22
CASE STUDY Gambaran Perawatan Luka Kaki
Diabetes dengan Menggunakan DFUAS (Diabetic Foot Ulcer Assesment Scale) StudiKasus
ABSTRACT
Trini Andini Muhtar., Baharia Laitung., Muh. Ichsan., Sukmawati.
Conflict of interest:
Funding resources:
triniandini@gmail.com Corresponding authors:
Background: The increasing of diabetes cases is in line with the case of complications from diabetes, including diabetic foot ulcer which require long term care.
Aim: To determine the patient's wound progression during eight weeks of treatment using Diabetic Foot Ulcer Assessment Scale (DFUAS).
Methods: A case study reporting by observing and analyzing medical record data from the Griya Afiat Makassar clinic for eight weeks, starting from January 25, 2021- March 15, 2021. Before the treatment was carried out, the patient and family signed the informed consent.
Results: The patient's wound condition worsened from 1st to 2nd week, with an increasing the DFUAS score. From 2nd to 8th week, the patient's wound condition improved significantly. An increase in the total DFUAS score does not necessarily indicate a worsening of the wound condition but can result from the wound bed preparation process.
Conclusion: The wound healing process of the patient will fluctuate based the patient's wound condition and improvement of wound bed preparation.
Keywords: DFUAS, Diabetic Foot Ulcer, Wound Care.
Griya Afiat, Wound Care & Home Care, Makassar, Indonesia
23
PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kondisi tubuh yang tidak memiliki cukup insulin atau tidak mampu menggunakan insulin berdampak pada peningkatan kadar gula dalam darah. International Diabetis Faderation (IDF) melaporkan prevalensi DM secara global sebesar 9.3% dan diprediksikan akan meningkat menjadi 10,2% pada tahun 2030, 10.9% pada tahun 2045, serta secara nasional prevalensi DM sebesar 6.2% dari kelompok usia 20-79 tahun (International Diabetes Faderation, 2019). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 melaporkan jika jumlah penduduk Indonesia yang menderita DM berdasarkan diagnosis dokter sebesar 1,5% dengan kelompok usia terbesar pada rentang 55-64 tahun (Kemenkes, 2018). Semakin meningkatnya prevalensi dari DM akan sejalan dengan peningkatan kasus komplikasi yang dapat terjadi jika penderita tidak mendapatkan perawatan yang maksimal.
Salah satu komplikasi yang paling umum dari DM adalah Luka Kaki Diabetik (LKD) yang diakibatkan karena tidak terkontrolnya kadar gula darah, gangguan neuropati, penyakit vaskular perifer, atau perawatan kaki yang buruk. LKD juga merupakan penyebab paling umum dari osteomelitis kaki dan kasus amputasi bagian ekstremitas bawah (Oliver & Mutluoglu, 2020). Secara umum LKD dapat disebabkan oleh neuropati dan angiopati sedangkan faktor risiko dapat berkaitan dengan peningkatan usia dan pemeriksaan kaki harian (Yusuf et al., 2016). Selain itu pada beberapa kasus penderita DM baru terdiagnosa setelah mereka mengalami LKD.
IDF melaporkan prevalensi dari LKD bervariasi antara 3% di Oseania hingga 13% di Amerika dan rata-rata secara global sekitar 6.4%. Prevalensi ini lebih tinggi terjadi pada pria dibandingkan wanita (International Diabetes Faderation, 2019). Secara nasional prevalensi LKD khususnya di RS daerah bagian Indonesia Timur sebesar 12% dan yang berisiko mengalami LKD sebesar 55.4% (Yusuf et al., 2016). Data ini menunjukkan angka kejadian LKD yang cukup tinggi sebanding dengan meningkatkan prevalensi dari DM. Oleh karena itu, studi kasus ini bertujuan untuk memberikan gambaran proses perawatan LKD di unit pelayanan home care.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini merupakan studi kasus dengan mengobservasi dan menganalisis data rekam medik dari pasien yang melakukan perawatan luka kaki diabetik di klinik Griya Afiat Makassar selama delapan pekan yakni (25 Januari 2021- 15 Maret 2021). Jenis perawatan luka yang diberikan meliputi tahap cleaning, debridement dan dressing sesuai dengan kondisi luka pasien yang dilakukan oleh perawat luka yang telah tersertifikasi.
Pengkajian pasien dimulai dari wawancara data demografi pasien, riwayat diabetes, riwayat luka dan status awal luka pasien, kemudian pasien akan menandatangani lembar inform consent sebagai lembar persetujuan pasien untuk mendapatkan perawatan.
24
HASIL PENELITIAN
Pasien merupakan wanita berusia 46 tahun beragama protestan dan dengan latar pendidikan S1. Pasien pertama kali menjalani perawatan LKD padat tanggal 25 Januari 2021. Hasil anamnases pasien mengatakan jika pertama kali luka hanya nampak seperti melepuh sekitar dua minggu yang lalu sebelum menjalani perawatan LKD. Pasien juga mengatakan jika sebelumnya kaki hanya dioles dengan minyak dan dibersihkan dengan alkohol oleh saudara pasien (Tabel 1). Hasil pemeriksaan kaki menunjukkan tidak terdapat adanya tanda-tanda neuropati dan angiopati (Tabel. 2).
