• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Desain kapal merupakan proses penentuan spesifikasi yang menghasilkan gambar suatu obyek untuk keperluan pembuatan dan pengoperasian kapal. Berbeda jenis kapal yang dibangun maka desain dan konstruksinya juga berbeda sesuai fungsi dan persyaratan teknis pengoperasian kapal tersebut. Banyak faktor yang perlu mendapat pertimbangan dalam mendesain suatu jenis kapal. Khusus untuk kapal ikan, Fyson (1985) mengelompokkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi desain. Faktor-faktor tersebut adalah meliputi: 1) ketersediaan sumberdaya ikan, 2) alat tangkap dan metode penangkapan, 3) karakteristik daerah penangkapan, 4) kelaiklautan kapal dan keselamatan awak kapal, 5) peraturan- peraturan tentang desain kapal, 6) pemilihan material untuk konstruksi kapal, dan 7) pertimbangan ekonomi.

Mengingat banyak faktor yang menentukan spesifikasi tersebut maka untuk mendapatkan desain kapal yang tepat diperlukan kelengkapan perencanaan yang terdiri dari gambar rancangan umum (general arrangement), gambar rencana garis (lines plan), tabel offset, gambar rencana konstruksi dan spesifikasinya (construction profile and plan) termasuk perencanaan tentang dimensi utama kapal, rasio dimensi utama, bentuk badan kapal dan koefisien bentuk, yang merupakan langkah paling penting dalam proses pembangunan kapal ikan moderen.

Pembangunan kapal pancing tonda di Kabupaten Buton pada umumnya masih dilakukan dengan cara-cara tradisional berdasarkan pengetahuan dan metode yang diwariskan secara turun-temurun atau dari generasi ke generasi berikutnya tanpa menggunakan gambar desain dan perencanaan-perencanaan lain yang dibutuhkan, melainkan hanya berpatokan pada kapal-kapal yang dibangun sebelumnya disertai dengan beberapa modifikasi sesuai keinginan pemesan. Para pengrajin kapal pancing tonda daerah ini kebanyakan berasal dari Suku Bajo yang terkenal sebagai ”tukang perahu alam” yang cukup terampil dalam membangun kapal. Kapal-kapal pancing tonda yang dibangun telah tersebar di berbagai daerah di Sulawesi Tenggara hingga Nusa Tenggara Timur dan Maluku Tengah.

(2)

Ada beberapa tahap kegiatan yang umum dilakukan pengrajin dalam proses pembangunan kapal pancing tonda di Kabupaten Buton. Tahap-tahap kegiatan tersebut meliputi: persiapan, permulaan pekerjaan, proses pembuatan kapal, dan upacara peluncuran. Pada tahap persiapan, dilakukan perencanaan yang meliputi ukuran kapal, bentuk lambung, dan tata ruang interior kapal. Pekerjaan pertama dimulai dengan pemilihan jenis kayu yang akan dipergunakan sebagai material konstruksi antara lain: jenis Bolongita (Octoatmeles sumatrana), Kuru (Terminalia microcarpa), Teo (Artocarpus elasticus), Wasanoni (Litsea firma), Salawaku (Paraserianthes falcataria) dan Wasaponta (Litsea angulata). Proses pembuatan kapal dilakukan setelah material kayu dan bahan lainnya terkumpul, dan diawali dengan suatu ”upacara” sederhana dimana dalam proses ini ada beberapa aturan dan pantangan yang harus dipatuhi oleh para pembuat kapal. Ada dua proses yang berbeda dalam pembuatan kapal pancing tonda yaitu antara ”bodi susun” dan ”bodi batang”. Bodi susun dibuat dengan jalan menyusun lembaran papan yang diawali dengan peletakan lunas dan linggi haluan, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan papan mulai dari dasar kapal yang berhubungan dengan lunas hingga seluruh bagian kulit lambung. Bodi batang dibuat tanpa didahului dengan pemasangan lunas, melainkan dibentuk dari belahan batang pohon yang dipakai sebagai dasar untuk penyambungan papan kulit lambung berikutnya. Kesamaan kedua proses pembuatan kapal tersebut adalah keduanya mendahulukan penyelesaian kulit lambung kemudian pemasangan gading- gadingnya. Perbedaannya, bodi susun kekuatan utamanya terletak pada gading- gading sehingga kulit lambung relatif tipis, sedangkan bodi batang seringkali tidak memakai gading-gading dan kekuatan konstruksi hanya mengandalkan ketebalan kulit lambung bagian dasar kapal. Tahap akhir dari proses pembangunan kapal tradisional ini adalah upacara peluncuran. Upacara ini diadakan setelah menyelesaikan seluruh tahapan dalam proses pembuatan konstruksi hingga pemasangan mesin penggerak yang dilanjutkan dengan acara peluncuran dan uji kelayakan operasi di laut.

Desain bentuk dan dimensi utama kapal pancing tonda di Kabupaten Buton biasanya ditentukan berdasarkan tipe dan kapasitas mesin penggerak yang dipakai. Tipe mesin penggerak dapat dibedakan atas: mesin dalam (inboard

(3)

engine) dan mesin tempel (outboard engine). Kapasitas mesin yang digunakan bervariasi sesuai ukuran kapal. Untuk tipe mesin dalam berkisar antara 16 – 30 HP, sedangkan mesin tempel antara 5,5 – 40 HP. Selain berbeda tipe dan tenaga, kedua tipe mesin tersebut juga memiliki poros baling-baling yang berbeda, hal ini berpengaruh pada pengaturan ruang interior kapal. Tipe inboard engine, memiliki poros baling-baling panjang (long-tail) sehingga posisi ruang mesin berada di bagian midship, dan tipe outboard engine dengan poros baling-baling pendek (short-tail) penempatannya tepat pada ujung buritan (after perpendicular).

5.1.1 Dimensi utama kapal

Dimensi utama kapal merupakan besaran skalar yang menentukan besar kecilnya ukuran sebuah kapal. Parameter dimensi utama ini terdiri dari panjang kapal keseluruhan (length over all - LOA) yang diukur dari ujung haluan hingga ujung buritan; lebar kapal (breadth - B) diukur dari sisi kanan dan kiri terluar;

tinggi kapal (depth - D) diukur dari sisi terrendah hingga badan kapal terbawah;

dan sarat air (draft - d) diukur dari batas garis air hingga badan kapal terbawah atau bagian atas lunas. Parameter-parameter tersebut mempunyai pengaruh terhadap bentuk dan karakteristik kapal. Panjang kapal (L) berpengaruh terhadap kecepatan dan kekuatan memanjang kapal; lebar kapal (B) terhadap tinggi metacentre (GM); tinggi kapal (D) berpengaruh terhadap tinggi titik berat kapal (centre of grafity KG), kekuatan memanjang dan ruangan dalam kapal; dan sarat air kapal (d) terhadap tinggi titik gaya apung (centre of buoyancy KB). Oleh karena itu, penentuan dimensi utama kapal merupakan hal penting dalam mendesain sebuah kapal ikan, karena dimensi utama kapal erat kaitannya dengan penggunaan mesin penggerak serta kemampuan kapal tersebut dalam melakukan aktifitas penangkapan sesuai metode dan kondisi daerah penangkapan.

Pengukuran terhadap seluruh sampel kapal pancing tonda di tujuh lokasi penelitian, diperoleh enam kelompok dimensi utama yang terdiri dari dua tipe kapal yaitu tipe yang menggunakan mesin dalam (inboard) dan tipe yang menggunakan mesin tempel (outboard). Hasil pengukuran dimensi utama kapal sampel yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 5. Dari tabel tersebut terlihat bahwa tiap sampel memiliki spesifikasi ukuran tersendiri sesuai dengan kapasitas mesin penggeraknya. Semakin besar ukuran kapal maka mesin penggerak yang dipakai

(4)

juga lebih besar. Kapal tipe inboard (PT-1, PT-2, PT-3) umumnya menggunakan mesin penggerak merek Dong Feng dan Jiang Dong dengan kapasitas horse power sebesar 16, 24 dan 30 HP, sedangkan tipe outboard (PT-3, PT-4, PT-5) menggunakan mesin penggerak merek Yamaha berkapasitas 5,5; 15 dan 40 HP.

Tabel 5 Dimensi utama kapal pancing tonda Kabupaten Buton

Sampel kapal Tenaga mesin (HP) LOA (m) B (m) D (m)

PT-1 16 9,17 1,06 0,62

PT-2 24 9,60 1,26 0,73

PT-3 30 10,60 1,30 0,92

PT-4 5,5 7,50 0,80 0,60

PT-5 15 8,65 1,04 0,70

PT-6 40 9,75 1,13 0,80

Dari enam kelompok dimensi utama kapal sampel di atas, terdapat dua kelompok yang paling dominan mewakili masing-masing tipe kapal, yaitu PT-1 mewakili tipe kapal inboard dan PT-5 mewakili tipe outboard. Berdasarkan hal tersebut maka dalam tulisan ini hanya diambil dua kelompok ukuran kapal sampel untuk dianalisis lebih lanjut, dimana kelompok kapal PT-1 disebut tipe inboard dan kelompok kapal PT-5 disebut tipe outboard.

