• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PIAGET

DAN HASWEH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh:

Muhamad Nur Saepulloh 0905591

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

Perbandingan Peningkatan

Kemampuan Berpikir Kretif Siswa

SMP antara yang Mendapatkan

Pembelajaran dengan Menggunakan

Strategi Konflik Kognitif Piaget dan

Hasweh

Oleh

Muhamad Nur Saepulloh

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Muhamad Nur Saepulloh 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

MUHAMAD NUR SAEPULLOH

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes NIP. 196805111991011001

Pembimbing II,

Dra. Hj. Ade Rohayati, M. Pd. NIP. 196005011985032002

Diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,

(4)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PIAGET

DAN HASWEH

Muhamad Nur Saepulloh

Pembimbing: Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes/ Dra. Hj. Ade Rohayati, M. Pd.

ABSTRAK

Dalam perkembangan teori konflik kognitif, ditemukan tiga model tentang bagaimana konflik muncul dalam kognisi siswa. Ketiga model tersebut adalah model konflik kognitif Piaget, model konflik kognitif Hasweh, dan model konflik kognitif Kwon. Perbedaan ketiganya terletak pada objek yang memicu terjadinya ketidakseimbangan dalam struktur kognisi seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan strategi konflik kognitif Piaget atau Hasweh terhadap kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang, memanfaatkan pre-test dan post-test dalam Desain Kelompok Non-Ekuivalen. Diperoleh dua kesimpulan. Pertama, kualitas peningkatan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget ataupun Hasweh berada pada kategori sedang. Kedua, disimpulkan bahwa tidak ditemukan perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif menggunakan kedua strategi tadi.

(5)

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PIAGET

DAN HASWEH

Muhamad Nur Saepulloh

Supervisor: Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes/ Dra. Hj. Ade Rohayati, M. Pd.

ABSTRACT

In the development of cognitive conflict theory, three models of how conflict arises in student cognition are found. All three models are Piaget cognitive conflict model, Hasweh’s model, and Kwon’s model. The difference lies in object that trigger an imbalance in the structure of student's cognition . This study aims to determine the effect of learning with Piaget or Hasweh cognitive conflict strategy to improvement of students' creative thinking ability . The subject is eight grade students of SMP Negeri 1 Lembang, utilizing pre-test and post-test in the Non-Equivalent-Group Design. Two finding are obtained. First, the quality improvement of creative thinking of students who get learning using Piaget or Hasweh cognitive conflict strategy are in the middle category . Secondly, it was concluded that there were no differences in the increase in the ability to think creatively use both strategies.

(6)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 7

D. Manfaat ... 7

E. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konflik Kognitif ... 10

B. Kemampuan Berpikir Kreatif ... 13

C. Kaitan antara Konflik Kognitif dengan Kemampuan Berpikir Kreatif ... 15

D. Hipotesis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 17

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

C. Instrumen Penelitian ... 19

D. Prosedur Penelitian ... 24

E. Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 28

(7)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... 55

B. Rekomendasi ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN-LAMPIRAN : BERKAS ADMINISTRASI ... 57

A. Daftar Hadir Seminar untuk Dosen/Mahasiswa... 58

B. Surat Izin Penelitian ... 59

C. Surat Keterangan Penelitian ... 60

ALAT PENGUMPUL DATA... 61

A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 62

B. Lembar Kerja Siswa ... 90

C. Kisi-kisi Instrumen Tes ... 116

D. Lembar Instrumen Tes ... 121

E. Lembar Observasi ... 123

F. Lembar Jurnal Harian... 125

DATA PENELITIAN ... 126

A. Output Anates V4 Data Hasil Uji Instrumen ... 127

B. Nilai Kelas VIII-G (Kelas Piaget) ... 135

C. Nilai Kelas VIII-I (Kelas Hasweh) ... 136

D. Statistik Deskriptif dan Uji Normalitas Pre-Test ... 137

E. Uji Non-Parametrik Mann-Whitney Pre-Test ... 140

F. Statistik Deskriptif dan Uji Normalitas Post-Test ... 142

G. Uji Homogenitas Varians Post-Test ... 145

H. Independent Sample T Test Post-Test ... 147

(8)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa hasil studi lembaga-lembaga internasional menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia masih rendah dibanding negara-negara lain. Salah satunya hasil studi Trends in International Mathematics and Science

Study (TIMSS). Studi yang diselenggarakan TIMSS pada tahun 2003, 2007, dan

2011 menunjukkan skor Indonesia (Tabel 1.1) selalu berada di bawah negara-negara ASEAN, seperti: Thailand, Malaysia, dan terutama Singapura.

