• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela rambat ( Ipomoea batatas Poir) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela rambat ( Ipomoea batatas Poir) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA SEDIAAN BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI DARI LIMBAH KETELA RAMBAT (Ipomoea batatas Poir) DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN TERHADAP Staphylococcus aureus

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Arvi Mahendra

NIM: 098114120

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Berjalan Bersama Yesus Tuhanku, aku tidak takut

menghadapi tantangan di depanku

( Arvi Mahendra)

Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam

siksaan, di dalam kesukaran, didalam penganiayaan dan kesesakan

oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat

( 2 Korintus 12 :10)

Berjuanglah hingga kau mencapai

tujuan mu

( papa dan mama)

Karya ini Kupersembahkan bagi :

(7)

vii PRAKATA

Segala puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus atas segala berkat

dan penyertaan yang senantiasa menyertai penulis hingga akhirnya dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Anti Mikroba Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir)

dengan Penambahan Kitosan terhadap Staphylococcus aureus”. Skripsi ini

merupakan langkah awal untuk mendapatkan gelar sarjana farmasi.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Eli Rohaeti selaku Dosen Pembimbing Utama yang selalu

memberikan saran dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Kebersediaan dalam meluangkan waktu bagi kami untuk berdiskusi

berdampak positif bagi kemajuan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk menguji serta memberikan saran dan masukan

kepada penulis

3. Bapak Prof. Dr. CJ. Soegihardjo, Apt selaku Dosen Penguji yang telah

meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan bagi penulis

4. Mas Narto, Mas Dwi dan Mas Sarwanto yang telah membantu dalam

(8)

viii

5. Bapak Mukminin, Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak

Parlan, Pak Mus, beserta segenap laboran dan karyawan lain yang telah

membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Papa dan mama yang senantiasa memberikan dorongan, nasihat dan doa agat

skripsi ini berjalan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang disusun ini masih ada kekurangan dan

ketidak sempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar

karya ini menjadi lebih baik lagi. Semoga penelitian skripsi ini dapat bermanfaat

dan menginspirasi penelitian berikutnya.

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

(10)

x

D. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Medis ... 12

E. Acetobacter Xylinum ... 13

F. Staphylococcus aureus ... 15

G. Kitosan ... 17

H. Karakteristik Kitosan ... 18

I. Gliserol ... 19

J. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektofotometri Infra Merah ... 20

K. Analisis Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy (SEM) .. 23

L. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD) ... 24

M. Antibakteri ... 25

N. Pengujian Aktivitas Antimikroba... 27

O. Landasan Teori ... 27

P. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

B. Variabel Penelitian ... 29

(11)

xi

2. Variabel pengacau ... 29

C. Definisi Operasional ... 30

D. Alat dan Bahan ... 31

E. Tata Cara Penelitian ... 32

1. Determinasi tanaman ... 32

2. Pemilihan bahan ... 32

3. Preparasi limbah ketela rambat ... 32

4. Pembuatan kitosan sebagai pembanding ... 33

5. Pembuatan material selulosa bakteri ... 33

6. Pembuatan material selulosa bakteri+gliserol+kitosan ... 34

7. Analisis karakteristik biomaterial ... 35

8. Sterilisasi produk ... 37

9. Pengujian aktivitas antimikroba ... 37

F. Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 40

B. Hasil Pemilihan Bahan ... 41

C. Preparasi Limbah Ketela Rambat ... 41

D. Pembuatan Membran Kitosan ... 42

E. Pembuatan Membran Selulosa ... 44

F. Pembuatan Membran Selulosa+Gliserol+kitosan (SGK) ... 47

G. Analisis Karakteristik Membran ... 48

(12)

xii

2. Analisis gugus fungsi dengan instrumen FT-IR ... 49

3. Analisis struktur morfologi ... 54

4. Analisis kristalinitas dengan XRD ... 57

H. Pengujian Aktivitas Antimikroba... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 76

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kandungan kimia ketela rambat ... 7

Tabel II. Hasil korelasi gugus fungsi ... 23

Tabel III. Sifat fisik membran kitosan secara makroskopik ... 43

Tabel IV. Hasil pengamatan sifat fisik membran ... 48

Tabel V. Hasil interpretasi gugus fungsi membran... 53

Tabel VI. Hasil absorbansi selulosa dan selulosa+kitosan+gliserol ... 54

Tabel VII. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba sampel biomaterial ... 62

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur molekul amilosa ... 8

Gambar 2. Struktur molekul amilopektin ... 9

Gambar 3. Struktur selulosa ... 9

Gambar 4. Skema pembentukan selulosa ... 10

Gambar 5. Struktur selulosa bakteri ... 11

Gambar 6. Struktur dinding sel bakteri gram positif ... 16

Gambar 7. Struktur kitosan ... 17

Gambar 8. Metode mengkonstruksi garis dasar dalam spektrum infra merah... 21

Gambar 9. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan ... 22

Gambar 10. Foto SEM selulosa bakteri ... 24

Gambar 11. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan kitosan ... 25

Gambar 12. Membran kitosan ... 43

Gambar 13. Bagan biosintesis selulosa ... 44

Gambar 14. Membran selulosa ... 46

Gambar 15. Spektra IR serbuk kitosan ... 49

Gambar 16. Spektra IR selulosa bakteri ... 51

Gambar 17. Spektra IR selulosa+kitosan+gliserol... 52

Gambar 18. Foto Permukaan SEM Selulosa+kitosan+gliserol... 55

Gambar 19. Foto penampang melintang selulosa+kitosan+gliserol ... 56

Gambar 20. Foto permukaan membran selulosa ... 56

Gambar 21. Foto penampang melintang selulosa bakteri ... 57

(15)

xv

Gambar 23. Difraktogram selulosa+kitosan+gliserol ... 59

Gambar 24. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba membran selulosa ... 62

Gambar 25. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba membran kitosan ... 64

Gambar 26. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba membran

Selulosa+Kitosan+gliserol ... 64

Gambar 27. Struktur asam teikoat ... 65

(16)

xvi

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 1. Rumus perhitungan DD kitosan... 18

Persamaan 2. Rumus perhitungan absorbansi menurut hukum Lambert-Beer ... 20

Persamaan 3. Rumus perhitungan absorbansi ... 20

Persamaan 4. Rumus perhitungan % kristalinitas ... 24

Persamaan 5. Rumus perhitungan % daya hambat ... 38

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman ketela rambat ... 76

Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi ... 77

Lampiran 3. Formula yang digunakan (per 100 mL) ... 78

Lampiran 4. Skema jalannya penelitian ... 78

Lampiran 5. Foto bahan yang digunakan ... 79

Lampiran 6. Foto masing-masing sampel ... 79

Lampiran 7. Hasil penimbangan berat basah sampel ... 80

Lampiran 8. Perhitungan konsentrasi NaOH dan HCl yang digunakan ... 80

Lampiran 9. Hasil spektra IR kitosan beserta perhitungan derajat deasetilasi... 81

Lampiran 10. Hasil spektra IR masing-masing sampel ... 82

Lampiran 11. Hasil perhitungan absorbansi tiap sampel ... 83

Lampiran 12. Hasil foto morfologi permukaan tiap sampel dengan instrument SEM ... 83

Lampiran 13. Hasil XRD tiap sampel ... 84

Lampiran 14. Hasil perhitungan luas total di bawah kurva tiap sampel ... 85

Lampiran 15. Hasil perhitungan luas background tiap sampel ... 86

Lampiran 16. Hasil perhitungan luas kristal+amorf tiap sampel ... 87

Lampiran 17. Hasil perhitungan luas kristal tiap sampel ... 87

Lampiran 18. Hasil perhitungan kristalinitas tiap sampel... 88

Lampiran 19. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba ... 89

Lampiran 20. Hasil perhitungan % daya hambat ... 91

(18)

xviii

Aktivitas Anti Mikroba Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Kitosan

terhadap Staphylococcus aureus

Arvi Mahendra 098114120 INTISARI

Penelitian dilakukan untuk melihat aktivitas anti mikroba biomaterial selulosa bakteri yang berasal dari pemanfaatan limbah cair ketela rambat yang ditambah dengan gliserol dan kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

Sediaan biomaterial terbuat dari selulosa bakteri sebagai kontrol karakterisasi, dan selulosa bakteri+gliserol+kitosan sebagai perlakuan. Kitosan yang ditambahkan sebesar 2%. Analisis karakteristik biomaterial meliputi analisis gugus fungsional, analisis permukaan biomaterial dengan SEM (Scanning Electron Microscopy), serta analisis kristalinitas dengan XRD (X-ray Diffraction). Untuk melihat aktivitas anti mikroba dilakukan pengujian dengan metode difusi cakram (disk), namun untuk membran biomaterial (selulosa bakteri dan selulosa bakteri+gliserol+kitosan) dan membran kitosan 2%, menggunakan metode tempel pada media MHA (Mueller-Hinton Agar), untuk kontrol positif (amoxicillin) menggunakan paper disk, begitu pula kontrol negatif (asam asetat 2%). Aktivitas anti mikroba terlihat dari adanya zona hambat yang dapat dihitung melalui persen daya hambat.

