• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Nelayan Kedonganan Menghadapi Kemiskinan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Nelayan Kedonganan Menghadapi Kemiskinan."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

0 Bidang Unggulan : Pengentasan Kemiskinan Kode/Bidang Ilmu : 623/ Antropologi

LAPORAN PENELITIAN

Hibah Unggulan Program Studi

STRATEGI NELAYAN

KEDONGANAN MENGHADAPI

KEMISKINAN

Tim Peneliti :

1. Dr. Purwadi, M.Hum. (NIDN. 0029115305) 2. Drs. I Ketut Kaler, M.Hum. (NIDN. 0031125867)

Dibiayai oleh

DIPA PNBP Universitas Udayana

sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 011/UN14.1.1/PNL.01.03.00/2015, tanggal 25 Mei 2015

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)
(3)

2 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rakhmat-Nya pelaksanaan dan penyusunan laporan kegiatan penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu, kami juga mendapat bantuan dari berbagai pihak dalam menjalankan kegiatan ini. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan dana untuk pelaksanaan kegiatan ini.

2. Bapak Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana beserta staf yang telah memberikan bantuan administrasi, sehingga kegiatan ini dapat dilaksanakan.

3. Dekan Fakultas sastra dan Budaya Universitas Udayana yang telah memberikan peluang kepada kami untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini.

4. Bapak Kepala Desa Kedonganan dan jajarannya yang telah menerima dan memberikan dukungan kepada tim penelitian ini.

5. Pimpinan LPD, Bendesa Adat Kedonganan, BPKP2K yang telah memberikan kesempatan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

Mudah-mudahan hasil kegiatan ini bermanfaat sesuai dengan harapan semua pihak terkait.

Denpasar, 30 Oktober 2015

Ketua Pelaksana Kegiatan

(4)

3

1.3. Urgensi Penelitian dan Potensi Hasil...6

1.4. Tinjauan Pustaka...7

BAB II : METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi Penelitian...12

2.2. Penentuan Informan...12

2.3. Teknik Pengumpulan Data...13

2.4. Teknik Analisis Data...13

BAB III : GAMBARAN UMUM KELURAHAN KEDONGANAN 3.1. Lokasi dan Lingkungan Alam...14

3.2. Demografi...14

3.3. Sistem Mata Pencaharian Hidup...16

3.4. Potensi Pariwisata...16

BAB IV : KEHIDUPAN NELAYAN KEDONGANAN 4.1. Nelayan Kedonganan...19

4.2. Hidup Keseharian...27

4.3. Pengelolaan dan Pemasaran Hasil...30

4.4. Perkembangan Kelompok Nelayan...33

BAB V : STRATEGI MENGHADAPI KEMISKINAN 5.1. Orientasi Nilai Budaya...36

5.2. Faktor-faktor Mempertahankan Kenelayanan... 37

5.3. Peran Lembaga Adat...40

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan...49

6.2. Saran...49

DAFTAR PUSTAKA...51

LAMPIRAN Lampiran 1 : Catatan Harian (logbook)...55

(5)

4 RINGKASAN

Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah ”terwujudnya pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat”. Tujuan tersebut hendak dicapai dengan mewujudkan target khusus penelitian, yaitu strategi pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat. Untuk itu, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan menghadapi kemiskinan. Adapun fokus penelitian adalah sebagai berikut;

1. Program kerja, pelaksanaan program kerja, pengawasan dan evaluasi yang berkaitan dengan strategi pengelolaan sumber daya laut oleh masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan.

2. Langkah-langkah yang ditempuh pihak pengelola sumber daya laut dalam menghadapi kemiskinan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan.

3. Hubungan pihak pengelola sumber daya laut dengan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan pada masa kini.

Metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dan target tersebut di atas adalah metode kualitatif, berparadigma fenomenologis dan interpretatif. Langkah-langkah yang ditempuh dalam konteks ini adalah sebagai berikut;

1. Mengumpulkan data dengan metode pengamatan dan wawancara mendalam.

2. Bersamaan dengan pengumpulan data, dilakukan analisis data secara interpretatif dengan pendekatan fenomenologis untuk memperoleh pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pemikiran, keyakinan yang ada di balik aktivitas pengelolaan sumber daya laut oleh masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan. Hal tersebut akan dipahami secara lebih mendalam dengan menggunakan pendekatan interpretatif.

3. Hasil interpretasi digunakan untuk membuat hipotesis kerja yang kemudian digunakan untuk menggali informasi secara lebih mendalam hingga diperoleh informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penelitian.

4. Berdasarkan hasil penelitian dirumuskan simpulan akhir, selanjutnya simpulan digunakan untuk menyusun model strategi pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat.

(6)

5 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan menghadapi kemiskinan. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa walaupun para nelayan Kedonganan telah merasakan proses modernisasi bidang perikanan, namun setiap nelayan hanya mampu menangkap ikan maksimal hanya 4,8 kg/hari saja (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung). Kenyataan tersebut membuat perekonomian nelayan memprihatinkan. Seperti yang dikemukakan oleh Mubyarto dkk. (dalam Kinseng, 2014:38) bahwa keluarga nelayan pada umumnya lebih miskin daripada keluarga petani atau pengrajin. Para nelayan kecil dan buruh nelayan memang berada pada posisi yang lemah dan marginal (Kinseng, 2014:39). Sucipta (2012) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1995 Kedonganan mulai terjamah perkembangan kepariwisataan dan menjadi tujuan wisata pantai dan kuliner. Sebagai pengaruh dari keberhasilan pendirian kafe-kafe di pantai Jimbaran, masyarakat Kedonganan pun turut mendirikan kafe-kafe pula. Namun perkembangan di Kedonganan tanpa kendali sehingga menimbulkan banyak permasalahan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Permasalahan ini sangat urgen, karena bila tidak terselesaikan bisa berlanjut dengan situasi yang lebih parah dan akan mencoreng citra objek wisata Kedonganan, bahkan pariwisata budaya Bali. Lebih jauh permasalahan ini bisa pula mengakibatkan penurunan jumlah wisatawan yang mengunjungi objek wisata tersebut diiringi penurunan jumlah masukan finansial, baik bagi pengelola objek wisata tersebut, pemerintah daerah, dan terlebih pada masyarakat yang bersangkutan.

(7)

6 Peraturan Daerah Provinsi Bali No.2 Tahun 2012 menyatakan bahwa pariwisata Bali berlandaskan kebudayaan Bali yang dijiwai falsafah Tri Hita Karana, yang mengidealkan keharmonisan sosial (pawongan). Oleh karena itu, penelitian ini selain mengkaji permasalahan tersebut dari perspektif masyarakat nelayan pendukung budaya tersebut, juga mengkaji bagaimana masyarakat Kedonganan menciptakan strategi dalam menghadapi salah satu permasalahan hidup mereka, yaitu kemiskinan, agar diperoleh pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk membangun strategi dalam memecahkan masalah yang menunjukkan adanya ketidakharmonisan sosial.

1.2Tujuan Khusus

Bertolak dari latar belakang di atas, penelitian ini mempunyai tujuan khusus, yaitu untuk mengetahui dan memahami beberapa hal guna dapat merumuskan strategi pengelolaan sumber daya laut di Kedonganan berbasis masyarakat. Adapun hal-hal yang hendak diketahui dan dipahami dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Program kerja, pelaksanaan program kerja, pengawasan dan evaluasi yang berkaitan dengan strategi pengelolaan sumber daya laut oleh masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan.

2. Langkah-langkah yang ditempuh pihak pengelola sumber daya laut dalam menghadapi kemiskinan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan.

3. Hubungan pihak pengelola sumber daya laut dengan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan pada masa kini.

1.3Urgensi Penelitian dan Potensi Hasil yang bisa didapat

Berdasarkan tujuan khusus di atas, penelitian ini sangat urgen karena hasil penelitian ini yang berupa pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang hendak diketahui dan dipahami itu diharapkan bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis.

1.3.1 Manfaat Teoretis

(8)

7 2. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pandangan pihak pengelola

sumber daya laut terhadap program kerja, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.

3. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pandangan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan terhadap program kerja, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya laut di Kedonganan.

4. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang strategi masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan menghadapi kemiskinan.

1.3.2 Manfaat Praktis

1. Merumuskan strategi pengelolaan sumber daya laut yang memungkinkan untuk pengembangan atau modernisasi perikanan lebih lanjut, dan menghindarkan terjadinya pemiskinan.

2. Menambah materi mata kuliah Antropologi Maritim yang akan diselenggarakan Program Studi Antropologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana. 3. Menambah publikasi ilmiah pada jurnal terakreditasi.

