Halaman 308 dari 352
PERTUMBUHAN TANAMAN KAKAO HASIL SAMBUNG SAMPING (SIDE GRAFTING) PADA JUMLAH SAMBUNGAN DAN LINGKAR BATANG
YANG BERBEDA
Erna Halid1, Syatrawati2, Amriani Hambali3 Politeknik Pertanian Negeri pangkep1,2,3
Penelitian dilaksanakan dilaksanakan pada bulan Mei sampai November 2017 di kebun rakyat di desa Lambarese, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pertumbuhan hasil sambung samping tanaman kakao pada berbagai metode sambungan dengan melihat dinamika pertumbuhan pasca penyambungan. Ada dua hubungan yang ingin dilihat pada penelitian ini, yang pertama perpaduan antara jumlah sambungan per pohon dan lingkar batang. Aspek pertama perlakuan terdiri dari dua faktor dimana faktor pertama adalah Jumlah sambungan per pohon terdiri dari:S1 : 3 sambungan perpohon S2 : 2 sambungan perpohon S3 : 1 sambungan perpohon. Faktor kedua yaitu lingkar batang (D) yang terdiri dari : D1 : 3 cm lingkar batang D2 : 3,5 cm lingkar batang D3 : 4 cm lingkar batang . Aspek Pengamatan kedua adalah Hubungan antara Jumlah sambungan dan Ketinggian posisi sambungan. Ketinggian sambungan (T) terdiri dari: T1=45 cm ketinggian sambungan T2 =75 cm ketinggian sambungan T3=105 cmketinggian sambungan. Hasil penelitian menunjukkan tanaman kakao yang di sambung samping (side grafting) dengan 2 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang akan memberikan jumlah tunas yang lebih banyak dengan rata-rata 1,53 buah dan 3 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang akan memberikan panjang tunas yang lebih baik dengan rata-rata 5,39 cm. Sedangkan untuk ketinggian terbaik diperlihatkan oleh ketinggian sambungan 45 cm dari pangkal batang dengan menghasilkan panjang tunas rata-rata 5,62 cm.
1. Pendahuluan
Sektor perkebunan merupakan salah satu penyumbang devisa Negara terbesar di Indonesia hal itu dapat dilihat dari luasnya lahan perkebunan yang terhampar dari sabang sampai merauke. Tanaman kakao salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok di tanam di daerah tropis seperti wilayah Indonesia.
Berdasarkan produktivitas dan kebutuhan masyarakat akan kakao merupakan tanaman yang memiliki nilai jual tinggi (Suwarto, dkk, 2014).
Hingga 2014 Indonesia menduduki posisi sebagai pengekspor biji kakao terbesar ketiga dunia. Luas areal perkebunan kakao nasional terus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 4,15% per tahun. Bila pada tahun 2009 luas arealnya baru tercatat sebesar 1,59 juta hektar, sampai tahun 2013 telah meningkat menjadi 1,85 juta hektar. Pada tahun 2014 luas areal perkebunan kakao ini diproyeksikan meningkat lagi menjadi 1,94 juta hektar. Sejalan dengan perkembangan luas lahannya, perkembangan produksi kakao di Indonesia secara keseluruhan juga cenderung meningkat dengan laju yang masih relatif kecil yaitu sekitar 0,52 persen per tahun.
Sepanjang periode tersebut penurunan produksi terjadi pada tahun 2011 saja. Setelah sempat meningkat dari 809.583 ton menjadi 837.918 ton pada tahun 2010, produksi
Halaman 309 dari 352 kakao nasional pada tahun berikutnya menurun menjadi 712.231 ton. Dalam dua tahun berikutnya produksi kembali meningkat dan menjadi 777.539 ton pada tahun 2013.
Demikian juga pada tahun 2014 produksi diproyeksikan meningkat lagi menjadi 817.322 ton.
Beberapa usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan kakao adalah melalui peremajaan tanaman tua, perluasan areal, rehabilitasi, intensifikasi, dan diversifikasi tanaman. Semua ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktifitas kakao. Berbagai program telah dilakukan oleh pemerintah, seperti pengembangan dan peningkatan produksi serta mutu melalui revitalisasi perkebunan dan gerakan nasional peningkatan produksi dan mutu kakao. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing Indonesia dipasar dunia dalam menghasilkan produksi kakao. (Soenaryo, 1978 ; Minifie, 1970).
