• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas anti mikroba sediaan biomaterial bakteri Acetobacter xylimum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan pada bakteri Staphylococcus aureus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji aktivitas anti mikroba sediaan biomaterial bakteri Acetobacter xylimum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan pada bakteri Staphylococcus aureus"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

i

UJI AKTIVITAS ANTI MIKROBA SEDIAAN BIOMATERIAL BAKTERI

Acetobacter xylinum DARI LIMBAH AIR CUCIAN BERAS DENGAN

PENAMBAHAN KITOSAN PADA BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Prog Studi Farmasi

Oleh:

Yustisia Larassetyaningtyas

NIM: 098114100

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Commit to the Lord wathever you do, and your plans will succed (Proverbs 16:3)

God make everything for its purpose (Proverbs 16:4a)

Karya ini saya persembahkan kepada,

Tuhan Yesus Kristus as my great Father, my best friend, my everything. Kepada kedua orang tuaku, keluargaku dan kepada setiap orang yang akan membutuhkan naskah skripsi ini.

(5)

-Yustisia-v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Yustisia Larassetyaningtyas Nomor mahasiswa : 098114100

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Uji Aktivitas Anti

Mikroba Sediaan Biomaterial Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Air Cucian

Beras dengan Penambahan Kitosan pada Bakteri Staphylococcus aureus berserta

perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta izin dari saya maupun meberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 19 Juli 2013 Yang menyatakan

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana tata aturan dalam penulisan sebuah karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan ada indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia.

Yogyakarta, 6 Juli 2013 Penulis

(7)

vii PRAKATA

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat, rahmat dan kasih-Nya yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Anti Mikroba Sediaan Biomaterial Bakteri

Acetobacter xylinum dari Limbah Air Cucian Beras dengan Penambahan Kitosan

pada Bakteri Staphylococcus aureus”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S.Farm.), di prog studi

Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.

Selama perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini, Penulis telah

mendapatkan banyak bantuan, sarana, dukungan, bimbingan, saran dan kritik dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenakanlah Penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Eli Rohaeti selaku Dosen Pembimbing Utama dan penguji yang telah

memberikan bantuan, dukungan semangat, perhatian, bimbingan, perhatian serta

meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama Penulis selama proses penyusunan

proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan

(8)

viii

4. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan

waktu untuk menguji serta memberi beberapa masukan terkait skripsi Penulis.

5. Ibu Christophori Maria Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku Ketua Prog

Studi Farmasi yang telah membantu dan memberi dukungan kepada Penulis

dalam menyelesaikan administrasi dosen pembimbing serta meluangkan waktu

untuk berdiskusi dengan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

7. Ibu Dra. MM. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah membimbing dan mendampingi Penulis sejak selama kegiatan

perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

8. Dekan dan segenap dosen serta jajaran staf Dekanat Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah membantu

mengijinkan Ibu Dr. Eli Rohaeti menjadi Dosen Pembimbing Penulis.

9. Mas Narto, Mas Dwi dan Mas Sarwanto yang telah membantu dalam mengurus

beberapa administrasi dan surat ijin terkait penelitian bagi Penulis.

10. Bapak Mukminin, Mas Ratijo, Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas

Wagiran, Mas Sigit, Pak Parlan, Pak Mus, Mas Darto beserta segenap laboran

dan karyawan lain yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

11. Keluarga yang senantiasa selalu memberikan dukungan, doa, nasehat dan

(9)

ix

12. Anugerah Adhi Laksana, David Candra Putra, Michael Raharja Gani, Haris

Witantyo dan Arvi Mahendra selaku partner skripsi Penulis yang senantiasa

menemani dan berjuang bersama serta memberikan masukan, motivasi dan

semangat dari awal hingga penyelesaian skripsi ini.

13. Geng konco kekal saya (Sisilia Mirsya Anastasia, Metri Setyadhiani Karunawati,

Tri Pamulatsih, Novia Sarwoningtyas, Agnes Mutiara Kurniawan, Lucia Shinta

Ratnaningtyas, Eric Antonius dan Is Sumitro) yang telah mendukung kepada

Penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

14. Wasu saya yang beranggotakan Sisilia Mirsya Anastasia, Metri Setyadhiani

Karunawati dan penulis sendiri Yustisia Larassetyaningtyas. Sebuah tim wanita

super yang luar biasa, tim entrepreneur dan motivator yang selalu membuat saya

melihat ke visi kehidupan ini, sehingga saya tidak pernah punya keinginan untuk

menyerah.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan yang

ada dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan

saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga

penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi perkembangan

ilmu pengetahuan.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR PERSAMAAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

(11)

xi

A. Selulosa Bakteri ... 6

B. Acetobacter xylinum ... 9

C. Beras ... 10

D. Kitosan ... 12

E. Staphylococcus aureus ... 14

F. Aktivitas Antimikroba ... 16

G. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah ... 16

H. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD) ... 24

I. Pengamatan Morfologi Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy ... 26

J. Landasan Teori ... 29

K. Hipotesis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30

B. Identifikasi Variabel ... 30

C. Definisi Operasional ... 31

D. Alat dan Bahan Penelitian ... 31

E. Tata Cara Penelitian ... 32

1. Pemilihan Bahan ... 32

2. Pembuatan Limbah Air Cucian Beras ... 32

3. Pembuatan Membran Kitosan ... 33

(12)

xii

5. Pembuatan Membran Selulosa Kitosan Bakteri ... 35

6. Analisis Karakteristik Biomaterial ... 36

a. Analisis FT – IR ... 36

b. Analisis SEM ... 36

c. Analisis XRD ... 37

7. Pengujian Aktivitas Antimikroba ... 38

a. Penyiapan Suspensi Bakteri Uji ... 38

b. Pembuatan Media ... 38

c. Penanaman Bakteri Uji ... 38

d. Pemberian Kontrol Positif pada Bakteri Uji ... 38

e. Pemberian Kontrol Negatif pada Bakteri Uji ... 38

f. Pemberian Biomaterial Selulosa dan Kitosan pada Bakteri Uji ... 39

g. Pengukuran Zona Hambat ... 39

F. Analisis Data ... 40

BAB IV PEMBAHASAN ... 41

A. Pembuatan Biomaterial Selulosa Bakteri ... 41

B. Pembuatan Membran Kitosan ... 45

C. Pembuatan Biomaterial Selulosa Bakteri dengan Penambahan Kitosan ... 46

D. Analisis Karakteristik Biomaterial ... 48

1. Analisis Sifat Fisik secara Makroskopik dan Organoleptis ... 49

(13)

xiii

3. Pengamatan Morfologi Permukaan dengan SEM... 55

4. Analisis Kristalinitas dengan XRD ... 58

E. Uji Aktivitas Antimikroba Biomaterial ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. KESIMPULAN ... 67

B. SARAN ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 75

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Komposisi kimia dalam 100 g beras ... 12

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan infra merah selulosa dan kitosan ... 24

Tabel III. Hasil sifat fisik sampel biomaterial ... 49

Tabel IV. Korelasi serapan gugus infra merah ... 51

Tabel V. Hasil spektra IR biomaterial selulosa dan selulosa kitosan ... 53

Tabel VI. Absorbansi biomaterial yang digunakan ... 54

Tabel VII. Zona daya hambat ... 62

Tabel VIII. Rata – rata diameter zona hambat ... 63

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Selulosa dengan ikatan -1,4-glikosidik ... 6

Gambar 2. Jalur metabolism pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum ... 8