1.4. Tinjauan Pustaka

1.4.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Terkait dengan tujuan penelitian, ada beberapa hasil penelitian yang relevan untuk ditelaah dan diacu dalam penelitian ini. Antara lain, penelitian Widhianti (2005), Orientasi Nilai Budaya Masyarakat Nelayan di Kawasan Wisata Kedonganan,

(9)

8 Strategi senada dapat pula ditemui pada penelitian Pradnyaswari (2011) tentang Pemertahanan Identitas Etnik dalam Masyarakat Multikultural pada Masyarakat

Kampung Bugis di Pulau Serangan Kecamatan Denpasar Selatan, yang mengungkapkan bagaimana masyarakat Bugis yang berprofesi sebagai nelayan di Serangan beradaptasi di lingkungan yang mengalami perubahan sejak adanya proyek reklamasi. Hal ini penting juga untuk dicermati karena memperlihatkan bagaimana suatu masyarakat dengan menggunakan kebudayaannya menginterpretasi dan mengadaptasi lingkungannya. Dalam hal ini kebudayaan digunakan sebagai strategi menghadapi hari depan.

Berkaitan dengan strategi masyarakat tertentu menghadapi permasalahan mereka dikemukakan oleh Marzali (2003) dalam Strategi Peisan Cikalong dalam Menghadapi Kemiskinan. Marzali mengasumsikan bahwa gejala kemiskinan Jawa bermula dari faktor tekanan penduduk yang tidak terimbangi oleh perkembangan teknologi pertanian dan kemajuan institusi ekonomi pedesaan.

Selain itu, Kusnadi (2002) dalam Konflik Sosial Nelayan, Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan, mengungkapkan bahwa kemiskinan, keterbelakangan masyarakat nelayan, kerusakan lingkungan pesisir dan laut merupakan dampak dari kebijakan pembangunan yang selama ini berorientasi ke daratan. Sekalipun pemerintah menggulirkan kebijakan modernisasi perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, namun hasil yang dicapai tidak memuaskan. Secara umum nelayan masih terperosok dalam perangkap kerentanan sosial-ekonomi yang berkepanjangan.

Penguasaan dan akses terhadap sumber daya alam semakin sering menjadi isu utama dalam konflik sosial. Dalam buku Konflik Nelayan, Kinseng (2014) mengemukakan bahwa konflik sosial di kalangan nelayan di Indonesia selama ini sering bersifat destruktif dan brutal, sehingga telah menelan korban harta benda bahkan nyawa para nelayan yang tidak sedikit. Namun di sisi lain, Sucipta (2012) dalam tulisan Pengelolaan Pantai Kedonganan Sebagai Daya Tarik Wisata Kuliner Berbasis

(10)

9

maksimal, sehingga apa yang menjadi harapan masyarakat, yaitu dari masyarakat untuk masyarakat pasti dapat terwujud dalam pariwisata berkelanjutan itu. Karenanya untuk mencapai keharmonisan bersama, yaitu keharmonisan antara masyarakat, lingkungan dan hubungan baik dengan wisatawan, pengelolaan sumber daya tersebut didasari juga dengan filosofi Tri Hita Karana. Hasil penelitian Kusnadi, Kinseng maupun Sucipta tersebut dapat memberikan wawasan atau pemahaman tersendiri yang bermanfaat dalam pelaksanaan penelitian ini.

1.4.2. Pemahaman tentang Manajemen

Pengelolaan sumber daya laut identik dengan menyoroti manajemen sumber daya laut itu sendiri. Istilah manajemen diartikan sebagai penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:870). Manajemen dalam arti tersebut terdiri atas empat bagian, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengawasan, dan (4) evaluasi.

1.4.3. Perencanaan

(11)

10 1.4.4. Pelaksanaan

Pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan dapat dilihat sebagai perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan cara-cara tertentu oleh pihak yang bersangkutan. Diantaranya ada yang dilakukan secara kolektif oleh orang-orang yang memiliki kedudukan yang berbeda dalam unit kerja yang bersangkutan. Keragaman kedudukan atau status itu bisa menunjukkan hubungan horizontal sehingga kedudukannya sama, misalnya sama-sama sebagai anggota panitia; dan ada pula yang mencerminkan hubungan vertikal, sehingga kedudukannya itu mencerminkan hubungan yang bersifat hierarkis, dan kedudukannya ada yang lebih tinggi dan lebih rendah. Hubungan horisontal dan vertikal itu selalu bernuansa kekuasaan, karena seperti dikemukakan oleh Takwin (2003), hubungan kuasa tidak hanya terjadi dalam hubungan antara negara dan rakyat, majikan dan buruh dan lain-lain, melainkan terjadi di mana saja dan kapan saja.

Hubungan kuasa senantiasa ditandai dengan ideologi dan wacana. Artinya, ada gagasan atau ide yang dijadikan acuan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Agar ideologi itu dapat diacu maka dilakukan wacana oleh para pihak yang bersangkutan. Melalui wacana bisa terjadi hegemoni, dominasi, dan bahkan kekerasan yang dilakukan oleh satu pihak oleh pihak yang lain yang pada umumnya dilakukan oleh pihak yang berkuasa kepada pihak yang dikuasainya.

Mengingat perencanaan kegiatan bisa diorientasikan pada keuntungan sosial ekonomi dan sosial budaya, maka hal itu bisa saja tercermin dalam pelaksanaannya. Bila orientasi pada keuntungan ekonomi bersifat dominan, maka pelaksanaannya akan lebih mengutamakan efisiensi. Sedangkan bila orientasi pada keuntungan sosial budaya yang lebih dominan, maka proses pelaksanaannya bisa mencerminkan berbagai prinsip pengutamaan, antara lain pengutamaan kualitas kinerja dan citra.

1.4.5. Pengawasan dan Evaluasi

(12)
(13)

12 BAB II

METODE PENELITIAN

Metode yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penerapan metode ini diwujudkan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut.

1) Mengumpulkan data dengan metode pengamatan dan wawancara mendalam. 2) Bersamaan dengan pengumpulan data tersebut dilakukan analisis data secara

interpretatif dengan pendekatan fenomenologis. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang gagasan, pikiran, keyakinan yang ada di balik aktivitas pengelolaan sumber daya laut masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan. Hasil interpretasi digunakan untuk membuat hipotesis kerja yang kemudian dipakai untuk menggali informasi secara lebih mendalam hingga diperoleh informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penelitian.

3) Berdasarkan hasil penelitian dirumuskan simpulan akhir dan selanjutnya digunakan untuk menyusun model strategi pengelolaan sumber daya laut berbasis mesyarakat setempat.

2.1. Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kedonganan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Lokasi ini dipilih karena di lokasi tersebut merupakan pusat kegiatan kenelayanan berada.

2.2. Penentuan Informan

Informan yang dipilih sebagai narasumber atau pemberi informasi dalam penelitian ini meliputi orang-orang dari warga masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan, baik para pemimpin maupun anggotanya yang mempunyai pengetahuan tentang kehidupan nelayan tersebut serta mempunyai pengetahuan tentang strategi apa saja yang dilakukan dalam menghadapi berbagai masalah hidup kenelayanan.

(14)

13 2.3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi. Jenis wawancara mendalam dan wawancara pengalaman individu yang disebut metode individual life history (Koentjaraningrat, 1989:158). Sedangkan fenomena yang diobservasi adalah situasi sosial atau hidup keseharian dalam menghadapi kemiskinan di sekitar kehidupan masyarakat nelayan di Desa Kedonganan.

2.4. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan analisis interpretatif, baik secara emik maupun secara etik. Setiap informasi penting yang diperoleh dari informan langsung dianalisis untuk membentuk hipotesis-hipotesis yang kemudian digunakan untuk membuat pertanyaan yang akan diajukan berikutnya. Proses analisis semacam itu pada dasarnya dapat dilihat tahap demi tahap yang meliputi kegiatan mereduksi data, menyajikan data, menafsirkan data, dan menarik simpulan.

(15)

14 BAB III

GAMBARAN UMUM KELURAHAN KEDONGANAN

3.1. Lokasi dan Lingkungan Alam

Kelurahan Kedonganan terletak di sebelah selatan kota Denpasar yang berjarak -/+ 20 km, dan berjarak 5 km dari Kuta. Kelurahan ini berada di wilayah Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan. Adapun batas-batas Kelurahan Kedonganan sebagai berikut : Sebelah Utara : Kelurahan Tuban

Seb elah Se latan : Kelurahan Jimbaran Sebelah Barat : Samudera Indonesia Sebelah Timur : Selat Badung

Luas wilayah Kelurahan Kedonganan 191 ha, yang dimanfaatkan sebagian besar untuk pemukiman dan pekarangan. Sebagian lainnya merupakan hutan, pekuburan dan fasilitas umum. Seacara topografis, Kelurahan Kedonganan merupakan daerah dataran rendah dengan tanah berbukit kapur di sebelah selatan. Daerah ini terletak pada ketinggian 31 m di atas permukaan laut dengan karakteristik wilayah pesisir dan jenis tanah berpasir. Keadaan musim di wilayah Kelurahan Kedongan seperti halnya wilayah tropis lainnya di Indonesia. Curah hujan rata-rata 1700 mm/tahun, dengan suhu udara berkisar antara 23°-34°. Wilayah ini dengan kondisi tanah yang kurang subur untuk pertanian, maka wilayah Kedonganan hanya dapat ditanami dengan tanaman yang bisa tumbuh di tempat bersuhu panas, misalnya kedelai, pandan, dan umbi-umbian. Tanaman lainnya sebatas tanaman untuk pakan ternak, pisang dan kelapa.