Tabel 1.1 Skor dan Peringkat Indonesia pada Studi TIMSS

Negara Peserta

Tahun Penyelenggaraan

2003 2007 2011

Skor Peringkat Skor Peringkat Skor Peringkat

Singapura 605 1 593 3 611 2

Malaysia 508 10 474 20 440 26

Thailand - - 441 29 427 28

Indonesia 411 35 397 36 386 38

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan

Hasil studi lembaga lain seperti Programme for International Student Assessment (PISA) juga mengindikasikan hasil yang tidak jauh berbeda. Pada

kategori litersi matematika, posisi Indonesia cenderung di bawah skor rata-rata negara peserta lainnya. Bahkan jika dilihat dari peringkatnya, Indonesia hampir menyentuh peringkat terbawah. Pada tahun 2000, 2003, 2006, dan 2009 secara berturut-turut Indonesia menempati peringkat ke-39 dari 41 negara peserta, peringkat ke-38 dari 40 negara peserta, peringkat ke-50 dari 57 negara peserta, dan peringkat ke-61 dari 65 negara peserta.

(9)

terpaku pada hal-hal rutin. Pembelajaran masih didominasi oleh soal-soal sederhana, dalam artian soal-soal dengan cara penyelesaian yang sudah jelas. Siswa Indonesia tidak terlatih untuk mengerjakan soal-soal non-rutin. Soal yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk menemukan penyelesaiannya (Dahlan, dkk. 2012).

Anggapan bahwa ketidakmampuan siswa menyelesaikan soal-soal TIMSS

terjadi karena materi-materi prasyaratnya belum dipelajari di sekolah, tidak dapat dibenarkan. Untuk siswa eight-grade, TIMSS 2007 Mathematics Framework memaparkan secara jelas masing-masing materi prasyarat yang dibutuhkan dalam empat bidang konten yang diujikan (bilangan 30%, geometri 20%, aljabar 30%, data dan peluang 20%). Materi untuk level tertinggi (advanced international benchmark) pada konten Bilangan hanya mensyaratkan operasi dan kesamaan

pada bilangan bulat, pecahan, desimal, dan persen. Pada konten Aljabar, siswa harus sudah menguasai persamaan dan pertidaksamaan linear satu, sistem persamaan linear dua variable, dan range fungsi. Geometri mensyaratkan pemahaman tentang bangun dua dimensi dan bangun tiga dimensi, dan representasi pada koordinat. Demikian pula mengenai Data dan Peluang, tidak ada konten yang belum dipelajari oleh siswa kelas 8 SMP di Indonesia (Martin, et. al. 2008).

Kegagalan siswa menyelesaikan soal non-rutin dalam TIMSS terletak pada ketidakmampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan menalar dan kompetensi strategis, dengan memanfaatkan materi-materi yang mereka pahami. Ini menjadi salah satu kelemahan hasil pembelajaran matematika di Indonesia. Kemampuan berpikir tingkat tinggi atau yang lebih dulu dicetuskan dengan istilah

High Order Mathematical Thinking (HOMT) tidak secara optimal dikembangkan

(Dahlan, dkk. 2012). Akibatnya, siswa Indonesia lemah ketika diharuskan berpikir

(10)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

Keadaan di atas tergambar jelas dalam laporan hasil studi TIMSS dan PISA. Indonesia selalu memperoleh hasil buruk ketika dihadapkan pada soal-soal yang mengharuskan berpikir secara kritis dan kreatif. Sebagai ilustrasi, berikut disajikan beberapa soal tersebut, dan bagaimana raihan Indonesia di sana:

1. Soal pertama

Joe mengetahui bahwa harga sebuah pena 1 zed lebih mahal dari harga sebuah pensil. Temannya membeli 2 buah pena dan 3 buah pensil seharga 17 zed. Berapa zed yang dibutuhkan Joe untuk membeli 1 pena and 2 pensil? (TIMSS 2007)

Pada soal ini, hanya 8% siswa Indonesia menjawab benar dan menempatkan Indonesia pada posisi ke-31, berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand (Martin, et. al. 2008).

2. Soal Kedua

Sebuah kedai pizza menyajikan dua pilihan pizza dengan ketebalan yang sama namun berbeda dalam ukuran. Pizza yang kecil memiliki diameter 30 cm dan harganya 30 zed dan pizza yang besar memiliki diameter 40 cm dengan harga 40 zed. Pizza manakah yang lebih murah. Berikan alasannya. (PISA 2003)

Hanya 11% siswa yang mampu menjawab soal ini dengan benar. Kemungkinan, siswa mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi masalah (sensitivity), merencanakan satu bahkan lebih ide untuk memecahkan masalah (fluency), dan menjalankan ide tadi dengan baik (Wardhani, S. dan Rumiati, 2011).