5.1.2 Rasio dimensi utama

Rasio dimensi utama merupakan hal penting dalam proses pendesainan kapal. Nilai rasio tersebut dapat diketahui dengan membandingkan parameter panjang dengan lebar (L/B), panjang dengan tinggi (L/D), dan lebar dengan tinggi (B/D). Kesesuaian nilai rasio dimensi utama sangat menentukan kemampuan sebuah kapal ikan. Menurut Muckle and Taylor (1987) bahwa nilai L/B berpengaruh terhadap kemampuan olah gerak kapal; nilai L/D berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal; dan nilai B/D berpengaruh terhadap stabilitas kapal. Hasil perhitungan rasio dimensi utama kedua tipe kapal pancing tonda di Kabupaten Buton dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Rasio dimensi utama kapal pancing tonda Kabupaten Buton

Tipe Kapal L/B L/D B/D

Inboard 8,65 14,79 1,71

Outboard 8,32 12,36 1,49

(5)

Jika nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai rasio dimensi utama beberapa jenis kapal ikan di Indonesia yang diterakan pada Tabel 7, menunjukkan bahwa nilai rasio dimensi utama kedua tipe kapal pancing tonda sampel berada dalam kisaran nilai rasio semua jenis kapal pembanding. Hal ini mengindikasikan adanya kesesuaian desain antara kapal pancing tonda Kabupaten Buton dengan beberapa jenis kapal penangkap ikan di Indonesia, baik yang menggunakan metode operasi static gear, encircling gear, towed gear, maupun multipurpose gear. Dengan kata lain, dimensi utama kedua tipe kapal pancing tonda tersebut cukup ideal dan cenderung dapat digunakan untuk beberapa metode operasi penangkapan. Pada kenyataannya, kapal pancing tonda yang dipakai menangkap tuna dan cakalang umumnya terdiri dari dua metode operasi yaitu, menggunakan pancing dalam keadaan diam (static gear) maupun yang ditarik atau ditonda (towed/dragged gear).

Tabel 7 Kisaran nilai rasio dimensi utama jenis kapal ikan di Indonesia

Metode operasi L/B L/D B/D

Static gear 2,83 – 11,12 4,58 – 17,28 0,96 – 4,68 Encircling gear 2,60 – 9,30 4,55 – 17,43 0,55 – 5,00 Towed/dragged gear 2,86 – 8,30 7,20 – 15,12 1,25 – 4,41 Multipurpose gear 2,88 – 9,42 8,69 – 17,15 0,35 – 6,09 Sumber: Iskandar dan Pujiyati (1995).

Dilihat dari nilai rasio L/B, L/D, dan B/D masing-masing tipe kapal pancing tonda berturut-turut sebesar 8,65, 14,79, dan 1,71 untuk tipe inboard dan 8,32, 12,36, dan 1,49 untuk tipe outboard, ternyata lebih sesuai dengan nilai-nilai rasio dimensi utama kapal towed/dragged gear yang berkisar antara 2,86 – 8,30 (L/B), 7,20 – 15,12 (L/D), dan 1,25 – 4,41 (B/D). Dengan demikian, kapal pancing tonda yang dibangun pengrajin di Kabupaten Buton memiliki kesesuaian rasio dimensi utama dengan kapal penangkap ikan di daerah lain yang mempunyai metode operasi yang sama (towed/dragged gear).

Hasil perbandingan antara nilai rasio dimensi utama kapal pancing tonda dengan nilai rasio dimensi utama kapal ikan towed gear di Indonesia, menunjukkan bahwa nilai L/B dan L/D kedua tipe kapal pancing tonda berada pada kisaran nilai atas kapal pembanding (towed gear) sedangkan nilai B/D berada pada kisaran nilai bawah.

(6)

Nilai L/B yang besar mempunyai pengaruh yang positif terhadap kecepatan dan olah gerak kapal. Dengan demikian, semakin besar nilai rasio L/B suatu kapal maka kecepatan yang dihasilkan juga semakin tinggi, begitu pula dengan kemampuan olah geraknya. Nilai rasio L/B kapal pancing tonda yang berada pada kisaran nilai atas kapal pembanding, cukup menguntungkan karena akan menghasilkan kecepatan dan olah gerak yang tinggi sesuai peruntukannya sebagai kapal penangkap tuna dan cakalang yang dikenal memiliki kecepatan renang yang tinggi, melakukan olah gerak (manuver) mengikuti pergerakan gerombolan ikan. Kecepatan yang tinggi juga diperlukan untuk perjalanan dari dan ke daerah penangkapan yang jaraknya dapat mencapai 60 mil laut.

Nilai L/D yang besar berpengaruh negatif terhadap kekuatan memanjang kapal, yang berarti semakin besar nilai rasio L/D maka kekuatan memanjang kapal akan semakin rendah. Nilai L/D yang berada pada kisaran atas kapal pembanding, kurang menguntungkan bagi kapal pancing tonda karena akan mengurangi kekuatan transversal kapal terhadap pengaruh gaya-gaya luar yang bekerja pada kapal. Kapal pancing tonda Kabupaten Buton yang umumnya mempunyai daerah jelajah yang luas dan kemungkinan besar berpapasan dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, akan lebih baik jika dilakukan penambahan dimensi tinggi (D). Penambahan nilai tersebut akan mengurangi nilai rasio L/D sehingga kekuatan memanjang kapal dapat dinaikkan. Selain itu, penambahan nilai D juga menambah ruang kerja dalam kapal.

Nilai B/D yang kecil akan berpengaruh negatif terhadap stabilitas kapal.

Jika nilai rasio B/D semakin kecil maka akan menghasilkan stabilitas kapal yang buruk. Walaupun nilai B/D kapal pancing tonda berada pada kisaran nilai bawah, tetapi nilai rasio tersebut masih berada dalam kisaran nilai rasio kapal pembanding yang memungkinkan stabilitas dan kemampuan olah gerak (propulsive ability) yang baik. Untuk memperbaiki stabilitas kapal pancing tonda dapat dilakukan dengan menambah dimensi lebar (B). Pada kondisi ini nilai rasio B/D akan membesar sehingga berpengaruh positif terhadap stabilitas. Terkait dengan proses penambahan, Sugiyanto (2005), Tarkono (2006) menyatakan bahwa. kelebihan ukuran 0,1 cm adalah sebagai toleransi pada saat pengematan untuk mendapatkan ukuran yang sebenarnya.

(7)

Berdasarkan hasil dan uraian di atas, dapat diketahui bahwa nilai rasio dimensi utama (L/B, L/D, dan B/D) kapal pancing tonda yang dibangun secara tradisional masuk dalam kisaran nilai kapal pembanding dan cenderung sama untuk tiap daerah pembangunan kapal. Nilai L/B dan L/D berada pada nilai kisaran atas sedangkan nilai B/D berada pada kisaran nilai bawah. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kapal pancing tonda di Kabupaten Buton memiliki ukuran panjang (L) yang lebih besar dibanding lebar (B) dan tinggi kapal (D).

Kapal seperti ini menggambarkan sebuah prototip kapal long boat yang ramping.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa desain kapal yang dilakukan galangan tradisional telah memperhatikan efisiensi pemakaian tenaga penggerak untuk mendapatkan kecepatan yang maksimal.

5.1.3 Bentuk badan kapal

Bentuk badan kapal bergantung pada dimensi utama, rasio dimensi utama, dan koefisien bentuk kapal sebagai faktor penciri. Hasil penelitian diketahui bahwa secara umum, badan kapal pancing tonda yang ada di Kabupaten Buton memiliki bentuk V-bottom pada bagian haluan (6a), sedangkan pada bagian midship hingga buritan tiap tipe kapal memiliki bentuk tersendiri yang lebih spesifik dengan penggunaan tipe mesin penggerak. Kapal yang menggunakan tipe mesin dalam (inboard engine) memiliki bentuk U-V bottom (6b) sedangkan yang menggunakan tipe mesin tempel (outboard engine) memiliki bentuk hard chin bottom (6c). Ketiga bentuk tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. V-bottom memiliki bentuk yang lancip pada bagian lunas menyerupai huruf V. UV-bottom memiliki bentuk hampir menyerupai huruf U yang ramping sehingga cenderung berbentuk huruf V. Hard chin bottom juga menyerupai huruf U, akan tetapi pada bagian bawah lambung dan lunas membentuk sudut lekukan yang menyerupai dagu (chin).

Gambar 6 Bentuk badan kapal pancing tonda Kabupaten Buton.

6a V-bottom 6b UV-bottom 6c Hard chin bottom

(8)

Pemilihan bentuk V-bottom pada bagian haluan dimaksudkan agar kapal dapat membelah air dengan baik dan mengurangi resistensi yang terjadi pada haluan kapal sehingga kecepatan yang dihasilkan lebih maksimal. Bentuk UV-bottom menguntungkan dari segi kecepatan dan olah gerak tetapi lemah dalam hal stabilitas. Bentuk hard chin bottom berperan positif terhadap stabilitas, tetapi negatif terhadap kecepatan kapal. Untuk mendapatkan bentuk yang ideal, diperlukan modifikasi agar keunggulan yang dimiliki masing-masing bentuk dapat dioptimalkan. Bentuk badan yang ideal untuk kapal pancing tonda adalah bentuk yang memungkinkan kapal tersebut memiliki kecepatan dan olah gerak yang tinggi.

