• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN OPERATOR WHEEL CRANE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELATIHAN OPERATOR WHEEL CRANE"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

WCO – 01 = ETHOS KERJA

PELATIHAN

OPERATOR WHEEL CRANE

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

(2)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

i KATA PENGANTAR

Kehadiran dan peranan alat-alat berat dalam Pembangunan Nasional tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam penggunaan alat-alat berat berbagai tuntutan besar harus dipenuhi, antara lain produksi, kualitas dan kecepatan.

Mengingat tuntutan termaksud, ditambah dengan nilai atau harga alat-alat berat yang demikian besar, maka operator alat-alat berat yang termasuk dalam penanggung jawab tuntutan tersebut, perlu mempunyai kompetensi yang diperlukan sesuai yang di gariskan dalam SKKNI.

Operator Wheel Crane adalah salah satu dari mereka yang harus dapat memenuhi tuntutan tersebut di atas. Kemampuan operator yang sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan diperoleh dari pengalaman pengoperasian alat yang cukup serta pelatihan-pelatihan yang diperlukan untuk mengisi kekurangan yang ada.

Buku atau modul ini merupakan suatu materi yang diperuntukkan bagi para peserta pelatihan dan juga instruktur yang akan menanganinya.

Penulis sadar bahwa buku ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, apalagi mengingat bahwa perkembangan teknologi dibidang alat-alat berat cukup pesat. Oleh karenanya berbagai masukan termasuk koreksi terhadap buku ini sangat diharapkan demi sempurnanya buku ini.

Atas segala sumbang saran dan masukannya penulis menyampaikan banyak terima kasih.

Jakarta, Desember 2005

Tim Penyusun

(3)

Operator Wheel Crane Ethos Kerja

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : OPERATOR WHEEL CRANE

TUJUAN PELATIHAN : A. Tujuan Umum Pelatihan

Setelah mengikuti pelatihan diharapkan peserta mampu mengoperasikan Wheel Crane dengan benar dan aman melaksanakan pemeliharaan harian sesuai dengan petunjuk pemeliharaan dan membuat laporan operasi.

B. Tujuan Khusus Pelatihan

Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :

1. Menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja selama melakukan pemeliharaan dan pengoperasian wheel crane

2. Melaksanakan pemeliharaan harian wheel crane sesuai sesuai dengan petunjuk pemeliharaan

3. Melaksanakan pengoperasian wheel crane sesuai dengan aplikasi dan teknik operasi yang benar untuk jenis pekerjaan suatu konstruksi

4. Membuat laporan operasi

Seri / Judul Modul = WCO – 01 : Ethos Kerja

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah selesai mengikuti modul ini peserta mampu memahami etika profesi dan ethos kerja serta menerapkannya dalam pelaksanaan tugas sebagai Operator Wheel Crane.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah modul ini diajarkan, peserta mampu :

1. Menjelaskan etos kerja dalam pelaksanaan tugas 2. Menjelaskan etika profesi dalam pelaksanaan tugas 3. Menerapkan disiplin kerja dalam pelakasanaan tugas

4. Menerapkan disiplin dalam pelakasanaan tugas terkait dengan kompetensi operator alat- alat berat

(4)

Operator Wheel Crane Ethos Kerja

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

LEMBAR TUJUAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DESKRIPSI SINGKAT ...iv

DAFTAR MODUL ...iv

PANDUAN PEMBELAJARAN ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1 - 1

BAB II DISIPLIN KERJA ... 2 - 1 2.1 Pengertian ... 2 - 1 2.2 Permasalahan ... 2 - 9 2.3 Langkah-langkah Menegakkan Disiplin ... 2 -10

BAB III ETIKA PROFESI ... 3 - 1 3.1 Nilai-Nilai Profesional ... 3 - 2 3.2 Kode Etik Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) ... 3 - 2 3.3 Kode Etik Gapensi ... 3 - 3 3.4 Kode Etik HATHI ... 3 - 4 3.5 Kode Etik PII ... 3 - 5 3.6 Undang-Undang dan Peraturan Tentang Jasa Konstruksi ... 3 – 6

BAB IV TUGAS DAN KEWAJIBAN OPERATOR DALAM ORGANISASI

ATAU PERUSAHAAN ...4 – 1 4.1. Umum... 4 – 1 4.2. Penegakan Disiplin ... 4 – 3 4.2.1. Dilihat dari ranah/domain pengetahuan (knowledge) ... 4 – 4 4.2.2. Dilihat dari ranah/domain keterampilan (psikomotorik) ... 4 – 6 4.2.3. Dilihat dari ranah/domain sikap (efektif) ... 4 – 7 4.3. Pengawasan dan sanksi ... 4 – 9

RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA

(5)

Operator Wheel Crane Ethos Kerja

DESKRIPSI SINGKAT

PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja “Operator Wheel Crane“

dibakukan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen kompetensi lengkap dengan kriteria untuk kerja (performance criteria) dan batasan-batasan penilaian serta variabel-variabelnya.

2. Mengacu kepada SKKNI, disusun SLK (Standar Latihan Kerja) dimana uraian jabatan dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi yang dilengkapi dengan Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis kompetensinya yaitu kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja, selanjutnya dirangkum dan dituangkan dalam suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan.

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan kurikulum dan silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul-modul pelatihan seperti tercantum dalam “DAFTAR MODUL“ yang dipergunakan sebagai bahan pembelajaran dalam pelatihan “Operator Wheel Crane“.

DAFTAR MODUL

No. Kode Judul Modul

1. WCO – 01 Ethos Kerja

2. WCO – 02 Keselamatan dan Kesehatan Kerja 3. WCO – 03 Struktur dan Fungsi Wheel Crane 4. WCO – 04 Pemeliharaan Wheel Crane 5. WCO – 05 Pengoperasian Wheel Crane 6. WCO – 06 Laporan Operasi

(6)

Operator Wheel Crane Ethos Kerja

v

PANDUAN PEMBELAJARAN

(7)

Operator Wheel Crane Ethos Kerja

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. BATASAN

No. Item Batasan Uraian

Keterangan 1. Seri / Judul WCO – 01 = Ethos Kerja

2. Deskripsi Modul ini membahas mengenai disiplin kerja, yang merupakan suatu sikap yang harus dimiliki dan ditampilkan oleh setiap pegawai atau pekerja termasuk operator wheel crane. Disamping itu dibahas pula mengenai etika profesi dan kode etik dari beberapa asosiasi.

3. Tempat kegiatan Di dalam ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya

4. Waktu

pembelajaran

2 jam pembelajaran 1 jam

pelajaran = 45 menit.

(8)

Operator Wheel Crane Ethos Kerja

vii

B. PROSES PEMBELAJARAN

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah pembukaan :

• Menjelaskan/ pengantar modul

• Menjelaskan TIK dan TIU, pokok/ sub pokok bahasan

• Merangsang motivasi dan minat peserta untuk aktif mengerti proses belajar dan dengan didukung pengalaman bekerjanya dapat

memudahkan untuk mendapat pengertian

• Waktu = 10 menit

• Mengikuti penjelasan TIU dan TIK serta pokok dan sub pokok bahasan dengan tekun

• Mengajukan pertanyaan, bila ada hal yang kurang jelas

• OHT

2. Ceramah Bab I – Pendahuluan

• Memberikan penjelasan singkat mengenai peranan operator wheel crane dalam pekerjaan pembangunan/

pemeliharaan prasarana air.

• Memberikan penjelasan singkat mengenai arti pentingya ethos kerja bagi pencapaian target pekerjaan.

• Waktu = 20 menit

• Mengikuti penjelasan dan diskusi yang diadakan

• Mencatat hal-hal penting

• Mengajukan pertanyaan bila perlu.

• OHT 1-01

(9)

Operator Wheel Crane Ethos Kerja

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

3. Menjelaskan Bab II – Disiplin Kerja :

• Pengertian disiplin

• Nilai, kaidah

• Sikap

• Beberapa teori

• Permasalahan

• Langkah-langkah menegakan disiplin

• Waktu = 20 menit

• Mengikuti penjelasan dan diskusi yang diadakan

• Mencatat hal-hal penting

• Mengajukan pertanyaan bila perlu.