3. Soal ketiga

Seorang tukang kayu mempunyai pagar sepanjang 32 meter dan akan menggunakannya untuk memagari bunga-bunga di taman. Dia mempertimbangkan beberapa desain untuk memagari taman sebagai berikut. (PISA 2003)

6 m 6 m

10 m 10 m

(11)

Lingkarilah “ya” atau “tidak” pada jawaban yang Anda anggap tepat. Desain Pagar Dapatkah pagar sepanjang 32 dibuat sesuai desain berikut? Desain A Ya/tidak

Desain B Ya/tidak Desain C Ya/tidak Desain D Ya/tidak

Hanya sekitar 20% siswa yang mampu menjawab dengan benar. Soal di atas menjadi hambatan berarti karena membutuhkan fleksibilitas tinggi untuk mencari beragam kemungkinan solusinya (flexibility).

Hasil di atas mengisyaratkan bahwa kemampuan berpikir kritis dan kreatif mempunyai pengaruh yang besar dalam peningkatan kemampuan matematika siswa. Hassoubah (dalam Rohaeti, 2004 : 99) menyatakan bahwa ‘Critical and creative mathematical thinking skills are important and essential and should be

attained by all mathematics students’. Keduanya perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan, utamanya dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif.

Marzano dalam Hassoubah (dalam Rohaeti, 2010:100) menyatakan bahwa untuk mampu berpikir kreatif diperlukan:

1. Work at the end of our competency with high confidence and feel challenged; 2. Reconsider our ideas from the other point of view; 3. Do something by internal and not external motive; 4. Have divergent thinking; 5. Have a lateral thinking or imaginative thinking, and vertical thinking.

Sejalan dengan pemikiran itu, Likewise, Nicholl (dalam Rohaeti, 2010:101) menuliskan beberapa langkah agar menjadi orang yang kreatif, yaitu:

collect information as much as possible, think from four directions, pose many 6 m

10 m 6 m

10 m

(12)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

ideas, look for the best combination of ideas, decide which was the best combination, and realize the action.’

Kesimpulan yang dapat diambil dari dua pendapat sebelumnya bahwa unsur paling dominan dalam sebuah kreativitas adalah kemampuan berpikir divergen. Sedangkan cara berpikir divergen ini, termasuk juga cara berpikir konvergen, adalah komponen kemampuan berpikir kreatif matematika. Balka

dalam Mann (Rohaeti, 2010 : 100) menyatakan berpikir kreatif matematika, mencakup berpikir konvergen dan divergen, dapat dirinci sebagai berikut:

1. ability to formulate mathematical hypotheses which focussed on cause and effect of mathematical situation, 2. ability to determine mathematical pattern, 3. ability to break a deadlock of thinking by posing new solutions of mathematical problem, 4. ability to pose unsual mathematical ideas and to assess their conseqences, 5. ability to identify the lost information of the problem, 6. ability to detail general problem into more specific sub-problems.

Telah dibahas salah satu faktor yang menjadi permasalahan dalam pembelajaran matematika, yaitu pengajaran matematika yang berfokus pada soal-soal rutin dan rendahnya kemampuan berpikir kreatif. Alternatif penyelesaian yang dapat menjembatani kedua hal tersebut adalah konflik kognitif. Hal ini karena konflik kognitif diketahui menjadi faktor penting adanya perubahan konsep (cara pandang) dalam pemikiran seseorang (Lee, Kwon, dkk, 2003). Pemikiran ini juga didukung oleh Rolka, Rosken, Liljedah (2007:127) yang menyimpulkan bahwa “… is the presence of cognitive conflict, which proves to be also the decisive tool for change in beliefe”. Adanya perubahan tadi menjadi sinyal penting munculnya kreativitas.

(13)

diri siswa. Sampai saat ini, belum ada penelitian yang mengkaji bagaimana perbandingan pengaruh model-model tersebut terhadap peningkatan kreativitas jika strateginya diterapkan dalam pembelajaran.

Model-model yang disebutkan di atas, masing-masing dipelopori oleh tiga ahli dalam dunia teori perkembangan kognitif. Berikut sedikit perinciannya: 1. Model Konflik Kognitif Piaget. Piaget mengemukakan konflik kognitif

dengan istilah ketidakseimbangan kognitif (disequilibrium), yaitu ketidakseimbangan antara struktur kognitif seseorang (internal) dengan informasi yang berasal dari lingkungannya;

2. Model Konflik Kognitif Hasweh. Hasweh menngemukakannya dengan istilah konflik metakognitif, yaitu: konflik diantara skemata-skemata dimana terjadi pertentangan antara struktur kognitif yang lama dengan struktur kognitif yang baru (yang sedang dihadapi); dan

3. Model Konflik Kognitif Kwon, yaitu konflik antara struktur kognitif yang baru dengan lingkungan/realita yang mengacu pada struktur kognitif awal yang dimiliki oleh individu (Ismaimuza, 2008).

Penulis merasa perlu untuk mengkaji bagaimana perbandingan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa antara yang mendapatkan strategi pembelajaran konflik kognitif yang dikembangkan oleh Piaget dengan pembelajaran konflik kognitif yang dikembangkan oleh Hasweh.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget?

