• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MELALUI MODEL PROBLEM BASED

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MELALUI MODEL PROBLEM BASED"

Copied!
310
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MELALUI MODEL PROBLEM BASED

LEARNING UNTUK SISWA KELAS V DI SDN GAMBIRANOM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Tio Purnama Sari NIM: 161134233

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020

(2)

iv

PERSEMBAHAN Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1. Bapa di surga yang selalu memberkati dan memberikan cinta kasih-Nya yang begitu berlimpah dalam kehidupan saya.

2. Bapak dan mamak tersayang, M. Pardede dan R. Siahaan yang tidak pernah lupa untuk terus mendoakan dan memberi semangat kepada saya.

3. Saudara-saudara saya tercinta: Putri Ramos, A.Md.Kep., Andy Rofson, S.Kep., Leony Mauli, dan Charlie Kokoh yang selalu setia memberikan penghiburan.

4. Sahabat-sahabat dari Bangka, khususnya alumni asrama St. Theresia Pkp dan SMAK St. Yosef: Susi, Ribka, Yessi, Irene, Thalia, Lauren, kak Dyut, dan yang lainnya, terima kasih untuk waktu dan kenangan yang sudah dilalui bersama baik di asrama maupun di Jogja.

5. Sahabat-sahabat terngenes se-Indonesia: Ama, Tiwi, dan Jaga yang setia menjomblo dan berjuang bersama dalam senang ataupun susah, sehat ataupun sakit. Mari untuk tetap bersama sampai tua nanti. Teman-teman seperjuangan lainnya: Eda Arni, Ira, Ayu Yahni yang memberikan semangat satu sama lain.

6. Ibu dan papa Ama yang sudah seperti orang tua sendiri di Jogja. Augie tersayang, ponakan aunty Tio di Jogja sekaligus menjadi sobat ambyar.

7. Agnes Herlina Dwi H., S.Si., M.T., M.Sc., selaku DPA dan dosen pembimbing

untuk skripsi saya yang memberikan semangat dan arahan selama mengerjakan

skripsi ini.

(3)

v

“MOTTO”

Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut.

Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?

~Mazmur 56: 12

Ai ndang adong na so tarpatupa Debata!

~Lukas 1: 37

Saya adalah pejalan kaki yang lambat…

Tetapi saya tidak pernah berjalan mundur!

~Abraham Lincoln

(4)

viii ABSTRAK

PENINGKATAN SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MELALUI MODEL PROBLEM BASED

LEARNING UNTUK SISWA KELAS V DI SDN GAMBIRANOM Tio Purnama Sari

Universitas Sanata Dharma 2020

Penelitian dilatarbelakangi oleh rendahnya sikap ilmiah dan hasil belajar IPA siswa kelas VB di SDN Gambiranom. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan upaya peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa kelas VB pada pembelajaran IPA melalui penerapan model problem based learning di SDN Gambiranom; (2) meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas VB pada pembelajaran IPA melalui penerapan model problem based learning di SDN Gambiranom; (3) meningkatkan hasil belajar siswa kelas VB pada pembelajaran IPA melalui penerapan model problem based learning di SDN Gambiranom.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VB di SDN Gambiranom yang berjumlah 31 siswa. Objek penelitian adalah sikap ilmiah dan hasil belajar melalui penerapan model problem based learning. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan wawancara, observasi, dan tes. Analisis data penelitian menggunakan analisis kualitatif deskriptif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan; (1) upaya peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa kelas VB pada pembelajaran IPA di SDN Gambiranom dengan menerapkan model problem based learning dilaksanakan melalui langkah-langkah berikut: orientasi masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu/kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, dan menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah; (2) penerapan model problem based learning dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas VB pada pembelajaran IPA di SDN Gambiranom dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 66,6 dan meningkat pada siklus II menjadi 81,4;

(3) penerapan model problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VB pada pembelajaran IPA di SDN Gambiranom dengan nilai rata- rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 75,6 dan meningkat pada siklus II menjadi 82,9.

Kata kunci: sikap ilmiah, hasil belajar, model problem based learning

(5)

ix ABSTRACT

THE IMPROVEMENT OF SCIENTIFIC ATTITUDES AND LEARNING OUTCOMES OF BLOOD CIRCULATION SYSTEM MATERIAL THROUGH

THE PROBLEM-BASED LEARNING MODEL FOR CLASS V STUDENTS IN GAMBIRANOM ELEMENTARY SCHOOL

TioPurnama Sari Sanata Dharma University

2020

The background of this research are based on the low scientific attitude and learning outcomes students class VB of Natural Sciences in Gambiranom elementary school. The objective of the research are: (1) to describe the efforts to improve scientific attitudes and learning outcomes students class VB in science learning through the application of the problem-based learning model in Gambiranom elementary school; (2) to improve the scientific attitude students class VB in science learning through the application of the problem-based learning model in Gambiranom elementary school; (3) to improve learning outcomes students class VB in science learning through the application of the problem-based learning model in Gambiranom elementary school.

The type of this research is Classroom Action Research (CAR). The study is conducted in two cycles. The research subjects are students of class VB in Gambiranom elementary school, amounting to 31 students. The objects of this research are scientific attitudes and learning outcomes of science through the application of problem-based learning models. Data collection techniques are obtained by interviewing, observing, and testing. Descriptive qualitative and quantitative analysis are used in this research.

The results showed; (1) efforts to improve scientific attitudes and learning outcomes students class VB in science learning Gambiranom elementary school by applying problem-based learning models can be implemented in the following steps: problem orientation, organizing students to learn, guiding individual or group investigations, developing and presenting work, and analyzing and evaluating problem-solving results; (2) the application of the problem-based learning model can improve the scientific attitude students class VB in science learning Gambiranom elementary school with the average cycle I of 66.6 and increased in cycle II is 81.4; (3) the application of the problem-based learning model can improve the learning outcomes students class VB in science learning Gambiranom elementary school with the average cycle I of 75.6 and increased in cycle II which is 82.9.

Keywords: scientific attitude, learning outcomes, problem based learning model

(6)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAM PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Kajian Pustaka ... 10

1. Teori-teori yang Mendukung ... 10

a. Sikap Ilmiah ... 10

b. Rasa Ingin Tahu ... 12

c. Sikap Berpikir Kritis ... 15

d. Hasil Belajar ... 21

(7)

xiii

e. Pembelajaran IPA... 24

f. Materi IPA Kelas V ... 27

g. Model Problem Based Learning (PBL) ... 30

2. Hasil Penelitian yang Relevan ... 40

B. Kerangka Berpikir ... 45

C. Hipotesis Tindakan ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

A. Jenis Penelitian ... 48

B. Setting Penelitian ... 51

1. Tempat ... 51

2. Waktu Penelitian ... 51

3. Subjek Penelitian ... 51

4. Objek Penelitian ... 51

C. Persiapan Penelitian ... 51

D. Rencana setiap Siklus ... 52

1. Siklus I ... 53

a. Perencanaan ... 53

b. Pelaksanaan ... 53

c. Observasi ... 58

d. Refleksi ... 58

2. Siklus II ... 59

a. Perencanaan ... 59

b. Pelaksanaan ... 59

c. Observasi ... 64

d. Refleksi ... 65

E. Teknik Pengumpulan Data ... 65

1. Non Tes ... 65

a. Observasi ... 65

b. Wawancara ... 66

2. Tes ... 66

F. Instrumen Penelitian ... 67

(8)

