• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit pertama kali dibawa ke Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ada empat jenis bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1912 (Maulana, 2017).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan. Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel (Naibaho, 1996). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Mesocarp mengandung kadar minyak rata – rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio (Pasaribu, 2004).

2.2 Varietas Kelapa Sawit

Terdapat beberapa varietas pada tanaman kelapa sawit yang telah dikenal.

Varietas tersebut dibedakan berdasarkan tebal dari tempurung dan daging buah ataupun berdasarkan warna kulit dari buahnya. Selain dari varietas tersebut, ada juga beberapa varietas unggul yang dikenal dan mempunyai beberapa keistimewaan antara lain dapat menghasilkan produksi yang baik dibandingkan dengan varietas lainnya.

(2)

2.2.1 Berdasarkan Ketebalan Cangkang dan Daging Buah

Menurut Naibaho (1996) dalam Sitinjak (2017), berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buahnya, kelapa sawit dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Dura

Buah dura memiliki tempurung yang cukup tebal. Tebal tempurungnya antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar dari tempurung.

Daging buah dura relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 – 50%. Kernel atau daging biji dari buah dura biasanya cukup besar dengan kandungan minyak yang rendah (Sitinjak, 2017).

b.Psifera

Buah psifera memiliki tempurung yang sangat tipis bahkan hampir tidak ada, namun buah psifera memiliki daging buah yang tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi dan daging biji sangat tipis. Jenis psifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Bunga betina dari varietas ini gugur pada fase dini maka varietas ini dikenal dengan tanaman betina yang steril. Dalam persilangan, induk jantan yang dipakai. Pernyebukan silang antara psifera dengan dura akan menghasilkan varietas tenera (Sitinjak, 2017).

c. Tenera

Varietas tenera mempunyai sifat – sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu dura dan psifera. Varietas tenera inilah yang banyak ditanam di perkebunan – perkebunan pada saat ini. Tempurung yang tidak lebih tebal dari dura dengan ketebalan antara 0,5 – 4 mm dan terdapat lingkaran serabut pada sekelilingnya.

Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi yang berkisar antara 60 – 90%. Tandan buah yang dihasilkan lebih banyak dari buah dura namun ukurannya relatif lebih kecil (Naibaho, 1996).

d.Macro Carya

Buah macro carya memiliki tempurung yang sangat tebal, yaitu berkisar 5 mm dan memiliki daging buah yang sangat tipis sekali (Sitinjak, 2017).

(3)

e. Diwikka – wakka

Varietas ini memiliki ciri khas adanya dua lapisan daging buah. Diwikka – wakka dapat dibedakan menjadi diwikka – wakka dura, diwikka – wakka psifera dan diwikka – wakka tenera.

Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan terakhir diatas ini sangat jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia (Tim Penulis PS, 1997).

2.3 Varietas Unggul

Ada beberapa varietas unggul kelapa sawit yang dikenal pada saat ini dan varietas unggul ini dianjurkan untuk ditanam di perkebunan – perkebunan di Indonesia.

Varietas – varietas unggul tersebut dihasilkan melalui proses hibridasi atau proses persilangan buatan antara varietas dura sebagai induk betina dengan varietas psifera sebagai induk jantannya. Dari hasil pengujian yang dilakukan selama bertahun – tahun terbukti bahwa varietas – varietas tersebut mempunyai kualitas dan kuantitas yang lebih baik dari varietas lainnya (Risza, 1994).

2.4 Proses Pengolahan Kelapa Sawit

Pengolahan kelapa sawit secara umum menjadi dua jenis akhir, yaitu pengolahan minyak sawit dan pengolahan inti. Pengolahan minyak sawit yaitu untuk memperoleh minyak sawit yang berasal dari daging buah (mesocarp) sedangkan pengolahan inti sawit adalah untuk memperoleh inti yang berasal dari biji (nut).

Proses produksi minyak sawit kasar dari tandan buah segar (TBS) terdiri dari beberapa tahapan proses seperti perebusan buah, perontokan atau pemipilan, pelumatan dan pengepresan buah, purifikasi dan klarifikasi. Tandan buah segar yang masuk kedalam pabrik ditimbang terlebih dahulu kemudian dibawa menuju lantai penerimaan buah. Tandan buah segar mengalami proses perebusan menggunakan uap basah. Selanjutnya buah mengalami proses perontokan buah pada tandan dengan menggunakan thresher. Buah yang telah membrondol akan dilumatkan yang bertujuan untuk memudahkan prosesn selanjutnya yaitu proses pengepresan, sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah (mesocarp) (Pahan, 2008).