5.1.4 Rencana garis kapal

Rencana garis suatu kapal merupakan gambar lines plan kapal pada setiap garis air dan ordinat yang tertuang dalam tiga bentuk gambar dengan sudut pandang yang berbeda yaitu: gambar tampak samping (profil plan), tampak atas (half breadth plan), dan tampak depan (body plan). Penggunaan gambar rencana garis tersebut sangat penting bukan saja pada desain bentuk kapal, tetapi juga untuk pengaturan ruang kapal, dan perhitungan parameter hidrostatik, stabilitas, hull speed, dan sebagainya.

Pembangunan kapal pancing tonda tradisional di Kabupaten Buton umumnya tidak menggunakan kelengkapan desain berupa gambar konstruksi khususnya gambar rencana garis (lines plan) tetapi hanya mengandalkan naluri dan pengalaman turun-temurun. Untuk mendapatkan gambar rencana garis tersebut maka hasil pengukuran terhadap kapal sampel yang telah diperoleh, dimasukkan ke dalam tabel offset seperti yang disajikan pada Lampiran 2 dan 3.

Nilai-nilai dari tabel ini selanjutnya dipakai sebagai patokan untuk pembuatan rencana garis. Gambar rencana garis kapal pancing tonda sampel tipe inboard dan tipe outboard masing-masing dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

Dalam gambar profil plan, kapal dibagi menjadi sepuluh bagian yang sama (ordinat 0 – 10) membujur sepanjang kapal mulai dari after perpendicular (AP) hingga fore perpendicular (FP), dan beberapa garis air (water line) mulai dari batas atas lunas (base line) hingga draft tertinggi (load water line).

Mengingat adanya perubahan bentuk baik dari midship ke AP maupun FP maka antara ordinat 0 – 1 dan ordinat 9 – 10 dibagi menjadi empat bagian, dan antara

 

(9)

ordinat 1 – 3 serta ordinat 7 – 9 dibagi lagi menjadi empat bagian yang sama.

Jumlah water line untuk tiap kapal ditetapkan sesuai batas garis air maksimum dengan jarak masing-masing water line 5 cm. Jarak antar water line ini menunjukkan posisi kapal terhadap permukaan air jika bagian kapal terbenam ke dalam air setinggi waterline tersebut. Waterline pertama berada pada posisi terbawah dekat base line, dan water line terakhir pada posisi teratas yang merupakan draft kapal pada kondisi muat penuh.

Gambar half breadth plan merupakan gambar yang menunjukkan water line kapal jika dilihat dari atas pada masing-masing buttock line. Buttock line digambarkan sebagai garis yang memotong water line menjadi beberapa bagian yang sama dan dibuat sejajar dengan center line. Pada gambar half breadth plan ini jumlah buttock line adalah sebanyak 2 buah dengan jarak yang sama. Water line yang terlihat pada gambar tersebut menunjukkan lebar badan kapal pada masing-masing ordinat sehingga dari gambar half breadth plan dapat diketahui lebar kapal pada setiap tinggi kapal mulai dari base line hingga DWL tertinggi.

Gambar body plan merupakan gambar haluan dan buritan kapal pada masing-masing ordinat. Bentuk haluan dan buritan yang digambar adalah separuh dari bentuk seluruhnya. Ordinat 0 – 5 menunjukkan bentuk badan kapal mulai dari after perpendicular hingga midship, sedangkan ordinat 5 – 10 menunjukkan bentuk badan kapal dari midship hingga fore perpendicular.

Dengan demikian dari gambar body plan dapat diketahui bentuk badan kapal secara keseluruhan mulai dari bentuk haluan, tengah (midship) dan buritan.

5.1.5 Rancangan umum kapal

Rancangan umum (general arrangement) dari suatu kapal dapat diartikan sebagai penataan ruangan kapal untuk segala kegiatan atau fungsi dan peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan letak dan jalan untuk mencapai ruangan tersebut.

Rancangan umum untuk kapal ikan biasanya dipertimbangkan dari suatu platform perencanaan yang meliputi tujuan penangkapan, proses penangkapan dan penyimpanan hasil tangkapan. Rancangan ini biasanya dibuat dalam bentuk gambar yang terdiri dari dua bagian yaitu, gambar tampak samping dan gambar tampak atas. Khusus untuk kapal ikan yang memiliki dek, gambar tampak samping menunjukkan tata ruang di bawah dek, sedangkan gambar tampak atas menunjukkan tata ruang di atas dek.

(10)

Gambar 7 Gambar rencana garis (lines plan) kapal pancing tonda tipe inboard.

Skala : 1 : 51

(11)

Gambar 8 Gambar rencana garis (lines plan) kapal pancing tonda tipe outboard.

Skala : 1 : 49

(12)

Kapal pancing tonda Kabupaten Buton umumnya tidak mempunyai dek karena ukuran dalam/depth kapal tidak memungkinkan pembagian ruangan atas dan bawah dek, sehingga penataan ruangan kapal hanya dilakukan secara horisontal-longitudinal menjadi beberapa ruangan yang ditata sesuai fungsi ruang dan kelancaran operasi penangkapan. Secara umum pembagian ruang interior kapal pancing tonda terdiri dari: ruang tempat mesin, ruang kemudi, tempat penyimpanan bahan bakar minyak (BBM), tempat penyimpanan hasil tangkapan, bak umpan hidup, dan ruang tempat pemancingan.

Rancangan umum kedua tipe kapal pancing tonda pada dasarnya sama.

Perbedaan keduanya terletak pada pengaturan ruangan antara after perpendicular dan midship yang disebabkan oleh perbedaan posisi mesin, dimana untuk tipe inboard posisi mesinnya terletak pada bagian midship sedangkan tipe outboard tepat pada after perpendicular. Perbedaan letak posisi mesin tersebut berpengaruh terhadap penataan ruangan lain terutama penentuan posisi bak umpan hidup, ruang kemudi, dan tempat pemancingan. Rancangan umum kapal pancing tonda tipe inboard dan outboard masing-masing dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

Tempat pemancingan pada kapal pancing tonda umumnya ditentukan berdasarkan pertimbangan kelancaran operasi penangkapan dan penataan ruangan lain yang menunjang proses pemancingan. Oleh karena itu, tempat pemancingan pada tipe kapal inboard memiliki posisi yang berbeda dengan tipe outboard.

Tempat pemancingan 1 untuk kedua tipe kapal berada pada posisi yang sama yaitu di bagian buritan, sedangkan tempat pemancingan 2 tipe kapal inboard berada pada posisi ke-5 di bagian tengah kapal dan tipe outboard pada posisi ke-6 dibagian haluan. Penataan ruangan seperti ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pemancingan tanpa harus melewati ruangan lain yang dapat berakibat pada lost momentum untuk proses pemancingan berikutnya.

Ruang mesin, untuk tipe inboard berada di bagian midship di posisi ke-4 antara ruang kemudi dengan tempat penyimpanan BBM. Ruangan sekitar mesin dan poros baling-baling biasanya dimanfaatkan untuk menyimpan kelengkapan yang berhubungan dengan penggunaan mesin dan kebutuhan lain yang tidak disediakan tempat khusus, termasuk alat bantu penangkapan, air tawar dan akomodasi lain.

(13)

Sedangkan untuk tipe outboard posisi tempat mesinnya berada di ujung buritan kapal (after penpendicular).

Ruang kemudi, sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa untuk tipe kapal inboard ruang kemudi berada pada posisi ke-5 di bagian tengah kapal, dan tipe outboard berada pada posisi ke-1 di bagian buritan. Ruang kemudi pada posisi-posisi tersebut juga dipakai sebagai tempat pemancingan. Jika jumlah nelayan yang mengoperasikan satu unit kapal pancing tonda terdiri dari 2 orang, maka salah satu diantaranya merangkap pekerjaan sebagai jurumudi juga sebagai pemancing. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelancaran aktivitas pemancingan sekaligus mengendalikan posisi kapal dari pengaruh angin dan arus untuk tetap mengikuti pola pergerakan ikan. Pada tipe kapal inboard nelayan yang berperan seperti itu adalah ABK-2 sedangkan pada tipe outboard berada di tangan ABK-1.

Bak umpan hidup, dilengkapi dengan lubang sirkulasi air agar umpan tetap hidup selama beroperasi di daerah penangkapan. Oleh karena itu maka posisi bak umpan harus berada pada bagian dasar lambung kapal yang paling rendah sehingga volume air dalam bak tersebut cukup menjamin kelangsungan hidup ikan umpan. Pada tipe kapal inboard posisi bak umpan hidup berada tepat pada bagian midship di posisi ke-6 karena bagian ini merupakan lambung terendah yang banyak menerima suplai air laut saat kapal bergerak maju. Kondisi seperti itu juga terjadi pada tipe kapal outboard yang menempatkan bak umpan hidup pada posisi ke-4 di bagian belakang midship. Untuk tipe outboard, bagian ini juga merupakan bagian lambung yang banyak menerima suplai air laut terutama pada saat kapal melakukan operasi penangkapan.

Tempat penyimpanan hasil tangkapan, merupakan bagian paling penting untuk menjaga mutu hasil tangkapan. Bagian ini hendaknya memiliki persyaratan untuk menyimpan dan menjaga kondisi ikan dengan baik. Kapal pancing tonda yang ada di Kabupaten Buton umumnya tidak mempunyai tempat penyimpanan hasil tangkapan yang memenuhi syarat. Tempat penyimpanan hanya berupa lantai dasar yang ditutup dengan papan agar hasil tangkapan terhindar dari cahaya matahari. Ikan hasil tangkapan umumnya diletakkan di atas lunas tanpa dilakukan penanganan yang baik.