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan komoditas kakao di Sulawesi Selatan terutama di daerah pengembangan Luwu Utara, Luwu Timur, Luwu, Enrekang, Soppeng, Sidrap, Wajo, Soppeng, Bone, Bantaeng, dan Bulukumba ialah produktivitas yang rendah (kurang dari 500 kg per ha per tahun). Hal ini disebabkan oleh kegiatan para petani kakao yang mendatangkan benih yang tidak jelas asal keturunannya antara lain dari Jawa, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan. Akibatnya tanaman kakao yang telah ditanam selama bertahun-tahun tidak menghasilkan buah Selain itu sebagian besar tanaman kakao sudah berumur lebih dari 30 tahun sehingga tidak produktif.
Sulawesi selatan merupakan sentra produksi kakao terbesar di Indonesia (60%) luas areal 240.785 ha dengan produksi 276.921 to/ha. Rendahnya produksi kakao di Sulawesi Selatan disebabkan beberapa faktor antara lain penggunaan bahan tanaman yang tidak sesuai. Pada umumnya petani memperbanyak tanaman kakao dengan biji dan berasal dari pohon induk yang telah ditanam beberapa tahun yang lamanya sehingga tingkat keragaman di lapangan berbeda- beda. Selain itu juga disebabkan adanya serangan hama penggerek buah kakao (PBK). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan mutu biji kakao yang tinggi ialah merehabilitasi tanaman dengan menggunakan bahan tanaman yang mempunyai produksi tinggi dan klon- klon yang tahan / toleran terhadap hama PBK.
Tanaman kakao yang sudah cukup tua terkadang susah untuk berproduksi,oleh sebab itulah perlu direhabilitasi. Salah satu cara yaitu melalui teknik sambung samping.
Sambung samping (side grafting) adalah teknik perbaikan tanaman tua tanpa harus
Halaman 310 dari 352
membongkar tanaman. Pada prinsipnya sambung samping menggabungkan atau menyambung batang bawah dengan klon yang dikehendaki. Secara ekonomis teknik sambung samping cukup menguntungkan. Pelaksanaan sambung tidak perlu menunggu terlalu lama untuk melakukan pemanenan pada tanaman baru, (Limbongan J, Kadir S, dan Sanggola P.2010). Lingkar batang, ketinggian dan jumlah sambungan perpohon akan sangat menentukan pertumbuhan dan produksi hasil sambung samping tanaman kakao. Karena itu, lingkar batang dan jumlah sambungan perpohon perlu diperhitungkan dan dilakukan pada batang tanaman secara tepat, agar keberhasilannya dapat lebih baik, agar tanaman kakao tua dapat lebih produktif lagi.
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pertumbuhan hasil sambung samping tanaman kakao pada berbagai metode sambungan dengan melihat dinamika pertumbuhan pasca penyambungan. Percobaan ini diharapkan menjadi bahan informasi bagi peremajaan tanaman kakao dengan metode sambung samping.
2. Metode Penelitian Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai November 2017 di kebun rakyat di desa Lambarese, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah semua tanaman kakao terpilih di areal pertanaman yang akan dilakukan sambung samping pada berbagai metode yang ditentukan untuk dievaluasi, Entries unggul, tali rafiah, plastik, Fungisida, karton label, meteran, pisau okulasi, Jangka Sorong, Camera, dan alat tulis menulis.
Metode
Ada dua hubungan yang dikaji pada penelitian ini, yang pertama perpaduan antara jumlah sambungan per pohon dan lingkar batang. Aspek pertama maka perlakuan terdiri dari dua faktor dimana faktor pertama adalah Jumlah sambungan per pohon terdiri dari:
S1 : 3 sambungan perpohon S2 : 2 sambungan perpohon S3 : 1 sambungan perpohon
Halaman 311 dari 352 Faktor kedua yaitu lingkar batang (D) yang terdiri dari :
D1 : 3 cm lingkar batang D2 : 3,5 cm lingkar batang D3 : 4 cm lingkar batang
Aspek Pengamatan kedua adalah Hubungan antara Jumlah sambungan dan Ketinggian posisi sambungan.
