• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi aplikasi plasma dingin untuk perawatan luka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi aplikasi plasma dingin untuk perawatan luka"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN DOSEN

JUDUL

Studi aplikasi plasma dingin untuk perawatan luka

Oleh : Nasruddin, S.Si, M.Si

Prasojo Pribadi, M.Sc., Apt Ahmad Abdul Jabbar, S.Si

LP3M

UNVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG MAGELANG

2012

Bidang Kesehatan

(2)

ABSTRAK

Nasrudin, Prasojo Pribadi, Ahmad Abdul Jabar

Dewasa ini, upaya ke arah penerapan plasma dingin sebagai basis pengembangan teknologi kesehatan (kedokteran) tengah menjadi obsesi besar berbagai pusat-pusat penelitian plasma di negara-negara maju. Di bidang kesehatan, kajian tentang luka merupakan bagian yang sangat penting. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Di bidang kesehatan upaya pemercepatan penyembuhan luka secara efektif, aman dan praktis merupakan hal yang mendapat banyak perhatian. Penelitian ini dilakukan selama sekitar 3 bulan atau 12 pekan dari bulan Oktober hingga Desember 2011, Di Laboratorium Farmakologi Universitas Muhammadiyah Magelang untuk menyusun dan menguji sistem reaktor plasma dingin terhadap efektifitas penyembuhan luka dengan plasma dingin.

Secara deskriptif penyembuhan luka pada kelompok perlakuan plasma dingin terdapat peningkatan efektifitas peyembuhan luka. Sedangkan secara statistik dapat disimpulkan tidak ada perbedaan persentase efektifitas penyembuhan luka antara perlakuan plasma dingin dengan kontrol negatif.

Kata Kunci: Plasma Dingin, Penyembuhan Luka

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada tahun 2010 ini, rakyat Indonesia berjumlah 237 juta lebih dengan grafik pertumbuhan yang terus melaju pesat. Meningkatnya jumlah penduduk ini otomatis akan menimbulkan masalah – masalah kependudukan, diantaranya masalah kesehatan. Di bidang kesehatan, kajian tentang luka merupakan bagian yang sangat penting. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

Di bidang kesehatan upaya pemercepatan penyembuhan luka secara efektif, aman dan praktis merupakan hal yang mendapat banyak perhatian.

Dewasa ini, upaya ke arah penerapan plasma dingin sebagai basis pengembangan teknologi kesehatan (kedokteran) tengah menjadi obsesi besar berbagai pusat-pusat penelitian plasma di negara-negara maju, seperti di Max Planck Institute Jerman, Drexel University USA dan negara maju lain seperti Jepang, Inggris dan Perancis. Upaya ini merupakan terobosan yang terbilang masih baru setelah sebelumnya kajian plasma banyak difokuskan pada pengembangan teknologi nuklir (Roth, 1999).

Plasma dingin merupakan salah satu jenis plasma, fase zat ke empat. Salah satu jenis plasma dingin adalah plasma lucutan pijar korona. Teknik pembangkitan plasma jenis ini relatif sederhana, yaitu dengan memberikan tegangan tinggi berorde kilovolt pada elektroda berkonfigurasi titik-bidang. Dalam fase plasma, selain tersusun dari gas netral, juga terdapat partikel-partikel aktif yang dikenal spesies aktif plasma. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa spesies aktif ini mampu mempengaruhi kerja sel dan jaringan hidup (Laroussi, 2009).

Svetlana Ermolaeva dan tim risetnya di Institut Gamaleya Epidemiologi dan Mikrobiologi di Moskow ingin melihat seberapa baik plasma dingin bisa bekerja melawan mikroba jahat yang menyebabkan infeksi. Mereka menggunakan obor plasma dingin di laboratorium untuk memerangi dua bakteri umum, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus, yang sering muncul pada infeksi luka, tetapi resisten terhadap

(4)

antibiotik karena mereka memiliki lapisan pelindung yang disebut biofilm. Setelah lima menit, obor plasma membunuh 99 persen bakteri tumbuh dalam cawan Petri, dan setelah sepuluh menit, membunuh 90 persen bakteri hadir dalam luka dari tikus. Dan karena obor dapat diarahkan pada area, spesifik kecil infeksi, jaringan di sekitarnya tidak dirusak.

