• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.STUDI PUSTAKA 2.1. Self Compacting Concrete Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.STUDI PUSTAKA 2.1. Self Compacting Concrete Universitas Kristen Petra"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Self Compacting Concrete

Self Compacting Concrete (SCC) adalah salah satu bentuk dari sekian banyak campuran beton yang ada di dunia ini. Self Compacting Concrete adalah suatu campuran beton yang mengharuskan adanya volume pori-pori yang kecil di dalam beton sehingga dapat meminimalkan adanya udara yang terjebak dalam beton segar.

Oleh karena itu, maka ukuran agregat yang dipakai dalam Self Compacting Concrete berbeda dengan ukuran agregat yang dipakai pada beton konvensional. Selain itu juga dipakai bahan pengisi (filler) seperti Silica Fume sebagai pengganti dari sebagian semen dan juga mempergunakan Chemical Admixture berjenis High Range Water Reducer yang memiliki sifat viskositas yang tinggi yaitu viscocrete-10.

Pada bab studi pustaka ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai karakteristik dari masing-masing material utama yang dipakai, yaitu agregat kasar, agregat halus, semen serta bahan tambahan, yaitu silica fume dan viscocrete-10. Di samping itu juga akan dijelaskan mengenai pengujian yang akan dilakukan yang meliputi pengujian Filling Ability Test, Passing Ability Test, serta Permeability Test.

2.1.1. Definisi Self Compacting Concrete (SCC)

Self Compacting Concrete adalah suatu campuran beton yang mempunyai karakteristik dapat memadat dengan sendirinya tanpa menggunakan alat pemadat (vibrator). Salah satu keunggulan dari Self Compacting Concrete (SCC) adalah dapat menjangkau ke setiap sudut bangunan dan dapat mengisi tinggi permukaan yang diinginkan dengan rata tanpa mengalami bleeding dan segregasi sehingga dapat meminimalisir adanya air yang masuk ke dalam beton yang dapat menyebabkan karat pada besi tulangan. Self Compacting Concrete (SCC) dapat digunakan dengan cara dipompa dari bawah atau dengan cara dialirkan dari atas. Maksimum tinggi jatuh Self Compacting Concrete (SCC) adalah 2 m. Gradasi yang tepat dari agregat yang dipakai dan kombinasi dari komposisi material yang dipergunakan yang memiliki

(2)

kadar bahan semen yang tinggi adalah hal yang utama dalam memenuhi syarat-syarat dari Self Compacting Concrete (SCC). (Campion, dan Jost 2000 )

2.1.2. Sifat Sifat Self Compacting Concrete (SCC)

Suatu campuran beton dapat dikatakan Self Compacting Concrete jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut : ( Muntu dan Gunawan 2000 )

1. Pada beton segar

Self Compacting Concrete dalam keadaan segar harus memiliki tingkat workability yang baik yaitu :

a.Filling Ability : Kemampuan dari campuran beton segar untuk dapat mengisi ruangan tanpa vibrasi

b.Passing Ability : Kemampuan dari campuran beton segar untuk dapat melewati tulangan.

c. Segregation resistance: Campuran beton yang tidak mengalami segregasi.

2. Pada beton keras ( Hardened Concrete )

a.Memiliki tingkat absorpsi dan permeabilitas yang rendah.

b.Memiliki tingkat durabilitas yang tinggi.

c.Mampu membentuk campuran beton yang homogen

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Self Compacting Concrete

Kelebihan-kelebihan dalam penggunaan Self Compacting Concrete adalah : ( Muntu dan Gunawan 2000 )

a. Keuntungan bagi kontraktor adalah

1.Tidak memerlukan pemadatan dengan menggunakan vibrator.

2.Tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit.

3.Waktu pengerjaan pengecoran menjadi lebih sedikit.

4.Pengecoran pada bagian elemen struktur yang sulit dipadatkan dengan vibrator menjadi lebih mudah.

(3)

5.Pekerjaan finishing menjadi berkurang karena permukaan beton yang dihasilkan homogen, khususnya pada elemen pelat.

b.Keuntungan bagi pemilik proyek.