(14)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

3. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dengan Hasweh?

4. Bagaimana respon siswa terhadap staregi pembelajaran konflik kognitif Piaget dan Hasweh?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas , maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut.

1. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget.

2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Hasweh.

3. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dengan Hasweh.

4. Mengetahui respon siswa terhadap staregi pembelajaran konflik kognitif Piaget dan Hasweh.

D. Manfaat

Berikut akan disajikan beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian yang akan dilakukan. Manfaat-manfaat tersebut dalah:

1. Bagi Siswa

Kretativitas siswa diharapkan berkembang sesuai dengan perkembangan

usianya, disertai perkembangan kognitif yang memadai untuk memecahkan masalah-masalah ketika belajar matematika.

2. Bagi Guru

(15)

contoh bagi guru untuk mengembangakan bahan ajar berbasis strategi konflik kognitif untuk materi-materi matematika yang lain.

3. Bagi Sekolah

Sekolah dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu referensi dalam perancangan kurikulum pengajaran. Sehingga diharapkan kreativitas dan kompetensi matematika siswa dapat meningkat.

4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menjadikan penelitian ini sebagai sarana mengembangakan kemempuan diri dalam mengembangkan bahan ajar yang akan digunakan ketika melakukan pembelajaran.

E. Definisi Operasional

Dalam rangka menghindari misinterpretasi isi penelitian, berikut adalah penjelasan singkat beberapa istilah yang digunakan:

1. Konflik kognitif adalah suatu situasi ketika seorang individu mengalami ketidakseimbangan kognisi yang disebabkan oleh adanya kesadaran akan adannya informasi-informasi yang bertentangan dengan informasi yang tersimpan dalam struktur kognitifnya.

2. Konflik kognitif Piaget adalah konflik kognitif yang muncul karena adanya konflik antara lingkungan/realita dari suatu konsep/kondisi baru (eksternal) dengan konsep yang telah dipahami (internal) seseorang.

3. Konflik kognitif Hasweh adalah konflik kognitif yang muncul karena adanya konflik antara suatu konsep baru (eksternal) dengan konsep yang telah dipahami (internal) seseorang.

4. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah salah satu kemampuan yang

termasuk dalam High Order Mathematical Thinking (HOMT). Eksistensi kemampuan berpikir kreatif diindikasikan dengan adanya sensitivity

(16)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini menguji dan membandingkan pengaruh dua perlakuan yang berbeda terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif (variabel terikat). Perlakuan (variabel bebas) yang dimaksud adalah strategi pembelajaran konflik

kognitif Piaget dan strategi pembelajaran konflik kognitif Hasweh. Masing-masing perlakuan diujikan pada kelas berbeda di suatu SMP dan tentu saja tidak mungkin dibuat dua buah kelas baru berisikan sample siswa secara acak. Penelitian harus dilakukan pada kelas-kelas yang telah ada sebelumnya. Desain penelitian yang digunakan dalam kondisi tadi adalah Desain Kelompok Non-Ekuivalen (Russefendi, 2010). Desainnya seperti terlihat di bawah ini:

O X1 O

O X2 O

Keterangan:

O : pre-test atau post-test

X1 : perlakuan menggunakan strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget

X2 : perlakuan menggunakan strategi pembelajaran konflik kognitif Hasweh

Di awal penelitian, kedua kelas mendapat pre-test yang sama untuk mengetahui dan membandingkan kemampuan awal mereka. Kemudian masing-masing kelas diberikan perlakuan dengan strategi pembelajaran yang berbeda. Setelah itu, dilakukan post-test untuk melihat bagaimana efek dari perlakuan tadi.

(Rincian lebih detail terdapat pada bagian Prosedur Penelitian)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

(18)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

sudah terstruktur dalam kognisinya, dan dia meyakini kebenaran dari pengetahuan tersebut. Akibatnya, penelitian mengenai konflik kognitif akan efektif diterapkan pada populasi yang diindikasi memiliki pengetahuan awal yang baik, atau paling tidak mereka dapat memahami pengetahuan awal baru dengan baik. Karakteristik semacam itu paling mungkin dimiliki oleh sekolah berperingkat atas atau sekolah favorit di wilayahnya. Dalam hal ini, SMP Negeri 1 Lembang dianggap tepat

sebagai tempat berlangsungnya penelitian ini.

