• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rimpang Curcuma longa (a) dan Curcuma xanthorrhiza (b). (koleksi pribadi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rimpang Curcuma longa (a) dan Curcuma xanthorrhiza (b). (koleksi pribadi)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kurkuminoid

Temulawak dan kunyit merupakan tumbuhan tahunan, termasuk suku Zingiberaceae. Di Indonesia khususnya di pulau Jawa, temulawak merupakan tumbuhan yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional (jamu) dalam bentuk tunggal maupun campuran sebagai obat penyakit dalam dan membersihkan darah. Rimpang temulawak ternyata mampu berfungsi sebagai protektor terhadap zat toksik yang berasal dari lingkungan (Khaerana et al. 2008). Penggunaan temulawak dan kunyit dalam pengobatan berkaitan erat dengan senyawaan aktif yang dikandungnya, yaitu kurkuminoid. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, telah dilakukan penelitian untuk menentukan aktivitas biologi dan farmakologi kurkuminoid. Beberapa aktivitasnya antara lain antiinflamatori, antioksidan, antidiabetes, antibakteri, antifungi, antiprotozoa, antivirus, antiborok, hipotensif, dan hipokolesteremik (Chattopadhyay 2004). Menurut Bisht et al. (2007) Dalam aktivitasnya sebagai antikanker, kurkumin menunjukkan potensi pada kebanyakan sel kanker manusia dan model karsinogenesis hewan.

Kurkumin, suatu senyawa polifenol hidrofobik yang berasal dari rimpang herba Curcuma longa dan C. xanthorrhiza (Gambar 1) memiliki kegunaan yang luas dalam bidang biologi dan farmakologi. Kurkuminoid komersial mengandung sekitar 77% diferuloilmetana (kurkumin), 17% demetoksikurkumin, dan 6%

a b

Gambar 1. Rimpang Curcuma longa (a) dan Curcuma xanthorrhiza (b). (koleksi pribadi)

(2)

6

bisdemetoksikurkumin (Gambar 2) (Anand et al. 2007). Menurut Kertia et al. (2005) pada rimpang temulawak tidak ditemukan bisdemetoksikurkumin. Kurkumin pertama kali diisolasi pada tahun 1815, diperoleh dalam bentuk kristal pada tahun 1870, dan diidentifikasi sebagai 1,6-heptadiena-3,5-dion-1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-(1E,6E) atau diferuloilmetana. Kerangka feruloilmetana dari kurkumin ditetapkan pada tahun 1910 oleh Lampe. Kurkumin adalah serbuk kuning-jingga yang tidak larut dalam air dan eter tetapi larut dalam etanol, DMSO, dan aseton. Kurkumin memiliki titik leleh 183°C, rumus molekul C21H20O6, dan bobot molekul 368,37 g/mol (Aggarwal et al. 2006). Sifat

fisikokimia dari tiga jenis kurkuminoid tersebut disajikan pada Tabel 1.

HO R1

OH R2

OH O

Tabel 1. Sifat Fisikokimia Kurkuminoid*

Sifat Kimia Kurkumin Demetoksikurkumin Bisdemetoksikurkumin

Rumus molekul C21H20O6 C20H18O5 C19H16O4

Bobot molekul 368,385 338,395 308,333

Titik leleh 183°C 168°C 224°C

Kristal Jingga Jingga-kuning Kuning cerah

Kelarutan - Tidak larut - Larut sedang - Sangat larut Air, heksana Benzena, eter, kloroform Alkohol, aseton, asam asetat glasial

Air, heksana Benzena, eter,

kloroform Alkohol, aseton, asam

asetat glasial

Air, heksana Benzena, eter,

kloroform Alkohol, aseton, asam

asetat glasial Reaksi dengan

basa

Warna merah Warna merah Warna merah

Reaksi dengan asam

Warna kuning cerah

Warna kuning cerah Warna kuning cerah

* (Parthasarathy et al. 2008)

R1 R2

Kurkumin OCH3 OCH3

Demetoksikurkumin H OCH3

Bisdemetoksikurkumin H H

(3)

7 Secara spektrofotometri, kurkumin memiliki serapan maksimum (λmaks)

dalam metanol pada 430 nm dan secara maksimal menyerap pada 415 sampai 420 nm dalam aseton dan larutan 1% kurkumin memiliki 1650 unit absorbansi. Kurkumin juga berwarna kuning cerah pada pH 2,5 sampai 7 dan berubah menjadi merah pada pH > 7 (Aggarwal et al. 2006). Intensitasnya juga berkurang ketika pelarut diubah dari netral ke kondisi sangat asam (pH < 1,5) atau ke basa (pH > 8). Hal ini menunjukkan bahwa sifat spektrum dan fotofisika dari kurkumin secara kuat dipengaruhi oleh pelarut, air, dan pH (Bong 2000).