1.Waktu pelaksanaan proyek menjadi lebih cepat.

2.Meningkatkan durabilitas struktur.

3.Struktur bangunan dapat dibuat menjadi lebih ekonomis.

4.Pekerjaan finishing lantai menjadi lebih mudah karena pelat yang dihasilkan sangat halus.

Kekurangan-kekurangan dalam penggunaan Self Compacting Concrete adalah : ( Muntu dan Gunawan 2000 )

1.Dari segi biaya, Self Compacting Concrete lebih mahal dari beton konvensional 2.Pembuatan bekisting beton harus sangat diperhatikan karena mudah terjadi

kebocoran akibat encernya campuran beton yang dihasilkan.

Kelemahan yang paling mendasar dan yang paling penting untuk diperhatikan adalah beton tidak boleh mengalami segregasi namun tetap harus eenuhi syarat flowability.

2.2 Light Weight Aggregate

Agregat kasar yang digunakan pada Self Compacting Concrete adalah agregat kasar yang memiliki densitas sekitar 1840 kg/m3 sehingga termasuk agregat ringan (light weight aggregate). Agregat ringan tersebut diambil dari Desa Beringinbendo, Wlingi, Blitar. Penggunaan agregat kasar tersebut dibatasi kurang lebih hanya 35% dari total agregat yang dipergunakan. Hal ini dilakukan agar kemampuan beton segar dalam melewati tulangan dapat semaksimal mungkin dan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya hambatan dalam aliran beton segar yang dikarenakan adanya agregat agregat kasar yang saling bersinggungan. Tingkat workability pada beton dapat berkurang karena adanya agregat yang saling bersinggungan tersebut.

(4)

Agregat yang dikenal dengan nama batu gombong oleh warga desa setempat tersebut memiliki kadar density sekitar 1,1. Agregat kasar yang didapat pada Desa Beringinbendo itu berukuran sekitar 5 cm yang dikarenakan berasal dari alam. Hal ini tidak sesuai dengan syarat yang telah dicantumkan pada pembuatan Self Compacting Concrete (1,5 cm). Oleh karena itu, agregat tersebut dipecahkan dengan menggunakan tenaga manusia secara manual agar memenuhi persyaratan tersebut.

Pengujian untuk mendapatkan karakteristik dari agregat tersebut dilakukan di Laboratorium Beton dan Konstruksi Universitas Kristen Petra.

Dalam penggunaan light weight aggregate ini, dapat ditemui bahwa banyak rongga dalam permukaan batu gombong tersebut. Hal ini mengakibatkan porous sehingga dapat menimbulkan air yang dibutuhkan menjadi lebih banyak daripada biasanya. Karena air yang dibutuhkan lebih banyak maka semen yang diperlukan juga lebih banyak agar kekuatan tekan yang didapatkan menjadi lebih tinggi.

Namun jika digunakan pemakaian air yang berlebihan, maka dapat menimbulkan segregasi meskipun segi flowability dapat terpenuhi. Hal ini sangat berbahaya karena agregat tidak dapat tersebar secara merata.

Dalam penggunaan light weight aggregate sebagai agregat kasar dalam self compacting concrete antara lain karena hal ini adalah suatu hal yang baru dan juga berusaha mendapatkan beton yang menggunakan light weight aggregate yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi.

Selain dari segi jumlah, ukuran agregat kasar juga dibatasi. Batasan untuk ukuran agregat kasar adalah maksimum 15 mm. Hal ini dilakukan untuk menghindari segregasi pada saat aliran beton melewati struktur dengan tulangan yang rapat.

(Himawan dan Darma 16 )

2.3 Agregat Halus

Agregat halus mempergunakan pasir yang diambil dari Malang. Secara visual, pasir ini mempunyai bentuk cukup bulat dan berwarna hitam pekat. Sebelum dipakai untuk campuran beton dalam pengecoran, pasir harus diayak terlebih dahulu dengan tujuan menghindari adanya lumpur yang bercampur dengan pasir tersebut.