• OHT 2-01

• OHT 2-02

• OHT 2-03

• OHT 2-04

• OHT 2-05

• OHT 2-06

• OHT 2-07

4. Menjelaskan Bab III – Etika Profesi

• Ulasan sikap etika profesi

• Nilai-nilai profesional

• Tanggung Jawab Profesional

• Waktu = 20 menit

• Mengikuti penjelasan dan diskusi yang diadakan

• Mencatat hal-hal penting

• Mengajukan pertanyaan bila perlu.

• OHT 3-01

• OHT 3-02

• OHT 3-03

• OHT 3-04

5. Menjelaskan Bab IV – Tugas dan Kewajiban Operator dalam Orgasnisasi atau Perusahaan

• Disiplin dalam Penerapan Peraturan

• Disiplin Penerapan K3

• Pengawasan dan Sanksi

• Waktu = 20 menit

• Mengikuti penjelasan dan diskusi yang diadakan

• Mencatat hal-hal penting

• Mengajukan pertanyaan bila perlu.

• OHT 4-01

• OHT 4-02

• OHT 4-03

• OHT 4-04

• OHT 4-05

• OHT 4-06

• OHT 4-07

(10)

Operator Wheel Crane Ethos Kerja

ix

MATERI SERAHAN

(11)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

BAB I PENDAHULUAN

Sebelum melangkah menuju pelaksanaan pekerjaan pengoperasian Wheel Crane, seorang Operator Wheel Crane terlebih dahulu perlu menyimak dan memahami Etika Profesi maupun Undang-Undang dan Peraturan serta Disiplin Kerja yang berlaku dalam dunia jasa konstruksi.

Etika Profesi dan Undang-Undang Jasa Konstruksi dimaksud diperoleh dari asosiasinya atau perusahaannya berupa Standar Oprasional Pelaksanaan (SOP), yang telah dijabarkan masing-masing perusahaan ke dalam panduan pelaksanaan bagi setiap karyawannya yang dianggap perlu untuk menyiapkan diri dalam melaksanakan tugasnya.

Pelaksanaan pekerjaan pemindahan beban dengan Wheel Crane dapat dilaksanakan dengan baik apabila para Operator Wheel Crane dapat memahami ethos kerja secara baik termasuk dalam melaksanakan koordinasi dengan tenaga kerja lain yang bekerja bersama di lapangan dalam pekerjaan pelapisan jalan. Penguasaan kepatuhan dalam pelaksanaan ethos kerja akan mempengaruhi hasil kerja secara keseluruhan, termasuk waktu dan mutu pelaksanaan pekerjaan.

Bagaimanapun bagusnya keterampilan seorang Operator Wheel Crane, apabila tidak didukung oleh moral yang baik dari Operator yang bersangkutan, maka hasilnya tidak akan menjamin, bahkan dapat sebaliknya, dapat menimbulkan berbagai masalah tersendiri.

Modul ethos kerja ini, yang mencakup Etika Profesi dan Disiplin Kerja, menjadi pegangan moral bagi seorang Operator Wheel Crane untuk menjadikannya suatu sikap profesionalisme dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, dengan harapan semua pekerjaan akan berhasil dengan kualitas/mutu dan waktu sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, peranan seorang Operator Alat-alat Berat, termasuk Operator Wheel Crane, tidak dapat diabaikan. Peranan Operator dalam hal tersebut cukup penting, bahkan ikut menentukan keberhasilan.

Oleh karena itu ethos kerja sangat penting untuk diketahui, diperhatikan dan diterapkan dalam melakukan pelaksanaan di lapangan.

(12)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

1 - 2

Untuk menerapkan ethos kerja dengan baik seorang Opertator Wheel Crane sebagai petugas proyek yang langsung menangani pekerjaan perlu mendapat bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan di lapangan.

Modul ini akan menjadi tuntunan dan pedoman bagi seorang Operator Wheel Crane yang berkaitan dengan tugas-tugasnya.

(13)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

BAB II DISIPLIN KERJA

2.1 Pengertian

Disiplin adalah suatu sikap yang menunjukan kesediaan untuk mematuhi, menepati dan mendukung nilai dan kaidah atau peraturan yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan kurun waktu tertentu (Ensiklopedi Indonesia).

Dari pengertian tersebut di atas, beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang hakekat disiplin adalah :

1. Nilai dan Kaidah atau Peraturan

Nilai adalah suatu konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik atau buruk, salah atau benar, adil atau tidak adil bagi suatu masyarakat. Sedangkan kaidah atau peraturan adalah suatu nilai yang dibakukan menjadi pedoman untuk berprilaku dan bertindak terhadap sesama manusia dan lingkungannya.

Wujud disiplin selain kaidah atau peraturan

Identik dengan kaidah atau peraturan adalah bisa berupa : fungsi lembaga-tujuan lembaga-program kerja-tugas atau uraian kerja. Mengapa, karena hal tersebut juga berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan dan bertindak seseorang dalam suatu lingkungan kerja

Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa menegakkan disiplin pada suatu lembaga adalah tidak hanya terlihat dari sikap mematuhi, menepati dan mendukung kaidah atau peraturan yang berlaku. Namun juga harus nampak pada kepatuhan, ketepatan dan dukungan terhadap: fungsi lembaga – tujuan lembaga – program kerja – tugas atau uraian kerja yang telah direncanakan.

Fungsi kaidah atau peraturan

Adanya kaidah atau peraturan di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai sarana pengendalian sosial agar dalam kehidupan bermasyarakat tercipta suasana

“ketertiban” dan “ketentraman”.

(14)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

2 - 2

Secara sosiologis, menurut Soerjono Soekamto mengemukakan bahwa “ketertiban”

itu terlihat apabila suatu masyarakat : 1. Ada kaidah yang jelas dan tegas

2. Ada konsistensi dalam pelaksanaan kaidah

3. Ada keteraturan (penataan secara sistematik) dalam memproyeksikan arah kemasyarakatan

4. Ada sistem pengendalian yang mantap 5. Ada stabilitas yang nyata atau tidak semu 6. Ada proses sosial yang kondusif

7. Tidak adanya perubahan yang sering terjadi 8. Tidak adanya kaidah yang tumpang tindih

9. Tidak adanya standar ganda dalam penerapan kaidah atau peraturan

Adapun “Ketentraman” yang dimaksud adalah keadaan batin warga masyarakat bebas dari rasa kuatir, kecewa atau frustasi dan konflik dalam diri seorang menghadapi dua pilihan yang serba menyulitkan atau serba tidak mengenakan

Prasyarat menegakkan kaidah atau peraturan

Prasyarat menegakkan kaidah atau peraturan (disiplin) ada 4 aspek yang harus diperhatikan secara seimbang, yakni :

1. Kaidah atau peraturannya itu sendiri harus jelas dan tegas 2. Kesadaran warga untuk mematuhi harus ada

3. Sarananya harus menunjang

4. Petugas yang menegakkan kaidah harus arif (professional) dalam melaksanakannya

2. Sikap

Sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia, alam sekitarnya dan fisiknya).

Sikap itu walaupun berat dalam diri seorang individu, biasanya juga dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan sering juga bersumber pada sistem nilai-budaya.

Suatu sistem nilai budaya yang mempengaruhi terhadap sikap individu, terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup didalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap bernilai dalam hidup

(15)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

Misalnya, nilai-budaya (tradisional) dalam adat istiadat kita yang terlampau banyak berorientasi vertikal terhadap orang-orang pembesar, orang-orang berpangkat tinggi dan orang-orang tua atau senior. Akan membentuk atau mempengaruhi sikap warga masyarakat untuk patuh, menurut dan tidak berani memberikan komentar pimpinannya.

Contohnya nilai-budaya yang demikian bagi suatu masyarakat tertentu dan dalam kurun waktu tertentu menganggap sebagai nilai-budaya yang baik. Namun pada masyarakat dan kurun waktu yang lain bisa beranggapan sebagai nilai-budaya yang buruk. Bagi suatu masyarakat yang memandang nilai-budaya tersebut buruk karena nilai-budaya yang demikian akan membentuk sikap.

