• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah ketela rambat (Ipomea batatas Poir) dengan penambahan chitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah ketela rambat (Ipomea batatas Poir) dengan penambahan chitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN SEDIAAN BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum DARI LIMBAH KETELA RAMBAT (Ipomoea batatas Poir) DENGAN PENAMBAHAN CHITOSAN SEBAGAI MATERIAL PENUTUP LUKA PADA TIKUS GALUR WISTAR JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Michael Raharja Gani NIM: 098114101

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

IMAGINATION IS MORE IMPORTANT THAN KNOWLEDGE.

KNOWLEDGE IS LIMITED. IMAGINATION ENCIRCLES THE

WORLD

(ALBERT Einstein)

The future belongs to those who believe in the beauty of their

dreams

(Elanor Roosevelt)

AD MAIOREM DEI GLORIAM

(Society of Jesus)

TOGETHER WE CAN

(farmasi ANGKATAN 2009)

Karena aku telah mengawali segala sesuatunya maka aku akan berjuang

untuk menemukan jalanku dan mengakhiri apa yang telah aku awali

(Michael R. Gani)

Karya ini Kupersembahkan bagi :

(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan kasih-Nya yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea

batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada

Tikus Galur Wistar Jantan”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S.Farm.), di program studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.

Selama perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini, Penulis telah mendapatkan banyak bantuan, sarana, dukungan, bimbingan, saran dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenakanlah Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Eli Rohaeti selaku dosen pembimbing utama dan penguji yang telah member kesempatan kepada Penulis dalam mengerjakan penelitian payung ini serta bantuan finansial, dukungan semangat, perhatian, bimbingan, perhatian serta meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama Penulis selama proses penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

(8)

viii

perhatian serta meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama Penulis selama proses penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberi beberapa masukan terkait skripsi Penulis.

5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberi beberapa masukan terkait skripsi Penulis. 6. Ibu Christophori Maria Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi yang telah membantu dan memberi dukungan kepada Penulis dalam menyelesaikan administrasi dosen pembimbing serta meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

8. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen Metopen.

9. Ibu Dra. MM. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mendampingi Penulis sejak selama kegiatan perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

10. Mas Narto, Mas Dwi dan Mas Sarwanto yang telah membantu dalam mengurus beberapa administrasi dan surat ijin terkait penelitian bagi Penulis. 11. Dekan dan segenap dosen serta jajaran staf Dekanat Fakultas Matematika dan

(9)

ix dan semangat kepada Penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

14. Anugerah, David, Laras, Haris dan Arvi selaku partner skripsi Penulis yang senantiasa menemani dan berjuang bersama serta memberikan masukan, motivasi dan semangat dari awal hingga penyelesaian skripsi ini.

15. Lauren, Bruri, Ryan, Lisu, Agnes, Reza, Mas Argo dan Mas Widi yang telah mendukung kepada Penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

16. Mas Danang, Pak Puji Santosa, Pak Rahmat dan Bu Eko yang telah membantu dan membagi ilmu kepada Penulis untuk mengoperasikan beberapa instrumen yang terkait dengan skripsi Penulis.

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Maka Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(10)
(11)

xi

B. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Medis... 8

C. Karakteristik Selulosa Bakteri... 9

6. Waktu Panen Ketela Rambat ... 13

F. Chitosan ... 14

G. Karakteristik Chitosan ... 15

H. Gliserol ... 17

I. Luka... 17

J. Penutup Luka ... 20

K. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah ... 20

L. Foto Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy ... 24

M. Analisis Sifat Mekanik dengan Uji Tarik... 25

N. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD) ... 26

O. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) ... 27

P. Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) ... 29

Q. Landasan Teori ... 29

(12)

xii

3. Preparasi Limbah Cair Ketela Rambat ... 35

4. Orientasi Pembuatan Membran Chitosan ... 37

5. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif ... 37

6. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi ... 37

7. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Nampan sebagai Tempat Fermentasi ... 38

8. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Pelapisan ... 39

(13)

xiii

10. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG) ... 42

11. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK) ... 43

12. Analisis Karakteristik Biomaterial ... 45

13. Sterilisasi Produk ... 48

14. Orientasi Penyembuhan Luka Secara Normal ... 48

15. Pengelompokkan Hewan Uji ... 49

16. Pembuatan Luka pada Hewan Uji ... 50

17. Pengamatan Penyembuhan Luka dan Pengukuran Diameter Luka ... 50

F. Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 52

B. Hasil Pemilihan Bahan ... 54

C. Preparasi Limbah Ketela Rambat... 54

D. Orientasi Pembuatan Membran Chitosan ... 55

E. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif ... 57

F. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi ... 58

(14)

xiv

H. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan

dengan Metode Pelapisan ... 61

I. Pembuatan Material Selulosa Bakteri (S) sebagai Kontrol Karakterisasi Biomaterial ... 63

J. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG) ... 66

K. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK) ... 66

L. Analisis Karakteristik Biomaterial ... 67

1. Analisis Sifat Fisik Secara Makroskopis dan Organoleptis ... 67

2. Analisis Gugus Fungsi dengan Instrumen FT-IR ... 69

3. Analisis Struktur Morfologi ... 74

4. Analisis Sifat Mekanik ... 79

5. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) ... 83

6. Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) ... 85

7. Analisis Kristalinitas dengan XRD ... 89

M. Sterilisasi Produk ... 93

N. Orientasi Penyembuhan Luka Secara Normal ... 94

O. Pengelompokkan Hewan Uji ... 95

P. Pembuatan Luka pada Hewan Uji ... 95

Q. Pengamatan Penyembuhan Luka dan Pengukuran Diameter Luka ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

(15)

xv

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN ... 121

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kandungan kimia ketela rambat ... 13

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah selulosan dan chitosan ... 24

Tabel III. Hasil sifat mekanik komposit selulosa bakteri nano kristal/polivinil alkohol ... 26

Tabel IV. Tabel sifat fisik membran chitosan ... 57

Tabel V. Hasil pengamatan sifat fisik sampel biomaterial ... 67

Tabel VI. Hasil interpretasi gugus fungsi dari sampel biomaterial ... 71

Tabel VII. Hasil absorbansi selulosa bakteri, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan ... 72

Tabel VIII. Hasil pengujian sifat mekanik biomaterial ... 79

Tabel IX. Hasil pengamatan visual dari luka akibat perlakuan ... 97

Tabel X. Hasil pengukuran diameter luka tiap kelompok perlakuan ... 100

Tabel XI. Persentase penurunan luas luka tiap kelompok perlakuan ... 100

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur selulosa bakteri ... 8

Gambar 2. Struktur chitosan ... 15

Gambar 3. Tahapan penyembuhan luka ... 19

Gambar 4. Metode mengkonstruksi garis dasar ... 22

Gambar 5. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan chitosan ... 23

Gambar 6. Foto SEM selulosa bakteri ... 25

Gambar 7. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan chitosan ... 27

Gambar 8. Termogram DTA untuk polimer semikristalin ... 28

Gambar 9. Termogram dari selulosa bakteri ... 29

Gambar 10. Hasil pembandingan bagian ketela rambat dengan literatur ... 53

Gambar 11. Skema pengelupasan bioplastik ... 57

Gambar 12. Membran chitosan ... 58

Gambar 13. Skema biosintesis selulosa bakteri ... 65

Gambar 14. Spektra serbuk chitosan ... 69

Gambar 15. Hasil spektra IR biomaterial S, SG dan SGK ... 70

Gambar 16.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri ... 75

Gambar 16.b. Foto permukaan SEM SGK ………75

Gambar 17.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri ... 77

Gambar 17.b. Foto permukaan SEM membran chitosan………. 77

Gambar 18.a. Foto penampang melintang SEM selulosa bakteri ... 78

Gambar 18.b. Foto penampang melintang SEM SGK ………. 78

Gambar 19. Kurva termogram DTA biomaterial ... 83

(18)

xviii

Gambar 21. Kehilangan massa vs suhu ... 86 Gambar 22.a. Difraktogram selulosa bakteri ... 90 Gambar 22.b. Difraktogram selulosa bakteri+gliserol+chitosan……….. 90 Gambar 23. Grafik persentase penurunan luas luka gabungan dari