Hasil pengujian karakteristik biomaterial selulosa dengan penambahan kitosan adalah adanya perubahan spektra IR, penurunan absorbansi gugus fungsi, perubahan morfologi permukaan, serta perubahan persen kristalinitas dari 72% menjadi 63%. Untuk pengujian aktivitas anti mikroba, dengan penambahan 2% kitosan dapat memberikan zona hambat, sedangkan untuk selulosa bakteri tanpa penambahan kitosan tidak memberikan zona hambat. Rata-rata diameter zona hambat membran selulosa yang ditambahkan kitosan adalah 7,6 mm dengan rata-rata persen zona hambat adalah 24%.

Kata Kunci: aktivitas anti mikroba, biomaterial selulosa bakteri, Ipomoea batatas

(19)

xix

Anti Microbial Activity of Bacterial Cellulose Biomaterial from Sweet Potato Waste (Ipomoea batatas Poir) with Addition of Chitosan Agains

Staphylococcus aureus

ABSTRACT

The study was conducted to see the anti microbial activity of bacterial cellulose biomaterials produced from sweet potato waste with addition of chitosan and glycerol agains Staphylococcus aureus.

Biomaterials was prepared from bacterial cellulose as a control characterization, bacterial cellulose+glycerol+chitosan as a treatment. Addition of chitosan is about 2% ( two grams chitosan in 100 mL acetate acid 2%). Characterization analysis included analysis functional groups, morphology structure using SEM (Scanning Electron Microscopy), crystallinity using XRD (X-ray Diffraction) instrument. Anti microbial activity assay performed with disc diffusion method for amoxicillin as control positive and acetate acid as control negative. Bacterial cellulose and bacterial cellulose+glycerol+chitosan was assay by put the membrane into media MHA (Mueller-Hinton Agar). Anti microbial activity was seen through blocked zone or clean zone around membrane.

The result showed that addition of chitosan changing characteristic in functional groups, lowering absorbance of the fuctional groups, structural change in morphology, and changing crystalinity from 72% to 63%. The result also showed that bacterial cellulose with addition of chitosan giving anti microbial activity.

(20)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Ketela rambat atau ubi jalar merupakan sejenis umbi-umbian yang banyak

diproduksi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2012

menunjukkan bahwa produksi ketela rambat mencapai 2.196.033 ton. Hal ini

tentu saja membuat ketela rambat menjadi salah satu komoditas yang dapat

dikembangkan di Indonesia.

Berdasarkan penelitian Siti Rahayu (2005), setiap 100 kg ketela rambat

segar, dapat diubah menjadi tepung sebanyak 19,63 kg. Saat proses pembuatan

tepung akan dihasilkan air cucian yang akan dibuang oleh masyarakat.

Pembuangan air limbah dapat menyebabkan polusi bagi lingkungan sekitar bila

tidak dilakukan dengan benar. Air limbah tersebut akan mengalami penguraian

senyawa di perairan dan menimbulkan bau tidak sedap. Untuk mengurangi polusi

akibat limbah dapat dilakukan pengolahan air limbah.

Menurut Pratomo dan Rohaeti (2010), selulosa bakteri dapat dibentuk dari

bahan alam yang mengandung nutrisi untuk fermentasi yang dilakukan oleh

bakteri. Diketahui pula bahwa limbah cair ketela rambat memiliki nutrisi yang

diperlukan bakteri untuk melakukan fermentasi, sehingga Limbah cair dari ketela

rambat ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan selulosa (Pratomo

(21)

Selulosa bakteri adalah selulosa yang diproduksi oleh bakteri asam asetat

dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan selulosa yang berasal dari

tumbuhan. Keunggulan tersebut di antaranya memiliki kemurnian yang tinggi,

struktur jaringan yang sangat baik, kemampuan degradasi tinggi, dan kekuatan

mekanik yang unik (Takayasu and Fumihiro, 1997). Selain itu, selulosa bakteri

memiliki kandungan air yang tinggi (98-99%), penyerap cairan yang baik, bersifat

non-alergenik, dan dapat dengan aman disterilisasi tanpa menyebabkan perubahan

karakteristiknya (Ciechańska, 2004). Selain itu selulosa bakteri dapat diaplikasikan sebagai pengganti kulit dalam proses penyembuhan luka kulit.

Selulosa bakteri ini memiliki kelemahan, yaitu mudah menyerap cairan

sehingga mudah terkontaminasi oleh mikroba. Selain itu menurut Seichi Tokura

(2008), selulosa bakteri tidak memiliki aktivitas antimikroba untuk mencegah

kontaminasi mikroba pada selulosa bakteri maupun mencegah infeksi pada luka.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, maka menurut Ciechanska (2004)

dapat dilakukan modifikasi dengan cara penambahan suatu bahan lain pada

selulosa bakteri tersebut. Dalam kasus ini, modifikasi ditujukan dapat

memberikan sifat bakteriostatik pada selulosa bakteri. Bahan yang ditambahkan

diantaranya adalah kitosan.

Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan polimer

alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada

serangga, crustaceae, dan fungi. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat

berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Namun, pengolahannya

(22)

lingkungan (Sandford, 2003). Kitosan bersifat tidak toksik, biokompatibilitas,

biodegrabilitas, bioadhesif, dan mudah dimodifikasi secara kimia sehingga

berpotensi besar untuk diaplikasikan dalam dunia farmasi (Burkatovskaya, 2006;

Kumar, Joydeep, dan Tripathi, 2004).

Kitosan memiliki aktivitas antibakteri (ElGhaouth, Arul, Aselin, dan

Benhamou, 1993; Chen et al. 2002; Yadav 2004; Alexandra, Anna, Bogumila,

Alojzy, dan Lukasz, 2005 ). Terkait dengan itu, di Institue of Chemical Fibers

(IWCh) Polandia, telah melakukan modifikasi selulosa bakteri dengan chitosan

yang bertujuan untuk meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri, dimana

dengan meningkatnya sisi bioaktif dari selulosa bakteri maka akan meningkatkan

kemampuan dari selulosa bakteri tersebut untuk digunakan sebagai komponen

bioaktif dari suatu material sementara untuk merawat luka (Ciechańska, 2004). Berdasarkan sifat dari kitosan yang menguntungkan, maka kombinasi dari

selulosa-kitosan dapat saling menutupi kelemahan masing-masing dan

memberikan efek yang diharapkan.

Seiring adanya penambahan kitosan pada selulosa bakteri seringkali

membuat lapisan komposit selulosa kitosan menjadi rapuh (Mourya dan Inamdar,

2008). Untuk mengatasi kekurangan tersebut, ditambahkan bahan pemlastis

seperti gliserol. Gliserol dapat digunakan karena sifat pemlastisnya, efisiensi

pemlastis yang baik, mudah diperoleh, serta biaya produksi yang rendah (Epure,

Griffon, Pollet dan Averous, 2011)

Penelitian ini merupakan suatu penelitian untuk penemuan polimer

(23)

rambat sebagai material penutup luka.Sebagai material penutup luka, biomaterial

ini diuji aktivitas anti mikrobanya terhadap Staphylococcus aureus.