xiv

1. Instrumen Non-tes ... 67

a. Pedoman Observasi ... 67

b. Pedoman Wawancara ... 69

2. Instrumen Tes ... 72

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 74

1. Validitas ... 74

a. Validitas Isi (Content Validity) ... 74

b. Validitas Empiris (Empirical Validity)... 79

2. Reliabilitas ... 83

H. Teknik Analisis Data ... 85

1. Perhitungan Sikap Ilmiah... 86

2. Perhitungan Hasil Belajar ... 86

I. Kriteria Keberhasilan ... 87

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 89

A. Hasil Penelitian ... 89

1. Proses Penelitian ... 89

a. Kondisi Awal ... 89

b. Upaya Peningkatan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar ... 91

c. Deskripsi Pelaksanaan Setiap Siklus ... 92

2. Analisis Data Hasil Penelitian ... 108

a. Sikap Ilmiah ... 108

b. Hasil Belajar ... 112

3. Rekapitulasi Data Penelitian ... 115

B. Pembahasan ... 116

1. Upaya Peningkatan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar ... 117

a. Orientasi Masalah... 117

b. Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar... 118

c. Membimbing Penyelidikan Individu atau Kelompok ... 120

d. Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Kerja ... 121

e. Menganalisis dan Mengevaluasi Hasil Pemecahan Masalah... 123

2. Peningkatan Sikap Ilmiah ... 124

(9)

xv

3. Peningkatan Hasil Belajar ... 128

BAB V PENUTUP ... 131

A. Kesimpulan... 131

B. Keterbatasan Penelitian ... 132

C. Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 133

LAMPIRAN ... 140

DAFTAR RIWATAR HIDUP ... 297

(10)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2. 1 Pengelompokkan Dimensi Sikap Ilmiah ... 12

Tabel 2. 2 Indikator Sikap Berpikir Kritis ... 20

Tabel 3. 1 Kisi-kisi Pedoman Observasi Sikap Ilmiah ... 67

Tabel 3. 2 Pedoman Wawancara Pembelajaran IPA ... 69

Tabel 3. 3 Pedoman Wawancara Sikap Ilmiah ... 70

Tabel 3. 4 Kisi-kisi Soal Evaluasi... 72

Tabel 3. 5 Rincian Penskoran Soal Evaluasi ... 73

Tabel 3. 6 Kriteria Kelayakan Perangkat Pembelajaran ... 75

Tabel 3. 7 Skala Penilaian Validitas Instrumen... 76

Tabel 3. 8 Komponen Penilaian Validitas Lembar Observasi Sikap Ilmiah ... 76

Tabel 3. 9 Komponen Penilaian Validitas Pedoman Wawancara ... 76

Tabel 3. 10 Komponen Penilaian Validitas RPP ... 77

Tabel 3. 11 Komponen Penilaian Validitas Soal Evaluasi ... 78

Tabel 3. 12 Hasil Perhitungan Validitas Instrumen Penelitian ... 79

Tabel 3. 13 Hasil Validitas Soal Pilihan Ganda Siklus I ... 80

Tabel 3. 14 Hasil Validitas Soal Uraian Siklus I ... 81

Tabel 3. 15 Hasil Validitas Soal Pilihan Ganda Siklus II ... 82

Tabel 3. 16 Hasil Validitas Soal Uraian Siklus II... 83

Tabel 3. 17 Kriteria Kelayakan Reliabilitas ... 84

Tabel 3. 18 Hasil Reliabilitas Soal Pilihan Ganda Siklus I ... 84

Tabel 3. 19 Hasil Reliabilitas Soal Uraian Siklus I ... 84

Tabel 3. 20 Hasil Reliabilitas Soal Pilihan Ganda Siklus II... 85

Tabel 3. 21 Hasil Reliabilitas Soal Uraian Siklus II ... 85

Tabel 3. 22 Kriteria Keberhasilan ... 88

Tabel 4. 1 Data Awal Hasil Belajar IPA ... 90

Tabel 4. 2 Data Sikap Ilmiah Siklus I ... 109

Tabel 4. 3 Data Sikap Ilmiah Siklus II ... 110

(11)

xvii

Tabel 4. 4 Data Hasil Belajar IPA ... 112

Tabel 4. 5 Rekapitulasi Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar ... 115

(12)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1 Bagan Literatur Penelitian Relevan... 45

Gambar 3. 1 Tahapan PTK Model Kemmis dan MC Tagart ... 50

Gambar 4. 1 Grafik Peningkatan Sikap Ilmiah ... 113

Gambar 4. 2 Grafik Peningkatan Hasil Belajar ... 115

(13)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ... 141

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 142

Lampiran 3. Surat Izin Validitas Ahli ... 143

Lampiran 4. Hasil Validitas Ahli ... 145

Lampiran 5. Instrumen Wawancara ... 178

Lampiran 6. Hasil Wawancara ... 182

Lampiran 7. Kondisi Awal Sikap Ilmiah ... 190

Lampiran 8. Instrumen Observasi Sikap Ilmiah ... 192

Lampiran 9. Hasil Observasi Sikap Ilmiah ... 198

Lampiran 10. Rekapitulasi Nilai Sikap Ilmiah Siswa ... 203

Lampiran 11. Rekapitulasi Dimensi Sikap Ilmiah setiap indikator ... 205

Lampiran 12. Kondisi Awal Hasil Belajar ... 206

Lampiran 13. Soal Evaluasi Siklus I ... 207

Lampiran 14. Hasil Soal Evaluasi Siklus I ... 210

Lampiran 15. Soal Evaluasi Siklus II ... 213

Lampiran 16. Hasil Soal Evaluasi Siklus II ... 216

Lampiran 17. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Siswa ... 227

Lampiran 18. RPP Siklus I ... 228

Lampiran 19. RPP Siklus II ... 260

Lampiran 20. Materi Pembelajaran ... 291

Lampiran 21. Kriteria Penilaian Sikap dalam Kurikulum 2013 ... 295

Lampiran 22. Foto-foto Kegiatan ... 296

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Peneliti membahas kelima topik tersebut secara berurutan.

A. Latar Belakang Masalah

IPA merupakan ilmu-ilmu yang mempelajari peristiwa yang terjadi di alam semesta. IPA menjadi salah satu muatan pelajaran yang cukup disenangi oleh siswa sekolah dasar, karena berkaitan dengan alam. Akan tetapi, sebagian besar siswa juga mengalami kesulitan dalam memahami konsep IPA. Proses pembelajaran IPA yang belum dikemas dengan baik menyebabkan pembelajaran menjadi tidak menarik. Hal ini membuat siswa menjadi cepat bosan saat mengikuti pembelajaran dan tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru. Dampaknya yaitu rendahnya hasil belajar IPA, karena pada proses pembelajaran siswa tidak memperhatikan sehingga mengalami kesulitan.