Jenis fauna yang diternakkan antara lain; sapi, babi, ayam, dan bebek. Pemeliharaan ternak dilakukan hampir di setiap rumah tangga atau keluarga dengan jumlah yang bervariasi. Hasil ternak tersebut selain untuk memenuhi konsumsi sendiri, ada pula yang dijual. Jenis binatang lain yang banyak dijumpai ialah anjing dan kucing.

3.2. Demografi

(16)

15 terdiri dari laki - laki 3.128 orang, dan perempuan 2.681 orang dari 1.257 KK (kepala kelu arga), d engan kep adatan p endudu k 2.952/km2. Adapun jumlah sebaran KK d an penduduk di setiap banja r di Kelurahan Kedonganan dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL 1

Sebaran Penduduk Kelurahan Kedonganan

NO. BANJAR Kepala

Keluarga

Jumlah Penduduk

1. Kubu Alit 147 727

2. Ketapang 258 1.113

3. Anyar Gede 184 945

4. Kerthayasa 156 698

5. Pasek 257 1.016

6. Pengenderan 255 1.310

JUMLAH 1.257 5.809

Sumber : Profil Kelurahan Kedonganan tahun 2014.

Selain masyarakat “asli” Kedonganan, banyak pula warga masyarakat yang berasal dari wilayah Bali lainnya. Hal itu disebabkan banyak orang Kedonganan yang menikah dengan orang Bali dari wilayah lain, misalnya dari Tabanan, Singaraja, Gianyar dan lainnya. Terlepas dari perbedaan wilayah asal, secara keseluruhan penduduk Kedonganan dapat diidentifikasikan sebagai orang Bali. Sedangkan penduduk pendatang dari etnis lainnya adalah Jawa, Madura, dan Cina.

Fasilitas pendidikan di Kelurahan Kedonganan dapat dijumpai di pusat kelurahan. Fasilitas pendidikan itu mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan juga di tingkat kelurahan. Kelurahan Kedonganan hingga kini sudah memiliki 5 bangunan gedung sekolah, yaitu untuk jenjang pendidikan TK dan SD. Sedangkan untuk jenjang pendidikan lebih tinggi, seperti SMP, SMU atau SMK terletak di kelurahan lain yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kedonganan.

(17)

16 lainnya yang berkeinginan untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi, karena Kedonganan tak terlalu jauh letaknya dengan Universitas Udayana. Hal tersebut diharapkan dapat memacu pola pikir masyarakat agar d ap at mener im a ar ti pentingn ya p end id ikan dalam kehid upan mer eka.

3.3. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Masyarakat Kedonganan merupakan masyarakat yang heterogen dengan sistem mata pencaharian yang beraneka ragam pula. Mata pencaharian utama di Kelurahan Kedonganan adalah sebagai nelayan. Selain itu banyak pula bekerja dalam bidang perdagangan sebagai pengusaha kecil dan menengah, industri dan swasta. Hal itu disebabkan oleh semakin berkembangnya sektor pariwisata di Kedonganan, sehingga sarana dan prasarana yang mendukungnya dibutuhkan juga. Walaupun sebagian pekerjaan yang sudah disebutkan merupakan pekerjaan pokok, tapi tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat Kedonganan untuk memiliki pekerjaan atau penghasilan tambahan atau sampingan seperti menyewakan rumah, menyewakan kamar, menjadi pengrajin, atau pekerjaan lainnya.

3.4. Potensi Pariwisata

Pariwisata menjadi salah satu sektor andalan Indonesia untuk meningkatkan devisa negara karena Indonesia mempunyai banyak potensi alam dan potensi manusia yang merupakan modal dasar penunjang kepariwisataan. Oleh karena itu, pariwisata adalah sektor yang mampu menggalakkan ekonomi dan sektor-sektor terkait, yaitu sektor lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan nasional (Geriya, 1995:43).

(18)

17 pertanian sawah.

Perkembangan kepariwisataan di Kedonganan tidak bisa dipisahkan dari perkembangan kepariwisataan di daerah Jimbaran. Beroperasinya Hotel Four Seasons Jimbaran Bali pada tahun 1993 membuka peluang bagi masyarakat Jimbaran untuk ikut merasakan dampak positif pariwisata. Dengan banyaknya wisatawan yang datang ke pantai Jimbaran, beberapa penduduk Jimbaran mulai mendirikan warung-warung ikan bakar bagi wisatawan yang ingin menikmati makanan tradisional khas nelayan sambil menikmati pemandangan matahari terbenam. Warung-warung tersebut ramai didatangi tamu, sehingga ada sembilan warung ikan bakar yang beroperasi di pantai Jimbaran. Kesuksesan warung-warung ikan bakar di Jimbaran mendorong beberapa warga Kedonganan ikut mendirikan warung ikan bakar pula. Warung-warung makan tersebut akhirnya berkembang menjadi café seperti sekarang, dimana keberadaannya mengakibatkan pantai Kedonganan dan Jimbaran dikenal sebagai lokasi untuk aktivitas wisata kuliner. Pada awalnya, hanya ada lima café saja. Kemudian kesuksesan lima cafe tersebut mendorong semakin banyak warga Kedonganan yang ikut-kutan mendirikan café dan meninggalkan profesi sebagai nelayan yang sebelumnya mereka jalani. Suatu bentuk pekerjaan baru yang lebih menjanjikan.

Faktor lain yang mendorong berdirinya café di sepanjang pantai Kedonganan adalah tidak terserapnya produksi ikan kelompok-kelompok nelayan Kedonganan yang berlimpah pada waktu itu. Pemindahan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ke Jembrana mengakibatkan nelayan Kedonganan harus mengalokasikan biaya dan waktu yang lebih banyak untuk membawa hasil tangkapan ke Jembrana. Selain itu adanya keluhan dari otoritas Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai terhadap pencemaran bau di sekitar perairan pantai Kedonganan dan limbah ikan yang dibuang oleh nelayan Kedonganan di tengah laut. Fakor-faktor tersebut menyebabkan nelayan Kedonganan beranggapan bahwa profesi nelayan tidak lagi menjanjikan sehingga mereka mulai beralih profesi. Salah satu peluang yang menjanjikan pada waktu itu adalah beralih profesi menjadi pengusaha café.

(19)
(20)

19 BAB IV

KEHIDUPAN NELAYAN KEDONGANAN

4.1. Nelayan Kedonganan

4.1.1. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan masyarakat Kedonganan terjadi melalui perkawinan. Prinsip keturunan dan pewarisan mengikuti garis patrilinial, yaitu yang menentukan bahwa dalam hubungan kerabat dan pewarisan hak serta kewajiban kekerabatan diperhitungkan melalui garis laki-laki. Perkawinan merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat Kedonganan, karena melalui perkawinan barulah seseorang mendapat hak dan kewajiban sebagai warga komunitas serta warga kelompok kerabat. Perkawinan yang dianggap ideal adalah perkawinan memad ik (meminang). Inisiatif d an pelaksanaannya dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki. Adat menetap yang lazim dilakukan adalah virilokal (pasangan pengantin tinggal di rumah laki-laki).

Perkawinan sangat penting dalam kehidupan masyarakat Kedonganan. Hal tersebut bersangkutan pula dengan sistem pewarisan. Di dalam kehidupan perkawinan, bila tidak mempunyai keturunan maka harta bersama akan jatuh ke tangan keluarga suami. Harta warisan dianggap mempunyai nilai religius magis. Selain dapat memberikan suatu kesan secara nyata dan tidak nyata, dapat pula mempengaruhi baik buruknya hidup seseorang di dunia ini.

4.1.2. Sistem Kemasyarakatan

Di Kelurahan Kedonganan terdapat empat lembaga tradisional dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu desa dinas, desa adat, banjar dan seka.

Desa dinas bersifat administratif dan kedinasan yang dikepalai oleh

(21)

20 fungsi yang d ijalankan oleh Kelurahan seb agai kesatu an administratif. Lurah dibantu oleh seorang Sekretaris dan beberapa Kepala Seksi dalam bidang masing-masing yang telah ditentukan untuk memudahkan menjalankan tugas dalam Kelurahan. Pengangkatan pengurus kedinasan ini telah diatur dalam pemerintahan desa. Fungsi kedinasan untuk melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintahan dan pembinaan kemasyarakatan, melakukan tugas di bidang pembangunan, melakukan upaya dalam rangka peningkatan partisipasi dan swadaya gotong-royong masyarakat, melakukan kegiatan yang berguna untuk keamanan dan ketertiban serta melakukan fungsi lain yang dilimpahkan pemerintah ke Kelurahan.