1. Rumusan masalah

a. Bagaimana karakteristik (gugus fungsi, struktur morfologi, dan

kristanilitas) biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela rambat dengan

penambahan kitosan dan gliserol?

b. Bagaimana aktivitas anti mikroba biomaterial selulosa bakteri dari limbah

ketela rambat dengan penambahan kitosan dan gliserol terhadap

Staphylococcus aureus dilihat dari % daya hambat?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang terkait dengan “Aktivitas Antimikroba Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea Batatas

Poir) dengan Penambahan Kitosan terhadap Staphylococcus aureus” pernah

dilakukan oleh Seiichi Tokura (2008) dengan judul “Impregnation of silver

nanopartikel into bacterial cellulose for antimicrobial wound dressing”

dimana pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa nanopartikel yang

dimasukkan dalam selulosa bakteri memberikan aktivitas antimikroba

terhadap Staphylococcus aureus. Namun penelitian yang menggunakan

limbah ketela rambat sebagai bahan dasar selulosa bakteri ditambahkan

kitosan untuk pengujian anti mikroba sejauh yang peneliti ketahui belum

(24)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu

pengetahuan tentang pembuatan biomaterial selulosa bakteri dari limbah

rumah tangga untuk keperluan biomedis.

b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu

metode pengembangan selulosa bakteri sebagai penutup luka dari

limbah-limbah yang tidak digunakan.

c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif penutup

luka yang dibuat dari limbah ketela rambat (Ipomoea batatas Poir) yang

bersifat ramah lingkungan.

B. Tujuan

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik (gugus fungsi,

morfologi permukaan, dan kristanilitas) biomaterial selulosa bakteri dari

limbah ketela rambat dengan penambahan kitosan dan gliserol.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti mikroba biomaterial

selulosa bakteri dari limbah ketela rambat dengan penambahan kitosan pada

(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Ketela Rambat 1. Sistematika tanaman

Klasifikasi tanaman ketela rambat menurut web www.plantamor.com sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili :Convolvulaceae(suku kangkung-kangkungan)

Genus :Ipomoea

Spesies :Ipomoea batatasPoir

2. Nama tanaman

Nama tanaman ketela rambat dapat dibedakan menurut Anonim (2012) :

Nama Inggris : Sweet potato

Nama Indonesia : Ubi jalar, ketela rambat

(26)

Common name : Ubi keledek (Melayu), Phak man thet (Thailand), Kamote

(Filipina), Satsumaimo (Jepang).

3. Kandungan kimia

Kandungan kimia pada ketela rambat adalah protein, lemak, karbohidrat,

kalori, serat, abu, kalsium, fosfor, zat besi, karoten, vitamin B1, B2, C, dan

asam nikotinat, pati, sukrosa, dan selulosa. Efek farmakologisnya berkhasiat

sebagai tonik, menghentikan perdarahan. Bagian yang bisa dimanfaatkan

adalah ubi dan daun (Rukmana, 1997). Ketela rambat memiliki kadar air yang

cukup tinggi berkisar 61,2-89,0% (b/b) sehingga bahan kering yang

terkandung didalamnya relatif rendah (Kotecha dan Kadam, 1998). Tabel 1

menunjukkan kandungan kimia ketela rambat.

Tabel 1. Kandungan kimia ketela rambat (Kotecha dan Kadam, 1998).

Komponen Jenis Warna Daging Umbi

Orange Putih Ungu

Ketela rambat merupakan tanaman dikotil yang terdiri tidak kurang dari

400 spesies. Tanaman ini merupakan salah satu penghasil karbohidrat, vitamin

dan mineral (Damanhuri et al, 2005). Ketela rambat merupakan tanaman

(27)

ujung runcing, tidak berbulu, lubak, hijau sampai ungu, lebar 5-15 cm,

panjang tangkai 5-30 cm. Bunga ungu muda, bentuk corong, buah

diameternya 8 mm, tidak berbulu, berbiji empat dengan warna hitam,

bersudut, dan panjang 3 mm. Umbi berwarna putih, ungu, kuning, orange

dengan kulit putih atau ungu ( Rukmana, 1997).

B. Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α- glikosidik yang

tersusun atas atom-atom karbon, hidrogen dan oksigen dengan perbandingan :

6:10:5 (C6H10O5)n. Pati merupakan polimer kondensasi dari suatu glukosa yang

tersusun dari unit-unit anhidroglukosa (Damanhuri et al. 2005).

Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi

terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa

merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang terikat

oleh ikatan α-(1,4) sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan α-(1,4) juga mengandung ikatan α-(1,6) sebagai titik percabangannya (Sukadarti et al. 2001). Hidrolisis lengkap amilosa meghasilkan hanya D-Glukosa; hidrolisis parsial

menghasilkan maltose sebagai satu-satunya disakarida. Molekul amilosa dan

amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Struktur molekul amilosa

(28)

Gambar 2. Struktur molekul amilopektin

(Sukadarti et al. 2001)

Tidak seperti amilosa, amilopektin bercabang sehingga terdapat satu

glukosa ujung kira-kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah

ikatan 1,6-α-glikosida (Sukadarti et al. 2001). Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun hidrolisis tak lengkap menghasilkan

suatu campuran disakarida maltosa dan isomaltosa, yang kedua ini berasal dari

percabangan-1,6 (Sukadarti et al. 2001).

C. Selulosa Bakteri

Selulosa merupakan material yang terdapat secara alamiah pada kayu,

kapas, rami serta tumbuhan lainnnya. Selulosa juga merupakan polimer dari β -glukosa dengan ikatan β- 1-4 antara unit-unit glukosa (Hoenich, 2006). Struktur selulosa dapat dilihat dari Gambar 3 :

Gambar 3. Struktur selulosa

(29)

Selulosa bakteri adalah selulosa yang diproduksi oleh mikroba terutama

bakteri dari galur Acetobacter, Rhizobium, Agrobacterium dan Sarcina (El-Saied

et al. 2004). Selulosa bakteri memiliki karakteristik yaitu, mengandung air

sebanyak 98-99%, tidak menimbulkan reaksi alergi, dapat disterilisasikan tanpa

menyebabkan perubahan pada selulosanya. Dapat diaplikasikan untuk pengobatan

ketika kulit mengalami luka bakar. Selulosa bakteri disintesis oleh bakteri asam,

terutama Acetobacter xylinum (Ciechanska, 2004). Pembentukan selulosa bakteri

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema pembentukan selulosa

(Czaja et al. 2006)

Pembentukan selulosa dapat dijelaskan sebagai berikut : sel-sel

Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan gula dan air limbah ubi jalar

yang kemudian digabungkan dengan asam lemak menjadi prekursor (penciri

nata). Pada membran sel prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk

ekskresi dan bersama-sama dengan enzim akan mempolimerisasikan glukosa

(30)

Selulosa bakteri berbeda dari selulosa tanaman dalam hal kemurnian,

kristalinitas, derajat polimerisasi, dan tensile strength. Selulosa bakteri memiliki

bentuk Kristal Iα dan Iβ, sedangkan selulosa tanaman hanya memiliki struktur Kristal Iβ (Attala et al. 1984). Menurut Czaja et al. (2006) selulosa bakteri memiliki keunggulan antara lain : kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi,

mempunyai kerapatan antara 300-900 kg/m3, kekuatan tarik tinggi, elastic dan

dapat terbiodegradasi. Struktur selulosa bakteri ditunjukkan melalui Gambar 5 :

Gambar 5. Struktur selulosa bakteri

(Festucci-Buselli,Otoni, and Joshi, 2007)

Meskipun selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti

selulosa yang berasal dari tumbuhan, selulosa bakteri tersusun oleh serat selulosa

yang lebih baik yang dihasilkan oleh bakteri. Setiap serat tunggal dari selulosa

bakteri mempunyai diameter 50 nm, dan selulosa bakteri terdapat dalam bentuk

kumpulan serat-serat tunggal yang berdiameter sekitar 0,1-0,2 nm. Panjang

(31)

saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan. Diameter dari selulosa

bentuk kristalin adalah 10–30 nm (Philips dan Williams, 2000).

D. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Medis

Selulosa mikrobial yang disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan

kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka.

Selulosa bakteri juga mempunyai kerangka jaringan yang sangat baik dan

hidrofilisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pembuluh darah

buatan yang sesuai untuk pembedahan mikro (Hoenich, 2006).