Berdasarkan pertimbangan kepala SMP Negeri 1 Lembang, populasi dari penelitian ini adalah kelas VIII. Karena saat dilangsungkan penelitian, kelas VII sedang dijadikan kelas uji coba kurikulum 2013 dan kelas IX tidak bisa dilibatkan dalam penelitian karena dikhawatirkan mengganggu program persiapan UN yang sedang dilaksanakan sekolah. Dibutuhkan dua kelas untuk dijadikan sampel penelitian. Pemilihan dua kelas sampel ini tidak dilakukan secara acak, melainkan berdasar atas pertimbangan bahwa kedua kelas harus mempunyai karakteristik yang semirip mungkin dengan karakteristik populasi. Arikunto (2010) menyatakan bahwa semakin mirip karakteristik sampel yang diambil, semakin baik hasil yang diperoleh dari penelitian.

Pihak yang dianggap paling tepat untuk memberikan pertimbangan adalah guru matematika di kelas VIII. Dari sembilan kelas, terpilih kelas VIII-G dan kelas VIII-I untuk dijadikan sampel. Kedua kelas terpilih dengan pertimbangan: 1) kemampuan mereka dalam mempelajari matematika setara dengan rata-rata kemampuan kelas VIII lainnya; 2) masing-masing rata-rata nilai matematika kedua kelas tidak jauh berbeda dibandingkan rata-rata nilai kelas lainnya; dan 3) jadwal pelajaran matematikanya kelas tidak berbenturan, terlebih lagi jadwal

keduanya tidak berurutan dalam satu hari. Jadwal kelas VIII-G pada hari Senin, Selasa, dan Kamis. Jadwal kelas VIII-I pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Jadwal

(19)

C. Instrumen Penelitian

Data yang diperlukan untuk menjawab rumusan masalah yang ada adalah data hasil/prestasi belajar siswa setelah mendapat pembelajaran dengan strategi konflik kognitif. Data semacam ini dapat diperoleh menggunakan instrumen berjenis tes. Selain itu, kesan siswa terhadap pembelajaran yang didapatnya perlu diketahui. Pengumpulan datanya menggunakan instrumen berjenis non-tes

(Russefendi, 2010).

1. Instrumen Tes

Penelitian ini mengkaji bagaimana peningkatan kemampuan kreatif siswa, sehingga tes yang cocok untuk mengkaji ini adalah tes uraian. Tes uraian mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya, karena hasil evaluasi tidak akan bias akibat adanya tebak-tebakan jawaban. Proses berpikir siswa dapat dievaluasi secara baik melalui uraian kata-katanya sendiri (Suherman dan Kusumah, 1990). Uraian inilah yang dijadikan sumber kajian bagaimana kamampuan kreatif mereka berkembang. Russefendi (2010:118) menyatakan bahwa “…bila kita ingin melihat kemampuan siswa beserta sifat kreatif yang sebenarnya, tes tipe uraian ini harus dipilih”.

Tes uraian digunakan untuk mengetahui bagaimana kemampuan kreatif siswa sebelum (pre-test) dan sesudah mendapat pembelajaran (post-test). Akan tetapi, hasil ini tidak bisa dikatakan akurat jika kualitas instrumennya buruk. Sekalipun memang ada faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil ujian, misal: kondisi pengawasan saat ujian, kondisi peserta tes, kondisi pemeriksa hasil tes, dan lain-lain. Instrumen perlu diuji kualitasnya terlebih dulu untuk mengetahui seberapa baik Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda, dan Indeks Kesukaran dari

instrumen tersebut (Suherman dan Kusumah, 1990).

Sekalipun Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda, dan Indeks Kesukaran

(20)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

a. Validitas Instrumen

Validitas (keabsahan) suatu instrumen adalah nilai yang menyatakan apakah instrumen tadi dapat mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Maksudnya, instrumen tadi dapat membedakan apakah seseorang telah menguasai indikator-indikator materi yang telah dirumuskan atau belum. Instrumen memiliki Validitas yang rendah ketika dia tidak memiliki kemampuan untuk membedakan

hal seperti tadi. Sebagai contoh, “menebang pohon kelapa” adalah instrumen yang Validitas-nya rendah jika digunakan sebagai instrumen untuk membedakan mana silet yang tajam dan tidak.

Tingkat Validitas suatu instrumen dapat ditentukan dengan mencari koefisien korelasi antara instrumen tersebut dan alat ukur lain yang telah dilaksanakan serta diasumsikan memiliki Validitas yang baik, misal rata-rata nilai ulangan. Salah satu cara mencari koefisien korelasi adalah korelasi produk moment memakai angka kasar (raw score). Rumusnya :

dengan: : koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N : banyak siswa yang dijadikan sample

X : skor setiap siswa pada masing-masing butir soal

Y : rata-rata skor masing-masing siswa dari keseluruhan soal

(21)

b. Reliabilitas

Reliabilitas suatu instrumen menggambarkan kemampuan instrumen dalam memberikan hasil tes yang relatif sama (tidak ada perubahan yang signifikan) ketika diujikan pada subjek yang sama. Sekalipun tes dilakukan berulang-ulang dan pada tempat yang berlainan. Termometer adalah instrumen

pengukur suhu yang reliabel (dapat dipercaya/handal). Air bersuhu akan tercatat pada termometer bersuhu sekalipun pengukuran dilakukan oleh

orang, tempat, dan waktu yang berbeda-beda.