(5)

Penggunaan agregat halus dibatasi 65% dari total agregat yang dipergunakan. Hal ini dimaksudkan agar agregat halus dapat meminimalisir gesekan antara agregat kasar sehingga beton segar dapat mengalir dengan baik.

2.4 Binder

Binder adalah bahan pengikat dalam campuran beton yang terdiri dari semen dan bahan pengisi ( filler ) yaitu silica fume. Filler berfungsi untuk meningkatkan kepadatan beton. Filler dapat mengisi rongga rongga kecil dalam beton karena ukuran filler lebih kecil dari ukuran semen.

2.4.1 Semen

Semen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah semen portland biasa yang diproduksi oleh PT Semen Gresik Tbk dan termasuk jenis semen tipe 1. Jenis semen ini biasa digunakan pada proyek pembangunan di Indonesia dan mudah didapatkan pada toko bangunan dan distributor bahan bangunan.

2.5. Silica Fume.

Pada penelitian ini digunakan mineral admixture berupa silica fume yang diproduksi oleh PT Sika Nusa Pratama. Dalam menggunakan Silica fume, ada batasan yang harus dipenuhi dalam campuran beton. Batasan yang diberikan oleh PT Sika adalah sebesar 3 - 10% dari berat binder. Untuk penelitian ini digunakan dosis sebesar 5% dan 10%.

2.5.1. Definisi Silica Fume.

Silica Fume merupakan suatu mineral admixture yang berasal dari hasil pembakaran reduksi kuarsa murni tinggi dengan batubara dalam incinerator baja.

Silica Fume merupakan bahan pengisi (Filler) dalam campuran beton. Silica Fume mengandung kadar silica yang cukup tinggi. Kandungan SiO2 dalam Silica Fume

(6)

mencapai lebih dari 90%. Bentuk partikelnya bulat halus berwarna abu-abu dengan ukuran partikel sebesar kurang dari 1 mikron. ( Fenny dan Vanda 2005)

2.5.2. Sifat Kimia Silica Fume

Silica Fume merupakan material yang bersifat pozzolanik. Dalam penggunaannya silica fume berfungsi sebagai pengganti dari sebagian jumlah semen yang terdapat dalam campuran beton yaitu sebanyak 5 - 15% dari total berat binder.

Kandungan SiO2 dalam Silica Fume akan bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses pementukan senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) yang berpengaruh dalam proses pengerasan semen.( Fenny dan Vanda 2005 )

2.5.3 Sifat Fisik Silica Fume

Sifat Fisik Silica Fume adalah : ( Fenny dan Vanda 2005 ) 1. Warna : bervariasi mulai dari abu-abu muda sampai gelap 2. Spesific Gravity : 2 – 2,5

3. Bulk Density : 250 – 300 kg/m3

4. Ukuran: 0,1 – 1 mikron ( 1/100 ukuran partikel semen )

2.5.4. Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Silica Fume

Keunggulan dari penggunaan silica fume adalah : ( Fenny dan Vanda 2005 ) 1. Meningkatkan kuat tekan beton.

2. Meningkatkan kuat lentur beton.

3. Memperbesar modulus elastisitas beton 4. Mengecilkan regangan beton.

5. Meningkatkan kepadatan (density) beton.

6. Menurunkan tingkat permeabilitas beton.

7. Meningkatkan ketahanan terhadap abrasi dan korosi.

(7)

8.Menyebabkan temperatur beton menjadi lebih rendah sehingga mengurangi terjadinya retak pada beton.

Kelemahan dalam penggunaan silica fume adalah: ( Fenny dan Vanda 2005 )

1. Dapat menyebabkan gangguan pernafasan pada pekerja yang diakibatkan oleh terhisapnya partikel silica fume yang sangat halus.

2. Silica fume merupakan material yang sangat halus dengan ukuran antara 0,1 – 1 mikron sehingga mudah terbang dibawa angin. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan loading, pengangkutan, penyimpanan dan pencampuran.