Status Demografi
Usia 46 tahun
Jenis kelamin Perempuan
Pendidikan S1
Agama Protestan
Suku Toraja
Status perkawinan Menikah
Status Riwayat Luka Tanggal masuk 25 Januari 2021
Penyebab luka Melepuh
Onset luka 2 minggu yang lalu
Perawatan sebelumnya Dioles minyak, dicuci dengan alkohol
Pemeriksaan Kaki Hasil Kesimpulan
Status Angiopati
Palpasi *Left Tidak ditemukan
adanya tanda angiopati Nadi dorsalis pedis Teraba
Nadi posterior tibialis Teraba Dopler ABPI *Left
Nadi dorsalis pedis Terdengar Nadi posterior tibialis Terdengar
Status Neuropati Tidak ditemukan
adanya tanda neuropati Monofilament Test *Left
Plantar hallux Present
Metatarsal 1 Present
Metatarsal 3 Present
Metatarsal 5 Present
Tabel 1 Data Demografi Pasien dan Riwayat Luka
Tabel 2 Status Angiopati dan Neuropati
25 0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Skor DFUAS
Grafik Perkembangan Luka (Skor DFUAS)
DFUAS
Skor Awal 25/01/2021
Akhir 15/03/2021 1
2 3 4 5 6a 6b 6c 7 8 9
2 6 7 2 5 2 1 4 0 5 NA
3 7 8.5 2 1 0 0 0 1 2 NA
Tanggal Dressing
Primary Secondary Tertiary
25/01/2021 Iodine povidone powder Wound zalf
Kasa gulung Adhesive bandage Transparant film 05/02/2021 Wound zalf
Iodine povidone powder
Low adherent Hyrogel Ag
Silver dressing Kasa gulung 08/02/2021 Wound zalf
Iodine povidone powder
Kasa gulung Adhesive bandage 17/02/2021 Wound zalf
Iodine povidone powder
Kasa gulung 26/02/2021 Wound zalf
Iodine povidone powder
Low adherent Elastic Verban 01/03/2021 Wound zalf Low adherent Elastic Verban 10/03/2021 Wound zalf Low adherent Elastic Verban
Adhesive bandage 15/03/2021 Wound zalf Low adherent Elastic Verban
Adhesive bandage Grafik 1
Grafik Perkembangan Luka (Skor DFUAS)
Tabel 3 Perbandingan Skor DFUAS
Tabel 4 Dressing
26
Pekan 1 (25 Januari 2021) Pekan 2 (05 Februari 2021)
Pekan 3 (08 Februari 2021) Pekan 4 (17 Februari 2021)
Pekan 5 (22 Februari 2021) Pekan 6 (01 Maret 2021)
Pekan 7 (10 Maret 2021) Pekan 8 (15 Maret 2021) Gambar 1
Proses Perkembangan Luka
27
Laporan keasus ini menunjukkan bahwa keadaan luka pasien mengalami perburukan skor berdasarkan DFUAS pada rentang perawatan pekan kesatu dan pekan kedua yakni dari skor total 34 menjadi 41,5 (Tabel 3 dan Grafik 1). Proses ini tidak selamanya menunjukkan adanya perburukan keadaan luka namun dapat diakibatkan dari proses persiapan dasar luka (Tabel 4). Dalam kasus ini, skor yang mengalami perubahan yang signifikan berdasarkan DFUAS pada item kedalaman, ukuran dan penilaian ukuran hal ini sebagai hasil positif dari proses cleaning, debridement dan dreassing selama perawatan luka diberikan pada pekan ke satu.
DISKUSI Selama menjalani proses perawatan LKD, grafik status perkembangan luka pasien berdasarkan evaluasi menggunakan DFUAS mengalami perburukan atau peningkatan skor dari rentang perawatan pada pekan pertama dan pekan kedua. Skor DFUAS saat pasien pertama kali datang yakni 34 dengan kondisi luka berdasarkan gambar pekan pertama masih dalam keadaan bengkak dan didominasi oleh jaringan nekrotik, dasar luka pada perawatan pertama masih belum nampak karena tertutupi oleh jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat terbentuk karena adanya invasi bakteri pada luka yang menyebabkan kematian sel sehingga dapat menghambat proses penyembuhan luka (Khalid & Azimpouran, 2020).
Intervasi yang dilakukan perawat dalam manajemen jaringan nekrotik dengan melakukan teknik debridement sesuai dengan kondisi jaringan nekrotik, selain untuk membersihkan jaringan nekrotik teknik debridement juga bertujuan untuk mengurangi tekanan pada luka, mengetahui kondisi jaringan yang dibawahnya, drainase pus, dan untuk mengoptimalkan pemberian topical dressing yang dapat merangsang penyembuhan (Harries et al., 2016).