Selulosa bakteri menunjukkan kandungan air yang tinggi (98-99%), daya

serap yang baik terhadap cairan, bersifat non-allergenik dan dapat disterilisasi

tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Selulosa bakteri dapat

digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius karena

karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia. (Ciechanska, 2004).

Penutup luka yang ideal menurut Eldin, Soliman, Hashem dan Tamer

(2008) serta Czaja et al. (2006) adalah sebagai berikut. Menyediakan lingkungan

yang lembab bagi luka / permukaan penutup luka, melindungi luka secara fisik

dari infeksi bakteri, steril, murah dan mudah digunakan, menyerap kelebihan

eksudat tanpa kebocoran di permukaan penutup luka, menyerap bau luka,

melindungi luka secara mekanik dan suhu, mampu menyediakan pori-pori yang

digunakan untuk sirkulasi pergantian udara dan cairan, secara signifikan

mengurangi rasa nyeri pada luka, tidak toksik, tidak mengandung pirogen, tidak

(32)

medis, tidak menempel di luka dan ketika dilepas tidak menyebabkan rasa nyeri

atau trauma pada luka.

E. Acetobacter xylinum

Bakteri Acetobacter xylinum berbentuk elips atau tongkat yang

melengkung, memiliki lebar 0,5-1 µm dan panjang 2-10 µm. Acetobacter

merupakan bakteri aerob, yang memerlukan respirasi dalam metabolisme. Bakteri

Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan

asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat yang paling menonjol dari bakteri

itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa menjadi

selulosa. Acetobacter dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat

mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO2 dan H2O (Warisno, 2004).

Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa sebagai produk metabolit

sekunder, sedangkan produk metabolit primernya adalah asam asetat. Semakin

banyak kadar nutrisi, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut

maka semakin banyak selulosa yang terbentuk (Çoban dan Biyik, 2011)

Acetobacter xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang

dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang dipermukaan

substrat. Untuk dapat menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih dan

tembus pandang, perlu diperhatikan suhu inkubasi, komposisi, dan pH medium

(Warisno, 2004).

Beberapa faktor menurut Warisno (2004) yang mempengaruhi pertumbuhan

(33)

a) Sumber karbon

Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah

senyawa karbohidrat yang tergolong monosakarida dan disakarida.

Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa – senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara yang paling banyak

digunakan berdasarkan pertimbangan ekonomis, adalah sukrosa atau gula

pasir.

b) Sumber nitrogen

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dapat berupa ekstrak yeast dan

kasein. Sumber nitrogen lainnya yang dapat digunakan atas dasar alasan

ekonomis adalah urea, dan ammonium fosfat.

c) Tingkat keasaman (pH)

Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5 – 7,5 , bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Jika kondisi

lingkungan dalam suasana basa, bakteri ini akan mengalami gangguan

metabolisme selnya.

d) Temperatur

Adapun suhu ideal (optimal) bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter

xylinum adalah 280C – 310C. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu kamar. Pada suhu di bawah 280C, pertumbuhan bakteri terhambat. Suhu

diatas 310C, bibit nata akan mengalami kerusakan dan bahkan mati,

meskipun enzim ekstraseluler yang telah dihasilkan tetap bekerja

(34)

F. Staphylococcus aureus

Bakteri adalah sel prokariotik tanpa klorofil yang khas, dan bersel tunggal

(uniseluler). Bahan sel bakteri (sitoplasma dan intinya) dikelilingi oleh membran

sitoplasma yang berfungsi mengendalikan keluar masuknya suatu bahan ke dalam

sel. Bagian luar yang menutupi membran sitoplasma ialah dinding sel yang kaku

yang mengandung peptidoglikan. Staphylococcus aureus merupakah salah satu

bakteri gram positif yang ditemukan saat kulit mengalami luka/infeksi (Lay dan

Sugyo 1992).

Ciri bakteri gram positif adalah : memiliki struktur yang tebal (15-80 nm);

dinding sel berlapis tunggal; memiliki kandungan lipid yang rendah (1-4%);

dinding sel terdiri dari peptidoglikan yang lebih dari 50% bobot kering, ada asam

teikoat (Pelczar dan Chan, 1986)

Peptidoglikan adalah suatu polimer yang terdiri dari tiga macam bahan

pembangun, yaitu asam N-asetil-glukosamin (NAG), Asam N-Asetil-Muramat

(NAM) dan suatu peptida yang terdiri dari empat sampai lima asam amino, yaitu

L-Alanin, D-Alanin, asam D-Glutamat dan Lisin atau diamino tinelat.

Peptidoglikan ini memberikan bentuk dan kakunya dinding sel (Lay dan Sugyo

1992). Dinding sel bakteri gram positif dapat dilihat pada Gambar 6.

Susunan kimiawi dari peptidoglikan khas untuk masing-masing bakteri

NAG dan NAM merupakan komponen tetap, akan tetapi keragaman ada pada

asam amino yang ada dan sifat ikatannya. Pelczar dan Chan (1986) menjelaskan

(35)

dua kelompok berdasarkan respon yang berbeda terhadap pewarnaan Gram, yaitu

bakteri Gram positif dan Gram negatif

Bakteri gram-positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi

dibandingkan dengan bakteri gram-negatif. Bakteri gram-positif memiliki asam

teikoat, polimer yang bersifat asam yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol

fosfat. Asam teikoat ini bermuatan negatif, sehingga menyebabkan muatan negatif

pada permukaan sel bakteri gram-positif (Lay dan Sugyo 1992).

Gambar 6. Struktur dinding sel bakteri gram positif

(Lay dan Sugyo 1992)

Asam teikoat berikatan dengan asam muramat pada peptidoglikan secara

kovalen. Adanya gugus fosfat dari asam teikoat, membuat asam teikoat

bermuatan negatif. Sehingga asam teikoat ini berperan dalam menjaga

keseimbangan dinding sel bakteri gram positif dengan memberikan muatan

(36)

G. Kitosan

Kitosan merupakan polimer linier yang tersusun oleh 2000-3000 monomer

N-asetil-D-glukosamin dalam ikatan β-(1-4), tidak toksik dengan LD50 setara

dengan 16 g/kg BB dan mempunyai berat molekul 800 KDa. (Muzzarelli, 1997;

Shahidi, Arachchi, dan Jeon, 1999). Kitosan merupakan senyawa kitin yang sudah

mengalami deasetilasi. Kitosan merupakan komponen mayoritas yang menyusun

dinding sel dari jamur tertentu, terutama spesies Zygomycetes. Sekarang ini

kitosan telah diproduksi secara komersial melalui deasetilasi kitin yang diperoleh

dari crustaceae (Muzzarelli, 1997). Gambar 7 menunjukkan struktur dari kitosan.

Gambar 7. Struktur kitosan (Kumar, 2004)

Kitosan memiliki sifat biodegradable dan biokompatibel, tidak

mengandung racun dan banyak digunakan dalam industri. Kitosan dan turunannya

merupakan antimikroba alami dan beberapa studi telah membuktikan kemampuan

kitosan sebagai antimikroba (Jin Xiaoxiao, Wang, dan Bai, 2009).

Pelzcar dan Chan (1986) mengungkapkan mekanisme penghambatan

senyawa antimikroba yaitu, (1) menghambat sintesis dinding sel; (2)

menghambat keutuhan permeabilitas membran sitoplasma, sehingga terjadi

(37)

metabolisme sel dengan menghambat kerja enzim intraseluler; dan (5)

menghambat sintesis protein yang menyebabkan kerusakan total sel.

Kitosan memiliki reaktivitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah

gugus hidroksil (OH) dan gugus amin (NH2) pada rantainya. Kitosan adalah

contoh polisakarida yang bersifat basa dan merupakan suatu heteropolimer

(Kumar, 2004).