Selain proses pembelajaran IPA yang belum dikemas dengan baik, faktor

lain yang juga mempengaruhi hasil belajar ialah sikap yang dimiliki siswa. Hal

ini senada dengan Slameto (2010: 188) yang mengatakan bahwa faktor lainnya

yang juga mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Sikap yang perlu

dikembangkan pada proses pembelajaran IPA, yaitu sikap ilmiah. Sikap ilmiah

berkaitan erat dengan hasil belajar siswa. Bundu (2006: 139) juga mengatakan

bahwa sikap ilmiah dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Siswa yang

(15)

memiliki sikap ilmiah akan mudah memahami materi yang disampaikan sehingga membuat siswa termotivasi untuk selalu berprestasi dan memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai keberhasilan dan keunggulan pada hasil belajar (Harso dkk, 2014). Gega (dalam Bundu, 2006: 139) mengemukakan bahwa dimensi sikap ilmiah terdiri dari, rasa ingin tahu, sikap penemuan, sikap berpikir kritis, dan sikap teguh pendirian. Dimensi sikap ilmiah yang penting dimiliki siswa, yaitu rasa ingin tahu dan sikap berpikir kritis. Hal ini senada dengan pendapat Marjono (dalam Susanto, 2013: 167) yang mengatakan bahwa dalam pembelajaran IPA jenjang sekolah dasar, hal yang harus diutamakan adalah cara mengembangkan rasa ingin tahu dan sikap berpikir kritis siswa terhadap suatu masalah. Rasa ingin tahu akan membuat siswa terpacu untuk menumbuhkan sikap ingin belajar dan memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih mendalam. Begitu juga dengan sikap berpikir kritis, sangat diperlukan dalam kegiatan belajar untuk memperoleh pemahaman terhadap sesuatu, melakukan evaluasi serta menyelesaikan suatu masalah.

Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada hari Kamis, 05 Maret 2020 menunjukkan bahwa siswa kelas VB di SDN Gambiranom memiliki sikap ilmiah yang rendah.

Proses pembelajaran IPA di kelas masih terfokus pada guru. Selain itu sumber

belajar yang digunakan hanya terpaku pada buku pegangan (paket). Selama

proses pembelajaran beliau sudah menggunakan metode yang cukup beragam,

yaitu ceramah, tanya jawab, demonstrasi, dan diskusi. Akan tetapi proses

pembelajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah. Selain itu beliau

(16)

juga belum mengggunakan model pembelajaran inovatif. Proses pembelajaran yang berlangsung seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap ilmiah siswa terhadap suatu masalah. Akan tetapi proses pembelajaran di kelas hanya diarahkan pada kemampuan untuk menghafal dan menimbun informasi. Siswa tidak dituntut untuk memahami konsep atau informasi yang diperoleh dan menghubungkannya dengan situasi atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil wawancara dengan guru kelas VB mengatakan bahwa, siswa saat ini memang memiliki sikap ilmiah yang rendah. Dari 31 siswa hanya yang mendapat peringkat 1 - 10 saja yang memiliki rasa ingin tahu dan sikap berpikir kritis yang tinggi sedangkan yang lainnya tergolong biasa saja dan lebih banyak yang rendah. Pada saat guru mengajukan pertanyaan, hanya satu atau dua siswa saja yang aktif menjawab sedangkan yang lain hanya diam saja.

Siswa harus dipancing terlebih dahulu dengan cara menyebutkan langsung nama siswa untuk menjawab. Pada saat berdiskusi hanya 50% siswa saja yang mau memberikan kritik atau sanggahan. Beliau juga mengatakan ketika siswa diberikan permasalahan, biasanya mereka kembali bertanya kepada guru terkait permasalahan yang disampaikan. Siswa tidak berusahan menemukan sendiri pemecahan dari masalah yang diajukan oleh guru.

Hasil wawancara guru juga diperkuat dengan hasil observasi sikap ilmiah

siswa yang dilakukan oleh peneliti pada hari Sabtu, 07 Maret 2020 dengan

menggunakan instrumen observasi. Berdasarkan hasil observasi 31 siswa kelas

VB diperoleh nilai rata-rata dimensi sikap ilmiah pada rasa ingin tahu sebesar

(17)

42,3 dan 40,1 untuk sikap berpikir kritis. Nilai rata-rata dari kedua dimensi sikap ilmiah tersebut dijumlahkan kemudian dibagi dua untuk mendapatkan nilai awal sikap ilmiah siswa, sehingga nilai awal sikap ilmiah sebesar 41,2.

Rendahnya sikap ilmiah berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VB terkait hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA, masih ada siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa pada tahun ajaran 2018/2019. KKM untuk pembelajaran IPA di SDN Gambiranom yaitu 75, sedangkan nilai rata-rata hasil belajar IPA yang diperoleh siswa sebesar 70,19.

Dapat dilihat bahwa nilai tersebut masih berada di bawah KKM yang sudah ditentukan sekolah. Dari 29 siswa, hanya ada 12 siswa saja yang mendapat nilai tuntas KKM sedangkan 17 lainnya belum mencapai KKM. Hal ini menunjukkan bahwa 58,6% siswa masih mengalami kesulitan pada pembelajaran IPA.

Dalam proses pembelajaran IPA, guru mengatakan bahwa sangat jarang menggunakan model pembelajaran inovatif. Hal ini dikarenakan kurangnya waktu, sedangkan materi yang dibahas cukup banyak, seperti sistem peredaran darah. Ada organ beserta bagian-bagiannya belum lagi ditambah dengan alur peredaran darah dan yang lainnya, sehingga menuntut siswa harus banyak menghafal terkait materi.

Oleh sebab itu pentingnya mencari solusi mengatasi permasalahan

tersebut, guru diharapkan harus kritis dan aktif dalam memilih dan

menggunakan model pembelajaran yang cocok bagi siswa. Model

(18)

pembelajaran yang cocok dapat meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran yang sudah berlangsung. Peningkatan sikap ilmiah ini dapat menjadikan hasil belajar tercapai dengan maksimal.

Model pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar pada pembelajaran IPA, yaitu problem based learning (PBL).

Barrow (dalam Shoimin, 2014: 130) mengatakan bahwa salah satu karakteristik

model PBL, yaitu belajar diawali dengan adanya pengajuan masalah. Adanya

pengajuan masalah tersebut dapat memberikan stimulus kepada siswa untuk

mau belajar dan mencari lebih banyak informasi terkait materi sehingga dapat

menyelesaikan permasalahan tersebut. Kegiatan ini secara tidak langsung dapat

mengembangkan dimensi sikap ilmiah yaitu rasa ingin tahu. Hal ini sejalan

dengan pendapat Amalia dan Pujiastuti (2016: 524) yang mengatakan bahwa

rasa ingin tahu dapat dipupuk dengan cara memberikan permasalahan yang

menantang kepada siswa. Pada model PBL siswa akan dibimbing untuk dapat

menyelidiki masalah, mencari informasi dari sumber yang relevan,

menganalisis argumen, mengola data, membuat kesimpulan sehingga dapat

menemukan hasil pemecahan masalah dan mengembangkan dimensi sikap

ilmiah yakni sikap berpikir kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Amalia dan

Pujiastuti (2016: 526) yang mengatakan bahwa model PBL mengarahkan siswa

untuk memiliki sikap berpikir kritis, karena siswa akan dibimbing supaya dapat

memecahkan masalah, mengumpulkan informasi, mengola data, serta

menyimpulkan materi yang diperoleh. Salah satu kelebihan PBL yaitu siswa

dibimbing untuk memecahkan masalah otentik yang diajukan. Kegiatan ini

(19)

akan membuat siswa lebih memahami konsep dari materi yang diajarkan karena mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut melalui proses pemecahan masalah. Hal tersebut membuat siswa mampu mengingat lebih baik informasi dan pengetahuan terkait materi, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Model PBL sudah pernah digunakan pada penelitian sebelumnya untuk meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa. Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh keempat tokoh menunjukkan peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa. Hasil penelitian Situmorang (2015) dan Aprilianti (2018) menunjukkan bahwa model PBL dapat meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA. Adapun hasil penelitian Jayanti (2019) dan Adi (2018) menunjukkan bahwa model PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA.