(14)

Gambar 9 Gambar rancangan umum (general arrangement) kapal pancing tonda tipe inboar

Skala : 1 : 46 Keterangan :

1. Tempat pemancingan 1 2. Tempat alat bantu penangkapan 3. Tempat penyimpanan BBM 4. Ruang mesin

5. Ruang kemudi dan tempat pemancingan 2

6. Bak umpan hidup, tempat alat tangkap & perbekalan 7. Palkah/tempat penyimpanan hasil tangkapan 8. Tempat pemancingan 3

Principal particulars :

• LOA : 9.17 m

• B : 1.06 m

• D : 0.62 m

• dmax : 0.40 m

• Engine : 16 HP

Tampak Atas Tampak Samping

8 7

6 5

4 3

1 2

(15)

Gambar 10 Gambar rancangan umum (general arrangement) kapal pancing tonda tipe outboard

Skala : 1 : 46

Tampak Atas Tampak Samping

`

1 2 3 4 5 6

0

Keterangan : 0. Tempat mesin

1. Tempat kemudi & pemancingan 1 2. Tempat tengki mesin

3. Tempat penyimpanan BBM 4. Bak umpan hidup

5. Tempat penyimpanan hasil tangkapan 6. Tempat pemancingan 2

Principal particulars :

• LOA : 8.65 m

• B : 1.04 m

• D : 0.70 m

• dmax : 0.50 m

• Engine: 15 HP

(16)

5.1.6 Parameter hidrostatik kapal

Dalam membangun sebuah kapal ikan, data hidrostatik diperlukan untuk perhitungan draft dan trim, pengaruh densitas air terhadap daya apung yang secara keseluruhan dapat memberikan petunjuk tentang kelayakan desain suatu kapal. Nilai-nilai parameter hidrostatik tersebut meliputi nilai volume displacement, ton displacement, waterplan area, midship area, coefficient of fineness, ton per centimetre immersion, longitudinal centre of buoyancy, jarak maya pusat gaya apung, jari-jari metacentre vertikal dan longitudinal, dan jarak maya titik metacentre vertikal dan longitudinal. Nilai-nilai dari parameter hidrostatik ini menggambarkan keragaan kapal secara statis (Gillmer and Johnson 1982; Rawson and Tupper 1985; Fyson 1985).

Hasil perhitungan berdasarkan data pada tabel offset dan gambar rencana garis, serta data hasil eksperimen yang dilakukan terhadap kedua tipe kapal pancing tonda sampel, diperoleh nilai-nilai parameter hidrostatik seperti pada Lampiran 4 dan 5.

Kurva hidrostatik kedua tipe kapal pancing tonda sampel dapat dilihat pada Gambar 11.

Nilai-nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan pada Lampiran 4 dan 5 menunjukkan nilai parameter hidrostatik pada garis air tertentu (WL terendah hingga draft maksimum). Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan nilai parameter hidrostatik pada setiap garis air, dimana nilai parameter hidrostatik semakin besar seiring dengan bertambahnya garis air (water line).

Tipe inboard Tipe outboard

Gambar 11 Kurva hidrostatik kapal pancing tonda Kabupaten Buton

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 2.25 2.5 2.75

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Disp.

Wet. Area WPA LCB LCF

KB KMt

KML

Immersion (TPc) MTc

Displacement tonne

Draft m

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2 2.4 2.8 3.2

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Disp.

Wet. Area WPA LCB LCF

KB KMt

KML

Immersion (TPc) MTc

Displacement tonne

Draft m

(17)

Volume displacement (V) menunjukkan volume badan kapal yang berada di bawah garis air dan nilainya sama dengan volume air laut yang dipindahkan pada saat kapal terbenam pada garis air tertentu. Nilai volume displacement terbesar yang diperoleh pada saat draft maksimum, untuk tipe inboard adalah 1,739 m3 pada WL 0,40 m dan tipe outboard sebesar 2,246 m3 pada WL 0,50 m. Nilai-nilai tersebut merupakan kapasitas muatan maksimum yang dapat ditampung kapal.

Ton displacement (Δ) menunjukkan besarnya berat badan kapal di bawah garis air atau menggambarkan berat air yang dipindahkan oleh badan kapal yang terbenam.

Semakin besar nilai ton displacement sebuah kapal maka bagian kapal yang terbenam di bawah permukaan air juga semakin tinggi. Nilai ton displacement yang terdapat pada garis air maksimum untuk kapal tipe inboard adalah sebesar 1,807 ton, sedangkan kapal tipe outboard sebesar 2,309 ton. Nilai-nilai tersebut sama dengan berat air yang dipindahkan oleh kapal dalam kondisi muat penuh (draft maksimum).

Waterplane area (Aw) menunjukkan luas area kapal pada garis air tertentu secara horizontal-longitudinal. Besarnya nilai waterplane area tersebut tergantung dari tinggi garis air, dimana semakin tinggi garis air maka luas area kapal yang terbenam juga semakin besar. Nilai waterplane area terbesar pada tipe kapal inboard dan outboard masing-masing sebesar 6,917 dan 6,748 m2.

Midship area (A ) menunjukkan luas area di bagian tengah kapal pada suatu garis air (WL) secara melintang. Nilai midship area terbesar untuk kapal tipe inboard berada pada ketinggian garis air 0,40 m yaitu sebesar 10,027 m2, dan untuk tipe inboard pada garis air 0,50 m adalah 11,329 m2.

Ton per centimeter (TPc) menunjukkan berat yang dibutuhkan untuk merubah draft sebesar 1 cm. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa semakin tinggi garis air (WL) maka nilai TPc semakin meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi garis air maka beban yang dibutuhkan untuk merubah draft sebesar 1 cm semakin besar. Oleh karena itu TPc berfungsi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan muatan di atas kapal, baik dengan penambahan atau pengurangan muatan terhadap perubahan ketinggian draft. Nilai TPc kapal pancing tonda sampel tipe inboard adalah 0,071 ton/cm dan tipe outboard sebesar 0,069 ton/cm, yang berarti bahwa penambahan atau pengurangan muatan sebesar nilai tersebut ke atau dari dalam kapal akan menambah atau mengurangi sarat air kapal sebesar 1 cm.

(18)

Coefficient of fineness yang biasa disebut sebagai koefisien kegemukan kapal, merupakan salah satu parameter hidrostatik yang mencerminkan bentuk badan kapal.

Gillmer and Johnson (1982) menyatakan bahwa kelayakan desain sebuah kapal dapat dilihat dari nilai coefficient of fineness yang meliputi: coefficient of block (Cb), coefficient of waterplane (Cw), coefficient of prismatic (Cp), coefficient of vertical prismatic (Cvp), dan coefficient of midship (C ).

Cb menunjukkan perbandingan antara nilai volume displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan kapal. Cw menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cp menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal dan panjang kapal pada garis air tertentu. Cvp menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal pada garis air tertentu secara horizontal-longitudinal dan draft kapal. C menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengah kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut.

Dari beberapa coefficient of fineness, nilai Cb yang paling sering dipakai dalam menentukan tingkat kegemukan kapal, karena nilai ini lebih mencerminkan bentuk badan kapal yang terbenam dalam air. Nilai Cb bergerak dari 0 – 1, dimana semakin mendekati nilai 1 berarti badan kapal semakin gemuk dan bila nilai Cb mencapai 1 maka bagian badan kapal yang terbenam di dalam air berbentuk balok atau empat persegi panjang.

Hasil perhitungan parameter hidrostatik di Lampiran 4 dan 5, diperoleh nilai-nilai coefficient of fineness kedua tipe kapal pancing tonda seperti terlihat pada Tabel 8 dan koefisien bentuk lambung kapal masing-masing diterakan pada Gambar 12.

Tabel 8 Nilai coefficient of fineness kapal pancing tonda Kabupaten Buton

Tipe kapal Cb Cw Cp Cvp C

Inboard 0,554 0,870 0,783 0,63 0,713

Outboard 0,568 0,848 0,752 0,67 0,759

(19)

Tipe inboard Tipe outboard

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Prismatic Block

Midship Area Waterplane Area

Coefficients

Draft m

Gambar 12 Koefisien bentuk badan kapal pancing tonda Kabupaten Buton

Bila nilai coefficient block (Cb) kapal pancing tonda di atas dibandingkan dengan kisaran nilai Cb beberapa jenis kapal ikan di Indonesia seperti yang terlihat pada Tabel 9, ternyata nilai Cb kapal pancing tonda berada dalam kisaran nilai tersebut. Nilai Cb pada draft maksimum sebesar 0,554 dan 0,568 ini berarti kedua kapal pancing tonda sampel memiliki bentuk fine type (tingkat kegemukan rendah) dimana volume badan kapal yang terbenam dalam air kecil. Kapal ikan dengan tipe kegemukan rendah dianggap kurang menguntungkan dari segi ketahanan, kenyamanan kerja dan pengaturan ruangan. Kapal ikan yang mengoperasikan jenis pancing sebaiknya memiliki tingkat kegemukan sedang (good type) dengan nilai Cb berkisar antara 0.61 – 0.72 (Fyson 1985).