Sejak tahun 2011 ini, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah telah menyusun road map penelitian, diantaranya, mencakup tema aplikasi plasma dingin di bidang perawatan luka. Dalam lima tahun ke depan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menghasilkan paten prototipe teknologi plasma untuk perawatan luka. Upaya ini tentunya merupakan terobosan baru mengingat di Indonesia, laporan penelitian seputar studi aplikasi plasma dingin untuk perawatan luka

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah plasma dingin lucutan pijar korona mampu mempercepat penyembuhan luka ? C. TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui pengaruh plasma dingin terhadap percepatan dan efektifitas penyembuhan luka.

D. KONTRIBUSI PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan menghasilkan luaran berupa :

a. Artikel ilmiah tentang pemercepatan penyembuhan luka pada tikus dengan plasma dingin lucutan pijar korona.

b. Prototipe teknologi plasma untuk perawatan luka.

E. MANFAAT HASIL PENELITIAN

Adapun kontribusi atau manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bidang kesehatan dan keperawatan.

Hasil penelitian ini berguna untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan ilmiah tentang pemercepatan penyembuhan luka menggunakan perlakuan plasma dingin lucutan pijar korona. Informasi ini tentunya sangat berguna mengingat teknologi plasma diantaranya digunakan sebagai teknologi pemercepat penyembuhan luka yang merupakan bagian penting bidang kesehatan, lebih khusus lagi bidang keperawatan.

(5)

2. Bagi para pengembang desain teknologi plasma

Plasma diantaranya dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi guna mempercepat penyembuhan luka. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan ilmiah bagaimana seharusnya pengembangan teknologi plasma untuk mempercepat penyembuhan luka.

3. Bagi masyarakat luas

Bangsa Indonesia kini tengah kebanjiran produk-produk teknologi berbasis plasma, seperti dalam TV Plasma dan AC Plasma. Sayangnya pemahaman masyarakat tentang plasma masih kurang, sehingga mereka cenderung hanya mengkonsumsi teknologi plasma saja tanpa berfikir untuk mengembangkannya. Penyebaran hasil penelitian ini tentunya sangat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman bangsa Indonesia tentang plasma dan teknologi plasma, sehingga kelak bangsa Indonesia mampu mengembangkan teknologi plasma secara mandiri sesuai kebutuhan bangsa Indonesia.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DASAR TEORI

1. Luka dan penyembuhan luka a. Luka

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997 dalam Ismail 2000). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995 dalam Ismail 2000).

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : 1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah 4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel b. Jenis-Jenis Luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997 dalam Ismail 2000).

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi

a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

(7)

c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a. Stadium I : Luka Superfisial “Non-Blanching Erithema” : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3. Mekanisme terjadinya luka

1. Luka insisi (Incised Wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.

Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).

2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.

(8)

6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.Luka Bakar (Combustio)

c. Penyembuhan Luka

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan.

Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997 dalam Ismail 2000).

1. Prinsip Penyembuhan Luka

Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) dalam Ismail (2000) yaitu: (1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, (2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, (3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma, (4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, (5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan (6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.

2. Fase Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995 dalam Ismail, 2000). Menurut Kozier (1995) dalam Ismail (2000) ada 3 fase penyembuhan luka yaitu:

a. Fase Inflamatori

Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah

(9)

luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel.

Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.

Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.

b. Fase Proliferatif

Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka.

Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.

Gambar 2.1. Fase Proliferatif

(10)

c. Fase Maturasi

Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.

Gambar 2.2. Fase maturasi Tabel 2.1. Fase penyembuhan luka

Fase Proses Gejala dan tanda

I Inflamasi Reaksi radang Dolor, rubor, kalor, tumor

II Proliferasi Regenerasi/fibroplasia Jaringan granulasi/kalus tulang menutup:

epitel /

endotelia.mesotel

III Penyudahan Pematangan dan perupaan kembali

Jaringan parut/fibrosis Sumber : Buku Ajar Ilmu Bedah (2004)

(11)

2. Plasma

a. Definisi dan Klasifikasi

Secara terminologi plasma berarti sesuatu yang terbentuk atau tercetak (something formed or molded). Istilah ini pertama kali digunakan dalam lingkup fisika oleh Tonks dan Langmuir pada tahun 1929 untuk menggambarkan gas terionisasi (ionized gas) yang berpijar di dalam tabung lucutan listrik. Secara umum plasma mengandung partikel bermuatan seperti elektron bebas, ion baik positif maupun negatif, atom dan molekul yang tunduk pada gaya elektrik, magnetik maupun gaya lainnya yang dicirikan oleh perilaku kolektifnya.