Terdapat banyak cara dan teknik dalam mencari Reliabilitas. Salah satu cara yang paling efisien dari segi waktu dan biaya dengan hasil yang sama baiknya adalah pendekatan tes tunggal (single test). Selain karena pembuatan tes tunggal relatif lebih mudah dibanding pendekatan lainnya, ada banyak variasi teknik perhitungan yang dapat dipakai. Rumus Cronbach Alpha adalah yang paling tepat untuk menentukan Reliabilitas tes berbentuk uraian. Rumusnya:

dengan : koefisien realibilitas,

n : banyak butir soal,

: jumlah varians skor setiap butir soal, dan : varians skor total.

Klasifikasi untuk derajat Reliabilitas oleh Guilford dalam Suherman dan

Kusumah (1990: 177) seperti ditunjukan di bawah ini:

derajat Realibilitas sangat tinggi.

derajat Realibilitas tinggi; dan

derajat Realibilitas sedang;

derajat Realibilitas rendah;

(22)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

c. Daya Pembeda

Istilah Daya Pembeda digunakan untuk menggambarkan kemampuan instrumen dalam memklasifikasi mana yang termasuk kelompok unggul, kelompok sedang, dan kelompok rendah berdasarkan pemahaman terhadap materi yang diteskan. Soal jenis uraian dapat ditentukan Daya Pembeda-nya dengan menggunakan rumus:

dengan : Daya Pembeda,

: rata-rata skor kelompok atas untuk soal itu, : rata-rata skor kelompok bawah untuk soal itu, dan : Skor Maksimal Ideal (Bobot).

Klasifikasi Daya Pembeda yang sering digunakan dalam penelitian adalah seperti berikut:

sangat baik;

baik;

cukup;

jelek; dan

sangat jelek.

d. Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran menunjukkan level atau tingkat kesulitan setiap butir soal dalam suatu instrumen. Rumus yang dipakai untuk soal tipe uraian adalah

dengan : Indeks Kesukaran,

: rata-rata skor soal tersebut,

(23)

Di bawah ini adalah klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran yang banyak digunakan:

soal terlalu mudah

soal mudah

soal sedang

soal sukar

soal terlalu sukar

Instrumen tes uraian dalam penelitian ini terdiri dari lima butir soal, yaitu: 1.a, 1.b, 2, 3a, dan 3b. Khusus soal nomor 2 diambil dua kriteria penilaian sehingga terdapat enam penilaian dari lima butir soal tadi. Setelah diuji-instrumenkan di kelas IX-D SMP Negeri 1 Lembang, datanya direkap dan diolah menggunakan program Anates V.4. Berikut rekapitulasi hasil uji instrumen:

Tabel 3.1 Kualitas Instrumen Tes

Soal Validitas Daya Pembeda Indeks Kesukaran Reliabilitas

1.a 0.634 Tinggi 0.392 Cukup 0.553 Sedang

Tinggi 1.b 0.718 Tinggi 0.357 Cukup 0.392 Sedang

2 0.587 Sedang 0.286 Cukup 0.214 Sukar

2 0.623 Tinggi 0.392 Cukup 0.375 Sedang

3.a 0.677 Tinggi 0.464 Baik 0.482 Sedang

3.b 0.610 Tinggi 0.429 Baik 0.464 Sedang

Hasil pengolahan menunjukkan bahwa instrumen mempunyai validitas yang tinggi, sehingga dapat mengevaluasi indikator yang telah ditentukan. Kehandalan (reliabilitas) instrumen berada pada level yang memuaskan. Artinya

(24)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

2. Instrumen Non-test

a. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui dan mengamati mengenai aktivitas guru dan siswa ketika pembelajaran berlangsung. Aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam mengaplikasikan strategi pembelajaran konflik kognitif di kelas. hal Aktivitas siswa yang diamati adalah kemampuan berpikir

kreatif siswa. Observasi dilakukan oleh guru matematika di sekolah.

b. Jurnal Harian Siswa

Jurnal digunakan untuk mencatat kesan dan saran siswa terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan guru di kelas. Jurnal diberikan kepada siswa setiap pertemuan setelah pembelajaran selesai. Jurnal ini digunakan sebagai bahan evaluasi untuk pertemuan selanjutnya.

D. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, penelitian dapat dibagai ke dalam tiga tahapan, yaitu persiapan, pengumpulan data, dan pengolahan akhir. Perincian dari ketiga tahapan tadi Adapun rincian mengenai ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

a. Menyusun proposal penelitian untuk diuji kelayakannya dalam seminar proposal.

b. Revisi proposal sebagai tindak lanjut mengikuti seminar proposal.

c. Legalisasi penelitian dari pihak kampus dan pihak sekolah yang akan diteliti.

d. Menyusun bahan ajar menggunakan strategi konflik kognitif dan instrumen tes kemampuan berpikir kreatif.