Tabel 9 Nilai kisaran coefficient of fineness kapal ikan di Indonesia berdasarkan metode pengoperasian alat tangkap

Metode Operasi Cb Cw Cp Cvp C Encircling Gear 0.56-0.67 0.78-0.88 0.60-0.79 0.68-0.86 0.84-0.96 Towed/Dragged Gear 0.40-0.60 0.66-0.77 0.51-0.62 0.60-0.85 0.69-0.98 Static Gear 0.39-0.70 0.65-0.85 0.56-0.80 0.53-0.82 0.63-0.91

Multipurpose - - -

Sumber: Iskandar dan Pujiati (1995)

0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55

0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Prismatic Block

Midship Area

Waterplane Area

Coefficients

Draft m

(20)

Longitudinal centre buoyancy (LCB) menunjukkan posisi titik apung dari midship sepanjang longitudinal kapal. Nilai LCB pada kapal yang diteliti semakin menurun seiring dengan bertambahnya garis air kapal. Hal ini menunjukkan letak titik apung secara longitudinal bergerak ke arah buritan. Oleh karena itu, sebaiknya penempatan muatan sebagian besar diletakkan pada daerah midship sampai buritan.

Jarak KB menunjukkan posisi titik buoyancy dari lunas kapal secara vertikal.

Semakin tinggi garis air maka jarak KB akan semakin bertambah. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya garis air sehingga berakibat semakin besar gaya apung yang bekerja ke atas.

Jarak BM (radius metacentre) menunjukkan jarak antara titik buoyancy terhadap titik metacentre secara vertikal. Nilainya mengalami fluktuasi karena BM merupakan parameter yang berpengaruh pada kestabilan kapal, dimana semakin jauh jarak titik B terhadap titik M maka akan berpengaruh positif terhadap kestabilan kapal.

Jarak BML menunjukkan posisi BM secara longitudinal dihitung dari midship kapal.

Jarak KM menunjukkan jarak antara titik metacentre terhadap lunas kapal secara vertikal. Nilai KM selalu mengalami fluktuasi, karena KM merupakan parameter yang berpengaruh terhadap kestabilan kapal, dimana semakin jauh jarak titik K terhadap titik metacentre (M) sehingga berpengaruh positif terhadap kestabilan kapal. KML menunjukkan posisi KM secara longitudinal dihitung dari midship kapal.

Jarak KG menunjukkan posisi titik berat (G) dari lunas kapal. Semakin kecil nilai KG akan berpengaruh positif terhadap stabilitas kapal. Jarak GM (tinggi metacentre) menunjukkan jarak antara titik berat (G) terhadap titik metacentre.

Semakin besar nilai GM akan berpengaruh positif terhadap stabilitas kapal.

5.2 Konversi Material Kapal

Berdasarkan data hasil pengukuran kapal kayu sampel yang dituangkan dalam bentuk tabel offset, kemudian dibuat gambar rencana garis yang dipakai sebagai patokan untuk membuat cetakan (mould) kapal fiberglass. Proses konversi tersebut menghasilkan kapal fiberglass yang memiliki desain bentuk dan dimensi utama kapal sepadan dengan kapal kayu desain tradisional. Dengan demikian, antara kapal kayu dan kapal fiberglass memiliki kesamaan tabel offset, rencana garis, parameter hidrostatik, dan lain-lain sebagaimana telah dijelaskan

(21)

pada kapal kayu di atas. Perbedaan yang mungkin terjadi di antara keduanya disebabkan oleh perbedaan beberapa sifat material yang dapat mengakibatkan perbedaan karakteristik kapal di laut.

Hasil perhitungan parameter hidrostatik antara kapal kayu dengan kapal fiberglass berdasarkan empat kondisi distribusi muatan kapal yang disajikan pada Lampiran 8 dan 9, diperoleh nilai-nilai parameter hidrostatik yang berbeda antara kedua kapal. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan nilai parameter hidrostatik pada setiap kondisi pemuatan. Dalam kondisi kosong, berangkat, beroperasi, dan pulang nilai ton displacement (Δ) kapal kayu tipe inboard berturut-turut sebesar 0,504; 0,717; 0,881; dan 0,854 ton, yang ternyata lebih besar dibanding kapal fiberglass tipe yang sama yaitu sebesar 0,360; 0,573; 0,737; dan 0,710 ton.

Kondisi demikian juga terjadi pada kapal tipe outboard, dimana untuk kapal kayu berturut-turut sebesar 0,348; 0,560; 0,717; dan 0,699 ton, lebih besar dibanding kapal fiberglass yaitu 0,258; 0,470; 0,628; dan 0,608 ton.

Berdasarkan nilai-nilai ton displacement (Δ) yang ditunjukkan pada setiap kondisi muatan kapal di atas, mengindikasikan bahwa kapal fiberglass memiliki bobot (weight lightship) lebih rendah dibanding kapal kayu. Hal ini akan berpengaruh terhadap parameter hidrostatik lainnya yang secara keseluruhan dapat mempengaruhi karakteristik unjuk kerja kapal seperti stabilitas dan kecepatan baik dalam kondisi kosong, berangkat, beroperasi, maupun pulang.

5.2.1 Kajian stabilitas kapal

Stabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami kemiringan akibat gaya-gaya yang bekerja padanya. Hal ini erat kaitannya dengan parameter dimensi utama kapal dan koefisien bentuk lambung kapal (coefficient of fineness). Selain itu stabilitas juga dipengaruhi oleh displacement ton dan distribusi muatan yang ada pada kapal. Pada saat kondisi kapal kosong, kapal berangkat ke daerah penangkapan, melakukan operasi penangkapan sampai kembali ke pangkalan, muatan yang ada padanya selalu mengalami perubahan, sehingga letak titik berat kapal dapat berbeda untuk setiap kondisi pemuatan. Perbedaan kondisi distribusi muatan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan nilai KG yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai GZ yang terbentuk.

(22)

Ada dua cara yang dipakai untuk mengetahui stabilitas kapal. Cara pertama adalah dengan melakukan percobaan kestabilan (inclining experiment), dan cara kedua dengan menggunakan perhitungan secara matematis. Dalam penelitian ini cara kedua yang digunakan untuk menghitung stabilitas kapal, tetapi dicocokkan dengan cara pertama. Perhitungan stabilitas kapal diawali dengan perkiraan terhadap perubahan nilai KG pada setiap kondisi perubahan muatan dengan membuat perubahan jarak vertikal-horisontal. Perhitungan sudut keolengan biasanya sampai dengan 900 dan dihitung untuk beberapa kondisi pemuatan yang berarti untuk beberapa letak titik berat kapal yang berbeda. Perkiraan berat muatan (%) pada setiap kondisi pemuatan dapat dilihat pada Tabel 10, dan distribusi muatan pada masing-masing kompartemen yang ditata berdasarkan rancangan umum (general arrangement) kapal disajikan pada Gambar 13.

Tabel 10 Perkiraan berat muatan (%) pada berbagai kondisi muatan kapal No. Kondisi muatan BBM Umpan hidup Ikan

1 Kapal kosong 0 0 0

2 Kapal berangkat 100 0 0

3 Kapal beroperasi 66 100 50

4 Kapal pulang 33 0 100

Perkiraan terhadap perubahan nilai KG pada empat kondisi distribusi muatan di atas dilakukan berdasarkan data existing sesuai jenis dan berat masing-masing muatan yang umum terdapat pada kapal pancing tonda dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1) Pada kondisi distribusi muatan kapal kosong; berat total kapal terdiri dari berat lightship (kasko) dan berat mesin utama, sedangkan muatan berupa bahan bakar minyak, umpan hidup, dan ikan hasil tangkapan 0%.

2) Pada kondisi distribusi muatan kapal berangkat; berat total kapal terdiri dari berat kasko dan mesin utama ditambah dengan bahan bakar minyak yang dibawa 100%, sedangkan umpan hidup dan ikan tangkapan masih 0%.

3) Pada kondisi distribusi muatan kapal beroperasi; total berat kapal terdiri dari berat kasko dan mesin utama, bahan bakar minyak tersisa 66%, umpan hidup menjadi 100% (berat air dalam bak umpan), dan ikan hasil tangkapan menjadi 50%.

4) Pada kondisi distribusi muatan kapal pulang; total berat kapal terdiri dari berat kasko dan mesin utama, bahan bakar minyak tersisa 33%, umpan hidup 0% (air dalam bak umpan dikeluarkan), dan ikan hasil tangkapan menjadi 100% (sesuai kapasitas muat boks ikan).

(23)

1. Kondisi kosong

2. Kondisi berangkat

3 Kondisi beroperasi. 3 Kondisi beroperasi.

4. Kondisi pulang 4. Kondisi pulang

2. Kondisi berangkat

Tipe outboard Tipe inboard

1. Kondisi kosong

Gambar 13 Empat kondisi distribusi muatan pada kapal pancing tonda 5.2.1.1 Nilai KG berdasarkan kondisi muatan

Perhitungan nilai KG yang dibuat berdasarkan hasil pengukuran masing- masing kompartemen muatan kapal yang disajikan pada Lampiran 8, dan perkiraan berat kapal pada empat kondisi distribusi muatan yang diterakan pada Lampiran 9 dan 10, diperoleh hasil perhitungan nilai KG, ton displacement (Δ) dan GM kapal pada masing-masing kondisi pemuatan seperti terlihat pada Tabel 11 dan 12. Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya perbedaan nilai ton displacement pada setiap kondisi muatan baik antara kapal kayu dengan kapal fiberglass maupun antara tipe inboard dengan tipe outboard.

