• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISSN : Volume 8 No.2 Juli Desember 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ISSN : Volume 8 No.2 Juli Desember 2018"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1

ISSN : 2089 8193

Volume 8 | No.2 | Juli – Desember 2018

Diterbitkan Oleh :

Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam www.medistra.ac.id

E-mail : institutkesehatan@medistra.ac.id

(2)

ISSN: 2089-8193

KESTRA-NEWS

JURNAL ILMIAH INKES MEDISTRA LUBUK PAKAM

DAFTAR ISI

1. Workshop Terapi Musik Terhadap Perubahan Nyeri dan Tekanan Darah Di Ruang ICU Pasien Cedera Kepala.

Kuat Sitepu, Yemima Desiria Ginting, Safril Matua Harahap ... 1-4

2. Penyuluhan kecemasan dengan koping keluarga pada pasien cedera kepala.

Juni Mariati Simarmata ... 5-7

3. Edukasi Mengunyah Permen Karet Pada Peristaltik Usus Pasien Post Appendiktomi.

Grace Erlyn Damayanti Sitohang ... 8-10

4. Edukasi Pemasangan NGT Dengan Infeksi Pada Pasien Dengan Trauma Nasal.

Rita Ayu Butar-Butar ... 11-13

5. Sosialisasi Manajemen Nyeri dengan Guide Imagery Relaxsation Pada Pasien Cedera Kepala.

Beti Susanti Tarigan ... 14-17

6. Upaya Meningkatkan Efektivitas Pola Napas Pada Pasien Trauma Fraktur Dislokasi Servikal.

Evan Suhari Harahap ... 18-21

7. Seminar Pemeberian Posisi Semi Fowler Untuk Efektifitas Jalan Nafas pada Pasien Cidera Kepala.

Tiurma Siringo-Ringo ... 22-25

8. Workshop Cedera Kepala dengan Disorientasi pada Pasien kecelakaan Lalu lintas.

Junita Ika Susanti Br. Ginting ... 26-29

9. Latihan Brand Darrof terhadap Nyeri pada Pasien Trauma Kapitis di RS Grandmed Lubuk Pakam.

Sarmana ... 30-33

10. Workshop Ketetapan Penilaian Triase Dengan Tingkat Keberhasialan Penanganan Pasien Cedera Kepala.

Epfik Fantanti Jawak ... 34-37

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

Volume: 8, No: 2 Juli – Desember 2018

(3)

WORKSHOP TERAPI MUSIK TERHADAP PERUBAHAN NYERI DAN TEKANAN DARAH DI RUANG ICU PASIEN CEDERA KEPALA

Kuat Sitepu1, Yemima Desiria Ginting2, Safril Matua Harahap3 Program Studi Profesi Ners, Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam

Jln. Sudirman No.38 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara – Indonesia

*email korespondensi author: kuatsitepu@medistra.ac.id Abstrak

Pelayanan di ICU diberikan pada pasien dengan kondisi kritis yang membutuhkan pelayanan, monitoring, observasi dan pengobatan secara ketat. Perawatan dan pemantauan hemodinamik di ruang ICU dilakukan dengan cepat, tepat dan cermat secara terus menerus dalam 24 jam. Kriteria pasien yang dirawat di ruang ICU adalah pasien-pasien cedera seperti cedera kepala, pasien dengan penyakit dan kondisi kritis, serta pasien dengan penyakit yang berpotensi mengancam nyawa. Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran, yang kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan kebagian otak yang memproses emosi Penurunan nyeri menggunakan musik sangat efektif karena music dapat mengalihkan perhatian dan rasa cemas pasien yang dapat meningkatkan intensitas nyeri yang dirasakan. Dengan mendengarkan musik, otak akan merangsang pelepasan endorphin yang berfungsi dalam menurunkan nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang sakit Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Innez et al (2017) mengenai Kombinasi Guided Imagery and Music (GIM) dan Relaksasi Autogenik terhadap Nyeri pada Cedera Kepala yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna rata-rata nyeri kepala sebelum dan sesudah tindakan Guided Imagery and Music (GIM) & relaksasi autogenik (p value 0,000, α < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terapi Guided Imagery and Music dan relaksasi autogenik terhadap penurunan nyeri pada cedera kepala. Terapi musik juga efektif dalam menstabilkan status hemodinamik pasien cedera kepala, salah satunya yaitu tekanan darah.

Kata kunci: Perubahan Nyeri; ICU ; Cidera Kepala Abstract

Services in the ICU are provided to patients with critical conditions who require close care, monitoring, observation and treatment. Hemodynamic care and monitoring in the ICU is carried out quickly, accurately and continuously within 24 hours. The criteria for patients admitted to the ICU are patients with injuries such as head injuries, patients with critical illnesses and conditions, and patients with potentially life-threatening illnesses. Music therapy is very easily accepted by the auditory organ, which is then channeled through the auditory nerve to the brain which processes emotions. Pain reduction using music is very effective because music can distract the patient's attention and anxiety which can increase the intensity of the pain felt. By listening to music, the brain will stimulate the release of endorphins which function in reducing pain felt in the affected body part. This is in line with research conducted by Innez et al. (2017) regarding the combination of Guided Imagery and Music (GIM) and Autogenic Relaxation for Pain in Head Injury which shows that there is a significant difference in the average headache before and after Guided Imagery and Music (GIM) & autogenic relaxation (p value 0.000, <0.05). Based on these results, it can be concluded that there is an effect of Guided Imagery and Music therapy and autogenic relaxation on reducing pain in head injuries. Music therapy is also effective in stabilizing the hemodynamic status of head injury patients, one of which is blood pressure.

Keywords: Pain Changes; ICU; Head Injury

(4)

1. Pendahuluan

ICU (Intensive Care Unit) adalah salah satu ruang perawatan di rumah sakit untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologis yang cepat memburuk yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus. Pasien yang dirawat di ruang ICU biasanya mempunyai defek fisiologi pada satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya, sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien yang dirawat di ICU erat kaitannya dengan perawatan intensif karena memerlukan monitoring dan pencatatan medis yang berkesinambungan untuk mengetahui perubahan fisiologis dan penurunan fungsi organ-organ tubuh yang terjadi (Rab, 2007).

Dirjen Bina Upaya Kesehatan (2011) menyatakan bahwa pelayanan di ICU diberikan pada pasien dengan kondisi kritis yang membutuhkan pelayanan, monitoring, observasi dan pengobatan secara ketat.

Perawatan dan pemantauan hemodinamik di ruang ICU dilakukan dengan cepat, tepat dan cermat secara terus menerus dalam 24 jam.

Kriteria pasien yang dirawat di ruang ICU adalah pasien-pasien cedera seperti cedera kepala, pasien dengan penyakit dan kondisi kritis, serta pasien dengan penyakit yang berpotensi mengancam nyawa (Hanafi, 2007).

Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran, yang kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan kebagian otak yang memproses emosi Penurunan nyeri menggunakan musik sangat efektif karena music dapat mengalihkan perhatian dan rasa cemas pasien yang dapat meningkatkan intensitas nyeri yang dirasakan. Dengan mendengarkan musik, otak akan merangsang pelepasan endorphin yang berfungsi dalam menurunkan nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang sakit Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Innez et al (2017) mengenai Kombinasi Guided Imagery and Music (GIM) dan Relaksasi Autogenik terhadap Nyeri pada Cedera Kepala yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna rata-rata nyeri kepala sebelum dan sesudah tindakan Guided Imagery and Music (GIM) & relaksasi autogenik (p value 0,000, α < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terapi Guided Imagery and Music dan relaksasi

autogenik terhadap penurunan nyeri pada cedera kepala. Terapi musik juga efektif dalam menstabilkan status hemodinamik pasien cedera kepala, salah satunya yaitu tekanan darah.