▪ Solidaritas sapulidi, yaitu solidaritas yang hanya terkonsentrasi pada bagian atas dan solidaritas yang hanya tergantung pada tali pengikatnya, begitu tali pengikat kendor, kendor pula solidaritasnya

▪ Tak berdisiplin murni, yakni hanya berdisiplin karena takut ada pengawasan dari atas. Pada saat pengawasan itu kendor atau tidak ada maka hilanglah juga hasrat murni dalam jiwanya untuk secara ketat mentaati peraturan

▪ Tidak bertanggung jawab, dalam artian, tumbuhnya rasa tanggung jawab karena adanya ikatan batin dengan pimpinannya. Namun bila ikatan batin tersebut longgar, maka longgar pula rasa tanggung jawabnya

Sikap yang dibutuhkan dalam menegakan disiplin Mentaati

Untuk memahami salah satu sikap yang dibutuhkan dalam menegakan disiplin mematuhi, permasalahannya menurut hemat saya bukan terletak kepada apakah arti mematuhi peraturan yang ada. Namun harus berorientasi pada pertanyaan “ Apakah sebabnya orang harus mentaati kaidah peraturan”. Dengan memahami jawabannya atas pertanyaan itulah maka potensi orang untuk mematuhi peraturan akan tumbuh dan berkembang

Apakah sebabnya orang harus mematuhi kaidah atau peraturan

Filsafat hukum mencoba mencari dasar kekuatan mengikat dari pada kaidah atau peraturan, yaitu apakah dipatuhinya kaidah atau peraturan itu disebabkan oleh karena peraturan itu dibentuk oleh pejabat yang berwenang atau memang masyarakatnya mengakuinya karena dinilai kaidah atau peraturan tersebut sebagai suatu kaidah atau peraturan yang hidup didalam masyarakat itu.

(16)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

2 - 4

Dalam hubungan dengan pertanyaan yang pertama terdapat beberapa teori penting yang patut diketengahkan

Teori Kedaulatan Tuhan (Teokrasi)

Teori kedaulatan Tuhan yang langsung berpegang kepada pendapat bahwa :

“Untuk segala kaidah atau peraturan adalah kehendak Tuhan. Tuhan sendirilah yang menetapkan kaidah atau peraturan dan pemerintah-pemerintah duniawi adalah pesuruh-pesuruh kehendak Tuhan.

Kaidah atau peraturan dianggap sebagai kehendak atau kemauan Tuhan. Manusia sebagai salah satu ciptaan-Nya wajib taat pada kaidah atau peraturan Tuhan ini.

Teori kedaulatan Tuhan yang bersifat langsung ini hendak membenarkan perlunya peraturan yang dibuat oleh raja-raja yang menjelmakan dirinya sebagai Tuhan didunia. Harus ditaati oleh setiap penduduknya. Sebagai contoh raja Fir’aun.

Teori Kedaulatan Tuhan yang tidak langsung, menganggap raja-raja bukan sebagai Tuhan akan tetapi wakil Tuhan di dunia. Dalam kaitan ini, dengan sendirinya juga karena bertindak sebagai wakil, semua kaidah atau peraturan yang dibuatnya wajib pula ditaati oleh segenap warganya. Pandangan ini walau berkembang hingga jaman Renaissance, namun hingga saat ini masih juga ada yang berdasarkan otoritas peraturan pada faktur Ke-Tuhanan itu.

Teori Perjanjian Masyarakat

Pada pokoknya teori ini berpendapat bahwa orang taat dan tunduk pada kaidah atau peraturan oleh karena berjanji untuk mentaatinya. Kaidah atau peraturan diangggap sebagia kehendak bersama, suatu hasil konsensus (perjanjian) dari segenap anggota masyarakat.

Tentang perjanjian ini, terdapat perbedaan pendapat antara Thomas Hobbes, John Locke dan J.J Rousseau.

Dalam bukunya “De Give” (1642) dan Leviathan” (1651), Thomas Hobbes membentangkan pendapat yang intinya sebagai berikut :

Pada mulanya manusia itu hidup dalam suasana belum omnium contra omnes, selalu dalam keadaan perang (saling bunuh membunuh, saling sikut-menyikut).

Agar tercipta suasana damai tentram. Lalu diadakan perjanjian diantara mereka (Pactum Unionis). Setelah itu disusul perjanjian antara semua dengan seseorang tertentu (pactum subjectionis) yang akan diserahi kekuasaan untuk memimpin

(17)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

mereka. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin ini adalah mutlak. Timbulah kekuasaan yang bersifat absolut.

Konstruksi John Lock dalam bukunya “Two Treatises on civil Government” (1690), agak berbeda karena pada waktu perjanjian itu disertakan pula syarat-syarat yang antara lain kekuasaan yang diberikan dibatasi dan dilarang melanggar hak-hak azas manusia. Teorinya menghasilkan kekuasaan raja yang dibatasi oleh konstitusi.

J.J. Rousseau dalam bukunya “Le Contrak Social on Principes de Droit Politique”

(1672), berpendapat bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat tetap berada pada individu-individu dan tidak diserahkan pada seseorang tertentu secara mutlak atau dengan persyaratan tertentu. Konstruksi yang dihasilkannya ialah pemerintahan demokrasi langsung. Tipe pemerintahan seperti ini hanya sesuai dengan negara dengan wilayah sempit dan penduduknya sedikit. Pemikirannya tidak dapat diterapkan untuk suatu negara modern dengan wilayah negara yang luas dan banyak penduduknya.

Teori Kedaulatan Negara

Pada intinya teori ini berpendapat bahwa ditaatinya kaidah atau peraturan itu karena negara menghendakinya

Hans Kelsen misalnya dalam bukunya Hauptprobleme der Staatslehre (1811), Das Problem der Souveranitat und die Theori des Volkerects (1920), Allegemeine Staatsleher (1925) dan Reine Rechstlehre (1934), menganggap bahwa kaidah atau peraturan itu merupakan “Wille des Staates” orang tunduk pada kaidah atau peraturan karena merasa wajib mentaatinya karena kaidah atau peraturan itu adalah kehendak negara

Teori Kedaulatan Hukum

Kaidah atau peraturan mengikat bukan karena negara menghendakinya akan tetapi karena merupakan perumusan dari kesadaran kaidah atau peraturan rakyat.

Berlakunya kaidah atau peraturan karena niat bathinnya yaitu menjelma di dalam kaidah atau peraturan itu.

Pendapat ini diutarakan oleh Prof. Mr. H. Krabbe dalam bukunya “ Die Lehre der Rechtssouveraniatat (1906). Selanjutnya beliau berpendapat bahwa kesadaran kaidah atau peraturan yang dimaksud berpangkal pada perasaan kaidah peraturan setiap individu yaitu perasaan bagaimana seharusnya peraturan itu.

(18)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

2 - 6

Terdapat banyak kritik terhadap pendapat diatas. Pertanyaan-pertanyaan berkisar pada apa yang dimaksud dengan kesadaran kaidah atau peraturan bagian terbesar dari anggota masyarakat jadi bukan perasaan kaidah atau peraturan itu?

Prof. Krabbe mencoba menjawab dengan mengetengahkan perumusan baru yaitu bahwa kaidah atau peraturan itu berasal dari perasaan kaidah atau peraturan terbesar dari anggota masyarakat jadi bukan perasaan kaidah atau peraturan setiap individu.

Seorang muridnya yang terkenal Prof. Mr. R. Kraneburg dalam bukunya “Positief Recht an Rechbewustzij (1928) berusaha membelanya dengan teorinya yang terkenal “azas keseimbangan” (evnredigheidspostulat).

Type Kepatuhan

Dalam berkehidupan bermasyarakat, kepatuhan terhadap kaidah atau peraturan dapat dipilah-pilahkan menjadi 3 yakni :

1. Kepatuhan internal, kepatuhan yang timbul dari dalam diri seseorang 2. Kepatuhan eksternal, kepatuhan yang timbul dari pengaruh luar

3. Kepatuhan semu, yakni type kepatuhan yang pada saat ada pengawasan atau yang secara formalitas tidak dapat dibuktikan adanya penyimpangan namun yang sebenarnya tidak sedikit yang dipalsukan

Mengapa orang tidak disiplin ?

Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat dilihat dari beberapa sudut pandang keilmuan, yakni :

1. Pakar Anthropologi Budaya, Koentjaraningrat, mengemukakan pendapat bahwa Revolusi kita, serupa dengan semua revolusi yang terjadi dalam sejarah manusia, telah membawa akibat-akibat post-revolusi berupa kerusakan-kerusakan mental dan fisik, dalam masyarakat bangsa kita.