Nanopartikel Lemak Padat

Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel dengan ukuran 1 sampai 100 nm. Pada ukuran ini, sifat fisik, kimia, dan biologi nanopartikel berubah secara mendasar dari sifat individual atom/molekul dan bahan ruahnya. Karena skala ukurannya yang sangat kecil, nanopartikel memiliki luas permukaan per unit volume yang besar sekali, perbandingan atom dalam lapisan permukaan yang tinggi, dan kemampuan untuk menunjukkan efek kuantum. Faktor ini dapat meningkatkan rektivitas, kekuatan, sifat listrik, dan perilaku in vivo (Thassu et al. 2007; Nagarajan 2008). Nanopartikel dapat dibuat dari berbagai bahan kimia alami, yang paling umum adalah logam, oksida logam, keramik non-oksida, organik, karbon, dan biomolekul. Nanopartikel berada dalam berbagai morfologi berbeda seperti bola, silinder, platelet (pipih), tabung dan sebagainya (Nagarajan 2008).

Nanopartikel biologi sebagian besar dikembangkan untuk sistem pengantaran obat sebagai alternatif dari teknologi liposom, untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan stabilitas gelembung (vesikula) dalam fluida biologi dan selama penyimpanan (Sundar et al. 2010). Nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat disintesis dari polimer sintetik atau alami dan sesuai untuk mengoptimumkan pengantaran obat dan menurunkan toksisitas. Keberhasilan penerapan nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat bergantung pada kemampuannya dalam menembus berbagai rintangan anatomis, pelepasan muatan yang terus-menerus, dan stabilitasnya dalam ukuran nanometer. Namun demikian, nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat memiliki keterbatasan

(4)

8

dikarenakan biayanya yang tinggi dan kekurangannya dalam keamanan. Nanopartikel lemak padat muncul sebagai alternatif dalam mengatasi kekurangan tersebut (Kamble et al. 2010).

Nanopartikel lemak padat berbentuk padatan pada suhu ruang dan suhu tubuh dengan rata-rata diameter antara 50 dan 1000 nm (Parhi & Suresh 2010). Nanopartikel lemak padat terdiri atas bagian tengah lemak padat dengan senyawa bioktif yang menjadi bagian dari matriks lemak. Partikel distabilkan dengan lapisan surfaktan, yang bisa terdiri dari surfaktan tunggal atau campuran (Gambar 3). Secara umum, kegunaan dari nanopartikel lemak padat ini meningkatkan pengendalian pelepasan dan stabilitas bioaktif. Hal ini karena mobilitas bioaktif dapat dikendalikan dengan mengendalikan keadaan fisik matriks lemak. Partikel ini merupakan generasi terakhir sistem penghantaran pada industri farmasi yang menggabungkan kelebihan miniemulsi cair dan mikroemulsi, yaitu kecepatan disolusi yang tinggi dan permeabilitas senyawa aktif yang tinggi melewati saluran pencernaan (Weiss et al. 2008).

Nanopartikel lemak padat terbuat dari lemak padat, pengemulsi, dan air atau pelarut. Lemak yang digunakan antara lain trigliserida (tristearin), gliserida parsial (Imwitor), asam lemak (asam stearat, asam palmitat), steroid (kolesterol), dan lilin (setil palmitat). Pengemulsi tunggal atau gabungan digunakan untuk menstabilkan tebaran lemak. Gabungan pengemulsi dapat mencegah penggumpalan partikel secara lebih efisien (Mukherjee et al. 2009; Kamble et al. 2010). Keuntungan yang jelas dari nenopartikel lemak padat adalah matriks lemak yang terbuat dari lemak fisiologis dapat menurunkan bahaya dari toksisitas akut dan kronis (Mukherjee et al. 2009).

