commit to user
PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR
APLIKASI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PADA PETA
PARIWISATA KOTA SOLO
RIWIS SADATI C0705029
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Seni Rupa
Jurusan Desain Komunikasi Visual
DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN
Pengantar Tugas Akhir dengan Judul :
APLIKASI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PADA PETA PARIWISATA KOTA SOLO
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji dalam Sidang Tugas Akhir
Disetujui Oleh :
Pembimbing 1
Arief Iman Santosa, S.Sn NIP. 19790327 200501 1002
Pembimbing 2
Anugerah Irfan, S.Sn NIP. 19830702 2008 12 1 003
Mengetahui,
Koordinaror Tugas Akhir
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN
Disahkan dan dipertanggungjawabkan pada Sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011
Pada tanggal : 31 Januari 2011
Ketua Sidang Tugas Akhir
1. Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn
NIP. 19510713 198203 1 001 ………..
Sekretaris Sidang Tugas Akhir
2. Esty Wulandari, S.Sos., M.Si.
NIP. 119791109 200801 2 015 ………..
Pembimbing Tugas Akhir I
3. Arief Iman Santosa, S.Sn
NIP. 19790327 200501 1002 ………..
Pembimbing Tugas Akhir II
4. Anugerah Irfan, S.Sn
NIP. 19830702 2008 12 1 003 ………...
Mengetahui, Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Drs. Sudarno, MA NIP. 19530314 198506 1 001
Ketua Jurusan Studi Desain Komunikasi Visual
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tua, terimakasih atas
support, senyum dan kesabarannya dalam
commit to user
HALAMAN MOTTO
Effort does not betray you. If it ever did,
that means I didn’t put in enough effort.
commit to user
KATA PENGANTAR
Mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kekuatan yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan mata kuliah Tugas Akhir setelah melalui proses
panjang demi tersusunnya pengantar karya Tugas Akhir ini.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Bapak Drs. Sudarno, MA.
2. Arif Iman Santoso, S.Sn, dosen dan Pembimbing I Tugas Akhir saya. Terima kasih
untuk waktu, tenaga, pikiran, bimbingan, kesabaran, pengertian, dan semua
masukan yang diberikan.
3. Anugerah Irfan, S.Sn, dosen dan Pembimbing II Tugas Akhir saya. Terima kasih
waktu, tenaga, pikiran, bimbingan, kesabaran, pengertian, dan semua masukan
yang diberikan.
4. Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn., Ketua Jususan Studi DKV FSSR UNS,
terima kasih untuk nasihat, bimbingan, perhatian, dan dorongan semangat untuk
segera lulus.
5. Dosen-dosen di DKV S1 FSSR UNS, terima kasih untuk bimbingannya,
pengalaman, ilmu pengetahuan, semangat, dan keramahan selama ini telah
diberikan.
6. Orang tua, Ibu dan Bapak serta adik-adik saya, terimakasih atas segala dukungan,
kesabaran, senyuman, dan pengertian yang telah diberikan selama proses Tugas
Akhir. Terima kasih telah memberi saya kesempatan untuk belajar sesuatu yang
commit to user
7. Terima kasih kepada Lesmi dan Rini (KD), atas persahabatan, dukungan moril,
waktu, tenaga, konsultasi, masukan, senyum hangat dan bantuan yang telah kalian
berikan.
8. Teman-teman di Komunitas Blogger BENGAWAN, terima kasih untuk bantuan
dalam proses Tugas Akhir, persahabatan dan dukungan yang telah diberikan.
9. Teman-teman DKV S1 angkatan 2005, terkhusus untuk Gregoria dan Laras terima
kasih untuk persahabatannya dan dukungannya. Serta warga Kandang, Girl’s
Power dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih untuk
persahabatan dan semangatnya.
10. Anak-anak ‘kantin’ Arsitektur 2005 (dan lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu
persatu), terima kasih telah membantu saya dan mau saya repotkan selama ini.
Terima kasih untuk pertemanan dan dukungannya.
11. Teman-temanku semua, yang selalu membawa pengalaman baru setiap hari,
melalui kebahagiaan, kesedihan, kesulitan, kerja keras, dan segala macam situasi.
12. Banyak pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.
Saya sangat menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan Tugas Akhir
ini, sehingga sangat terbuka akan adanya kritik dan saran.
Surakarta, 31 Januari 2011
Penulis
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM ……….………..
HALAMAN PERSETUJUAN ……….………..
HALAMAN PENGESAHAN ……….………..
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….………...
HALAMAN MOTTO ……….………... KATA PENGANTAR ……….………..
DAFTAR ISI ……….……… DAFTAR TABEL ……….……… DAFTAR LAMPIRAN ……….………
ABSTRAK ……….………..
ABSTRACT ……….………
i ii iii iv v v i viii x xi xii xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………
B. Perumusan Masalah ………. .
C. Tujuan ……….
D. Target Visual ………..
E. Target Market dan Target Audience ……….
F. Metode Pengumpulan Data ………...
1 3 3 4 5 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Pariwisata ……….
B. Kota Solo (Surakarta) ………..
C. Kajian Promosi ……….
D. Pemasaran ……….
E. Peta ………...
F. Unsur Desain ………
G. Layout Sebagai Salah Satu Unsur Desain ………...
H. Simbol ……….
commit to user
BAB III IDENTIFIKASI DATA
A. Objek Perancangan ………
B. Kompetitor ………...
C. Analisis Riset (Calon) Konsumen dan Produk ……….
D. Analisis SWOT ………...
E. Positioning ………...
F. USP (Unique, Selling, Prepositioning) ……….. 39 45 49 51 53 53
BAB IV KONSEP PERANCANGAN
A. Metode Perancangan ………
B. Konsep Kreatif ………...
C. Standar Visual ………..
D. Pemilihan Media ………..
E. Media Placement ………...
F. Prediksi Biaya ………
54 55 56 70 74 75
BAB V VISUALISASI KARYA ………. .. 79
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ………
B. Saran ………..
99
99
DAFTAR PUSTAKA ………...
LAMPIRAN ……… 100
commit to user
DAFTAR TABEL
1. Tabel Prediksi Biaya
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Konsultasi Dosen Pembimbing 1
2. Lembar Konsultasi Dosen Pembimbing 2
commit to user
APLIKASI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PADA PETA PARIWISATA KOTA SOLO
Riwis Sadati 1
Arif Iman Santosa, S.Sn. 2 Anugerah Irfan, S.Sn. 2
ABSTRAK
Riwis Sadati. 2010. Tugas Akhir ini berjudul Aplikasi Desain Komunikasi Visual Pada
Peta Pariwisata Kota Solo. Adapun masalah yang dikaji adalah bagaimana mengembangkan fungsi peta pariwisata kota Solo dari kacamata ilmu Desain Komunikasi Visual. Di Solo peta wisata masih kurang diminati dan persebarannya pun tidak merata. Kota seperti Solo juga menggantungkan denyut nadinya kepada komoditi wisatawan baik dalam negeri ataupun mancanegara, terlihat dari makin banyaknya solo berbenah wajah. Namun ketika kita mengunjungi suatu kota, tentu saja kita tak ingin tersesat, maka dibutuhkanlah sebuah peta sebagai pemandu wisatawan. Peta yang ada dikota Solo pun tidak mencangkup seluruh kebutuhan wisatawan, mulai dari hanya memuat jalan tanpa simbol yang jelas untuk menerangkan satu lokasi hingga isi peta hanya lokasi wisata dengan petunjuk jalan yang minim. Bagi turis mancanegara adanya peta itu sangat penting, selain sebagai petunjuk ketika ingin mencoba berpetualang di sebuah kota sendirian juga dapat dijadikan souvenir. Tidak menutup kemungkinan jika warga Solo sendiri juga membutuhkan peta wisata.
Memang peta terkesan sebuah barang yang sangat sepele, namun tak dipungkiri fungsinya yang kuat. Dalam hal pariwisata, adanya sebuah peta bisa menjadi salah satu alternatif media promosi jika digali dengan benar. Jangan menilai barang dari bentuknya, barang sepele peta dapat berimbas besar dalam industry wisata di kota ini.