(24)

Tabel 11 Hasil perhitungan nilai KG, ton displacement (Δ) dan GM pada empat kondisi distribusi muatan kapal tipe inboard

Kondisi muatan

Kapal kayu Kapal fiberglass

Δ (ton) KG (m) GM (m) Δ (ton) KG (m) GM (m) Kosong

Berangkat Beroperasi Pulang

0,5040 0,7169 0,8813 0,8542

0,016 0,032 0,043 0,041

0,409 0,428 0,441 0,439

0,3602 0,5730 0,7374 0,7102

0,006 0,021 0,034 0,031

0,395 0,417 0,430 0,428  

Tabel 12 Hasil perhitungan nilai KG, ton displacement (Δ) dan GM pada empat kondisi distribusi muatan kapal tipe outboard

Kondisi muatan

Kapal kayu Kapal fiberglass

Δ (ton) KG (m) GM (m) Δ (ton) KG (m) GM (m) Kosong

Berangkat Beroperasi Pulang

0,348 0,560 0,717 0,699

0,121 0,111 0,102 0,103

0,597 0,549 0,524 0,526

0,258 0,470 0,628 0,608

0,123 0,115 0,107 0,107

0,607 0,565 0,536 0,539 Perbedaan nilai ton displacement tersebut disebabkan karena adanya perbedaan weight tonne lightship, dan jumlah muatan pada setiap kondisi. Kapal kayu umumnya memiliki nilai weight tonne lightship lebih besar dibanding kapal fiberglass, demikian pula untuk tipe inboard relati lebih besar dibanding tipe outboard. Perhitungan nilai weight tonne pada setiap kondisi muatan, dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Umumnya nilai ton displacement terbesar terdapat pada kondisi beroperasi yaitu pada kondisi dimana bahan bakar minyak diasumsikan lebih dari setengah penuh (60%), umpan hidup penuh (100%), dan ikan hasil tangkapan setengah penuh (50%).

Hasil analisis di atas juga menunjukkan adanya perubahan nilai KG dan GM kapal pada setiap perubahan kondisi distribusi muatan. Nilai KG dan GM yang diperoleh pada kapal pancing tonda tipe inboard berbanding terbalik dengan nilai KG dan GM pada kapal tipe outboard. Pada kapal tipe inboard, jika nilai ton displacement bertambah maka nilai KG dan GM kapal akan semakin besar, sedangkan pada tipe outboard nilai ton displacement bertambah maka nilai KG dan GM akan menjadi lebih kecil. Selain itu, pada tipe inboard, kapal kayu memiliki nilai KG dan GM lebih besar dibanding kapal fiberglass, dan sebaliknya pada tipe outboard, nilai KG dan GM tersebut lebih besar pada kapal fiberglass dibanding kapal kayu. Selanjutnya, nilai KG dan GM tertinggi pada kapal tipe

(25)

inboard dicapai pada kondisi distribusi muatan kapal beroperasi, sementara pada tipe outboard adalah pada kondisi kapal kosong. Namun pada umumnya, kapal pancing tonda tipe outboard dengan bentuk hard chin bottom memiliki nilai KG maupun GM yang lebih tinggi dibanding kapal tipe inboard dengan bentuk UV- bottom. Hal ini selain disebabkan karena bentuk dasar lambung kapal tipe outboard yang cenderung lebar, kapal tipe outboard juga memiliki nilai ton displacement yang lebih besar sehingga tipe ini memiliki stabilitas yang lebih baik dibanding tipe inboard.

Taylor (1977) dan Hind (1982) menyatakan bahwa stabilitas sebuah kapal dipengaruhi oleh letak tiga titik konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal tersebut yaitu: titik B (centre of buoyancy), titik G (centre of grafity) dan titik M (metacentre). Selanjutnya Hind (1982) mengemukakan bahwa posisi titik G bergantung dari distribusi muatan dan posisi titik B bergantung pada bentuk kapal yang terbenam dalam air.

Saat kapal berangkat menuju daerah penangkapan, muatan pada kapal terdiri atas perbekalan dan perlengkapan alat tangkap serta bahan bakar yang terisi penuh, saat beroperasi bak umpan hidup terisi penuh ditambah sebagian hasil tangkapan, dan pada saat kembali muatan-muatan tersebut akan berkurang tetapi palka ikan akan terisi penuh. Hal ini menyebabkan perubahan titik berat pada kapal, sehingga letak titik G (centre of grafity) kapal akan berubah. Titik berat (G) pada sebuah kapal merupakan titik tangkap dari sebuah titik pusat seluruh gaya berat yang menekan ke bawah. Letak titik G dapat ditentukan dengan meninjau semua pembagian berat yang berada di atas kapal terhadap lunas kapal. Letak titik berat di atas lunas (KG) akan mempengaruhi besar kecilnya nilai lengan penegak GZ yang terbentuk pada saat kapal mengalami keolengan.

Berdasarkan hasil perkiraan perubahan distribusi muatan pada kedua tipe kapal yang telah diuraikan sebelumnya memperlihatkan nilai ton displacement, nilai KG dan GM kapal berubah jika terjadi perubahan berat dan distribusi muatan.

Hal ini juga dijelaskan oleh Hind (1982) bahwa penambahan dan perpindahan muatan pada kapal dapat mengakibatkan perubahan nilai displacement, draft, posisi G, posisi B, posisi M dan trim fore perpendicular (FP) dan after perpendicular (AP).

(26)

Dari Tabel 9 dan 10, juga diketahui bahwa perubahan nilai ton displacement berpengaruh terhadap nilai KG kapal tetapi tidak menentukan peningkatan dan penurunan nilai tersebut. Peningkatan dan penurunan nilai KG bergantung kepada distribusi muatan yang ada di atas kapal. Hasil penelitian Iskandar (1997) juga menjelaskan bahwa tinggi rendah nilai KG tidak bergantung pada nilai ton displacement kapal tetapi pada kondisi penempatan muatan di atasnya.

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh bahwa nilai ton displacement berpengaruh terbalik terhadap nilai tinggi metacentre (GM) yang terbentuk dimana semakin tinggi nilai ton displacement kapal maka tinggi metacentre akan menurun.

Hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 14 bahwa, jika sebuah beban w (ton) meningkatkan draft kapal maka centre of grafity kapal akan meningkat sehingga terjadi sebuah posisi GGI yang baru, sehingga tinggi metacentre akan menurun.

Nilai KG tertinggi pada keseluruhan kapal sampel berada pada saat kondisi kapal beroperasi. Tingginya nilai KG pada kondisi tersebut karena bertambahnya muatan hasil tangkapan dan umpan hidup tetap 100%. Perubahan nilai KG pada kapal akan mengakibatkan perubahan jarak tinggi metacentre (GM), dimana semakin tinggi nilai KG maka nilai tinggi metacentre akan semakin kecil. Nilai GM kapal selanjutnya akan berpengaruh terhadap stabilitas kapal pada saat beroperasi.

Gambar 14 Penambahan beban pada kapal  

(27)

5.2.1.2 Nilai lengan penegak GZ kapal

Stabilitas kapal sampel diukur dengan menghitung nilai lengan penegak (GZ) yang terbentuk pada kurva GZ. Pada kurva GZ ditunjukkan nilai GZ pada berbagai sudut keolengan. Kurva stabilitas kapal pancing tonda sampel pada berbagai kondisi distribusi muatan disajikan pada Gambar 15 dan 16. Nilai-nilai GZ yang didapatkan pada kurva tersebut menunjukkan kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami kemiringan akibat gaya-gaya luar yang mempengaruhinya.

Nilai lengan penegak GZ yang terbentuk pada kurva GZ berbanding terbalik dengan nilai KG. Pada kurva tersebut terlihat bahwa semakin tinggi nilai KG maka nilai GZ akan semakin rendah, demikian pula sebaliknya. Dari bentuk kapal yang ada, kapal tipe outboard dengan bentuk badan hard chin bottom memiliki nilai GZ yang lebih tinggi dibanding kapal tipe inboard dengan bentuk badan UV-bottom. Nilai lengan penegak GZ menunjukkan nilai stabilitas suatu kapal. Nilai ini memiliki standar kriteria yang ditetapkan oleh International Maritime Organization (IMO) seperti yang telah dijelaskan pada Gambar 3. Hasil perhitungan stabilitas kapal pancing tonda sampel yang disajikan pada Lampiran 11 sampai 14, diperoleh nilai lengan penegak GZ seperti pada Tabel 13 sampai 16. Jika membandingkan nilai GZ pada kapal kayu dengan kapal fiberglass maka nilai GZ kapal kayu cenderung lebih tinggi dibanding nilai GZ pada kapal fiberglass. Ini berarti bahwa kapal kayu memiliki stabilitas yang lebih baik dibanding kapal fiberglass, meskipun secara keseluruhan menunjukkan bahwa seluruh nilai lengan penegak GZ kapal pancing tonda baik yang bermaterial kayu maupun fiberglass ternyata lebih kecil atau berada di bawah standar kriteria yang ditetapkan IMO.