Desa adat secara formal dituangkan dalam pasal 1(e) Perda Bali No.6

tahun 1986, yang mengatakan bahwa desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di propinsi Tingkat I Bali yang memiliki satu kesatuan tradisional dan tata krama pergaulan hidup masyarakat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Kekuasaan tertinggi pada desa adat terdapat pada rapat anggota dan dikepalai oleh seorang bendesa adat. Sebagai bendesa adat hanya memiliki peran sebagai pemegang mandat dari krama (warga) desa adat di dalam melaksanakan berbagai tugas dan fu ngsi desa adat atau mengorganisasikan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan eksistensi desa adat. Bendesa adat dibantu oleh pangliman, penyarikan, patengen, kesinoman, pasayahan-pasayahan, kelian banjar. Masing-masing prajuru (pengurus) melaksanakan kewajiban sepert melaksanakan ayahan desa (kerja bakti), menyelenggarakan upacara dewa yajna (ngodalin) di pura milik desa, menyelenggarakan upacara bhuta yajna (mecaru) di desa setiap Tilem Kesanga, melaksanakan upacara Mekiyis dan lain-lain. Selain itu mereka wajib tunduk dan mentaati peraturan yang berlaku bagi desa adat Kedonganan, baik secara tertulis maupun secara tidak tertulis. Wajib menjaga keamanan bersama, menjaga nama baik desa dan melaksanakan suka duka antara sesamanya.

(22)

21 Selanjutnya dipilih oleh masyarakat Kedonganan dengan suara terbanyak. Setelah itu bendesa yang terpilih membentuk prajuru yang berasal dari masing-masing banjar. Syarat untuk menjadi bendesa adat Kedonganan adalah usia ± 20 tahun dengan pendidikan minimal SMP dan yang paling penting tidak dikucilkan oleh banjar di mana ia berasal.

Desa adat Kedonganan juga memiliki awig-awig, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga untuk mengatur stabilitas organisasinya. Awig-awig ini sebagai sarana pengikat warga masyarakat desa adat Kedonganan yang dimuat dan disyahkan oleh pejabat berwenang. Sanksi yang ada, bilamana ada yang melanggar awig-awig ini berupa teguran oleh prajuru desa. Tuduhan atas seseorang yang bersalah didasarkan atas Tri Premana, dan jika terbukti maka orang tersebut didenda. Besar kecilnya dijabarkan atas denda uang, ayahan (kerja bakti), upacara dan banten, sapa sumapa di desa dan banjar.

Banjar. Komunitas terkecil di Bali disebut banjar. Suatu banjar dikepalai oleh seorang kelian banjar yang bertugas dalam bidang sosial dan kehidupan keagamaan suatu komunitas. Pusat kegiatan warga banjar adalah di bale banjar di mana para warga banjar bertemu dan melakukan kegiatan pada hari-hari tertentu. Secara organisatoris kedudukan krama berada di bawah kelian, namun segala keputusan diambil dalam rapat krama banjar dan dilaksanakan oleh kelian banjar. Kelian banjar dibantu oleh penyarikan, kesinoman dan lain-lain. Anggota dari banjar adalah mereka yang sudah menikah (mapakuren) dan tidak lagi berstatus sebagai teruna. Kewajiban krama banjar adalah melaksanakan upacara Dewa Yajna, Bhuta Yajna, Pitra Yajna, menyelenggarakan penguburan warga yang meninggal, membantu anggota kra ma yang terkena musibah d an baha ya, menyelenggarakan tugas rutin banjar secara bergiliran, kerja bakti dan wajib bekerja untuk kepentingan krama banjar. Fungsi banjar yang ada di desa adat Kedonganan adalah untuk mewujudkan hidup bergotong royong di kalangan warga krama banjar, baik dalam keadaan suka maupun duka.

(23)

22 banjar. Seka di Kelurahan Kedonganan merupakan kesatuan dari beberapa orang anggota banjar yang terhimpun atas dasar kepentingan yang sama dalam suatu hal, misalnya seka teruna teruni, seka pesantian, seka gong dan seka kidung. Sifat seka-seka ini ada yang permanen dan ada pula yang sementara. Jumlah anggota dan prajuru seka ada yang besar dan ada yang kecil. Pada prinsipnya seka yang ada dilandasi oleh prinsip gotong royong, musyawarah dan tujuan khusus. Kegiatan seka disamping untuk kepentingan anggotanya, juga banyak membantu kegiatan banjar, bahkan untuk beberapa hal dimanfaatkan oleh banjar. Seka mempunyai anggota, struktur pimpinan, hubungan berpola antar anggota, aturan serta fungsi tertentu dalam kaitannya dengan kelompok sosial dan kelompok kepentingan yang sama di lingkungan banjar, desa adat dan desa dinas.

4.1.3. Sistem Kepercayaan

Di Kelurahan Kedonganan ada beberapa agama yang dianut, yaitu Hindu, Islam, Kristen Protestan, Katholik dan Buddha. Aktivitas hidup keagamaan orang Kedonganan yang mayoritas beragama Hindu dapat dikatakan sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dalam praktek keagamaan yang bukan hanya dilakukan pada hari-hari yang dipandang suci agama Hindu saja, tetapi juga pada hampir setiap kegiatan lainnya.

(24)

23 yang tidak nampak (Niskala), percaya dengan tempat yang dianggap angker. Mereka juga percaya dengan adanya benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.

4.1.4. Sistem Peralatan dan Teknologi

Hingga saat ini, usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan Kedonganan dapat dikatakan masih menggunakan teknologi tradisional, seperti jukung, jaring, dayung, dan motor tempel. Alat penangkapan ikan tersebut dikatakan tradisional apabila dibandingkan dengan peralatan yang lebih modern, seperti alat pukat harimau dan perahu besar yang memiliki wilayah tangkapan yang lebih jauh (off-shore fishing) dan kapasitas untuk memperoleh ikan yang lebih banyak.

Beberapa tahun yang lalu peralatan modern telah dikenalkan pula oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia, selain untuk memperkenalkan alat penangkapan ikan modern, peralatan ini dianggap dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan dengan hasil tangkapan yang lebih banyak. Penggunaan peralatan modern tersebut diharapkan dapat mengubah pola penangkapan ikan yang sebelumnya tergantung pada musim menjadi tidak tergantung lagi pada musim. Namun hal tersebut ternyata tidak berlangsung lama, karena selain adanya kesenjangan yang sangat besar antara nelayan dengan peralatan modern dengan nelayan tradisional, hal lainnya adalah kelurahan Kedonganan merupakan salah satu daerah kawasan pariwisata di kabupaten Badung Selatan yang dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai. Aktivitas nelayan Kedonganan berupa pendaratan basil tangkapan dialihkan ke Kabupaten Jembrana, karena hal itu dianggap dapat mempengaruhi kebersihan dan keindahan wisata alam di Kedonganan. Hal itulah yang menyebabkan nelayan Kedonganan memilih kembali dengan peralatan tradisional mereka.

(25)

24 1. Kolor (Selerek)

Tipe ini umumnya digunakan untuk mencari ikan dengan menggunakan jaring selerek. Bagian-bagian dalam sebuah perahu selerek adalah kemudi, hang (tempat layar), sangan belakang (hang dua), blandangan (bambu), mesin disel (penggerak perahu), kotak (tempat es dan tempat ikan). Pada setiap perahu selerek selalu terdapat sebuah tiang khusus. Di puncak tiang ini terdapat sebuah kursi sebagai tempat duduk pemilik atau nelayan buruh yang telah dipercaya ketika mencari ikan.

Perahu selerek dibuat dari kayu jati. Perahu selerek yang terkenal berasal dari pulau Madura. Ukuran panjang 9 m, lebar 2,75 m, dalam 1 m. Perahu ini dapat ditumpangi 15 sampai 20 orang dan dapat memuat ikan sekitar 20 ton. Penggerak perahu adalah mesin disel berkekuatan 22 Pk yang dapat melaju dengan cepat dan menarik perahu lain yang bermuatan banyak.

Jaring selerek terbuat dari nilon berukuran panjang sekitar 270 m dan lebar 60 m. Jaring ini berbentuk segi empat tanpa potongan dengan letak kantong di bagian tepi. Jaring terbagi menjadi bagian kepala, perut dan sayap yang terdiri dari 7 lembaran. Pada bagian kepala, perut dan sayap selalu dirangkaikan satu dengan lain secara vertikal. Pemberat jaring terbuat dari timah hitam, sedangkan pelampung jaring terbuat dari plastik. Jaring ini digunakan untuk menangkap ikan dengan kedalaman air 100 m dari permukaan laut.

2. Sekoci

Ukuran perahu sekoci panjang 6,5 m, lebar 1,5 m dan dalam 0.75 m. Perahu ini dapat ditumpangi 2-3 orang dan dapat memuat satu ton ikan. Penggerak perahu adalah mesin disel berkekuatan 22 Pk. Perahu semacam ini jarang kita lihat sehari-hari di pantai Kedonganan karena perahu ini berlayar hingga beberapa hari. Pada perahu ini ada rumah kecil untuk berteduh. Bagian perahu lainnya adalah sangan (tiang) belakang, blandong (bambu), mesin disel dan kotak tempat ikan.