Salah satu diantaranya, nilai-budaya yang terlampau banyak berorientasi vertikal ke arah atasan. Mengapa? Karena nilai-budaya yang terlampau berorientasi vertikal kearah atasan akan mematikan jiwa yang ingin berdiri sendiri dan berusaha sendiri. nilai yang seperti ini juga akan tumbuhnya rasa disiplin murni, karena orang hanya akan taat kalau pengawasan tadi menjadi kendor atau pergi

(19)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

2. Dari sudut sosiologis. Soedjito, sosiolog yang tidak diragukan reputasinya, mengemukakan suatu prespektif sosiologis, sebagai berikut :

Masalah social : (kedisiplinan) adalah merupakan resultant dari berbagai factor di dalam masyarakat yang sedang mencari bentuk dan kepribadian, karena tidak adanya keajegan yang dapat dipegang sebagai pengarahan, bisa menimbulkan dis-organisasi social dan bentuk alienation.

Alienation dalam bentuk frustasi bisa menimbulkan sikap asosial terhadap orang lain.

Sikap asosial bisa melahirkan tata nilai moralitas yang beranggapan bahwa menjadi jago atau melanggar peraturan merupakan suatu hal yang patut dibanggakan.

Dalam kondisi sosial yang demikian, akan terjadi lomba ketangkasan meningkatkan kuantitas dan kualitas kejahatan. Seperti keadaan masyarakat, bahwa kejahatan itu tidak hanya dilakukan oleh orang yang tidak mapan ekonominya saja. Namun orang yang sudah mapan ekonominyapun juga melakukan kejahatan yang lazim disebut white colar crime.

Selanjutnya Soejito mengemukakan bahwa, masyarakat yang kehilangan pegangan akan mudah timbulnya anomi, keadaan anomi ialah keadaan di mana norma-norma sosial tidak mempunyai kekuatan untuk mengatur masyarakat.

3. Soerjono Soekamto, didalam bukunya Sosiologi Hukum, menyatakan :

Bahwa timbulnya perilaku menyimpang kaidah sosial dalam masyarakat adalah dapat dipengaruhi oleh 4 aspek, yaitu :

a. Kaidah sosial (hukumnya) itu sendiri harus terinci secara jelas dan tegas sehingga mampu berfungsi sebagai pengendalian sosial atau terciptanya suasana ketertiban dan ketentraman

b. Sikap Penegak Hukum, juga menentukan terwujudnya fungsi sebagai pengendalian sosial. Karena dalam kehidupan masyarakat, walaupun hukumnya sudah terinci secara jelas dan tegas tapi kalau sikap atau semangat Penegak hukumnya sudah terinci secara jelas dan tegas tapi kalau sikap atau semangat Penegak Hukumnya bertindak atau berbuat yang menyimpang juga tidak mempunyai arti.

c. Sarana dan prasarananya juga harus menunjang

d. Kesadaran hukum warga masyarakatnya juga harus ditumbuh kembangkan

(20)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

2 - 8

Keempat aspek tersebut harus mendapatkan perhatian yang seimbang, karena bila salah satu aspek saja terabaikan tidak mungkin terwujud tegaknya hukum (disiplin) dalam suatu masyarakat.

Menepati

Salah satu wujud seseorang itu patuh pada kaidah atau peraturan yang ada adalah menepati. Adapun therminologi menepati adalah suatu perbuatan atau tindakan yang sesuai dengan kaidah atau peraturan yang berlaku

Mengapa kita harus menepati kaidah atau peraturan?

Secara hukum, kalau suatu kaidah (atau program yang telah direncanakan) telah disepakati sebagai kehendak bersama atau sebagai konsensus, maka keseluruhan warga masyarakat (warga lembaga) tersebut telah mengikatkan diri atau telah terikat oleh hasil konsensus tersebut. Dengan demikian mereka mempunyai kewajiban moral untuk menepati hasil konsensus tersebut.

Menurut Prof. Eggens yang terkenal dengan teorinya “konsensualisme”

mengemukakan, bahwa keharusan menepati kaidah atau peraturan adalah suatu tuntutan kesusilaan merupakan suatu puncak peningkatan martabat manusia yang tersimpul dalam pepatah een man een man een word een word, artinya, dengan diletakkannya kepercayaan pada seseorang, orang tersebut telah ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya.

Dengan landasan teori termaksud di atas, jawaban mengapa orang harus menepati kaidah atau peraturan adalah karena suatu kesusilaan dan merupakan suatu puncak peningkatan martabat manusia

Mendukung

Mendukung adalah sikap partisipasi aktif dalam melaksanakan nilai dan kaidah (fungsi, tugas atau uraian kerja).

Partisipasi aktif, merupakan suatu proses kegiatan yang hidup dan berkembang, oleh karena itu partisipasi pasif (tidak menolak program-program yang direncanakan namun tidak ada prakarsa) harus dihilangkan. Dan sebaliknya partisipasi aktif perlu dipertumbuh-kembangkan.

(21)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

Langkah-langkah menumbuhkan partisipasi

Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka menumbuhkembangkan partisipasi adalah :

1. Identifikasi dan klasifikasi jenis-jenis partisipasi

2. mewadahi partisipasi agar kegairahan berpartisipasi tidak melayang, misalnya wadah partisipasi buah pikiran dapat membentuk : rapat mingguan, briefing, seminar dan penataran

3. Pra-syarat partisipasi, yakni :

a. Adanya rasa senasib sepenanggungan atau ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul

b. Adanya rasa ketergantungan dan keterkaitan c. Adanya keterkaitan tujuan

d. Adanya prakarsawan e. Adanya iklim partisipasi

Iklim partisipasi perlu diciptakan, karena pada umumnya partisipasi apapun tidak akan ada dikalangan bawah apabila tidak diperhatikan. Adapun faktor- faktor yang dapat menimbulkan partisipasi adalah :

a. Keberadaan dan kedaulatan bawahan dihormati

b. Tugas dan wewenang bahwa yang telah dilimpahkan diakui

c. Adanya komunikasi tenggang rasa dan anggota “Duduk sama rendah berdiri sama tinggi

d. Tertanamnya perasaan, bahwa keikutsertaan bawahan mempunyai arti relevan bagi dirinya dan lingkungannya

2.2 Permasalahan

Dengan bertolak pada makna disiplin terurai diatas, ruang lingkup permasalahan menegakkan disiplin dapat dipertanyakan sebagai berikut:

1. Apakah kaidah atau (fungsi lembaga yang terumuskan dalam tujuan lembaga, tujuan lembaga terjabarkan dalam program-program kerja, program-program kerja terdistribusikan pada unit-unit kerja dalam bentuk uraian kerja) sudah terinci secara jelas, tegas dan mampu berfungsi sebagai pengendali dalam proses kegiatan

2. Apakah kesadaran warga lembaga dalam menjalankan tugas sudah menggunakan kaidah-kaidah yang ada sebagai pedoman sudah ada

(22)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

2 - 10

3. Apakah sarana dan prasarana sudah mampu mendukung untuk menegakkan disiplin

4. Apakah kelompok elite di lembaga kita sudah arif (professional) dalam mengantisipasi dan mengatasi gejala-gejala yang timbul

5. Adakah faktor-faktor lain yang mempengaruhi tegakannya disiplin di lembaga kita

2.3 Langkah-Langkah Menegakkan Disiplin

1. Menata kembali peraturan, tujuan program kerja dan pendistribusiannya agar terumus secara jelas dan tegas

2. Penataan ulang butir-butir nomor 1, hasilnya harus mampu berfungsi sebagai pengendali agar proses kegiatan di lembaga kita nampak.

a. Adanya keteraturan (penataan secara sistematik) dalam memproyeksikan arah lembaga

b. Adanya system pengendalian yang mantap c. Adanya stabitas yang nyata atau tidak semu d. Adanya iklim kerja yang kondusif

e. Tidak adanya standar ganda dalam pelaksaan

f. Tidak adanya rasa kuatir, kecewa atau frustasi dan konflik dalam diri warga lembaga untuk memilih dua pilihan yang tidak serba enak

3. Dalam rangka menumbuhkan kesadaran disiplin bawahan dengan melakukan pendekatan edukatif

▪ Ing ngarso sun tulodo

▪ Ing madyo mbangun karso

▪ Tut wuri Handayani

▪ Saling asah, saling asuh, saling asih

▪ Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul

Agar tumbuh kesadaran melu andarbeni, melu hangrukebi dan nulat sariro hangrosowani

Dan menghindarkan penjatuhan sanksi yang subyektif, tanpa pembuktian terlebih dahulu dan tidak didasarkan pada kaidah yang berlaku.