(4)

Selanjutnya buah akan memasuki tahapan pengepresan yang bertujuan untuk mengeluarkan minyak kelapa sawit secara mekanis. Pengepresan pada buah akan memisahkan minyak dari serat dan biji. Minyak kasar dari hasil pengepresan selanjutnya mengalami proses pemurnian yang berfungsi untuk memisahkan minyak dari sludge dan air. Proses pemurnian dilakukan dengan metode gravitasi dan mekanik. Pada stasiun ini produk yang dihasilkan adalah minyak sawit yang sudah jernih. Keberhasilan proses pengolahan ditentukan oleh 70% keberhasilan proses perebusan. Karena distasiun ini, TBS diberi tekanan steam bertekanan tinggi yang diinjeksikan dari Back Pressure Vessel (BVP). Proses ini sangat penting karena akan berpengaruh terhadap proses – proses selanjutnya (Naibaho, 1996).

Sistem perebusan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan boiler memproduksi uap, dengan sasaran bahwa tujuan perebusan dapat tercapai. Sistem perebusan yang lazim dikenal di PKS adalah single peak, double peak dan tripple peak. Sistem perebusan tripple peak (STPP) banyak digunakan, selain berfungsi sebagai tindakan fisika juga dapat terjadi proses mekanik yaitu adanya goncangan yang disebabkan oleh perubahan tekanan yang cepat. Keberhasilan STPP dipengaruhi oleh tekanan uap yang tersedia, kapasitas rebusan, bahan baku dan lama perebusan. Uap yang masuk kedalam ketel rebusan pada mulanya memanaskan buah luar dan masuk lagi pada buah yang lebih dalam. Panas yang diterima oleh setiap lapisan buah tidaklah sama, penurunan suhu uap pada lapisan yang lebih dalam menyebabkan penurunan tekanan uap. Waktu perebusan berlangsung lebih lama apabila yang dilalui uap semakin banyak (Pahan, 2008).

2.5 Perebusan (Sterilizer)

Sterilizer (mesin perebusan) adalah sebuah bejana uap bertekanan yang digunakan untuk merebus TBS dengan uap (steam). Steam yang digunakan adalah saturated steam. Penggunaan uap jenuh memungkinkan terjadinya proses hidrolisa atau penguapan terhadap air yang ada didalam buah, jika menggunakan uap kering akan dapat menyebabkan kulit buah hangus sehingga menghambat penguapan air

(5)

dalam daging buah dan dapat mempersulit proses pengempaan. Maka dari itu pengontrolan pada kualitas uap yang dijadikan sebagai sumber panas saat perebusan menjadi sangat penting agar diperoleh hasil perebusan yang sempurna (Naibaho, 1996).

2.5.1 Horizontal Sterilizer

Sterilizer horizontal biasanya mempunyai kapasitas 25 ton TBS dengan muatan 10 lori dan setiap lori memiliki kapasitas 2,5 ton TBS. Prinsip kerja di stasiun perebusan adalah merebus dengan sistem triple peak (tiga puncak) dengan waktu perebusan 90 – 95 menit. Target yang harus dicapai di stasiun ini adalah tekanannya 2,8 – 3,0 kg/cm² dengan suhu 130 – 135°C, dengan norma oil losses di air kondensat sebesar 0,5%.

Gambar 2.1 Desain Horizontal Sterilizer Sumber : Naibaho, 1996

Keterangan Gambar :

1. Rail track pintu 7. Safety Valve 2. Pintu masuknya lori 8. Ketel rebusan 3. Manometer 9. Pintu keluar lori

4. Lori 10. Rail track didalam rebusan

5. Pipa inlet steam 11. Pondasi (kaki rebusan)

6. Exhaust steam 12. Pipa pembuangan air kondensat

(6)

Perebusan 3 puncak maka panas dapat masuk dengan baik, sehingga perebusan dapat matang secara merata. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan hasil rebusan TBS yang sempurna mengingat kerapatan brondolan dalam tandan buah semakin padat atau solid (Pahan, 2013).

2.5.2 Vertical Sterilizer

Vertical sterilizer mempunyai bentuk bejana tegak, sehingga jenis sterilizer ini tidak memakai lori yang biasa digunakan sebagai pengantar TBS saat akan dilakukannya perebusan. Untuk sterilizer ini menggunakan scraper sebagai alat untuk menghantarkan TBS menuju sterilizer. Media pemanas yang dipergunakan adalah uap basah yang berasal dari sisa pembuangan turbin uap yang bertekanan ± 3kg/cm² dan temperatur 132,88°C (Pahan, 2008).