1
Mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Sastra dan seni Rupa .. UNS dengan NIM. C0705029
2
commit to user
APPLICATION of VISUAL COMMUNICATION DESIGN on TOURISM MAP of SOLO
Riwis Sadati 1
Arif Iman Santosa, S.Sn. 2 Anugerah Irfan, S.Sn. 2
ABSTRACT
Riwis Sadati. 2010. This final project entitled Application of Visual Communication Design On Tourism Map of Solo. The problem studied is how to develop the tourism map of the city of Solo function of the spectacles of science Visual Communications Design. In Solo tour map is still less attractive and spreading were not evenly distributed. Cities such as Solo also rely on commodity pulse tourists, both domestic or foreign, seen from the increasing number of solo clean face. But when we visit a city, of course we do not want to get lost, then we need a map as a tourist guide. Solo city maps are also not covers all the needs of tourists, ranging from simply loading the street without a clear symbol to describe a location to map the contents of the tourist sites with only minimal directions. For foreign tourists the map is very important, other than as a guide when they want to try an adventure in a city alone can also be used as a souvenir. Is possible if the citizens themselves also need a map Solo tour.
It map seem a very trivial stuff, but no doubt a powerful function. In terms of tourism, the existence of a map could be an alternative media campaign if excavated properly. Do not judge from the shape of goods, simple goods can map a large impact in the tourism industry in this city.
1
A student majoring in Visual Communication Design (DKV), Faculty of Literature and Fine art .. UNS with NIM. C0705029
2.
commit to user
APLIKASI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PADA PETA PARIWISATA KOTA SOLO
Riwis Sadati 1
Arif Iman Santosa, S.Sn. 2 Anugerah Irfan, S.Sn. 2
ABSTRAK
Riwis Sadati. 2010. Tugas Akhir ini berjudul Aplikasi Desain Komunikasi Visual Pada
Peta Pariwisata Kota Solo. Adapun masalah yang dikaji adalah bagaimana mengembangkan fungsi peta pariwisata kota Solo dari kacamata ilmu Desain Komunikasi Visual. Di Solo peta wisata masih kurang diminati dan persebarannya pun tidak merata. Kota seperti Solo juga menggantungkan denyut nadinya kepada komoditi wisatawan baik dalam negeri ataupun mancanegara, terlihat dari makin banyaknya solo berbenah wajah. Namun ketika kita mengunjungi suatu kota, tentu saja kita tak ingin tersesat, maka dibutuhkanlah sebuah peta sebagai pemandu wisatawan. Peta yang ada dikota Solo pun tidak mencangkup seluruh kebutuhan wisatawan, mulai dari hanya memuat jalan tanpa simbol yang jelas untuk menerangkan satu lokasi hingga isi peta hanya lokasi wisata dengan petunjuk jalan yang minim. Bagi turis mancanegara adanya peta itu sangat penting, selain sebagai petunjuk ketika ingin mencoba berpetualang di sebuah kota sendirian juga dapat dijadikan souvenir. Tidak menutup kemungkinan jika warga Solo sendiri juga membutuhkan peta wisata.
Memang peta terkesan sebuah barang yang sangat sepele, namun tak dipungkiri fungsinya yang kuat. Dalam hal pariwisata, adanya sebuah peta bisa menjadi salah satu alternatif media promosi jika digali dengan benar. Jangan menilai barang dari bentuknya, barang sepele peta dapat berimbas besar dalam industry wisata di kota ini.
1
Mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Sastra dan seni Rupa .. UNS dengan NIM. C0705029
2
commit to user
APPLICATION of VISUAL COMMUNICATION DESIGN on TOURISM MAP of SOLO
Riwis Sadati 1
Arif Iman Santosa, S.Sn. 2 Anugerah Irfan, S.Sn. 2
ABSTRACT
Riwis Sadati. 2010. This final project entitled Application of Visual Communication Design On Tourism Map of Solo. The problem studied is how to develop the tourism map of the city of Solo function of the spectacles of science Visual Communications Design. In Solo tour map is still less attractive and spreading were not evenly distributed. Cities such as Solo also rely on commodity pulse tourists, both domestic or foreign, seen from the increasing number of solo clean face. But when we visit a city, of course we do not want to get lost, then we need a map as a tourist guide. Solo city maps are also not covers all the needs of tourists, ranging from simply loading the street without a clear symbol to describe a location to map the contents of the tourist sites with only minimal directions. For foreign tourists the map is very important, other than as a guide when they want to try an adventure in a city alone can also be used as a souvenir. Is possible if the citizens themselves also need a map Solo tour.
It map seem a very trivial stuff, but no doubt a powerful function. In terms of tourism, the existence of a map could be an alternative media campaign if excavated properly. Do not judge from the shape of goods, simple goods can map a large impact in the tourism industry in this city.
1
A student majoring in Visual Communication Design (DKV), Faculty of Literature and Fine art .. UNS with NIM. C0705029
2.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan suatu negara dapat dilihat dari seberapa berkembang
perekonomian yang sedang berputar di dalamnya. Perekonomian dalam negara
nyatanya didukung oleh berbagai aspek pendukung yang saling menguatkan satu
sama lain. Antara lain bisnis perusahaan-perusahaan dalam negeri, penanam modal,
bisnis properti, berbagai bisnis di sektor riil yang saling mendukung, pariwisata, dan
faktor keamanan. Dalam perkembangannya, telah banyak negara yang bergantung
dari pariwisata guna mendukung perekonomian mereka.
Sedangkan di Indonesia, perkembangan pariwisata masih minim perhatian.
Padahal dimungkinkan sekali jika sektor ini menjadi penghasil devisa terbesar bagi
negara sekaligus pendorong perekonomian. Dapat dilihat di pemerintah pusat yang
masih memfokuskan pada perkembangan sektor riil sebagai komoditi utama.
Namun demikian, pariwisata masih dapat terselamatkan dengan adanya otonomi
daerah yang memungkinkan pemerintah daerah dan kota untuk mengurus sendiri
pariwisata di daerahnya sebagai penyokong ekonomi kota tersebut.
Sebut saja Kota Surakarta yang lebih populer dengan sebutan Kota Solo
mulai berbenah untuk merealisasikan sebagai Kota Wisata. Dapat dilihat dari
pembangunan yang sangat pesat dalam mempercantik diri (pada masa jabatan Ir.
Joko Widodo dan F. X. Hadi Rudyatmo). Pembangunan kawasan City Walk
commit to user
ulang bangunan pasar-pasar tradisional, dan pengadaan acara-acara berbau tradisi
Solo yang ditempatkan sebagai bagian dari pendongkrak citra sebagai Kota Wisata.
Dimulai dari munculnya logo Solo dan tagline: Solo the Spirit of Java. Kota
Solo pun mulai berdandan dengan menambahkan segala aksen hiasan berbau Jawa
dalam setiap sarana publik serta menampilkan logo Solo sebagai apresiasi loyalitas
kepada Kota Solo. Perlahan namun pasti, kota ini melangkah sebagai salah satu
tujuan wisata dengan didukung oleh partisipasi masyarakatnya. Secara garis besar,
Solo telah menjadi tujuan wisata yang lengkap, karena di kota ini tak hanya
menyuguhkan keraton sebagai tujuan utamanya. Wisata kuliner, wisata belanja serta
suasana khas Jawa pun menjadi daya tarik lainnya.
Di antara pergerakan tersebut dapat kita cermati dengan pasti bahwa masih
kurangnya detail pendukung lain seperti angkutan kota yang layak, system
transportasi, tempat sampah, dan peta pariwisata. Mungkin hal-hal tersebut
dianggap hal yang sangat sepele jadi dimungkinkan untuk dianggap tidak penting.
Namun kenyataannya wisatawan pun merasa sedikit terganggu dengan kekurangan
itu. Dapat kita beri contoh saja angkutan yang tak layak sering membuat tak
nyaman, apalagi angkutan tersebut tidak serta merta menjangkau langsung tempat
wisata. Tempat sampah, ini bukan lagi hal sepele ketika seorang turis asing tak
menemukan tempat sampah yang notabene sering ia temukan di negaranya, hal ini
dapat menambah citra buruk.