Walaupun lengan penegak GZ yang terbentuk pada empat kondisi distribusi muatan kapal pancing tonda berada di bawah standar yang ditetapkan IMO namun semuanya bernilai positif. Ini berarti nilai lengan penegak GZ yang dihasilkan masih dapat mengembalikan kapal pancing tonda ke posisi semula setelah mengalami keolengan. Kondisi kapal seperti ini sangat diperlukan terutama saat nelayan hendak menaikkan ikan hasil tangkapan berukuran besar, dimana salah satu sisi kapal harus dimiringkan hingga dekat permukaan air agar ikan mudah dinaikkan ke atas kapal.

(28)

Tabel 13 Nilai stabilitas kapal kayu tipe inboard dan nilai standar IMO Kriteria Standar IMO Kondisi Distribusi Muatan

Kosong Berangkat Beroperasi Pulang A ( 0 - 30º ) 3.151 m.deg 0.877 F 1.137 F 0.933 F 1.172 F B ( 0 - 40º ) 5.157 m.deg 1.708 F 2.132 F 1.789 F 2.210 F C ( 30 - 40º ) 1.719 m.deg 0.831 F 0.995 F 0.856 F 1.037 F D ( GZmax pada 30o ) 0.200 m 0.198 F 0.178 F 0.143 F 0.182 F E ( Sudut GZmax ) 25.0 deg 67.00 P 63.00 P 61.00 P 63.00 P F ( Initial GMt ) 0.150 m 0.098 F 0.131 F 0.108 F 0.139 F Keterangan: F= Fail; dan P = Pass

Tabel 14 Nilai stabilitas kapal fiberglass tipe inboard dan nilai standar IMO Kriteria Standar IMO Kondisi Distribusi Muatan

Kosong Berangkat Beroperasi Pulang A ( 0 - 30º ) 3.151 m.deg 0.864 F 1.116 F 0.876 F 1.152 F B ( 0 - 40º ) 5.157 m.deg 1.665 F 2.110 F 1.689 F 2.175 F C ( 30 - 40º ) 1.719 m.deg 0.800 F 0.994 F 0.813 F 1.023 F D ( GZmax pada 30o ) 0.200 m 0.199 F 0.180 F 0.142 F 0.189 F E ( Sudut GZmax ) 25.0 deg 69.00 P 64.00 P 61.00 P 64.00 P F ( Initial GMt ) 0.150 m 0.097 F 0.133 F 0.099 F 0.135 F Keterangan: F= Fail; dan P = Pass

Tabel 15 Nilai stabilitas kapal kayu tipe outboard dan nilai standar IMO

Keterangan: F= Fail; dan P = Pass

Tabel 16 Nilai stabilitas kapal fiberglass tipe outboard dan nilai standar IMO

Keterangan: F= Fail; dan P = Pass

Kriteria Standar IMO Kondisi Distribusi Muatan

Kosong Berangkat Beroperasi Pulang A ( 0 - 30º ) 3.151 m.deg 1.416 F 1.693 F 1.360 F 1.609 F B ( 0 - 40º ) 5.157 m.deg 2.278 F 2.804 F 2.295 F 2.728 F C ( 30 - 40º ) 1.719 m.deg 0.862 F 1.111 F 0.936 F 1.119 F D ( GZmax pada 30o ) 0.200 m 0.176 F 0.211 P 0.177 F 0.211 P E ( Sudut GZmax ) 25.0 deg 73.00 P 68.00 P 65.00 P 68.00 P F ( Initial GMt ) 0.150 m 0.252 P 0.254 P 0.190 F 0.220 P

Kriteria Standar IMO Kondisi Distribusi Muatan

Kosong Berangkat Beroperasi Pulang A ( 0 - 30º ) 3.151 m.deg 1.419 F 1.842 F 1.400 F 1.673 F B ( 0 - 40º ) 5.157 m.deg 2.297 F 3.055 F 2.324 F 2.802 F C ( 30 - 40º ) 1.719 m.deg 0.878 F 1.213 F 0.924 F 1.128 F D ( GZmax pada 30o ) 0.200 m 0.169 F 0.224 P 0.178 F 0.217 P E ( Sudut GZmax ) 25.0 deg 78.00 P 69.00 P 66.00 P 69.00 P F ( Initial GMt ) 0.150 m 0.286 F 0.279 P 0.209 P 0.237 P

(29)

Gambar 15 Kurva stabilitas kapal tipe inboard

(30)

Gambar 16 Kurva stabilitas kapal tipe outboard

(31)

Hasil analisis di atas juga menunjukkan adanya perubahan nilai KG dan GM kapal pada setiap perubahan kondisi distribusi muatan. Nilai KG dan GM yang diperoleh pada kapal pancing tonda tipe inboard berbanding terbalik dengan nilai KG dan GM pada kapal tipe outboard. Pada kapal tipe inboard, jika nilai ton displacement bertambah maka nilai KG dan GM kapal akan semakin besar, sedangkan pada tipe outboard nilai ton displacement bertambah maka nilai KG dan GM akan menjadi lebih kecil. Selain itu, pada tipe inboard, kapal kayu memiliki nilai KG dan GM lebih besar dibanding kapal fiberglass, dan sebaliknya pada tipe outboard, nilai KG dan GM tersebut lebih besar pada kapal fiberglass dibanding kapal kayu. Selanjutnya, nilai KG dan GM tertinggi pada kapal tipe inboard dicapai pada kondisi distribusi muatan kapal beroperasi, sementara pada tipe outboard adalah pada kondisi kapal kosong. Namun pada umumnya, kapal pancing tonda tipe outboard dengan bentuk hard chin bottom memiliki nilai KG maupun GM yang lebih tinggi dibanding kapal tipe inboard dengan bentuk UV- bottom. Hal ini selain disebabkan karena bentuk dasar lambung kapal tipe outboard yang cenderung lebar, kapal tipe outboard juga memiliki nilai ton displacement yang lebih besar sehingga tipe ini memiliki stabilitas yang lebih baik dibanding tipe inboard.

Tabel 17 Nilai maksimum dan kisaran nilai stabilitas kapal tipe inboard No

. Kondisi Kapal

Maksimum Stabilitas Sudut Kisaran Sudut ( º ) GZ (m) Stabilitas ( º ) Kayu Fiber Kayu Fiber Kayu Fiber 1 Kapal kosong 67 69 0,198 0,204 0-119 0 - 140 2 Kapal berangkat 63 64 0,178 0,180 0-118 0 - 155 3 Kapal beroperasi 61 61 0,143 0,142 0-113 0 - 146 4 Kapal pulang 63 64 0,182 0,189 0-122 0 - 134 Tabel 18 Nilai maksimum dan kisaran nilai stabilitas kapal tipe outboard

No. Kondisi Kapal

Maksimum Stabilitas Sudut Kisaran Sudut ( º ) GZ (m) Stabilitas ( º ) Kayu Fiber Kayu Fiber Kayu Fiber 1 Kapal kosong 73 78 0,176 0,169 0-123 0 - 138 2 Kapal berangkat 68 70 0,211 0,216 0-129 0 - 178 3 Kapal beroperasi 65 66 0,177 0,178 0-124 0 - 170 4 Kapal pulang 68 69 0,211 0,217 0-131 0 - 180

(32)

Pada dasarnya ada dua gaya yang mengatur kestabilan kapal di laut, yaitu gaya berat (forces of grafity,G) yang selau bergerak vertikal ke bawah dan gaya apung (forces of buoyancy, B) yang bergerak vertikal ke atas. Pada saat kapal dalam kondisi tenang kedua gaya ini berada pada satu garis vertikal yang sama.

Pada saat kapal mengalami keolengan, gaya berat dan gaya apung kapal akan bergerak ke arah yang berlawanan. Jarak perpendicular yang dibentuk oleh kedua garis gaya ini disebut lengan penegak (Gillmer dan Johnson 1982).

Nilai lengan GZ kapal sampel yang disajikan pada Tabel 13 sampai 16 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan nilai minimum yang ditetapkan oleh IMO. Hal ini dapat dilihat dari nilai margin yang positif (Tabel 17 dan 18). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada keempat kondisi pemuatan, kapal dapat menghasilkan momen kopel yang positif untuk mengembalikan kapal ke posisi semula setelah terjadi oleng akibat gaya yang bekerja padanya.

Nilai GZ akan menjadi negatif jika sudut keolengan lebih besar dari batas nilai maksimum kisaran stabilitas (Tabel 17 dan 18), yang mengakibatkan kapal tidak lagi menghasilkan lengan GZ yang positif. Bila hal ini terjadi kapal akan terbalik karena saat terjadi keolengan pada sudut tersebut. Kapal dengan lengan GZ negatif akan meneruskan geraknya ke arah kemiringannya dan tidak kembali ke posisi semula.

Pada Gambar 13 dan 14, disajikan grafik kriteria stabilitas kapal sampel berdasarkan nilai yang diperoleh pada Tabel 13 sampai 16. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai kriteria stabilitas (A, B, C, D, E dan F) pada kapal sampel berturut-turut pada tiap kondisi pemuatan semakin kecil, dimana kapal tipe outboard memiliki nilai GZ yang lebih besar sehingga nilai kriteria stabilitasnya lebih baik dibandingkan kapal tipe inboard. Hal ini disebabkan karena bentuk hard chin bottom yang dimiliki tipe outboard cenderung lebih lebar dibanding UV-bottom yang dimiliki tipe inboard. Hind (1982) dan Derret (1990) mengatakan bahwa selain tinggi titik G, nilai lengan penegak GZ juga dipengaruhi oleh nilai lebar badan kapal dimana pertambahan nilai lebar akan meningkatkan nilai lengan penegak GZ yang terbentuk.