Gambar 2.2 Desain Vertical Sterilizer Sumber : Naibaho, 1996

2.5.3 Tujuan Perebusan

Proses perebusan yang optimal akan mendukung kemudahan – kemudahan dalam proses selanjutnya dalam pengolahan kelapa sawit di beberapa stasiun seperti Thresing, Press, Digester dan lain – lain. Beberapa tujuan dari perebusan adalah :

(7)

1. Menghentikan Aktifitas Enzim

Buah kelapa sawit mengandung enzim lipase dan oksidasi yang tetap bekerja didalam buah sebelum enzim tersebut dihentikan. Enzim lipase bertindak sebagai katalisator didalam pembentukan Asam Lemak Bebas (ALB) sedangkan enzim oksidasi berperan dalam pembentukan peroksida yang kemudian berubah menjadi gugus aldehide dan kation. Senyawa tersebut bila teroksidasi akan membentuk asam lemak bebas.

2. Menurunkan Kadar Air

Dengan cara penguapan baik dari dalam saat direbus maupun saat sebelum dimasukkan ke thresher dapat menyebabkan penurunan kadar air buah dan inti karena proses sterilisasi.

3. Melepaskan Buah Dari Tandannya

Minyak dna inti sawit terdapat dalam buah dan untuk mempermudah proses pengolahan selanjutnya buah perlu dipisahkan dari tandannya. Pelepasan buah dari tandannya terjadi karena adanya hidrolisa pectin yang terjadi dipangkal buah.

Hidrolisa pectin dapat terjadi di sterilizer dengan adanya reaksi yang dipercepat oleh pemanasan yang dihasilkan oleh uap (steam).

4. Melunakan Buah Sawit

Perikarp (kulit buah) yang terkena perlakuan panas dan tekanan akan menunjukkan sifat dimana serat yang mudah lepas antara serat yang satu dan yang lainnya. Hal ini akan mempermudah proses pelumatan di digester.

5. Melepaskan Serat Dan Biji Serta Membantu Pelepasan Inti dari Cangkang.

Perebusan buah yang sempurna akan memudahkan pelepasan serat dan biji di dalam nut polishing drum. Penetrasi uap yang cukup baik akan membantu proses pemisahan serat perikarp dan biji yang dipercepat oleh proses hidrolisis.

Perebusan yang sempurna akan menurunkan kadar air biji hingga 15%, kadar air yang telah menurun akan menyebabkan inti menyusut maka akan terjadi inti yang lekang dari cangkang (Pahan, 2008).

(8)

2.5.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perebusan a. Tekanan Uap dan Waktu Perebusan

Tekanan uap dan lama perebusan sangat menetukan hasil perebusan dan efesiensi pabrik. Tekanan uap dan lama perebusan berbanding terbalik, semakin kecil tekanan uap semakin lama perebusan dan sebaliknya, semakin tinggi tekanan uap maka semakin pendek waktu perebusan. Perebusan menggunakan steam bertekanan 2,8 - 3,0 kg/cm2 dan temperatur 130 – 140 °C serta siklus merebus selama 90 – 100 menit. Tekanan uap yang rendah (< 2,8 kg/cm2) dan waktu rebus yang tidak cukup akan mengakibatkan:

1. Buah kurang masak, sebagian brondolan tidak lepas dari tandan yang mengakibatkan losses dalam tandan kosong bertambah.

2. Pelumatan dalam Digester tidak sempurna, sebagian daging buah tidak lepas dari biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak sempurna dan kerugian minyak pada ampas dan biji bertambah

3. Ampas basah, mengakibatkan pemakaian bahan bakar lebih boros pada proses pembakaran di ketel uap. Sebaliknya bila perebusan dilakukan terlalu lama maka buah menjadi terlalu masak sehingga kantong minyak di mesocarp dengan sendirinya terlepas ke air kondensat.

b. Temperatur, Pembuangan Udara dan Air Kondensat

Temperatur di dalam rebusan sangat dipengaruhi oleh tekanan uap, udara dan air kondensat. Semakin rendah tekanan dan semakin banyak udara atau air kondensat di dalam rebusan, maka semakin rendah temperatur yang dicapai. Udara merupakan penghantar panas yang rendah dan bila terjebak dalam suatu ruangan kosong dalam ketel rebusan, maka udara bisa menjadi isolator panas. Bila udara dalam ketel rebusan tidak di keluarkan secara sempurna akan terjadi pencampuran udara dan uap yang mengakibatkan temperatur turun dan pemindahan panas dari uap ke buah tidak sempurna. Akibatnya adalah masih banyak brondolan masih terikut tandan kosong.