Peta pariwisata, ini juga bukan hal sepele. Para wisatawan pun akan mencari
benda ini untuk petunjuk arah mereka ketika berada di kota ini. Peta yang tersedia
kini kami yakini sudah tidak up to date lagi serta tidak lengkap. Ada pun peta
commit to user
memaksimalkan fungsinya sebagai peta wisata. Jika belajar dari tujuan wisata lain
yang lebih dahulu seperti Bali dan Jogja, kita tidak akan kesulitan menemukan peta
wisata seperti di kota Solo.
Untuk itu penulis ingin lebih mengoptimalkan fungsi peta (map) melalui,
“Aplikasi Desain Komunikasi Visual pada Peta Pariwisata Kota Solo”. Dengan
lebih fokus pada desain peta yang lebih representatif dalam lingkup komunikasi
visual.
B.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka ditentukan beberapa masalah yang relevan
dengan Peta Pariwisata Kota Solo dan atara lain,
1. Bagaimanakah merancang peta pariwisata yang sesuai serta mewakili
optimalisasi fungsi Peta Pariwisata Kota Solo sehingga tepat sasaran dan
efisien dalam penerapannya?
2. Apa sajakah item pendukung peta Surakarta yang representatif dalam hal
pariwisata?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas yang ada memunculkan tujuan
penerapan desain pada Peta Pariwisata Kota Solo antara lain,
1. Menghasilkan hasil rancangan yang akan diaplikasikan pada Peta Pariwisata
commit to user
fungsi serta efisiensi peta dengan masih mengacu pada konsep Komunikasi
Visual.
2. Menentukan item pendukung adanya Peta Pariwisata Kota Solo yang memiliki
daya tarik serta bernilai jual.
D.
Target Visual / Target Karya
Target rancangan sementara visualisasi yang direncanakan antara lain:
1. Peta (Produk Utama)
a. Peta Cetak
1) Booklet Peta Pariwisata Kota Solo
2) Brosur Peta Pariwisata Kota Solo
3) Brosur Peta Makanan
4) Statis
a) Neon Sign
b) Board
b. Peta Digital
2. Item Pendukung
a. Standing X-Banner
b. Pin
c. Kaos
d. Mug
e. PaperBag
commit to user
g. Album Foto
h. Gantungan kunci
i. Topi
j. Sticker
E.
Target Market dan Target
Audience
1. Target Market
a. Demografis
- Jenis Kelamin : pria dan wanita
- Usia : 10-50 tahun
- Sosial Ekonomi : menengah ke bawah, menengah, menengah ke atas
- Agama : semua agama dan kepercayaan
- Pendidikan : SD, SLTP, SLTA, Sarjana dan sederajat
b. Geografis
- Daerah sasaran : Surakarta
- Iklim : Tropis
2. Target Audience
a. Demografis
- Jenis Kelamin : pria dan wanita
- Usia : 12-35 tahun
- Sosial Ekonomi : menengah ke bawah, menengah, menengah ke atas
- Agama : semua agama dan kepercayaan
commit to user
b. Psikografis
Masyarakat yang hendak berwisata atau datang ke Solo, hobi berwisata.
F.
Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara
Merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh informasi secara
langsung, mendalam, tidak terstruktur, dan individual. Responden merupakan
target market dan target audience produk.
2. Survei
Merupakan metode yang digunakan secara luas, khususnya dalam riset.
Informasi yang dikumpulkan melalui pertanyaan terstruktur atau kuesioner. Survei
akan dilakukan secara individu (menemui responden) dan melalui enternet.
Responden merupakan target market dan audience.
3. Observasi
Metode pengumpulan data dengan mengamati dan mencatat pola perilaku
orang, obyek.
4. Study Pustaka
Merupakan metode pengumpulan data melalui referensi buku yang
commit to user
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Kajian Pariwisata
1. Pengertian Pariwisata
Pengertian kata pariwisata sendiri secara harfiah merupakan kegiatan
bepergian bersama-sama, untuk memperluas pengetahuan; bersenang-senang. Di
dalam konteksnya sebagai ilmu, pengertian pariwisata sendiri meluas. Kegiatan
dalam jangka waktu tertentu (sementara waktu) yang dilakukan dari satu tempat
ketempat lain, wisatawan sendiri bukan memiliki tujuan untuk usaha (business)
namun semata hanya sebagai konsumen. Perjalanan tersebut guna pertamasyaan
dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam, dengan
menggunakan fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka (Nyoman S,
2006: 3-7).
Pemerintah sendiri juga menetapkan makna dari pariwisata seperti yang
tercantum dalam UU Kepariwisataan No. 9 tahun 1990, Segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata
serta usaha-usaha yang terkait dibidangnya.
Pembahasan mengenai pariwisata semakin melebar dan tak hanya
mengenai kegiatan yang dilakukan namun juga aspek disekitarnya, seperti dikutip
dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Ir. Jero Wacik, “Pemahaman dan
perkembangan masyarakat terhadap kebudayaan dan pariwisata, meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat dan menumbuhkan sikap kritis terhadap fakta
sejarah, serta memperkokoh ketahanan bangsa. Untuk itu perlu kita sadari bahwa
commit to user
memperbaiki struktur kehidupan bangsa apalagi dengan adanya persoalan yang
kompleks dan bersifat multidimensional yang saat ini masih berlanjut setelah
terjadinya krisis yang berkepanjangan, serta meningkatnya ancaman keamanan
dunia secara global” (www.budpar.go.id).
2. Paradigma Kepariwisataan Berkaitan dengan Otonomi Daerah
Sejurus dengan pengeritan di atas, seperti dikutip dari Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Ir.Jero Wacik, S.E, hal yang serupa juga diungkapkan
oleh Dr. Sapta Nirwandar. Bahwa pariwisata sering kali dipersepsikan sebagai
mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara
tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada prinsipnya pariwisata
memiliki spectrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara
(Sapta Nirwandar, 2005:1).
Lebih lengkap lagi mengenai tujuan pembangunan pariwisata dijabarkan
sebagai berikut,
a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Pariwisata mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kegiatan
perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke seluruh penjuru
negeri. Sehingga dengan banyaknya warga negara yang melakukan
kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat tinggalnya akan
timbul rasa persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan filosofi
kehidupan masyarakat yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa
commit to user
b. Penghapusan Kemiskinan (Poverty Alleviation)
Pembangunan pada pariwisata seharusnya mampu memberikan
kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berusaha dan bekerja.
Kunjungan wisatawan ke suatu daerah seharusnya memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian pariwisata akan mampu memberi andil besar dalam
penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi
ekonomi lain selain potensi alam dan budaya bagi kepentingan
pariwisata.
c. Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable Development)
Dengan sifat kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan
alam, kekayaan budaya dan keramahtamahan pelayanan, sedikit sekali
sumberdaya yang habis digunakan untuk menyokong kegiatan ini.
Bahkan berdasarkan berbagai contoh pengelolaan kepariwisataan yang
baik, kondisi lingkungan alam dan masyarakat di suatu destinasi wisata
mengalami peningkatan yang berarti sebagai akibat dari pengembangan
keparwiwisataan di daerahnya.
d. Pelestarian Budaya (Culture Preservation)
Pembangunan kepariwisataan seharusnya mampu memberikan
kontribusi nyata dalam upaya-upaya pelestarian budaya suatu negara atau
daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan
budaya negara atau daerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi
bersama mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan
commit to user
tersebut, sudah selayaknya bagi Indonesia untuk menjadikan
pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong pelestarian kebudayaan
di berbagai daerah.
e. Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia
Pariwisata pada masa kini telah menjadi kebutuhan dasar
kehidupan masyarakat modern. Pada beberapa kelompok masyarakat
tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata bahkan telah dikaitkan
dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian waktu libur
yang lebih panjang dan skema paid holidays.
f. Peningkatan Ekonomi dan Industri
Pengelolaan kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan
seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di
suatu destinasi pariwisata. Penggunaan bahan dan produk lokal dalam
proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga memberikan
kesempatan kepada industri lokal untuk berperan dalam penyediaan
barang dan jasa. Syarat utama dari hal tersebut di atas adalah kemampuan
usaha pariwisata setempat dalam memberikan pelayanan berkelas dunia
dengan menggunakan bahan dan produk lokal yang berkualitas.
g. Pengembangan Teknologi
Dengan semakin kompleks dan tingginya tingkat persaingan
dalam mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi, kebutuhan akan
teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan mendorong destinasi
pariwisata mengembangkan kemampuan penerapan teknologi terkini
commit to user
teknologi maju dan tepat guna yang akan mampu memberikan dukungan
bagi kegiatan ekonomi lainnya.