2.6. Viscocrete 10

Pada penelitian ini digunakan chemical admixture berupa Sika Viscocrete-10 yang merupakan high performance superplasticizer yang diproduksi oleh PT Sika Nusa Pratama.

Dosis dalam penggunaan viscocrete-10 yang dianjurkan PT Sika adalah sebesar 0,4 – 1,5% dari berat semen. Mengacu pada skripsi terdahulu yaitu Penelitian Awal Mengenai Self Compacting Concrete dianjurkan agar dalam penelitian selanjutnya dipergunakan dosis 1% - 1,5% sehingga dalam penelitian ini dipergunakan dosis sebesar 1%, 1,5% dan 2.

2.6.1. Definisi Viscocrete

Viscocrete adalah chemical admixture berjenis High Range Water Reducer (HRWR) berbasis polycarboxylate yang berfungsi untuk menyebarkan (mendispersikan) partikel semen menjadi merata dan memisahkan menjadi partikel partikel halus sehingga reaksi pembentukan kalsium silikat hidrat ( CSH ) menjadi lebih merata dan aktif. Daya alir pasta semen akan meningkat sehingga menyebabkan beton segar menjadi mengalir dan dapat memadat dengan sendirinya. (Fenny dan Vanda 2005 )

2.6.1. Keuntungan penggunaan viscocrete ( Himawan dan Darma 2000 )

(8)

a. Pada beton segar ( Fresh Concrete ) 1. Meningkatkan workability beton.

2. Meningkatkan homogenitas beton.

b. Pada beton keras ( Hardened Concrete ) 1. Meningkatkan densitas beton.

2. Meningkatkan kuat tekan beton.

3. Meningkatkan durabilitas beton.

4. Mengurangi terjadinya susut dan retak.

5. Mengurangi terjadinya karat pada besi tulangan.

2.7. Pengujian workability SCC 2.7.1 Slump Cone

Pengujian dengan alat Slump Cone dilakukan dengan tujuan untuk menguji Filling Ability dari Self Compacting Concrete (SCC). Dengan alat ini dapat diketahui kemampuan campuran beton untuk mengisi ruangan. Campuran beton tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut. ( Himawan dan Darma 2000 )

1. Tidak boleh terjadi segregasi dan bleeding 2. Agregat harus tersebar secara merata.

Cara kerja alat Slump Cone adalah ( Fenny dan Vanda 2005 )

1. Slump Cone diletakkan dengan posisi diameter yang lebih kecil berada di bagian bawah.Di bawah alat ini diletakkan papan datar

2. Campuran beton dimasukkan dalam Slump Cone sampai penuh. Campuran tersebut tidak boleh dirojok.

3. Slump Cone diangkat secara perlahan lahan

4. Waktu yang diperlukan aliran beton untuk mencapai diameter 50 cm dicatat. (SF50) 5. Diameter maksimum yang dicapai dicatat.( SF max )

(9)

Syarat syarat filling ability yang harus dipenuhi oleh SCC adalah : ( Himawan dan Darma 2000 )

1. SF50 berkisar antara 3 - 6 detik 2. SF max lebih dari 55 cm

Gambar 2.1. Alat uji Slump Cone Terbalik.

Sumber : Tedy Gunawan & Yusuf Muntu, Penelitian Mengenai Peningkatan Kekuatan Awal Beton Pada Self Compacting Concrete, p. 18

2.7.2. L-Shaped Box

L-Shaped Box atau disebut juga Swedish Box adalah alat berbentuk huruf L yang terbuat dari besi. Alat ini berfungsi untuk menguji passing ability dari Self Compacting Concrete. Pada alat ini, antara arah horizontal dan vertikal dibatasi dengan sekat penutup yang terbuat dari besi yang dapat dibuka dan ditutup dengan cara ditarik ke atas. Di depan sekat penutup tersebut terdapat halangan berupa tulangan baja yang berfungsi untuk menguji kemampuan campuran beton dalam melewati tulangan yang sesuai dengan keadaan di lapangan. ( Fenny dan Vanda 2005)