4. Mengoptimalkan sarana yang ada dan melengkapi sarana yang belum ada.

Dalam hal ini, harus diketahui terlebih dahulu hasil perolehan butir nomor 1, 2 dan 3 diatas.

(23)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

5. Dirumuskan system pengendalian terlebih dahulu dan baru dibentuk unit kerja yang bidang garapannya sebagai pengendali proses kegiatan kegiatan yang ada dilembaga.

6. Nilai budaya vertikal oriented harus dibuang jauh-jauh dan sebagai gantinya adalah nilai budaya organis atau jaring.

7. Untuk menambah wawasan dalam upaya menegakan disiplin di lembaga kita.

Penulis kutipkan kesimpulan pendapat Menhankam Edi Sudrajat, sebagai berikut :

a. Para petinggi Negara harus menjadi teladan dan bertanggung jawab atas disiplin nasional memerlukan suri tauladan secara hierarkis dan tidak akan ada prajurit yang disiplin apabila komandannya bertindak semaunya sendiri.

Adapun keluhan terhadap tingkat nasional maka sesungguhnya keluhan tersebut pertama-tama ditunjukan kepada lapisan elite, para pimpinan dan pemuka masyarakat, karena dari mereka diharapkan suri teladannya.

Golongan inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab terhadap cacat celanya kesuriteladanan, karena masuk dalam golongan elite masyarakat.

b. Pembudayaan disiplin nasional tidak dapat dilaksanakan secara santai tetapi membutuhkan konsistensi, tekad yang bulat, kerja keras dan disertai dengan tindakan nyata tanpa pandang bulu terhdap pelanggarnya

Lebih dari itu pembudayaan nasional memerlukan keteladanan secara hierarkies, karena itu jika ada keluhan terhadap tingkat disiplin nasional maka sesungguhnya keluhan tersebut harus ditujukan kepada elite atau pada para pimpinan

c. Disiplin bukanlah hanya kewajiban kepatuhan dari bawah ke atas tetapi lebih utama lagi dari atas ke bawah, berapa disiplin dalam mempertanggungjawabkan pembinaan dan kepemimpinan

Hanya dengan demikian tercipta rasa aman dan terjamin keamanan dari yang berada di bawah yakni masyarakat luas

d. Disiplin nasional termasuk disiplin berpikir dan dimulai dari sikap batin dan kejernihan hati nurani.

Jika hati nurani sudah bersih maka akan terbentuk sikap dan prilaku yang disiplin, termasuk dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

e. Disiplin, pada dasarnya adalah sikap batin yang tercermin dalam perilaku untuk senantiasa mentaati setiap norma dan ketentuan secara sadar dan dijalankan secara ikhlas tanpa adanya paksaan.

(24)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

2 - 12

yang datang dari luar. Oleh karenanya sikap batin dan perilaku disiplin tidak dapat diwujudkan hanya melalui ceramah atau kuliah saja namun harus ditumbuhkembangkan melalui contoh teladan serta melalui pembiasaan dalam kehidupan secara terus menerus (Suara Karya, Kamis, 29 Juni 1995)

(25)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

BAB III ETIKA PROFESI

3.1. Umum

Perkembangan Kegiatan Jasa Konstruksi merupakan suatu tantangan bagi pelaku- pelaku kegiatan tersebut yang harus dicermati dan diantisipasi dengan baik dan secara sungguh-sungguh, karena pada saat ini para pelaku-pelaku jasa konstruksi di Indoneisa menghadapi dua sisi tantangan, tantangan dari luar (arus globalisasi) dan tantangan dari dalam yang merupakan tantangan dirinya sendiri (profesionalisme), yang kesemuanya itu harus dapat diatasi, sehingga oleh karenanya perlu perjuangan- perjuangan.

Dalam profesionalitas pelaku konstruksi harus ditingkatkan kesadaran terhadap nilai, kepercayaan dan sikap yang mendukung seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan jabatan kerja yang dimilikinya, dimana Etik termasuk kedalam pelaksanaan kegiatan konstruksi dilapangan; pelaku-pelaku jasa konstruksi harus tampil dengan Etik yang tinggi, untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang sesuai dengan standar dan spesifikasi yang diberikan.

Etik adalah berasal dari kata ethics dari bahasa Yunani yaitu “Ethos“ yang berarti kebiasaan atau karakter. Dalam pelaksanaan konstruksi jalan seorang Operator Mesin perlu suatu Etik atas perilaku moral dan keputusan yang menghormati lingkungan dalam kegiatan masa konstruksi, dengan kata lain seorang Operator Wheel Crane perlu mempunyai nilai moralitas, yang berarti sikap, karakter atau tindakan apa yang benar dan salah serta apa yang harus dikerjakannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya untuk hidup dilingkungan sosial mereka dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan tersebut.

Masing-masing orang misalnya Mandor Alat-alat Berat, Operator Wheel Crane, pekerja, konsultan pengawas atau Direksi teknik dan masyarakat dilingkungan pekerjaan, mempunyai serangkaian nilai yang dimiliki masing-masing individu, masing- masing individu menggabungkan nilai pribadi kedalam suatu sistem sebagai suatu hasil dan sikap yang saling mempengaruhi dan saling merefleksikan pengalaman dan intelegensinya sehingga terbentuk suatu kegiatan secara sinergi.

(26)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

3 - 2

3.2. Nilai-nilai Profesional

Pelaksana Konstruksi, termasuk bagian dari pada itu, merupakan suatu profesi yang didasarkan pada perhatian, nilai profesional berkaitan dengan kompetensi, dimana nilai- nilai moral yang universal dikembangkan menjadi kode etik profesi yang didasarkan pada pengalaman dalam setiap pelaksanaan konstruksi jalan di beberapa tempat/wilayah.

Etik

Etik menentukan sikap yang benar, mereka berkaitan dengan apa yang ″seharusnya“

atau ″harus“ dilakukan. Etik tidak seperti hukum yang harus berkaitan dengan aturan sikap yang merefleksi prinsip-prinsip dasar yang benar dan yang salah dan kode-kode moralitas.

Etik di desain untuk memproteksi hak asasi manusia. Dalam seluruh pekerjaan konstruksi, etik memberi standar profesional kegiatan pelaksanaan konstruksi, standar- standar ini memberi keamanan dan jaminan bagi pelaksana konstruksi maupun masyarakat.

Meskipun etik dan moral sering digunakan bergantian, para ahli Etik membedakannya, dimana Etik menunjuk pada keadaan umum dan serangkaian peraturan dan nilai-nilai formal, sedangkan moral merupakan nilai-nilai atau prinsip-prinsip dimana seseorang secara pribadi menjalankannya (Jameton 1984 Etik profesi).

3.3. Kode Etik Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI)

1. Selalu menjunjung tinggi dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AKI.

2. Berperilaku sebagai Kontraktor Nasional yang menghormati dan menghargai profesinya.

3. Bertindak untuk tidak mempengaruhi/ memaksakan dalam memenangkan tender atau mendapatkan kontrak.

4. Bertindak untuk tidak memberi atau menerima imbalan dalam memenangkan tender atau mendapatkan kontrak.

5. Bertindak untuk tidak mendapatkan harga penawaran dan/atau data tender sesama anggota yang masih dirahasiakan.

6. Bertindak untuk tidak merubah harga/kondisi penawaran setelah tender ditutup.

7. Bertindak untuk tidak saling membajak tenaga kerja maupun tenaga ahli sesama anggota.

(27)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

8. Bertindak untuk menjabat secara sengaja baik langsung maupun tidak langsung nama baik, kesempatan dan usaha sesama anggota.

9. Berpartisipasi dalam tukar menukar informasi, mengadakan latihan dan penelitian mengenai syarat-syarat kontrak, Teknologi dan Tata cara pelaksanaan sebagai bagian dari tanggung jawab kepada masyarakat dan Industri Jasa Konstruksi.

3.4. Kode Etik GAPENSI

Menyadari peran sebagai pelaksana konstruksi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat jasa konstruksi pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya dan dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi nasional yang sehat untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, GAPENSI menetapkan Kode Etik yang merupakan pedoman perilaku bagi para anggota di dalam menghayati dan melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing, dengan nama “Dasa Brata“, sebagai berikut :

1. Berjiwa Pancasila yang berarti satunya kata dan perbuatan didalam menghayati dan mengamalkannya

2. Memiliki kesadaran nasional yang tinggi, dengan mentaati semua perundang- undangan dan peraturan serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela ataupun melawan hukum

3. Penuh rasa tanggung jawab di dalam menjalankan profesi dan usahanya.

4. Bersikap adil, wajar, tegas, bijaksana dan arif serta dewasa dalam bertindak

5. Tanggap terhadap kemajuan dan selalu berikhtiar untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan dan pengabdian masyarakat.