Pada perawatan pekan kedua kondisi luka pasien mengalami peningkatan skor menjadi 41.5 hal ini tidak selamanya menunjukkan adanya perburukan keadaan luka namun dapat diakibatkan dari proses persiapan dasar luka. Dalam kasus ini peningkatan skor merupakan hasil positif dari proses cleaning, debridement dan dreassing dari perawatan luka sebelumnya. Hal positif ini juga tampak dari gambar kondisi luka pasien pada pekan kedua yang menunjukkan adanya perubahan jenis jaringan nekrotik yang menjadi slough, selain itu ukuran luka tampak melebar namun dasar luka sudah mulai tampak dibandingkan perawatan pada pekan pertama.
Selain itu, selama menjalani perawatan selama delapan pekan, dari rentang perawatan pekan kedua hingga pekan kedelapan mengalami penurunan secara positif yakni menjadi 16, penurunan secara signifikan ini dapat terlihat pada item perbandingan jaringan granulasi, jaringan nekrotik, slough dan tipe luka. Berdasarkan gambar dapat terlihat kondisi luka pasien hingga pekan kedelapan semakin membaik dengan perbandingan jaringan granulasi yang semakin banyak dengan sedikit eksudat. Jaringan granulasi merupakan komponen yang paling penting dalam proses penyembuhan luka yang berupa jenis jaringan ikat baru, dan terdapat banyak pembuluh darah mikroskopis. Jaringan granulasi tumbuh dari dasar luka dan biasanya
28
dapat mengisi luka dengan ukuran berapa pun, selain itu jaringan granulasi merupakan bagian dari tahap proliferasi dalam proses penyembuhan luka (Alhajj et al., 2020). Salah satu manejemen yang dapat diberikan pada tahap ini dengan mendukung jaringan granulasi dan menjaga tepi luka agar tidak terjadi maserasi dengan memberikan balutan yang sesuai seperti alginate, hydrofibers, foams dan PMD’s untuk luka yang memiliki eksudat minimal dan hydrocoloid, hydrogels, PMD’s untuk mendukung jaringan granulasi dan proses epitelisasi (Dabiri et al., 2016). Pemilihan jenis balutan yang sesuai dengan kondisi juga sangat penting untuk mendukung proses penyembuhan luka sehingga perawat luka harus mampu memutuskan intervensi yang sesuai dengan tahapan proses penyembuhan luka.
Adapun keterbatasan dari penelitian ini yakni penelitian ini bersifat studi kasus yang berfokus hanya pada satu kasus dengan periode observasi yang cukup singkat dan penilaian DFUAS yang hanya berdasarkan foto sehingga terdapat item yang tidak dapat dinilai.
KESIMPULAN Proses penyembuhan luka dari pasien akan bersifat fluktuatif keadaan luka pasien sering kali dapat mengalami perburukan kondisi dan dapat pula mengalami perbaikan yang signifikan. Dalam studi kasus ini, kondisi luka pasien dalam delapan pekan perawatan mengalami perburukan pada pekan pertama ke pekan kedua dengan adanya peningkatan skor DFUAS, namun dari pekan kedua hingga kepekan kedelapan kondisi luka pasien mengalami kemajuan yang signifikan. Adanya peningkatan total skor DFUAS ini merupakan hasil proses persiapan dasar luka.
DAFTAR PUSTAKA Alhajj, M., Bansal, P., & Goyal, A. (2020). Physiology, Granulation Tissue. In
StatPearls. StatPearls Publishing.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32119289
Dabiri, G., Damstetter, E., & Phillips, T. (2016). Choosing a Wound Dressing Based on Common Wound Characteristics. Advances in Wound Care, 5(1), 32–41. https://doi.org/10.1089/wound.2014.0586
Harries, R. L., Bosanquet, D. C., & Harding, K. G. (2016). Wound bed preparation: TIME for an update. International Wound Journal, 13, 8–
14. https://doi.org/10.1111/iwj.12662
International Diabetes Faderation. (2019). IDF Diabetes Atlas Ninth Edition
2019 (Ninth).
https://www.diabetesatlas.org/upload/resources/material/20200302 _133351_IDFATLAS9e-final-web.pdf
Kemenkes. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan RI, 1–582.
Khalid, N., & Azimpouran, M. (2020). Necrosis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557627/
Oliver, T. i, & Mutluoglu, M. (2020). Diabetic Foot Ulcer. StatPearls Publishing LLC.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537328/#_ncbi_dlg_citbx_N
29 BK537328
Yusuf, S., Okuwa, M., Irwan, M., Rassa, S., Laitung, B., Thalib, A., Kasim, S., Sanada, H., Nakatani, T., & Sugama, J. (2016). Prevalence and Risk Factor of Diabetic Foot Ulcers in a Regional Hospital , Eastern Indonesia.
February. https://doi.org/10.4236/ojn.2016.61001