Keberadaan partikel bermuatan tersebut menyebabkan plasma memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan fase zat klasik (padat, cair dan gas).

Secara partikulir fase zat klasik bersifat netral, stabil dan tidak reaktif, sementara plasma bersifat kuasinetral, tidak sepenuhnya netral karena terdapat bagian plasma yang tersusun dari partikel-partikel energetik yang reaktif dan tidak stabil, seperti ion dan radikal bebas.

Untuk penerapan di bidang kimia dan biologi, Fridman (2008) menyebut partikel-partikel energetik tersebut sebagai bagian dari spesies dan faktor aktif plasma.

Berdasarkan temperaturnya, plasma terbagi menjadi dua, yaitu plasma panas dan plasma bersuhu rendah (low-temperature plasma)(Nur, 1998). Plasma panas yaitu plasma yang terionisasi total dimana partikel memiliki jarak rerata yang panjang. Selain itu juga tekanan kinetiknya tidak dapat diabaikan. Contoh dari plasma panas adalah matahari.

Plasma bersuhu rendah terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Plasma termis yang dicirikan oleh suhu partikel dalam plasma memiliki nilai yang sama sehingga semua partikel penyusun plasma berada dalam keadaan setimbang secara termodinamik lokal. Contoh plasma termis adalah lucutan arc pada tekanan atmosfer.

b. Plasma bersuhu rendah atau plasma dingin yang dicirikan oleh ketidaksetimbangan dimana suhu elektron jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ion dan gas netral.

Sebagai contoh adalah lucutan elektrik terhadap gas yang mengakibatkan ionisasi yang lemah, seperti lucutan pijar korona.

(12)

b. Pembangkitan Plasma Dingin Lucutan Pijar Korona

Plasma lucutan korona merupakan jenis plasma dingin. Di laboratorium jenis plasma ini dapat dibangkitkan dengan menggunakan sistem lucutan listrik (electrical discharge) berkonfigurasi elektroda titik-bidang (point-to-plane) dengan sumber tegangan tinggi berorde kilo atau ribuan (Kuffel, et al., 2000). Lucutan listrik biasanya dimulai dari elektroda titik, dibangkitkan dengan tegangan tinggi. Jika lucutan tidak mencapai elektrode kedua (elektroda bidang), berarti telah terjadi plasma pijar korona pada elektroda titik (Fridman, 2008).

Gambar 2.3. Sistem kerja pembangkitan teknologi plasma dingin c. Spesies Aktif Plasma Dingin Lucutan Pijar Korona

Fridman (2008) mengungkapkan bahwa teknik pembangkitan plasma secara berbeda akan menyebabkan perbedaan spesies aktif pada plasma bersangkutan. Dalam fase plasma dingin lucutan pijar korona yang dibangkitkan di udara bebas, spesies aktif yang dominan adalah ion N, radikal bebas N* dan partikel energetik. (Fridman, 2008).

d. Studi Sterilisasi Bakteri dengan Plasma Dingin

Sun, et al. (2007) telah melaporkan bahwa perlakuan plasma dingin mampu mereduksi jumlah bakteri E. coli dengan faktor reduksi logaritmik mencapai 5 untuk perlakuan plasma dingin kurang dari 120 detik. Sementara sebelumnya, Kelly- Wintenberg et al. (1999) telah melaporkan bahwa perlakuan plasma dingin selama 30 detik, 70 detik dan 5 menit mampu mereduksi jumlah bakteri E. coli dengan faktor reduksi logaritmik masing-masing 5 pada permukaan polypropylene, 5 pada permukaan kaca dan 6 pada permukaan agar.