Gambar 3. Struktur (a) nanoemulsi cair dan (b) nanopartikel lemak padat yang distabilkan oleh lapisan surfaktan (Weiss et al. 2008)

(5)

9 Jenis bahan penyalut (lemak padat) merupakan salah satu parameter kunci dalam mengendalikan sifat dan struktur nanopartikel lemak padat. Pertama, pemilihan bahan penyalut menentukan kondisi pada saat pembuatan nanopartikel lemak padat, misalnya suhu homogenisasi dan kecepatan pendinginan, dimana campuran lemak-bioaktif dihomogenisasi pada saat meleleh kemudian dipadatkan dengan cara didinginkan. Kedua, pemilihan lemak penyalut akan mempengaruhi kapasitas penyalutan untuk senyawa bioaktif tertentu. Struktur kristal yang dihasilkan memiliki daya muat (kapasitas) terbatas untuk menyalut senyawa lipofilik kedua. Ketiga, suhu kristalisasi bioaktif-lemak akan mempengaruhi struktur nanopartikel lemak padat yang dihasilkan. Sebaliknya, jika senyawa bioaktif memiliki suhu kristalisasi diatas titik leleh penyalut, campuran matriks kristal dapat terbentuk (Weiss et al. 2008).

Teknik yang dikembangkan untuk pembuatan nanopartikel lemak padat antara lain homogenisasi cair dan dingin. Teknik homogenisasi cair dilakukan dengan homogenisasi tekanan tinggi atau ultrasonikasi intensitas tinggi. Lemak penyalut dicampurkan dahulu dengan bioaktif menggunakan pengaduk sederhana di atas titik leleh lemaknya. Campuran didispersikan dengan peranti geser tinggi (high shear device, misalnya Ultra Turrax) dalam larutan surfaktan berair pada suhu yang sama. Emulsi yang diperoleh dihomogenisasi kemudian didinginkan sampai suhu ruang. Pada suhu ruang, lemak akan kembali membentuk kristal dan menghasilkan nanopartikel lemak padat (Weiss et al. 2008; Parhi & Suresh 2010). Teknik homogenisasi dingin dikembangkan untuk mencegah terjadinya kerusakan bioaktif akibat suhu, terpisahnya obat hidrofilik dari fase lemak ke fase berair. Tahap pertama preparasi sama dengan homogenisasi panas, yaitu melarutkan bioaktif dalam lemak yang dilelehkan. Campuran bioaktif-lemak didinginkan secara cepat dengan nitogen cair atau es kering kemudian digiling dengan mortar atau bola penggiling sehingga diperoleh ukuran mikron (50–100 mikron) dan mikropartikel ini didispersikan dalam larutan pengemulsi yang didinginkan. Suspensi selanjutnya dihomogenisasi bertekanan tinggi pada suhu ruang atau lebih rendah (Weiss et al. 2008). Teknik pembuatan nanopartikel lemak padat yang lain adalah teknik mikroemulsi, pengemulsian-penguapan pelarut, tebaran leleh, emulsi ganda, fluida superkritis, dan ultrasonikasi (Parhi & Suresh 2010).

(6)

10

Menurut Anton et al. (2008), proses mekanik menghasilkan emulsi nanometrik termasuk perubahan bentuk dan pengacauan partikel mikrometrik awal, diikuti dengan adsorpsi surfaktan pada antarmukanya untuk menjaga stabilitas sterik. Tantangan dari metode nanoemulsifikasi ini merupakan gabungan dari dua tahap tersebut, agar terjadi nanoemulsi yang optimum. Tiga kelompok peralatan utama yang biasa digunakan antara lain alat rotor/stator, alat berefisiensi tinggi (ultrasonik), dan homogenizer bertekanan tinggi. Radas jenis rotor/stator tidak memberikan dispersi yang baik dalam kaitannya dengan ukuran partikel dibandingkan dengan dua jenis peralatan lain. Nanoemulsi yang dihasilkan dengan ultrasonikasi secara umum berkaitan dengan mekanisme kavitasi (peronggaan). Efisiensi nanoemulsifikasi dengan ultrasonikasi bergantung pada komposisi emulsi dan daya/kekuatan alat. Penambahan surfaktan merupakan parameter penting untuk menurunkan ukuran partikel secara efisien. Ultrasonikasi menjadi cara paling terkenal untuk menghasilkan nanoemulsi dan nanopartikel untuk tujuan penelitian. Homogenizer bertekanan tinggi dirancang untuk memaksa makroemulsi untuk melewati celah-celah sempit, dengan memberikan tekanan tinggi. Fluida bergerak cepat mencapai kecepatan 300 m/detik. Gaya tubrukan dan kavitasi diterapkan pada volume yang sangat kecil dan menghasilkan partikel nanoemulsi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pengisian (loading capacity) suatu obat dalam lemak antara lain kelarutan obat dalam lemak yang dilelehkan, ketercampuran (misibilitas) obat cair dalam lemak cair, dan struktur fisik dan kimia matriks lemak padat. Oleh karena itu, kelarutan obat merupakan suatu faktor penting dalam pemilihan metode pembuatan nanopartikel lemak padat. Teknik homogenisasi panas lebih cocok untuk obat-obat lipofilik, sementara teknik homogenisasi dingin digunakan untuk obat-obat hidrofilik untuk mencapai ketermuatan tertinggi dan untuk mencegah partisi obat ke fase berair selama pembuatan nanopartikel lemak padat (Uner & Yener 2007). Ada tiga model penyatuan obat pada nanopartikel lemak padat (Gambar 4), yaitu model matriks homogen (Parhi & Suresh 2010) atau model larutan padat (Uner & Yener 2007), model kulit diperkaya obat (drug-enriched shell), dan model inti diperkaya obat (drug-enriched core) (Uner & Yener 2007; Parhi & Suresh 2010).

