belum memadai. Oleh karena itu, IRTP di Provinsi Maluku perlu terus ditingkatkan pembinaannya agar keamanan dan mutu produk yang dihasilkan terjamin sehingga dapat memberikan daya saing yang tinggi.

(15)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

15

4. Beredarnya Produk Ilegal

Menipisnya entry barrier sistem perdagangan internasional semakin membuka peluang produk luar negeri untuk masuk ke pasar dalam negeri. Sistem perdagangan bebas memberikan peluang ekspor bagi komoditi dalam negeri, namun sekaligus menjadi tantangan tersendiri dengan masuknya produk yang tidak memenuhi ketentuan dan illegal. Penyebaran produk illegal dapat dengan mudah beredar ke seluruh pelosok negeri termasuk Provinsi Maluku. Kondisi geografis Provinsi Maluku yang merupakan daerah seribu pulau dengan luas lautnya mencapai 90%, merupakan tantangan tersendiri karena masih banyak daerah yang belum terjangkau pengawasan karena sulitnya tranportasi ke daerah tersebut yang juga berbatasan dengan luar negeri. Dengan kondisi geografis demikian, maka masuknya produk Obat dan Makanan illegal/tidak memenuhi ketentuan sangat bebas, sehingga pada hampir seluruh pasar-pasar tradisional di kabupaten/kota di provinsi Maluku ditemukan beredarnya Kosmetik ilegal/TIE.

4. Kualitas dan Kuantitas SDM Balai Pengawas Obat dan Makanan di Ambon

Tantangan yang dihadapi oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan di Ambon ke depan akan semakin kompleks dan sulit diprediksi. Oleh karenanya akan mengakibatkan beban kerja Balai Pengawas Obat dan Makanan di Ambon semakin meningkat secara signifikan.

Secara kuantitas, jumlah SDM yang dimiliki Balai Pengawas Obat dan Makanan di Ambon masih sangat terbatas di dalam melakukan pengawasan yang efektif. Di sisi lain kualitas SDM berbasis kompetensi teknis dan manajerial perlu ditingkatkan. Salah satu cara yaitu dengan mengikutkan SDM pada pendidikan/pelatihan berkelanjutan.

5. Sarana dan Prasarana

Kebijakan Badan POM terkait pembangunan sumber daya difokuskan ke arah pemantapan tata kelola dan tata laksana kerja untuk menjamin mutu kerja yang lebih efektif dan efisien baik kegiatan manajemen maupun kegiatan teknis laboratorium. Pada kenyataannya, Balai POM di Ambon memiliki kapasitas gedung kantor dan laboratorium

(16)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

16

yang belum memadai, peralatan laboratorium, sistem operasi dan sarana penunjang lainnya juga belum memadai dalam menunjang tugas pengawasan obat dan makanan di Provinsi Maluku. Sebagai contoh, kondisi yang ada sampai dengan tahun 2017, pemenuhan peralatan/instrumen laboratorium baru mencapai 81,88%, dari standar minimal peralatan laboratorium.

Sistem pelaporan sudah dilakukan secara elektronik melaui Sistem Informasi Pelaporan Terpadu (SIPT), tetapi masih terdapat kendala yang terjadi di setiap awal tahun, dikarenakan upgrade system sesuai dengan perubahan kebijakan sampling maupun perubahan Organisasi Tata Kerja di BPOM. Sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut, Balai POM di Ambon melaporan setiap kegiatan pengujian yang dilakukan dengan hard copy. Kendala lainnya adalah akses internet yang sering terganggu dan juga pada SIPT pengujian masih ada beberapa parameter uji yang belum tercantum di SIPT.

Dalam menentukan tantangan dan peluang yang dihadapi Balai POM di Ambon digunakan analisa SWOT dengan melakukan indentifikasi permasalahan internal dan eksternal yang sesuai dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Balai POM di Ambon periode 2015-2019.

Dalam melakukan analisa SWOT, ada dua faktor yang diamati yaitu faktor lingkungan internal dan eksternal. Faktor lingkungan internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan sedangkan faktor eksternal terdiri peluang dan ancaman. Analisa SWOT ini dilakukan dengan melihat pada sumber-sumber organisasi meliputi aspek kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunities) dan tantangan (threats) yang berasal dari dalam maupun luar organisasi, serta berguna untuk merumuskan dan menentukan strategi terhadap penetapan kebijakan dasar sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi selama jangka waktu tertentu.