Gambar 3. Struktur kimia kitin dan kitosan ... 14

Gambar 4. Struktur dinding sel bakteri G positif dan G negatif ... 15

Gambar 5. Struktur kimia dinding sel Staphylococcus aureus ... 15

Gambar 6. Sistem optik Fourier Transform Infra Red ... 20

Gambar 7. Spektra infra merah dari selulosa bakteri dan kitosan ... 23

Gambar 8. Difraktog XRD dari selulosa bakteri dan kitosan ... 26

Gambar 9. Pengamatan morfologi permukaan SEM ... 27

Gambar 10. Identifikasi beras yang digunakan ... 42

Gambar 11. Proses pembentukkan selulosa bakteri ... 43

Gambar 12. Spektra IR serbuk kitosan ... 50

Gambar 13. Overlay spektra IR ... 52

Gambar 14. Permukaan selulosa bakteri dengan pengamatan pada perbersaran 500x .. 56

Gambar 15. Permukaan melintang selulosa bakteri ... 56

(16)

xvi

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 1. Pengikatan proton oleh kitosan... 13

Persamaan 2. Perhitungan absorbansi dengan hukum Lambert-Beer ... 21

Persamaan 3. Rumus Overlap puncak absorbsi ... 21

Persamaan 4. Rumus derajat kristalinitas ... 25

Persamaan 5. Rumus panjang gelombang De Broglie ... 27

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi bahan pembentuk sampel membran per 200 mL limbah ... 75

Lampiran 2. Perbandingan berat basah dan berat kering sampel membran ... 75

Lampiran 3. Uji statistik antimikroba sampel biomaterial dengan SPSS ... 75

Lampiran 4. Perhitugan derajat deasetilasi kitosan... 91

Lampiran 5. Perhitungan absorbansi IR ... 92

Lampiran 6. Gambar spektra IR masing – masing sampel ... 94

Lampiran 7. Difraktog masing – masing sampel ... 97

Lampiran 8. Gambar hasil pengamatan zona hambat membran selulosa kitosan dan larutan kitosan pada masa orientasi ... 100

Lampiran 9. Gambar hasil pengamatan zona hambat masing – masing sampel ... 103

Lampiran 10. Gambran membran sampel ... 105

Lampiran 11. Gambar alat yang digunakan selama penelitian ... 105

(18)

xviii INTISARI

Tujuan dari peneletian ini adalah untuk mengetahui karakteristik biomaterial selulosa dari limbah air cucian beras yang ditambahkan kitosan serta mengetahui aktivitas anti mikrobanya pada bakteri Staphylococcus

aureus.

Penelitian ini menggunakan kitosan dan limbah air cucian beras. Limbah air cucian beras digunakan sebagai media bakteri Acetobacter

xylinum untuk membentuk suatu selulosa bakteri. Terdapat tiga macam

sampel biomaterial yang diujikan, yaitu membran selulosa bakteri, membran selulosa bakteri+kitosan, dan membran kitosan. Uji anti mikroba dilakukan dengan metode difusi, yaitu meletakkan potongan masing-masing sampel membran dengan diameter sebesar 0,7 mm pada media Mueller Hinton Agar yang telah ditanami bakteri Staphylococcus aureus. Pengamatan zona hambat kemudian dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam. Uji karakteristik meliputi analisis gugus fungsional, kristalinitas dan struktur morfologi.

Karakteristik membran selulosa yang dihasilkan memiliki sifat kristalin tinggi, sedangkan kitosan memiliki sifat amorf. Adanya sifat amorf dari kitosan yang masuk ke dalam membran selulosa ini menyebabkan terjadinya penurunan kristalinitas membran selulosa. Penurunan ini dapat terlihat dari jumlah puncak yang berkurang dan menjadi lebih lebar. Pada pengamatan gugus fungsi menggunakan FT-IR, terjadi peningkatan absorbansi dari gugus –OH dan gugus C=O dari selulosa bakteri ketika ditambah dengan kitosan. Untuk analisis topografi permukan membran selulosa dengan penambahan kitosan juga menjadi lebih halus. Zona hambat ditunjukkan oleh membran selulosa bakteri dan membran selulosa bakteri+kitosan 10%, sedangkan pada membran kitosan ataupun membran selulosa bakteri+kitosan konsentrasi 2% tidak ditemukan adanya zona hambat. Kitosan dengan derajat deasetilasi yang rendah ini mengakibatkan jumlah muatan positifnya sedikit, sehingga tidak mampu menimbulkan zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus.

Kata kunci : air cucian beras, difusi paperdisk, kitosan, selulosa bakteri,

(19)

xix ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the characteristics of biomaterials produced from waste rice water plus chitosan as well as anti-microbial activity of the bacterium Staphylococcus aureus.

This study uses chitosan and waste water from washing rice. Waste rice water is used as a medium of Acetobacter xylinum bacteria to form a bacterial cellulose. There are three kinds of biomaterial samples are tested, the bacterial cellulose membrane, bacterial cellulose membrane + chitosan, and chitosan membranes. Anti-microbial testing conducted by the diffusion method, ie put the pieces of each membrane sample with a diameter of 0.7 mm on Mueller Hinton Agar media has planted Staphylococcus aureus ½ Mc Farland. Observation of inhibition zone then performed after incubation for 24 hours. Test characteristics meluputi functional group analysis, kristanilitas and morphological structures.

Characteristics of the resulting cellulose membrane has a high crystalline nature, whereas chitosan has an amorphous nature. The existence of the amorphous nature of chitosan into the cellulose membrane caused a decrease in the crystallinity of cellulose membrane. This decrease can be seen from the number of peaks is reduced and becomes wider. In observation of functional groups using FT-IR, an increase in absorbance of the-OH group and the C = O group of bacterial cellulose when coupled with chitosan. For the analysis of biomaterial surface topography with the addition of chitosan also be more subtle. Inhibition zone indicated by the bacterial cellulose membrane biomaterial and bacterial cellulose membrane biomaterial chitosan + 10%, whereas the chitosan membrane or bacterial cellulose membrane + 2% chitosan concentration did not reveal any inhibition zone. Chitosan with a low degree of deacetylation This resulted in the number of positive charges slightly, so it is not able to cause inhibition zone on Staphylococcus aureus bacteria.

Keywords: cellulose bacteria, chitosan, diffusion paperdisk, Staphylococcus

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya

mikrobiologi dan tekhnologi sejalan dengan kebutuhan manusia yang semakin

meningkat. Penerapan ilmu tersebut sangat berguna bagi kehidupan manusia,

diantaranya pengolahan limbah-limbah industri. Menurut Mahida (1986)

limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama

terdiri dari air yang telah dipergunakan, di dalamnya terdiri atas 0,1% berupa

benda-benda padat baik zat organik maupun anorganik. Sugiharto (1987)

mengartikan limbah sebagai benda atau bahan yang tidak dipergunakan lagi.

Selanjutnya secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air limbah dapat

dikelompokkan menjadi bahan padat sekitar 0,1% yang terdiri atas bahan

organik berupa protein sekitar 65%, karbohidrat 25% dan lemak 10% serta

bahan anorganik lain. Dalam penentuan pemilihan jenis limbah untuk

penulisan skripsi ini, penulis memilih untuk menggunakan limbah air cucian

beras.

Beras menempati urutan pertama dalam konsumsi pangan sehari-hari

bagi sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar 69% berupa

padi-padian, 10% umbi-umbian, 2% buah-buahan, 5% kacang-kacangan, 1% gula

(21)

bangsa Indonesia sangat potensial dalam memanfaatkan beras, terutama

limbahnya yang berupa air cucian beras secara maksimal Hardjono (1984).