H. Karakteristik Kitosan

Kitosan merupakan padatan putih yang tidak larut dalam air, pelarut

organik, alkali, dan asam mineral, dalam berbagai kondisi. Kitosan larut dalam

asam formiat, asam asetat, dan asam organik lainnya dalam keadaan dipanaskan

sambil diaduk. Kitosan larut dalam asam mineral pekat, apabila dalam kondisi

yang bagus diperoleh dalam bentuk endapan. Namun dengan asam nitrat, kitosan

yang terbentuk adalah kitosan nitrat yang sukar larut. Pelarut yang paling sering

digunakan adalah asam asetat. Kelarutan kitosan yang paling baik adalah dalam

larutan asam asetat 2% (Nadarajah, 2005)

Parameter lain yang berpengaruh pada sifat kitosan adalah berat molekul

(BM) dan derajat deasetilasi (DD). Derajat deasetilasi menunjukkan berkurangnya

gugus asetil dari kitin menjadi gugus amino pada kitosan. Penentuan DD dapat

dilakukan dengan beberapa metode, seperti titrimetri HBr, spektroskopi IR, X-Ray

Diffraction dan spektroskopi 1H NMR. Penentuan DD dengan spektroskopi IR

dilakukan dengan metode base line. Berikut ini rumus untuk perhitungan DD

seperti ditunjukkan oleh Persamaan 1.

DD = 100 – �1655

�3450 � 100

(38)

Keterangan:

DD = Derajat Deasetilasi

A1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm-1 yang menunjukkan

serapan karbonil dari amida.

A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1 yang menunjukkan

serapan hidroksil dan digunakan sebagai standar internal.

Faktor 1,33 merupakan nilai perbandingan �1655

�3450 untuk kitosan terdeasetilasi 100% (Khan, Peh dan Chang, 2002).

I. Gliserol

Gliserol adalah senyawa poliol netral, dengan rasa manis, tidak berwarna,

cairan kental dengan titik lebur 200 C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu

2900 C. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam

minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding

dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik

(Goudung, 2004).

Senyawa poliol banyak digunakan sebagai pemlastis maupun pemantap.

Senyawa poliol ini dapat diperoleh dari hasil industri petrokimia, maupun

langsung dari transformasi minyak nabati dan olahan industri oleokimia.

Dibandingkan dengan hasil industri petrokimia, senyawa poliol dari minyak

nabati dan industri oleokimia dapat diperbaharui, sumbernya mudah diperoleh,

dan juga akrab dengan lingkungan karena mudah terdegradasi dalam alam

(39)

J. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektofotometri Infra Merah

Analisis kualitatif, dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya absorbsi

pada frekuensi tertentu dan merupakan penanda ada tidaknya gugus fungsional

tertentu. Penggunaan spektrofotometri infra merah pada bidang kimia organik

menggunakan daerah dari 650-4000 cm-1 (15,4-2,5 μm) (Sastrohamidjojo, 2007). Gugus fungsional dalam molekul dianalisis secara kualitatif dengan

melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak spesifik yang

menunjukkan jenis gugus funsgional. Analisis secara kuantitatif dilakukan

berdasarkan hukum Lambert-Beer, ditunjukkan pada Persamaan 2.

A = log (Io/I) = a x c x l……….(2) Keterangan :

A = absorbansi

Io = intensitas sinar masuk

I = Intensitas sinar yang ditransmisikan

a = koefisien absorpsi (M-1 cm-1)

c = konsentrasi zat (M)

l = panjang lintasan (cm)

Untuk mengoreksi kesalahan yang timbul akibat adanya overlap puncak

absorpsi, maka garis dasar (base line) dalam spektrum infra merah harus dibuat

seperti ditunjukkan pada Gambar 9, I dan Io ditentukan sebagai intesitas transmisi

pada garis dasar. Absorbansi (A) pada frekuensi yang diberikan (dalam cm-1)

terlihat pada Persamaan 3.

(40)

Keterangan :

AC= Io = intensitas sinar masuk

AB= I = intensitas sinar yang ditransmisikan

AC dan AB ditentukan dari spektrum infra merah seperti ditunjukkan pada

Gambar 8.

Gambar 8. Metode mengkonstruksi garis dasar dalam spektrum infra merah

(Sastrohamidjojo, 2007)

Gambar 9 menunjukkan karakteristik serapan dari selulosa bakteri

menunjukkan puncak di sekitar daerah 3350 cm-1 yang menunjukkan O-H

stretching dan di sekitar daerah 2916,81 cm-1 yang menunjukkan CH stretching.

Adanya pita di sekitar daerah 1649,8 cm-1 yang menunjukkan deformasi vibrasi

dari molekul air yang terabsorbsi (Wonga, Kasapis dan Tan, 2009). Adapun

karakteristik serapan dari kitosan ditunjukkan dengan puncak di sekitar 1559,17

cm-1 yang menunjukkan vibrasi stretching dari gugus amino kitosandan di sekitar

daerah 1333,5 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari C-H. Adanya pita di sekitar

3367,1 cm-1 menunjukkan vibrasi simetrik dari amina NH. Adanya puncak di

(41)

daerah 896,73 cm-1 dan 1154,19 cm-1 berkaitan dengan struktur sakarida dari

kitosan. Adanya puncak yang melebar di sekitar daerah 1080,91 cm-1

menunjukkan vibrasi stretching C-O (de Souza Costa-Junior, Pereira dan Mansur,

2009; Rao, Naidu, Subha, Sairam dan Aminabhavi, 2006). Gambar 9

menunjukkan contoh spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan.

Gambar 9. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan

(Anicuta, Dobre, Stroescu dan Jipa, 2010)

Berdasarkan Gambar 9 dapat dikorelasikan untuk memudahkan dalam

pembacaan gugus-gugus fungsi dari spectra inframerah yang didapatkan. Hasil

korelasi disajikan pada Tabel II.

Selulosa Bakteri

(42)

Tabel II. Hasil korelasi gugus fungsi

7 1158 1154 Anti-symmetric stretching of the C-O-C bridge

8 1067 1072 Skeletal vibrations involving the C-O stretching

K. Analisis Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy (SEM)

Foto SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron sekunder atau elektron

pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut

di-scan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang

terdeteksi, kemudian sinyalnya diperkuat, besar amplitudonya ditampilkan dalam

gradasi gelap terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Pada layar CRT

tersebut, gambar struktur objek yang sudah diperbesar dapat terlihat (Utami,

2007). Contoh foto hasil SEM dtunjukkan pada Gambar 10. Elektron yang

berinteraksi dengan atom akan memproduksi sinyal berupa informasi mengenai

topografi permukaan sampel, komposisi, dan lainnya. Membrane selulosa bakteri

secara umum akan berbentuk jalinan pita yang halus (Gambar 10). Pengamatan

morfologi permukaan terhadap membrane kitosan, akan menunjukkan hasil

(43)

Gambar 10. Foto SEM Selulosa bakteri

(Freire, Silvestre, Gandini dan Neto, 2011)

L. Analisis kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD)

Difraksi sinar X merupakan metode analisis yang didasarkan pada

hamburan cahaya pada kisi kristal yang dikenai sinar X. Teknik ini

memungkinkan determinasi derajat kristalinitas sampel beserta data kristalografik

lainnya (Braun, et al. 2005).

Derajat kristalinitas dari suatu polimer akan mempengaruhi aktivitas

polimer tersebut, selain itu derajat kristalinitas berhubungan dengan struktur rantai

polimer. Semakin linier rantai polimer maka derajat kristalinitasnya akan semakin

besar, sehingga bersifat semakin kristalin, sebaliknya apabila strukturnya

bercabang maka akan cenderung bersifat amorf. XRD sangat penting untuk

analisis polimer karena XRD dapat memperlihatkan indeks dari struktur kristal,

dan derajat kristalinitas (Rosida, 2007).

Menurut Anggraeni (2003), derajat kristalinitas dapat ditentukan dengan

cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi

(amorf dan kristalin) seperti ditunjukkan oleh Persamaan 4.

Derajat kristanilitas = Luas kristalin

(44)

Contoh hasil difraksi sinar-X dari selulosa dan kitosan dapat dilihat dari

Gambar 11.

Gambar 11. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan kitosan

(Stefanescu et al.,2012)

M. Antibakteri

Antibakteri diartikan sebagai zat yang dapat menggangu pertumbuhan dan

metabolisme bakteri (Pelzcar dan Chan, 1986). Berdasarkan aktivitasnya, zat

antibakteri dibedakan menjadi dua, yaitu yang memiliki aktivitas membunuh yang

dikenal dengan bakterisidal seperti penisilin, basitrasin, dan neomisin, dan yang

memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan atau dikenal dengan bakteriostatik

seperti tetrasiklin, kloramfenikol, dan novobiosin (Pelzcar & Chan 1986).