(13)

Laporan tersebut menunjukkan bahwa plasma dingin sangat cepat dan efektif dalam membunuh bakteri jika dibandingkan dengan metode konvensional, seperti sterilisasi panas dengan alat autoclave. Selain itu, hal yang menarik adalah bahwa proses sterilisasi dengan plasma dingin tidak menimbulkan efek panas (Laroussi, 2005; Fridman, 2008), sehingga aman dikenakan pada bahan yang tidak tahan panas, seperti pada plastik, dan jaringan hidup kulit manusia (Fridman, 2008).

Studi mekanisme sterilisasi mikroorganisme dengan plasma dingin sebelumnya telah dilakukan oleh Mendis, et al (2002), Montie et al. (2000), dan Laroussi (2005) sebagaimana dirangkum dalam Laroussi (2005; 2009). Bahwa proses pembasmian mikroba oleh plasma dingin ditentukan faktor partikel bermuatan dan spesies reaktif pada plasma dingin. Adapun faktor lain yang berpengaruh pada proses pembasmian mikroba dengan plasma dingin adalah jenis mikroorganisme, jenis medium penumbuhan mikroorganisme dan metode pembangkitan plasma (Laroussi, 2005).

e. Studi Pemercepatan Penggumpalan Darah dengan Plasma Dingin

Fridman, et al, sebagaimana direview dalam Laroussi (2009), melaporkan bahwa plasma dingin mampu menghentikan secara cepat pendarahan dengan meningkatkan aktivitas platelet, pembentukan mesh fibrin dan menyatukan platelet.

f. Studi Pemercepatan Penyembuhan Luka dengan Plasma Dingin

Plasma dingin mampu mempercepat penyembuhan luka. Hal ini, diantaranya dibuktikan oleh Stoffels, sebagaimana direview dalam Laroussi (2009). Dengan menggunakan pengujian esai MTT (measuring mitochondrial activity), Stoffels menunjukkan bahwa profilerasi dari fibroblast terjadi ketika diberi perlakuan plasma.

Sebagaimana dijabarkan dalam teori penyembuhan luka profilerasi fibroblas merupakan tahap yang sangat penting dalam penyembuhan luka.

B. HIPOTESIS

Berdasarkan review literatur diatas maka hipotesis yang bisa disusun adalah perlakuan plasma dingin mampu mempercepat proses penyambuhan luka.

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen atau penelitian percobaan ialah suatu model penelitian dengan melakukan intervensi (perlakuan) pada subjek penelitian untuk mengetahui suatu hasil perubahannya (perubahan pada variabel atau objek penelitian) setelah diperlakukan oleh intervensi itu. Eksperimen bisa dilakukan tanpa atau dengan kelompok pembanding (Machfoedz, 2005).

B. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 1. Variabel

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010). Variabel dalam penelitian ini adalah plasma dingin dan aktivitas penyembuhan luka.

2. Definisi Operasional

Agar variabel dapat diukur maka variabel harus diberi batasan atau definisi yang operasional. Definisi operasional ini penting dan diperlukan agar pengukuran variabel itu konsisten (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini ada 2 variabel yang perlu didefinisi operasionalkan, yaitu:

a. Plasma dingin adalah gas terionisasi (ionized gas) yang berpijar di dalam tabung lucutan listrik yang mengandung partikel bermuatan (elektron bebas, ion, atom dan molekul) yang tunduk pada gaya elektrik dan magnetik.

b. Aktivitas penyembuhan luka adalah kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang. Aktivitas penyembuhan luka dinyatakan dalam persentase efektifitas

(15)

penyembuhan luka dihitung berdasarkan hasil pengukuran kuantitatif pada hari terakhir dihitung menurut rumus sebagai berikut:

Keterangan:

D1 = Diameter luka setelah sehari luka dibuat D2 = Diameter luka pada hari pengamatan C. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilakukan selama sekitar 3 bulan atau 12 pekan dari bulan Oktober hingga Desember 2011, Di Laboratorium Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang untuk menyusun dan menguji sistem reaktor plasma dingin terhadap efektifitas penyembuhan luka dengan plasma dingin.

D. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan utama penelitian ini adalah :

a. Tikus yang dibeli dari LPPT Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Galur Sprague Dawley, jenis kelamin betina, usia 2 bulan berat badan antara 200-250 gram.

b. Bahan kimia eter, digunakan untuk membuat tikus pingsan, sebelum dilukai dan diberi perlakuan plasma dingin

c. Makanan tikus standar.

Makanan tikus standar dibeli dari LPPT Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

2. Alat

Alat utama dalam penelitian ini adalah :

a. Kandang tikus, untuk tempat pertumbuhan tikus selama penelitian.

b. Sistem Teknologi Plasma Dingin dengan jabaran sebagai berikut:

%

2 100

1 2 2 2

1 X

D D Persentase D

(16)

(+)

Plasma dingin dibangkitkan dengan menggunakan sistem lucutan elektrik berelektrode titik-bidang dengan beda tegangan ~15 kV. Sistem ini terdiri dari sumber tegangan tinggi dan reaktor plasma lucutan. Skema ini merujuk pada sistem lucutan korona yang digunakan oleh Nasruddin (2006) dengan beberapa modifikasi disesuikan untuk maksud penelitian bidang penyembuhan luka. Baik elektrode titik maupun bidang terbuat dari stain less steel. Jari-jari elektroda titik 3 mm. Jarak antar elektrode sekitar 3 cm. Elektroda bidang dalam hal ini berlubang (bercelah), dimana plasma dingin melewati celah tersebut. Sampel tikus yang telah diukai diletakkan tepat berada dibawah lubang atau celah elektrode bidang sehingga arus plasma dingin akan menyentuh luka tikus tersebut. Skema sistem teknologi plasma, dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Desain sistem teknologi plasma dingin beserta tikus sebagai obyek penelitian

(17)

E. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 3.2. Skema prosedur penelitian Kontrol Negatif: Tanpa Perlakuan

Kontrol Positif: Perlakuan Betadin

Kontrol Perlakuan: Perlakuan Plasma Dingin Membagi tikus kedalam 3 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor

tikus

Evaluasi penyembuhan luka 1 pekan : - secara kualitatif

- secara kuantitatif (panjang luka) Menyiapkan bahan dan alat

Menghitung tingkat efektifitas penyembuhan luka dengan plasma dingin

Melakukan karakterisasi plasma dingin

Membuat tikus pingsan

Melukai tikus

(18)

1. Penyiapan sampel tikus

Setelah dibeli dari LPPT Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tikus dipelihara terlebih dahulu selama beberapa hari di kandang tikus Laboratorium Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang untuk menghilangkan stress tikus. Tikus diberi makanan standar dan minuman kran.

2. Perlakuan Plasma Dingin pada Sampel

Sampel dibagi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif atau tanpa perlakuan, kelompok kontrol positif atau perlakuan dengan betadin, dan kelompok perlakuan dengan perlakuan plasma dingin. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Sampel dengan perlakuan plasma dingin diberi perlakuan plasma dingin selama 4 menit. Sehingga total tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 ekor.

3. Evaluasi penyembuhan luka

Evaluasi penyembuhan luka dilakukan secara harian selama sekitar 1 pekan setelah tikus diberi perlakuan plasma dingin. Evaluasi dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:

a. Evaluasi secara kualitatif

Evaluasi ini dimulai dengan pengambilan gambar luka dengan kamera digital tiap hari.

Gambar-gambar yang diperoleh ini nantinya akan dibandingkan satu dengan yang lain terkait perubahan warna darah, dan semua perubahan yang tampak selama penyembuhan luka.

b. Evaluasi secara kuantitatif.

Evaluasi secara kuantitatif berupa pengukuran panjang luka tiap hari.

(19)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan plasma dingin selama 7 hari terhadap penyembuhan luka pada tikus betina galur Sprague Dawley. Pada penelitian ini hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley.

Tikus betina galur Sprague Dawley dipilih karena dari beberapa penelitian penyembuhan luka sebelumnya obyek yang digunakan sebagai hewan uji adalah tikus betina galur Sprague Dawley. Tikus ini secara karakteristik paling sesuai digunakan untuk penelitian penyembuhan luka. Sebelum dilakukan pengujian penyembuhan luka, terlebih dahulu tikus diadaptasikan selama 1 hari.