Dengan demikian pembangunan kepariwisataan akan
memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintahan di berbagai
daerah yang lebih luas dan bersifat fundamental. Kepariwisataan akan
menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan suatu daerah dan
terintegrasi dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat
setempat (Sapta Nirwandar, 2005:1-2).
Adanya kebijaksanaan Otonomi daerah yang memungkinkan
pengembangan suatu daerah secara mandiri. Namun belajar dari pengalaman yang
diambil dari pembangunan pariwisata yang bertumpu pada satu pintu gerbang,
maka sebaiknya pemerintah pusat dan daerah harus mampu mendorong dan
mendukung program jangka panjang berupa pengembangan pintu gerbang utama
lainnya bagi pariwisata Indonesia.
Daerah ini harus strategis baik dilihat dari segi ekonomi, sosial dan politik
serta keamanan pengunjung. Isu strategis antara lain,
a. Pertama, dalam masa penerapan otonomi daerah di sektor pariwisata
adalah timbulnya persaingan antar daerah, persaingan pariwisata yang
bukan mengarah pada peningkatan komplementaritas dan pengkayaan
alternatif berwisata. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
1) lemahnya pemahaman tentang pariwisata
commit to user
3) tidak adanya pedoman dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Akibatnya pengembangan pariwisata daerah sejak masa otonomi
lebih dilihat secara parsial.
Artinya banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa
melihat, menghubungkan dan bahkan menggabungkan dengan
pengembangan daerah tetangganya maupun propinsi/kabupaten/kota
terdekat. Bahkan cenderung meningkatkan persaingan antar wilayah,
yang pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk
yang dihasilkan. Padahal pengembangan pariwisata seharusnya lintas
Provinsi atau lintas Kabupaten/Kota, bahkan seharusnya tidak lagi
mengenal batas karena kemajuan teknologi informasi.
b. Kedua, terkait dengan kondisi pengembangan pariwisata Indonesia yang
masih bertumpu pada daerah tujuan wisata utama tertentu saja, walaupun
daerah-daerah lain diyakini memiliki keragaman potensi kepariwisataan.
Hal yang mengemuka dari pemusatan kegiatan pariwisata ini adalah
dengan telah terlampauinya daya dukung pengembangan pariwisata di
berbagai lokasi, sementara lokasi lainnya tidak berkembang sebagaimana
mestinya.
Selain itu kekhasan dan keunikan atraksi dan aktivitas wisata
yang ditawarkan masih belum menjadi suatu daya tarik bagi kedatangan
wisatawan manca negara, karena produk yang ditawarkan tidak dikemas
dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-negara
pesaing. Merupakan salah satu kelemahan produk wisata Indonesia, yang
commit to user
adalah kurangnya diversifikasi produk dan kualitas pelayanan wisata
Indonesia. Para pelaku kepariwisataan Indonesia kurang memberikan
perhatian yang cukup untuk mengembangkan produk-produk baru yang
lebih kompetitif dan sesuai dengan selera pasar.
c. Ketiga, berhubungan dengan situasi dan kondisi daerah yang berbeda
baik dari potensi wisata alam, ekonomi, adat budaya, mata pencaharian,
kependudukan dan lain sebagainya yang menuntut pola pengembangan
yang berbeda pula, baik dari segi cara atau metode, prioritas, maupun
penyiapannya. Proses penentuan pola pengembangan ini membutuhkan
peran aktif dari semua pihak, agar sifatnya integratif, komprehensif dan
sinergis.
d. Keempat, dapat dilihat dari banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat
potensial di Indonesia apabila dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya
yang dimilikinya. Namun sayangnya belum bisa dijual atau mampu
bersaing dengan daerahdaerah tujuan wisata baik di kawasan regional
maupun internasional. Hal tersebut semata-mata karena daya tarik yang
tersedia belum dikemas secara profesional, rendahnya mutu pelayanan
yang diberikan, interpretasi budaya atau alam yang belum memadai, atau
karena belum dibangunnya citra (image) yang membuat wisatawan
tertarik untuk datang mengunjungi dan lain sebagainya.
Memperbanyak variasi produk baru berbasis sumber daya alam,
dengan prinsip pelestarian lingkungan dan partisipasi masyarakat,
merupakan strategi yang ditempuh untuk meningkatkan pemanfaatan
commit to user
kemasan dan pelayanan, produk pariwisata berbasis alam harus
memberikan pengalaman lebih kepada wisatawan. Selanjutnya,
pengemasan produk wisata dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan
teknologi terkini. Produk-produk wisata yang ditawarkan harus sudah
berbasis teknologi informasi, sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan
sekaligus meningkatkan kemampuan menembus pasar internasional
(Sapta Nirwandar, 2005:5).
3. Pemanfaatan Peta Wisata di Indonesia
Perlu ditekankan pula, bahwa pariwisata sendiri merupakan salah satu dari
siklus ekonomi suatu daerah yang juga menunjang stabilitas ekonomi bangsa. Di
dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan pada pariwisata daerah kota
Surakarta.
Menurut informasi yang dikumpulkan, kota Solo (Surakarta)
membutuhkan lebih banyak promosi dalam bidang pariwisata, menyusul masih
rendahnya daya jual sektor tersebut, baik di pasar domestik maupun internasional.
Solopos Online melaporkan, berdasarkan survei yang dilakukan tim
pariwisata GTZ Red terhadap pelaku industri pariwisata dan meeting, incentive,
convention, and exhibition (MICE) di Bali, Jakarta, Yogyakarta, dan Surakarta,
kawasan Soloraya tidak termasuk dalam top destinations atau kawasan yang
menjadi tujuan wisata utama.
“Tak satupun, atau nol persen responden yang memasukkan Soloraya
dalam daftar top selling, atau masuk dalam daftar daerah yang memiliki daya jual
pariwisata tinggi. Padahal, rating Yogyakarta cukup tinggi, peringkat kedua
commit to user
konsultan GTZ Red, John M. Daniels, saat memberikan pemaparannya dalam
workshop Analisis Pasar Pariwisata Soloraya yang digelar di Hotel Quality Solo,
Kamis (5/7).
Menurut John, hal itu cukup ironis mengingat Soloraya sebenarnya
memiliki potensi dan peluang yang hampir sama dengan Yogyakarta. Ada
beberapa kemiripan antara Soloraya dan Yogyakarta, yaitu kemiripan nuansa
budaya, budaya keraton, kemiripan sejarah, kedekatan dan kemiripan akses, serta
atraksi yang juga hampir sama. “Dari situ dapat disimpulkan, Solo dan
Yogyakarta mempunyai kesamaan peluang. Apa yang dapat dilakukan oleh
Yogyakarta seharusnya juga dapat dilakukan di Solo. Tapi mengapa daya saing
Solo kalah begitu jauh dengan Yogyakarta?” ujar John.
Soloraya tampaknya kurang gencar dalam melakukan promosi. Sehingga
potensi wisata di kawasan ini belum banyak dikenal oleh para pelaku industri
wisata di daerah-daerah lain. Karena itulah, John menyarankan agar Soloraya
lebih banyak melakukan promosi, baik dalam bentuk penerbitan brosur, website,
promosi ke luar negeri dan sebagainya. Kalau perlu, Soloraya mesti membentuk
lembaga yang mengkhususkan pada promosi wisata (http://wisatanet.com).