Berdasarkan uraian di atas mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian dengan menggunakan model PBL. Peneliti juga semakin yakin

menggunakan model tersebut, karena penelitian yang terdahulu dapat

membuktikan bahwa model pembelajaran PBL dapat meningkatkan sikap

ilmiah dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA. Penelitian yang

dilakukan oleh peneliti berjudul “Peningkatan Sikap Ilmiah dan Hasil

Belajar IPA Materi Sistem Peredaran Darah Melalui Model Problem

Based Learning untuk Siswa Kelas V di SDN Gambiranom”.

(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana upaya peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa kelas VB pada pembelajaran IPA melalui penerapan model problem based learning di SDN Gambiranom?

2. Apakah penerapan model problem based learning dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas VB pada pembelajaran IPA di SDN Gambiranom?

3. Apakah penerapan model problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VB pada pembelajaran IPA di SDN Gambiranom?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan upaya peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa kelas VB pada pembelajaran IPA melalui penerapan model problem based learning di SDN Gambiranom.

2. Meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas VB pada pembelajaran IPA melalui penerapan model problem based learning di SDN Gambiranom.

3. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VB pada pembelajaran IPA melalui

penerapan model problem based learning di SDN Gambiranom.

(21)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya:

1. Siswa

a. Dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa.

b. Dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa pada materi sistem peredaran darah manusia.

c. Memotivasi siswa agar lebih aktif lagi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.

2. Guru

a. Sebagai masukan dan dorongan kepada guru mengenai pengaruh penerapan model problem based learning terhadap hasil belajar siswa.

b. Menambah wawasan dan motivasi guru mengenai penggunakan model pembelajaran dalam proses pembelajaran IPA.

3. Peneliti

a. Memberikan pengalaman baru dalam mengatasi kesulitan yang dialami siswa melalui penerapan model problem based learning.

b. Memberikan masukan dan pengetahuan baru terkait model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA.

c. Untuk melatih peneliti dalam membuat proposal penelitian tindakan

kelas.

(22)

E. Definisi Operasional

1. Sikap ilmiah adalah suatu perilaku yang harus dimiliki oleh seorang untuk mencapai pengetahuan yang diharapkan.

2. Hasil belajar adalah ukuran/kriteria dari keberhasilan pada aspek kognitif (pengetahuan) yang diperoleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran sebagai bukti yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

3. Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah kumpulan ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam secara sistematis yang memuat fakta (faktual), konsep, dan teori yang akurat dari pengamatan sehingga dapat diterima secara logis atau akal sehat.

4. Model problem based learning (PBL) adalah proses pembelajaran yang

diawali dengan adanya pengajuan masalah, di mana siswa secara mandiri

menggali pengetahuan yang sudah dimiliki dan membandingkan dengan

pengetahuan baru sehingga dapat mengembangkan sikap ilmiah dan

kemampuan memecahkan masalah. Model PBL yang digunakan pada

penelitian ini terdiri dari 5 langkah, yaitu; orientasi masalah,

mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu

dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, dan

menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.

(23)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab II membahas mengenai kajian pustaka, kerangka berpikir dan hipotesis tindakan. Peneliti membahas ketiga topik tersebut secara berurutan.

A. Kajian Pustaka

1. Teori-teori yang Mendukung a. Sikap Ilmiah

1) Pengertian Sikap Ilmiah

Sikap ilmiah adalah perilaku tertentu yang diambil dan dikembangkan oleh ilmuwan untuk memperoleh hasil yang diharapkan (Iskandar dalam Hendracipta, 2016: 111). Surajiyo (dalam Harso dkk, 2014) juga mengemukakan bahwa sikap ilmiah merupakan suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan yang objektif. Sikap ilmiah yang dimiliki oleh seseorang dapat dibentuk melalui metode ilmiah tertentu (Sodiq, 2014: 31).

Sikap ilmiah mengandung dua makna, yaitu attitude toward science dan attitude of science. Attitude toward science yang

mengarah pada sikap terhadap IPA seperti senang atau tidak senang,

menarik atau tidak menarik, bosan dan sebagainya. Sedangkan

attitude of science yang mengarah pada sikap yang melekat dalam diri

siswa setelah mempelajari IPA seperti rasa ingin tahu, sikap berpikir

kritis, dan lain sebagainya (Harlen dalam Harso, 2014).

(24)

Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus dikembangkan dalam pembelajaran IPA. Di mana sikap tersebut sesuai dengan sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuan dalam melakukan penelitian dan memaparkan hasil penelitiannya (Susanto, 2013: 167). Selain itu Dasna (dalam Harso dkk, 2014) mengatakan bahwa sikap ilmiah juga sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena dapat membantu seseorang dalam melakukan pertimbangan yang rasional pada saat mengambil suatu keputusan.

Berdasarkan penjelasan sikap ilmiah di atas, peneliti berpendapat bahwa sikap ilmiah adalah suatu perilaku yang harus dimiliki oleh seseorang untuk mencapai pengetahuan yang diharapkan. Dimensi sikap ilmiah yang menjadi fokus pada penelitian ini yaitu rasa ingin tahu dan sikap berpikir kritis.

2) Dimensi Sikap Ilmiah

Gega (dalam Bundu, 2006: 139) mengemukakan bahwa dimensi

sikap ilmiah terdiri dari; rasa ingin tahu, sikap penemuan, sikap

berpikir kritis, dan sikap teguh pendirian. Selain itu Sulistyorini

(dalam Susanto. 2013: 169) juga mengatakan bahwa dimensi sikap

ilmiah dalam pembelajaran IPA terdiri dari; rasa ingin tahu, ingin

mendapat yang baru, berpikir bebas, tidak putus asa, tidak

berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, kerjasama, dan

kedisiplinan diri. Pengelompokan dimensi sikap ilmiah dapat dilihat

pada tabel 2.1 berikut ini:

(25)

Tabel 2.1 Pengelompokkan Dimensi Sikap Ilmiah Gega

(dalam Bundu 2006: 139)

Sulistyorini

(dalam Susanto. 2013: 169) Rasa ingin tahu Rasa ingin tahu

Sikap penemuan Ingin mendapat yang baru Sikap berpikir kritis Berpikir bebas

Sikap teguh pendirian Tidak putus asa Tidak berprasangka Mawas diri

Bertanggung jawab Kerjasama

Kedisiplinan diri

Pada penelitian ini menggunakan dua dimensi sikap ilmiah yakni rasa ingin tahu dan sikap berpikir kritis, sesuai dengan latar belakang penelitian. Selain itu dua dimensi sikap tersebut sangat penting dalam proses pembelajaran. Rasa ingin tahu akan mendorong siswa untuk ingin belajar, sedangkan sikap berpikir kritis diperlukan untuk memperoleh pemahaman terhadap materi.

b. Rasa Ingin Tahu

1) Pengertian Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu adalah sikap atau tindakan yang selalu berusaha untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar (Daryanto dan Darmiatun, 2013: 71).