(19)

xix

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 1. Rumus perhitungan DD chitosan ... 16

Persamaan 2. Rumus perhitungan absorbansi menurut hukum Lambert-Beer ... 21

Persamaan 3. Rumus perhitungan absorbansi ... 21

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman ketela rambat ... 121

Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi ... 122

Lampiran 3. Formula yang digunakan (per 100 mL) ... 123

Lampiran 4. Skema jalannya penelitian ... 123

Lampiran 5. Foto bahan yang digunakan ... 124

Lampiran 6. Foto masing-masing sampel hasil karakterisasi secara makroskopis ... 124

Lampiran 7. Hasil perbandingan berat ketela rambat dan air yang digunakan ... 125

Lampiran 8. Hasil penimbangan berat basah sampel ... 125

Lampiran 9. Hasil perhitungan konsentrasi NaOH dan HCl yang digunakan ... 125

Lampiran 10. Hasil spektra IR chitosan untuk perhitungan derajat deasetilasi (DD) beserta perhitungan nilai DD-nya ... 126

Lampiran 11. Hasil spektra IR tiap sampel ... 127

Lampiran 12. Hasil penarikan base line spektra IR tiap sampel ... 128

Lampiran 13. Hasil perhitungan absorbansi tiap sampel ... 130

Lampiran 14. Foto SEM tiap sampel ... 130

Lampiran 15. Hasil uji sifat mekanik sampel ... 131

Lampiran 16. Hasil statistik uji sifat mekanik tiap sampel ... 132

Lampiran 17. Hasil XRD tiap sampel ... 136

(21)

xxi

Lampiran 19. Hasil perhitungan luas background tiap sampel ... 138

Lampiran 20. Hasil perhitungan luas kristal+amorf tiap sampel ... 139

Lampiran 21. Hasil perhitungan luas kristal tiap sampel ... 139

Lampiran 22. Hasil perhitungan % kristalinitas tiap sampel ... 140

Lampiran 23. Hasil data massa tersisa (%) akibat perubahan suhu tiap sampel ... 141

Lampiran 24. Hasil perhitungan suhu untuk sampel yang terdekomposisi / kehilangan massa 50% ... 141

Lampiran 25. Foto instrumen yang digunakan untuk karakterisasi tiap sampel ... 142

Lampiran 26. Surat keterangan Ethical Clearance ... 143

Lampiran 27. Hasil perhitungan dosis ketamine dan xylazine ... 144

Lampiran 28. Foto pengamatan penyembuhan luka pada hewan uji ... 145

Lampiran 29. Hasil pengukuran diameter luka pada hewan uji ... 145

Lampiran 30. Perhitungan luas metode Morton ... 147

(22)

xxii

Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur

Wistar Jantan

INTISARI

Penelitian dilakukan untuk mempelajari karakter biomaterial yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah cair ketela rambat yang diperoleh dari proses pembuatan tepung pati dari ketela rambat yang ditambah gliserol dan chitosan serta aktivitas penyembuhan luka jika diaplikasikansebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar.

Biomaterial terbuat dari selulosa bakteri sebagai kontrol karakterisasi, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan sebagai perlakuan. Karakterisasi meliputi analisis sifat fisik, gugus fungsional dengan instrumen spektrofotometer infra merah, morfologi permukaan dengan instrumen SEM, sifat mekanik dengan instrument Universal Tester, kristalinitas dengan instrumen XRD dan kestabilan termal dengan instrumen TGA/DTA Analyzer. Uji penyembuhan luka dilakukan dengan melukai hewan uji lalu luka ditutup dengan membran chitosan, selulosa yang ditambah gliserol dan chitosan serta tanpa ditutup lalu didiamkan selama 3, 5 dan 7 hari. Sehari setelah luka dibuat, diameter luka diukur dengan jangka sorong. Pada hari yang ditentukan, hewan uji dikorbankan dan diukur kembali diameter lukanya lalu diubah menjadi persentase penurunan luas luka dan dilihat patologi anatomi lukanya secara makroskopis.

Karakteristik biomaterial yang dihasilkan meliputi peningkatan intensitas gugus fungsi dan kestabilan termal, perubahan struktur morfologi, penurunan sifat mekanik dan persen kristalinitas serta perubahan sifat fisik akibat penambahan

chitosan. Pemberian gliserol meningkatkan intensitas gugus fungsi, persen

perpanjangan dan kestabilan termal, menurunkan kuat tarik serta tidak mempengaruhi sifat fisik, persen kristalinitas, dan struktur morfologi. Pemberian penutup luka dari biomaterial selulosa bakteri+gliserol+chitosan tidak berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka.

(23)

xxiii

Effect Bacterial Cellulose Acetobacter xylinum toward Biomaterial Preparation from Sweet Potato Waste (Ipomoea batatas Poir) with Addition

of Chitosan as Wound Dressing in Male Rats

ABSTRACT

The objective of this research was to study the character of biomaterials from the utilization of wastewater derived from sweet potato starch manufacturing process of the sweet potatoes and was added with glycerol and chitosan as well as the healing activity of biomaterials when applied as wound dressing material in Wistar male rats.

Biomaterials is made from bacterial cellulose as a control characterization, bacterial cellulose+glycerol and bacterial cellulose+glycerol+chitosan as a treatment. Characterization included analysis of physical properties, functional groups with an infrared spectrophotometer instrument, morphology surface with SEM instrument, the mechanical properties with Universal Tester instrument, crystallinity with XRD instrument and the thermal stability with TGA / DTA Analyzer. Wound healing assay performed with the wounding of test animals with specific diameter and wounds covered with chitosan membranes, biomaterials cellulose+glycerol+chitosan then allowed to stand uncovered for 3, 5 and 7 days. A day after the wound was made, the wound diameter was measured with calipers. On the appointed day, the test animals were sacrificed and the wound diameter was measured again then converted into a percentage reduction in injuries and extensive views of anatomic pathology macroscopic wound.

The resulting biomaterial characteristics include increased intensity of the functional groups and thermal stability, structural changing of in the morphology, decreasing mechanical properties and percent crystallinity as well as changing in physical properties due to the addition of chitosan. Adding glycerol can increasing the intensity of functional groups, percent elongation and thermal stability but decrease tensile strength and did not affect the physical properties, percent crystallinity, and morphology structure. Giving of wound dressing biomaterials from bacterial cellulose+glycerol+chitosan did not affect the wound healing process.