Menurut Rachmat dan Fransiska (2004). Hingga saat ini limbah rumah

tangga, berupa air limbah cucian beras belum termanfaatkan, padahal

kandungan organik dan vitaminnya cukup banyak. Pencucian beras biasanya

menghasilkan air cucian beras berwarna putih susu, yang mengandung

karbohidrat serta protein dan vitamin B yang banyak terdapat pada pericarpus

dan aleuron yang ikut terkikis.

Air cucian beras yang terbuang sia-sia ternyata masih bernilai

ekonomis dan berpotensi mendatangkan keuntungan. Hal ini didasari

pemikiran bahwa air cucian beras memenuhi syarat untuk pertumbuhan

bakteri Acetobacter xylinum, yaitu terdapat kandungan gula dan karbohidrat.

Acetobacter merupakan mikroorganisme yang telah lama dikenal sebagai

penghasil selulosa adalah dari golongan bakteri terutama Sifat yang paling

menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi

glukosa sehingga menjadi selulosa Heryawan (2004). Terlebih lagi, menurut

Ciechanska (2004) selulosa ini memiliki keunggulan yaitu karakteristiknya

yang mirip dengan kulit manusia. Selulosa bakteri dapat digunakan sebagai

pengganti kulit manusia untuk merawat luka bakar dan sebagai benang jahit

untuk operasi.

Kitosan adalah biopolimer karbohidrat (polisakarida) dari glukosamin

(22)

antibakteri kitosan menyatakan bahwa kitosan efektif dalam menghambat

pertumbuhan bakteri. Namun, kelemahan dari kitosan adalah kelarutannya

dalam air. Kitosan memiliki sifat fisik yang rapuh dan tidak cocok digunakan

dalam kondisi kering. Kitosan dan beberapa tipe modifikasinya dilaporkan

penggunaannya untuk aplikasi biomedik, seperti pelembab kulit, penyembuh

luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan vaksin,

dan dietary fiber. Di pasaran dunia, harga kitosan ini cukup mahal. Kitosan

dengan derajat deasetilasi 70% dapat mencapai US $ 750/kg (Djaeni,2003).

Institute of Chemical Fibers (ICWH) Polandia telah memproduksi suatu

bahan komposit selulosa bakteri dengan mengkombinasikan sifat – sifat

selulosa bakteri dan kitosan. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan

polisakarida bioaktif seperti kitosan ke dalam media kultur pembentukan

selulosa. Hasil modifikasi tersebut menunjukkan bahwa unit glukosamin dan

N-asetil glukosamin dari kitosan mengalami interaksi dengan rantai selulosa

yang dihasilkan. Ternyata bahan komposit ini dapat digunakan untuk

pengobatan luka buring, kulit bernanah, luka yang sukar sembuh dan luka –

luka yang memerlukan penggantian pembalut berulang kali

(Ciechanska,2004).

Bakteri yang paling umum ditemukan di luka adalah Staphylococcus

aureus. Menurut 3M health care, skin and wound care division,

Staphylococcus aureus menimbulkan terjadinya luka pada kulit pasca operasi

(23)

staphylococci, 11,2% Enterococcus spp, 9,6% Escherichia coli, 5,6%

Pseudomonas aeruginosa, 4,2% Enterobacter spp. 3,0% Klebsiella

pneumonia, 2,0% Candida spp, 0,7% Klebsiella oxytoca 0,6% Acinetobacter

baumanii.

Hingga saat ini, upaya untuk meningkatkan aktivitas antibakteri pada

kitosan yang dikombinasikan dengan bahan lain masih menarik untuk diteliti.

Tingginya harga kitosan di pasaran dan air cucian beras yang selama ini masih

dianggap masyarakat sebagai suatu bahan yang tidak bermanfaat ini semakin

menarik perhatian peneliti untuk ikut meneliti aktivitas antibakteri dari

kitosan dan kombinasinya dengan selulosa bakteri Acetobacter xylinum dalam

media air cucian beras.

1. Rumusan masalah

a. Bagaimana karakteristik biomaterial selulosa bakteri dari limbah air

cucian beras dengan penambahan kitosan ?

b. Apakah biomaterial selulosa bakteri dari limbah air cucian beras dengan

penambahan kitosan memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri

Staphylococcus aureus ?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian uji aktivitas

anti mikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari

limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan pada bakteri

(24)

ada dan telah dilakukan adalah penelitian daya antibakteri kitosan terhadap

Escherichia coli, Pseudomonas aeuginosa, Staphylococcus aureus dan

Bacillus subtilis.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu

pengetahuan pada pembuatan biomaterial selulosa bakteri dari limbah air

cucian beras.

b. Manfaat metodologis : Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu

metode pengembangan selulosa bakteri sebagai penutup luka dari limbah

air cucian beras.

c. Manfaat praktis : Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif

penutup luka yang dibuat dari limbah cucian beras yang bersifat ramah

lingkungan.

B. Tujuan

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik biomaterial

selulosa bakteri dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba sediaan

biomaterial selulosa bakteri dari limbah air cucian beras dengan

(25)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Selulosa Bakteri

Biomaterial adalah suatu material, baik alami maupun buatan manusia

(sintetis) yang digunakan sebagai suatu sistem atau bagian dari sistem pada

jaringan, organ atau fungsi tubuh. Penggunaan biomaterial ini bertujuan untuk

memperbaiki (repair), memulihkan (restore) atau mengganti (replace)

jaringan yang rusak atau sakit (Darwis 2008).

Pada awalnya, selulosa dicirikan sebagai polimer dengan unit-unit

pembangun monosakarida. Kemudian, pada awal 1900 Cross & Bevan

mencirikan selulosa dengan cara melarutkan materi yang mengandung

kombinasi selulosa ke dalam natrium hidroksida. Mereka menamakan materi

yang tidak larut sebagai α-selulosa. Materi yang larut (dinamakan -selulosa

dan -selulosa) yang diketahui belakangan bukan merupakan selulosa, tetapi

lebih sebagai gula sederhana. Besarnya kadar α-selulosa merupakan indikator

kemurnian selulosa (Tanaka R., Daud W.R.W., 2002).

(26)

Mikroorganisme yang telah lama dikenal sebagai penghasil selulosa

adalah dari golongan bakteri terutama Acetobacter. Acetobacter xylinum

merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2

mikron dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini biasanya

membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel dan menunjukkan g negatif.

Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk

mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa

tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Heryawan, 2004).

Tipe dari serat-serat selulosa dapat digambarkan sebagai sebuah kabel

dimana benang-benang yang menyusunnya adalah rantai-rantai polimer yang

panjang yang hanya terdiri dari D-glukosa. Pada masing-masing rantai,

monomer-monomer gula berikatan secara seragam di dalam ikatan -1,4

glikosidik. Laju produksi selulosa oleh Acetobacter xylinum sebanding

dengan laju pertumbuhan sel dan tidak tergantung pada sumber karbon.

Terdapat 4 langkah (reaksi) enzimatis di dalam pembentukan selulosa oleh

Acetobacter xylinum yang menunjukkan lintasan yang lengkap dari glukosa

menjadi selulosa, yaitu : (1) fosforilasi dari glukokinase, (2) isomerasi dari

glukosa-6-fosfat (G6P) menjadi glukosa-1-fosfat (G1P) oleh

fosfoglukomutase, (3) sintesis UDP-glukosa oleh UDPG-pirofosforilase dan

(4) reaksi pembentukan selulosa. Jalur biosintesis selulosa oleh Acetobacter

(27)

Gambar 2. Jalur metabolisme pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum (Ross, Raphael dan Moshe, 1991).