6. Didalam menjalankan usahanya wajib berupaya agar pekerjaan yang dilaksanakannya dapat berdaya guna dan berhasil guna.

7. Mematuhi segala ketentuan ikatan kerja dengan pengguna jasa yang disepakati bersama

8. Melakukan persaingan yang sehat dan menjauhkan diri dari praktek-praktek tidak terpuji, apapun bentuknya, nama dan caranya

9. Tidak menyalahgunakan kedudukan, wewenang dan kepercayaan yang diberikan kepadanya

10. Memegang teguh disiplin, kesetiakawanan dan solidaritas organisasi.

(28)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

3 - 4

3.5. Kode Etik HATHI 1. Latar Belakang

Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2000 tentang usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi mengisyaratkan bahwa asosiasi profesi wajib memiliki dan menjunjung tinggi kode etik profesi.

HATHI sebagai asosiasi profesi memiliki Kode Etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga HATHI.

Kode Etik HATHI diturunkan dari visi tentang norma dan nilai luhur anggota HATHI dalam melaksanakan semua kegiatan profesinya.

2. Kaidah Dasar

1) Mengutamakan keluhuran budi

2) Menggunakan pengetahuan dan kemampuan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat

3) Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional teknik keairan

3. Sikap

1) Senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat

2) Senantiasa bekerja sesuai dengan kompetensi

3) Senantiasa menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan

4) Senantiasa menghindari pertentangan kepentingan dalam tugas dan tanggung jawab

5) Senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan 6) Senantiasa memegang teguh kehormatan, integrtas dan martabat profesi 7) Senantiasa mengembangkan kemampuan profesi

Sesuai ketentuan Anggaran Dasar HATHI, anggota HATHI wajib menjunjung tinggi dan melaksanakan Kode Etik HATHI

(29)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

4. Tata Laku Anggota

Pemilik sertifikat HATHI adalah anggota HATHI. Karenanya pemilik sertifikat HATHI wajib tunduk dan menjunjung tinggi Kode Etik HATHI

Pelanggaran terhadap kode etik HATHI dapat mengakibatkan sanksi pencabutan keanggotaan HATHI yang pada akhirnya secara hukum akan menggugurkan kepemilikan sertifikat HATHI.

3.6. Kode Etik Persatuan Insinyur Indonesia (PII)

Kode Etik PII (Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia) : a. Empat Prinsip Dasar :

1. Mengutamakan keluruhan budi

2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuan untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia

3. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya

4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profes ional keinsinyuran

b. Tujuh Tuntutan Sikap :

1. Mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat 2. Bekerja sesuai kompetensinya

3. Hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan

4. Menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya

5. Membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing 6. Memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi

7. Mengembangkan kemampuan profesional.

(30)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

3 - 6

3.7. Undang-Undang Dan Peraturan Pemerintah Tentang Jasa Konstruksi

a. Tanggung Jawab Profesional

Tanggung jawab profesional sesuai dengan UUJK adalah sebagai berikut :

Tanggung jawab profesional sesuai dengan UUJK harus dilandasi oleh prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan dan kejujuran intelektual dan bagi anggota HPJI sebagai tenaga profesional harus bertindak berdasarkan Kode Etik Asosiasi.

Pelaksanaan tanggung jawab profesional bagi tenaga profesional HPJI akan terjadi pada setiap tahapan kegiatan pekerjaan konstruksi, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan beserta pengawasannya dan tahap operasional/pemanfaatan.

TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL

SANKSI MACAM TANGGUNG

JAWAB PARA

PELAKU AZAS

Bertanggung jawab sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatuhan dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan mengutamakan kepentingan umum.

UUJK Pasal 11 (2).

1. Badan Usaha

2. Orang

perseorangan/

Tenaga kerja Konstruksi

UUJK Pasal 5 (1)

1. Pada tahap pelak- sanaan konstruksi tanggung-jawab kegagalan pekerjaan konstruksi

2. Setelah selesai pelaksanaan

pekerjaan konstruksi tanggung jawab kegagalan bangunan

UUJK Pasal 11, 22, 25 &

26, PP Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

1. Sanksi Administrasi 2. Sanksi Pidana

3. Ganti rugi pada pihak yang dirugikan

UUJK Pasal 41,42 &

43

(31)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

b. Pengakuan Profesi >< Tanggung Jawab Hukum

Korelasi keterkaitan antara pengakuan profesi secara hukum dengan tanggung jawab hukum yang diatur dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi dapat digambarkan sebagai berikut :

Pasal 8

Badan Usaha harus memiliki sertifikat, klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi.

Pasal 9

Orang perseorangan/tenaga kerja konstruksi (Perencana, Pengawas dan Pelaksana) harus memiliki sertifikat keahlian atau sertifikat keterampilan. PENGAKUAN

PROFESI SECARA HUKUM

Pasal 11

Badan usaha dan orang

perseorangan harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya

Pasal 25

Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan

TANGGUNG JAWAB HUKUM

Pasal 26

1. Perencanaan atau pengawas kontruksi wajib bertanggung jawab sesuai bidang profesi dan dikenakan ganti rugi atas kegagalan bangunan akibat kesalahannya

2. Pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai bidang usaha dan dikenakan ganti rugi atas kegagalan bangunan akibat

kesalahannya.

Pasal 27

Pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenakan ganti rugi atas kegagalan bangunan akibat kesalahannya yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain

ADMINISTRATIF PROFESI

PIDANA

SANKSI

KEGAGALAN BANGUNAN

GANTI RUGI

SISTEM PERTANGGUNGAN UNTUK GANTI RUGI

SANKSI

(32)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

4 -1

BAB IV

TUGAS DAN KEWAJIBAN OPERATOR DALAM ORGANISASI ATAU PERUSAHAAN

4.1. Umum

Setiap institusi atau organisasi tertentu lazimnya perlu menyusun visi, misi dan kode etik bagi anggota organisasi itu. Bicara tentang visi, misi dan kode etik sesungguhnya memasuki nilai-nilai dasar.

Dalam suatu kumpulan manusia yang bekerja bersama dan bekerja sama dalam satu atau lebih pekerjaan diperlukan suatu budaya kerja tertentu sesuai dengan lapangan kerja dan hasil yang hendak dicapai. Manusia yang bekerja sesungguhnya bukan sekedar mengejar penghasilan material, akan tetapi lebih dari itu, kerja adalah suatu bentuk ekspresi diri manusia sebagi makhluk yang berbudaya. Oleh karenanya setiap komunitas sebenarnya memiliki etos kerja tertentu, yang biasanya tidak dirumuskan secara eksplisit, melainkan lebih lazim tersimpan diam-diam dalam diri perseorangan atau dalam kesadaran umum komunitas itu. Di sinilah perlunya kajian lebih seksama untuk mengungkap dan merumuskan etos kerja yang berlaku dan merancang rumusan etos kerja yang dikehendaki bagi suatu keperluan kerja tertentu. Pakar filsafat, antropologi, psikologii sosial, dan sosiologi secara bersama-sama dalam kajian multi disipliner akan dapat menangani pekerjaan ini secara memadai.Pengalaman mengajarkan tidak ada bangsa yang maju dan makmur yang tidak didukung kerja keras dan disiplin warganya.

Perubahan lingkungan yang sangat cepat menuntut penyesuaian yang lebih sering pada cara kerja, jenis pekerjaan dan kompetensi yang diperlukan. Hal ini telah menyebabkan orang-orang yang bekerja harus siap menghadapi pekerjaan-pekerjaan baru yang sama sekali berbeda dengan pekerjaan sebelumnya. Orang-orang yang bekerja dituntut untuk makin sering belajar hal-hal baru dan mempunyai semangat dan kapasitas belajar yang lebih tinggi. Dalam perjalananya, sekarang ini tempat bekerja sekaligus telah menjadi tempat belajar yang sangat intensif, bekerja sama dengan belajar.Tempat belajar tidak lagi terbatas hanya pada sekolah-sekolah formal dan universitas. Berbeda dengan pekerja terdahulu yang tingkat pendidikannya relatif lebih rendah yang menerima begitu saja dirinya dikendalikan orang lain, pekerja - berpengetahuan menginginkan kendali yang lebih besar ditangannya sendiri. Mereka lebih menyukai lingkungan kerja dan pekerjaan yang memberikan mereka kebebasan yang lebih besar dalam mengendalikan atau mengarahkan apa yang mereka lakukan.