Analisa faktor lingkungan internal adalah suatu keadaan yang berasal dari dalam komunitas/organisasi yang dapat mempengaruhi dan membentuk kondisi/situasi tertentu pada komunitas/organisasi tersebut. Hasil pengolahan data SWOT dapat ditentukan beberapa faktor yang dianggap kekuatan (strength) pada Balai POM di Ambon.

(17)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

17

Analisa Lingkungan Strategis

Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun internal dirangkum dalam Tabel 6 berikut:

Tabel 6. ANALISIS SWOT

KEKUATAN KELEMAHAN

▪ Adanya keinginan kuat dari Pemerintah Pusat / Daerah dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang ditandai dengan masyarakat yang hidup sehat serta pendampingan terhadap UMKM dalam memproduksi produk yang berstandar sehingga dapat meningkatkan daya saing dan ekonomi kerakyatan.

▪ Adanya keinginan masyarakat untuk mewujudkan hidup sehat melalui konsumsi pangan yang aman, penggunaan obat yang benar, serta masyarakat yang terlindungi dari penggunaan kosmetik, obat

tradisional dan suplemen kesehatan yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan.

▪ Dukungan pemerintah daerah provinsi Maluku dan kabupaten/kota (11 kabupaten/kota) kepada Badan POM dalam upaya peningkatan pengawasan obat, pangan, kosmetik, obat tradisional, suplemen kesehatan di provinsi Maluku

▪ Adanya peluang dari kementerian PAN/RB dalam meningkatkan kelembagaan Badan POM melalui peningkatan kapasitas struktur organisasi dari pusat sampai ke daerah dan SDM pen gawasan dalam upaya meningkatkan kinerja pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia

▪ Kompetensi ASN Balai POM di Ambon cukup memadai dalam mendukung pelaksanan tugas

▪ Integritas pelayanan publik yang baik

▪ Networking yang kuat dengan lembaga pusat/daerah

▪ Informasi dan edukasi pada masyarakat yang terprogram

▪ Pedoman pengawasan yang jelas

▪ Komitmen pimpinan dan seluruh ASN Balai POM di Ambon menerapkan Reformasi Birokrasi

▪ Tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan

▪ Sistem pengawasan yang komprehensif mencakup pre-market dan post-market

▪ Peraturan dan standar yang dikembangkan dan diterapkan mengacu standar internasional.

▪ Maluku merupakan provinsi kepulauan dengan jumlah penduduk 1.800.210 tersebar di 289 pulau (yang dihuni) dengan ratio daratan berbanding lautan adalah 1 : 11,5.

▪ Ratio tenaga pengawas pada Balai POM di Ambon berbanding jumlah penduduk adalah 80 : 1.800.210 dan bila ditambahkan dengan pelibatan tenaga pada stakeholder ( Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab/Kota, dll), maka rata-rata ratio tenaga pengawas berbanding jumlah penduduk adalah : 150 : 1.800.210 atau dengan kata lain 1 (satu) orang tenaga pengawas harus melindungi 12.000 penduduk

▪ Makin meningkatnya jumlah sarana distribusi dan sarana produksi di Provinsi Maluku yang tersebar di seluruh kabupaten/kotabahkan sampai di

kecamatan/desa, sehingga memerlukan peningkatan pengawasan yang lebih efektif

▪ Payung hukum pengawasan Obat dan Makanan belum memadai

▪ Beberapa regulasi dan standar belum lengkap

▪ Belum memadainya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama

▪ Dukungan system IT dalam pengawasan masih kurang

▪ Rentang kendali pengawasan yang belum memadai karena Balai POM di Ambon berada di ibukota provinsi dan tidak memiliki cabang di kabupaten/kota

(18)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

18

Berdasarkan hasil analisa SWOT tersebut di atas, baik dari sisi keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan, serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, Balai POM di Ambon perlu melakukan penataan dan penguatan kelembagaan dengan menetapkan strategi untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi Balai POM di Ambon periode 2015-2019. Terdapat beberapa hal yang harus dibenahi di masa mendatang agar pencapaian kinerja Balai POM di Ambon lebih optimal. Pada Gambar 4 terdapat diagram yang menunjukkan analisa permasalahan dan peran Balai POM di Ambon sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan.