Jumlah sambungan (S) yang terdiri dari S1 = 3 sambungan per pohon S2 = 2 sambungan per pohon S3 = 1 sambungan per pohon Ketinggian sambungan (T) terdiri dari: T1 =45 cm ketinggian sambungan
T2 =75 cm ketinggian sambungan T3 =105 cm ketinggian sambungan Pelaksanaan
Hasil sambungan pohon kakao yang telah direhabilitasi dan sudah berumur
± 3 bulan setelah kegiatan penyambungan (sudah berhasil), baru dilakukan pengukuran lingkar batang dengan menggunakan meteran kain yaitu dengan cara melilitkan meteran kain tersebut pada lingkar batang sambungan lalu kemudian di input kedata. Sedangkan pada jumlah sambungan yang berbeda, hanya mengamati/menghitung jumlah sambungan pada tiap-tiap pohon sampel yang ada.
Parameter Pengamatan Parameter pengamatan adalah :
1. Jumlah tunas yang terbentuk (buah), dihitung rata-rata jumlah tunas yang tumbuh pada sambungan jadi.
2. Panjang Tunas Sambungan (cm), diukur rata-rata panjang tunas yang tumbuh pada batang sambungan jadi.
Pengolahan Data
Data disusun menurut Rancangan Faktorial dalam RAK. Analisis data sidik ragam yang berpengaruh nyata dilakukan dengan uji BNT.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Jumlah Sambungan dan Lingkar Batang Entris (sambungan)
Hasil pengamatan rata-rata jumlah tunas jumlah sambungan dan lingkar batang entris yang berbeda tidak berpengaruh nyata secara statistik berdasarkan sidik ragam (Gambar 1). Hasil pengamatan rata-rata Panjang tunas terbentuk pada jumlah
Halaman 312 dari 352
sambungan perpohon dan lingkar batang sambungan yang berbeda tidak berpengaruh nyata secara statistik (Gambar 2).
Gambar 1. Rata-rata Jumlah Tunas yang terbentuk pada Sambungan jadi kakao dengan berbagai lingkar batang dan jumlah sambungan perpohon.
Pengamatan pertumbuhan vegetatif dari Jumlah tunas terbentuk pada kondisi 2 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang, memberikan jumlah tunas yang lebih banyak di bandingkan dengan kondisi lainnya. Kemudian 2 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang dan 3 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang cenderung memberikan hasil rata-rata jumlah tunas yang relatif sama memberikan jumlah tunas yang lebih banyak dibandingkan dengan 1 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang, 2 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang, 3 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang, 1 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang, 3 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang, dan 1 jumlah sambungan dan 4 cm lingakar batang.
Gambar 2. Rata-rata Panjang Tunas yang terbentuk pada Sambungan jadi kakao pada berbagai lingkar batang dan jumlah sambungan perpohon
1,41
1,19 1,25
1,53
1,33 1,44 1,35
1,21
0,98
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80
S3D1 S3D2 S3D3 S2D1 S2D2 S2D3 S1D1 S1D2 S1D3
Jml Tunas
5,39
4,25
3,22 2,80
4,40
3,42
5,28
3,44
2,66
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00
S3D1 S3D2 S3D3 S2D1 S2D2 S2D3 S1D1 S1D2 S1D3
Panjang Tunas (cm)
Halaman 313 dari 352 Jumlah 1 sambungan dan 3 cm lingkar batang dan 2 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang cenderung memberikan hasil rata-rata jumlah tunas yang relatif sama memberikan jumlah tunas yang lebih banyak dibandingkan dengan 3 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang, 1 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang, 3 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang dan 1 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang.
Hasil pengamatan panjang tunas menunjukkan 3 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang pada sambungan jadi kakao memberikan panjang tunas yang lebih panjang dibandingkan dengan kondissi lainnya. Kemudian 1 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang memberikan panjang tunas yang lebih banyak dibandingkan dengan 2 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang, 3 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang, 1 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang, 2 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang, 3 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang, 2 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang dan 1 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang. Perlakuan 2 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang dan 3 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang cenderung memberikan hasil rata-rata panjang tunas yang relatif sama memberikan panjang tunas yang lebih panjang dibandingkan dengan perlakuan 1 jumlah sambungan dan 3,5 cm lingkar batang, 2 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang, 3 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang, 2 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang dan 1 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang.