(26)

25 100 m dan lebar 5-6 m. Mata jaring pinggir 2.5 inci dengan mata tengah sekitar 2 inci. Kedalaman air yang digunakan untuk jenis jaring ini 60 meter.

3. Ju ku ng

Perahu jukung ini merupakan perahu kecil, berukuran panjang 6 m, lebar 0,6 m dan dalam sekitar 0,4 m. Jukung dapat ditumpangi dua orang dan memuat ikan sekitar 2 kwintal. Alat penggerak perahu berupa mesin tempel dengan ukuran 7 Pk. Selain itu menggunakan alat penggerak lain yaitu dayung dan layar. Alat transportasi jukung biasanya dibuat sendiri di Kedonganan oleh sejumlah tukang kayu dan buruh yang memiliki keterampilan teknis untuk itu. Jaring untuk menangkap ikan dalam jukung adalah jaring yang disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Jukung dapat beroperasi hingga 10 km dari pantai.

4. Jaring

(27)

26 5. Pancing

Pancing yang digunakan para nelayan adalah pancing rawe dan pancing tank. Ukuran kedua pancing ini berbeda tergantung dari jenis ikan yang akan ditangkap. Panjang tali ring mencapai kurang lebih 100 meter. Pada umumnya nelayan Kedonganan pergi ke laut ketika air pasang sehingga jukung dapat berlayar ke tengah lautan. Begitu pula saat jukung datang atau merapat ke pantai. Umumnya kegiatan nelayan setiap harinya dilakukan sebanyak 2 kali yakni pukul 02.00 dini hari dan siang hari pukul 11.00 WITA. Secara turun temurun mereka mengenal bahwa dalam sehari terjadi 2 kali air pasang surut. Proses terjadinya air pasang dan air surut ini tidak terjadi secara serentak tetapi secara pelan-pelan hingga mencapai titik tertinggi titik pasang dan terendah pada waktu air surut, hal ini terjadi setiap 6 jam sekali. Pada waktu surut, air laut menjadi mundur ke arah laut sekitar 50 sampai 100 m. Sebaliknya ketika air laut mulai pasang maka maju ke arah pantai sekitar 100 sampai 150 m. Perbedaan pasang surut ini tidak berpengaruh terhadap tempat parkir jukung karena letaknya lebih dari 200 meter dari titik terdekat ketika air laut pasang.

Para nelayan Kedonganan mengenal pula beberapa tanda alam yang menunjukkan tempat berkumpulnya ikan, yaitu ketika tampak adanya gelombang berbuih putih di permukaan laut. Selain itu melihat banyaknya burung-burung yang menyelam atau menyambar di permukaan laut. Gejala alam yang lain adanya awan gelap di sebelah Tenggara atau Barat Daya yang menandakan akan terjadi angin besar diikuti oleh gelombang yang besar pula. Adanya gelombang besar didahului adanya buih yang muncul di permukaan laut. Berhembusnya angin Tenggara ini biasanya muncul pada musim kemarau dan musin hujan disertai hembusan angin Barat.

(28)

27 melainkan juga pada musin kemarau. Musim kemarau di Kedonganan berlangsung sekitar pada bulan Mei hingga bulan Oktober. Selama musim kemarau ini angin berasal dari arah Timur, Timur Laut dan Tenggara. Oleh para nelayan disebut angin Timur yang bertiup kencang namun tidak begitu membahayakan. Kadang-kadang pada musim kemarau diselingi oleh tiupan angin Utara yang mengakibatkan gelombang besar di perairan Selat Bali.

4.2. Hidup Keseharian Nelayan

Nelayan dapat didefinsikan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Sedangkan masyarakat nelayan adalah kelompok atau sekelompok orang yang bekerja sebagai nelayan, nelayan kecil, pembudi daya ikan kecil yang bertempat tinggal di sekitar kawasan nelayan (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No. 15/Permen/M/2006).

(29)

28 hari, pak Wayan mendaratkan jukung yang telah dipakai dan menyimpan mesin tempel yang telah digunakan. Ada kalanya ia merawat dan memperbaiki mesin yang rusak. Sebagai nelayan pemilik tradisional, ia bertugas membagi uang hasil tangkapan kepada buruh-buruhnya itu. Setelah semua pekerjaan selesai, para nelayan kembali ke rumah masing-masing.

Lain lagi dari penuturan Pak Sacit, seorang nelayan tradisional dari daerah Muncar. Menurut keterangannya, pada saat musim barat nelayan yang berasal dari luar daerah Bali akan pulang kampung dikarenakan pendapatan ikan sedikit. Perahunya tetap ditaruh di pantai Kedonganan, tapi nelayannya saja yang kembali ke kampung. Perahu rata-rata milik sendiri yang langsung dibawa dari kampung, namun ada juga beberapa nelayan Bali, khususnya dari Kedonganan yang mempunyai perahu sendiri. Biasanya yang dahulunya nelayan asli Kedonganan melaut sendiri, namun sekarang perahunya sudah disewakan kepada nelayan dari luar yang hasilnya dibagi menjadi dua (50-50). Ada juga beberapa nelayan melaut sendiri tanpa teman untuk melaut, jadi hasilnya bisa dinikmati sendiri. Nelayan mulai melaut mulai pukul 15.00 atau 16.00 dan kembali ke darat keesokan harinya kurang lebih jam 06.00 atau jam 07.00. Penghasilan paling sedikit pada musim barat kadang-kadang mendapatkan sampai 5 ekor ikan saja, kadang tidak mendapatkan sama sekali. Hasil ikan paling banyak bisa mencapai 1-2 ton, kalau ikan yang di dapat melebihi 2 ton biasanya membuang jaring ke laut. Untuk mendapatkan ikan sebanyak itu perahu yang digunakan adalah perahu yang berukuran sedang.

(30)

29 Menurut pak Sacit, fasilitas kenelayanan di Kedonganan cukup baik. Nelayan yang ingin berisitirahat disediakan tempat istirahat bangunan persegi panjang atau yang disebut bangsal yang berlokasi tepat di pinggir pantai. Selain untuk tempat istirahat, tempat ini juga sebagai tempat untuk memperbaiki jaring-jaring yang rusak dan sebagai tempat menaruh jaring-jaring-jaring-jaring nelayan selama tidak melaut. Bangsal ini tidak di kenakan biaya melainkan diperuntukan secara gratis. Jaring-jaring yang dipakai bisanya di beli di pabrik, tidak membuatnya sendiri. Pengeluaran para nelayan kurang lebih sekitar 50-60 ribu/hari untuk kebutuhan sehari-hari. Harga mesin perahu, perahu, dan jaring sampai 100 juta per satu perahu, itupun disesuaikan dengan daya mesin perahu, ada yang berukuran 15 dan 30 PH. Untuk pemesanan perahu biasanya antara 1-2 minggu, dan langsung dikirim dari Cilacap dan diangkut ke Bali menggunakan sebuah truk, yang di dalamnya berisi sampai 6 buah perahu.

Pengasilan untuk nelayan kalau dipukul rata 7 juta/bln jika perahu milik berdua, sedangkan perahu milik sendiri bisa mencapai 15 juta/bln. Untuk orang yang bertugas menampung ikan disebut pengembak, selanjutnya ikan akan dikirim ke daerah Benoa. Setiap nelayan mempunyai bos, apabila nelayan ini kehabisan modal jadi nelayan ini akan meminjam modal kepada pengembak, selanjutnya setelah nelayan ini panen akan diserahkan langsung kepada pengembak. Untuk sekali melaut, nelayan membutuhkan dana disesuaikan dengan besar daya mesin, untuk mesin yang berukuran 30 PH dibutuhkan dana sebesar 200-300 ribu sedangkan mesin yang berukuran 15 PH sebesar 100-200 ribu.

(31)

30 Kedonganan. Setelah kegiatan di KUD selesai, kemudian pak Nyoman pergi mengawasi hasil tangkapan para buruhnya. Hasil tangkapan ikan dihitung dan kemudian dijual ke pasar oleh istrinya. Pada musim ikan, kegiatan di pantai biasanya selesai pukul 13.00. Setelah itu baru para nelayan bisa beristirahat.

Pak Abdul (bukan nama asli) sebagai nelayan buruh yang berasal dari Muncar, Jawa Timur, tinggal di sebuah kamar sewa beserta istri dan anaknya. Seperti nelayan buruh lainnya, pak Abdul sudah mulai beraktivitas sekitar pukul 02.00 pagi. Dia bekerja pada salah seorang pemilik jukung, pak Made (bukan nama asli). Kemudian dia menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa melaut, antara lain; lampu, jaring, bahan bakar mesin tempel, makanan dan minuman yang telah disediakan oleh istri nelayan pemlik. Setelah itu pergi melaut dan kembali sekitar pukul 09.00 pagi. Kemudian ikan hasil tangkapannya dibersihkan dari jaring, ditempatkan dalam wadah plastik ukuran besar, kemudian ikan itu dijual oleh istrinya Setelah pak Abdul mendaratkan jukungya, segala peralatan dari nelayan pemilik yang dibawa tadi dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula bersama mesin tempel yang telah digunakan. Setelah itu dia pulang ke rumah untuk membersihkan diri dan beristirahat.