B.
Kota Solo (Surakarta)
Secara geografis Kota Surakarta berada antara 110045'15'' - 110045'35''
Bujur Timur dan antara 7036'00''- 7056'00' 'Lintang Selatan, dengan luas wilayah
kurang lebih 4.404,06 Ha. Kota Surakarta juga berada pada cekungan di antara
dua gunung, yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi dan di bagian timur dan
commit to user
Dilihat dari aspek lalu lintas perhubungan di Pulau Jawa, posisi Kota
Surakarta tersebut berada pada jalur strategis yaitu pertemuan atau simpul yang
menghubungkan Semarang dengan Yogyakarta (JOGLOSEMAR), dan jalur
Surabaya dengan Yogyakarta. Dengan posisi yang strategis ini maka tidak heran
kota Surakarta menjadi pusat bisnis yang penting bagi daerah kabupaten di
sekitarnya.
Jika dilihat dari batas kewilayahan, Kota Surakarta dikelilingi oleh 3
kabupaten. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Karanganyar dan
Boyolali, sebelah timur dibatasi dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar,
sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo, dan sebelah barat
berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar.
Sementara itu secara administratif, Kota Surakarta terdiri dari 5 (lima)
wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres
dan Banjarsari. Dari kelima kecamatan ini, terbagi menjadi 51 kelurahan, 595
Rukun Warga (RW) dan 2669 Rukun Tetangga (RT).(http://surakarta.go.id)
C.
Kajian Promosi
1. Makna Promosi
Adalah kegiatan yang bersifat khusus, biasanya berjangka pendek, yang
dilakukan di berbagai tempat atau titik penjualan atau titik pembelian (Frank
Jefkins, 1994:151). Kegiatan ini juga meruapakan usaha yang menjembatani
kesenjangan antara produsen dan konsumen, usaha komunikasi tersebut dapat
dibagi dalam bagian-bagian yang terdiri atas periklanan publisitas, humas, dan
commit to user
Dalam kasus peta ini, promosi yang dilakukan lebih terfokus pada
propaganda kepariwisataan dengan didasarkan atas rencana atau program secara
teratur dan kontinu. Promosi juga ditujukan kepada masyarakat agar mempunyai
kesadaran akan kegunaan pariwisata baginya, selain itu juga ditujukan kepada
dunia luar kampanye penerangan benar-benar mengandung berbagai fasilitas dan
atraksi yang unik dan menarik terhadap wisatawan (Nyoman S. Pendit, 2006:25).
2. Media Promosi
Media promosi yang dilakukan meliputi media placement, media mix,
media kit. Media placement adalah penjadwalan penempatan iklan di media cetak
atau di media elektronik (Nuradi, 1996:109). Dengan penjadwalan penempatan
iklan yang didukung dengan media kit serta media mix demi suatu kampanye
periklanan yang efektif dan efisien.
Media yang paling cocok bagi iklan barang konsumen biasanya adalah
yang diminati secara luas atau bisa juga jurnal yang cakupannya lebih khusus
namun merangkul banyak orang (Frank Jefkins, 1996:43).
Dalam pemilihan media yang representatif dengan produk ini dapat
menggunakan media alternatif, karena hampir setiap ruang merupakan media
potensial untuk iklan (Terence A. Shimp, 2003:544).
3. Produk
Pengkajian terhadap produk, dimulai dari makna produk. Produk adalah
segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan dan
keinginan. Pelanggan memuaskan kebutuhan dan keinginannya lewat produk.
commit to user
Produk atau barang di bagi menjadi tiga klasifikasi:
a) Barang-barang Konsumen (jenis barang yang penjualannya bisa
berulang-ulang dan merupakan kebutuhan sehari-hari)
b) Barang tahan lama (jenis barang ini harganya lebih mahal dan jarang
dibeli dan bersifat tahan lama dari pada barang-barang konsumen)
c) Jasa Konsumen (Frank Jefkins, 1994:40).
Namun di dalam istilah promosi, produk juga dikenal dengan product mix
yang merupakan rangkaian atau jajaran berbagai jenis produk yang dihasilkan
oleh satu perusahaan (Nuradi, 1996:133). Dalam promosinya juga membutuhkan
dukungan dari elemen pendukung seperti media kit. Media kit sendiri adalah
materi yang digunakan untuk memperoleh publisitas pada pembukaan dan
peristiwa penting lain yang dianggap perlu diumumkan keberadaannya kepada
masyarakat lain (Nuradi, 1996:108).
D.
Pemasaran
Definisi pemasaran menurut Philip kotler adalah proses sosial dan
manajerial yang seseorang atau kelompok lakukan untuk memperoleh yang
mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan
nilai. Adapun The American Marketing Association mendefinisikan pemasaran
sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi
dan distribusi ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang
memuaskan tujuan individu dan organisasi (M. Suyanto, 2007:7).
Dalam pemasaran juga terjadi tindakan pertukaran dan transaksi dagang.
commit to user
dengan menawarkan sesuatu sebagai imbalan. Sedangkan transaksi adalah
perdagangan nilai anatara dua pihak atau lebih, dan untuk mencapai keberhasilan
dalam pertukaran, pemasar harus menganalisi apa yang diharapkan untuk
didapatkan dan diberikan oleh masing-masing pihak dari suatu transaksi (M.
Suyanto, 2007:11).
Hubungan transaksi dan pertukaran ini tak terlepas dari adanya jaringan
pemasaran. Dimana jaringan pemasaran sendiri adalah suatu jaringan perusahaan
dan semua pihak pendukung yang berkepentingan, seperti pelanggan, pekerja,
pemasok, penyalur, pengecer, agen iklan, dan sponsor yang bersama-sama dengan
perusahaan telah membangun bisnis yang saling menguntungkan (M. Suyanto,
2007:11).
Didalam kegiatan pemasaran ini selain menganalisis apa yang diharapkan,
kita juga harus memperhatikan pasar dari produk ini. Pasar dalam pengertian
pemasaran adalah terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki
kebutuhan dan keinginan tertentu yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu
melaksanakan pertukaran dan transaksi untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan itu.
Dahulu, pasar merupakan tempat pembeli dan penjual berkumpul untuk
mempertukarkan barang-barang mereka. Pelaku bisnis menggunakan istilah pasar
untuk mengelompokkan pelanggan, sedangkan pemasar memandang penjual
sebagai industri dan pembeli sebagai pasar (M. Suyanto, 2007:12).
Agar suatu produk dapat diterima khalayak ramai diperlukan suatu konsep
produk yang menyatakan konsumen menyukai produk yang berkualitas dan
commit to user
menghasilkan produk yang unggul dan terus-menerus menyempurnakannya (M.
Suyanto, 2007:14).
Dan produk ini juga harus didukung dengan konsep penjualan yang
menyatakan bahwa konsumen membeli produk jika perusahaan melakukan
promosi dan penjualan yang menonjol (M. Suyanto, 2007:14). Disertai dengan
dukungan konsep pemasaran strategis, yakni konsep pemasaran yang mengubah
fokus pemasaran dari pelanggan atau produk ke pelanggan dalam konteks
lingkungan eksternal yang lebih luas. Menyangkut persaingan, kebijakan, dan
peraturan pemerintah serta kekuatan makro, ekonomi, sosial-budaya, demografi,
hukum-politik dan teknologi. Dengan perubahan lainnya adalah dalam hal tujuan
pemasaran, yaitu dari profibilitas menjadi keuntungan pihak yang berkepentingan
(M. Suyanto, 2007:15).
Tak ketinggalan pula strategi yang akan di lakukan demi terciptanya
pemasaran yang sesuai dengan target. Adapun definisi strategi dalam konteks
pemasaran ini antara lain:
1. Jack Trout dalam bukunya Trout On Strategy, inti dari strategi adalah
bagaimana bertahan hidup dalam dunia kompetitif, bagaimana membuat
presepsi yang baik di benak konsumen, menjadi berbeda, mengenali kekuatan
dan kelemahan pesaing, menjadi spesialisasi, menguasai suatu kata yang
sederhana di kepala, kepemimpinan yang memberi arah dan memahami
realitas pasar dengan menjadi yang pertama daripada menjadi yang lebih
baik.