Jumlah 1 sambungan dan 3,5 cm lingkar batang dan 2 jumlah sambungan dan 4 cm lingkar batang cenderung memberikan hasil rata-rata panjang tunas yang relative sama memberikan panjang tunas yang lebih panjang dibandingkan dengan 3 sambungan dan 4 cm lingkar batang, serta 2 sambungan dan 3 cm lingkar batang serta 1 sambungan dan 4 cm lingkar batang.
Rehabilitasi pada tanaman kakao dengan cara sambung samping merupakan salah satu bentuk pemeliharaan tanaman yang harus dilakukan pada tanaman kakao yang telah tua . Sambung samping ini dimaksudkan agar tanaman –tanaman kakao yang telah berumur tuaa dapat dipelihara dan diperbaiki kembali pertumbuhannya agar produktifitas tanaman dapat ditingkatkan (Nasaruddin, 2008). Namun dalam sambung samping , lingkar batang dan jumlah sambungan perpohon akan sangat menentukan pertumbuhan dan produksi hasil sambung samping tanaman kakao.
Karena itu, lingkar batang dan jumlah sambungan perpohon perlu diperhitungkan dan
Halaman 314 dari 352
dilakukan pada batang tanaman secara tepat, agar keberhasilannya dapat lebih baik, agar tanaman kakao yang suda tua dapat lebih produktif lagi. Data hasil penelitian menunjukan kakao yang disambung samping dengan 2 jumlah sambungan perpohon dan3 cm lingkar batang menghasilkan jumlah tunas yang banyak serta 3 jumlah sambungan perpohon dan 3 cm lingkar batang menghasilkan panjang tunas yang baik.
Jumlah Sambungan dan ketinggian sambungan
Hasil pengamatan rata-rata jumlah dan panjang tunas pada Jumlah sambungan dan Ketinggian sambungan yang berbeda tidak berpengaruh nyata secara statistik berdasarkan sidik ragam (Gambar 3 dan Gambar 4).
Gambar 3. Rata-rata Jumlah Tunas yang terbentuk pada Sambungan jadi kakao dengan berbagai Ketinggian Sambungan dan jumlah sambungan perpohon.
Gambar 4. Rata-rata Panjang Tunas yang terbentuk pada Sambungan jadi kakao dengan berbagai Ketinggian Sambungan dan jumlah sambungan perpohon.
1,09
1,27 1,23 1,62
1,32 1,27 1,40
0,94 1,00
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80
S3T1 S3T2 S3T3 S2T1 S2T2 S2T3 S1T1 S1T2 S1T3 jml Tunas
3,39 3,88 3,91
5,62
4,67
4,07
5,25
3,02 3,06
0 1 2 3 4 5 6
S3T1 S3T2 S3T3 S2T1 S2T2 S2T3 S1T1 S1T2 S1T3
Panjang Tunas
Keterangan : S= jumlah sambungan per pohon (3,2, dan1) T= Ketinggian sambungan (1=45cm, 2=75 cm, 3=105 cm)
Halaman 315 dari 352 Model sambung samping yang memberikan pertumbuhan vegetatif terbaik ditunjukkan oleh 2 sambungan dan 1 sambungan dengan ketinggian sambungan 45 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Pelaksanaan sambung samping yang tepat dapat meningkatkan performa pertumbuhan tanaamn kakao seperti yang diharapkan. Seperti diungkapkan pelaku sambung samping (BPPT Sultra, 2008) bahwa untuk melakukan sambung samping, pada tanaman kakao yang sehat dibuat tapak sambungan pada ketinggian 45-75 cm dari pangkal batang
Pada dasarnya Sambung samping merupakan teknik perbaikan tanaman kakao yang dilakukan dengan cara menyisipkan batang atas klon-klon unggul yang dikehendaki sifat-sifat baiknya pada sisi batang bawah. Selain itu sambung samping dapat juga digunakan untuk memperbaiki tanaman yang rusak secara fisik, menambah jumlah klon dalam populasi tanaman, mengganti klon dan pemendekan tajuk (membuat tanaman menjadi pendek/dwarf)
Pemilihan metode sambung samping dari segi pemilihan ketinggian sambungan yang tepat serta jumlahg sambungan dan lingkar batang sambungan akan menentukan keberhasilan selain pemilihan klon untuk entris atau batang atas yang paling tepat.