(24)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ketela rambat terbesar di dunia. Menurut salah seorang narasumber yang diliput oleh wartawan Harian Kompas dalam rubrik liputan khusus pada tanggal 22 Maret 2008, Indonesia dikatakan menduduki peringkat kedua di dunia sebagai negara penghasil ketela rambat terbesar. Indonesia pada saat itu kalah dari Republik Rakyat Cina yang menduduki peringkat pertama. Menurut angka sementara BPS (2012) tentang data hasil produksi tanaman pangan di Indonesia yang dikeluarkan secara resmi melalui web BPS, produksi ketela rambat di Indonesia pada tahun 2011-2012 mencapai 2.196.033 ton. Ketela rambat oleh sebagian masyarakat Indonesia dimanfaatkan sebagai bahan makanan konsumsi, tepung ketela rambat, tepung pati serta sirup ketela rambat (Richana, 2012).

(25)

air limbah perasan ketela rambat sebagai bahan dalam pembuatan selulosa bakteri (Pratomo dan Rohaeti, 2011).

Menurut Pratomo dan Rohaeti (2011), air perasan ketela rambat ini dapat digunakan untuk membuat suatu selulosa bakteri. Selulosa bakteri secara umum dapat dibuat dari bahan alam yang cukup mengandung nutrisi melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri.

Selulosa bakteri adalah selulosa yang diproduksi oleh bakteri asam asetat dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Keunggulan tersebut di antaranya memiliki kemurnian yang tinggi, struktur jaringan yang sangat baik, kemampuan degradasi tinggi, dan kekuatan mekanik yang unik (Takayasu dan Fumihiro, 1997). Selain itu, selulosa bakteri memiliki kandungan air yang tinggi (98-99%), penyerap cairan yang baik, bersifat non-alergenik, dan dapat dengan aman disterilisasi tanpa menyebabkan perubahan karakteristiknya (Ciechańska, 2004).

(26)

sehingga untuk memperbaikki serta meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri dapat ditambahkan dengan polisakarida aktif lain atau modifikasi pada selulosa bakteri tersebut (Tampubolon, 2008)

Menurut Ciechańska (2004), sangat mungkin dilakukan modifikasi pada

selulosa bakteri melalui penambahan suatu bahan dalam media kultur. Tujuan modifikasi adalah untuk memperoleh struktur kimia, morfologi, dan struktur molekuler yang diinginkan. Dalam kasus ini, penambahan bahan lain diharapkan mampu meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri. Modifikasi tersebut dapat dilakukan melalui penambahan bahan lain seperti chitosan.

Chitosan merupakan salah satu jenis polisakarida yang bersifat bioaktif,

biokompatibel, dan tidak beracun (Kumar, Joydeep dan Tripathi, 2004). Selain itu, chitosan juga bersifat antibakteri (Alexandra, Anna, Bogumila, Alojzy dan Lukasz, 2005). Terkait dengan itu, di Institue of Chemical Fibers (IWCh) Polandia, telah melakukan modifikasi selulosa bakteri dengan chitosan yang bertujuan untuk meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri, dimana dengan meningkatnya sisi bioaktif dari selulosa bakteri maka akan meningkatkan kemampuan dari selulosa bakteri tersebut untuk digunakan sebagai komponen bioaktif dari suatu material sementara untuk merawat luka (Ciechańska, 2004).

(27)

dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan selulosa bakteri karena efisiensi pemlastisnya yang baik, ketersediaannya yang banyak dan biaya produksinya yang rendah sehingga gliserol dapat digunakan untuk memperbaiki sifat plastis dari suatu biomaterial (Epure, Griffon, Pollet dan Avérous, 2011). Menurut Bourtoom (2006), penambahan bahan pemlastis dapat digunakan untuk dapat meningkatkan sifat plastis dari suatu biomaterial.

Melalui adanya penambahan bahan tambahan lain seperti chitosan serta gliserol, tentunya akan berdampak terhadap sifat dan karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kristalinitas dan kestabilan termal) dari biomaterial selulosa bakteri. Dampak yang diperoleh dapat memperbaiki karakteristik dari selulosa bakteri atau dampak yang menurunkan karakteristik dari biomaterial tersebut. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat adanya pengaruh dari pemberian chitosan serta gliserol terhadap karakteristik dari biomaterial selulosa bakteri dan melihat kemampuan kombinasi biomaterial selulosa bakteri yang ditambahkan dengan chitosan dan gliserol dalam aplikasinya untuk mempercepat penyembuhan luka ketika digunakan sebagai penutup luka.

1. Rumusan Masalah

(28)

b. Bagaimana pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar dilihat secara makroskopis dan penurunan luas luka?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian yang terkait dengan “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan” pernah dilakukan oleh Ciechańska, Wietecha, Kaźmierczak dan Kazimierczak (2010), dengan judul “Biosynthesis of Modified Bacterial Cellulose in a Tubular Form” Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan Ciechańska et. al. adalah pada penelitian Ciechańska et.al. tidak menggunakan limbah cair ketela rambat sebagai medium untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum namun menggunakan medium selektif untuk pertumbuhan bakteri

Acetobacter xylinum, tidak menggunakan penambahan gliserol sebagai

(29)

Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan” sejauh yang peneliti ketahui belum pernah dilakukan. 3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang pembuatan biomaterial selulosa bakteri dari limbah rumah tangga untuk keperluan biomedis.

b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu metode pengembangan selulosa bakteri sebagai penutup luka dari limbah-limbah yang tidak digunakan.

c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif penutup luka yang dibuat dari limbah ketela rambat yang bersifat ramah lingkungan.

B. Tujuan

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kristalinitas dan kestabilan termal) biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka.

(30)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Selulosa Bakteri

Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi adalah sejenis polisakarida mikrobial yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri non-patogen, yang dinamakan sebagai selulosa bakterial atau selulosa yang diperoleh dari fermentasi. Aplikasi dari selulosa bakteri sangat luas, di antaranya dalam bidang membran, elektronik, tekstil, dan terutama di bidang biomedis. Hal ini dilatarbelakangi karena keunggulannya dalam hal porositas, absorbsi terhadap air, sifat mekanik, dan biokompatibilitas (Chawla, Bajaj, Survase dan Singhal, 2009).

(31)

Gambar 1. Struktur selulosa bakteri

(Festucci-Buselli, Otoni, and Joshi, 2007).

B. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Medis

Jika luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah tidak mengiritasi kulit dari pasien tersebut, yang bersifat permeable terhadap uap dan melindungi jaringan tubuh bagian dalam terhadap cedera mekanis dan infeksi. Untuk beberapa waktu penutup luka biologis yang berasal dari kulit babi atau kulit dari jenazah manusia telah digunakan, tetapi bahan tersebut mahal dan hanya dapat digunakan untuk waktu yang singkat (Ciechańska, 2004).

Selulosa mikrobial yang disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka. Selulosa bakteri juga mempunyai kerangka jaringan yang sangat baik dan hidrofilisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pembuluh darah buatan yang sesuai untuk pembedahan mikro (Hoenich, 2006).

(32)

kandungan air yang tinggi (98-99%), daya serap yang baik terhadap cairan, bersifat non-allergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Selulosa bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia. (Ciechanska, 2004).

C. Karakteristik Selulosa Bakteri

Meskipun selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan, selulosa bakteri tersusun oleh serat selulosa yang lebih baik yang dihasilkan oleh bakteri. Setiap serat tunggal dari selulosa bakteri mempunyai diameter 50 nm, dan selulosa bakteri terdapat dalam bentuk kumpulan serat-serat tunggal yang berdiameter sekitar 0,1-0,2 nm. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat-serat tunggal selulosa saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan. Diameter dari selulosa bentuk kristalin adalah 10–30 nm (Philips dan Williams, 2000).