Terapi musik merangsang pengeluaran hormone endorphin yang memiliki efek relaksasi sehingga dapat meningkatkan tingkat kesadaran, menurunkan ketegangan otot, menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan pernapasan, denyut jantung dan tekanan darah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan yang menunjukkan bahwa ada perubahan tekanan darah baik sistolik maupun diastolic pada pasien hipertensi setelah diberikan terapi musik klasik di.Didukung pula dengan penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa terapi musik dapat menurunkan status hemodinami (tekanan darah, nadi, dan respirasi) pada pasien koma (Rihiantoro, t., Nurachmah, E., & Hariyati, 2008).

2. Metode

Kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui seminar dengan menggunakan metode ceramah, diskusi dan Demonstrasi. Dalam memaparkan materi mengenai Terapi Musik Terhadap Perubahan Nyeri dan Tekanan Darah Di Ruang ICU Pasien Cedera Kepala ini menggunakan metode ceramah yang dibantu dengan peralatan laptop dan infokus. Kemudian dilanjutkan dengan metode diskusi agar dapat memahami materi dengan lebih baik dan membangun komunikasi yang lebih intens terhadap peserta seminar, kemudian dilanjut dengan Pelatihan dengan memberikan demonstrasi mengenai terapi musik

Langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan pengabdian ini adalah sebagai berikut

1. Langkah 1

Pengabdi meminta ijin di tempat pengabdian dengan menyertakan surat tugas dari Ketua LPPM.

2. Langkah 2

Pengabdi mensosialisasikan seputar kegiatan pengabdian kepada peserta seminar.

3. Langkah 3

Pengabdi dan peserta melakukan diskusi dan tanya jawab mengenai terapi musik terhadap perubahan nyeri dan tekanan darah.

(5)

4. Langkah 4

Pengabdi memberikan pelatihan dengan demonstrasikan terlebih dahulu mengenai terapi musik untuk menurunkan Nyeri dan Tekanan Darah pada pasien Cedera Kepala di ICU 5. Langkah

Pengabdi melakukan evaluasi dan tindak lanjut kepada para peserta seminar

3. Hasil dan Pembahasan

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dilakukan untuk mengedukasi hubungan Terapi Musik Terhadap Perubahan Nyeri dan Tekanan Darah Di Ruang ICU Pasien Cedera Kepala. Hasil kegiatan yang telah tercapai dalam pengabdian masyarakat ini adalah:

1. Materi yang disosialisasikan dapat dipahami dan direspon baik oleh peserta seminar.

2. Secara umum peserta memahami materi dan mampu mengaplikasikan mengenai Terapi Musik Terhadap Perubahan Nyeri dan Tekanan Darah Di Ruang ICU Pasien Cedera Kepala Secara umum hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

1. Aspek tujuan kegiatan

Tujuan Pengabdian masyarakat mengenai Terapi Musik Terhadap Perubahan Nyeri dan Tekanan Darah Di Ruang ICU Pasien Cedera Kepala sudah sangat baik terlaksana, semua persiapan yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik dan didukung oleh bukti yang dicatat secara langsung.

2. Aspek target materi

Ketercapaian target materi sudah sangat baik, karena materi telah dapat disampaikan secara keseluruhan.

3. Aspek Kemampuan Peserta

Kemampuan peserta dinilai berdasarkan pemahaman dan kemampuan peserta dalam mengikuti pre test dan post test yang disiapkan.

Beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah:

1. Faktor pendukung

a. Adanya dukungan baik dari pihak tempat pengabdian kepada masyarakat dengan tim pelaksana pengabdian.

b. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.

c. Ketertarikan dan minat peserta dalam mengikuti semua rangkaian kegiatan.

d. Peserta seminar dan tim pengabdi tetap menjalankan porotokol kesehatan.

2. Faktor penghambat

Pelaksanaan kegiatan adalah keterbatasan waktu, sebab pelaksanaan tidak dapat dilakukan dalam durasi yang lebih panjang.

4. Kesimpulan

a) Adanya respon positif dari peserta dengan munculnya pertanyaan dan tanggapan yang diberikan selama kegiatan dan diskusi.

b) Sebanyak 98% peserta seminar mengalami peningkatan edukasi mengenai materi yang disampaikan dengan nilai post test yang lebih meningkat dibandingkan dengan nilai pre test.

5. Ucapan Terima Kasih

Pengabdi menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam

2. Direktur Rumah Sakit Grandmed 6. Daftar Pustaka

Apfelbaum, J.L., Chen, C., Mehta, S.S., & Gan, T.J. (2003). Postoperative pain experience:

Results from a national survey suggest postoperative pain continues to be under- managed. Anesthesia & Analgesia,

Asman, O. (2008). Qur'anic healing for spiritual ailments, between tradition, religious law and contemporary law.

Medical Law Journal, 259-284.

Bradt, J., Dileo, C., & Potvin, N. (2013). Music for stress and anxiety reduction in coronary heart disease patients. Cochrane Database Syst Rev, 12.

Campbell, M, Mainos R.O.,& Looney, S.W (2001). Effect of music on anxiety ofwomen awaiting breast biopsy.British Journal, 4(3); 128-137.

Elzaky, J. (2011). Mukjizat kesehatan ibadah.

Jakarta: Penerbit Zaman.

(6)

Faradisi, F. (2012). Efektivitas terapi murotal dan terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pra- operasi di Pekalongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2) Diperoleh dari:

http://www.journal. stikesmuh- pkj.ac.id/journal/index.php/jiks/ article/.

Hanifah, (2007). Pengaruh terapi musik terhadap intensitas nyeri akibat perawatan luka bedah abdomen di Badan Pelaksana Kesehatan Masyarakat RSU Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar. Skripsi Tidak Dipublikasi. PSIK-FK Universitas Brawijaya Malang.

Thim, T., Krarup, N. H. V., Grove, E. L., Rohde, C. V., & Løfgren, B. (2012). Initial assessment and treatment with the Airway, Breathing, Circulation, Disability,

Exposure (ABCDE)

approach. International journal of general medicine, 5, 117

W Savitri, N Fidayanti, P Subiyanto Media Ilmu Kesehatan 5 (1), 1-6

(7)

PENYULUHAN KECEMASAN DENGAN KOPING KELUARGA PADA PASIEN CEDERA KEPALA

Juni Mariati Simarmata1, Samuel Ginting2, Abdi Lestari Sitepu3 Program Studi Profesi Ners, Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam

Jln. Sudirman No.38 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara – Indonesia

*email korespondensi author: junimariatisimarmata@medistra.ac.id

Abstrak

sekitar 16.000 orang meninggal di seluruh dunia setiap hari yang diakibatkan oleh semua jenis cedera. Cedera mewakili 12% dari beban keseluruhan penyakit, sehingga cidera penyebab penting ketiga kematian secara keseluruhan. Prevalensi cedera di Indonesia tahun 2012 adalah 8,2%, dengan prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Provinsi yang mempunyai prevalensi cedera kepala lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi.

Riskesdas 2013 pada provinsi Jawa Tengah menunjukkan kasus cedera sebesar 7,7% yang disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor sebesar 40,1% (Depkes, 2013). Beberapa dampak yang terjadi pada klien tersebut akan menimbulkan dampak psikologis yang besar bagi keluarga yaitu timbulnya stress (Davison (2006). Setiap keluarga akan menggunakan strategi koping yang berbeda beda untuk mengatasi kecemasan. Hal ini tergantung dari faktor penyebab, tingkat kecemasan dan sumber koping, dimana strategi koping dapat bersifat konstruktif (adaptif) maupun destruktif (maladaptif) (Brannon, 2007).Berdasarkan catatan bagian rekam medik RSI Surakarta selama 2 tahun terakhir diperoleh data pada bulan Januari 2014 sampai bulan Desember 2014 merawat penderita CKR 485 pasien, CKS 42 pasien, dan CKB 125 pasien. Sedangkan di tahun berikutnya mengalami peningkatan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan November 2015 merawat penderita CKR 261 pasien, CKS 76 pasien, dan CKB 169 pasien dan di ruang ICU hampir setiap bulan merawat pasien dengan cedera kepala serta beberapa pasien menjalani tindakan pembedahan diruang operasi RSI Surakarta (Kepala Rekam Medik RSI Surakarta).