2. W. Chan Kim dan Renee Mauborgne menyatakan bahwa Red Ocean Strategy
commit to user
masa depan. Mereka berdua mengusulkan sebuah strategi baru yang disebut
Blue Ocean Strategy. Menganggap bahwa bersaing adalah menciptakan ruang
pasar yang tidak ada lawannya. Dapat diciptakan dengan dua cara, yaitu
perusahaan dapat meningkatkan industri baru yang lengkap. Cara kedua,
dapat diciptakan dari dalam red ocean pada saat perusahaan mengubah batas
industri yang ada (M. Suyanto, 2007:16-17).
E.
Peta
1. Kajian Peta
Peta sendiri merupakan suatu gambaran seluruh atau sebagian permukaan
bumi yang diproyeksikan dalam dua dimensi pada bidang datar dengan metode
dan perbandingan tertentu, di mana gambar suatu daerah tersebut dapat
dibayangkan seolah-olah kita melihat dari udara.
Ragam peta yang akan kita pakai adalah Peta Topografi dan Peta
Panorama. Peta Topografi adalah peta yang menunjukan bentuk permukaan bumi
yang dilengkapi dengan unsur budayanya. Sedang peta Panorama adalah jenis
peta dengan visualisasi pemandangan tiga dimensi sehingga baik sekali untuk
memperjelas keadaan medan sebenarnya. (N.S Adiwiyono, 2008:5-12).
2. Telaah Undang-Undang Pembuatan Peta
Peraturan mengenai pembuatan peta diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah. Lebih
commit to user
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Peta adalah suatu gambar dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.
2. Skala peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta dengan jarak tersebut di muka bumi.
3. Ketelitian peta adalah ketepatan, kerincian dan kelengkapan data atau informasi georeferensi dan tematik.
4. Peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi dan georeferensi tertentu.
5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pada aspek administratif dan atau fungsional.
6. Peta wilayah adalah peta yang berdasarkan pada aspek administratif yang diturunkan dari peta dasar.
7. Peta tematik wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan data dan informasi tematik.
8. Peta rencana tata ruang wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan hasil perencanaan tata ruang wilayah.
9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pemetaan.
10. Instansi yang mengadakan peta tematik wilayah adalah instansi baik di tingkat pusat maupun daerah, yang tugas dan fungsinya mengadakan peta tematik wilayah.(Perpu No.10 Tahun 2000)
Seperti telah dikutip diatas mengenai keterangan peta, untuk pembuatan
peta sendiri dalam ruang lingkup Daerah Kota telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang
Wilayah pada Pasal 29 dan Pasal 30, adapun peraturan tersebut adalah:
Pasal 29
Peta rencana tata ruang wilayah daerah kota menggunakan peta wilayah daerah kota dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian peta pada skala yang sama.
Pasal 30
1. Peta wilayah daerah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, berpedoman pada tingkat ketelitian minimal berskala 1:50.000.
2. Peta wilayah daerah kota dengan skala 1:50.000 unsur-unsurnya meliputi:
commit to user
b. hidrologi, berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, sungai, danau, waduk atau bendungan yang digambarkan dengan skala untuk lebar minimal 7 meter;
c. permukiman;
d. jaringan transportasi, berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan kereta api, jalan setapak, bandar udara dan pelabuhan, bandar udara digambarkan sesuai dengan skala;
e. batas administrasi, berupa batas negara, batas propinsi, batas kabupaten, batas kota, batas kecamatan;
f. garis kontur, dengan selang kontur yang mempunyai kelipatan 25 meter;
g. titik tinggi; dan
h. nama-nama unsur geografis. (Perpu No.10 Tahun 2000)
F.
Unsur Desain
1. Kajian Desain
Secara harfiah, kata desain adalah rancangan; motif; kerangka bentuk
(Pius Abdillah, Danu Prasetya, 2007:59). Sedangkan dalam ruang lingkup ilmu,
desain berarti suatu elemen visual yang dikembangkan dengan dalih tertentu dan
diolah sesuai dengan keperluan pengiklanan atau pengemasan. Merupakan suatu
usaha deskripsi gagasan mengenai bentuk, rupa, ukuran, warna dan tata letak
beserta unsur-unsurnya yang membentuk wajah suatu benda (Nuradi, 1996:52).
Terdapat delapan hukum desain menurut Frank Jefkins diantaranya adalah,
a. Hukum Kesatuan (Law of Unity)
Semua bagian dari suatu Layout harus menyatu guna membentuk
keseluruhan Layout. Kesatuan bagian layout ini dapat dikacaukan oleh
suatu batasan yang mengganggu, terlalu banyak jenis huruf yang berbeda
dan berlawanan, warna yang di distribusikan dengan sembarangan,
unsur-unsur yang kurang proporsional, atau layout yang „semarak’
commit to user
b. Hukum keberagaman
Meski demikian, dalam suatu layout harus ada suatu perubahan dan
pengkontrasan seperti menggunakan jenis huruf tebal (bold) dan medium,
atau juga memanfaatkan ruang kosong dalam keseluruhan layout. Iklan,
selayaknya tidak menimbulkan kesan monoton, serta kesan keabu-abuan
dari huruf yang tercetak mesti di imbangi dengan subjudul (sub-heading).
Keberagaman juga dapat dihasilkan dengan pemanfaatan gambar.
c. Hukum Keseimbangan
Adalah mendasar sekali bahwa suatu iklan harus menampilkan
keseimbangan. Keseimbangan optis adalah sepertiga bagian bawah suatu
iklan, bukan setengahnya. Suatu gambar atau headline (judul) mungkin
memakan tempat sepertiga, dan teks iklan dua pertiganya, sehingga
memenuhi syarat keseimbangan optis. Keseimbangan simetris dapat
dicapai dengan pembandingan, sehingga suatu rancangan (design) dapat
dibagi menjadi dua bagian yang sama, seperempat bagian, dan
seterusnya, tetapi kehati-hatian mesti tetap diterapkan untuk tidak
membagi suatu iklan menjadi dua bagian mengesankan mirip iklan yang
terpisah.
d. Hukum Ritme (Irama)
Meski iklan cetak bersifat statis, namun masih memungkinkan
untuk menimbulkan kesan gerak sehingga mata pembaca dapat dibawa
dan diarahkan ke seluruh bagian iklan. Suatu perangkat sederhana adalah
memasukkan teks pada setiap awal paragraf (seperti dalam buku atau
commit to user
yang satu ke paragraf berikutnya. Namun demikian, aliran secara
keseluruhan terhadap desain mesti menyiratkan irama yang nyaman.
e. Hukum Harmoni (Law of Harmony)
Dalam rancangan atau layout iklan selayaknya tidak ada
kekontrasan yang menyolok, membosankan, serta menyentakkan kecuali
barangkali hal itu merupakan hal yang sengaja dilakukan seperti dalam
iklan beberapa jenis toko tertentu atau iklan yang mengharapkan respon
secara langsung yang biasanya menggunakan taktik yang mengejutkan
dan bombastis.
f. Hukum Proporsi (Law of Proportion)
Hal ini khususnya berkenaan dengan jenis huruf yang digunakan
untuk lebarnya naskah atau copy iklan: makin lebar suatu naskah (atau
ukuran) makin besar ukuran huruf yang harus digunakan, dan demikian
pula sebaliknya. Suatu iklan yang memiliki ruang yang sempit (kecil)
memerlukan jenis teks yang kecil pula, tetapi suatu iklan yang lebar
(besar) memerlukan jenis huruf teks yang lebih besar, kecuali jenis teks
itu diatur dalam kolom-kolom.
g. Hukum skala (Law of Scale)
Jarak penglihatan (visibility) tergantung pada skala nada serta
warna, beberapa tampak kurang menyolok, sementara yang lain tampak
terlalu menyolok. Hukum skala dapat digunakan dengan desain tipografis
commit to user
h. Hukum Penekanan (Law of Emphasis)
Aturan di sini adalah bila semua ditonjolkan maka yang terjadi
adalah tidak ada hal yang ditonjolkan (all emphasis is no emphasis),
seperti yang terjadi bila terlalu banyak jenis huruf tebal yang digunakan,
atau terlalu banyak huruf kapital yang digunakan. Namun demikian,
penekanan merupakan hal yang penting, dan hal ini berkaitan erat dengan
hukum lainnya terutama hukum keberagaman dan skala. Ruang atau
bidang yang dibiarkan kosong (white space) kecerahan juga dapat
menjadi cara efektif untuk menghasilkan penekanan. Bentuk lain
kekontrasan adalah dengan menggunakan metode putih atas hitam, suatu
metode yang sering digunakan dengan logotype.