(33)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

Di masa lalu pengendalian dilakukan dengan memperbanyak hirakhi dan peraturan.

Sekarang, untuk memberi ruang yang lebih luas untuk pengendalian-diri dan pengarahan-diri, institusi perlu memperjelas dan membangun visi dan nilai-nilai bersama. Dengan mengacu kepada visi dan nilai-nilai bersama ini pengendalian-diri dan pengarahan-diri menjadi ekspresi kebebasan yang bertanggung jawab.

Dengan mengacu pada Undang-Undang Jasa konstruksi No. 18 Tahun 1999, maka pada Pasal 9 dan Pasal 11 dinyatakan bahwa :

Pasal 9 :

(1) Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian.

(2) Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja.

(3) Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian.

(4) Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.

Pasal 11 :

(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum.

(3) Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan masuknya konsep budaya organisasi, manajemen inovasi, dan organisasi belajar maka organisasi dipandang sebagai mahluk hidup atau komunitas.

Cara pandang organisasi sebagai komunitas memandang manusia sebagai anggota komunitas yang tumbuh dan berkembang bersama komunitasnya. Mereka bukanlah input, tetapi pelaku yang bertanggung jawab bersama atas kemajuan komunitasnya.

Sebagai manusia, mereka dipimpin dan sistem-sistem dirancang untuk manusia. Di sini manusia diperlakukan sebagai manusia yang utuh, dihormati seluruh dimensi

(34)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

4 -3

kemanusiannya, termasuk didalamnya cita-citanya, nilai-nilainya, hati-nuraninya, kepercayaan dirinya, semangat belajar dan lamanya bekerja.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) tersebut bahwa Badan Usaha sebagai institusi dimana para anggota badan usaha termasuk juga operator didalam komunitas institusi harus ikut bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.

Tugas dan kewajiban operator dalam institusi bukanlah hanya sekedar menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, tetapi juga mempunyai rasa tanggung jawab sesuai ethos kerja dan etika perusahaan, kerja keras serta disiplin dalam menjalankan tugasnya.

Semua anggota dalam institusi (perusahaan atau badan usaha) harus mempunyai ras a memiliki institusi tersebut. Sesuai ketentuan undang-undang no. 18 tahun 1999, pasal 9 (3), bahwa orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha harus memiliki sertifikat keahlian, maka dengan sendirinya operator sebagai anggota badan usaha wajib memiliki sertifikat sesuai dengan amanat undang-undang tersebut. Untuk memiliki sertifikat keahlian diperlukan penguasaan teori, teknik dasar keterampilan seta pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan pengoperasian alat yang di operasikannya.

4.2. Penegakan disiplin

Menurut Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Operator Wheel crane, seorang operator wheel crane mempunyai tugas/uraian jabatan Mengoperasikan wheel crane dengan benar dan aman, melaksanakan pemeliharaan harian sesuai petunjuk pemeliharaan dan membuat laporan operasi.

Dari uraian jabatan tersebut diatas, operator wheel crane memiliki kompetensi yang terdiri dari unit-unit kompetensi sebagai berikut :

1). Menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja selama pemeliharaan dan pengoperasian wheel crane.

2). Melaksanakan pemeliharaan harian wheel crane sesuai dengan petunjuk pemeliharaan.

3). Melaksanakan pengoperasian wheel crane sesuai dengan aplikasi dan teknik operasi yang benar.

4). Membuat laporan operasi.

Bila dilihat dari sisi kompetensi operator alat-alat berat, maka tidak dapat dilepaskan dari unit kompetensi operator yang mencakup pengetahuan (knowledge), keterampilan (psichomotoric) dan sikap kerja (attitude). Disiplin mengandung pengertian kepatuhan melaksanakan peraturan atau kaidah yang berlaku dalam perusahaan dan pedoman

(35)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

(manual) pengoperasian dan pemeliharaan alat-alat berat didasari dengan penalaran yang benar atas semua peraturan dan pedoman tersebut sesuai kondisi lingkungan kerja dalam posisi sebagai anggota atau pegawai perusahaan.

4.2.1. Dilihat dari ranah/domain pengetahuan (knowledge) a. Persyaratan

Untuk menunjang kompetensi operator tersebut, maka persyaratan yang dituntut adalah :

▪ Memahami peraturan perusahaan tentang hak dan kewajiban operator, sehingga mampu menempatkan diri sebagai pegawai yang harus berperan aktif dalam melaksanakan kewajibannya untuk mencapai tujuan perusahaan.

▪ Memahami peraturan perundang-undangan K3 terutama yang berhubungan langsung dengan posisi operator alat-alat berat, yang akan menempatkan operator dalam keadaan aman selama melaksanakan pengoperasian dan pemeliharaan.

▪ Memahami pedoman pengoperasian dan pemeliharaan harian alat-alat berat yang merupakan tugas utama operator, dan menjadi pedoman bagi operator untuk dapat mencapai tingkat produksi yang tinggi dengan tidak mengabaikan pemeliharaan.

▪ Memahami kedudukan laporan operasi yang harus dibuatnya yang akan menjadi data utama sebagai dasar pengambilan keputusan atasan atau bahkan manajer perusahaan.

b. Usaha yang perlu dilakukan antara lain : 1) Perusahaan

▪ Melakukan sosialisasi peraturan perusahaan dengan berbagai cara, misalnya melalui penyuluhan secara periodik, penyebaran pamplet atau butir-butir penting peraturan dan sebagainya.

▪ Melakukan pelatihan khusus atau bimbingan teknik dalam penerapan K3, P3K dan penanggulangan kebakaran secara teratur, baik dilaksanakan diperusahaan (in house) atau dengan mengirim tenaga terkait ke instansi pelatihan.

(36)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

4 -5

▪ Melakukan pelatihan atau penyegaran pengoperasian dan pemeliharaan alat-alat berat, baik dilaksanakan di perusahaan atau di pusat pelatihan agen tunggal alat-alat berat.

▪ Menyediakan fasilitas kerja termasuk K3 yang lengkap dan memenuhi standard, sehingga kelancaran tugas tidak terganggu dan pegawai terhindar dari kecelakaan kerja.

▪ Menyelenggarakan program/kegiatan yang sifatnya merangsang motivasi pegawai untuk mematuhi peraturan atau pedoman dengan dasar kesadaran dari dalam diri masing-masing pegawai.

2) Pegawai/operator alat-alat berat

▪ Berusaha memahami peraturan dalam perusahaan terutama yang terkait langsung dengan hak dan kewajibannya sebagai pegawai/

operator alat-alat berat.

Menyadari bahwa dengan bentuk kepatuhan terhadap peraturan atau dalam menjalankan kewajiban, akan berdampak pada pencapaian tujuan perusahaan sekaligus tujuan pribadi pegawai.

Misalnya dengan mematuhi jam kerja datang tepat pukul 07.00 operator dapat segera melakukan persiapan operasi sehingga pada pukul 07.30 operator telah siap melakukan tugasnya mengoperasikan alat-alat berat.

Dampaknya adalah jam operasi alat akan tinggi (sesuai dengan waktu yang ditetapkan) sehingga produksi akan menjadi tinggi dan pemeliharaan harian dapat dilakukan dengan sempurna karena cukup waktu sehingga tingkat kerusakan alat akan menjadi kecil.

Pada akhirnya penilaian prestasi operator akan baik yang mungkin berpengaruh terhadap pengupahan atau jenjang karir yang bersangkutan.

▪ Berusaha mendapat kesempatan mengikuti pelatihan yang terkait dengan tugasnya, sehingga secara langsung dapat meningkatkan kompetensinya untuk menunjang tugas pekerjaannya.

▪ Berusaha memahami pedoman (manual) yang terkait dengan tugasnya, seperti K3, pengoperasian dan pemeliharaan (operation

& maintenance) dan pedoman teknik lainnya, dan dapat menerapkannya dengan benar dilapangan.