Keterangan : UDP = Uridine Dehidrogenase Pirofosforilase

G6P = Glukosa-6-fosfat

G1P = Glukosa-1-fosfat

PGA = Asam Fosfoglukonik

F1P = Fruktosa-1-fosfat

FDP = Fruktosa-1,6-difosfat

F6P = Fruktosa-6-fosfat

GHK = Glukosa heksokinase

PGM = Fosfoglukomutase

(28)

G6PD = Glukosa-6-fosfat dehidrogenase

PGI = Fosfoglukosa isomerase

FHK = Fruktosa heksokinase

PTS = Sistem Fosfotransferase

EMP = Jalur lintasan Embden Myerhoff

B. Acetobacter xylinum

Bakteri Acetobacter xylinum berbentuk elips atau tongkat yang

melengkung. Kultur yang masih muda merupakan bakteri g negatif,

sedangkan kultur yang sudah agak tua merupakan bakteri dengan g yang

bervariasi. Acetobacter merupakan bakteri aerob, yang memerlukan respirasi

dalam metabolisme. Acetobacter dapat mengoksidasi etanol menjadi asam

asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO2 dan H2O

(Banwart,1981)

Acetobacter xylinum berperan dalam pembuatan nata de coco.

Acetobacter xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi.

Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang dipermukaan substrat

Acetobacter xylinum dapat membentuk suatu lapisan yang mencapai beberapa

sentimeter pada permukaan substrat cair tempat hidupnya. Bakteri itu sendiri

terperangkap di dalam massa fibril yang dibuatnya. Untuk dapat

menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal,putih dan tembus pandang

(29)

Pembentukan nata de coco atau selulosa bakteri dapat dijelaskan

sebagai berikut: sel-sel Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan

gula dan air kelapa kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk

precursor (penciri nata), pada membran sel precursor ini selanjutnya

dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama-sama dengan enzim

mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Selulosa yang

terbentuk diduga berasal dari pelepasan lendir Acetobacter xylinum yang

merupakan hasil sekresi proses metabolisme gula yang ditambahkan pada air

kelapa dan berfungsi sebagai bahan perangsang aktivitas bakteri Acetobacter

xylinum akan membentuk nata pada permukaan medium ( Hidayat, 2006 ).

Bakteri Actobacter xylinum tumbuh baik dalam media yang memiliki

pH 3 – 4. Jika pH lebih dari empat atau kurang dari tiga, proses fermentasi

tidak akan bisa berjalan sempurna. Suhu optimum untuk pertumbuhan.

Acetobacter xylinum adalah 26 – 27o( Warisno, 2004 ) .

C. Beras

Padi termasuk dalam subdivisi angiospermae, kelas monocotyledone,

family gineae, genus oryza dan spesies Oryza sativa L. (Prihatman, 2000).

Senyawa organik yang terkandung dalam beras antara lain : karbohidrat,

asetaldehid, asam p-aminobenzoat, amilosa, asam arakidonat, asparagin, asam

askorbat dan masih banyak lagi, sedangkan kandungan anorganik beras antara

(30)

Beras memenuhi syarat menjadi makan pokok jika dilihat dari zat gizi

yang dikandungnya. Hidrat arang atau karbohidrat adalah komposisi zat gizi

yang dominan yang terdapat pada beras dan beberapa macam makanan pokok

lainnya. Kebiasaan para ibu-ibu rumah tangga mencuci beras tujuannya

adalah pencucian tersebut dilakukan sampai benar-benar bersih (pencucian

dilakukan sampai air cucian beras berwarna putih susu, termasuk juga protein

dan vitamin B yang banyak terdapat pada pericarpus dan aleuron yang ikut

terkikis. Air cucian beras memenuhi syarat untuk pertumbuhan bakteri

Acetobacter xylinum, yaitu terdapat kandungan gula dan karbohidrat. Prinsip

utama suatu bahan pangan dapat diolah menjadi nata adalah adanya

kandungan karbohidrat yang cukup memadai dalam bahan tersebut. Nata

merupakan selulosa yang dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum (Yayu,

Nelly, Reka, Anik, dan Imam, 2010).

Air cucian beras mengikis kandungan-kandungan yang berada pada

beras, kandungan yang ada dalam air cucian ini paling besar diperkirakan

adalah pati, kemudian dilanjutkan vitamin B. Vitamin B akan membantu

pertumbuhan Acetobacter xylinum di saat lingkungan tidak baik. Sumber

glukosa dari limbah air cucian beras ini cukup untuk memfermentasikan

bakteri hingga hari ke 14 (Rachmat dan Agustina, 2009).

Komposisi kimia beras berbeda-beda tergantung varietas dan cara

pengolahannya. Selain sumber energi dan protein, beras juga mengandung

(31)

Tabel I. Komposisi kimia dalam 100 g beras

Riboflavin (Vit. B2) 0,049 mg

Niacin (Vit B3) 1,6 mg

Panthothenic acid (B5) 1,014 mg

Vitamin B6 0,165 mg

yang tersusun secara dominan oleh rantai tidak bercabang dari β -(1-4)

-2-asetamido-2-deoksi-Dglukosa (juga dapat disebut sebagai

N-Asetil-D-glukosamina). Kitin sama dengan selulosa dalam hal struktur kimia dan fungsi

(32)

dengan selulosa dalam rangkaian ikatan hidrogen didalam rantainya dan

antara rantai yang satu dengan rantai yang lainnya (Anonim, 1976).

Kitin merupakan padatan yang berbentuk amorf, tidak larut dalam air,

asam encer, alkali pekat maupun encer, alkohol dan pelarut-pelarut organik

lainnya. Tetapi kitin dapat larut dalam HCl dan H2SO4 pekat, H3PO4 78-97%,

dan anhidrida asam format (Anonim, 1976).

Kitosan merupakan polimer linear yang tersusun oleh 2000-3000

monomer N-asetil-D-glukosamin dalam ikatan -(1-4), tidak toksik dengan

LD50 setara dengan 16 g/kg BB dan mempunyai berat molekul 800 Kda.

Berat molekul ini tergantung dari derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat

ekstraksi (Tang, Shi, dan Qian, 2007).

Sifat-sifat penting kitosan antara lain disebabkan memiliki muatan

positif dalam larutan asam, dimana gugus amina pada molekul kitosan

mengikat proton sesuai dengan persamaan reaksi:

kitosan-NH2 + H3O+↔ kitosan-NH3+ + H2O ………...(1)

dimana kitosan-NH3 + juga memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai

mikroorganisme (Rhoades dan Rastall, 2006).

Antibakteri kitosan lebih efektif terhadap bakteri g negatif daripada

bakteri g positif. Penyerapan kitosan oleh bakteri g negatif lebih besar

daripada bakteri g positif. Menurut penelitian tersebut, penyerapan kitosan

juga berhubungan dengan lingkungan sekitar yaitu nilai pH dan derajat

(33)

deasetilasi yang tinggi (95%) kitosan akan bermuatan lebih positif dan lebih

mudah menghambat gugus amino (NH3+) yang akan mempermudah

penyerapan bakteri terhadap kitosan dibandingkan dengan suasana pH 5 dan

derajat deasetilasi yang rendah (75%) (Chung, Su, Chen, Jia, Wang, Wu, dan

Lin, 2004).