Penggolongan antibiotika/antibakteri berdasarkan cara kerjanya terhadap

bakteri menurut Lüllmann, Mohr, Hein & Bieger (2005) adalah sebagai berikut :

a. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri,

misalnya penisilin, sefalosporin, carbapenem, basitrasin, vankomisin,

(45)

b. Antibiotika yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba, yang

termasuk kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai

antibakteri kemoterapetik.

c. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesa protein, yang

termasuk golongan ini adalah kloramfenikol, eritromisin, linkomisin,

tetrasiklin dan antibiotika golongan aminoglikosida.

Penggolongan antibiotika berdasarkan gugus kimanya menurut Katzung

(2007) adalah sebagai berikut :

a. Senyawa Beta-laktam dan Penghambat Sintesis Dinding Sel Lainnya.

Mekanisme aksi penisilin dan antibiotika yang mempunyai struktur mirip

dengan β-laktam adalah menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengaruhnya terhadap sintesis dinding sel. Dinding sel ini tidak ditemukan

pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, antara lain: golongan penisilin,

sefalosporin dan sefamisin serta betalaktam lainnya.

b. Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolida, Clindamisin dan Streptogramin.

Golongan agen ini berperan dalam penghambatan sintesis protein bakteri

dengan cara mengikat dan mengganggu ribosom, antara lain:

kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida, klindamisin, streptogramin,

oksazolidinon.

c. Aminoglikosida

Golongan Aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin,

amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomicin, etilmicin, dan lain-lain.

(46)

N. Pengujian Aktivitas Antimikroba

Menurut Pelzcar dan Chan (1986) terdapat dua cara pengujian antibakteri,

yaitu teknik dilusi dan teknik difusi. Teknik dilusi yaitu dengan mencampur zat

antibakteri dengan medium yang kemudian diinokulasi dengan bakteri uji. Dasar

pengamatannya adalah dengan melihat tumbuh tidaknya bakteri uji tersebut. Ada

2 cara teknik dilusi, yaitu cara penipisan lempeng agar dan cara pengenceran

tabung. Pada teknik difusi, zat yang akan ditentukan aktivitas antibakterinya

berdifusi pada lempeng agar yang telah ditanami bakteri. Dasar pengamatannya

adalah ada atau tidaknya zona hambatan pertumbuhan bakteri. Teknik difusi ini

ada 3 macam cara, yaitu cara parit (ditch), cara lubang/cawan (hole/cup) dan cara

cakram (disc).

Todar (1997) mengemukakan bahwa ketentuan kekuatan

antibiotik-antibakteri antara lain, daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat,

daerah hambatan 10 sampai 20 mm berarti kuat, daerah hambatan 5 sampai 10

mm berarti sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang berarti lemah.

O. Landasan Teori

Selulosa bakteri dapat dibuat dari bahan dasar limbah ketela rambat

melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri Actobacter xylinum.

Selulosa bakteri ini memiliki sifat bioaktif dimana dapat digunakan sebagai

perawatan sementara untuk luka bakar. Kelemahan selulosa bakteri ini adalah

mudah menyerap air dari lingkungan sekitar sehingga kemungkinan bakteri lain

(47)

modifikasi pada selulosa bakteri dengan menambahkan bahan lain tertentu, salah

satunya adalah kitosan.

Kitosan sendiri ini bersifat sebagai bakteriostatik serta mempercepat

regenerasi sel pada kulit yang rusak. Penambahan kitosan ini diharapkan dapat

meningkatan sifat bioaktif dari selulosa bakteri. Untuk mengetahui karakterisasi

membran yang terbentuk maka dilakukan analisis karakteristik membran yang

meliputi analisis gugus fungsi, serta analisis permukaan membran. Untuk

mengetahui nilai aktivitas antimikroba dari membran (selulosa,

selulosa+kitosan+gliserol, kitosan) maka dilakukan pengujian dengan metode

difusi cakram (disk), sehingga dapat memberikan nilai aktivitas antimikroba

selulosa bakteri terhadap Staphylococcus aureus yang dapat teramati dari % daya

hambat.

P. Hipotesis

1. Selulosa bakteri dapat dibuat dengan bahan air cucian ketela rambat, dan dapat

dimodifikasi dengan penambahan kitosan, serta memiliki karakteristik (gugus

fungsi, morfologi permukaan, dan kristalinitas) yang berbeda dibandingkan

selulosa bakteri tanpa modifikasi..

2. Modifikasi selulosa bakteri dengan penambahan kitosan akan memberikan

aktivititas antimikroba.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat eksperimental murni

dengan rancangan pola searah.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :

1. Variabel utama

Variabel utama dalam penelitian ini meliputi :

a. Variabel bebas : Konsentrasi kitosan yang ditambahkan dalam

preparasi sediaan biomaterial selulosa bakteri.

b. Variabel tergantung

1) Karakteristik biomaterial yang dihasilkan (gugus fungsi, morfologi

permukaan, serta kristalinitas)

2) Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh biomaterial selulosa

bakteri-kitosan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.

2. Variabel pengacau

Variabel pengacau dalam penelitian ini meliputi :

a. Variabel pengacau terkendali : tempat tumbuh tanaman, usia tanaman,

waktu panen, cara panen, media pertumbuhan bakteri Staphylococcus

(49)

b. Variabel pengacau tak terkendali : kelembaban dan kemurnian

kitosan, kondisi bakteri.

C. Definisi Operasional

1. Selulosa bakteri adalah polimerisasi glukosa yang merupakan hasil fermentasi

bakteri Acetobacter xylinum selama 7 hari.

2. Ketela rambat adalah ketela yang tumbuh merambat di atas tanah yang

memiliki varietas bermacam-macam. Pada penelitian ini ketela rambat yang

digunakan adalah ketela rambat dengan varietas berwarna putih.

3. Limbah ketela rambat adalah limbah cair yang dihasilkan dari proses

pencucian ketela rambat pada saat pembuatan tepung ketela rambat.

4. Kitosan adalah senyawa hasil deasetilasi chitin, terdiri dari unit N-asetil

glukosamin dan N-glukosamin.

5. Staphlococcus aureus ATCC 25923 merupakan bakteri gram positif yang

diperoleh dari Laboratorium Balai Kesehatan Yogyakarta.

6. Film adalah lembaran tipis dari biomaterial yang telah dikeringkan.

7. Metode difusi cakram adalah metode pengukuran daya hambat suatu bahan

obat terhadap mikroorganisme tertentu dengan mengukur zona radikal yang

terbentuk di sekeliling cakram.

8. Kristalinitas adalah nilai yang menyatakan perbandingan daerah kristal suatu

polimer dengan nilai kristal+amorf yang dapat menunjukkan keteraturan

(50)

9. Analisis struktur morfologi merupakan analisis untuk melihat bentuk

morfologi/kenampakan dari biomaterial baik kenampakan bentuk permukaan

maupun kenampakan bentuk melintang

D. Alat dan Bahan 1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Spektrofotometer

IR (IR Shimadzu Prestige-21), seperangkat instrumen SEM (Jeol JSM T300),

fine coat ion sputter (Jeol JFC 1100), alat XRD (Rigaku Multiflex 2 kW),

pH stik Merck, karet, kertas pembungkus, sendok, penggaris skala milimeter.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah

ketela rambat yang daging umbinya berwarna putih, kitosan kualitas teknis

dari Chemix, urea kualitas teknis dari p.a E.Merck, asam asetat 25% dari

p.a.E.Merck, alkohol 70 % kualitas teknis, asam asetat glasial kualitas teknis, gliserol kualitas teknis, NaOH kualitas p.a. buatan E.Merck, HCl kualitas p.a.

buatan E.Merck, glukosa, supratul, aquades, pH stik buatan E.Merck,

(51)

Mikrobiologi Balai Kesehatan Yogyakarta, kloramfenikol. media

Mueller-Hinton Agar (MHA), media Brain Heart Infusion broth (BHI broth), starter

Bakteri Acetobacter xylinum dari Chemix.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman ketela rambat ini dilakukan dengan bantuan seorang

determinator. Cara determinasi dengan membandingkan ciri-ciri tanaman

ketela rambat yang ditumbuhkan sendiri dengan ciri-ciri tanaman ketela

rambat yang ada dalam web botani resmi (www.plantamor.com), serta

mencocokkan dengan buku deskripsi tanaman ketela rambat menurut Huaman

(1991).