Tabel 4.1. Persentase penyembuhan luka Hari Ke- Kontrol

Negatif (%)

Kontrol Positif (%)

Plasma Dingin (%)

2 1,79 4,35 5,71

3 4,74 8,79 8,60

4 8,22 12,76 12,01

5 12,01 17,18 15,90

6 15,90 21,83 20,25

7 19,70 25,50 26,20

Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa secara deskripsi persentase penyembuhan luka dari semua kelompok hewan coba, baik kelompok yang diberi betadin (kontrol positif), kelompok perlakuan plasma dingin, dan yang tidak diberi perlakuan sama sekali (kontrol negatif) mengalami peningkatan persentase penyembuhan luka.

(20)

Pada kelompok perlakuan, efek penyembuhan luka yang dilihat melalui persentase penyembuhan luka, kelompok perlakuan plasma dingin mempunyai kemampuan penyembuhan luka lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif. Puncak aktivitas penyembuhan luka dari ketiga kelompok perlakuan yang paling tinggi yaitu pada hari ke-7.

Analisis statistika dilakukan pada hasil pengujian penyembuhan luka yaitu persentase penyembuhan luka dengan membandingkan antara hasil persentase penyembuhan luka tiap kelompok, sehingga dapat diketahui apakah ada perbedaan persentase penyembuhan luka antar kelompok. Analisis data secara statistik pada hasil persentase penyembuhan luka diawali dengan menguji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov.

Tabel 4.2. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Perlakuan

N 18

Normal Parametersa Mean 2.0000

Std. Deviation .84017

Most Extreme Differences Absolute .216

Positive .216

Negative -.216

Kolmogorov-Smirnov Z .918

Asymp. Sig. (2-tailed) .368

Monte Carlo Sig. (2-tailed) Sig. .324c

95% Confidence Interval Lower Bound .315

Upper Bound .333

a. Test distribution is Normal.

Pada Tabel 4.2 terlihat hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai Asymp. Sig.

(2 tailed) 0,368 > 0,05 artinya dapat disimpulkan bahwa semua data kelompok perlakuan terdistribusi normal. Langkah selanjutnya adalah untuk mengetahui apakah data sampel homogen atau tidak dilakukan uji Levene Statistic

(21)

Tabel 4.3. Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.107 2 15 .899

Pada Tabel 4.3 terlihat hasil uji Levene Statistic homogenitas variannya Sig. 0,899 >

0,05 artinya data perlakuan sampel homogen untuk itu perlu dilanjutkan uji statistik parametrik menggunakan uji Anova.

Tabel 4.4. Anova

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 82.336 2 41.168 .736 .495

Within Groups 838.601 15 55.907

Total 920.937 17

Setelah diketahui variannya sama (equal variances assumed), maka kita menguji apakah rata-rata persentase penyembuhan luka ketiga kelompok adalah berbeda secara signifikan?

 Hipotesis:

Ho: Ada perbedaan rata-rata persentase penyembuhan luka ketiga kelompok Ha: Tidak ada perbedaan rata-rata persentase penyembuhan luka ketiga kelompok

 Pengambilan keputusan

Jika Sig < 0,05, maka Ho Diterima Jika Sig > 0,05, maka Ha Diterima

Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa secara uji statistik Anova diperoleh nilai Sig. = 0.495 >

0.05, maka Ha diterima Jadi dapat disimpulkan, tidak ada perbedaan rata-rata persentase penyembuhan luka ketiga kelompok.

(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

a) Secara deskriptif penyembuhan luka pada kelompok perlakuan plasma dingin terdapat peningkatan efektifitas peyembuhan luka.

b) Secara statistik dapat disimpulkan tidak ada perbedaan persentase efektifitas penyembuhan luka antara perlakuan plasma dingin dengan kontrol negatif.

B. SARAN

Memperpanjang waktu perlakuan plasma dingin terhadap luka antara 14-21 hari.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Fridman, A., 2008, Plasma Chemistry. Cambridge, New York, Melbourne, Madrid, Cape Town, Singapore, Sao Pãulo: Cambridge University Press

Kelly-Wintenberg, K, Hodge, A, Montie, TC, 1999, Use of a one atmosphere uniform glow discharge plasma to kill a broad spectrum of microorganisms, J.Vac. Sci. Technol. A, Vol.