Mustari (2014: 85) mengemukakan bahwa kuriositas atau rasa ingin

tahu adalah emosi yang dihubungkan dengan sikap atau perilaku

mencari atau menggali informasi secara alamiah seperti eksplorasi,

investigasi, dan belajar. Fauzan (dalam Hidayati, 2016: 47) juga

mengemukakan bahwa rasa ingin tahu merupakan sikap di mana

(26)

seseorang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Seseorang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan memiliki kecerdasan intelektual yang baik, karena mereka akan mencari tahu sehingga memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih mendalam.

Rasa ingin tahu merupakan kemampuan bawaan yang terdapat dalam diri makhluk hidup yang terjadi pada manusia sejak bayi sampai tua. Hidayati (2016: 91) berpendapat bahwa rasa ingin tahu merupakan sikap yang sangat penting untuk dikembangkan oleh siswa. Rasa ingin tahu menjadi bekal siswa supaya dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan adanya rasa ingin tahu membuat siswa terpacu untuk menumbuhkan sikap ingin belajar, sehingga mereka mampu mengeksplorasi apa yang ada dilingkungannya untuk dipelajari lebih detail. Rasa ingin tahu dapat diintegrasikan pada materi yang berhubungan dengan IPA.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti berpendapat bahwa rasa

ingin tahu adalah sikap yang ada pada diri seseorang untuk menggali

atau mengetahui lebih dalam mengenai suatu informasi secara alamiah

sehingga memperoleh ilmu pengetahuan. Rasa ingin tahu menjadi

sikap penting yang harus dimiliki oleh siswa karena dapat

menumbuhkan sikap ingin belajar sehingga akan berdampak baik

terhadap hasil belajar siswa itu sendiri.

(27)

2) Indikator Rasa Ingin Tahu

Daryanto dan Darmiatun (2013: 147) mengemukakan 4 indikator rasa ingin tahu pada siswa kelas IV – VI, diantaranya:

a) Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang berkaitan dengan pembelajaran.

b) Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi.

c) Bertanya mengenai peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan teknologi yang baru didengar.

d) Bertanya tentang sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran tetapi di luar dari yang sedang dibahas di dalam kelas.

Bundu (2006: 141) juga mengemukakan 4 indikator rasa ingin tahu, yaitu: a) antusias mencari jawaban, b) perhatian pada obyek yang diamati, c) antusias pada proses IPA, dan d) menanyakan setiap langkah kegiatan.

Berdasarkan indikator yang dipaparkan oleh kedua ahli di atas,

peneliti memilih 4 indikator rasa ingin tahu yang akan digunakan

dalam penelitian. Keempat indikator tersebut terdiri dari: a) antusias

mengajukan pertanyaan, b) antusias mencari jawaban, c) perhatian

pada objek yang diamati, dan d) antusias pada proses IPA. Peneliti

memilih keempat indikator tersebut karena sudah merangkum dari

semua indikator yang dipaparkan oleh kedua ahli.

(28)

c. Sikap Berpikir Kritis

1) Pengertian Sikap Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan suatu sikap untuk mau berpikir lebih mendalam tentang masalah-masalah atau hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang (Glaser dalam Prihanti, 2015: 126).

Susanto (2013: 121) juga mengemukakan bahwa sikap berpikir kritis merupakan suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang suatu ide/gagasan yang berkaitan dengan konsep yang diberikan atau permasalahan yang dipaparkan. Sikap berpikir kritis berhubungan dengan asumsi bahwa berpikir merupakan suatu potensi yang terdapat di dalam diri manusia yang perlu dikembangkan untuk kemampuan yang lebih optimal. Selain itu Gunawa (dalam Suprijono, 2016: 30) juga menyatakan bahwa sikap berpikir kritis adalah kemampuan berpikir tingkat kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Sikap berpikir kritis (critical thinking) sama dengan pengambilan keputusan, perencanaan strategis, proses ilmiah, dan pemecahan masalah (Rahmat dalam Suprijono, 2016: 30).

Sikap berpikir kritis sangat diperlukan dalam kegiatan belajar

sehari-hari untuk memperoleh pemahaman terhadap sesuatu,

melakukan evaluasi, serta menyelesaikan suatu masalah. Suprijono

(2016: 39) berpendapat bahwa sikap berpikir kritis siswa perlu

dikembangkan untuk keberhasilan dalam pedidikan dan kehidupan

sehari-hari di masyarakat. Dalam bidang pendidikan, sikap berpikir

(29)

kritis dapat membantu siswa dalam memahami materi yang dipelajari dengan melakukan evaluasi secara kritis argumen yang terdapat pada buku teks, teman diskusi, dan tidak menutup kemungkinan terhadap argumen yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran.

Salah satu cara untuk mengembangkan atau memperkuat sikap berpikir kritis siswa, yaitu melalui proses pembelajaran di sekolah.

Selain itu sikap berpikir kritis juga bisa dikembangkan dengan memberikan pengalam bermakna. Siswa yang memiliki sikap berpikir kritis tidak dengan mudah menerima atau menolak suatu materi pembelajaran yang diberikan oleh guru. Hal ini menyebabkan siswa akan mencermati, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, sehingga proses pembelajaran yang dilakukan lebih bermakna.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti berpendapat bahwa sikap berpikir kritis adalah sikap berpikir lebih mendalam tentang ide/gagasan atau permasalahan yang diajukan dalam jangkauan pengalaman seseorang melalui analisis dan evaluasi. Sikap berpikir kritis sangat penting dikembangkan dalam bidang pendidikan, karena akan membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran.

2) Karakteristik Sikap Berpikir Kritis

Karakteristik seseorang yang memiliki sikap berpikir kritis terlihat pada saat menyikapi masalah, informasi atau argumen.

Karakteristik sikap berpikir kritis menurut Prihanti (2015: 129), antara

lain; a) menggunakan bukti ilmiah dengan baik, b) mengelola pikiran

(30)

dan menyampaikannya secara konsisten dan jelas, c) membedakan sesuatu secara logis, d) menagguhkan keputusan jika terdapat bukti yang kurang mendukung, e) mengerti perbedaan antara memberi alasan dan mencari alasan, f) mampu belajar secara mandiri dan tidak mudah putus asa dalam mengerjakan sesuatu, g) dapat menyampaikan struktur informasi dengan formal, h) dapat memberikan argumen secara lisan jika terjadi ketidaksesuaian, i) membiasakan meragukan pendapat sendiri dan berusaha memahaminya, j) menyadari bahwa kemampuan memahami sesuatu terbatas, dan k) mengakui jika pendapat yang diutarakan keliru.

Berdasarkan penjabaran terkait karakteristik sikap berpikir kritis di atas, peneliti berpendapat bahwa siswa yang memilki sikap kritis memiliki karakteristik diantaranya: selalu menggunakan bukti ilmiah dalam memutuskan sesuatu; mampu mengelola pikiran dan menyampaikannya dengan jelas; mampu membedakan sesuatu secara logis; mampu belajar secara mandiri dalam mengerjakan sesuatu; dan dapat memberikan argumen.

3) Manfaat Sikap Berpikir Kritis

Wahidin (dalam Ahmatika, 2017: 399) mengemukakan manfaat yang diperoleh dari pembelajaran yang menekankan pada sikap berpikir kritis, yaitu:

a) Belajar lebih ekonomis, dalam artian proses pembelajaran yang

berlangsung akan bertahan lama dalam pikiran siswa.