D. Acetobacter xylinum

(33)

Bakteri Actobacter xylinum tumbuh baik dalam media yang memiliki pH 3–4. Jika pH lebih dari empat atau kurang dari tiga, proses fermentasi tidak dapat berjalan sempurna. Suhu optimum untuk pertumbuhan. Acetobacter xylinum adalah 26–270 C (Warisno, 2004).

E. Ketela Rambat 1. Sistematika Tanaman

Menurut Anonim (2012), ketela rambat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas Poir 2. Nama Tanaman

Berikut ini beberapa istilah nama tanaman ketela rambat menurut Anonin (2012):

Nama latin: Ipomoea batatas Poir

(34)

Nama daerah: Jawa: Telo rambat. Papua: Patatas. Sunda: Mantang

Common name: Inggris: Sweet potato. Melayu: Ubi keledek. Thailand: Phak

man thet. Filipina: Kamote. Jepang: Satsumaimo 3. Morfologi Tanaman

Tanaman ketela rambat merupakan tanaman semusim yang memiliki susunan tubuh utama yaitu batang, daun, bunga dan akar (umbi). Batang tanaman ketela rambat berakar banyak, berwarna hijau, kuning atau ungu, berbentuk bulat tidak berkayu, berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat (menjalar) dengan panjang tanaman 1–3 m (Rukmana, 1997). Daun ketela rambat berbentuk bulat hati, bulat lonjong dan bulat runcing tergantung varietasnya. Bunga ketela rambat berbentuk terompet, ukurannya relatif besar dengan warna putih atau putih keunguan pucat dengan warna ungu di bagian tengahnya (Juanda dan Cahyono, 2000).

Tanaman ketela rambat mempunyai umbi akar yang merupakan simpanan energi bagi tumbuhan tersebut. Bentuk daunnya sangat bervariasi dari bentuk lonjong sampai bentuk seperti jari dengan lekukan tepi yang banyak dan dalam. Ketela rambat dapat berwarna putih, orange sampai merah, bahkan ada yang berwarna kebiruan, violet atau berbintik-bintik biru. Ubi yang berwarna kuning, orange sampai merah banyak mengandung karatenoid yang merupakan prekursor vitamin A (Sediaoetoma, 1993).

(35)

antara 21–27º C yang mendapat sinar matahari 11–12 jam/hari dengan

Menurut Juanda dan Cahyono (2004), ketela rambat dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut:

a. Ketela rambat putih, yakni jenis ketela rambat yang memilki daging umbi berwarna putih.

b. Ketela rambat kuning, yakni jenis ketela rambat yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda atau putih kekuning-kuningan c. Ketela rambat orange, yakni jenis ketela rambat yang memiliki daging

umbi berwarna orange.

d. Ketela rambat jingga, yakni jenis ketela rambat yang memilki daging umbi berwarna jingga jingga muda.

e. Ketela rambat ungu, yakni jenis ketela rambat yang memilki daging umbi berwarna ungu hingga ungu muda.

5. Kandungan Kimia

(36)

yang terkandung didalamnya relatif rendah. Kandungan rata-rata bahan kering ketela rambat yaitu 30% dan sangat bervariasi tergantung pada kultivar, lokasi, iklim, tipe tanah, serangan hama dan penyakit serta cara menanamnya (Juanda, 2004).

Tabel I. Kandungan kimia ketela rambat

Komponen Jumlah

Asam askorbat (mg/100 g) 22,7

K (mg/100 g) 204,0

6. Waktu Panen Ketela Rambat

(37)

F. Chitosan

Chitosan merupakan senyawa hasil deasetilasi kitin, terdiri dari unit

N-asetil glukosamin dan N glukosamin. Adanya gugus reaktif amino pada atom C-2 dan gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-6 pada chitosan bermanfaat dalam aplikasinya yang luas yaitu sebagai pengawet hasil perikanan dan penstabil warna produk pangan, sebagai flokulan dan membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, aditif untuk produk agrokimia dan pengawet benih (Muzzarelli, 1997; Shahidi, Arachchi dan Jeon, 1999).

Chitosan sebagai bahan yang dapat diperbarui secara alami mempunyai

sifat yang unik seperti biokompatibel, biodegradable, non-toksik, dan kemampuan untuk pembentukan lembaran yang bagus. Chitosan mempunyai dua gugus reaktif, yaitu amino dan hidroksil yang secara kimia dapat melakukan interaksi pada temperatur ruangan. Adanya gugus amino memungkinkan untuk dilakukan beberapa modifikasi kimia (Xiaoxiao, Wang dan Bai, 2009).

Berdasarkan sifat fisika dan kimia yang dimilikinya, chitosan banyak digunakan dalam bidang farmasi, produk kosmetik, penyaringan air, perawatan kulit, dan perlindungan tanaman. Selain itu, chitosan dapat juga digunakan sebagai pasta gigi, pencuci mulut, dan permen karet kunyah. Hal ini karena

chitosan dapat menyegarkan nafas, mencegah terjadinya plak pada mulut, dan

(38)

Gambar 2. Struktur chitosan

(Pardosi, 2008).

Berdasarkan sifat fisika dan kimia yang dimilikinya, chitosan banyak digunakan dalam bidang farmasi, produk kosmetik, penyaringan air, perawatan kulit, dan perlindungan tanaman. Selain itu, chitosan dapat juga digunakan sebagai pasta gigi, pencuci mulut, dan permen karet kunyah. Hal ini karena

chitosan dapat menyegarkan nafas, mencegah terjadinya plak pada mulut, dan

mencegah kerusakan gigi. Dalam bidang teknologi jaringan, chitosan dan turunannya diaplikasikan sebagai penutup luka, sistem pengiriman obat, dan pengisi implant (Kumar, et.al, 2004).

G. Karakteristik Chitosan

Chitosan merupakan padatan putih yang tidak larut dalam air, pelarut

organik, alkali, dan asam mineral, dalam berbagai kondisi. Chitosan larut dalam asam formiat, asam asetat, dan asam organik lainnya dalam keadaan dipanaskan sambil diaduk. Chitosan larut dalam asam mineral pekat, apabila dalam kondisi yang bagus diperoleh dalam bentuk endapan. Namun dengan asam nitrat, chitosan yang terbentuk adalah chitosan nitrat yang sukar larut (Manskaya, dan Drodzora, 1968). Pelarut yang paling sering digunakan adalah CH3COOH. Menurut Sugita

(2009), kelarutan chitosan yang paling baik adalah dalam larutan asam asetat 2%. Kelarutan chitosan dalam pelarut asam anorganik adalah terbatas.

(39)

fosfat. Stabilitas larutan chitosan pada pH diatas tujuh adalah rendah akibat dari pengendapan ataupun pembentukan gel yang terjadi pada range pH alkali. Larutan

chitosan membentuk kompleks poli-ion dengan hidrokoloid anionik dan

menghasilkan gel (Nadarajah, 2005).

Parameter lain yang berpengaruh pada sifat chitosan adalah berat molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD). Derajat deasetilasi menunjukkan berkurangnya gugus asetil dari chitin menjadi gugus amino pada chitosan. Penentuan DD dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti titrimetri HBr, spektroskopi IR, FDUV-spektrofotometri, X-RayDiffraction dan spektroskopi 1H NMR. Penentuan DD dengan spektroskopi IR dilakukan dengan metode base line. Berikut ini rumus untuk perhitungan DD seperti ditunjukkan oleh Persamaan 1. DD =

serapan hidroksil dan digunakan sebagai standar internal. Faktor 1,33 merupakan nilai perbandingan

untuk chitosan terdeasetilasi

(40)

H. Gliserol

Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 200 C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 2900 C. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik (Anonim, 1976).

Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku (anti freeze) dan juga merupakan senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya (Austin, 1985).

Demikian juga dalam industri polimer, senyawa poliol banyak digunakan sebagai pemlastis maupun pemantap. Senyawa poliol ini dapat diperoleh dari hasil industri petrokimia, maupun langsung dari transformasi minyak nabati dan olahan industri oleokimia. Dibandingkan dengan hasil industri petrokimia, senyawa poliol dari minyak nabati dan industri oleokimia dapat diperbaharui, sumbernya mudah diperoleh, dan juga akrab dengan lingkungan karena mudah terdegradasi dalam alam (Goudung, 2004).

I. Luka

(41)

untuk tujuan tertentu, seperti luka insisi pada operasi atau luka akibat trauma seperti luka akibat kecelakaan (Mann, Breuhahn, Schirmacher, Blessing, 2001).

Penyembuhan luka adalah proses normalisasi integritas kulit dan jaringan dibawahnya melalui berbagai tahap peradangan akut. Penyembuhan erat kaitannya dengan peradangan. Peradangan merupakan proses yang sangat awal dari penyembuhan luka. Sebelum terjadi penyembuhan, produk dari inflamasi seperti eksudat dan sel mati telah bergerak dari wilayah tersebut. Proses ini disertai dengan meleburnya jaringan mati. Peristiwa ini terjadi karena enzim autolitik dari jaringan mati itu sendiri (autolisis) dan juga karena enzim yang dikirim dari leukosit peradangan (heterolisis). Material cair kemudian siap diabsorbsi ke dalam pembuluh limfa dan membuka jalan untuk penyembuhan luka (Vegad, 1996).

(42)

Gambar 3. Tahapan penyembuhan luka

(43)

J. Penutup Luka

Penutup luka yang ideal menurut Eldin, Soliman, Hashem dan Tamer (2008) serta Czaja et. al. (2006) seharusnya adalah penutup luka yang mampu memiliki beberapa fungsi berikut:

1 Menyediakan lingkungan yang lembab bagi luka / permukaan penutup luka.

2 Melindungi luka secara fisik dari infeksi bakteri. 3 Steril, murah dan mudah digunakan.

4 Menyerap kelebihan eksudat tanpa kebocoran di permukaan penutup luka. 5 Menyerap bau luka.

6 Melindungi luka secara mekanik dan suhu.

7 Mampu menyediakan pori-pori yang digunakan untuk sirkulasi pergantian udara dan cairan.

8 Secara signifikan mengurangi rasa nyeri pada luka.

9 Tidak toksik, tidak mengandung pirogen, tidak mensensitasi dan tidak menyebabkan alergi baik pada pasien maupun pada staf medis.

10 Tidak menempel di luka dan ketika dilepas tidak menyebabkan rasa nyeri atau trauma pada luka.

(44)

pemberian energi. Interaksi antara gugus dengan atom yang mengelilinginya dapat menandai spektrum itu dalam setiap senyawa.

Analisis kualitatif, dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya absorbsi pada frekuensi tertentu dan merupakan penanda ada tidaknya gugus fungsional tertentu. Penggunaan spektrofotometri infra merah pada bidang kimia organik menggunakan daerah dari 650-4000 cm-1 (15,4-2,5 μm) (Sastrohamidjojo, 2007).

Gugus fungsional dalam molekul dianalisis secara kualitatif dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak spesifik yang menunjukkan jenis gugus funsgional. Analisis secara kuantitatif dilakukan berdasarkan hukum Lambert-Beer, ditunjukkan pada Persamaan 2.

A = log (Io/I) = a c l ………..….. (2) Keterangan :

A = absorbansi

Io = intensitas sinar masuk

I = Intensitas sinar yang ditransmisikan a = koefisien absorpsi (M-1 cm-1) c = konsentrasi zat (M)

l = panjang lintasan (cm)

(45)

pada garis dasar. Absorbansi (A) pada frekuensi yang diberikan (dalam cm-1) terlihat pada Persamaan 3.

Absorbansi (A) = log (Io/I) = log (AC/AB) ……….. (3) Keterangan :

AC = Io = intensitas sinar masuk

AB = I = intensitas sinar yang ditransmisikan

AC dan AB ditentukan dari spektrum infra merah seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Metode mengkonstruksi garis dasar dalam spektrum infra merah

(Stevens, 2001). Gambar 5 menunjukkan karakteristik serapan dari selulosa bakteri menunjukkan puncak di sekitar daerah 3350 cm-1 yang menunjukkan O-H

stretching dan di sekitar daerah 2916,81 cm-1 yang menunjukkan CH stretching.

(46)

sekitar daerah 1333,5 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari C-H. Adanya pita di sekitar 3367,1 cm-1 menunjukkan vibrasi simetrik dari amina NH. Adanya puncak disekitar daerah 2927,41 cm-1 menunjukkan vibrasi C-H. Adanya puncak disekitar daerah 896,73 cm-1 dan 1154,19 cm-1 berkaitan dengan struktur sakarida dari

chitosan. Adanya puncak yang melebar di sekitar daerah 1080,91 cm-1

menunjukkan vibrasi stretching C-O (de Souza Costa-Junior, Pereira dan Mansur, 2009; Rao, Naidu, Subha, Sairam dan Aminabhavi, 2006). Gambar 5. menunjukkan contoh spektra inframerah dari selulosa bakteri dan chitosan.

(47)

menginterpretasikan gugus-gugus fungsi dari spektra IR yang didapatkan. Hasil korelasi dari gugus-gugus fungsi ini disajikan pada Tabel II.

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah selulosa dan chitosan Kode Serapan G 1158 1154 Anti-symmetric stretching

of the C–O–C bridge H 1067 1072 Skeletal vibrations

involving the C–O stretching

L. Foto Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya, gambar yang didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi (Utami, 2007).

Foto SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut di-scan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi, kemudian sinyalnya diperkuat, besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Pada layar CRT tersebut, gambar struktur objek yang sudah diperbesar dapat terlihat (Utami, 2007).

(48)

arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal atau tinggi rendahnya struktur memiliki resolusi rendah (Utami, 2007). Contoh foto hasil SEM dari selulosa bakteri ditunjukkan pada Gambar 6. Foto SEM tersebut menggunakan perbesaran 5000x.

Gambar 6. Foto SEM selulosa bakteri

(Freire, Silvestre, Gandini dan Neto, 2011).

M. Analisis Sifat Mekanik dengan Uji Tarik

Uji tarik merupakan salah satu analisis mekanik dari suatu bahan polimer. Kekuatan tarik menggambarkan kekuatan tegangan maksimum spesimen untuk menahan gaya yang diberikan (Billmeyer 1984). Kuat tarik merupakan ukuran besarnya beban atau gaya yang dapat ditahan sebelum suatu sampel rusak atau putus. Kekuatan tarik diukur dengan menarik polimer pada dimensi yang seragam. Tegangan tarik (σ) adalah gaya yang diaplikasikan (F) dibagi dengan

luas penampang (A).

Perpanjangan tarik (elongasi, ε) adalah perubahan panjang sampel yang

dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan (Billmeyer 1984).