Cara kerja alat L-shaped Box ( Fenny dan Vanda 2005 )

(10)

1. Sekat penutup ditutup dahulu.

2. Campuran beton segar diisikan pada arah vertikal sampai penuh.

3. Sekat penutup ditarik ke atas sampai terbuka sepenuhnya sehingga campuran beton segar mengalir ke arah horizontal.

4. Waktu yang diperlukan oleh aliran beton untuk mencapai jarak 40 cm dari bagian sekat penutup dicatat.( S 40 )

5. Waktu yang diperlukan aliran beton untuk mencapai ujung horizontal dicatat (S max )

6. Perbedaan tinggi aliran beton arah horizontal dicek

Syarat-syarat passing ability yang harus dipenuhi oleh Self Compacting Concrete adalah : ( Muntu dan Gunawan 2000 )

1. S 40 berkisar antara 3 – 6 detik

2. Perbedaan tinggi aliran beton arah horizontal ( H2 / H1 ) lebih besar dari 0,8

Gambar 2.2. Alat uji L-Shaped Box Sumber : http://www.astm.org/SNEMS/JULY 2002/ vachon jul02.html

(11)

2.8. Tes Permeabilitas

Tes permeabilitas adalah suatu tes yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah beton tersebut bisa atau tidak bisa ditembus oleh air yang dilakukan pada saat beton mencapai umur minimal 28 hari. Jika beton tersebut dapat ditembus oleh air, maka beton tersebut dikatakan permeabel. Jika beton tidak dapat ditembus air maka dikatakan beton tersebut impermeabel. Pada umumnya beton dikatakan impermeabel jika faktor air semennya adalah 0,4 – 0,45 karena gel pore dapat terbentuk dengan sempurna. Beton yang mempunyai faktor air semen di atasnya akan lebih mudah ditembus air.( Allan 3 )

Tes permeabilitas untuk beton terdiri dari 2 macam yaitu flow test dan penetration test. Flow test digunakan untuk mengukur permeabilitas beton terhadap air dengan keadaan dalam percobaan permeabilitas terdapat air yang menembus beton. Penetration test digunakan jika dalam percobaan permeabilitas tidak ada air yang menembus beton.

Permeabilitas beton tergantung dari beberapa hal yaitu mutu beton, faktor air semen, curing, waktu dan tehnik pelaksanaan. Ditinjau dari mutu beton yang akan direncanakan, maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi mutu beton maka semakin impermeable pula beton tersebut. Namun jika ditinjau dari segi faktor air semen yang dipakai semakin besar faktor air semennya semakin permeable beton tersebut.

Beton yang dipakai pengetesan permeabilitas adalah beton yang memakai agregat ringan. Dalam memakai agregat ringan maka dapat dipastikan bahwa beton tersebut memiliki sifat permeabel yaitu dapat dengan lebih mudah ditembus oleh air.

Hal ini diatasi dengan memperkecil faktor air semen yaitu 0,45. Hal ini berakibat tingginya pemakaian semen yang juga menyebabkan tingginya mutu kuat tekan beton meskipun memakai agregat ringan yang biasanya tidak dapat tinggi mutu kuat tekannya.

Curing yang dilakukan pada beton sebelum pengetesan permeabilitas dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu

(12)

1. Curing basah

Beton direndam terus sehingga jenuh air dengan tujuan agar beton mencapai keadaan jenuh saat dites.

2. Curing kering

Beton tidak direndam dalam air setelah dicetak. Beton hanya dibiarkan dalam suhu ruangan tanpa dibasahi permukaannya.

Dalam penelitian ini, sampel beton yang digunakan adalah curing kering.

Gambar 2.3. Alat Tes Permeabilitas.

2.9. Splitting Tensile Strength

(13)

Splitting tensile strength dipergunakan untuk mengevaluasi ketahanan geser dan ketahanan tarik yang terkandung dalam suatu beton bertulang sehingga dapat dipergunakan untuk memperkirakan kekuatan struktural dari suatu bangunan baik secara kekuatan tekan maupun kekuatan tarik.