(31)

b) Menambah semangat dan atusias dalam mengikuti pembelajaran, baik pada guru maupun pada siswa.

c) Siswa diharapkan dapat memiliki sikap ilmiah.

d) Siswa memiliki kemapuan untuk memecahkan masalah baik pada saat proses pembelajaran di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti berpendapat bahwa sangat penting untuk menumbuhkan sikap berpikir kritis dalam diri siswa. Siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah, pembelajaran yang berlangsung juga akan bertahan lama dalam pikiran siswa, guru dan siswa lebih mudah dalam melaksanakan proses pembelajaran, dan dapat mengembangkan salah satu dimensi sikap ilmiah. Manfaat dari sikap berpikir kritis tersebut juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

4) Indikator Sikap Berpikir Kritis

Ennis (dalam Prihanti, 2015: 135) mengemukakan 12 indikator sikap berpikir kritis yang terangkum ke dalam 5 kelompok kemampuan berpikir, antara lain:

a) Memberikan penjelasan sederhana, meliputi: memfokuskan

pertanyaan, menganalisis argumen, dan bertanya dan menjawab

terkait sesuatu atau permasalahan.

(32)

b) Membangun keterampilan dasar, meliputi: mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi.

c) Menyimpulkan, meliputi: mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat dan menentukan hasil pertimbangan.

d) Memberikan penjelasan lanjut, meliputi: mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi dan mengidentifikasi asumsi.

e) Mengatur strategi dan taktik, meliputi: menentukan suatu tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.

Kuswana (2012: 198) juga mengemukakan 5 indikator sikap

berpikir kritis, yaitu: menjelaskan, menilai dasar keputusan, menduga,

membuat pengandaian dan mengintegrasikan kemampuan, dan

menggunakan kemampuan berpikir kritis. Kelima indikator tersebut

telah dirangkum, yaitu: a) mengidentifikasi fokus masalah,

pertanyaan, dan kesimpulan, b) menganalisis argumen, c) bertanya

dan menjawab pertanyaan klarifikasi, d) menilai kredibilitas sumber,

e) mengamati dan menilai laporan observasi, f) menyimpulkan dan

menilai keputusan, g) mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan

ketidakpastian dan keraguan, h) menggabungkan kemampuan lain dan

pendapat orang lain dalam membuat dan mempertahankan keputusan,

i) menerapkan strategi yang tepat dalam diskusi dan presentasi.

(33)

Indikator sikap berpikir kritis dari kedua ahli tersebut dimuat pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Indikator Sikap Berpikir Kritis

No Ennis

(dalam Prihanti, 2015: 135)

Kuswana (2012: 198)

1. Memfokuskan pertanyaan Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan, dan kesimpulan

2. Menganalisis argumen Menganalisis argumen 3. Bertanya dan menjawab

terkait sesuatu atau permasalahan

Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi

4. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak

Menilai kredibilitas sumber

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi

Mengamati dan menilai laporan observasi

6. Mendeduksi dan

mempertimbangkan hasil deduksi

Menyimpulkan dan menilai keputusan

7. Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi

Mempertimbangkan alasan

tanpa membiarkan

ketidakpastian dan keraguan 8. Membuat dan menentukan

hasil pertimbangan

Menggabungkan kemampuan lain dan pendapat orang lain

dalam membuat dan

mempertahankan keputusan 9. Menentukan suatu tindakan Menerapkan strategi yang tepat

dalam diskusi dan presentasi 10. Berinteraksi dengan orang

lain

11. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi

12. Mengidentifikasi asumsi

Berdasarkan indikator yang disampaikan oleh kedua ahli,

peneliti berpendapat bahwa terdapat kesamaan dari indikator-indikator

yang sudah dipaparkan di atas. Dari indikator-indikator tersebut,

kemudian peneliti memilih 5 indikator sikap berpikir kritis yang akan

(34)

digunakan dalam penelitian ini, yaitu: a) menjawab pertanyaan, b) menganalisis argumen, c) memecahkan masalah, d) menyimpulkan, dan e) mengevaluasi. Selain itu Peneliti mengambil lima indikator karena sesuai dengan karakteristik siswa dalam model PBL.

d. Hasil Belajar

1) Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari proses belajar (Susanto, 2013: 5). Senada dengan hal tersebut Rusman (2017: 129) juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah pengalaman-pengalaman yang diperoleh siswa di mana mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jenkins dan Unwin (dalam Karwati, 2014: 214) juga berpendapat bahwa hasil belajar atau learning outcome merupakan pernyataan yang menunjukkan terkait

apa yang dapat dikerjakan siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.

Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa

dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam

skor, skor tersebut diperoleh dari hasil evaluasi atau penilaian terkait

materi pembelajaran tertentu yang sudah dipelajari (Nawawi dalam

Susanto, 2013: 5). Jihad dan Haris (2012: 15) juga mengatakan bahwa

untuk melihat hasil belajar, harus dilakukan evaluasi atau penilaian

sebagai tindak lanjut atau cara mengukur penguasaan siswa terhadap

suatu materi.

(35)

Berdasarkan uraian dari para ahli di atas, peneliti berpendapat bahwa hasil belajar adalah ukuran/kriteria dari keberhasilan pada aspek kognitif (pengetahuan) yang diperoleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran sebagai bukti yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar pada penelitian ini diperoleh dari nilai soal evaluasi siklus I dan II.

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Munadi (dalam Rusman, 2017: 130-131) juga mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar, meliputi faktor internal dan eksternal, yaitu:

a) Faktor internal

 Fisiologis: secara umum pada saat kondisi fisiologis seperti kesehatan siswa dapat mempengaruhinya dalam menerima materi pelajaran.

 Psikologis: setiap individu memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, hal ini juga mempengaruhi hasil belajar siswa.

Faktor psikologis meliputi; inteligensi (IQ), perhatian, minat- bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.

b) Faktor eksternal

 Lingkungan: meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Belajar pada tengah hari di dalam ruangan dengan ventilasi

udara yang kurang tentunya akan berbeda dengan suasana

(36)

belajar di pagi hari dengan udara yang masih segar dengan ruangan yang cukup mendukung untuk bernapas lega.

 Instrumental: faktor yang penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana dalam mencapai tujuan-tujuan belajar yang sudah direncanakan. Contohnya berupa kurikulum, sarana, dan guru.

Selain itu menurut teori Gestalt (dalam Susanto, 2013: 12), belajar merupakan proses perkembangan. Perkembangan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh banyak hal dan berdampak pada hasil belajar siswa. Pengaruh tersebut bisa berasal baik dari dalam siswa sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal). Pengaruh dari siswa itu sendiri, dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa baik jasmani maupun rohani.

Sedangkan lingkungan, yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor

yang mempengaruhi hasil belajar siswa terbagi menjadi dua, yaitu

faktor internal yang berasal dari siswa dan faktor eksternal yang

berasa dari luar diri siswa. Faktor internal bisa disebabkan oleh

kondisi jasmani dan rohani serta kemampuan intelektul siswa,

sehingga membuat siswa tidak dapat menyerap materi secara

(37)

maksimal dan berdampak pada hasil belajar. Sedangkan ekternal bisa disebabkan oleh kondisi lingkungan, di mana kurangnya sarana prasarana yang harus digunakan, sumber belajar, kemampuan guru, dan bimbingan orang tua.

e. Pembelajaran IPA 1) Pengertian IPA

Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu natural science yang artinya ilmu tentang alam atau ilmu-ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Samatowa, 2010: 3). Sumanto (dalam Putra, 2013: 40) juga mengatakan bahwa IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep- konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.