(9)

1.Air kondensat, air kondensat berasal dari penguapan tandan buah yang direbus dan hasil kondensasi steam di dalam ketel rebusan. Disamping tekanan, air kondensat di dalam ketel rebusan mengakibatkan temperatur perebusan menjadi turun.

2.Buah yang terendam air kondensat, dipastikan tidak masak. Kalaupun buah tidak terendam tetapi air kondensat masih ada yang tertinggal dalam perebusan dapat menyebabkan perebusan kurang masak karena temperatur tidak tercapai.

3.Pembuangan air kondensat dilakukan enam kali yaitu pada saat pembuangan steam puncak 1, 2, dan 3 tiga kali pada saat holding time. Diharapkan dengan banyaknya frekuensi pembuangan (Maulana, 2017)

(10)

2.5.5 Sistem Perebusan

Ada beberapa sistem perebusan yang biasa digunakan dengan melihat kemampuan dari boiler dalam memproduksi uap untuk mencapai tujuan perebusan. Beberapa sistem perebusan yang lazim dikenal di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) adalah single peak, double peak, dan triple peak. Sistem perebusan triple peak banyak digunakan di PKS, selain berfungsi sebagai tindakan fisika juga dapat terjadi proses mekanik yaitu dengan adanya goncangan yang disebabkan oleh perubahan tekanan yang cepat.

a. Sistem Perebusan Single Peak

Uap yang masuk sesuai dengan waktu yang ditentukan, sampai tekanan konstan dan kemudian turun lalu uap dibuang dari ruang perebusan. Proses perebusan ini hanya dilakukan dalam satu tahap.

Gambar 2.3 Sistem Perebusan Single Peak (SPSP) Sumber: Naibaho, 1996

2

Tekanan

Waktu rebus (menit) y

x

(11)

b. Sistem Perebusan Double Peak

Perebusan ini dilakukan dengan dua tahap masuknya uap dan dua tahap pembuangan kondensat atau uap air. Perebusan ini disebut juga dengan perebusan dua puncak karena adanya dua tahap pemasukan uap dan dua tahap pembuangan uap.

Gambar 2.4 Sistem Perebusan Double Peak (SPDP) Sumber: Naibaho, 1996

c. Sistem Perebusan Triple Peak

Proses perebusan ini dilakukan dengan tiga tahap pemasukan uap dan tiga tahap pembuangan kondensat atau uap air. Perebusan ini disebut juga dengan perebusan tiga puncak dan yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan di PKS.

2,6

Tekanan

1,5

0 Waktu rebus (menit)

y

x

(12)

Gambar 2.5 Sistem Perebusan Triple Peak (SPTP) Sumber: Naibaho, 1996

2.5.6 Pengaruh waktu perebusan terhadap oil losses air kondensat

Hikmawan dan Angelina (2019), menyatakan bahwa semakin lama proses perebusan buah maka jumlah buah yang terpipil semakin tinggi, biji semakin masak dan menghasilkan biji yang lebih mudah pecah dan lekang, namun kehilangan minyak pada air kondensat semakin tinggi karena minyak yang terikut pada air kondensat dan kandungan minyak dalam tandan kosong semakin tinggi karena terjadinya penyerapan minyak oleh tandan kosong.

3

Tekanan

2,5

1,5

0

Waktu rebus (menit) y

x

(13)

2.5.7 Hubungan waktu perebusan dengan efesiensi minyak

Menurut Rahardja et. al (2012), hubungan waktu perebusan dengan efesiensi minyak, yaitu:

a. Semakin lama waktu perebusan buah maka jumlah buah yang membrondol akan semakin tinggi atau persentasi buah yang tidak membrondol akan semakin kecil.

b. Semakin lama waktu perebusan buah, maka kehilagan minyak dalam kondensat akan semakin tinggi.

c. Semakin lama perebusan buah, maka nut akan semakin masak dan menghasilkan nut yang lebih mudah pecah dan inti menjadi lekang (perpisah) dari shell.

d. Semakin lama perebusan buah, maka kandungan minyak dalam tandan kosong akan semakin tinggi, hal ini terjadi karena minyak yang ada pada mesocarp terserap oleh janjangan kosong.

e. Semakin lama perebusan buah, maka mutu minyak CPO akan semakin munurun. Hal ini dapat diketahui dengan menurunnya nilai Deterioration of Bleachability Index (DOBI).