(7)

11

Surfaktan memiliki peran tambahan yang sangat penting dalam mengendalikan proses kristalisasi nanopartikel lemak padat. Karena pada ukuran nanoemulsi induk yang kecil, sejumlah molekul lemak yang berinteraksi dengan gugus ekor pengemulsi hidrofobik cukup luas untuk mengatur proses kristalisasi. Selain itu, surfaktan dapat memperbaiki stabilitas kinetik struktur kristal yang dihasilkan (Weiss et al. 2008). Berbagai jenis pengemulsi telah digunakan untuk membuat nanopartikel lemak padat, termasuk fosfolipid, garam-garam empedu, poloksamer, dan surfaktan ionik dan anionik yang lain. Jenis pengemulsi yang digunakan tidak hanya mempengaruhi stabilitas fisik tebaran tapi juga mempengaruhi kristalisasi dan perilaku polimorf nanopartikel. Selama pembuatan, dispersi emulsi harus didinginkan dibawah suhu kristalisasi kritis lemak (dibawah titik lelehnya) (Bunjes et al. 2003). Konsentrasi pengemulsi berpengaruh terhadap ukuran partikel nanopartikel lemak padat. Rata-rata ukuran partikel menurun dengan meningkatnya konsentrasi penemulsi. Konsentrasi tinggi pengemulsi menurunkan tegangan permukaan dan memudahkan partisi partikel selama homogenisasi. Penurunan ukuran partikel berhubungan dengan peningkatan yang besar pada luas permukaan. Proses peliputan utama pada permukaan baru bersaing dengan penggumpalan permukaan lemak yang terbuka. Dispersi utama harus mengandung molekul pengemulsi berlebih, yang meliput permukaan baru dengan cepat (Menhert & Mader 2001).

Pada model larutan padat atau matriks homogen, obat terdispersi secara molekuler dalam matriks lemak ketika partikel dihasilkan dengan teknik homogenisasi dingin dan tidak menggunakan surfaktan. Pada model kulit diperkaya obat, inti lemak padat terbentuk ketika suhu rekristalisasi lemak

Gambar 4. Model (a) matriks homogen, (b) kulit diperkaya obat, dan (c) inti diperkaya obat (Uner & Yener 2007)

(8)

12

tercapai (Uner & Yener 2007). Model kulit diperkaya obat diperoleh ketika obat tepartisi ke fase air. ketika pendinginan, lemak mengendap terlebih dahulu membentuk inti lemak tanpa obat karena pemisahan fase. Pada waktu yang sama, obat terpartisi kembali pada fase cairan-lemak dan obat terkonsentrasi pada bagian luar kulit (Parhi & Suresh 2010). Sedangkan pada model inti diperkaya obat, pendinginan nanoemulsi menyebabkan penjenuhan obat yang terlarut dalam lemak cair pada atau mendekati kelarutan jenuhnya dan obat mengendap tepat sebelum rekristalisasi lemak (Uner & Yener 2007).

Ultrasonikasi

Ultrasonik merupakan bagian dari spektrum suara (sonic) dengan rentang frekuensi dari 20 kHz sampai 10 MHz dan secara kasar dapat dibagi dalam tiga daerah utama: frekuensi rendah/ultrasonik kekuatan tinggi (20–100 kHz), frekuensi menengah/ultrasonik kekuatan menengah (100 kHz–1 MHz), dan frekuensi tinggi/ultrasonik kekuatan rendah (1–10 MHz). Ultrasonik digunakan dalam berbagai aplikasi kedokteran, seperti pencitraan, analisis aliran darah, kedokteran gigi, sedot lemak, ablasi tumor, dan penghancuran batu ginjal. Rentang frekuensi dari 20 kHz sampai sekitar 1 MHz digunakan dalam bidang kimia (sonokimia), sedangkan frekuensi jauh diatas 1 MHz digunakan dalam bidang kedokteran (Schroeder et al. 2009).