Susanto (2013: 167) juga mengatakan bahwa IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapat suatu kesimpulan.

Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu

memahami alam secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk

mencari tahu, sehingga siswa lebih mendalami mengenai alam sekitar

(Putra, 2013: 40). Selain itu Samatowa (2010: 4) juga mengatakan

bahwa IPA dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan objektif.

(38)

Pengetahuan yang benar berdasarkan tolak ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya dapat diterima oleh akal sehat atau logis, sedangkan objektif artinya sesuai dengan objek dan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamat melalui panca indra.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti berpendapat bahwa IPA adalah kumpulan ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam secara sistematis yang memuat fakta (faktual), konsep, dan teori yang akurat dari pengamatan sehingga dapat diterima secara logis atau akal sehat. Pembelajaran IPA di sekolah juga harus dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa dan pemberian pengalaman secara langsung sehingga pembelajaran yang berlangsung akan lebih bermakna.

2) Hakikat Pembelajaran IPA

Hakikat pembelajaran IPA (dalam Susanto, 2013: 167) diklasifikasi menjadi 3 bagian, yaitu:

a) IPA sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh ilmuan dan membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris (percobaan) dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk berupa fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori- teori IPA.

b) IPA sebagai proses, yaitu menggali dan memahami pengetahuan

tentang alam. IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta

dan teori sehingga seorang ilmuan dapat membuat gagasan/

(39)

kesimpulan. Proses dalam pembelajaran IPA disebut juga dengan keterampilan proses sains (science process skills), seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasi, dan menyimpulkan.

c) IPA sebagai sikap, sikap yang harus dikembangkan dalam pembelajaran IPA ialah sikap ilmiah. Di mana sikap tersebut sesuai dengan sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuan dalam melakukan penelitian dan memaparkan hasil penelitiannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, hakikat IPA terdiri dari produk, proses, dan sikap. Hakikat IPA tersebut saling terhubung satu sama lain. IPA sebagai produk berisikan fakta-fakta atau hasil penelitian yang diperoleh melalui proses. Dalam proses IPA tersebut seseorag harus dimiliki sikap seperti seorang ilmuan yakni sikap ilmiah sehingga dapat memaparkan hasil penelitian.

3) Tujuan Pembelajaran IPA SD

Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar menurut Badan Nasional Standar Pendidika (dalam Susanto, 2013: 171), antara lain:

a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan- Nya.

b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep

IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari.

(40)

c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan alam.

f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah membimbing untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa terhadap alam/lingkungan sekitarnya sebagai ciptaan Tuhan.

f. Materi IPA Kelas V

Materi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu sistem peredaran

darah pada manusia. Materi tersebut dimuat dalam tema 4 (sehat itu

penting) dan KD 3.4 (Memahami organ peredaran darah dan fungsinya

pada hewan dan manusia serta cara memelihara kesehatan organ

peredaran darah manusia). Berikut penjelasan terkait materi:

(41)

1) Sistem peredaran darah

Sistem peredaran darah berfungsi mengedarkan zat-zat yang dibutuhkan ke seluruh bagian tubuh manusia (Irene dan Khristiyono, 2016: 54).

2) Organ peredaran darah beserta bagian dan fungsinya

a) Jantung, berfungsi memompa darah dengan cara mengembang dan menguncup. Bagian-bagian jantung, terdiri dari: Serambi kiri, berfungsi mengalirkan darah kaya O

2

dari paru-paru ke bilik kiri.

Bilik kiri, berfungsi memompa darah kaya O

2

ke seluruh tubuh.

Serambi kanan, berfungsi mengalirkan darah kaya CO

2

bilik kanan.

Bilik kanan, berfungsi memompa darah kaya CO

2

ke paru-paru.

Katup, berfungsi menjaga aliran darah agar tetap searah.

b) Pembuluh darah, merupakan tempat mengalirnya darah ke seluruh tubuh (Tim kreatif, 2018: 19). Pembuluh darah manusia terbagi menjadi tiga, diantaranya: pembuluh arteri (nadi), mengalirkan darah keluar dari jantung. Pembuluh arteri terbesar disebut juga dengan aorta; pembuluh vena (balik) mengalirkan darah dari seluruh tubuh menuju jantung; Pembuluh kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat kecil dan menghubungkan arteri terkecil dan vena terkecil.

c) Paru-paru, berfungsi sebagai tempat pertukaran darah yang kaya O

2

dan darah yang kaya CO

2

.

(42)

d) Darah, merupakan salah satu komponen penting dalam tubuh (Irene dan Khristiyono, 2016: 54). komponen darah terdiri dari: plasma darah, berperan mengangkut zat-zat makanan dan sel darah, terdiri dari tiga. Sel darah merah (eritrosit) berperan mengangkut O

2

dan CO

2

. Sel darah putih (leukosit) berperan membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh. keping darah (trombosit) berperan dalam proses pembekuan darah.

3) Alur peredaran darah Peredaran darah besar

Jantung (bilik kiri) → aorta → arteri → kapiler seluruh tubuh → vena

→ jantung (serambi kanan) Peredaran darah kecil

Jantung (bilik kanan) → arteri → paru-paru → vena → jantung (serambi kiri)

*buku siswa revisi 2017

4) Gangguan pada sistem peredaran darah manusia

Gangguan yang dapat menyerang sistem peredaran darah, yaitu;

a) jantung merupakan penyakit yang terjadi karena rusaknya dinding

pembuluh darah arteri atau nadi (Sadimin, dkk. 2017: 43), b) leukemia

biasa disebut juga kanker darah merupakan penyakit yang disebabkan

oleh berlebihnya produksi sel darah putih. Hal ini mengakibatkan sel

darah putih akan memakan sel darah merah (Irene dan Khristiyono,

2016: 54), c) anemia merupakan penyakit kekurangan sel darah merah

sehingga kemampuan darah untuk mengangkut oksigen menjadi

(43)

berkurang, d) hipertensi merupakan penyakit tekanan darah tinggi melebihi 120/90 mmHg yang terjadi karena penyempitan pembuluh darah, e) hipotensi merupakan penyakit tekanan darah rendah yang bisa terjadi karena kekurangan gizi makanan. Hipotensi bisa terjadi jika tekanan darah kurang atau sama dengan 90/60 mmHg, f) stroke merupakan penyakit yang disebabkan pembuluh darah di otak pecah atau tersumbat sehingga otak tidak mendapat asupan oksigen dan nutrisi. Penyakit ini mengakibatkan salah satu sisi tubuh mengalami kelumpuhan dan terganggunya penglihatan dan pendengaran.

5) Cara memelihara organ peredaran darah

Darah mempunyai peranan yang penting bagi tubuh, oleh sebab itu peredaran darah harus berjalan dengan lancar. Jika darah dalam tubuh tidak mengalir dengan lancar, maka akan menyebabkan berbagai penyakit seperti jantung, stroke, dan penyakit lainnya.