Kata kunci: Kecemasan; Koping Keluarga ; Cidera Kepala Abstract

about 16,000 people die worldwide every day as a result of all kinds of injuries. Injuries represent 12%

of the overall burden of disease, making injuries the third most important cause of death overall. The prevalence of injury in Indonesia in 2012 was 8.2%, with the highest prevalence found in South Sulawesi (12.8%) and the lowest in Jambi (4.5%). Provinces that have a higher prevalence of head injury than the national figure are 15 provinces. Riskesdas 2013 in Central Java province showed 7.7%

of cases of injuries caused by motorcycle accidents amounted to 40.1% (Depkes, 2013). Some of the impacts that occur on the client will have a major psychological impact on the family, namely the emergence of stress (Davison (2006). Each family will use different coping strategies to overcome anxiety. This depends on the causative factor, level of anxiety and the source of coping, where coping strategies can be constructive (adaptive) or destructive (maladaptive) (Brannon, 2007). , and 125 patients CKB. While in the following year there was an increase in January 2015 to November 2015 treating patients with CKR 261 patients, CKS 76 patients, and CKB 169 patients and in the ICU almost every month treating patients with head injuries and several patients underwent surgery in the operating room of RSI Surakarta (Head of Medical Record RSI Sur root).

Keywords: Worry; Family Coping ; Head Injury

(8)

1. Pendahuluan

sekitar 16.000 orang meninggal di seluruh dunia setiap hari yang diakibatkan oleh semua jenis cedera. Cedera mewakili 12% dari beban keseluruhan penyakit, sehingga cidera penyebab penting ketiga kematian secara keseluruhan. Prevalensi cedera di Indonesia tahun 2012 adalah 8,2%, dengan prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Provinsi yang mempunyai prevalensi cedera kepala lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi. Riskesdas 2013 pada provinsi Jawa Tengah menunjukkan kasus cedera sebesar 7,7% yang disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor sebesar 40,1% (Depkes, 2013).

Beberapa dampak yang terjadi pada klien tersebut akan menimbulkan dampak psikologis yang besar bagi keluarga yaitu timbulnya stress (Davison (2006). Setiap keluarga akan menggunakan strategi koping yang berbeda beda untuk mengatasi kecemasan. Hal ini tergantung dari faktor penyebab, tingkat kecemasan dan sumber koping, dimana strategi koping dapat bersifat konstruktif (adaptif) maupun destruktif (maladaptif) (Brannon, 2007).

Berdasarkan catatan bagian rekam medik RSI Surakarta selama 2 tahun terakhir diperoleh data pada bulan Januari 2014 sampai bulan Desember 2014 merawat penderita CKR 485 pasien, CKS 42 pasien, dan CKB 125 pasien. Sedangkan di tahun berikutnya mengalami peningkatan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan November 2015 merawat penderita CKR 261 pasien, CKS 76 pasien, dan CKB 169 pasien dan di ruang ICU hampir setiap bulan merawat pasien dengan cedera kepala serta beberapa pasien menjalani tindakan pembedahan diruang operasi RSI Surakarta (Kepala Rekam Medik RSI Surakarta).

2. Metode

Kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui seminar dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi. Dalam memaparkan materi mengenai kecemasan dengan koping keluarga pada pasien cedera kepala ini menggunakan metode ceramah yang dibantu dengan peralatan laptop dan infokus. Kemudian dilanjutkan dengan metode diskusi agar dapat memahami materi dengan lebih baik dan membangun

komunikasi yang lebih intens terhadap peserta seminar.

Langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan pengabdian ini adalah sebagai berikut

1. Langkah 1

Pengabdi meminta ijin di tempat pengabdian dengan menyertakan surat tugas dari Ketua LPPM.

2. Langkah 2

Pengabdi mensosialisasikan seputar kegiatan pengabdian kepada peserta seminar.

3. Langkah 3

Pengabdi dan peserta melakukan diskusi dan tanya jawab mengenai koping keluarga pada pasien cidera kepala.

4. Hasil dan Pembahasan

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dilakukan untuk mengedukasi pasien cedera kepala terhadap kecemasan dengan koping keluarga. Hasil kegiatan yang telah tercapai dalam pengabdian masyarakat ini adalah:

1. Materi yang disosialisasikan dapat dipahami dan direspon baik oleh peserta seminar.

2. Secara umum peserta memahami materi mengenai hubungan kecemasan dengan koping keluarga pada pasien cedera kepala Secara umum hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

1. Aspek tujuan kegiatan

Tujuan Pengabdian masyarakat mengenai kecemasan dengan koping keluarga pada pasien cedera kepala sudah sangat baik terlaksana, semua persiapan yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik dan didukung oleh bukti yang dicatat secara langsung.

2. Aspek target materi

Ketercapaian target materi sudah sangat baik, karena materi telah dapat disampaikan secara keseluruhan.

3. Aspek Kemampuan Peserta

Kemampuan peserta dinilai berdasarkan pemahaman dan kemampuan peserta dalam mengikuti pre test dan post test yang disiapkan.

(9)

Beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah:

1. Faktor pendukung

a. Adanya dukungan baik dari pihak tempat pengabdian kepada masyarakat dengan tim pelaksana pengabdian.

b. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.

c. Ketertarikan dan minat peserta dalam mengikuti semua rangkaian kegiatan.

d. Peserta seminar dan tim pengabdi tetap menjalankan porotokol kesehatan.

2. Faktor penghambat

Pelaksanaan kegiatan adalah keterbatasan waktu, sebab pelaksanaan tidak dapat dilakukan dalam durasi yang lebih panjang.

5. Kesimpulan

a) Adanya respon positif dari peserta dengan munculnya pertanyaan dan tanggapan yang diberikan selama kegiatan dan diskusi.

b) Sebanyak 98% peserta seminar mengalami peningkatan edukasi mengenai materi yang disampaikan dengan nilai post test yang lebih meningkat dibandingkan dengan nilai pre test.

6. Daftar Pustaka

Ankita, S., Kunkulol, R., Meena, S, Sangle, A.

2015. Hypoxic Status And Its Prognosis In Patients With Head Injury. Int J Med Res HealthSci. 4(3):662-666.

Arifin, M., dan Ajid Risdianto. 2013. Cedera Kepala. Bandung: Sagung Seto.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian.

Jakarta: Rineka Cipta.

Arnold, C.D. 2013. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Outcome Pasien Pasca Operasi Hematoma Epidural ( EDH ). Padang

Bamastika, IA. (2013) Cedera otak sekunder.Kepaniteraan Klinik Madya Bagian/SMF Ilmu Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.

Borley P.A. 2006. At A Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga

Brain Injury Association of America. 2013. To the housecommittee on energy and energy and commerce subcommittee on health.

Campbell Jhon. 2012. International Trauma Life Support For Emergency Care Provider. Alabama, American : American College Emergency Phycisian. 7th Edition.

America. American College Emergency Physcian. ISBN-13: 978-0-13-215724-7 Centers for Disease Control and Prevention,

2011. Surveilance for Traumatic Brain Injury-Related Deaths-United States, 1997-2007. Dalam: MMWR. Vol.

60.Hal.1-36.

Chard, R., & Makary, M. A. (2015). Transfer- of-Care Comunication: Nursing Best Practice.

Chi, J.H., Knudson, M.M., Vassar, M.J. 2006.

Prehospital Hypoxia Affects Outcome In Patients With Traumatic Brain Injury: A Prospective Multicenter Study. JTrauma 61: 1134–1141.