Pengujian kuat tarik akan menghasilkan kurva tegangan-regangan

(stress-strain). Informasi yang diperoleh dari kurva tegangan-regangan untuk

(49)

putus (elongation at break) dari bahan. Kekuatan atau tegangan tarik diukur dengan menarik sekeping polimer dengan dimensi yang seragam (Rosida, 2007). Contoh data sifat mekanik dari selulosa bakteri ditunjukkan pada Tabel III.

Tabel III. Hasil sifat mekanik komposit selulosa bakteri nano kristal/polivinil alkohol

(George, Ramana, Bawa dan Siddaramaiah, 2011).

N. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD)

Difraksi sinar X merupakan metode analisis yang didasarkan pada hamburan cahaya pada kisi kristal yang dikenai sinar X. Metode ini dapat digunakan dalam penentuan struktur kristal suatu padatan dengan menganalisis pola difraksinya dan juga digunakan untuk penentuan komposisi bahan penyusun suatu campuran. Pola difraksi sinar X khas untuk setiap material karena masing-masing komponen terdiri dari susunan atom tertentu.

Morfologi dan struktur polimer dapat diperoleh dari pemeriksaan visual serta interpretasi matematika terhadap pola dan intensitas radiasi terhambur, termasuk derajat kristalinitas (Rabek, 1983).

(50)

kristalinitasnya akan semakin besar sehingga bersifat semakin kristalin, demikan pula sebaliknya apabila strukturnya bercabang maka akan cenderung bersifat amorf. XRD sangat penting untuk analisis polimer karena XRD dapat memperlihatkan indeks dari struktur kristal, dan derajat kristalinitas (Rosida, 2007).

Menurut Anggraeni (2003), derajat kristalinitas dapat ditentukan bila difraksi kristalin dipisahkan dari difraksi amorf, dengan cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi (amorf dan kristalin) seperti ditunjukkan oleh Persamaan 4.

Derajat kristalinitas = Luas kristalin ×100% ………. (4) Luas (kristalin+amorf)

Contoh hasil difraksi sinar-X dari selulosa bakteri dan chitosan ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan chitosan

(Stefanescu, et. al., 2012).

O. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA)

Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan teknik yang cukup tua

(51)

dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) karena memberikan tipe informasi yang sama. Termogram yang dihasilkan keduanya mempunyai kaitan dengan kapasitas panas ΔT untuk DTA dan ΔQ/dt untuk DSC, sehingga termogram-termogram DSC dan DTA memiliki bentuk yang sama.

Instrumentasi alat DTA memiliki perbedaan yang signifikan dengan DSC. Perbedaannya yaitu dalam DTA, sampel dan referensi keduanya dipanaskan oleh sumber pemanasan yang sama dan dicatat perbedaan temperatur antar keduanya. Ketika terjadi suatu transisi dalam sampel tersebut, misalnya, transisi gelas atau reaksi ikat silang–temperatur sampel akan tertinggal di belakang temperatur referensi jika transisi tersebut endotermik dan akan mendahului jika transisi tersebut eksotermik (Stevens, 2001).

Secara skematik termogram DTA untuk polimer semikristalin ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Termogram DTA untuk polimer semikristalin

(52)

P. Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) Analisis termal gravimetri merupakan metode analisis yang menunjukkan sejumlah urutan dari lengkungan termal, kehilangan berat dari bahan dari setiap tahap, dan suhu awal penurunan (Mc Neil, 1989). Analisis termal gravimetri dilakukan untuk menentukan kandungan pengisi dan kestabilan termal dari suatu bahan. Contoh termogram TGA dari selulosa bakteri ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Termogram dari selulosa bakteri

(Stefanescu, et. al., 2012).

Q. Landasan Teori

Biomaterial dari selulosa bakteri dapat dibuat dari bahan dasar limbah ketela rambat melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri Actobacter

xylinum. Selulosa bakteri ini memiliki sifat bioaktif rendah sehingga dapat

(53)

ini akan diaplikasikan pada luka di kulit sehingga jika selulosa bakteri memiliki fleksibilitas yang rendah maka selulosa bakteri akan mudah putus saat diaplikasikan khususnya jika diaplikasikan pada luka di daerah persendian.

Chitosan bersifat sebagai bakteriostatik serta mempercepat regenerasi sel pada

kulit yang rusak sehingga dengan penambahan chitosan diharapkan dapat meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri dan mempercepat proses penyembuhan luka jika selulosa bakteri ini diaplikasikan pada luka. Namun seiring dengan adanya penambahan gliserol dan chitosan ini akan mempengaruhi karakteristik dari selulosa bakteri sehingga perlu dilakukan proses karakterisasi. Karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis sifat fisik secara makroskopis dan organoleptis; gugus fungsi; struktur morfologi; sifat mekanik; kestabilan termal serta kristalinitasnya.

R. Hipotesis

1. Limbah cair ketela rambat dapat membentuk suatu biomaterial.

2. Pemberian gliserol dan chitosan dapat mempengaruhi karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kestabilan termal dan kristalinitas) dari biomaterial yang terbentuk.

(54)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat eksperimental murni sederhana dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu: 1. Variabel utama

Variabel utama dalam penelitian ini meliputi:

a. Variabel bebas: Pengaruh lama pemberian biomaterial pada kulit yang terluka.

b. Variabel tergantung: Kemampuan biomaterial dalam mempercepat penyembuhan kulit yang terluka.

2. Variabel pengacau

Variabel pengacau dalam penelitian ini meliputi:

(55)

b. Variabel pengacau tidak terkendali: suhu, cuaca, intensitas cahaya matahari, kelembaban udara, kondisi bakteri, kondisi patologis dan fisiologis tikus.

C. Definisi Operasional

1. Biomaterial adalah sediaan yang berupa selulosa bakteri yang merupakan hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum.

2. Selulosa bakteri adalah sejenis polisakarida mikrobial hasil fermentasi yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri non-patogen.

3. Ketela rambat adalah ketela yang tumbuh merambat di atas tanah. Pada penelitian ini ketela rambat yang digunakan adalah ketela rambat dengan daging umbi yang berwarna putih.

4. Limbah ketela rambat adalah limbah cair yang dihasilkan dari proses pemisahan sari pati dari ketela rambat pada saat pembuatan tepung pati ketela rambat.

5. Chitosan adalah senyawa hasil deasetilasi chitin, terdiri dari unit N-asetil

glukosamin dan N-glukosamin.

(56)

7. Film adalah lembaran tipis dari biomaterial yang telah dikeringkan.

8. Analisis mekanik adalah analisis untuk melihat kualitas suatu film yang meliputi kuat tarik dan persen perpanjangan.

9. Kuat tarik (tensile strength) adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh film selama pengukuran berlangsung sampai film terputus.

10. Nilai elongasi atau persen perpanjangan (persen elongation) merupakan perubahan panjang maksimal film sebelum putus.

11. Analisis struktur morfologi merupakan analisis untuk melihat bentuk morfologi/kenampakan dari suatu biomaterial baik kenampakan bentuk permukaan maupun kenampakan bentuk melintang.

12. Kristalinitas adalah nilai yang menyatakan perbandingan daerah kristal suatu polimer dengan nilai kristal+amorf yang dapat menunjukkan keteraturan struktur suatu material.

13. Parameter penyembuhan luka yang diamati adalah pengamatan makroskopis/patologi anatomi luka dan persentase penurunan luas luka. 14. Patologi anatomi penyembuhan luka yang diamati meliputi ada tidaknya

keropeng, tingkat kekeringan luka dan warna luka.