4.3. Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Tangkapan Ikan

(32)

31 Adapun sistem pembagian kerja kenelayanan di Kedonganan dapat dibagi sebagai berikut :

· Nelayan modern, nelayan semacam ini tidak diharuskan untuk menangkap ikan secara langsung, walaupun demikian banyak pula nelayan modern atau pemilik mesin dan jukung turut menangkap ikan.

· Nelayan buruh atau nelayan tradisional, bertugas mencari ikan di laut, menyiapkan peralatan menangkap ikan yang akan dipakai dan jukung yang digunakan.

· Buruh tegen jukung (panol), bertugas membantu para nelayan yang hendak pergi menangkap ikan dengan menggunakan jukung, mengangkat jukung dari tempat parkir jukung di pinggir pantai sampai ke tepi pantai untuk berlayar. Hal ini dilakukan juga ketika para nelayan kembali dari menangkap ikan dan mengembalikan jukung ke tempatnya semula.

· Buruh bersih jukung dan jarring, bertugas membersihkan jukung setelah p ar a nela yan kemb ali d ar i melau t. Sed angkan u ntu k membersihkan jaring dari hasil tangkapan ikan dilakukan oleh para buruh perempuan.

· Buruh timbang, bertugas menimbang hasil tangkapan ikan.

· Pedagang ikan, terdiri dari para keluarga nelayan yang bertugas menjual ikan kepada para konsumen atau pengepul. Umumnya kaum perempuan.

(33)

32 masih segar dan dengan cara pembekuan agar ikan bisa dijual keesokan harinya. Untuk mengatasi proses pembusukan sehingga mengalami kemunduran mutu, para nelayan Kedonganan melakukan pengawetan dengan es.

Setiap nelayan pemilik, pada musim ikan mampu menghasilkan hasil tangkapan sebanyak 3-5 ton dengan jumlah kepemilikan 3-6 jukung. Hanya pada tidak musim ikan produksi ikan menurun menjadi kurang dan 1 ton. Untuk menjaga kondisi ikan agar tetap segar, pada perahu selerek dan sekoci dilengkapi oleh kotak penyimpanan sebagai tempat pendingin agar ikan tidak cepat rusak. Untuk jukung ada yang dilengkapi kotak pendingin ikan dan ada juga yang tidak. Hal itu tergantung jarak yang akan ditempuh untuk mencari ikan yang kurang lebih memerlukan waktu empat jam, yang kemudian hasil tangkapanya langsung dijual.

(34)

33 sehingga keberadannya tidak memberikan keuntungan ekonomi kepada nelayan. Bahkan dengan penarikan restribusi, nelayan justru merasa dirugikan. Dalam memenuhi kebutuhan modal usaha, sebagian besar nelayan memilih meminjam uang dari pengambek (tengkulak). Pemasaran hasil tangkapanpun dilakukan tidak melewati sistem KUD yang ada disana, melainkan langsung antara nelayan ke pengambek. KUD hanya menjual hasil tangkapan ikan para nelayan modern dengan kapal besar saja. Oleh karena itu, pendapatan para nelayan sangat sulit dicatat secara pasti. Penghasilan nelayan dapat dikatakan tidak menentu. Hasil tangkapan nelayan kadang berlimpah, kadang sedang-sedang saja, bahkan sama sekali tidak memadai. Hal itu terjadi disebabkan pula oleh para nelayan yang melakukan aktivitas melaut masih berdasarkan musim.

Hasil tangkapan ikan yang rusak dapat dimanfaatkan menjadi tepung untuk makanan ternak unggas, terutama ayam. Selain itu ikan segar yang belum begitu rusak juga dibeli oleh ijon atau pengepul yang kemudian dijual ke pabrik pembuatan ikan sarden. Jika jumlah hasil tangkapan banyak, maka para nelayan menjual kepada ijon ini. Tetapi jika hasil sedikit maka nelayan hanya menjual di pasar. Ikan yang ada di pasar ikan Kedonganan tidak semua dari nelayan Kedonganan, namun dari nelayan daerah lain, seperti Sanur, Benoa, daerah Bali lainnya, bahkan dari Jawa. Selain itu cafe-cafe di Kedonganan tidak selalu membeli ikan di pasar atau dari nelayan Kedonganan, melainkan membeli dari tempat lain dan dari kapal besar yang menjual ikannya lewat TPI.

4.4. Perkembangan Kelompok Nelayan

(35)

34 tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan layak.

Fenomena tersebut membuahkan suatu inisiatif para nelayan setempat. Pada tahun itu pula berdiri pertama kali kelompok nelayan yang beranggotakan 30 orang. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan memantau seluruh aktivitas nelayan dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, yang antara lain bertujuan untuk melindungi nelayan dari sistem ijon yang memberi pinjaman modal kepada para nelayan namun sistem tersebut sangat merugikan nelayan. Setahun lamanya kelompok nelayan itu mampu bertahan dengan segala bentuk rintangan dari para ijon yang sempat pula memecah belah kelompok itu dengan menggunakan kekuatan modal yang dimilikinya. Berkat kegigihan pengurusnya melalui berbagai pendekatan kepada para anggota yang telah dikuasai ijon, maka anggota kelompok berkumpul kembali dalam satu wadah organisasi nelayan. Berbagai kegiatan kenelayanan seperti memberikan pengarahan, pembinaan dan menjelaskan pentingnya arti organisasi rutin dilakukan seminggu sekali. Penyuluhan dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.

Setelah terbentuk kelompok nelayan yang telah disyahkan, Pemerintah Daerah melalui BRI Cabang Denpasar memberikan bantuan kredit berupa KIK (Kredit Investasi Kecil) sebesar Rp. 26.000.000,-. Untuk tahap pertama direalisasikan pada tahun 1977 kepada nelayan Kedonganan yang digunakan untuk membeli 26 unit kapal selerek dan 26 mesin tempel Yamaha 8 PK, masing-masing unit dengan 6 set jaring. Bantuan pemerintah tersebut sangat besar manfaatnya bagi kelompok nelayan, terutama dalam menambah anggota organisasinya yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 260 orang nelayan buruh sekaligus.

(36)

35 mendukung pembangunan di bidang perikanan. Pemerintah membangun fasilitas pendukung TPI (tempat pelelangan ikan) yang dibantu pula oleh masyarakat nelayan. Untuk memperkuat kemajuan yang ingin dicapai dibentuk pula KUU Mina Segara yang bertujuan untuk menyediakan modal bagi nelayan anggotanya dengan bunga yang kecil.

(37)

36 BAB V

STRATEGI MENGHADAPI KEMISKINAN

5.1. Orientasi Nilai Budaya

Perikanan dan kelautan secara umum memang menjadi ikon Kedonganan. Bahkan, Kedonganan hingga kini menjadi salah satu sentra usaha perikanan dan kelautan terbesar di Bali. Kehadiran Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kedonganan menunjukkan Kedonganan memang memegang peranan penting dalam bidang perikanan. Namun, seperti umumnya daerah pesisir, kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya masih tertinggal, setidaknya hingga tahun 1990. Jumlah sarjana atau pun tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) ketika itu masih bisa dihitung dengan jari. Mayoritas penduduk Kedonganan hanya tamat Sekolah Dasar (SD). Malah, tak sedikit yang buta huruf. Kondisi semacam itu tentu saja sangat berpengaruh kepada iklim usaha untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Berbagai usaha yang dikembangkan di Kedonganan lebih sering menuai kegagalan. Karenanya, tidak mengherankan jika kondisi Kedonganan pada masa itu masih jauh tertinggal dibandingkan daerah-daerah lainnya di Kecamatan Kuta. Meskipun dekat dengan sentra pariwisata, keberadaan Kedonganan tetap saja terbelakang, tidak bisa ikut merasakan kue pariwisata. Namun mereka tidak menyerah, kehidupan harus berjalan terus seiring zaman. Mereka menyusun suatu strategi untuk menghadapi keterpurukan. Dengan menggunakan kearifan dalam kebudayaannya mereka mengadaptasi, menginterpretasi dan mengubah lingkungan yang sesuai dengan apa yang mereka harapkan.

(38)

37 sudah biasa mereka hadapi dan terima dengan besar hati karena bagi mereka hidup adalah sebagai anugerah. Suatu hal yang mereka harapkan adalah terciptanya keselarasan dan keserasian antara kehidupan duniawi dan kehidupan dengan Sang Hyang Widi. Untuk itu hidup harus dilandasi dengan sikap pasrah dan menerima apa adanya. Namun bukan berarti harus tetap tinggal diam saja.