Hasil perhitungan stabilitas kapal pancing tonda sampel yang diterakan pada Tabel 13 sampai 16, terlihat bahwa seluruh nilai lengan penegak GZ kapal

(33)

berada di bawah batas kriteria yang ditetapkan IMO. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas kapal pancing tonda sampel memiliki kualitas stabilitas yang rendah atau dengan kata lain kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula setelah miring sangat rendah sehingga stabilitas kapal seperti ini dapat menggangu keselamatan maupun kenyamanan kerja di atas kapal.

5.2.2 Kajian kecepatan dan resistensi

Kecepatan dan resistensi kapal selain dipengaruhi oleh bentuk badan kapal juga dipengaruhi oleh tenaga penggerak yang digunakan (Fyson, 1985). Ukuran utama, koefisien kemontokan, trim, jenis mesin dan sebagainya merupakan faktor yang menentukan kecepatan kapal (Nomura, 1975). Selain itu kecepatan kapal juga dipengaruhi langsung oleh besarnya tenaga mesin yang dipakai. Pemakaian mesin yang sesuai sangat penting untuk efisiensi eksploitasi kapal ikan. Tenaga mesin yang terlalu besar memerlukan biaya yang lebih besar, pemakaian bahan bakar yang banyak serta pemeliharaan yang lebih besar. Sebaliknya, tenaga mesin yang terlalu kecil akan menghasilkan pekerjaan yang mengecewakan. Oleh karena itu, tenaga mesin haruslah seimbang dengan ukuran, bentuk, dan tipe kapal. Sejalan dengan itu, Dolfi (2006) menyatakan bahwa penggunaan daya mesin yang kurang sesuai dengan ukuran kapal dapat menurunkan kecepatan kapal ikan tuna.

Hasil analisis kecepatan dan resistensi berdasarkan input datum water line (DWL) setiap kondisi muatan kapal pada Lampiran 15 sampai 18 yang dilanjutkan dengan analisis kecepatan dan resistensi pada Lampiran 19 sampai 22, diperoleh nilai kecepatan dan resistensi sebagaimana disajikan pada Tabel 19 dan 20. Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya perbedaan kecepatan dan resistensi antara kapal kayu dan kapal fiberglass pada setiap kondisi muatan, baik pada kapal tipe inboard maupun pada kapal tipe outboard. Hal ini mengindikasikan bahwa kecepatan dan resistensi kapal turut dipengaruhi oleh kondisi muatan yang ada pada kapal, karena bobot dan distribusi muatan yang ada pada kapal akan menetukan tinggi rendahnya nilai DWL dan displacement kapal. Bertambahnya nilai DWL kapal akibat pertambahan bobot muatan, menyebabkan bagian badan kapal yang tercelup dalam air (immersed depth) akan bertambah dan resistensi yang terjadi pada lambung kapal akan menjadi lebih besar sehingga kecepatan kapal yang dihasilkan akan lebih tinggi dan sebaliknya.

(34)

Tabel 19 Hasil analisis kecepatan dan resistensi kapal tipe inboard antara kapal kayu dan kapal fiberglass berdasarkan kondisi distribusi muatan

Tabel 20 Hasil analisis kecepatan dan resistensi kapal tipe outboard antara kapal kayu dan kapal fiberglass berdasarkan kondisi distribusi muatan

Dilihat dari nilai kecepatan dan resistensi pada kedua tabel di atas, kapal fiberglass umumnya memiliki kecepatan yang relatif lebih tinggi dibanding kapal kayu tipe yang sama. Umumnya, resistensi gerak kapal terbesar terjadi pada kondisi kapal beroperasi. Pada kondisi tersebut kapal kayu tipe inboard dengan resistensi sebesar 0,98 kN menghasilkan kecepatan hanya 14,37 knot sedangkan kapal fiberglass tipe yang sama dengan nilai resistensi yang tidak jauh berbeda yaitu 0,95 kN dapat memperoleh kecepatan sebesar 15,17 knot. Begitu pula pada kapal kayu tipe outboard dengan resistensi 0,90 kN kecepatannya 14,79 knot, dan kapal fiberglass dengan resistensi 0,88 kN kecepatannya mencapai 15,24 knot. Kurva yang memperlihatkan perbedaan kecepatan antara kapal kayu dengan kapal fiberglass dalam kajian ini diterakan pada Gambar 15 dan 16.

Kecepatan yang dibutuhkan kapal pancing tonda untuk melakukan perjalanan dari dan ke daerah penangkapan dan melakukan operasi penangkapan, minimal 15 knot. Bila berpatokan pada kecepatan tersebut maka kapal kayu dengan kecepatan di bawah 15 knot akan selalu mengalami lost momentum pada setiap upaya untuk menemukan, menangkap, dan membawa ikan tepat waktu. Upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk mendapatkan kecepatan dinas tertentu yaitu dengan jalan menambah daya mesin (HP) yang lebih besar atau dengan menambah efisiensi (%) penggunaan daya mesin yang ada.

Kondisi muatan

Kapal kayu Kapal fiberglass Resist. (kN) Speed (Kts) Resist. (kN) Speed (Kts) Kosong

Berangkat Beroperasi Pulang

0,82 0,94 0,98 0,96

16,65 15,24 14,37 14,50

0,81 0,89 0,95 0,92

18,07 16,20 15,17 15,33

Kondisi muatan

Kapal kayu Kapal fiberglass Resist. (kN) Speed (Kts) Resist. (kN) Speed (Kts) Kosong

Berangkat Beroperasi Pulang

0,79 0,82 0,90 0,88

17,17 15,62 14,79 15,03

0,78 0,81 0,88 0,86

17,20 16,20 15,24 15,33

(35)

Kondisi kosong

Kondisi berangkat

Kondisi beroperasi

Kondisi pulang

Gambar 17 Kurva hubungan antara tenaga mesin penggerak dengan kecepatan kapal kayu dan kapal fiberglass tipe inboard.

200 175 150 125 100 75 50 25

00 5 10 15 20 25 30 35

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2

Speed kts

Holtrop = 16.033 hp Speed = 16.656 kts Holtrop = 16.062 hp Speed = 18.071 kts

Power hp

40

Froude Number

Froude Number 200

240

160

120

80

40

00 5 10 15 20 25 30 35

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2

Speed kts

Holtrop = 16.088 hp Speed = 15.241 kts Holtrop = 16.060 hp Speed = 16.206 kts

Power hp

40

Froude Number 300

250

200

150

100

50

00 5 10 15 20 25 30 35

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2

Speed kts

Holtrop = 16.072 hp Speed = 14.373 kts Holtrop = 16.001 hp Speed = 15.177 kts

Power hp

40

Froude Number 300

250

200

150

100

50

00 5 10 15 20 25 30 35

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2

Speed kts

Holtrop = 16.051 hp Speed = 14.502kts Holtrop = 16.024 hp Speed = 15.338 kts

Power hp

40

Keterangan : Fiber Kayu

Keterangan : Fiber Kayu

Keterangan : Fiber Kayu Keterangan : Fiber Kayu

Gambar

Tabel 5  Dimensi utama kapal pancing tonda Kabupaten Buton
Gambar 7  Gambar rencana garis (lines plan) kapal pancing tonda tipe inboard.
Gambar 8  Gambar rencana garis (lines plan) kapal pancing tonda tipe outboard.
Gambar 9 Gambar rancangan umum (general arrangement) kapal pancing tonda tipe inboar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, pada pengujian kuratif dan preventif perlakuan ekstrak daun kangkung 20% tidak berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi penyakit busuk buah Fusarium pada buah

Mengacu pada SOTK Kementerian Sosial, pelaksanaan perlindungan dan jaminan sosial bagi PMKS yang termasuk dalam kategori kelom- pok yang memerlukan perlindungan dan jaminan

I /IV-b, 01 Oktober 2007 Jabatan Fungsional/TMT : Lektor Kepala, 01 Oktober 1989 Jabatan Struktural/TMT : Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Jurusan/Prodi :

Oleh sebab itu, strategi yang perlu diusung adalah fokus pada pengembangan iptek yang sesuai realita kebutuhan dan/atau menjadi solusi bagi persoalan nyata sehingga: (1)

Kesimpulannya adalah seni merupakan ekspresi seorang seniman yang ada dalam pikirannya yang kemudian dituangkan pada suatu bidang. Baik yang bersifat dua

Pada pekerja bagian color matching, pekerja dengan gangguan fungsi paru ditemukan berjumlah 1 orang dan diketahui bahwa pekerja ini memiliki umur diatas kategori;

Jika kita lihat bahwa satu dependensi fungsional, f1, dalam sebuah himpunan dapat diturunkan dari dependesi fungsional lain dalam himpunan menggunakan penilaian lain, maka f1

Pendidikan IPS yang berwajah multikultural dan demokrasi harus dilakukan secara komprehensif, dimulai dari design perencanaan dan melalui proses penyisipan,