(57)

D. Alat dan Bahan 1. Alat

Spektrofotometer IR (IR Shimadzu Prestige-21), seperangkat instrumen SEM (Jeol JSM T300), fine coat ion sputter (Jeol JFC 1100), alat uji tensile strength

(Universal Testing Machine Zwick Z 0.5,) alat pencetak dumbble (Dumb Bell Ltd

Japan Saitama Cutter SOL-100), mikrometer (Mitotuyo MT-485 dial Thickness

Gage 2046F), TGA-DTA Analyzer (Perkin-Elmer Diamond), alat XRD (Rigaku

Multiflex 2 kW), pendingin (Rigaku), timbangan digital (Mettler-Toledo B.V.PC

2000), oven drying (Memmert BE 500), autoklaf (ALP Co.,Ltd. Model KT-40),

magnetic stirrer-hot plate (Heidolph MR 2002), seperangkat alat gelas (Pyrex dan

Duran), Nampan (Lion Star dengan dimensi 230x176x39 mm), spatula, magnetic

stirrer, timbangan, pisau, talenan, gunting (Han Kwang Korea), blender

(Moulinex), baskom, cawan petri (Pyrex), kain mori, kain warna hitam, plastik,

toples, spuit injeksi i.p. ukuran 1 mL (Terumo), seperangkat alat bedah, jangka sorong (Mitutuyo), Alat cukur dan metabolic cage.

2. Bahan

Ketela rambat yang bagian daging umbinya berwarna putih, gula pasir, urea kualitas teknis, alkohol 70 % kualitas teknis, asam asetat glasial kualitas teknis, gliserol kualitas teknis, chitosan kualitas teknis, kultur bakteri Acetobacter

xylinum, NaOH kualitas p.a. buatan E.Merck®

,

HCl kualitas p.a. buatan

(58)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman ketela rambat dilakukan dengan bantuan seorang determinator, cara determinasi yang digunakan adalah dengan membandingkan ciri-ciri umbi ketela rambat dan tanaman ketela rambatnya yang ditumbuhkan sendiri dengan ciri-ciri tanaman dan umbi dari ketela rambat yang ada dalam web botani resmi (www.plantamor.com) serta mencocokkan dengan buku deskripsi tanaman ketela rambat yang ditulis oleh Huamán (1991), yang terdapat di Laboratorium Botani Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Pemilihan Bahan

Umbi ketela rambat yang dipilih ini adalah umbi ketela rambat yang bagian dalamnya berwarna putih agak kekuningan serta kulitnya berwarna kekuningan dan dipanen pada waktu ketela rambat berumur tiga bulan. Waktu pengambilan umbi ini dilakukan di bulan Juni dan November tahun 2012. 3. Preparasi Limbah Cair Ketela Rambat

Preparasi limbah cair ketela rambat dilakukan sesuai prosedur pembuatan tepung pati dari ketela rambat seperti yang dikutip dari Surat Kabar Harian Republika pada tanggal 21 Juli 2011. Pada berita tersebut, disebutkan bahwa “Untuk membuat tepung pati ubi jalar menurut Ratih

Suratih dari Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa. Caranya:

Ubi dikupas dan kemudian dicuci hingga bersih. Ubi jalar diparut

(59)

perbandingan ubi jalar:air adalah 1:1. Setelah itu, bubur disaring dengan

menggunakan kain. Bubur ubi jalar diperas hingga sari patinya keluar, dan

hanya tertinggal serat sertanya di dalam kain. Biarkan saripati itu

mengendap. Kira-kira tunggu sampai 12 jam. Cairan di atas endapan

dibuang, kemudian endapan yang berupa pasta dijemur, bisa menggunakan

tampah saat menjemurnya. Hasilnya? Tepung pati ubi jalar yang bertekstur

agak kasar. Apabila kita ingin lebih halus, dapat dihaluskan menggunakan

mesin selep, ataupun blender.”

(60)

4. Orientasi Pembuatan Membran Chitosan

Sejumlah 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat dengan konsentrasi 2% di atas hot plate sambil diaduk dengan magnetic

stirrer. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam 4 cawan petri bersih lalu

petri ditutup dan dikeringkan dengan diangin-anginkan di udara terbuka. 5. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif

Sejumlah 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat dengan konsentrasi 2% di atas hot plate sambil diaduk dengan magnetic

stirrer. Larutan chitosan lalu dituang ke atas nampan yang telah dicuci

alkohol 70% dan dikeringkan lalu diletakkan selama beberapa hari di udara terbuka untuk menjamin penguapan solven secara sempurna. Setelah beberapa hari maka akan terbentuk produk membran yang transparan dan fleksibel. Membran chitosan yang terbentuk lalu disimpan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi silika gel.

6. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi

(61)

Setelah chitosan larut lalu ditambahkan 10 gram gula pasir dan 0,5 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut.

Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 0,5 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam cawan petri yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan masing-masing cawan petri diisi sebanyak 25 mL larutan campuran lalu cawan petri ditutup sambil didinginkan hingga sesuai suhu kamar. Setelah dingin, cawan petri dibuka dan tiap cawan petri yang berisi larutan campuran ditambahkan 5 mL

Acetobacter xylinum secara aseptis dan proses ini dikerjakan di dalam

Laminar Air Flow, setelah bakteri dituang ke dalam cawan petri, cawan petri

ditutup dan difermentasi selama 7-14 hari pada suhu kamar. Setelah 7-14 hari, penutup cawan dibuka dan dilihat apakah terbentuk lapisan pelikel. 7. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan

dengan Metode Perebusan dan Memakai Nampan sebagai Tempat Fermentasi

(62)

Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 0,5 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% sambil didinginkan hingga sesuai suhu kamar. Setelah dingin, larutan campuran ditambahkan 20 mL

Acetobacter xylinum secara aseptis lalu nampan ditutup dengan rapat

menggunakan koran dan difermentasi selama 7-14 hari pada suhu kamar. Setelah 7-14 hari, penutup nampan dibuka dan dilihat apakah terbentuk lapisan pelikel.

8. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Pelapisan

Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic

stirrer, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya

(63)

Setelah 7-14 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci beberapa kali dengan air PAM, lalu dengan

aquadest, lalu dengan air panas, lalu lapisan pelikel ini ditimbang dengan

timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lalu larutan chitosan 2% yang telah dibuat dituangkan ke atas lapisan pelikel dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu antara 37- 400 C selama kurang lebih 2 minggu.

9. Pembuatan Material Selulosa Bakteri (S) sebagai Kontrol Karakterisasi Biomaterial

Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic

stirrer, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya

(64)

dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Setelah dingin, tambahkan 40 mL

Acetobacter xylinum dan nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran

dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar.

Setelah 7 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci berturut-turut dengan air PAM, dengan

aquadest, dengan air panas kemudian lapisan pelikel ini ditimbang dengan

timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lapisan pelikel ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang lebih 2 minggu.

(65)

disimpan di dalam plastik dan diletakkan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi silika gel.

10. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG)

Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic

stirrer, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya

diaduk hingga larut. Bila pH larutan campuran masih berkisar antara 5-6, campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Lalu campuran ditambahkan 40 mL Acetobacter xylinum dan nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar.

Setelah 7 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci berturut-turut dengan air PAM, dengan

aquadest, dengan air panas kemudian lapisan pelikel ini ditimbang dengan

(66)

dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lapisan pelikel ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang lebih 2 minggu.