(37)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

▪ Berusaha melaksanakan tugas dengan sebaik mungkin dengan fasilitas kerja yang memadai, sehingga terjamin keselamatan kerja dan jaminan sosialnya.

4.2.2. Dilihat dari ranah/domain keterampilan (psikomotorik)

Dari sisi psikomotorik lebih dominan kepada penerapan dari apa-apa yang dipersyaratkan dalam persyaratan pengetahuan, yang antara lain terdiri :

▪ Mematuhi ketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan dengan didasari penalaran yang benar atas semua ketentuan tersebut, sehingga secara psikologis dalam menjalankan kewajibannya dapat dengan ikhlas tanpa merasa ada pemaksaan.

▪ Menerapkan peraturan dan ketentuan K3 dengan benar, dengan suatu keyakinan bahwa pelaksanaan peraturan ini akan membawa kepada jaminan keselamatan kerja bagi dirinya, lingkungan dan alat-alat berat yang menjadi tanggung jawabnya.

Misalnya dengan disiplin dalam menggunakan alat pelindung diri(APD) selama melaksanakan pengoperasian dan pemeliharaan alat-alat berat, akan mempunyai keyakinan bahwa bahaya yang akan timbul kepada dirinya, secara fisik telah dilindungi dengan APD tersebut.

▪ Menerapkan prosedur pengoperasian dan pemeliharaan dengan benar, dengan dasar motivasi yang tinggi, dimana bila kepada unit alat tersebut dilakukan pemeliharaan yang benar maka alat akan terhindar dari kerusakan atau paling tidak mengurangi resiko terjadinya kerusakan, sehingga akan dicapai tingkat jam operasi yang tinggi karena alat yang jarang rusak.

Sebagai contoh bila seorang operator mengabaikan atau tidak disiplin dalam melakukan pemeliharaan harian, misalnya yang bersangkutan mengetahui bahwa track dalam kondisi kendor, tapi tidak dilaporkan untuk segera distel dahulu kekencangannya dan tetap mengoperasikan dalam kondisi tersebut.

Dampaknya komponen akan mengalami kerusakan dan bila hal ini terjadi maka perusahaan akan mengalami kerugian besar. Dari sisi waktu akan terpakai untuk perbaikan berarti tidak ada produksi, dan dari sisi lainnya untuk perbaikan undercarriage ini sangat mahal.

Demikian juga dengan pengoperasian yang benar, maka selain dampak kerusakan karena pengaruh operasi akan berkurang, juga hasil yang akan dicapai akan meningkat.

(38)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

4 -7

▪ Membuat laporan operasi sesuai dengan prosedur dengan didasari kepercayaan diri yang tinggi bahwa semua yang dilaporkan adalah benar dan bila disampaikan tepat waktu akan menjadi sumber utama dalam penentuan kebijaksanaan yang menyangkut perusahaan atau unit kerjanya atau kemungkinan promosi untuk dirinya sendiri.

Hal tersebut diatas dapat dicapai melalui beberapa cara, serupa halnya dengan usaha yang dilakukan pada ranah/domain pengetahuan (kognitif) yaitu antara lain :

▪ Melalui sosialisasi peraturan secara teratur/periodik

▪ Melalui pelatihan, baik didalam perusahaan dengan tenaga instruktur dan fasilitas perusahaan atau pelatihan diluar/ pada institusi pelatihan yang relevan.

▪ Melalui penugasan yang tepat, dalam pengertian menugaskan seseorang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pegawai/operator yang bersangkutan, sehingga dapat dicapai hasil yang optimal dari penugasan tersebut, baik bagi perusahaan maupun bagi pegawai/operator yang bersangkutan.

▪ Melalui sistem penghargaan dan sanksi, dimana bagi pegawai/operator yang memiliki nilai disiplin tinggi dengan prestasinya yang baik, patut diberikan penghargaan, sedangkan bagi mereka yang tidak menunjukkan kepatuhan/disiplin dan bahkan melanggar serta tidak/kurang memiliki prestasi, perlu diberikan sanksi yang sesuai dengan kesalahan.

4.2.3. Dilihat dari ranah/domain sikap (efektif)

Sikap/perilaku ini menggambarkan kemampuan dalam menyesuaikan dengan situasi kerja, baik yang sudah terbiasa ataupun situasi baru. Setiap unit kerja memiliki kaidah atau peraturan yang memerlukan penyesuaian setiap pegawai, sehingga sikap kerja seseorang akan mempengaruhi sejauh mana mampu mematuhi dengan benar peraturan yang berlaku tersebut.

Peraturan disini selain peraturan perusahaan juga termasuk setiap prosedur operasi standar (SOP) dan pedoman yang terkait, misalnya untuk operator adalah manual pengoperasian dan pemeliharaan.

Dalam pelaksanaanya dapat diuraikan antara lain sebagai berikut :

(39)

Pelatihan Operator Wheel Crane Ethos Kerja

▪ Mematuhi peraturan perusahaan yang terkait dengan kewajiban dan hak pegawai, sesuai dengan peraturan yang berlaku diperusahaan tersebut secara sadar tanpa merasa ada pemaksaan.

▪ Menerapkan K3 sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik peraturan perusahaan maupun peraturan perundangan dengan benar, misalnya selalu patuh dalam menggunakan APD dan sebagainya, secara tertib karena menyadari dampaknya terhadap keselamatan kerja.

▪ Melaksanakan prosedur pemeliharaan alat-alat berat dengan benar sesuai kedudukannya sebagai operator, yaitu prosedur pemeliharaan harian, secara konsisten dan tertib karena memiliki motivasi bahwa alat harus dalam keadaan baik siap operasi.

▪ Melaksanakan prosedur pengoperasian alat-alat berat dengan benar sesuai dengan aplikasinya secara konsisten dan tertib karena memiliki motivasi bahwa alat akan mencapai tingkat produksi yang maksimal (mutu dan hasil produksi) serta tingkat kerusakan yang kecil.

Usaha yang dapat ditempuh dalam mewujudkan hal tersebut diatas antara lain adalah :

▪ Dalam penerapan peraturan perusahaan, selain dengan sosialisasi yang teratur, perlu adanya keteladanan dari atasan dalam kepatuhan terhadap peraturan tersebut.

Misalnya dalam suatu program pelatihan seorang instruktur merupakan figur yang harus diteladani, sehingga selalu lebih dahulu dalam menerapkan disiplin ditempat latihan.

Instruktur selalu tepat waktu memulai pelatihan dan taat pada peraturan selama melatih (misalnya tidak merokok) sehingga tepat waktu pada mengakhiri jam pelatihannya. Sedangkan pada saat pelajaran praktek, instruktur selalu berada dekat peserta sehingga setiap saat dapat memberikan bimbingan kepada semua peserta.

▪ Penerapan peraturan terkait dengan K3, hanya akan efektif bila terdapat kesadaran pada para pelakunya, baik pelaku perusahaan yang harus menyiapkan fasilitas K3 dan memberikan penjelasan tentang K3 kepada pegawainya, maupun para pegawai dalam mematuhi peraturan K3 dengan benar/konsisten didalam menjalankan tugasnya.

Referensi

Dokumen terkait

Laporan ini dituangkan dalam daftar simak potensi kecelakaan kerja dimana pada setiap tahapan pekerjaan yang dilakukan operator mesin pemecah batu selalu berhadapan

Dengan pengetahuan dalam pengenalan komponen mesin pemecah batu diharapkan operator mesin pemecah batu akan lebih terarah dalam melaksanakan tugasnya melakukan

KEPUTUSAN ……….*) NOMOR ……….. bahwa berdasarkan Keputusan Wali Kota Palu Nomor … tanggal … tentang Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku ASN di Lingkungan

Dalam pekerjaan konstruksi akan terdapat banyak komponen kegiatan yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap Lingkungan Hidup, sehingga untuk mengantisipasi hal

Pengukuran lingkungan kerja fisik dan data fisiologis operator bubut dan frais perlu dilakukan untuk menentukan waktu istirahat kerja, sehingga operator bekerja

Tabel 5.7 Tabulasi Silang Masa Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Operator Container Crane PT.Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung Perak

Dalam menyusun alat pengukur ini keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat (Suhaemi, 2002). Adanya penggunaan

Dari peta pareto diatas dapat diketahui bahwa kendala yang berpengaruh dan perlu dicari tahu penyebab yang ada adalah operator Menganggur, operator menghilang dari mesin, dan