2.6 Air Kondensat

Proses perebusan pada sterilizer membutuhkan waktu penetrasi uap sampai masuk kedalam yang paling dalam dari buah. Hubungan waktu perebusan dengan kehilangan minyak perlu diperhatikan agar tidak begitu banyak kehilangan minyak yang terjadi pada proses perebusan. Salah satu terjadinya kehilangan minyak pada proses perebusan adalah pembuangan air kondensat, uap air yang terkondensasi dalam sterilizer dan berada pada bagian dasar dapat menghambat peroses perebusan. Pada saat pembuangan air kondensat minyak dapat terikut karena massa jenis minyak lebih rendah dari pada massa jenis air, jika terlalu lama waktu perebusan maka semakin banyak minyak yang terikut ke pembuangan air kondensat yang menyebabkan kehilangan minyak (Gurning, 2013).

(14)

2.7 Oil Losses

Oil losses merupakan kehilangan jumlah minyak yang seharusnya diperoleh dari hasil suatu proses namun minyak tersebut tidak dapat diperoleh atau hilang.

(Pohan, 2006). Kehilangan minyak selama proses pengolahan TBS untuk menghasilkan CPO tidak dapat dihindari setiap pengolahan kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh alat yang tidak bekerja pada kondisi optimum karena kesalahan dalam pengoperasian unit-unit produksi (Sipayung, 1997).

Kehilangan minyak (Oil Loss) biasanya terjadi pada setiap stasiun yang berperan penting dalam proses pengolahan CPO. Dari titik-titik lokasi terjadinya oil loss tersebut, perusahaan memberikan standar atau batasan maksimal kehilangan.

Dalam pelaksanaannya, perlu adanya tindakan analisa terhadap kehilangan CPO guna mengetahui apakah persentase kehilangan CPO tersebut masih berada pada standar yang ditetapkan perusahaan serta guna mengetahui efektivitas dari alat- alat yang terdapat pada stasiun-stasiun tempat terjadinya oil losses sehingga pada akhirnya dapat menekan kehilangan CPO (Maulana, 2017).

Tabel 2.1 Batas Normal Kehilangan Minyak

No Keterangan Kadar Maksimum (%)

1. Air Kondensat 0.8

2. Tankos 1,43

3. Biji (nut) 0,80

4. Ampas (fibre) 6,00

5. Sludge akhir 0,70

Sumber : Sistem Manajemen Mutu PKS Sei Galuh (2019).

2.8 Ekstraksi dengan Alat Soklet

Ekstraksi adalah cara untuk mendapatkan minyak atau losses dari sampel yang masih mengandung minyak. Sampel yang digunakan harus cukup kering. Pada cara kering, bahan ditempatkan didalam wadah lalu di masukkan kedalam oven

(15)

untuk menghilangkan kadar airnya. Karena sampel kering maka pelarut yang dipilih harus bersifat tidak menyerap air. Apabila bahan masih mengandung air yang tinggi maka bahan pelarut akan sulit untuk masuk kedalam jaringan atau sel dan pelarut menjadi jenuh dengan air selanjutnya dan menybabkan proses ekstraksi menjadi kurang efisien, selain itu adanya air akan menyebabkan zat – zat yang larut dalam air akan ikut pula terekstraksi sehingga analisa kurang mencerminkan yang sebenarnya (Ramadani, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sisi sistem informasi yang dibutuhkan oleh salesman untuk mengambil keputusan adalah salesman dapat mengambil keputusan mengenai harga produk yang diberikan

Dengan demikian setelah dilakukan penghitungan surat suara ulang berdasarkan amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PHPU.D- X/2012, hasil perolehan suara masing masing

dan berbantuan media gambar untuk pembelajaran menulis karangan narasi, supaya siswa lebih mudah dalam menuangkan ide kreatifnya dan sesuai tahapan menulis narasi, (2) bagi

Jasa Informasi adalah area fungsional utama perusahaan yang terdiri dari analis sistem, programmer, pengelola database, spesialis jaringan, dan personil

Sehingga dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran di kelas eksperimen (mengunakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis pemahaman nilai-nilai sosial) lebih

Tesis dengan judul “ Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Perawat dengan Motivasi sebagai Variabel Moderasi (studi pada RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)” adalah hasil karya saya

Berdasarkan hasil yang dibahas pada sebelumnya mengenai perancangan alat panen kangkung elektrik ini maka dapat disimpulkan bahwa postur tubuh pekerjaan kangkung