17, No. 4, 1539-1544

Kong, MG, G Kroesen, G Morfill, T Nosenko, T Shimizu, J van Dijk, J L Zimmermann, 2009, Plasma medicine: an introductory review, New Journal of Physics 11, pp. 1-35

Kuffel, E and Zaengl, W.S., 2000, High Voltage Engineering, Newnes : British.

Montie, TC, Kimberly K, Roth, JR, 2000, An Overview of Research Using the One Atmosphere Uniform Glow Discharge Plasma (OAUGDP) for Sterilization of Surface and Material, IEEE Transactions on Plasma Science, vol. 28, February, pp. 41-50

Nasruddin, 2006, Pemanfaatan Radiasi Plasma untuk Pemercepatan Pertumbuhan Benih Mangrove Rhizophora apiculata, Skripsi S-1 Fisika Universitas Diponegoro Semarang Nur, M, 1998, Fisika Plasma dan Aplikasinya, Stadium General Fisika Universitas Diponegoro,

Semarang

Roth, JR, New Physics for Fusion Energy, Current Trends in International Fusion Research- Proceeding of the Second Symposium. Edited by E. Panarella. NRC Research Press, National Research Council of Canada, Ottawa, pp. 395-410

Laroussi, M, 2005, Low Temperature Plasma-Based Sterilization : Overview and State-of-the- Art, Plasma Process. Polym. 2, pp. 391-400

Laroussi, M and Leipold, F, 2004, Evaluation of the roles of reactive species, heat, and UV radiation in the inactivation of bacterial cells by air plasmas at atmospheric pressure, International Journal of Mass Spectrometry, Vol. 233, pp 81–86

Laroussi, M, 2002, Nonthermal Decontamination of Biological Media by Atmospheric-Pressure Plasmas : Review, Analysis and Prospects, IEEE Transactions on Plasma Science, Vol.30, No. 4, Augustus, pp. 1409-1415

Laroussi, M, 2009, Low-Temperature Plasmas for Medicine ?, IEEE Transactions on Plasma Science, Vol. 37, No. 6, pp 714-725

Machfoedz, Ircham, 2005, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Yogyakarta: Fitramaya

(24)

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

Sun, Y, Qiu, Y, Nie, A, Wang, X, 2007, Experimental Research on Inactivation of Bacteria by Using Dielectric Barrier Discharge, IEEE Transactions on Plasma Science, Vol. 35, No.5, October, pp. 1496-1500

---, 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 67.

(25)

Gambar

Gambar 2.1. Fase Proliferatif
Gambar 2.2. Fase maturasi  Tabel 2.1. Fase penyembuhan luka
Gambar 2.3. Sistem kerja pembangkitan teknologi plasma dingin  c. Spesies Aktif Plasma Dingin Lucutan Pijar Korona
Gambar 3.1. Desain sistem teknologi plasma dingin beserta tikus sebagai obyek penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Setelah simulasi berjalan sesuai dengan yang direncanakan maka tahap selanjutnya yaitu menyambungkan blok simulink Analog in dan Digital out serta menentukan

pada Ny.S usia 20 tahun, G1P0A0 secara keseluruhan mulai dari. Kehamilan, Persalinan, Bayi baru Lahir, Nifas dan

To attract investment, the government is now offering potential investors guarantees against the risk of changes to electricity price and subsidy policies and the coal supply

Maka dalam hal ini perlu dikaji tentang penilaian yang baku mengenai kemampuan lompat jauh gaya jongkok ditinjau dari motor ability atau kemampuan gerak dasar pada usia

Usulan dibagi kedalam 10 prioritas, prioritas utama untuk RM Gaul adalah harga yang sesuai dengan produk yang ditawarkan, harga yang lebih murah dibandingkan

Hasil penelitian adalah: (1) data peningkatan minat baca IPS siswa melalui pembelajaran menggunakan kartu kwartet; (2) daftar nilai hasil belajar siswa yang diperoleh

[r]

Namun fenomena yang terjadi di lapangan, sebelum diterapkannya ISO 9001:2008 kinerja pegawai LPMP Propinsi Sumatera Utara tidak seperti yang diharapkan hal ini