(25)

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan pre-test.

b. Melaksanakan strategi pembelajaran konflik kognitif.

c. Melakukan observasi

d. Memberikan jurnal harian.

e. Melakukan post-test.

3. Tahap Pengolahan Akhir

a. Merekap seluruh data kuantitatif dan kualitatif hasil penelitian dari kedua kelas.

b. Mengolah data dan membuat analisisnya.

c. Membuat kesimpulan.

E. Analisis Data

Ketika rekapitulasi data telah selesai dilaksanakan, langkah berikutnya adalah melakukan pengolahan data menggunakan beberapa software (ANATES V4 dan IBM SPSS 20) disertai dengan analisisnya. Analisis data yang dimaksud terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis data yang berupa angka, meliputi: hasil pre-test dan post-test. Prosedur pengolahannya diawali dengan mengolah dan menganalisis hasil pre-test hingga diperoleh kesimpulan tentang bagaimana perbandingan kemampuan awal kedua kelas yang menjadi objek penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mengolah data hasil pre-test adalah:

a. Menganalisis statistik deskriptif yang meliputi mean, standar deviasi, dan

(26)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

b. Melakukan uji normalitas. Pengujian normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk.

c. Jika hasil pada langkah b. menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka prosesnya dilanjutkan dengan melakukan uji homogenitas varians menggunakan uji Levene. Jika tidak, maka prosesnya dilanjutkan dengan melakukan uji kesamaan dua

rata-rata menggunakan uji non parametrik Mann-Whitney.

d. Jika hasil uji homogenitas varians menyimpulkan bahwa sebaran datanya homogen, pengolahan dapat dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata (satu pihak). Alat yang digunakan untuk melakukan uji ini adalah Independent Sample T Test (Uji t). Jika sebaran data tidak homogen,

maka uji kesamaan dua rata-rata dilanjutkan dengan Independent Sample T’ Test(Uji t’).

Hasil pengolahan dan analisis data pre-test menentukan langkah berikutnya yang harus diambil. Jika analisis hasil pre-test menyimpulkan bahwa kemampuan kedua kelas eksperimen berada pada level yang sama, maka data digunakan untuk membandingkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif kedua kelas eksperimen adalah hasil post-test. Langkah-langkah pengolahan dan analisisnya sama dengan langkah-langkah pengolahan hasil pre-test. Di lain pihak, jika analisis hasil pre-test menunjukkan bahwa kemampuannya berbeda maka data yang digunakan untuk mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan berpikir kreatif kedua kelas adalah Gain ternormalisasi (Indeks Gain). Meltzer&Hake (Izzati, 2010: 71) menyatakan bahwa Indeks Gain diperoleh dari hasil pre-test, post-test, dan skor ideal tes, dengan rumus:

(27)

diinterpretasikan dengan menggunakan kategori menurut Hake (Izzati, 2010: 72), yaitu:

Tabel 3.2 Klasifikasi Gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi

Tinggi

Sedang

Rendah

2. Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif digunakan untuk menganalisis data hasil obeservasi dan jurnal harian.

1) Observasi

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif. Keterlaksanaan setiap langkah dalam lembar observasi disajikan dalam bentuk persentase

2) Jurnal Harian

(28)

Muhamad Nur Saepulloh, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan pada bab IV, diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan konflik kognitif Piaget berada pada tingkatan sedang.

2. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan konflik kognitif Hasweh berada pada tingkatan sedang.

3. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh

4. Siswa memberikan respon positif terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget dan Hasweh.

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan antara lain sebagai berikut:

1. Strategi konflik kognitif Piaget atau pun strategi konflik kognitif Hasweh dapat digunakan secara fleksibel dalam berbagai pembelajaran, sesuaikan penggunaan kedua strategi dengan karakteristik materi yang hendak

diajarkan.

2. Bagi para pengguna hasil penelitian ini, terutama guru dan calon guru,

(29)
(30)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Astuti, P (2011). Analisis tentang membangun pengetahuan awal atau apersepsi

siswa dalam kegiatan pembelajaran. [Online]. Tersedia:

http://poojetz.wordpress.com/2011/01/13/analisis-tentang-membangun-apersepsi -siswa-dalam-kegiatan-pembelajaran/ [15 Desember 2013]

Dahlan, J.A. dkk. (2012). "Implementasi strategi pembelajaran konflik kognitif dalam upaya meningkatkan High Order Mathematical Thinking siswa". Jurnal

Pendidikan. [Online]. Vol. XIII, No. 2 pp. 66-76. Tersedia:

http://www.indonesiamampu.org/unduh/file/59/implementasi-strategi-pembela jaran-konflik-kognitif-dalam-upaya-meningkatkan-high-order-mathematical. [23 Juli 2013]

Ismaimuza. (2008). “Kemampuan berfikir kritis dan kreatif matematis siswa SMP melalui pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif”, Makalah dalam Seminar Nasional Matematika dan Pend. Matematika 2008. No. 2 pp. 155-166.