2. Unsur Warna
Warna memiliki banyak kegunaan selain dapat mengubah rasa, bisa juga
mempengaruhi cara pandang, dan bisa menutupi ketidaksempurnaan serta bisa
membangun suasana atau kenyamanan untuk semua orang. Masalah warna ini
adalah masalah psikologi, tepatnya psikologi teknik atau disebut juga psikologi
kognitif.
Warna adalah spectrum tertentu yang terdapat didalam suatu cahaya
sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang
cahaya tersebut. Warna sendiri adalah suatu inspirasi paling berharga yang paling
mudah didapat. Ilmu tentang warna seringkali juga disebut Chromarics (Eko
Nugrogo, 2008:1).
Warna memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan banyak hal pada
commit to user
memuaskan beragam kebutuhan psikologis. Berbagai penelitian telah
mendokumentasikan peran penting bahwa warna berperan dalam mempengaruhi
panca indera kita. Strategi pemanfaatan warna ini cukup efektif karena warna
mempengaruhi orang secara emosional (Terence A. Shimp, 2003:308).
3. Unsur Tipografi
Salah satu aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia adalah
berkomunikasi. Kelancaran dan keberhasilan sebuah aktivitas komunikasi
ditentukan oleh perangkat yang menjembatani antara si pengirim pesan dan si
penerima pesan. Dapat dikatakan bahwa bahasa tulis merupakan representasi fisik
dari struktur pemikiran yang ada di otak kita yang tidak dapat terlihat secara kasat
mata. Huruf merupakan bagian terkecil dari struktur bahasa tulis dan merupakan
elemen dasar untuk membangun sebuah kata atau kalimat. Huruf memiliki
perpaduan nilai fungsional dan nilai estetik. Pengetahuan mengenai huruf dapat
dipelajari dalam sebuah disiplin seni yang disebut tipografi (Danton Sihombing,
2001:2-3).
Tipografi adalah seni memilih jenis huruf, dari ratusan jumlah rancangan
atau desain jenis huruf yang tersedia; menggabungkan dengan jenis huruf yang
berbeda; menggabungkan sejumlah kata yang sesuai dengan ruang yang tersedia;
dan menandai naskah untuk proses typesetting, menggunakan ketebalan dan
ukuran huruf yang berbeda. Tipografi yang baik mengarah pada keterbacaan, dan
kemenarikan, dan desain huruf tertentu dapat menciptakan gaya (style) dan
karakter atau menjadi karakteristik subjek yang diiklankan (Frank Jefkins,
commit to user
Tipografi merupakan representasi visual dari sebuah bentuk komunikasi
verbal dan merupakan property visual yang pokok dan efektif. Hadirnya tipografi
dalam media terapan visual merupakan faktor yang membedakan antara desain
grafis dan media ekspresi visual/lukisan (Danton Sihombing, 2001:58). Dalam
sejarah perkembangan tipografi lahirnya desain dan gaya huruf banyak
dipengaruhi oleh faktor budaya serta teknik pembuatannya (Danton Sihombing,
2001:42)
G.
Layout
Sebagai Salah Satu Unsur Desain
1. Pengertian Serta Prinsip Layout
Pada dasarnya layout dapat dijabarkan sebagai tata letak elemen-elemen
desain terhadap suatu bidang dalam media tertentu untuk mendukung konsep atau
pesan yang dibawanya. Me-layout adalah salah satu proses/tahapan kerja dalam
desain. Desain dan layout yang kita lihat di masa kini sebenarnya adalah hasil
perjalanan dari proses eksplorasi kreatif manusia yang tiada henti di masa lalu
(Surianto Rustan, 2008:0-2).
Prinsip dasar layout adalah prinsip dasar desain grafis, antara lain:
sequence/urutan, emphasis atau penekanan, balance atau keseimbangan, unity
atau kesatuan yakni,
a. Sequence atau urutan
Banyak juga yang menyebutnya dengan istilah: hierarki atau flow
atau aliran. Diperlukan adanya urutan karena bila semua informasi itu
ditampilkan sama kuatnya, pembaca akan kesulitan menangkap
commit to user
otomatis mengurutkan pandangan matanya sesuai dengan yang kita
inginkan (Surianto Rustan, 2008: 74).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, di wilayah-wilayah
pengguna bahasa latin, orang membaca dari kiri ke kanan dan dari atas ke
bawah. Karena itu pada materi-materi publikasi, urutan/alur pembaca
kebanyakan didesain berdasarkan kecenderungan tersebut (Surianto
Rustan, 2008: 76).
b. Emphasis atau penekanan. Emphasis sendiri dapat diciptakan dengan
berbagai cara, antara lain:
1) Memberi ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan
elemen-elemen layout lainnya pada halaman tersebut.
2) Warna yang kontras atau berbeda sendiri dengan latar belakang
dan elemen lainnya.
3) Letaknya di posisi yang strategis atau yang menarik perhatian.
Bila pada umumnya, kebiasaan orang membaca dari atas kebawah
dan dari kiri ke kanan, maka posisi yang paling pertama dilihat
orang adalah sebelah kiri atas.
4) Menggunakan bentuk atau style yang berbeda dengan sekitarnya
(Surianto Rustan, 2008: 74-75).
c. Balance atau keseimbangan.
Pembagian berat yang merata pada suatu bidang layout. Bukan
berarti seluruh bidang layout harus dipenuhi dengan elemen, tetapi lebih
pada menghasilkan kesan seimbang dengan menggunakan
commit to user
Tak hanya pengaturan letak, tapi juga ukuran, arah, warna dan
atribut-atribut lainya. Ada dua macam keseimbangan suatu layout, yaitu:
keseimbangan yang simetris (symmetrical balance/formal balance):
keseimbangan yang dapat dicapai dengan pencerminan dan dapat
dibuktikan dengan tepat secara matematis, dan keseimbangan yang tidak
simetris (assymetrical balance/informal balance) (Surianto Rustan,
2008:75): keseimbangan yang lebih bersifat optis atau „kelihatannya
seimbang’. Keseimbangan asimetris memiliki keunggulan, secara optis
keseluruhan penampilannya jauh lebih efektif daripada simetris, memiliki
kesan adanya movemen atau dinamis dan tidak statis (Surianto Rustan,
2008: 80-82).
d. Unity atau kesatuan
Prinsipnya sama dengan pengaturan atau padu-padan antar
elemen desain. Semua elemen harus saling berkaitan dan disusun secara
tepat. Tidak hanya dalam hal penampilan, kesatuan di sini juga
mencakup selarasnya elemen-elemen yang terlihat secara fisik dan pesan
yang ingin disampaikan dalam konsepnya (Surianto Rustan, 2008: 74).
2. Elemen yang Terdapat dalam Suatu Layout
Adapun elemen dalam layout yang bertujuan menyampaikan informasi
dengan lengkap dan tepat serta kenyamanan dalam membaca termasuk
didalamnya kemudahan mencari informasi, navigasi dan estetika yang digunakan
commit to user
a. Elemen Teks
1) Judul
Suatu artikel biasanya diawali oleh sebuah atau beberapa kata
singkat yang disebut judul. Judul diberi ukuran besar untuk menarik
perhatian pembaca dan membedakannya dari elemen layout lainnya.