Gambar 3. Struktur kimia kitin dan kitosan (Thayza, Thatiana, Horacinna, Rui, dan Galba, 2012)

E. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri g positif berbentuk bulat

dan diameter kurang lebih 1 mikro meter, tidak mempunyai spora, tidak

bergerak dan membentuk kelompok yang tidak teratur. Staphylococcus aureus

dapat tumbuh baik pada suhu 37oC dan pada suhu 20oC akan membentuk

pigmen berwarna kuning emas. Dinding sel terdiri dari sebagian besar

peptidoglikan dan asam teikoat. Koloni pada perbenihan berwarna abu – abu

sampai kuning emas tua. Bakteri ini merupakan patogen utama bagi

manusia. Staphylococcus aureus yang pathogen cenderung menghasilkan

(34)

Staphylococcus aureus dapat menyebabkan bisul, borok serta nanah pada luka

(Jawetz, 1996).

Gambar 4. Struktur dinding sel bakteri g positif dan bakteri g negatif (Jawets, 1996).

(35)

F. Aktivitas antimikroba

Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas antibakteri antara lain

adalah pH lingkungan / pH medium, komponen medium, stabilitas obat /

senyawa penghambat bakteri, lama inkubasi, dan aktivitas metabolisme

bakteri (Jawetz, 1991).

Uji aktivitas antibakteri secara in vitro dilakukan dengan 2 metode,yaitu :

1. Metode dilusi

Suatu senyawa antibakteri dengan berbagai kadar dimasukkan ke

dalam medium biakan bakteri padat atau cair, kemudian medium

diinokulasi untuk uji bakteri dan diinkubasi. Pada hasil akhir dapat

diamati dari kadar senyawa antibakteri yang menghambat atau

membunuh bakteri (Jawetz, 1991).

2. Metode difusi

Metode ini menggunakan kertas saring berbentuk lingkaran atau

silinder tanpa alas yang berisi jumlah obat yang telah ditentukan,

ditempatkan dalam medium padat untuk uji bakteri. Setelah inkubasi,

diameter dari zona hambatan di sekitat perlakuan menunjukkan daya

hambat obat melawan bakteri (Jawetz, 1991).

G. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah

Spektrofotometri infra-merah adalah sangat penting dalam kimia

(36)

alat rutin dalam penemuan gugus fungsional, pengenalan senyawa, dan

analisis campuran. Spektrofotometri infra-merah juga digunakan untuk

penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis

kuantitatif, seperti analisa kuantitatif pencemaran udara, misalnya karbon

monoksida dalam udara dengan teknik non-dispersive (Khopkar, 2003).

Radiasi gelombang elektromagnetik adalah energi yang dipancarkan

menembus ruang dalam bentuk gelombang-gelombang atau paket-paket

energi. Tiap tipe radiasi gelombang elektromagnetik (mulai dari radiasi

gelombang radio hingga radiasi gamma) dicirikan oleh panjang gelombang

(λ) atau frekuensi (υ) dari gelombang tersebut. Ketika suatu radiasi

gelombang elektromagnetik mengenai suatu materi, akan terjadi suatu

interaksi yang berupa penyerapan energi (absorbsi) oleh atom-atom atau

molekul-molekul dari materi tersebut (Petrucci,1987).

Pancaran infra-merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum

elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang

mikro. Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaannya terbatas di

antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5 – 15,0 m). Akhir-akhir ini muncul

perhatian pada daerah infra-merah dekat, 14.290 – 4000 cm-1 (0,7 –β,5 m)

dan daerah infra-merah jauh, 700 – 200 cm-1 (14,3 – 50 m) (Silverstein.,

1986).

Absorbsi sinar ultraviolet dan cahaya tampak oleh suatu materi akan

(37)

tingkat-tingkat energi yang lebih tinggi. Pada absorbsi radiasi infra merah

oleh suatu materi, radiasi yang diserap tersebut tidak cukup mengandung

energi untuk mengeksitasi elektron, namun akan menyebabkan

membesarnya amplitudo getaran (vibrasi) dari atom-atom yang terikat satu

sama lain yang membentuk suatu ikatan molekul. Keadaan ini disebut

dengan vibrasi tereksitasi (Fessenden, 1997).

Salah satu metode spektroskopi yang sangat populer digunakan adalah

metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared), yaitu metode

spektroskopi inframerah modern yang dilengkapi dengan teknik transformasi

Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Dalam hal ini metode

spektroskopi yang digunakan adalah metode spektroskopi absorbsi, yaitu

metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi

inframerah oleh molekul suatu materi. Absorbsi inframerah oleh suatu

materi dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yakni kesesuaian antara

frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel

dan perubahan momen dipol selama bervibrasi (Chatwal, 1985).

Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) merupakan salah satu

teknik analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul

suatu senyawa. Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer

Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi

inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan

(38)

dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode

spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat

diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi).

Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk

mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair).

Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi

FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan

metode spektroskopi yang lain (Harmita, 2006).

Sistim optik Spektrofotometer FT-IR seperti pada gambar 2 dilengkapi

dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan

demikian radiasi infra-merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang

ditempuh menuju cermin yang bergerak (M) dan jarak cermin yang diam

(F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya

disebut sebagai retardasi ( δ ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang

diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferog. Sistem optik

dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer

(39)

Gambar 6. Sistem optik Fourier Transform Infra Red (Harmita,

2006).

Pada sistim optik FT-IR digunakan radiasi LASER (Light

Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai

radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi

infra-merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik. Detektor

yang digunakan dalam Spektrofotometer FT-IR adalah TGS (Tetra

Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor

MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan

dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada

frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh

temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi

(40)

Gugus fungsional dalam molekul dianalisis secara kualitatif dengan

melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak spesifik yang

menunjukkan jenis gugus funsgional. Analisis secara kuantitatif dilakukan

berdasarkan hukum Lambert-Beer, ditunjukkan pada Persamaan 2.

A = log (Io/I) = a c l ………..….. (β)

Keterangan :

A = absorbansi

Io = intensitas sinar masuk

I = Intensitas sinar yang ditransmisikan

a = koefisien absorpsi (M-1 cm-1)

c = konsentrasi zat (M)

l = panjang lintasan (cm).

Untuk mengoreksi kesalahan yang timbul akibat adanya overlap

puncak absorpsi, maka garis dasar (base line) dalam spektrum infra merah

harus dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 4, I dan Io ditentukan sebagai

intesitas transmisi pada garis dasar. Absorbansi (A) pada frekuensi yang

diberikan (dalam cm-1) terlihat pada Persamaan 3.

(41)

Keterangan :

AC = Io = intensitas sinar masuk

AB = I = intensitas sinar yang ditransmisikan

Gambar 7 menunjukkan karakteristik serapan dari selulosa bakteri

menunjukkan puncak di sekitar daerah 3350 cm-1 yang menunjukkan O-H

stretching dan di sekitar daerah 2916,81 cm-1 yang menunjukkan CH

stretching. Adanya pita di sekitar daerah 1649,8 cm-1 yang menunjukkan

deformasi vibrasi dari molekul air yang terabsorbsi (Wonga, Kasapis dan

Tan, 2009). Adapun karakteristik serapan dari kitosan ditunjukkan dengan

puncak di sekitar 1559,17 cm-1 yang menunjukkan vibrasi stretching dari

gugus amino kitosan dan di sekitar daerah 1333,5 cm-1 yang menunjukkan

vibrasi dari C-H. Adanya pita di sekitar 3367,1 cm-1 menunjukkan vibrasi

simetrik dari amina NH. Adanya puncak disekitar daerah 2927,41 cm-1

menunjukkan vibrasi C-H. Adanya puncak disekitar daerah 896,73 cm-1 dan

1154,19 cm-1 berkaitan dengan struktur sakarida dari kitosan. Adanya

puncak yang melebar di sekitar daerah 1080,91 cm-1 menunjukkan vibrasi

(42)

Naidu, Subha, Sairam dan Aminabhavi, 2006). Gambar 7. menunjukkan

contoh spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan.