PELUANG TANTANGAN

▪ Dukungan Pemerintah daerah Provinsi dan

Kabupaten/kota serta stakeholder terkait dalam upaya peningkatan pengawasan obat, pangan, kosmetik, obat tradisional dan suplemen kesehatan

▪ Adanya program Nasional (JKN dan SKN)

▪ Perkembangan Teknologi Informasi sebagai sarana KIE yang sangat cepat

▪ Jumlah industri obat dan makanan yang berkembang pesat

▪ Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)

▪ Tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan demand Obat dan Makanan

▪ Pembangunan di bidang Kesehatan menjadi kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah

▪ Perkembangan teknologi yang semakin pesat

▪ Geografis Maluku yang terdiri dari pulau-pulau dengan penduduk yang tersebar secara tidak merata dan memerlukan perlindungan oleh Balai POM di Ambon dari penggunaan obat, pangan, obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan serta khasiat.

▪ Maluku merupakan daerah dengan multi gate (banyak pintu masuk) sehingga banyak masuk produk-produk illegal (produk mengandung bahan berbahaya , palsu, sub standar, kadaluarsa) dari daerah lain.

▪ Berbagai informasi / iklan produk, baik melalui media cetak, elektronik dan dunia maya yang sering menyesatkan masyarakat

▪ Penjualan produk online yang semakin meningkat dan diminati oleh masyarakat.

▪ Struktur Balai POM di Ambon saat ini adalah kategori Balai POM Tipe Eselon IIIa. Di satu sisi dalam program pengawasan perlu dilakukan berbagai koordinasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi , Kabupaten/kota maupun stakeholder terkait yang memerlukan kesetaraan (peningkatan eselonisasi dari Eselon IIIa ke Eselon II) sehingga mempermudah koordinasi yang selama ini telah berjalan namun dirasakan belum maksimal.

▪ Demografi dan perubahan komposisi penduduk

▪ Perubahan pola hidup masyarakat (social dan ekonomi)

▪ Produk Obat dan Makakan sangat bervariasi

▪ Masih banyaknya pelanggaran di bidang Obat Makanan

▪ Rendahnya pengetahuan dan kemampuan teknis UMKM obat tradisional dan pangan

▪ Belum optimalnya tindak lanjut hasil pengawasan Obat dan Makanan oleh pemangku kepentingan di daerah

(19)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

19

Gambar 5. Diagram permasalahan, kondisi saat ini dan dampaknya.

Berdasarkan kondisi obyektif capaian yang dipaparkan di atas, kapasitas Balai POM di Ambon sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi Maluku masih perlu terus dilakukan penataan dan penguatan, baik secara kelembagaan maupun dukungan regulasi yang dibutuhkan, terutama peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya agar pencapaian kinerja di masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses pengawasan Obat dan Makanan yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, khasiat/manfaat dan mutu Obat dan Makanan.

Kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Balai POM di Ambon dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Dengan etos tersebut, Balai POM di Ambon diharapkan mampu menjadi katalisator yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan nasional. Untuk itu, ada 3 (tiga) isu strategis dari permasalahan pokok yang dihadapi Balai POM di Ambon sesuai dengan

(20)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

20

peran dan kewenangannya agar lebih optimal, yaitu:

1. Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi Maluku

2. Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partsisipasi masyarakat

3. Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan Balai Pengawas Obat dan Makanan di Ambon

Dalam melaksanakan peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan peran dan kewenangan Balai POM di Ambon sebagai lembaga yang mengawasi Obat dan Makanan di Provinsi Maluku, maka diusulkan penguatan peran dan kewenangan Balai POM di Ambon sesuai dengan bisnis proses BPOM untuk periode 2015-2019 sebagaimana berikut:

Gambar 6. Peta Bisnis Proses Utama Balai POM di Ambon sesuai Peran dan Kewenangan

(21)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

21

Tabel 7. Penguatan Peran Balai POM di Ambon Tahun 2015-2019 Penguatan

Sistem Pengawasan Obat

dan Makanan

Pengawasan (penilaian) Obat Tradisional dan Makanan sesuai standar

Pengawasan sarana produksi Obat Tradisional dan Makanan sesuai standar

Pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan sesuai standar

Pengawasan penandaan dan iklan/promosi Obat dan Makanan

Sampling dan pengujian laboratorium Obat dan Makanan

Penyidikan dan penegakan hukum Kerjasama,

Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik

Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha

melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik termasuk peringatan publik