5.2. Faktor-faktor Mempertahankan Kenelayanan

5.2.1. Alam.

Kedonganan merupakan salah satu kawasan wisata pantai memulai kegiatan kepariwisataann ya p ada tahun 1980-an dan berkembang pesat tahu n 2 000 -an lebih menitikberatkan pada potensi laut dan kehidupan kenelayanannya serta panjang pantai berpasir putihnya yang indah. Terlebih lagi dengan pemandangan mata hari terbenam di sore hari yang menimbulkan kekaguman. Pada kenyataannya, perkembangan wisata pantai Kedonganan sangat berpengaruh terhadap taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat nelayan Kedonganan sendiri. Manfaat ekonomi, sosial dan budaya merupakan imbas dari pada kemajuan wisata pantai ini. Dengan adanya pembangunan di bidang pariwisata dan perikanan, turut berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat Kedonganan yang ingin pula turut menikmati berkah tersebut.

(39)

38 Bali tersebut tidak hanya berlaku bagi nelayan pribumi tetapi juga berlaku bagi nelayan pendatang.

Awig-awig tersebut diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan pesisir agar terjaga dengan baik. Wilayah pesisir yang mempunyai kepemilikan akses terbuka memungkinkan akan terjadinya tragedi kepemilikan bersama. Hal itu terjadi karena tidak ada aturan jelas yang mengatur hak dan kewajiban dalam mengakses dan mengelola sumber daya pesisir. Adanya rasa kepemilikan bersama sumber daya alam dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, karena masing-masing pihak merasa berhak atas wilayah yang ditempatinya. Untuk menghindari hal tersebut, maka pengelolaan sumber daya pesisir diserahkan kepada masyarakat setempat dan dibentuk kelembagaan lokal yang berisi aturan-aturan adat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Aturan-aturan serta sanksi pelanggaran dibuat berdasarkan nilai, pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat setempat.

5.2.2. Ekonomi.

Perikanan adalah sistem usaha manusia dalam pemanfaatan sumber daya laut, mengolah dan memasarkannya. Misalnya saja pada tahun 2010 komoditi perikanan yang menjadi andalan nelayan Kedonganan adalah ikan tuna yang jumlah produksinya mencapai 9.005,5 ton/tahun, ikan tongkol sebesar 1.478,5 ton/tahun dan ikan sarden 547,1 ton/tahun. Kebutuhan ekonomi merupakan alasan yang penting bagi sebagian nelayan untuk tetap menggeluti pekerjaan di bidang ini. Alasan mereka menggeluti mata pencarian sebagai nelayan adalah kondisi perekonomian yang kurang mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan mengikutsertakan seluruh anggota keluarga dalam usaha kenelayanan merupakan salah satu alasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan nelayan adalah pekerjaan pokok. Namun untuk mencukupi kebutuhan hidup harus diimbangi pula oleh pekerjaan sampingan lainnya, misalkan sebagai pedagang, buruh bangunan, pengrajin, pemandu wisata laut, atau lainnya.

(40)

39 beberapa hotel, kafe dan restoran juga meningkat. Selain itu bidang pekerjaan lainnya berhasil menciptakan lapangan kerja baru yang memberi peluang untuk menyerap para pencari kerja, khususnya generasi muda Kedonganan. Hal itu dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Kedonganan dengan segala aspek negatif ikutannya.

5.2.3. Sosial-budaya.

Pada dasarnya dalam kehidupan manusia tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan di sekitarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia itu hidup, tumbuh dan berkembang di bawah pengaruh suatu lingkungan, dimana pribadi sebagai potensi yang dimilikinya akan berpengaruh balik terhadap lingkungannya tersebut. Seiring dengan bertambah pesatnya kegiatan kepariwisataan di Kedonganan, semakin kompleks juga sektor penunjang pariwisata ini seperti adanya hotel, kafe pinggir pantai yang menyajikan hidangan khas laut di Kedonganan. Hal tersebut tak lepas pula akan mempengaruhi kehidupan sosial budaya masyarakat setempat. Misalnya dari sebelumnya mereka memiliki gaya dan pola hidup tradisional yang sederhana, dan kini mulai menjalani gaya dan pola hidup modern seiring dengan kemajuan jaman. Walaupun demikian orang Kedongan tak lupa kepada jati dirinya sebagai warga masyarakat Bali lainnya. Mereka tetap setia menjalankan kewajiban tradisi yang diturunkan oleh nenek moyangnya.

(41)

40 sehingga ketika dewasa kelak anak-anak tersebut sudah siap menghadapi segala tantangan yang muncul. Bisa dikatakan sebagai pembelajaran pendewasaan. Hal itu tidak saja untuk anak laki-laki, namun terhadap anak perempuan juga.

Adanya beberapa potensi yang dimiliki ini, masyarakat nelayan Kedonganan menganggap laut merupakan peninggalan dan warisan nenek moyang yang harus dijaga, dipelihara, dan dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan hidup. Keadaan seperti itu menurut Suparlan (1980) adalah hubungan manusia dengan alam tidaklah semata-mata terwujud sebagai suatu hubungan manusia d engan hidupnya tetapi ju ga seb agai suatu hubu ngan dimana manusia mempengaruhi dan merubah lingkungannya. Manusia juga turut menciptakan corak dan bentuk lingkungan dengan baik karena lingkungan alam dan fisik tempatnya hidup adalah sebagian dari dirinya. Laut bagi masyarakat nelayan Kedonganan merupakan sumber kehidupan yang dianggap sebagai bagian yang tidak bisa lepas dari kehidupan mereka. Apabila laut rusak atau tercemar berarti kehancuran juga bagi kehidupan mereka. Sejak dulu sampai sekarang, mereka mengeksploitasi hasil laut sesuai dengan yang diajarkan oleh orang-orang tua mereka.

5.3. Peran Lembaga Adat

5.3.1. Perencanaan

(42)

41 Desa Adat Kedonganan, Kelurahan Kedonganan dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kedonganan. Anggota panitia penataan adalah warga Desa Adat Kedonganan yang memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan perencanaan di bidang pariwisata, misalnya ilmu perencanaan, arsitektur dan lingkungan. Kepanitiaan tersebut bekerja dengan baik karena dukungan penuh dari para tokoh masyarakat yang kepemimpinan dan ketokohan dari para tokoh masyarakat itu beserta jajarannya dan juga dukungan para pemudanya mengakibatkan sebagian besar warga Desa Adat Kedonganan memberi dukungan terhadap rencana penataan ulang pantai Kedonganan. Di Desa Adat Kedonganan sendiri desa adat dibantu secara finansial oleh LPD (Lembaga Perkreditan Desa) Desa Adat Kedonganan.

LPD Desa Adat Kedonganan mempunyai visi dan misi sebagai berikut : Visi

Menjadikan LPD Desa Adat Kedonganan sebagai Lembaga Padruwen (Kekayaan) Desa Adat Kedonganan yang dipercaya dan tangguh sehingga mampu menyangga adat dan budaya Bali.

Misi

1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), baik secara individu maupun organisasi

2. Meningkatkan kinerja pelayanan

3. Meningkatkan kerja sama antarlembaga yang ada di Desa Adat Kedonganan

4. Meningkatkan kontribusi LPD untuk pembangunan Desa Adat Kedonganan, baik secara fisik maupun nonfisik

(43)

42 6. Meningkatkan kinerja LPD Desa Adat Kedonganan sehingga mampu berperan sebagai pusat pertumbuhan perekonomian pedesaan, aktivitas sosial dan lingkungan hidup.

7. Meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki (sense of belonging) masyarakat terhadap LPD Desa Adat Kedonganan.

8. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para prajuru dan krama Desa Adat Kedonganan mengenai LPD sehingga mampu berperan sebagai Badan Pengawas (BP) yang profesional.

Lembaga Perkreditan Desa (LPD) itu sendiri merupakan buah pikiran Gubernur Bali, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Gagasan mendirikan LPD diilhami keberadan Lumbung Pitih Nagari (LPN) yang merupakan lembaga simpan pinjam untuk masyarakat adat yang sukses di Padang Sumatera Barat. Dengan mengadopsi konsep sekaa dan desa adat yang telah tumbuh sejak lama di dalam masyarakat Bali, Gubernur Bali kemudian meluncurkan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Tujuan LPD yakni membantu desa adat dan krama desa adat dalam pembangunan adat, budaya dan agama. Keuntungan LPD direncanakan untuk membangun kehidupan sosial-budaya masyarakat Bali, baik untuk pembangunan fisik maupun nonfisik.

5.3.2. Pelaksanaan

(44)

43 tetapi juga dukungan krama karena ragu lembaga ini bisa eksis dan berlanjut. Karena itu, peresmian LPD Kedonganan hanya dihadiri sebagian prajuru dan segelintir warga. Lambat laun, seiring bertumbuhnya kegiatan usaha LPD, kepercayaan krama dan nasabah juga ikut tumbuh. LPD Kedonganan pun berkembang pesat. Akhirnya, pada tahun 1991, Desa Adat Kedonganan mampu memberikan bantuan dana Rp 12.000.000 untuk membangun kantor LPD Desa Adat Kedonganan di lokasi kantor LPD saat ini. Gedung ini kemudian direnovasi total pada tahun 2009 dan di-pelaspas serta diresmikan Bupati Badung, AA Gde Agung, S.H., pada 12 Januari 2010.