Gambar 7. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan (Anicatura, Dobre, Stroescu dan Jipa, 2010)

Berdasarkan Gambar 7, maka perlu dibuat suatu tabel korelasi serapan

dari spektra IR. Korelasi ini perlu dibuat untuk memudahkan dalam

menginterpretasikan gugus-gugus fungsi dari spektra IR yang didapatkan.

(43)

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah pada selulosa dan

H. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD)

Spektroskopi difraksi sinar-X (X-ray difraction/XRD) merupakan

salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering

(44)

fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi

serta untuk mendapatkan ukuran partikel (Widyawati, 2012).

XRD memberikan data-data difraksi dan kuantisasi intensitas difraksi

pada sudut-sudut dari suatu bahan. Data yang diperoleh dari XRD berupa

intensitas difraksi sinar-X yang terdifraksi dan sudut-sudut βθ. Tiap pola

yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki

orientasi tertentu (Widyawati, 2012).

Suatu kristal yang dikenai oleh sinar-X tersebut berupa material

(sampel), sehingga intensitas sinar yang ditransmisikan akan lebih rendah

dari intensitas sinar datang. Berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang

saling menghilangkan (interferensi destruktif) dan ada juga yang saling

menguatkan (interferensi konstrktif) (Grant & Suryanayana, 1998).

Menurut Anggraeni (2003), derajat kristalinitas dapat ditentukan bila

difraksi kristalin dipisahkan dari difraksi amorf, dengan cara menghitung

perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi (amorf dan

kristalin) seperti ditunjukkan oleh Persamaan 4.

Derajat kristalinitas = Luas kristalin ×100% ….…………. (4)

Luas (kristalin+amorf)

Contoh hasil difraksi sinar-X dari selulosa bakteri dan kitosan

(45)

Gambar 8. Difraktogram XRD dan selulosa bakteri dan kitosan (Stefanescu, et. al., 2012).

I. Pengamatan Morfologi Permukaan dengan Teknik Scanning Electron

Microscopy

SEM merupakan mikroskop elektron yang menampilkan gambar

permukaan sampel (Gambar 9). Elektron berinteraksi dengan tiap bagian

permukaan sampel, elektron tersebut diemisikan dan dideteksi. Gambar yang

terbentuk sama dengan jumlah elektron yang berinteraksi dengan sampel.

Untuk meningkatkan resolusi dari gambar dapat dilakukan dengan cara

mengecilkan diamater sumber cahaya. Diameter cahaya yang kecil akan

mentransmisikan elektron pada permukaan sampel tertentu. Diameter cahaya

lebar, maka interaksi yang terjadi dengan banyak objek dalam waktu yang

(46)

Gambar 9. Pengamatan morfologi permukaan SEM (a). Selulosa bakteri dengan perbesaran 5000x (b). Film kitosan murni dengan perbesaran 6000x (Goh, Rosman, Kaur, Fazilah Karim, dan Bhat,

2012; Bhuvaneshwari, Sruthi, Sivasubramanian, Kalyani, dan Sugunabai, 2011).

SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik.

Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang dimiliki

elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Makin kecil panjang

gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop. Panjang

gelombang de Broglie elektron adalah :

= h/ p………..………(5)

dengan h konstanta Planck dan p adalah momentum elektron. Momentum

elektron dapat ditentukan dari energi kinetik melalui hubungan :

K = K p2 /2m…………..………..……….(6)

dengan K energi kinetik elektron dan m adalah massanya (Allen, 2008).

Syarat agar SEM dapat menghasilkan citra yang tajam adalah

permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat

melepaskan elektron sekunder ketika ditembak dengan berkas elektron.

(47)

diamati di bawah SEM maka profil permukaan akan tampak dengan jelas.

Apabila material yang diamati ini seperti isolator dan bukan logam, maka

agar profil permukaan bukan logam dapat diamati dengan jelas dengan SEM,

permukaan material tersebut harus dilapisi dengan logam. Film tipis logam

dibuat pada permukaan material tersebut. sehingga dapat memantulkan

berkas elektron. Metode pelapisan yang umumnya dilakukan adalah

evaporasi dan sputtering (Echlin, 2009; Rice, 2012).

Pada metode evaporasi, material yang akan diamati permukaannya

ditempatkan dalam satu ruang (chamber) dengan logam pelapis. Ruang

tersebut dapat divakumkan dan logam pelapis dapat dipanaskan hingga

mendekati titik leleh. Logam pelapis diletakkan di atas filament pemanas.

Mula-mula chamber divakumkan yang diikuti dengan pemanasan logam

pelapis. Atom-atom menguap pada permukaan logam. Ketika sampai pada

permukaan material yang memiliki suhu lebih rendah, atom-atom logam

terkondensasi dan membentuk lapisan film tipis di permukaan material yang

memiliki suhu lebih rendah, atom-atom logam terkondensasi dan

membentuk lapisan film tipis di permukaan material. Ketebalan lapisan

dapat dikontrol dengan mengatur lama waktu evaporasi. Agar proses ini

dapat berlangsung efisien maka logam pelapis yang digunakan harus yang

memiliki titik lebur rendah. Logam pelapis yang umumnya digunakan adalah

(48)

Prinsip kerja sputtering mirip dengan evaporasi. Namun, sputtering

dapat berlangsung pada suhu rendah (suhu kamar). Permukaan logam

ditembak dengan ion gas berenergi tinggi sehingga terpental keluar dari

permukaan logam dan mengisi ruang di dalam chamber. Ketika mengenai

permukaan sampel, atom-atom logam tersebut membentuk fase padat dalam

bentuk film tipis. Ketebalan lapisan dikontrol dengan mengatur lama waktu

sputtering (Echlin, 2009; Rice, 2012).

J. Landasan Teori

Kitosan merupakan biopolimer alam yang diproses melalui deasetilasi

kitin. Kitosan memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah sebagai suatu

agen antimikroba.

Selulosa bakteri dengan medium air cucian beras merupakan suatu

polimer dari alam yang mengandung karbohidrat dan dapat dimetabolisme

oleh suatu bakteri, salah satunya Acetobacter xylinum menjadi suatu selulosa.

Kombinasi dari kitosan dan selulosa bakteri ini akan menghasilkan suatu

polimer yang memiliki karakteristik yang baik dan aktivitas antibakteri

terhadap Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri yang biasa hidup di

kulit yang luka.

Mekanisme penyembuhan dari membran penutup luka adalah dengan

cara difusi. Zat aktif dari membran tersebut akan berdifusi dan membantu

(49)

ikatan yang kuat antara kitosan dengan beberapa senyawa atau pembawa

seperti selulosa dapat menyebabkan kitosan tidak mampu berdifusi dan

memberikan efek dengan maksimal.

K. Hipotesis

1. Air cucian beras dapat digunakan sebagai substrat pembentuk biomaterial.

2. Sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah air

cucian beras dengan penambahan kitosan memiliki daya antibakteri

(50)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni

sederhana rancangan pola searah.

B. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : Kitosan yang ditambahkan dalam preparasi sediaan

biomaterial selulosa bakteri.

2. Variabel tergantung : Karakteristik polimer yang dihasilkan, diameter

zona hambat sediaan biomaterial selulosa bakteri terhadap pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus.

3. Variabel pengacau terkendali : asal air cucian beras diperoleh, media

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (MHA), suhu inkubasi

(37oC), lama inkubasi (24 jam).

(51)

C. Definisi Operasional

1. Selulosa bakteri merupakan polimer glukosa yang dihasilkan oleh bakteri

Acetobacter xylinum dengan cara fermentasi selama 7 hari.

2. Air cucian beras adalah limbah cair berwarna putih yang diperoleh dari

hasil pencucian beras varietas rajalele.

3. Kitosan merupakan biopolimer yang dibentuk dari proses deasetilasi kitin

dengan derajat deasetilasi 74,94%.

4. Staphylococcus aureus merupakan bakteri coccus gram positif yang

diperoleh dari Balai Kesehatan Kota Yogyakarta dengan nomor ATCC

25923.

5. Zona hambat adalah zona jernih yang ditimbulkan oleh sampel membran

setelah masa inkubasi 24 jam pada media Mueller Hinton agar yang telah

ditumbuhi bakteri Staphylococcus aureus.

6. Diameter zona hambat adalah pengukuran zona hambat yang diukur tanpa

dikurangi oleh diameter sampel membran.

D. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer

IR (IR Shimadzu Prestige-21), seperangkat instrumen SEM (Jeol JSM T300),

fine coat ion sputter (Jeol JFC 1100), alat XRD (Rigaku Multiflex 2 kW),

pendingin (Rigaku), timbangan digital (Mettler-Toledo B.V.PC 2000), oven

(52)

stirrer-hot plate (Heidolph MR 2002), seperangkat alat gelas (Pyrex dan

Duran), Nampan (Lion Star dengan dimensi 230x176x39 mm), spatula,

magnetic stirrer, timbangan, pisau, talenan, gunting (Han Kwang Korea),

blender (Moulinex), baskom, cawan petri (Pyrex), kain mori, kain warna

hitam, plastik, toples, spuit injeksi i.p. ukuran 1 mL (Terumo), jangka sorong

(Mitutuyo), incubator (Memmert), cawan petri (pyrex), lidi kapas steril (Kirby

bauer).

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah

cucian beras, kitosan dari p.a E.Merck, urea dari p.a E.Merck, asam asetat

25% dari p.a.E.Merck, glukosa, supratul, aquades, Staphylococcus aureus

ATCC 25923, starter Bakteri Acetobacter xylinum yang diperoleh dari

Laboratorium Mikrobiologi Balai Kesehatan Yogyakarta, kloramfenikol.

media Mueller-Hinton Agar (MHA), media Brain Heart Infusion broth (BHI

broth).

E. Tata Cara Penelitian

1. Pemilihan bahan

Beras yang dipilih adalah beras yang diambil dari satu jenis merk beras,

yaitu Raja lele. Bahan ini diperoleh dari pembelian di supermarket Indogrosir.

2. Pembuatan limbah air cucian beras

Beras sebanyak 0,5 kg ditampung di baskom, lalu diberi air 1 liter. Beras

(53)

didiamkan selama 1 jam. Lalu terbentuk 2 lapisan, lapisan airnya ini diambil

dan digunakan pada tahap selanjutnya.

3. Pembuatan membran kitosan

Sejumlah 2 g dan 10 g kitosan masing-masing dilarutkan dalam 100

mL asam asetat dengan konsentrasi 2% di atas hot plate sambil diaduk dengan

magnetic stirrer. Larutan kitosan lalu dituang ke atas nampan yang telah

dicuci alkohol 70% dan dikeringkan lalu diletakkan selama beberapa hari di

udara terbuka untuk menjamin penguapan solven secara sempurna. Setelah

beberapa hari maka akan terbentuk produk membran yang transparan dan

fleksibel. Membran kitosanyang terbentuk lalu disimpan di dalam toples yang

sebelumnya telah diberi silika gel.

4. Pembuatan material selulosa bakteri

Sebanyak 200 mL air cucian beras hasil penyaringan dituangkan ke

dalam erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet (stirer),

kemudian ditambahkan 20 g gula pasir dan 1,0 g urea, dan diaduk hingga

larut. Selanjutnya pH dicek, apabila pH larutan masih berkisar antara 5-6,

maka campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat 25% hingga pH

= 4 dan diaduk hingga larut. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan

ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 g lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke

dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan telah ditutup

sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Lalu

(54)

dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu

kamar.

Setelah 7 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang

terbentuk diambil lalu dicuci berturut-turut dengan air PAM, dengan aquades,

dengan air panas kemudian lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan

digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan Natrium hidroksida 3%

selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan Natrium hidroksida 3% ini

diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquades

setelah dicuci dengan aquades lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan

asam klorida 3% selama kurang lebih 24 jam. Setelah 24 jam, lapisan pelikel

ini lalu dicuci kembali dengan aquades dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika

pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral,

pencucian dengan aquades ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini

dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lapisan pelikel

ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC selama kurang lebih dua

minggu.

Setelah 2 minggu atau setelah air pada nampan ini kering, lapisan

pelikel ini dikeluarkan dari oven dan dijemur dibawah cahaya matahari

selama kurang lebih 1 minggu dengan sebelumnya nampan yang berisi pelikel

ini ditutup dengan kain hitam. Setelah 1 minggu atau setelah lapisan pelikel

(55)

dalam plastik dan diletakkan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi

silika gel.

5. Pembuatan Material Selulosa Kitosan Bakteri

Sebanyak 200 ml air cucian beras hasil penyaringan dituangkan ke

dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet,

ditambahkan 20,0 g gula pasir dan 1,0 g urea, selanjutnya diaduk hingga larut.

Campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH

berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan

ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 g lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke

dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan ditutup dengan

koran sambil didinginkan hingga sesuai suhu kamar. Lalu campuran

ditambahkan 40 mL Acetobacter xylinum dan wadah ditutup dengan rapat

menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar.

Lapisan pelikel yang terbentuk dicuci beberapa kali dengan air kran,

lalu dengan aquades, lalu dengan air panas, lalu lapisan pelikel ini ditimbang

dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan

natrium hidroksida 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan

natrium hidroksida 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini

dicuci kembali dengan aquades setelah dicuci dengan aquades lalu lapisan

pelikel ini direndam dengan larutan asam klorida 3% selama kurang lebih 15

menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan

(56)

menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquades ini

dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang dan lapisan pelikel

ditimbang.

Setelah ditimbang lalu larutan kitosan 2% yang telah dibuat

dituangkan ke atas lapisan pelikel. Lapisan pelikel+larutan kitosan ini lalu

dikeringkan dalam oven pada suhu 40o C selama kurang lebih 2 minggu atau

sampai lapisan pelikel berbentuk lembaran tipis. Setelah lapisan pelikel itu

berbentuk lembaran tipis yang kering dikeluarkan dari oven lalu disimpan di

dalam plastik dan diletakkan di dalam toples yang telah diberi silica gel

supaya biomaterial tetap terjaga kekeringannya.

6. Analisa karakteristik biomaterial :

a. Analisis FT – IR

Analisis ini menggunakan seperangkat alat FTIR dan dilakukan di

Laboratorium Analisis Farmasi Fakultas Farmasi UII.