2. Pemilihan bahan

Umbi ketela rambat yang dipilih adalah umbi berwarna putih, kulitnya

berwarna kekuningan, serta dengan kondisi yang baik, tidak belubang-lubang.

Masa panen 110 hari setelah penanaman. Umbi didapatkan di pasar Klaten.

3. Preparasi Limbah Ketela Rambat

Langkah-langkah yang dilakukan yaitu umbi dikupas, lalu dicuci sampai

bersih. Kemudian umbi ditimbang sebanyak 500 gram, dipotong kecil-kecil

lalu dimasukkan kedalam blender dan diberi air sebanyak 500 mL

(perbandingan umbi dengan air adalah 1:1. Lalu diblender hingga menjadi

bubur umbi (bentuk seperti jus). Lalu bubur umbi ini dimasukkan dalam kain

mori untuk disaring dan diperas agar pati lolos dari saringan sebagai suspensi

(52)

hasil penyaringan pertamanya langsung dipindahkan ke dalam botol plastik

sambil dibiarkan selama 3 jam agar pati yang belum mengendap ini

mengendap di dalam botol plastik. Cairan di atas endapan ini diambil untuk

proses pembuatan biomaterial.

4. Pembuatan Kitosan Sebagai Pembanding

Sejumlah 2 gram kitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 2% di atas

hot plate. Pada nampan yang sudah dicuci dengan alkohol 70% dan di oven,

kemudian larutan dituang dan diletakkan selama beberapa hari dalam ruangan

inkubasi untuk menjamin penguapan solven secara sempurna. Setelah

beberapa hari maka akan terbentuk produk membran yang transparan dan

fleksibel. Produk ini lalu disimpan dalam toples yang sudah diberi silika gel

sebelumnya (Eldin, Soliman, Hashem, Tamer, 2008)

5. Pembuatan Material Selulosa Bakteri

Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan

ke dalam elenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirer, kemudian

ditambahkan 20 gram gula pasir dan 1 gram urea, dan diaduk hingga larut.

Campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat 25% hingga pH = 3-4,

diaduk hingga larut. Selanjutnya dituangkan dalam keadaan panas ke dalam

nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan ditutup dengan kertas

koran dan diplester pada beberapa bagian nampan. Larutan dalam wadah

dibiarkan hingga suhu kamar, lalu ditambahkan 50 mL Acetobacter xylinum.

Setelah ditambahkan Acetobacter xylinum, nampan diplester pada semua sisi

(53)

Setelah 7-14 hari, lapisan pelikel yang terbentuk dicuci dengan aquabidest

untuk menghilangkan residu media kultur, lalu dengan air panas, lalu lapisan

pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Setelah itu lapisan pelikel

direndam dengan natrium hidroksida 3% selama 48 jam. Setelah 48 jam,

lapisan pelikel dicuci kembali dengan aquadest, lalu direndam dengan asam

klorida 3% selama 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel dicuci kembali

dengan aquadest hingga pH netral. Kemudian lapisan pelikel ditimbang, lalu

lapisan pelikel dikeringkan dalam oven pada suhu 40-500C. Setelah kering,

lapisan pelikel ini ditimbang, lalu dimasukkan dalam toples yang sudah diisi

silika gel sebelumnya. (Chawla, Bajaj, Survase, Singhal, 2008).

6. Pembuatan Material Selulosa Bakteri + Gliserol + Kitosan (SGK)

Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan

ke dalam Elenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirer, kemudian

ditambahkan 20 gram gula pasir dan 1 gram urea, dan 1.2 mL gliserol,

kemudian diaduk hingga larut. Campuran diasamkan dengan penambahan

asam asetat 25% hingga pH = 3-4, diaduk hingga larut. Selanjutnya

dituangkan dalam keadaan panas ke dalam nampan yang telah disterilkan

dengan alkohol 70% dan ditutup dengan kertas koran dan diplester pada

beberapa bagian nampan. Larutan dalam wadah dibiarkan hingga suhu kamar,

lalu ditambahkan 50 mL Acetobacter xylinum. Setelah ditambahkan

Acetobacter xylinum, nampan diplester pada semua sisi hingga tertutup rapat.

Lalu diinkubasi selama 7-14 hari pada suhu kamar. Setelah 7-14 hari, lapisan

(54)

media kultur, lalu dengan air panas, lalu lapisan pelikel ini ditimbang dengan

timbangan digital. Setelah itu lapisan pelikel direndam dengan natrium

hidroksida 3% selama 48 jam. Setelah 48 jam, lapisan pelikel dicuci kembali

dengan aquadest, lalu direndam dengan asam klorida 3% selama 15 menit.

Setelah 15 menit, lapisan pelikel dicuci kembali dengan aquadest hingga pH

netral. Kemudian ditambahkan 2 gram kitosan yang telah dilarutkan dalam

100 mL asam asetat 2% dalam keadaan panas ke dalam wadah yang terdapat

pelikel/membran selulosa bakteri. Pelikel kemudian dikeringkan dalam oven

pada suhu 40-500C . Setelah kering, membran selulosa+kitosan+gliserol ini

dimasukkan dalam toples yang berisi silika gel (Chawla et al. 2009).

7. Analisis Karakteristik Biomaterial :

a. Analisis sifat fisik secara makroskopis.

Analisis ini meliputi pengamatan dari warna, tekstur, bentuk dan

transparansi dari masing-masing sampel.

b. Analisis FT – IR

Analisis ini menggunakan seperangkat alat FTIR dan dilakukan di

Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA UII. Langkah-langkahnya

adalah lapisan tipis atau pelikel yang diperoleh dari hasil fermentasi dijepit

pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar

inframerah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa alur

(55)

b. Analisis SEM

Material selulosa kitosan bakteri dipotong sedemikian rupa,

kemudian ditempatkan di atas tempat sampel yang terbuat dari kuningan.

Sampel disepuh dengan dengan emas (coating) dengan alat ion coater

selama kurang lebih 5 menit. Selanjutnya sampel dimasukkan ke unit

elektron gun melalui bilik pergantian sampel. Kemudian sampel diset

dengan bantuan mikrostage sampai mendapatkan fokus yang tepat.

Tombol utama pada posisi ON dan diset detektor Accelerate voltage set,

20 kilo volt.

c. Analisis kristalinitas dengan alat X-ray Diffraction (XRD)

Uji XRD ini dilakukan dengan memakai instrumen X-Ray

Diffraction yang dilakukan di Laboratorium XRD, Jurusan Teknik

Geologi UGM. Langkah-langkahnya adalah lembaran film dipotong

dengan ukuran 2x2 cm. Sampel tersebut kemudian dipasang di sample

holder dan sampel diusahakan rata di atas sample holder. Selanjutnya

pendingin alat XRD dihidupkan dan instrumen XRD dihidupkan lalu

diatur kondisi alat dengan sudut putar 2θ = 2° sampai 80°, scan step = 0,04 dan scan speed = 4°/menit serta tegangan dan arus pada instrumen

disesuaikan dengan standard measurenment dari instrumen dan

dirotasikan agar benar-benar terorientasi secara acak. Hasil uji ini berupa

(56)

8. Sterilisasi produk

Produk biomaterial yang sudah dikeringkan ini lalu dibungkus dengan

kertas coklat lalu diautoklaf dengan suhu 1210 C selama 15 menit.

9. Pengujian aktivitas anti mikroba

1. Pembuatan suspensi bakteri uji

Isolat murni Staphylococcus aureus ditambahkan ke dalam media BHI

broth yang diinkubasi pada 37oC selama kurang lebih 4 jam sampai kekeruhan

Brain Heart Infusion broth (BHI broth) menyamai kekeruhannya McFarland

no. 0,5 (Christoforus, 2010).

2. Pembuatan media

Media yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba adalah MHA.

Larutan MHA dituangkan ke dalam cawan petri sebanyak 25 mL dan

dibiarkan beberapa saat hingga memadat (Christoforus, 2010).