Berikut beberapa langkah yang harus dilakukan agar organ peredaran darah tetap sehat: a) pola makan yang sehat dan teratur, b) beristirahat dan olahraga secara teratur, c) hindari stress, dan d) hindari rokok dan alkohol (Tim kreatif, 2018: 21).

g. Model Problem Based Learning (PBL)

1) Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)

Model problem based learning (PBL) atau pembelajaran

berbasis masalah (PBM) adalah proses pembelajaran yang diawali

dengan adanya permasalahan nyata atau permasalahan sehari-hari

(44)

sebagai konteks untuk melatih para siswa dalam mengembangkan sikap berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch dalam Shoimin, 2014: 130). Tan (dalam Rusman, 2017: 333) juga mengemukakan bahwa PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran di mana kemampuan berpikir kritis siswa dapat dioptimalisasikan melalui proses kerjasama atau tim, sehingga siswa mampu memberdayakan, memperdalam, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikir secara berkesinabungan.

Sejalan dengan Tan, Ngalimun (2012: 89) mengatakan bahwa PBL merupakan salah satu model pembelajara inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.

Menurut Arends (dalam Putra, 2014: 66) PBL adalah model

pembelajaran yang mengarahkan siswa pada pemecahan masalah

autentik, sehinggga siswa mampu menyusun pengetahuannya sendiri

terkait materi yang dibahas, menumbuhkembangkan keterampilan

yang lebih tinggi seperti kemampuan berpikir, memandirikan siswa,

serta meningkatkan kepercayaan diri. Selanjutnya Ward (dalam

Ngalimun, 2012: 89) mengatakan bahwa PBL adalah suatu model

yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-

tahap atau metode ilmiah, sehingga membuat siswa dapat belajar atau

mencari tahu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut

sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.

(45)

Berdasarkan uraian para ahli di atas, peneliti berpendapat bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang diawali dengan adanya pengajuan masalah, di mana siswa secara mandiri menggali pengetahuan yang sudah dimiliki dan membandingkan dengan pengetahuan baru sehingga dapat mengembangkan sikap ilmiah dan kemampuan memecahkan masalah.

2) Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)

Ibrahin & Nur (dalam Rusman, 2013: 242) mengemukakan tujuan model PBL, yaitu; a) membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah melalui permasalahan yang diajukan, b) belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata seperti pemecahan masalah, dan c) menjadi para siswa yang otonom di mana siswa secara mandiri menemukan konsep dari materi yang dibahas melalui proses pemecahan masalah. Selain itu Putra (2013; 74-75) juga mengatakan bahwa tujuan umum model PBL adalah sebagai berikut; a) membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, serta kemampuan intelektual atau kognitif, dan b) belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam pengalaman nyata dan simulasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan

model PBL untuk membantu mengembakan kemampuan berpikir

siswa secara maksimal melalui proses pemecahan masalah. Selain itu

(46)

model PBL juga menuntut siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, mengembangkan pengetahuan yang ada dengan pengetahuan yang baru, kemudian mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang diajukan dan kegiatan lainnya. Hal ini yang membuat siswa dapat belajar berbagai peran orang dewasa dan menjadi siswa yang otonom dengan membangun pengetahuan dan menemukan sendiri konsep dari masalah yang dibahas.

3) Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

Model PBL memiliki karakteristik yang membuat model ini berbeda dari model lainnya. Karakteristik model PBL menurut Barrow (dalam Shoimin, 2014: 130), diantaranya:

a) Learning is student-centered. Proses pembelajaran dalam PBL berfokus pada siswa sebagai orang belajar, di mana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

b) Authentic problem form the organizing focus for learning. Belajar diawali dengan adanya pengajuan masalah. Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik atau nyata sehingga siswa dapat dengan mudah memahami masalah tersebut serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

c) New information is acquired through self-directed learning. Dalam

proses pemecahan masalah tidak semua siswa mengetahui dan

memahami semua pengetahuan terkait masalah, sehingga siswa

dapat berusaha mencari sendiri menggunakan sumber, baik dari

(47)

buku atau informasi lainnya. Hal ini juga dapat mengembangkan rasa ingin tahu siswa terhadap pemecahan masalah.

d) Learning occurs in small groups. Proses pembelajaran dapat dilakukan dalam kelompok kecil, supaya terjadi interaksi ilmiah dan saling menukar ide dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif.

e) Teachers act as facilitators. Pada pelaksanaanya guru berperan sebagai fasilitator. Akan tetapi guru selalu mengawasi perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka supaya dapat mencapai target yang akan dicapai atau menyelesaikan permasalahan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran menggunakan model PBL menitikberatkan siswa sebagai pusat atau sebagai orang belajar. Selain itu PBL selalu dimulai dengan adanya masalah yang diajukan oleh guru maupun siswa.

Masalah yang diajukan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa.

Selain itu proses pembelajaran yang terjadi harus berkaitan dengan

masalah sehingga siswa dapat memperdalam pengetahuan awal yang

sudah dimiliki dan mencari informasi baru untuk dapat menyelesaikan

masalah yang diajukan. Dalam menyelesaikan masalah siswa

diperbolehkan untuk berdiskusi dengan teman sebangku atau

kelompok, sehingga siswa terdorong untuk berperan aktif dalam

proses pembelajaran.

(48)

4) Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL)

Model PBL memiliki langkah-langkah dalam penerapanya pada proses pembelajaran. Menurut Putra (2013: 79) terdapat lima langkah- langkah pada model PBL, yaitu:

a) Orientasi masalah

Pada langkah ini guru memberikan informasi terkait tujuan atau kompetensi yang akan dicapai, mengarahkan siswa kepada pertanyaan atau permasalahan yang ingin diajukan, menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan siswa dapat bertukar ide, dan mendorong siswa untuk mengekspresikan ide-ide secara terbuka.

b) Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Pada langkah ini guru dapat membantu siswa dalam menemukan konsep berdasarkan permasalahan yang sudah diajukan pada langkah pertama. Mendorong adanya keterbukaan ide, proses demokrasi, dan cara belajar siswa aktif. Guru juga dapat menguji pemahaman siswa terhadap konsep yang ditemukan saat memecahkan masalah.

c) Membimbing penyelidikan individu atau kelompok

Pada langkah ini guru dapat memberikan kemudahan kepada siswa

dalam mengerjakan atau menyelesaikan masalah dengan

mendorong kerja sama dan penyelesaian tugas-tugas. Selain itu

juga dapat mendorong dialog dan diskusi dengan teman, membantu

Referensi

Dokumen terkait

Jika darah kekurangan hemoglobin atau jumlah hemoglobin dalam darah kurang dari jumlah normalnya, maka tubuh akan mengalami anemia.Tujuan dari penelitian ini

Dan dalam hal ini ilmu negara sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial sebagaimana halnya dengan ilmu politik, hukum, kebudayaan, ekonomi, psikologis, dan

Alat, bahan dan media yang digunakan berkarya seni lukis sangat beragam tergantung dari teknik yang

Siswa mengadakan diskusi dengan aktif seputar Pengertian dan Sifat-sifat dasar karya seni rupa modern/kontemporer (TM) (Nilai;Gemar membaca, tanggung jawab, Kreatif, Mandiri)..

Studi penerimaan konsumen terhadap naniura ikan mas (Cyprinus carpio) dengan asam jungga (Citrus hytrix DC.) berbeda.. Jurnal Online Mahasiswa Universitas Riau

[r]

[r]

2004 Kata kunci : Aplikasi, Perhitungan Berat Badan Ideal, Microsoft Visual Basic 6.0 ( x + 41 + lampiran ) Pembuatan program aplikasi Perhitungan Berat Badan Ideal ini bertujuan