Davis, D. P., Meade, W., Sise, M. J., Kennedy,F., Simon, F., Tominaga, G., Steele, J., Coimbra, R. 2009. Both Hypoxemia And Extreme Hyperoxemia May Be Detrimental In

Dawodu, S.T., 2013. Traumatic Brain Injury:

Definition, Epidemiology, Pathophysiology.

(http://emedicine.medscape.com/article/32 6510overview

Depkes. 2013. Simposium pencegahan dan penanganan kecelakaan lalu lintas.

(http://pppl.depkes.go.id./focus?id =1343, Diakses tanggal 2 Mei 2017)

Dewi, Ni Made Ayu A. 2013. Autoregulasi Serebral Pada Cedera Kepala.Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Bedah Fakultas Kedokteran

Udayana.http://download.portalgaruda.org /article.php?article=82587& val=970

(10)

EDUKASI MENGUNYAH PERMEN KARET PADA PERISTALTIK USUS PASIEN POST APPENDIKTOMI

Grace Erlyn Damayanti Sitohang1, Sari Desi Esta Ulina Sitepu2, Pratiwi Christa Simarmata Program Studi Profesi Ners, Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam

Jln. Sudirman No.38 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara – Indonesia

*email korespondensi author: Gracesitohang87@gmail.co.id

Abstrak

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak lepas dari kegiatan mengunyah. Mengunyah merupakan proses membuka dan menutup mulut secara berulangulang. Selain berfungsi pada sistem pencernaan, mengunyah juga memberikan manfaaat pada fungsi kognisi, salah satunya atensi (upaya pemusatan perhatian). Ketika seseorang mengunyah, melalui sensorik saraf trigeminus akan mengaktifkan pusat kesadaran di batang otak Ascending Reticular Activating System(ARAS), selain itu juga akan meningkatkan glukosa darah melalui perangsangan untuk meningkatkan discharge hormon glukokortikoid (Ono dkk, 2010). Ketika seseorang mengunyah perfusi darah ke otak juga menjadi lebih.

Hal tersebut akan memberikan efek positif pada fungsi kognisi, khususnya atensi sehingga ikut berperan dalam peningkatan memori jangka pendek. Kanarek dan Swinney mengemukakan bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang kaya kalori lebih meningkatkan fungsi kognisi otak seperti atensi dan memori jangka pendek dibandingkan dengan makanan yang rendah kalori (Kanarek & Swinney, 1990). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kanarek dan Swinney tahun 1990 menunjukkan bahwa nilai tes kelompok yang mengkonsumsi makanan kaya kalori secara signifikan meningkat pada tes backward digit span recall dibandingkan dengan kelompok yang mengkonsumsi makanan rendah kalori, kelompok yang mengkonsumsi makanan kaya kalori juga menunjukkan perbaikan dalam penalaran aritmatika dan atensi (perhatian).

Kata kunci: Mengunyah Permen Kret; Post Appendiktomy

Abstract

In everyday life, we cannot be separated from chewing activities. Chewing is the process of opening and closing the mouth repeatedly. In addition to functioning on the digestive system, chewing also provides benefits to cognitive functions, one of which is attention (attention efforts). When a person chews, the trigeminal nerve will activate the consciousness center in the brain stem Ascending Reticular Activating System (ARAS), but it will also increase blood glucose through stimulation to increase the release of glucocorticoid hormones (Ono et al, 2010). When a person chews blood perfusion to the brain also becomes more. This will have a positive effect on cognitive function, especially attention so that it plays a role in improving short-term memory. Kanarek and Swinney suggested that consuming foods rich in calories further improved cognitive functions of the brain such as attention and short-term memory compared to foods that were low in calories (Kanarek & Swinney, 1990). The results of research conducted by Kanarek and Swinney in 1990 showed that the test scores of the group that consumed calorie-rich foods significantly increased on the backward digit span recall test compared to the group that consumed low-calorie foods, the group that consumed calorie-rich foods also showed improvements in arithmetic reasoning. and attention (attention).

Keywords: Chewing Crete Gum; Post Appendictomy

(11)

1. Pendahuluan

Di dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak lepas dari kegiatan mengunyah. Mengunyah merupakan proses membuka dan menutup mulut secara berulangulang. Selain berfungsi pada sistem pencernaan, mengunyah juga memberikan manfaaat pada fungsi kognisi, salah satunya atensi (upaya pemusatan perhatian). Ketika seseorang mengunyah, melalui sensorik saraf trigeminus akan mengaktifkan pusat kesadaran di batang otak Ascending Reticular Activating System(ARAS), selain itu juga akan meningkatkan glukosa darah melalui perangsangan untuk meningkatkan release hormon glukokortikoid (Ono dkk, 2010).

Ketika seseorang mengunyah perfusi darah ke otak juga menjadi lebih baik (Wilkinson dkk, 2002). Hal tersebut akan memberikan efek positif pada fungsi kognisi, khususnya atensi sehingga ikut berperan dalam peningkatan memori jangka pendek.

Kanarek dan Swinney mengemukakan bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang kaya kalori lebih meningkatkan fungsi kognisi otak seperti atensi dan memori jangka pendek dibandingkan dengan makanan yang rendah kalori (Kanarek & Swinney, 1990). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kanarek dan Swinney tahun 1990 menunjukkan bahwa nilai tes kelompok yang mengkonsumsi makanan kaya kalori secara signifikan meningkat pada tes backward digit span recall dibandingkan dengan kelompok yang mengkonsumsi makanan rendah kalori, kelompok yang mengkonsumsi makanan kaya kalori juga menunjukkan perbaikan dalam penalaran aritmatika dan atensi (perhatian) (Kanarek &

Swinney, 1990).

2. Metode

Kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui seminar dengan menggunakan metode ceramah,diskusi dan demontrasi. Dalam memaparkan materi mengenai Edukasi Mengunyah Permen Karet Pada Peristaltik Usus Pasien Post Appendiktomi ini menggunakan metode ceramah yang dibantu dengan peralatan laptop dan infokus. Kemudian dilanjutkan dengan metode diskusi agar dapat memahami materi dengan lebih baik dan membangun komunikasi yang lebih intens terhadap peserta seminar, dan selanjutnya

dengan metode demontrasi untuk memberikan edukasi mengunyah permen

Langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan pengabdian ini adalah sebagai berikut

1. Langkah 1

Pengabdi meminta ijin di tempat pengabdian dengan menyertakan surat tugas dari Ketua LPPM.

2. Langkah 2

Pengabdi mensosialisakan seputar kegiatan pengabdian kepada peserta seminar.

3. Langkah 3

Pengabdi dan peserta melakukan diskusi dan tanya jawab mengenai Edukasi Mengunyah Permen Karet Pada Peristaltik Usus Pasien Post Appendiktomi.

4. Langkah 4

Pengabdi mendemonstrasikan dan memberi edukasi cara mengunyah permen karet

5. Pengabdi melakukan evaluasi dan tindak lanjut kepada para peserta seminar

3. Hasil dan Pembahasan

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dilakukan untuk mengedukasi Edukasi Mengunyah Permen Karet Pada Peristaltik Usus Pasien Post Appendiktomi. Hasil kegiatan yang telah tercapai dalam pengabdian masyarakat ini adalah:

1. Materi yang disosialisasikan dapat dipahami dan direspon baik oleh peserta seminar.

2. Secara umum peserta memahami materi mengenai Edukasi Mengunyah Permen Karet Pada Peristaltik Usus Pasien Post Appendiktomi Secara umum hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

1. Aspek tujuan kegiatan

Tujuan Pengabdian masyarakat mengenai Edukasi Mengunyah Permen Karet Pada Peristaltik Usus Pasien Post Appendiktomi sudah sangat baik terlaksana, semua persiapan yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik dan didukung oleh bukti yang dicatat secara langsung.

(12)

2. Aspek target materi

Ketercapaian target materi sudah sangat baik, karena materi telah dapat disampaikan secara keseluruhan.

3. Aspek Kemampuan Peserta

Kemampuan peserta dinilai berdasarkan pemahaman dan kemampuan peserta dalam mengikuti pre test dan post test yang disiapkan.

Beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah:

1. Faktor pendukung

a. Adanya dukungan baik dari pihak tempat pengabdian kepada masyarakat dengan tim pelaksana pengabdian.

b. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.

c. Ketertarikan dan minat peserta dalam mengikuti semua rangkaian kegiatan.

d. Peserta seminar dan tim pengabdi tetap menjalankan porotokol kesehatan.

2. Faktor penghambat

Pelaksanaan kegiatan adalah keterbatasan waktu, sebab pelaksanaan tidak dapat dilakukan dalam durasi yang lebih panjang.

4. Kesimpulan

a) Adanya respon positif dari peserta dengan munculnya pertanyaan dan tanggapan yang diberikan selama kegiatan dan diskusi.

b) Sebab.nyak 98% peserta seminar mengalami peningkatan edukasi mengenai materi yang disampaikan dengan nilai post test yang lebih meningkat dibandingkan dengan nilai pre test.

5. Ucapan Terima Kasih

Pengabdi menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam

2. Direktur Rumah Sakit Grandmed 6. Daftar Pustaka

Ankita, S., Kunkulol, R., Meena, S, Sangle, A.

2015. Hypoxic Status And Its Prognosis In Patients. Int J Med Res HealthSci.

4(3):662-666.

Arifin, M., dan Ajid Risdianto. 2013..

Bandung: Sagung Seto.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian.

Jakarta: Rineka Cipta.

Bamastika, IA. (2013) Cedera otak sekunder.Kepaniteraan Klinik Madya Bagian/SMF Ilmu Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.

Brain Injury Association of America. 2013. To the housecommittee on energy and energy and commerce subcommittee on health.

Baehr, et al., 2010. Komponen ascending reticular activating system

Centers for Disease Control and Prevention, 2011. Surveilance for

Chewing gum on intestinal peristalsis Deaths-United States, 1997-2007. Dalam:

MMWR. Vol. 60.Hal.1-36.

Kanarek & Swinney, 1990, signifikan meningkat pada tes backward digit span recall

Kanarek & Swinney, 1990. kalori permen karet free sugar

Potter & Perry, 2010 mendengar satu suara usus Pestaltik

Wilkinson dkk, 2002. Ascending Reticular Activating System(ARAS)

(13)

EDUKASI PEMASANGAN NGT DENGAN INFEKSI PADA PASIEN DENGAN TRAUMA NASAL

Rita Ayu Butar Butar1, Junita Ika Susanti Ginting2, Widya3

1Program Studi Profesi Ners, Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam Jln. Sudirman No.38 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang,

Sumatera Utara – Indonesia

*email korespondensi author: ritaayubutbut@gmail.com

Abstrak

Pemasangan pipa nasogastrik atau nasogastric tube (NGT) merupakan prosedur pemasangan pipa melalui lubang hidung (nostril) turun ke nasofaring kemudian ke lambung.1 Prosedur ini bermanfaat untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Dua indikasi yang sering yaitu untuk akses pemberian nutrisi bagi pasien yang tidak mampu makan melalui mulut dan untuk mengevaluasi isi lambung bagi pasien yang dicurigai mengalami perdarahan gastrointestinal.2,3 Ada beberapa tipe- tipe NGT antara lain pipa Levin, pipa Salem sump, dan pipa Moss, namun yang sering digunakan adalah pipa Levin. Pemasangan NGT lebih dipilih karena lebih sederhana, aman, dan jarang menyebabkan trauma pada pasien dibandingkan dengan pipa orogastrik. Meskipun demikian kemungkinan terjadinya komplikasi yang serius seperti aspirasi isi lambung dapat terjadi. Komplikasi ini dapat dicegah bila pasien koperatif, diposisikan secara benar, serta persiapan peosedur dilakukan dengan baik serta observasi yang tepat selama prosedur dilakukan dan memastikan posisi pipa sudah tepat.2 Selain itu teknik melepaskan pipa yang benar juga dapat mengurangi terjadinya komplikasi berupa trauma mukosa dan aspirasi.

Kata kunci: Pemasangan NGT; Infeksi ; Trauma Nasal Abstract

Insertion of a nasogastric tube or nasogastric tube (NGT) is a procedure for inserting a tube through the nostril (nostril) down into the nasopharynx and then into the stomach.1 This procedure is useful for both diagnostic and therapeutic purposes. Two frequent indications are for access to nutrition for patients who are unable to eat by mouth and for evaluating gastric contents for patients with suspected gastrointestinal bleeding.2,3 There are several types of NGT including Levin tube, Salem sump tube, and tube. Moss, however, is the Levin pipe that is often used. NGT installation is preferred because it is simpler, safer, and rarely causes trauma to the patient compared to an orogastric tube.

However, serious complications such as aspiration of gastric contents may occur. This complication can be prevented if the patient is cooperative, positioned correctly, and proper procedure preparation is carried out and proper observation during the procedure is carried out and ensures the position of the tube is correct.

Keywords: NGT Installation; Infection ; Nassal Trauma

(14)

1. Pendahuluan

Komplikasi-komplikasi dapat terjadi akibat trauma mekanik selama proses pemasangan awal NGT maupun penempatan NGT yang tidak tepat antara lain: Distres nafas pada pemasangan awal NGT terjadi akibat penempatan posisi pasien serta teknik pemasangan NGT yang tidak tepat. Ini dapat dicegah dengan memposisikan pasien pada posisi fowler atau sniffing serta melakukan setiap tahapan prosedur pemasangan NGT dengan berurutan, serta yang paling penting adalah konfirmasi letak pipa. Penangan awal bila muncul tanda-tanda distres nafas adalah dengan segera menarik keluar NGT.

Malposisi NGT Jangan melakukan pemasangan NGT misalnya malposisi NGT misalnya pada pasien trauma maksilofasial yang dicurigai mengalami fraktur pada cribiformis plate. Pasien merasa tidak nyaman dapat diatasi dengan pemberian nasal dekongestan dan anastesi topikal dengan menggunakan lidokain 4 persen ke dalam mukosa hidung serta sprai lidokain 4 persen atau benzocaine langsung ke posterior orofaring. Alternatif lain dengan menggunakan nebulizer yang mengandung lidocain 4 persen, sehingga baik mukosa hidung dan mulut teranastesi baik.

Epistaksis masif dapat menyebabkan gangguan pada jalan nafas, sehingga memerlukan pemasangan tampon. Risiko komplikasi ini dapat dikurangi dengan melakukan teknik pemasangan NGT yang tepat yaitu dengan menelusuri dasar hidung menuju ke arah telinga saat mendorong masuk NGT untuk mengurangi terjadinya turbinasi dan nyeri serta epistaksis.3 Memberikan nasal dekongestan seperti oxymethazoline atau phenylephrine untuk vasokonstriksi pembuluh darah mukosa hidung juga dapat dilakukan sebelum pemasangan NGT.

Trauma pada mukosa terjadi akibat terlalu memaksakan mendorong pipa saat terdapat tahanan. Risiko ini meningkat pada pasien dengan perforasi saluran cerna atas. Pneumonia aspirasi terjadi akibat aspirasi isi lambung saat pasien muntah ini dapat dicegah dengan memposisikan pasien dengan baik, bila perlu lakukan 10 intubasi bila saluran napas tidak lapang terutama pada pasien yang tidak sadar.

Menelan yang gentle dan cepat saat pemasangan NGT juga akan mengurangi sensasi ingin muntah.

2. Metode

Kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui seminar edukasi dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi. Dalam memaparkan materi mengenai Edukasi Pemassangan NGT dengan Infeksi Pada Pasien Dengan Trauma Nasal ini menggunakan metode ceramah yang dibantu dengan peralatan laptop dan infokus. Kemudian dilanjutkan dengan metode diskusi agar dapat memahami materi dengan lebih baik dan membangun komunikasi yang lebih intens terhadap peserta seminar.

Langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan pengabdian ini adalah sebagai berikut

1. Langkah 1

Pengabdi meminta ijin di tempat pengabdian dengan menyertakan surat tugas dari Ketua LPPM.

2. Langkah 2

Pengabdi mensosialisasikan seputar kegiatan pengabdian kepada peserta seminar.

3. Langkah 3

Pengabdi dan peserta melakukan diskusi dan tanya jawab mengenai Edukasi Pemasangan NGT dengan Infeksi Pada Pasien Dengan Trauma Nasal.

4. Langkah 4

Pengabdi melakukan evaluasi dan tindak lanjut kepada para peserta seminar

3. Hasil dan Pembahasan

. Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dilakukan untuk mengedukasi Perawat tentang Pemassangan NGT dengan Infeksi Pada Pasien Dengan Trauma Nasal. Hasil kegiatan yang telah tercapai dalam pengabdian masyarakat ini adalah:

1. Materi yang disosialisasikan dapat dipahami dan direspon baik oleh peserta seminar.

2. Secara umum peserta memahami materi mengenai Edukasi Pemasangan NGT dengan Infeksi Pada Pasien Dengan Trauma Nasal Secara umum hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

(15)

1. Aspek tujuan kegiatan

Tujuan Pengabdian masyarakat mengenai Edukasi Pemasangan NGT dengan Infeksi Pada Pasien Dengan Trauma Nasal sudah sangat baik terlaksana, semua persiapan yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik dan didukung oleh bukti yang dicatat secara langsung.

2. Aspek target materi

Ketercapaian target materi sudah sangat baik, karena materi telah dapat disampaikan secara keseluruhan.

3. Aspek Kemampuan Peserta

Kemampuan peserta dinilai berdasarkan pemahaman dan kemampuan peserta dalam mengikuti pre test dan post test yang disiapkan.

Beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah:

1. Faktor pendukung

a. Adanya dukungan baik dari pihak tempat pengabdian kepada masyarakat dengan tim pelaksana pengabdian.

b. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.

c. Ketertarikan dan minat peserta dalam mengikuti semua rangkaian kegiatan.

d. Peserta seminar dan tim pengabdi tetap menjalankan porotokol kesehatan.

2. Faktor penghambat

Pelaksanaan kegiatan adalah keterbatasan waktu, sebab pelaksanaan tidak dapat dilakukan dalam durasi yang lebih panjang.

4. Kesimpulan

a) Adanya respon positif dari peserta dengan munculnya pertanyaan dan tanggapan yang diberikan selama kegiatan dan diskusi.

b) Peserta workshop dapat memahami materi terkait Pemasangan NGT Dengan Infeksi Pada Pasien Dengan Trauma Nasal

c) Sebanyak 98% peserta seminar mengalami peningkatan edukasi mengenai materi yang disampaikan dengan nilai post test yang lebih meningkat dibandingkan dengan nilai pre test.

5. Ucapan Terima Kasih

Pengabdi menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

3. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam

4. Direktur RSUP H. Adam Malik 6. Daftar Pustaka

Aumick, J.E. (1991). Head trauma: Guidelines for care. RN , 54 (4), 26 - 27.

Auntari, P. (2001). The effect of familiar voice to auditory stimulation on level of conscious and behavioural respon of auditory in head injury pasients with unconscious. Thesis master tidak dipublikasikan. Universitas Khon Kaen, Thailand.

Barnes, M.P. (1999). Rehabilitation after traumatic brain injury. British Medical Bulletin, 55 (4), 927 - 943.

Clan, L. (1998). Music Therapy. In Snyder, M.

& Lindquist, R. (1998).

Complementary/Alternative Therapies in Nursing (pp. 234257). New York: Springer Publishing Company, Inc

Departemen Kesehatan RI. (2000). Profil Kesehatan Indonesia 1999. Jakarta: Pusat Data Kesehatan Jakarta.

Ghajar, J. (2000). Traumatic brain injury. The Lancet, 356 (9233), 923 - 933.

Hernandez, T.D., & Naritoku, D.K.M.D.

(1997). Seizures, epilepsy, and functional recovery after traumatic brain injury: A reappraisal. Neurology, 48 (4), 803 – 806 Hyder AA, Wunderlich CA, Puvanachandra P,

et al. 2007. The impact of traumatic brain injuries: a global perspective. Neuro Rehabilitation. 22:341–53.

Hickey, J.V. (1997). The clinical practice of neurological and neurosurgical nursing (4th ed.). PhiladelphiaNew York:

Lippincott.

Mucthi, T.A. Murtedjo, V, 1997. Waktu Respon di Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Muwardi, 2003, Materi Pelatihan PPGD, Surakarta.

Prins ML, Giza CC. 2012. Repeat traumatic brain injury in the developing brain. Int J Dev Neurosci. 30:185–90.

Roozenbeek B, Maas AI, Menon DK. 2013.

Changing patterns in the epidemiology of traumatic brain injury. Nat Rev Neurol. 9:

231–236.

Werner C., Engelhard K. 2007.

Pathophysiology of traumatic brain injury.

British Journal of Anaesthesia. 99(1):4-9.

(16)

SOSIALISASI MANAJEMEN NYERI DENGAN GUIDE IMAGERY RELAXSATION PADA PASIEN CEDERA KEPALA

Beti Susanti Tarigan1, Juni Mariati Simarmata2, Grace Erlyn Damayanti Sitohang3 Program Studi Profesi Ners, Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam

Jln. Sudirman No.38 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara – Indonesia

*email korespondensi author: susantibetitarigan03@gmail.com

Abstrak

Nyeri merupakan masalah umum yang terjadi pada pasien yang masuk ke klinik dan rumah sakit. Kurang dari 1% dari 4000 makalah tentang nyeri yang diterbitkan setiap tahunnya memfokuskan pada lansia. Terdapat beberapa alasan mengapa nyeri dan kurangnya masalah penanganan nyeri dapat menjadi masalah bagi lansia. Keluhan rasa nyeri yang dirasakan oleh para lansia biasanya bersifat multifaktorial dan terkadang menemui banyak kendala dalam penatalaksanaanya. Akibat penatalaksanaan yang kurang baik pada keluhan rasa nyeri yang dialami seseorang akan berdampak pada stautus kesehatan dan kualitas hidup lansia tersebut.

Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan rasa depresi, isolasi hubungan social, ketidakmampuan dan dapat pula menyebabkan gangguan tidur. Lebih dari 50% kanker di Amerika Serikat terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun, dan 60 sampai 80% dengan kanker mengalami nyeri sedang sampai berat. Survey kesehatan nasional 2001 menunjukkan pada usia ≥ 55 tahun 40% lansia mengalami nyeri. Nyeri arthritis terjadi pada lebih dari setengah jumlah seluruh lansia dengan osteoarthritis yang menyebabkan lebih banyak nyeri kronis daripada kondisi yang lain. Jenis nyeri lain yang sering terjadi pada lansia adalah sakit kepala, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri tajam dan menusuk, nyeri neuropatik terbakar (misalnya fantom ekstremitas, neuropati diabetes, neuralgia pasca herpetic, neuralgia trigeminal, dan kausalgia.

Kata kunci: Manajemen; Relaxation ; Cedera kepala Abstract

Pain is a common problem that occurs in patients who enter clinics and hospitals. Less than 1% of the 4000 papers on pain published annually focus on the elderly. There are several reasons why pain and lack of pain management problems can be a problem for the elderly.

Complaints of pain felt by the elderly are usually multifactorial and sometimes encounter many obstacles in their management. As a result of poor management of pain complaints experienced by a person will have an impact on the health status and quality of life of the elderly. Inadequate management can be associated with depression, social isolation, disability and can also cause sleep disturbances. More than 50% of cancers in the United States occur in people older than 65 years, and 60 to 80% with cancer experience moderate to severe pain. The 2001 national health survey showed that at the age of 55 years 40% of the elderly experienced pain. Arthritis pain occurs in more than half of all elderly people with osteoarthritis causing more chronic pain than any other condition.