Prinsip dari efek sonokimia dalam cairan adalah fenomena kavitasi akustik, yaitu pembentukan dan atau aktivitas rongga gas atau uap, seperti gelembung, dalam suatu medium yang diarahkan ke suatu tekanan osilasi. Sumber untuk gelembung seperti itu pada umumnya gelembung stabil yang ada sebelumnya dalam cairan, atau gelembung yang terbentuk ketika tekanan diturunkan dibawah tekanan uap cairan (Schroeder et al. 2009). Prinsip sonokimia adalah pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang terbentuk dalam cairan. Dalam suatu penangas ultrasonikasi, dengan daya 0,3 W/cm2, air telah diubah menjadi hidrogen peroksida. Hal tersebut didasarkan pada adanya partikel tidak terlihat, atau gelembung gas, yang menurunkan gaya intermolekular, memungkinkan pembentukan gelembung. Tahap kedua adalah pertumbuhan gelembung, yang terjadi melalui difusi uap terlarut ke volume gelembung. Tahap

(9)

13 ketiga adalah pecahnya gelembung yang terjadi ketika ukuran gelembung mencapai ukuran maksimum (Gedanken 2003). Pecahnya gelembung menghasilkan pemanasan lokal hebat dan tekanan tinggi yang berumur pendek. Spot kavitasi lokal ini dapat mencapai suhu 5000 K, tekanan 1000 atm, dan memiliki kecepatan pemanasan dan pendinginan 1010 K/detik. Kondisi ekstrem ini menyebabkan pecahnya ikatan kimia dan disebut teori Hot Spot (Gambar 5) (Suslick 2001; Gedanken 2003). Kavitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: frekuensi ultrasonik, suhu, tekanan, konsentrasi dan viskositas (Hielscher 2005). Hubungan antara frekuensi dengan energi dapat digambarkan dalam persamaan berikut:

=

λ

dengan E (densitas energi), I (intensitas ultrasonik), λ (panjang gelombang) dan f (frekuensi ultrasonik).

Ketika kavitasi terjadi dalam larutan berair yang diperkaya molekul aktif permukaan (surfaktan), surfaktan terakumulasi pada antarmuka gas-cairan pada gelembung kavitasi, dengan demikian menurunkan tegangan permukaan gelembung. Tegangan permukaan lebih rendah berimbas pada naiknya kecepatan pembentukan gelembung. Akan tetapi, gelembung ini kurang stabil dan pecah pada ukuran yang relatif lebih kecil daripada gelembung dalam larutan berair tanpa surfaktan (Schroeder et al. 2009).

Gambar

Gambar 1. Rimpang Curcuma longa (a) dan Curcuma xanthorrhiza (b).
Tabel 1. Sifat Fisikokimia Kurkuminoid*

Referensi

Dokumen terkait

Praktik tersebut dilakukan secara tertulis dan objek dalam sewa menyewa emas tidak digunakan secara langsung, akan tetapi objek yang disewa diinvestasikan untuk membayar

tindakan, observasi, refleksi. Data penelitian diperoleh dari wawancara, tes dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penerapan model Contextual

Hasil uji kinerja menunjukkan sebagian besar parameter sudah memenuhi standar yang berlaku berdasarkan literatur dari mulai kapasitas aktual, efisiensi, kualitas pengupasan,

ini merupakan hasil penelitan kualitatif yang bertujuan menjawab pertanyaan apa yang menjadi alasan masyarakat Kelurahan Jemur Wonosari menggunakan pinjaman online ilegal

Berdasar contoh kasus hasil penelitian fenomena desulfurisasi batubara secara flotasi menggunakan surfaktan CPO, dari 6 variabel yang diamati setelah dilakukan

Pemanfaatan Tulang Ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) sebagai Pengganti Gelatin dan Karakteristik Sifat Fisika Kimianya.. Di bawah bimbingan WIRANTI SRI RAHAYU dan

Isolated of Endophytic bacteria from red betel root, produced a supernatant to test the inhibitory effect on 4 test bacteria that are pathogenic, Two (2)

Metode dalam perhitungan untuk identifikasi tingkat bahaya dalam bekerja menggunakan persamaan atau rumus pengangkatan beban dari NIOSH (NIOSH Lifting Equation) dan metode RULA