Ismaimuza. (2010). Kemampuan berfikir kritis dan kreatif matematis siswa SMP melalui pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif. Disertasi PPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Izzati, N. (2010). Meningkatkan kemampuan berpikir matematis pada tingkat koneksi dan analisis siswa mts negeri melalui pembelajaran kolaboratif murder. Tesis PPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan – Badan Penelitian dan Pengembangan. (2011). Survei internasional PISA. [Online]. Tersedia : http ://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa [23 Juli 2013]

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan – Badan Penelitian dan Pengembangan. (2011). Survei internasional TIMSS. [Online]. Tersedia : http://litbang .kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss [23 Juli 2013]

Lee, G. et al. (2003). Development of an instrument for measuring cognitive conflict in secondary-level science classes. Journal of Research in Science Teaching. Vol. VI No. 40 pp. 585-603.

(31)

OECD. (2013). PISA 2012 results: what students know and can do – student performance in mathematics, reading and science (volume i). [Online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf

Rohaeti, E.E. (2010). “Critical and creative thinking of junior high school students”. Jurnal Educationist. [Online]. Vol. IV No. 2 pp. 99-106. Tersedia : http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/EDUCA TIONIST/Vol._IV_No._2Juli_ 2010/05_Euis_Eti_Rohaeti.pdf. [25 Juli 2013]

Rolka, K. Rösken, B. dan Liljedahl, P. (2007). The role of cognnitive conflict in belief change. Proceedings of The 31st Conference of The International Group for The Psychology of Mathematicss Education. No. 4 pp. 121-128.

Russefendi, E.T. (2010). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang non-eksakta lainnya. Bandung: Tarsito.

Subur, J. (2013). “Analisis kreativitas siswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan tingkat kemampuan matematika di kelas”. Jurnal Penelitian

Pendidikan. Vol. IV No. 1 pp. 49-54. [Online]. Tersedia:

http://jurnal.upi.edu/1744/view/1744/analisis-kreativitas-siswa-dalam-memecah kan-masalah-matematika-berdasarkan-tingkat-kemampuan-matematikadi-kelas .html [30 Juli 2013 ]

Suherman, E. dan Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk praktis untuk melaksanakan evaluasi pendidikan matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Suratno, T. (2008). Konstruktivisme, konsepsi alternatif dan perubahan konseptual

dalam pendidikan IPA. [Online]. Tersedia:

file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR/Nomor_10-Oktober

Turmudi, dkk. (2001). Strategi pembelajaran matematika kontemporer. Bandung: JICA-UPI.

Wardhani, S. dan Rumiati (2011). Instrumen penilaian hasil belajar matematika

SMP: belajar dari PISA dan TIMSS. [Online]. Tersedia:

http://p4tkmatematika.org/file/Bermutu%202011/SMP/4.INSTRUMEN%20PE NILAIAN%20HASIL%20BELAJAR%20MATEMATIKA%20...pdf [2 Agustus 2013]

(32)

Gambar

Tabel 1.1 Skor dan Peringkat Indonesia pada Studi TIMSS
Tabel 3.1 Kualitas Instrumen Tes
Tabel 3.2 Klasifikasi Gain (g)

Referensi

Dokumen terkait

Kewirausahaan adalah semangat, sikap perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya cara kerja, teknologi dan produk baru

Jika tanah sudah tercemar limbah detergen, di khawatirkan bahan kimia yang terkandung pada detergen terakumulasi dalam tubuh dan dapat mengakibatkan penyakit sejenis kanker

Pengembangan Metode Simulasi Dalam Pembelajaran Ips Berbasis Minat Dan Bakat Untuk Meningkatkan Etos Kerja Siswa. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Norma social yang terbentuk antar pedagang merupakan norma-norma yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan diantara pedagang asongan juga terdapat nilai-nilai resiprositas yang

Pengelolaan Pelatihan Secara Empirik Calon Tenaga Kerja di Kota Bekasi

Langkah yang dilakukan organisasi untuk masing-masing alternatif tersebut biasanya adalah; (1) mencari orang-orang berpotensi dari lulusan sekolah atau perguruan tinggi

Adapun perbandingan antara bantalan luncur dengan bantalan gelinding yaitu: Bantalan luncur mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan beban besar, se- dang

periode harian, selanjutnya hasil laporan harian operasional alat HMC tersebut dilaporkan kepada Supervisor Peralatan I untuk dilakukan persetujuan, kemudian dari