3. Penanaman bakteri uji

Hasil suspensi bakteri uji sebanyak 0,2 mL dimasukkan ke dalam media

Mueller-Hinton Agar (MHA) dengan cara dioleskan secara merata dengan

menggunakan kapas kirbi bauer, lalu didiamkan kurang lebih selama 5 menit

(Christoforus, 2010).

4. Pemberian kontrol positif pada bakteri uji

Sebagai kontrol positif, digunakan antibiotik Amoxicilin. Bakteri uji yang

sudah ditanamkan pada Mueller-Hinton Agar kemudian diberi paper disk

berisi amoxicilin tadi sebanyak 1 disk per plate. Kemudian inkubasikan pada

(57)

5. Pemberian kontrol negatif pada bakteri uji

Sebagai kontrol negatif, digunakan asam asetat. Sebanyak 20 µ L asam

asetat diteteskan pada paper disk. Bakteri uji yang sudah ditanamkan pada

Mueller-Hinton Agar kemudian diberi paper disk berisi asam asetat tadi

sebanyak 1 disk per plate. Kemudian inkubasikan pada 37oC selama 24 jam.

6. Pemberian biomaterial selulosa, selulosa+kitosan+gliseral, dan kitosan pada

bakteri uji

Bakteri uji yang sudah ditanamkan pada Mueller-Hinton Agar kemudian

diberi potongan biomaterial selulosa yang sudah disterilisasi sebelumnya.

Biomaterial selulosa ini dipotong serupa dengan bentuk dan ukuran paper disk

yang bertindak sebagai kontrol positif dan kontrol negatif tadi. Diletakkan

sebanyak 1 potongan biomaterial per plate. Kemudian inkubasikan pada 37oC

selama 24 jam. Hal yang sama juga dilakukan untuk membran kitosan dan

selulosa bakteri+kitosan+gliserol.

7. Pengukuran zona hambat

Pengukuran zona hambat dilakukan dengan mengukur diameter zona

hambat dalam millimeter, kemudian dihitung persentase kekuatan aktivitas

daya hambat dihitung menggunakan rumus berikut :

% daya hambat = ..

(Ardhuha, dan Harapan, 2010). (diameter zona hambat zat uji – kontrol negatif)

(diameter zona hambat kontrol positif) positif)

(58)

F. Analisis Data

1.

Analisis karakteristik dari biomaterial yang terbentuk ini meliputi analisis sifat

fisik secara makroskopik dan organoleptis, gugus fungsi, uji morfologi

permukaan, dan uji kristalinitas untuk membran kitosan, membran selulosa,

serta membran selulosa+kitosan+gliserol.

2. Analisis hasil untuk uji aktivitas anti mikroba dilakukan dengan mengukur

zona jernih yang muncul (zona hambat) menggunakan penggaris skala

milimeter, kemudian dihitung persentase daya hambat untuk setiap perlakuan

(biomaterial selulosa+kitosan+gliserol, membran kitosan, selulosa bakteri,

(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik biomaterial

selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan

penambahan kitosan sebagai material penutup luka dan mengetahui aktivitas

antimikroba membran selulosa bakteri yang sudah ditambahkan kitosan. Aktivitas

antimikroba ini terlihat dari zona hambat yang terbentuk.

Penelitian ini merupakan suatu rangkaian penelitian untuk melihat

aktivitas biomaterial selulosa dari limbah cair ketela rambat yang sudah

dimodifikasi dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

Rangkaian penelitian lain adalah mengetahui pengaruh pemberian kitosan pada

membran selulosa bakteri sebagai material penutup luka pada tikus jantan galur

Wistar dilihat secara makroskopis.

A. Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi merupakan langkah penting dalam penelitian bila menggunakan

tanaman sebagai sampel penelitian, agar diketahui kebenaran identitas tanaman

yang digunakan. Determinasi tanaman juga menghindarkan peneliti agar tidak

salah dalam pengambilan sampel. Determinasi dilakukan dengan bantuan seorang

determinator.

Pada penelitian ini, hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman ketela

rambat yang digunakan tidak salah, yaitu tanaman ketela rambat yang memiliki

(60)

membandingkan ciri-ciri tanaman ketela rambat termasuk umbi yang digunakan

dengan ciri-ciri yang ada pada literatur. Untuk literaturnya sendiri memakai

sumber dari www.plantamor.com serta buku pustaka yang dikarang oleh Huaman

(1991). Bagian tanaman yang dibandingkan adalah bagian daun, petiole dan

umbinya.

B. Hasil Pemilihan Bahan

Berdasarkan determinasi yang dilakukan maka bahan yang dipilih sudah benar

merupakan ketela rambat yang memiliki umbi berwarna putih. Umbi berwarna

putih ini digunakan karena memiliki kandungan pati yang terbesar daripada umbi

warna lainnya atau varietas lainnya. Menurut Kotecha dan Kadam (1998),

kandungan pati dari umbi berwarna putih sebesar 28,79%. Pati ini diperlukan

sebagai nutrisi untuk membuat membran selulosa bakteri.

C. Preparasi Limbah Ketela Rambat

Preparasi limbah ketela rambat dilakukan dengan memodifikasi cara kerja,

dengan harapan dapat memudahkan untuk mendapatkan limbah ketela rambatnya.

Setelah dicuci, umbi dipotong kecil-kecil dengan tujuan memudahkan proses

pemblenderan untuk mendapatkan bubur umbi/ jus umbi. Setelah dilakukan

penyaringan, lalu disimpan pada wadah pengendapan selama 3 jam untuk

mengendapkan pati. Lalu setelah 3 jam dipindah ke botol plastik untuk

diperlakukan dalam pembuatan biomaterial selulosa bakteri. Penggunaan cairan

setelah 3 jam dikarenakan memiliki kandungan nutrisi yang melimpah

(61)

D. Pembuatan Membran Kitosan

Membran kitosan dibuat dengan cara melarutkan 2 gram kitosan dalam 100

mL asam asetat 2%. Sebelumnya dilakukan orientasi dahulu untuk mendapatkan

metode yang pas dalam melarutkannya. Hal yang perlu dicatat adalah dalam

melarutkan kitosan tidak boleh menggunakan panas yang berlebihan, sebaiknya

tidak dipanaskan. Hal ini akan berakibat larutan kitosan yang terbentuk akan

mengalami Maillard reaction.

Maillard reaction merupakan reaksi kimia yang terjadi antara asam amino

dengan gula pereduksi akibat adanya pengaruh suhu. Umemura, Mihara dan

Kawai (2010) melaporkan efek dari Maillard reaction antara glukosa dengan

dalam membran kitosan ditemukan pada membran yang dilarutkan dalam asam

asetat 1% dan dikeringkan dengan cawan petri pada suhu 500 C. Proses Mailard

reaction ini dapat terjadi jika asam amino dengan gula pereduksi yang terdapat

dalam senyawa berinteraksi secara kimia dengan bantuan suhu dan dalam kondisi

yang kering. Warna yang terbentuk bila terjadi mailard reaction adalah coklat

kehitaman, hal ini akan memperngaruhi penampilan serta penerimaan pasien bila

diaplikasikan. Warna kitosan yang baik adalah berwarna kuning jernih.

Berdasarkan hasil orientasi didapatkan bahwa kitosan dapat larut dalam asam

asetat 2%. Hal ini dikarenakan kitosan memiliki gugus amino yang mudah

terprotonasi yang terdapat dalam D-glucosamine unit. Gugus amino ini akan

terprotonasi dengan adanya gugus asetil pada asam asetat, sehingga akan

Gambar

Tabel IV. Hasil pengamatan sifat fisik membran ................................................
Gambar 26.
Tabel 1. Kandungan kimia ketela rambat (Kotecha dan Kadam, 1998).
Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Sukadarti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikian kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.. TUNGKAL

[r]

T his paper traces the history of the major unions that covered Australian academic staff––from the registration of the Federation of Australian University Staff and the Union

Kepada peserila yang keberalan alas pengumuman ini, dibenkan kesempalan unluk mengajukan sanggahan kepada Unil Layanan Pengadaan Kemenlerian Perindustnan

[r]

Besar torsi yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis koil, bentuk elektroda busi dan kondisi mesin, jenis koil standar lebih optimum pada penggunaan busi TDR

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran dan Pendapatan

Adapun kegiatan pemulihan yang dilakukan oleh Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat adalah dengan mengidentifikasi kondisi koleksi, kemudian