Pengelolaan data dan informasi Obat dan Makanan

Menentukan peta zona rawan peredaran Obat dan Makanan yang tidak sesuai dengan standar

Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang tidak memenuhi standard

Survey kepuasan pelanggan

Mengadvokasi Pemerintah Daerah Provinsi / Kab/Kota Maluku untuk mengalokasikan anggaran pengawasan obat dan makanan

(22)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

22

BAB II

VISI, MISI DAN TUJUAN BALAI POM DI AMBON

2.1 VISI

Visi dan Misi Pembangunan Nasional untuk tahun 2015-2019 telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah:

“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian berlandaskan Gotong Royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu:

1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri yang bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju dan kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Sejalan dengan visi dan misi pembangunan dalam RPJMN 2015-2019, maka BPOM telah menetapkan Visi BPOM 2015-2019 yaitu: ”Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa”.

Penjelasan Visi:

Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan harus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut:

(23)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

23

Aman : Kemungkinan risiko yang timbul pada penggunaan Obat dan Makanan telah melalui analisa dan kajian, sehingga risiko yang mungkin masih timbul adalah seminimal mungkin/ dapat ditoleransi/ tidak membahayakan saat digunakan pada manusia. Dapat juga diartikan bahwa khasiat/manfaat Obat dan Makanan meyakinkan, keamanan memadai, dan mutunya terjamin.

Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional, sehingga produk lokal unggul dalam menghadapi pesaing di masa depan.

2.1 MISI

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, telah ditetapkan Misi BPOM sebagai berikut:

1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan pengawasan komprehensif (full spectrum) mencakup standardisasi, penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian, serta penegakan hukum. Dengan penjaminan produk Obat dan Makanan memenuhi standar keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan optimal. Menyadari kompleksnya tugas yang diemban BPOM, maka perlu disusun suatu strategi yang mampu mengawalnya.

Di satu sisi tantangan dalam pengawasan Obat dan Makanan semakin tinggi, sementara sumber daya yang dimiliki terbatas, maka perlu adanya prioritas dalam penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan Obat dan Makanan seharusnya didesain berdasarkan analisis risiko untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara proporsional untuk mencapai tujuan misi ini. Pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan BPOM akan meningkat efektivitasnya apabila BPOM mampu merumuskan strategi dan langkah yang tepat karena pengawasan bersifat lintas sektor. BPOM perlu melakukan mitigasi risiko di semua proses bisnis, antara lain pada pengawasan sarana dan produk, BPOM secara proaktif memperkuat pengawasan lebih ke hulu melalui pengawasan importir bahan baku dan produsen.

(24)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

24

2. Mendorong kapasitas dan komitmen pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.

Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), pelaku usaha mempunyai peran yang sangat strategis. Pelaku usaha harus bertanggungjawab dalam pemenuhan standar dan persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat dan Makanan sehingga menjamin Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu.

Sebagai lembaga pengawas, BPOM harus mampu membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan produk yang aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu. Dengan pembinaan secara berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kepasitas dan komitmen dalam memberikan jaminan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu Obat dan Makanan.

Era perdagangan bebas telah dihadapi oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Sementara itu, kontribusi industri Obat dan Makanan terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PDB) cukup signifikan. Industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki kontribusi PDB non migas di tahun 2016 sebesar 33,61%, sementara Industri Kimia dan Farmasi sebesar 10,05%. Hal ini tentunya merupakan potensi yang besar untuk industri tersebut berkembang lebih pesat.

Industri dalam negeri harus mampu bersaing baik di pasar dalam maupun luar negeri. Sebagai contoh, masih besarnya impor bahan baku obat dan besarnya pangsa pasar dalam negeri dan luar negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat berkembang. Demikian halnya dengan industri makanan, obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan juga harus mampu bersaing. Kemajuan industri Obat dan Makanan secara tidak langsung dipengaruhi oleh sistem dan dukungan regulatory, sehingga BPOM berkomitmen untuk mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu Obat dan Makanan.

Masyarakat sebagai konsumen juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam

(25)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

25

pengawasan Obat dan Makanan. Sebagai salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan, masyarakat diharapkan dapat memilih dan menggunakan Obat dan Makanan yang memenuhi standar, dan diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan. Untuk itu, BPOM melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung pengawasan melalui kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat, serta kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya, sehingga mampu melindungi diri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya.

Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil harus bersinergi dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah, sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pada Gambar 7 dapat dilihat hubungan antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam pengawasan Obat dan Makanan.

Gambar 7. Tiga Pilar Pengawasan Obat dan Makanan

(26)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

26

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM

Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang kinerja.

Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, menuntut BPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi.

Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata (techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi.

Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi.

Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-market yang berstandar internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOM menghadapi tantangan globalisasi. Dengan penjaminan mutu produk Obat dan Makanan yang konsisten, yaitu memenuhi standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan optimal.

Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning organization). Untuk mendukung itu, maka BPOM perlu memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar informasi (knowledge sharing).

(27)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

27

2.2 BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam BPOM menjadi semangat bagi seluruh anggota BPOM dalam berkarsa dan berkarya yaitu:

1. Profesional

Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.

2. Integritas

Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan.

3. Kredibilitas

Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.

4. Kerjasama Tim

Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.

5. Inovatif

Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.

6. Responsif/Cepat Tanggap

Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

2.3 TUJUAN

Dalam rangka pencapaian visi dan pelaksanaan misi pengawasan Obat dan Makanan, maka tujuan pengawasan Obat dan Makanan yang akan dicapai dalam kurun waktu 2018-2019 adalah sebagai berikut:

(1) Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat.

(2) Meningkatnya daya saing produk Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu serta mendukung inovasi.

(28)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

28

2.4 SASARAN STRATEGIS

Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai BPOM dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki BPOM. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019) ke depan diharapkan Balai POM di Ambon akan dapat mencapai sasaran strategis sebagaimana tergambar pada peta strategi level II berikut:

Gambar 8. Peta Strategi Level II Balai POM di Ambon

1. Terwujudnya Obat dan Makanan yang aman dan bermutu di wilayah kerja Balai POM di Ambon

Komoditas/produk yang diawasi BPOM tergolong produk berisiko tinggi yang sama sekali tidak ada ruang untuk toleransi terhadap produk yang tidak memenuhi standar

(29)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

29

keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu. Dalam konteks ini, pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan sistemik. Pada seluruh mata rantai pengawasan tersebut, harus ada sistem yang dapat mendeteksi secara dini jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar dan hal-hal lain untuk dilakukan pengamanan sebelum merugikan konsumen/masyarakat.

Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan Balai POM di Ambon merupakan suatu proses yang komprehensif yang meliputi:

a. Pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk melihat konsistensi keamanan, khasiat/manfaat, mutu, dan informasi produk, yang dilakukan dengan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, pemantauan farmakovigilan, serta pengawasan label/penandaan dan iklan.

Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar.

b. Pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui apakah Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi standar keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan untuk menetapkan produk tidak memenuhi syarat.

c. Penegakkan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Penegakan hukum didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun investigasi awal. Proses penegakan hukum sampai dengan pro justicia dapat berakhir dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, dan disita untuk dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat dan Makanan dapat diproses secara hukum pidana.

Keberhasilan sasaran kegiatan ini diukur dengan indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut:

a. Indeks Pengawasan Obat dan Makanan di wilayah kerja BPOM di Ambon hingga akhir tahun 2019 ditargetkan 71%.

b. Persentase Obat yang memenuhi syarat di wilayah kerja BPOM di Ambon hingga akhir

(30)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

30

tahun 2019 ditargetkan 94%.

c. Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat di wilayah kerja BPOM di Ambon hingga akhir tahun 2019 ditargetkan sebesar 85%.

d. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat di wilayah kerja BPOM di Ambon hingga akhir tahun 2019 ditargetkan sebesar 90%.

e. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat di wilayah kerja BPOM di Ambon hingga akhir tahun 2019 ditargetkan sebesar 89%.

f. Persentase Makanan yang memenuhi syarat di wilayah kerja BPOM di Ambon hingga akhir tahun 2019 ditargetkan sebesar 75%.

2. Meningkatnya kepatuhan dan kepuasan pelaku usaha serta kesadaran masyarakat terhadap keamanan, manfaat dan mutu Obat dan Makanan di wilayah kerja Balai POM di Ambon

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Jaminan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk Obat dan Makanan pada dasarnya merupakan kewajiban dari pelaku usaha.