Other types of pain that often occur in the elderly are headache, lower back pain, and sharp and stabbing pain, burning neuropathic pain (eg phantom limb, diabetic neuropathy, post herpetic neuralgia, trigeminal neuralgia, and causalgia.

Keywords: Management; Relaxation ; Head injury

(17)

1. Pendahuluan

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015).

Menurut Smeltzer & Bare (2002), definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakkannya. Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah destruktif jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, pada perasaan takut, mual dan mabuk.

Terlebih, setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 1997).

Definisi guided imagery Guided imagery adalah suatu teknik yang menggunakan imajinasi individu dengan imajinasi terarah untuk mengurangi stres (Patricia dalam Kalsum, 2012). Snyder & Lindquist (2002) mendefinisikan bimbingan imajinasi sebagai intervensi pikiran dan tubuh manusia menggunakan kekuatan imajinasi untuk mendapatkan affect fisik, emosional maupun spiritual. Guided imagery dikategorikan dalam terapi mind-body medicine oleh Bedford (2012) dengan mengombinasikan bimbingan imajinasi dengan meditasi pikiran sebagai cross-modal adaptation. Imajinasi merupakan representasi mental individu dalam tahap relaksasi. Imajinasi dapat dilakukan dengan berbagai indra antara lain visual, auditor, olfaktori maupun taktil. Bimbingan imajinasi merupakan teknik yang kuat untuk dapat fokus dan berimajinasi yang juga merupakan proses terapeutik (Bonadies, 2009).

Watanabe et al (2006) membuktikan hasil penelitiannya yang menyebutkan bahwa bimbingan imajinasi meningkatkan mood positif dan menurunkan mood negatif individu secara signifikan dan level kortisol yang diukur menggunakan saliva test juga menunjukkan penurunan yang signifikan. Guided imagery adalah proses yang menggunakan kekuatan pikiran dengan menggerakkan tubuh untuk

menyembuhkan diri dan memelihara kesehatan atau rileks melalui komunikasi dalam tubuh melibatkan semua indra meliputi sentuhan, penciuman, penglihatan, dan pendengaran (Potter & Perry, 2005).

2. Metode

Kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui seminar dengan menggunakan metode ceramah, diskusi dan Demonstrasi. Dalam memaparkan materi mengenai Sosialisasi Manajemen Nyeri dengan Guide Imagery Relaxsation Pada Pasien Cedera Kepala menggunakan metode ceramah yang dibantu dengan peralatan laptop dan infokus.

Kemudian dilanjutkan dengan metode diskusi agar dapat memahami materi dengan lebih baik dan membangun komunikasi yang lebih intens terhadap peserta seminar, setelah pengabdi melakukan demonstrasi dan latihan kepada peserta.

Langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan pengabdian ini adalah sebagai berikut:

1. Langkah 1

Pengabdi meminta ijin di tempat pengabdian dengan menyertakan surat tugas dari Ketua LPPM.

2. Langkah 2

Pengabdi mensosialisasikan seputar kegiatan pengabdian kepada peserta seminar.

3. Langkah 3

Pengabdi dan peserta melakukan diskusi dan tanya jawab mengenai manajemen nyeri dengan guide imagery relaxsation.

4. Langkah 4

Pengabdi mendemonstrasikan lalu meminta peserta untuk mengulang kembali apa yang sudah di demonstrasikan tentang Manajemen Nyeri dengan Guide Imagery Relaxsation pada Pasien Cedera Kepala

5. Langkah 5

Pengabdi melakukan evaluasi dan tindak lanjut kepada para peserta seminar

(18)

3. Hasil dan Pembahasan

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dilakukan untuk mengedukasi Perawat tentang Manajemen Nyeri dengan Guide Imagery Relaxsation Pada Pasien Cedera Kepala. Hasil kegiatan yang telah tercapai dalam pengabdian masyarakat ini adalah:

1. Materi yang disosialisasikan dapat dipahami dan direspon baik oleh peserta seminar.

2. Secara umum peserta memahami materi dan mampu melakukan sesuai dengan apa yang sudah di demonstrasikan pengabdi mengenai Sosialisasi Manajemen Nyeri dengan Guide Imagery Relaxsation Pada Pasien Cedera Kepala Secara umum hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

1. Aspek tujuan kegiatan

Tujuan Pengabdian masyarakat mengenai Sosialisasi Manajemen Nyeri dengan Guide Imagery Relaxsation Pada Pasien Cedera Kepala sudah sangat baik terlaksana, semua persiapan yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik dan didukung oleh bukti yang dicatat secara langsung.

2. Aspek target materi

Ketercapaian target materi sudah sangat baik, karena materi telah dapat disampaikan secara keseluruhan.

3. Aspek Kemampuan Peserta

Kemampuan peserta dinilai berdasarkan pemahaman dan kemampuan peserta dalam mengikuti pre test dan post test yang disiapkan.

Beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah:

1. Faktor pendukung

a. Adanya dukungan baik dari pihak tempat pengabdian kepada masyarakat dengan tim pelaksana pengabdian.

b. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.

c. Ketertarikan dan minat peserta dalam mengikuti semua rangkaian kegiatan.

d. Peserta seminar dan tim pengabdi tetap menjalankan porotokol kesehatan.

2. Faktor penghambat

Pelaksanaan kegiatan adalah keterbatasan waktu, sebab pelaksanaan

tidak dapat dilakukan dalam durasi yang lebih panjang.

4. Kesimpulan

a) Adanya respon positif dari peserta dengan munculnya pertanyaan dan tanggapan yang diberikan selama kegiatan dan diskusi.

b) Sebanyak 90% peserta seminar mengalami peningkatan edukasi mengenai materi yang disampaikan dengan nilai post test yang lebih meningkat dibandingkan dengan nilai pre test.

5. Ucapan Terima Kasih

Pengabdi menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam

2. Direktur Rumah Sakit Grandmed 6. Daftar Pustaka

Alvin, (2007). Mengatasi Stres Belajar.

Jakarta: Elex Media Komputindo

Bonadies, J.A., (2009). Stress Ulcer Prophylaxis. Chicago: Eastern Association for the Surgery of Trauma

Cavaliery TA. 2002. Pain Management in The Elderly.J Am Osteopath Assoc;102: 481-5 Departemen Kesehatan RI. Laporan SKRT

2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas.

Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 2002 Hariyanti, N., (2008). Hambatan dalam Proses

Bimbingan Skripsi. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Psikologi Surabaya:

Tidak diterbitkan

Jurnal Makalah Kesehatan FKUB.

(online),(http://www.google.co.id/#hl=id&

gsnf=3&pq=pengaruh%20teknik%20relak sasi%20)

Patricia dalam Kalsum, (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Wanita dengan Insomnia Usia 20-25 Tahun.

Potter, Patricia A, Perry, Anne G. (2005). Buku Ajaran Fundamental Keperawatan:

Konsep, Proses dan Praktek Edisi 8.

Volume 2. Jakarta: EGC

Mickey S & Patricia GB, 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. EGC.