Selain ukuran, pemilihan sifat yang tercermin dari jenis huruf tersebut
juga harus menarik perhatian, karena untuk judul segi estetis lebih
diprioritaskan (Surianto Rustan, 2008:28).
2) Deck
Merupakan gambar tentang topic yang dibicarakan di bodytext.
Letaknya bervariasi, tetapi biasanya antara Judul dan Bodytext, deck
sering disalah artikan sebagai subjudul. Fungsi deck sendiri adalah
sebagai pengantar sebelum orang membaca bodytext, karena itu
perbedaan fungsi ini harus ditangkap oleh pembaca secara jelas, antara
lain melalui:
a) Ukuran hurufnya rata-rata lebih kecil dari judul, tapi tidak sekecil
bodytext
b) Jenis/style huruf yang dipakai berbeda dengan yang digunakan
untuk judul.
c) Warna deck yang dibedakan dengan judul dan bodytext (Surianto
Rustan, 2008:32)
3) Subjudul
Subjudul berfungsi sebagai judul segmen-segmen dalam
commit to user
paragraf melainkan satu topic/pokok pikiran yang sama, satu segmen
bisa saja terdiri dari beberapa paragraf (Surianto Rustan, 2008:36).
4) Caption
Merupakan keterangan singkat yang menyertai elemen visual
dan inzet. Biasanya dicetak dalam ukuran kecil dan dibedakan gaya
atau jenis hurufnya dengan bodytext dan elemen teks lainnya.
Apabila hanya terdapat satu elemen visual yang harus
diterangkan, kita hanya memerlukan satu caption sederhana. Namun
bila elemen visualnya lebih dari satu, kita dapat mendesain caption
dengan cara:
a) Caption yang saling terpisah letaknya dan masing-masing berada
didekat elemen visualnya. Ada yang disertai dengan tanda panah
mengarah pada elemen visualnya.
b) Caption yang dijadikan satu dan merujuk kepada elemen
visualnya masing-masing dengan cara menggunakan petunjuk
arah (kiri, kanan, atas, bawah), dengan tanda panah atau angka
(angka yang sama terdapat pada elemen visualnya
masing-masing)
(Surianto Rustan, 2008:40).
5) Callouts
Pada dasarnya sama seperti Caption, kebanyakan callouts
menyertai elemen visual yang memiliki lebih dari satu keterangan,
commit to user
menghubungkannya dengan bagian-bagian dari elemen visualnya.
Balloon adalah salah satu bentuk callouts (Surianto Rustan, 2008:42).
6) Kickers
Kickers adalah salah satu atau beberapa kata pendek yang
terletak di atas judul, fungsinya untuk memudahkan pembaca
menemukan topik yang diinginkan dan mengingatkan lokasinya saat
membaca artikel tersebut. Berbeda dengan running head, kickers tidak
berulang-ulang ada di setiap halaman. Ada juga yang mendesain
kickers tidak menggunakan tulisan tetapi memakai unsur lain seperti
warna atau gambar (Surianto Rustan, 2008:43).
7) Initial Caps
Merupakan salah satu penanda antar paragraf berupa huruf
awal yang berukuran besar dari kata pertama pada paragraf. Karena
lebih bersifat estetis, tidak jarang hanya terdapat satu initial caps di
dalam suatu naskah. Initial caps dapat juga berfungsi sebagai
penyeimbang komposisi suatu layout (Surianto Rustan, 2008:44).
8) Running Head
Judul buku, bab/topik yang sedang dibaca nama pengarang dan
informasi lainnya yang berulang-ulang ada pada tiap halaman dan
posisinya tidak berubah. Yang letaknya di footer seringkali tetap
commit to user
b. Elemen Grafis
1) Foto
Kekuatan terbesar dari fotografi pada media periklanan
khususnya adalah kredibilitasnya atau kemampuannya untuk memberi
kesan sebagai „dapat dipercaya’. Menurut penelitan Poynter Institute
sebuah sekolah jurnalisme di Amerika: orang lebih tertarik pada foto
berwarna dibandingkan hitam putih. Foto berwarna mendapat
perhatian 20% lebih besar dibandingkan foto hitam putih. (Surianto
Rustan, 2008:54-55).
2) Artworks
Untuk menyajikan informasi yang lebih akurat, kadang pada
situasi tertentu ilustrasi menjadi pilihan yang lebih dapat diandalkan
dibandingkan bila memakai teknik fotografi. Sedang artwork sendiri
adalah segala jenis karya seni bukan fotografi baik itu berupa ilustrasi,
kartun, sketsa dan lain-lain yang dibuat secara manual maupun dengan
komputer (Surianto Rustan, 2008:56).
3) Garis
Merupakan elemen desain yang dapat menciptakan kesan
estetis pada suatu karya desain. Di dalam suatu layout, garis
mempunyai sifat yang fungsional antara lain membagi suatu area,
penyeimbang berat dan sebagai elemen pengikat sistem desain supaya
commit to user
4) Kotak
Berisi artikel yang bersifat tambahan/suplemen dari artikel
utama. Bila letaknya di pinggir halaman disebut sebagai sidebar.
Elemen visual juga sering diberi kotak supaya terlihat lebih rapi.
Dengan adanya kotak, tiap informasi tambahan baik itu teks maupun
visual dapat dibedakan dengan jelas oleh pembaca (Surianto Rustan,
2008:60).
5) Inzet (inline graphics)
Elemen visual berukuran kecil yang diletakkan di dalam
elemen visual yang lebih besar. Fungsinya memberi informasi
pendukung. Banyak terdapat pada informational graphic. Inzet kadang
juga disertai dengan caption maupun callouts. Inzet juga berfungsi
seakan-akan memperbesar gambar (zoom) untuk menunjukkan detail
struktur (Surianto Rustan, 2008:61).
c. Invisible Element
1) Margin.
Margin menentukan jarak antara pinggir kertas dengan ruang
yang akan ditempati oleh elemen-elemen layout. Berfungsi mencegah
agar elemen-elemen layout tidak terlalu jauh kepinggir halaman
(Surianto Rustan, 2008: 64).
2) Grid.
Grid adalah alat bantu yang sangat bermanfaat dalam
me-layout. Grid mempermudah kita menentukan di mana harus
commit to user
kesatuan layout terlebih untuk karya desain yang mempunyai
beberapa halaman.
Dalam membuat grid, kita membagi halaman menjadi
beberapa kolom dengan garis-garis vertikal, dan ada juga yang
horisontal. Sedangkan untuk merancangnya harus mempertimbangkan
faktor-faktor berikut: berapa ukuran dan bentuk bidangnya, apa
konsep dan style desainnya, berapa ukuran huruf yang akan dipakai,
berapa banyak isinya/informasi yang ingin dicantumkan (Surianto
Rustan, 2008: 68).
H.
Simbol
1. Simbol sebagai Makna Berorientasikan Pemakai
Manusia bereaksi terhadap lingkungan melalui makna yang dimunculkan
lingkungan tersebut. Dalam kajian lingkungan dan perilaku telah ditetapkan
suatau dasar empiris yang berorientasikan pemakai bagi makna dan menjurus
kepada pembentukan suatu bahasa tata lingkungan. Pemahaman lain terkait
simbol adalah kegiatan obyek yang menginformasikan (kultural) maksud dari
eksistensinya pada subyek. Arti simbol lebih dalam dari tanda, karena simbol
dapat memiliki arti yang multidimensi (Pengantar Arsitekur,1984: 81).
Sebuah Objek adalah sebuah simbol dari objek lainnya (referent) ketika
sang objek dan referent-nya tidak mempunyai hubungan intristik sebelumnya,
melainkan dihubungkan secara sewenang-wenang atau metafora. Penggunaan
simbol telah menyebar luas dalam komunikasi pemasaran (Terence A. Shimp,
commit to user
2. Pandangan Umum terkait Simbol
Teori tentang tanda-tanda atau teori tentang segala macam cara yang
dapa