Untuk itu pelaku usaha wajib mematuhi ketentuan/peraturan yang telah ditetapkan pemerintah sebagai regulator dalam rangka perlindungan masyarakat.

Pengawasan oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dimulai dari pemeriksaan bahan baku, proses produksi, distribusi, hingga produk tersebut dikonsumsi oleh masyarakat. Pelaku usaha mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk Obat dan Makanan yang memenuhi syarat (aman, berhasiat/bermanfaat, dan bermutu) dimulai dari proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Asumsinya, pelaku usaha memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk memelihara sistem manajemen risiko secara mandiri.

Dari sisi pemerintah, BPOM bertugas menyusun kebijakan dan regulasi terkait Obat dan Makanan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dan mendorong penerapan Risk Management Program oleh industri. Peningkatan kapasitas dan komitmen pelaku usaha diasumsikan akan berkontribusi pada peningkatan daya saing Obat dan Makanan.

Selain itu, dalam sub sistem pengawasan Obat dan Makanan oleh masyarakat sebagai

(31)

Rencana Strategis 2015-2019

BALAI POM DI AMBON

31

konsumen, kesadaran masyarakat terkait Obat dan Makanan yang memenuhi syarat harus diciptakan. Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di pasaran (masyarakat) masih berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan produk Obat dan Makanan yang aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat dilakukan BPOM melalui kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi (KIE).

Keberhasilan sasaran kegiatan ini diukur dengan indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut:

a. Indeks Kepatuhan (compliance index) pelaku usaha dibidang obat dan makanan di wilayah kerja BPOM di Ambon hingga akhir tahun 2019 ditargetkan sebesar 61.

b. Indeks kesadaran masyarakat (awareness index) terhadap obat dan makanan di wilayah kerja BPOM di Ambon hingga akhir tahun 2019 ditargetkan sebesar 66.

3. Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap Obat dan Makanan aman di wilayah kerja Balai POM di Ambon

Sesuai dengan prinsip 3 (tiga) pilar pengawasan Obat dan Makanan dimana salah satunya adalah terkait pengawasan oleh masyarakat, Balai POM di Ambon perlu berupaya untuk selalu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat dan Makanan. Untuk mencapai tingkat partisipasi dan kesadaran masyarakat yang tinggi, Balai POM di Ambon perlu secara aktif memberikan pengetahuan kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) melalui berbagai forum dan media. Dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap Obat dan Makanan aman, diharapkan akan mampu menimbulkan sikap dan perilaku yang mampu membentengi diri sendiri dari produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat.

Keberhasilan sasaran kegiatan ini diukur dengan indikator kinerja utama (IKU): Indeks pengetahuan masyarakat terhadap Obat dan Makanan aman di wilayah kerja BPOM di Ambon hingga akhir tahun 2019 ditargetkan sebesar 61.

Gambar

Gambar 2. Struktur Organisasi Loka POM Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Gambar 3. Kebutuhan SDM Balai POM di Ambon  Terkait Penataan UPT  BPOM Berdasarkan Beban  Kerja
Tabel 2. Profil Pegawai Balai POM di Ambon Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2017
Tabel 4. Capaian Indikator Kinerja Utama Balai POM di Ambon Tahun 2015 - 2017
+7

Referensi

Dokumen terkait

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan merupakan “perpanjangan tangan” dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang terletak di Ibu Kota Provinsi di seluruh

Narasumber mengetahui Badan POM Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan adanya Badan POM masyarakat merasa sangat terlindung dari produk- produk seperti makanan,

PERBPOM NOMOR 14 TAHUN 2020 TENTANG PEPERUBAHAN PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN OBAT DAN MAKANAN KE DALAM WILAYAH INDONESIA.

Dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan, selama tahun 2019 Balai Besar POM di Mataram telah melaksanakan program

Renstra LAPAN 2010-2014, memberikan gambaran kuat LAPAN dalam upaya membangun kemandirian di bidang teknologi dirgantara khususnya roket dan satelit sehingga dapat

Secara Praktis, pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Yayasan Lembaga Konsumen

A. Mendukung penataan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah yang berkenaan dengan penyelenggaraan rehabilitasi sosial

Dalam penelitian terdahulu, badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat FDA menyetujui penggunaan lilin lebah sebagai bahan utama pembuatan pelapis hidrofobik dengan metode spray