Demikianlah, sejak tahun 2007 Desa Adat Kedonganan yang didukung Pemkab Badung, dan secara internal didukung oleh LPD Desa Adat Kedonganan dan BPT2K menata kawasan Pantai Kedonganan sebagai bagian palemahan desa. Penataan pantai Kedonganan pada dasarnya merupakan proses pengalokasian area pantai Kedonganan ke dalam zona-zona tertentu, yaitu zona café, zona ekonomi, zona sosial-budaya dan keagamaan berdasarkan gambar rencana yang telah disetujui. Penataan juga merupakan usaha untuk mengurangi jumlah café yang sudah berdiri sebelumnya dari sejumlah 67 menjadi 24 dimana kepemilikannya diserahkan kepada seluruh warga Desa Adat Kedonganan yang tersebar di enam banjar sesuai Rekomendasi Bupati Badung. Keberadaan kafé-kafé ditata agar mampu memaksimalkan potensi warga. Masing-masing banjar diberi hak mengelola empat kafe. Ini merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Adat Kedonganan melalui usaha bersama dengan memanfaatkan palemahan desa di pesisir barat.

(45)

44 Sejumlah situs internet menurunkan laporan mengenai suasana Pantai Kedonganan sebagai alternatif objek wisata pantai maupun wisata kuliner di Bali. Berbagai biro perjalanan pun mulai memasarkan Pantai Kedonganan.

5.3.3. Pengawasan dan Evaluasi

Pengawasan yang dilakukan Desa Adat Kedonganan berlandaskan awig-awig yang berlaku di wilayah itu. Awig-awig merupakan suatu bentuk kelembagaan lokal yang mengatur perilaku atau tata kelakuan masyarakat sesuai nilai dan norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Awig-awig dalam pengaturam kehidupan masyarakat nelayan bertujuan mengatur perilaku nelayan baik nelayan pribumi maupun nelayan pendatang. Awig-awig merupakan sekumpulan aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang dibuat berlandaskan ajaran agama Hindu Tri Hita Karana yang mengajarkan keharmonisan atau keseimbangan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan lingkungan. Ada tujuh aturan lokal atau larangan pada Awig-awig dalam pengaturan kehidupan masyarakat nelayan di Kedonganan, yaitu:

1. Larangan mengambil ikan menggunakan pukat harimau, bom, potasium dan bahan kimia berbahaya lainnya.

2. Larangan merusak terumbu karang secara sengaja. 3. Larangan mengambil biota laut yang dilindungi. 4. Larangan melaut pada Hari Raya Nyepi.

5. Larangan melaut pada saat berlangsungnya upacara keagamaan setempat. 6. Larangan membuang sampah di sekitar pantai dan pesisir.

(46)
(47)

46 dapat memberikan berbagai dampak positif bagi Desa Adat Kedonganan . Setelah dibentuk badan pengelola (BPKP2K), kemudian dibentuk pula Panitia Pelaksana Pembuatan perarem (Peraturan Desa Adat) tentang café di pantai Kedonganan. Pembuatan perarem dimaksudkan untuk memberi panduan bagi pengelola café dalam melaksanakan operasionalnya sehingga dapat beroperasi dalam iklim usaha yang baik dan mampu mencegah persaingan yang tidak sehat. Peraturan (perarem) mengatur beberapa hal penting, yaitu penggolongan warga (krama) sebagai pemilik café, pembagian lokasi café masing-masing banjar, spesifikasi bangunan dan kepemilikan bangunan café serta lahannya. Perarem juga mengatur mengenai kompensasi yang harus dibayarkan oleh café kepada Desa Adat Kedonganan dan jangka waktu pembayarannya, hak dan kewajiban lembaga pengelola BPKP2K, serta beberapa keharusan dan larangan lainnya. Selain itu, perarem juga mengatur mengenai prosedur penanganan pelanggaran, ketentuan mengenai sanksi-sanksi, dan ketentuan mengenai masa berlakunya perarem. Agar ada keteraturan, penegakan aturan-aturan dalam perarem termasuk pemberian sanksi harus lebih dimaksimalkan. Hal itu memerlukan komitmen dan dukungan dari BPKP2K, tiga lembaga utama dan seluruh stakeholder kepariwisataan di pantai Kedonganan. Pembentukan perarem dilakukan dengan tujuan untuk memastikan keberlanjutan kepariwisataan di pantai Kedonganan, melalui seperangkat peraturan untuk mengatur pengelolaan café dan kawasan pantai Kedonganan. Pariwisata berkelanjutan pada dasarnya merupakan pariwisata yang memanfaatkan sumber daya alam dengan bijaksana dengan tetap mengupayakan pelestariannya.

(48)

47 miliki.

5.3.4. Hubungan Pihak Pengelola Dengan Masyarakat

Atas keberhasilan usaha menata dan mengelola wilayah Kedonganan, pada suatu kesempatan Kepala LPD Desa Adat Kedonganan, I Ketut Madra, S.H., M.M., menyatakan LPD bukan semata lembaga keuangan, tetapi juga lembaga adat yang mengemban fungsi sosial, budaya dan spiritual. Karena itu, LPD tidak bisa hanya berpikir menjalankan usaha secara ekonomis dengan target laba yang tinggi, tetapi juga harus ikut memikirkan kelangsungan adat dan budaya Bali serta agama Hindu di desa adat. Menurut Madra, kelangsungan adat dan budaya Bali serta agama Hindu di desa adat menjadi kunci kelangsungan LPD.

Pembangunan kepariwisataan atau pengelolaan sumber daya laut harus mampu berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan lingkungan alam, sosial-budaya dan ekonomi dimana ketiganya merupakan pilar-pilar keberlanjutan. Pengelolaan berbasis masyarakat diimplementasikan dengan pendekatan bottom-up, dimana hal ini sebenarnya mengedepankan peran serta masyarakat sebagai prinsip utamanya. Peran serta tersebut terwujud dari tersedianya kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat penuh mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, selanjutnya sebagai penikmat dari manfaat yang ditimbulkan.

(49)

48 Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), lembaga adat melalui LPD berperan aktifmengadakan program dalam bidang pendidikan, kesehatan serta social-budaya. LPD memberikan beasiswa berprestasi dan beasiswa bagi anak yang kurang mampu. Selain itu LPD juga menyelenggaran tabungan untuk pendidikan, mendirikan lembaga pendidikan desa adat Kedonganan yang diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan melaksanakan kegiatan yang dapat mendorong peningkatan kualitas pendidikan di kelurahan Kedonganan.

Selain pendidikan, kesehatan adalah bagian penting dari kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, aspek kesehatan diwujudkan melalui aneka kegiatan olah raga dan kesehatan setiap pelaksanaan hari ulang tahun LPD. Desa adat Kedonganan juga menjalin hubungan kerja sama dengan rumah sakit untuk pemeriksaan dan pengobatan para warga masyarakat. Demikian pula banyak kegiatan sosial-budaya lainnya yang dilaksanakan untuk kepentingan warga masyarakat tanpa dikenakan biaya sedikitpun.

Kesejahteraan warga masyarakat makin meningkat. Oleh karena itu, tidak heran bila sebelumnya banyak nelayan Kedonganan hanya di tingkat “kelas buruh” saja, kini mereka sudah menjadi “kelas majikan”. Tidak jarang dari para nelayan “kelas majikan” ini mempunyai lebih dari tiga perahu dengan beberapa nelayan buruh yang menjadi bawahannya. Nelayan buruh ini terdiri dari para nelayan pendatang yang umumnya berasal dari Jawa. Seperti dikemukakan oleh I Made Dwi Wijaya, ST (Sekretaris BPKP2K ) ;

Gambar

TABEL 1

Referensi

Dokumen terkait

III-6.. Adapun metode sampling dilakukan dengan sampel dari kontainer. Unsur yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan didapatkan hasil perhitungan bakteri Coliform pada dua depo air minum isi ulang yang dapat dilihat pada tabel 5.1

Tujuan khusus penelitian ini adalah tersedianya Virlual labotory berbasis ICT yang valid, praktis dan efelttif digunaltan dalam pembelajaran Fisika berupa: RPP

1) Kinerja Unit Usaha Simpan Pinjam KPN Dharma Wiguna Kota Denpasar dilihat dari aspek keuangan maka diperoleh total skor sebesar 87,93 persen hal ini menunjukkan

Kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan kegiatan pelatihan yang diberikan oleh Universitas Negeri Semarang kepada mahasiswa untuk menerapkan teori yang telah

Disebut boiler paket sebab sudah tersedia sebagai paket yang lengkap. Pada saat dikirim ke pabrik, hanya memerlukan pipa steam, pipa air, suplai bahan bakar dan

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa model meteor dengan geometri silinder mengalami pengurangan massa lebih kecil dari model meteor dengan geometri bola sehingga

Evada Dewata S.E., M.Si., Ak., CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Sriwijaya dan Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan masukan