Setelah 2 minggu atau setelah air pada nampan ini kering, lapisan pelikel ini dikeluarkan dari oven dan dijemur dibawah cahaya matahari selama kurang lebih 1 minggu dengan sebelumnya nampan yang berisi pelikel ini ditutup dengan kain hitam. Setelah 1 minggu atau setelah lapisan pelikel ini membentuk lembaran tipis, lapisan pelikel ini ditimbang lalu disimpan di dalam plastik dan diletakkan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi silika gel.

11. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK)

(67)

dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar.

Lapisan pelikel yang terbentuk dicuci beberapa kali dengan air kran, lalu dengan aquadest, lalu dengan air panas, lalu lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan

aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam

dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang dan lapisan pelikel ditimbang.

(68)

12. Analisis Karakteristik Biomaterial

a. Analisis sifat fisik secara makroskopis dan organoleptis. Analisis ini meliputi pengamatan dari warna, tekstur, bentuk dan transparansi dari masing-masing sampel.

b. Analisis gugus fungsi menggunakan instrumen FT-IR. Analisis ini menggunakan seperangkat alat FTIR dan dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA UGM. Langkah-langkahnya adalah lapisan tipis atau pelikel yang diperoleh dari hasil fermentasi dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar inframerah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa alur kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

(69)

d. Analisis sifat mekanik. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi 1, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sampel material yang telah dikeringkan dipotong dengan ukuran 11 cm x 2 cm. Hasil potongan/spesimen dimasukkan ke dalam pemotong dumbble dan dilakukan pencetakan bentuk. Kemudian dilakukan pemotongan sesuai pola yang terbentuk pada sampel. Lalu sampel diukur ketebalannya dengan mikrometer Mitutoyo lalu kedua sisi hasil pemotongan ini lalu dikaitkan pada Universal Testing Machine. Aktifkan program Test Zwick. Power dan panel pada posisi ON. Isikan data sampel sesuai ukuran standar. Spesifikasi alat yang digunakan yaitu memakai pisau dengan standar ASTM. Lalu alat dinyalakan dan diset dengan test speed = 10 mm/min lalu spesimen diamati sampai putus, pengujian dihentikan ketika spesimen sudah putus. Data yang diperoleh berupa persen perpanjangan (percent elongation), kuat tarik (tensile

strength) dan F max.

e. Uji sifat termal dengan alat Differential Thermal Analysis (DTA). Uji dengan Differential Thermal Analysis ini dilakukan di Balai Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta. Sebanyak ± 15 mg sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam krus tempat sampel yang sebelumnya telah diisi sedikit oleh alumina standar yang diproduksi oleh

Perkin-Elmer untuk analisis DTA-TGA dan dimasukkan pada tempat untuk

(70)

pada bagian reference dalam alat DTA-TGA analyzer lalu pada instrumen ini dikalibrasi beratnya dengan menggunakan reference agar diperoleh berat sampel yang diinginkan. Lalu kondisi alat ukur dioperasikan pada suhu 30-4000 C dengan kecepatan pemanasan 100 C per menit dan alat dinyalakan. Pada komputer, diatur ke program untuk membaca DTA lalu termogram DTA yang dihasilkan lalu dicetak dalam kertas.

f. Uji sifat termal dengan alat Thermal Gravimetric Analysis (TGA). Uji dengan Thermal Gravimetric Analysis ini dilakukan di Balai Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta. Sebanyak ± 15 mg sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam krus tempat sampel yang sebelumnya telah diisi sedikit oleh alumina standar yang diproduksi oleh

Perkin-Elmer untuk analisis DTA-TGA dan dimasukkan pada tempat untuk

(71)

g. Uji kristalinitas dengan alat X-Ray Diffraction (XRD). Uji XRD ini dilakukan dengan memakai instrumen X-Ray Diffraction yang dilakukan di Laboratorium XRD, Jurusan Teknik Geologi UGM. Langkah-langkahnya adalah lembaran film dipotong dengan ukuran 2x2 cm. Sampel tersebut kemudian dipasang di sample holder dan sampel diusahakan rata di atas sample holder. Selanjutnya pendingin alat XRD dihidupkan dan instrumen XRD dihidupkan lalu diatur kondisi alat dengan sudut putar 2θ = 2° sampai 80°, scan step = 0,04 dan scan speed = 4 °/menit serta tegangan dan arus pada instrumen disesuaikan dengan

standard measurenment dari instrumen dan dirotasikan agar benar-benar

terorientasi secara acak. Hasil uji ini berupa difraktrogram hubungan antara intensitas dan sudut 2θ.

13. Sterilisasi Produk

Produk biomaterial yang sudah dikeringkan serta membran chitosan yang telah dibuat lalu dipotong menjadi beberapa bagian dengan ukuran 1x1 cm lalu dimasukkan ke dalam cawan petri dan selanjutnya dimasukkan ke dalam autoklaf dan disterilisasi dengan suhu 1210 C selama 15 menit. Setelah disterilisasi, produk biomaterial ini siap digunakan.

14. Orientasi Penyembuhan Luka Secara Normal

Hewan uji dicukur bulunya terlebih dahulu hingga bersih dengan alat cukur steril kemudian hewan uji ditimbang. Setelah ditimbang, hewan uji lalu diberi ketamine dan xylazine secara intra peritonial. Dosis ketamine dan

(72)

pada hewan uji. Setelah hewan uji teranastesi maka dibuat luka eksisi menggunakan seperangkat gunting bedah steril pada lapisan kulit hewan uji yang digunakan hingga ini membentuk luka eksisi dengan kedalaman tertentu dengan diameter kurang lebih satu cm. Luka yang terbentuk lalu diamati perhari selama empat belas hari untuk menentukan lamanya aplikasi dari perlakuan pemberian biomaterial pada hewan uji.

15. Pengelompokkan Hewan Uji

Gambar

Gambar 1. Struktur selulosa bakteri (Festucci-Buselli, Otoni, and Joshi, 2007).
Tabel I. Kandungan kimia ketela rambat Jumlah 72,84
Gambar 2.
Gambar 3. Tahapan penyembuhan luka (Shaw dan Martin, 2009).
+7

Referensi

Dokumen terkait

FnsseluBn na&nal dnlm skda besar unrnl nmgrfugi .ot peFlo, Konsttuksi ydg bsll dd pDsedur pdawatan yeg nudah ul0l nemastikm. sia p.iai yee lebih pejsg dengd

Hal-hal kecil ini yang pada akhirnya mampu menghasilkan pemuda yang mau membuka diri bahkan bersentuhan langsung dengan politik yang dulu mereka anggap sebagai

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI WILAYAH INDUSTRI TPT KABUPATEN BANDUNG.. (STUDI KASUS:

Selain itu juga, penulis mendapatkan ilmu dari proses editing berita, bagaimana sebuah berita yang akan disajikan dalam televisi dilakukan tahap.. Dari situlah

Kepada peserila yang keberalan alas pengumuman ini, dibenkan kesempalan unluk mengajukan sanggahan kepada Unil Layanan Pengadaan Kemenlerian Perindustnan

Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan

t@alolosi sebinsca lebih dike.al denad s.ntawa akil Senyr*r shtt n'i merup3td hsil mellbolimc sctmder dari hunbulm irr scndni dimen. I)enyebdor dm julannya dalm

Besar torsi yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis koil, bentuk elektroda busi dan kondisi mesin, jenis koil standar lebih optimum pada penggunaan busi TDR