Langkah-langkahnya adalah lapisan tipis atau pelikel yang diperoleh dari hasil

fermentasi dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke

arah sinar inframerah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala

berupa alur kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

b. Analisa SEM

Material selulosa kitosan bakteri dipotong sedemikian rupa,

kemudian ditempatkan di atas tempat sampel yang terbuat dari kuningan

(57)

selama kurang lebih 5 menit. Selanjutnya sampel dimasukkan ke unit

elektron gun melalui bilik pergantian sampel. Kemudian sampel diset

dengan bantuan mikrostage sampai mendapatkan fokus yang tepat.

Tombol utama pada posisi ON dan diset detector Acceleratevoltage set, 20

kilo volt.

c. Analisa XRD

Uji XRD ini dilakukan dengan memakai instrumen X-Ray

Diffraction yang dilakukan di Laboratorium XRD, Jurusan Teknik Kimia

UNY. Langkah-langkahnya adalah lembaran film dipotong dengan ukuran

2x2 cm. Sampel tersebut kemudian dipasang di sample holder dan sampel

diusahakan rata di atas sample holder. Selanjutnya pendingin alat XRD

dihidupkan dan instrumen XRD dihidupkan lalu diatur kondisi alat dengan

sudut putar βθ = β° sampai 80°, scan step = 0,04 dan scan speed = 4

°/menit serta tegangan dan arus pada instrumen disesuaikan dengan

standard measurenment dari instrumen dan dirotasikan agar benar-benar

terorientasi secara acak. Hasil uji ini berupa difraktrogram hubungan

antara intensitas dan sudut βθ.

7. Sterilisasi produk

Saat akan digunakan, produk biomaterial yang sudah dikeringkan

disterilkan dengan etanol 96% selama 15 menit, kemudian dibilas dengan

(58)

8. Pengujian aktivitas antimikroba

a. Pembuatan suspensi bakteri uji

Isolat murni Staphylococcus aureus ditambahkan ke dalam media BHI

broth yang diinkubasi pada 37oC selama kurang lebih 4 jam sampai

kekeruhan Brain Heart Infusion broth (BHI broth) menyamai

kekeruhannya McFarland no.0,5.

b. Pembuatan media

Media yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba adalah MHA.

Larutan MHA dituangkan ke dalam cawan petri sebanyak 20 mL dan

dibiarkan beberapa saat hingga memadat.

c. Penanaman bakteri uji

Hasil suspensi bakteri uji dimasukkan ke dalam media Mueller-Hinton

Agar (MHA) dengan cara dioleskan secara merata dengan menggunakan

lidi kapas steril Kirby bauer , lalu didiamkan kurang lebih selama 5

menit.

d. Pemberian kontrol positif pada bakteri uji

Sebagai kontrol positif, digunakan paper disk antibiotik amoxicillin.

Bakteri uji yang sudah ditanamkan pada Mueller-Hinton Agar kemudian

diberi paper disk amoxicillin tadi sebanyak 1 disk per plate. Kemudian

inkubasikan pada 37oC selama 24 jam.

(59)

Sebagai kontrol negatif, digunakan asam asetat. Sebanyak 20 µl asam

asetat diteteskan pada paper disk. Bakteri uji yang sudah ditanamkan pada

Mueller-Hinton Agar kemudian diberi paper disk berisi asam asetat tadi

sebanyak 4 disk per plate. Kemudian inkubasikan pada 37oC selama 24

jam.

f. Pemberian biomaterial,selulosa dan kitosan pada bakteri uji

Bakteri uji yang sudah ditanamkan pada Mueller-Hinton Agar

kemudian diberi potongan biomaterial. Biomaterial ini dipotong serupa

dengan bentuk dan ukuran paper disk yang bertindak sebagai kontrol

positif dan kontrol negatif tadi dan sudah disterilisasi menggunakan

etanol 96% dan buffer phosphat. Potongan masing-masing biomaterial

kemudian diletakkan sebanyak 4 potongan biomaterial per plate.

Kemudian inkubasikan pada 37oC selama 24 jam. Hal yang sama juga

dilakukan untuk membran kitosan dan selulosa bakteri.

g. Pengukuran zona hambat

Pengukuran zona hambat dilakukan dengan mengukur diameter zona

hambat dalam millimeter, kemudian dihitung dengan menggunakan

program statistik SPSS untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan

(60)

F. Analisis Data

1. Analisis karakteristik dari biomaterial yang terbentuk ini meliputi analisis

gugus fungsional, kristalinitas dan topografi permukaan dari biomaterial.

2. Analisis hasil untuk pengamatan makroskopis dilakukan dengan cara

pengamatan zona hambat setelah pemberian biomaterial pada bakteri

Staphylococcus aureus.

3. Analisis sifat mekanik dan diameter luka diuji dengan statistik Kruskal

wallis (distribusi tidak normal) dan Uji Post Hoc – Mann Whitney

(61)

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik

biomaterial selulosa bakteri dari air cucian beras dengan penambahan kitosan

dan untuk mengetahui aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa

bakteri dari air cucian beras dengan penambahan kitosan sebagai material

penutup luka pada bakteri Staphylococcus aureus.

A. Pembuatan Biomaterial Selulosa Bakteri

Dalam penelitian ini, digunakan beras dengan jenis dan merk yang

sama, supaya adanya variabel pengacau bisa sedikit dikendalikan. Beras yang

digunakan adalah jenis rojolele. Pembelian beras juga dilakukan di tempat

yang sama, agar memudahkan peneliti untuk memperoleh beras dengan jenis

dan merk yang sama.

Sebelum melakukan pembuatan biomaterial selulosa, beras

diidentifikasi terlebih dahulu melalui pembuktian bahwa yang digunakan

dalam penelitian ini adalah beras. Dilakukan juga pengujian terhadap

kandungan amilum dari beras tersebut. Alasan dilakukan identifikasi amilum

ini karena gula merupakan sumber utama media pertumbuhan Acetobacter

xylinum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayat (2006) yang mengatakan

Gambar

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan infra merah selulosa dan kitosan .........................
Gambar 1. Selulosa dengan ikatan β-1,4-glikosidik (Klemm, Schmauder, dan Heinze, 2010)
Gambar 2. Jalur metabolisme pembentukan selulosa oleh Acetobacter
Tabel I. Komposisi kimia dalam 100 g beras
+7

Referensi

Dokumen terkait

od djtsr@hi oLi jlnrd

The Effect of Using Picture-Based Question and Answer Game on the Seventh Year Students’ Tense Achievement at SMPN Sukorambi Jember in the2011/2012 Academic Year; Dyah

Keranjang digunakan sebagai wadah ikan asap. Keranjang ini terbuat dari bambu yang berkapasitas kurang lebih 10 kg dan berfungsi untuk menampung ikan sebelum diasap

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI WILAYAH INDUSTRI TPT KABUPATEN BANDUNG.. (STUDI KASUS:

dalam memberikan data, sehingga data yang diperoleh pada tahap 1. belum konsisten, masih

t@alolosi sebinsca lebih dike.al denad s.ntawa akil Senyr*r shtt n'i merup3td hsil mellbolimc sctmder dari hunbulm irr scndni dimen. I)enyebdor dm julannya dalm

Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebagaimana selanjutnya dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998) yang antara lain menetapkan bahwa status

(1) penerima rujukan dapat merujuk balik atau mengarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai jenjang pelayanannya jika berdasarkan pelayanan kesehatan dimaksud dalam psl 6