Sari, Vivi Y., (2007). Hubungan antara Optimisme dengan Problem Focused Coping pada Mahasiswa Pengambil

Skripsi. (online),

(19)

(http://psychology.uii.ac.id/images/stories/

jadwal_kuliah/naskahpublikasi- 02320155.pdf)

Watanabe, E., (2006). Differences in relaxation by means of guided imagery in a healthy communitysample. Jakarta: EGC

(20)

UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS POLA NAPAS PADA PASIEN TRAUMA FRAKTUR DISLOKASI SERVIKAL

Evan Suhari Harahap1, Syatria Wati2,Iskandar Markus Sembiring3

1Program Studi Profesi Ners, Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam Jln. Sudirman No.38 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang,

Sumatera Utara – Indonesia

*email korespondensi author: evansuhariharahap@gmail.ac.id

Abstrak

Pasien dengan cidera cervikal (fraktur dislokasi cervical) beberapa akan mengalami cidera spina tidak stabil dapat memberikan resiko tinggi injury pada korda sehingga menimbulkan masalah aktual atau resiko pola nafas tidak efektif dan penurunan curah jantung akibat hilangnya kontrol organ visera. Cedera servikal merupakan cedera tulang belakang yang paling sering menimbulkan kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian terdapat korelasi antara tingkat cedera servikal dengan morbiditas dan mortalitas, yaitu semakin tinggi tingkat cedera servikal maka semakin tinggi pula morbiditas dan mortalitasnya. Pada tahun 2008 telah terjadi sekitar 13 juta kasus fraktur di dunia dengan prevalensi 2,7 % dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 18 juta orang dengan prevalensi 4,2

%. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan prevalensi 3,5 %. Fraktur tersebut didalamnya termasuk insiden kecelakaan, cedera olahraga, bencana kebakaran, dan lain sebagainya.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 kasus fraktur di Indonesia disebabkan oleh cedera karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan trauma benda tajam/tumpul. Terdapat 1.775 orang mengalami fraktur dari 45.987 kasus kejadian jatuh 10 % pasien dengan fraktur di basis krani, wajah, atau torakal bagian atas mengalami fraktur servikal.

Kata kunci: Efektifitas Pola Napas; Trauma Fraktur Dislokasi Servikal Abstract

Patients with cervical injuries (cervical dislocation fractures) some will experience unstable spinal injuries which can provide a high risk of injury to the cord causing actual problems or the risk of ineffective breathing patterns and decreased cardiac output due to loss of visceral organ control.

Cervical injury is the spinal cord injury that most often causes disability and death, from several studies there is a correlation between the level of cervical injury and morbidity and mortality, namely the higher the level of cervical injury, the higher the morbidity and mortality. In 2008 there were about 13 million fracture cases in the world with a prevalence of 2.7% and increased in 2009 to 18 million people with a prevalence of 4.2%. In 2010 it increased to 21 million people with a prevalence of 3.5%. These fractures include incidents of accidents, sports injuries, fire disasters, and so on. Based on the results of the Basic Health Research (Riskesdas) in 2007, fracture cases in Indonesia were caused by injuries from falls, traffic accidents, and sharp/blunt trauma. There were 1,775 people who had fractures from 45,987 cases of falls. 10% of patients with fractures at the base of the skull, face, or upper thorax had cervical fractures.

Keywords: Breathing Pattern Effectiveness; Cervical Dislocation Fracture Trauma

(21)

1. Pendahuluan

Pasien dengan cidera cervikal (fraktur dislokasi cervical) beberapa akan mengalami cidera spina tidak stabil dapat memberikan resiko tinggi injury pada korda sehingga menimbulkan masalah aktual atau resiko pola nafas tidak efektif dan penurunan curah jantung akibat hilangnya kontrol organ visera (Muttaqin, 2011).

Menurut jurnal Arifin & Jefri (2013) Cedera servikal merupakan cedera tulang belakang yang paling sering menimbulkan kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian terdapat korelasi antara tingkat cedera servikal dengan morbiditas dan mortalitas, yaitu semakin tinggi tingkat cedera servikal maka semakin tinggi pula morbiditas dan mortalitasnya.

World Health Organization (WHO) menyatakan pada tahun 2008 telah terjadi sekitar 13 juta kasus fraktur di dunia dengan prevalensi 2,7 % dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 18 juta orang dengan prevalensi 4,2 %. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan prevalensi 3,5 % (Wardani, 2013). Fraktur tersebut didalamnya termasuk insiden kecelakaan, cedera olahraga, bencana kebakaran, dan lain sebagainya (Padila, 2012).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 kasus fraktur di Indonesia disebabkan oleh cedera karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan trauma benda tajam/tumpul. Terdapat 1.775 orang mengalami fraktur dari 45.987 kasus kejadian jatuh (Depkes RI, 2007).

Menurut Helmi (2011) Sekitar 10 % pasien dengan fraktur di basis krani, wajah, atau torakal bagian atas mengalami fraktur servikal.

Pasien dengan penurunan kesadaran yang dikirim ke Instalasi Gawat Darurat akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 10% selalu menderita cedera servikal, baik cedera pada tulang servikal, jaringan penunjang, maupun cedera pada cervical spine. Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh adalah penyebab sebagian besar fraktur tulang servikal. Trauma pada servikal subaksis (C3–7) lebih umum terjadi dibanding servikal C1 dan C2. Trauma servikal sering terjadi pada pasien dengan riwayat kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, trauma pada wajah dan kepala, terdapat defsit neurologis, nyeri pada leher, dan trauma multiple (Arifin & Jefri, 2013).

Cidera servikal adalah suatu keadaan cidera pada tulang belakang cervical, diantaranya

dislokasi cervical adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang cervical, serta fraktur cervical ialah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra cervicalis (Helmi, 2011).

Menurut data dari Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam keluhan yang biasanya menjadi masalah bagi pasien dengan cidera cervical diantaranya yaitu sesak nafas. Sesak napas yang dialami pasien akan menimbulkan terjadinya gangguan pola napas. Salah satu upaya untuk meningkatkan keefektifan pola napas bagi pasien cidera cervical ialah latihan pernapasan diantaranya yaitu latihan napas dalam (deep breathing exercise) yang dapat mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan (Dermawan & Jamil, 2013).

2. Metode

Kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui seminar dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi. Dalam memaparkan materi mengenai Upaya Meningkatkan Efektivitas Pola Napas Pada Pasien Trauma Fraktur Dislokasi Servikal menggunakan metode ceramah yang dibantu dengan peralatan laptop dan infokus.

Kemudian dilanjutkan dengan metode diskusi agar dapat memahami materi dengan lebih baik dan membangun komunikasi yang lebih intens terhadap peserta seminar.

Langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan pengabdian ini adalah sebagai berikut:

1. Langkah 1

Pengabdi meminta ijin di tempat pengabdian dengan menyertakan surat tugas dari Ketua LPPM.

2. Langkah 2

Pengabdi mensosialisakan seputar kegiatan pengabdian kepada peserta seminar.

3. Langkah 3

Pengabdi dan peserta melakukan diskusi dan tanya jawab mengenai Upaya Meningkatkan Efektivitas Pola Napas Pada Pasien Trauma Fraktur Dislokasi Servikal.

4. Langkah 4

Pengabdi melakukan evaluasi dan tindak lanjut kepada para peserta seminar.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan data longitudinal dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 yaitu pada gelombang 3 dan 4, penelitian ini

Kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui seminar dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi. Dalam memaparkan materi mengenai Mekanisme Cedera Dan Trauma Organ

Adapun metode kegiatan yang dilakukan dalam program pengabdian masyarakat ini adalah melalui sosialisasi yakni penyampaian materi melalui metode pemaparan yang

Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan memberikan pendidikan kebencanaan mitigasi banjir melalui materi dan diskusi dalam sebuah acara seminar kepada siswa dan siswi SMA

Melalui tulisan narasi ini, penulis dapat menanamkan pendidikan karakter, yang terwujud dalam peran para tokoh dan peristiwa-peristiwa yang dialami para

Akad yang yang digunakan pada PT.Ammana Fintek Syariah ada berupa akad musyarakah yaitu kerjasama pembiayaan yang terjadi antara pemberi pembiayaan dengan mitra dalam

Event Tree Analysis adalah suatu teknik analisa dengan menggunakan diagram logika untuk mengevaluasi kemungkinan hasil-hasil yang diperoleh (possible outcomes) bila

Kecamatan Mantup berkewajiban menyusun Rencana Strategis ( RENSTRA ) Tahun 2016 - 2021 berdasarkan kebijakan Kepala Daerah Terpilih sedangkan sasaran dan indikator