Beton yang dipergunakan dalam tes ini haruslah beton yang berbentuk silinder. Tes ini dilakukan dengan tujuan agar dapat mengetahui kekuatan tarik dan kekuatan geser yang tersedia dalam suatu beton.

Tes ini menggunakan bantuan papan kayu yang diletakkan pada bagian atas dan bawah dari beton yang akan dites tersebut dengan tujuan agar beban yang akan dipergunakan pada beton silinder tersebut dapat bekerja secara sempurna di sepanjang silinder beton tersebut

Tes ini dilakukan ketika beton telah mencapai umur 28 hari dan berada pada suhu (73+3)°F (sekitar + 25˚C ) (ASTM C496-96)

Langkah langkah :

1. Siapkan 2 buah papan yang berukuran panjang sekitar ukuran beton ( 15 cm ) lebar sekitar 25 mm dan tebal sekitar 3,2 mm.

2. Beton yang akan dites, ditidurkan terlebih dahulu dan dipasang papan pada sisi atas dan sisi bawah. Dan letakkan papan pada bagian atas dan bawah dari beton yang akan dites tersebut.

3. Lakukan tes splitting dan catat hasilnya.

Cara perhitungan tes splitting T = 2 P / (3,14 l d)

Keterangan:

T = Splitting tensile strength ( kPa)

P = maximum pembebanan yang dilakukan dari hasil pengetesan (kN) l = panjang (m)

d = diameter (m)

ASTM (American Society for Testing and Materials) C496-96 menyarankan agar ada patokan sekitar 5% dari batas nilai rata-rata dari splitting

(14)

tensile strength (yaitu berkisar antara 2,8 MPa). Hasil dari 2 pengetesan yang dilakukan pada suatu beton yang sama baik mix designnya maupun materialnya, tidak boleh mempunyai selisih lebih dari 14% dari nilai rata-rata (yaitu berkisar antara 2,8 MPa). Nilai dari tes kuat tarik dibandingkan dengan tes kuat tekan. Pada beton normal, tes kuat tarik sebanding dengan 7 – 10% dari kuat tekan.

BENDA UJI

SILINDER 15 CM

PAPAN KAYU TIPIS

Gambar 2.4. Cara Pengujian Splitting Tensile Strength.

Gambar

Gambar 2.1. Alat uji Slump Cone Terbalik.
Gambar 2.2. Alat uji L-Shaped Box  Sumber : http://www.astm.org/SNEMS/JULY 2002/ vachon jul02.html
Gambar 2.3. Alat Tes Permeabilitas.
Gambar 2.4. Cara Pengujian Splitting Tensile Strength.

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena ini dapat pula dilihat dengan makin banyaknya Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) membuka cabangnya di desa. Masalah yang diteliti dalam penelitian

Analisis Status Gizi Berdasarkan Indikator Gizi Dengan Metode Fuzzy C-Means Clustering;Wilujeng Hayu Nafilah, 071810101056; 2014; 26halaman; Jurusan Matematika

Fungsi ini berguna untuk menghubungkan nama sumber data ODBC dengan format.

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP)II KabupatenKebumen TahunAnggaran 2017 akan melaksanakan Pemilihan Langsung Dan Lelang Umumuntuk paketpekerjaan

G= kyat dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Total Keluarga (Studi Kasus di Desa Sumberwringin Kabupaten.. Bondowoso) di Kabupaten Bondowoso, telah diuji dan

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja, atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM per satuan

Jumlah pelanggan selular pada tahun 2016 meningkat sebesar 16 juta pelanggan dibandingkan dengan tahun 2015 di mana ini merupakan hasil dari penawaran paket-paket menarik yang

1) Terdapat 4 depot dengan kriteria BAIK dalam perilaku dan pemeliharaan alat dan telah memenuhi parameter TDS, kekeruhan, warna, dan total coliform sesuai PERMENKES No.