Ketinggian batang utama tersisa pada taraf tertentu tampaknya memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan sambungan kakao. Batang pokok tersisa berkaitan dengan cadangan karbohidrat dan fotosintat yang dihasilkan, serta aktifitas fisiologis yang menyerap energi (Kadir, 2011). Akumulasi fotosintat akan digunakan untuk mendorong pembentukan jaringan baru di daerah pertautan sambungan sehingga pertumbuhan sambungan akan semakin optimal. Akan tetapi ketinggian batang pokok jika berlebih justru memberikan efek negative dimana sebagian besar fotosintat atau energy masih digunakan batang pokok sehingga menghambat pertumbuhan sambungan jadi. Sejalan dengan pendapat Zaubin dan Suryadi (2002) yang menyatakan bahwa proses pertautan sambungan memerlukan energi yang cukup besar sehingga peranan batang bawah atau batang pokok sebagai penghasil fotosintat menentukan proses pertautan sambungan. Oleh karena itu diduga perbedaan ketinggian sambungan, jumlah sambungan maupun diameter batang sambungan (lingkar batang yang berbeda) erat kaitannya dengan energi yang dihasilkan dari fotsintat akan berbeda tingkat responnya dengan perbedaan metode yang diberikan pada sambung samping tersebut, karena berkaitan dengan ketinggian batang dimana
Halaman 316 dari 352
posisi pertautan antara entris dan batang bawah yang berbeda serta jumlah dan besarnya entris yang disisipkan pada batang utama.
Jumlah sambungan yang dilakukan dalam satu pohon memegang peranan penting dalam penelitian ini yang terlihat pada parameter vegetatif yang diamati yaitu jumlah dan panjang tunas terbentuk dari sambung samping yang dibuat.
4. Kesimpulan
Tanaman kakao yang di sambung samping (side grafting) dengan 2 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang akan memberikan jumlah tunas yang lebih banyak dengan rata-rata 1,53 buah dan 3 jumlah sambungan dan 3 cm lingkar batang akan memberikan panjang tunas yang lebih baik dengan rata-rata 5,39 cm. Sedangkan untuk ketinggian terbaik diperlihatkan oleh ketinggian sambungan 45 cm dari pangkal batang dengan menghasilkan panjang tunas rata-rata 5,62 cm.
Disarankan untuk melakukan sambung samping pada tanaman kakao dengan 2 jumlah sambungan dengan ukuran lingkar batang 3 cm dan tinggi sambungan 45 cm.
Daftar Pustaka
[1] Anonim1. 2010. Teknologi Sambung Samping Kakao. http://bercocok-tanam- kakao.blogspot.com/2010/02/teknologi-sambung-saping-kakao.html. Diakses pada tanggal 21 januari 2012.
[2] Anonymus, 2013. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kakao (Theobroma cacao L). Petani Hebat.htm
[3] Rubiyo, 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
[4] Kadir, M., 2011. Pertumbuhan Hasil Sambung Samping Tanaman Kakao dengan Ketinggian Pemotongan Batang Utama Yang Berbeda. J. Agronomika (2011) Vol 1 No.2, 113-118
[5] Karmawati Elna, Zainal Mahmud, M. Syakir, S. Joni Munarso, I Ketut Ardana,
[6] Limbongan J, Kadir S, dan Sanggola P. 2010. Kajian Tingkat Keberhasilan Sambungan Pada Penerapan Teknologi Sambung Samping Tanaman Kakao Di Sulawesi Selatan. Buletin Inovasi dan Informasi Pertanian. Sulawesi Selatan www. sulsel. litbang. deptan.go.id
[7] Mars Cocoa Clinik, 2010. Penanaman Ulang. PT. Mars Incorporated. Tareng ge, Luwu Timur.
[8] Mars Cocoa Development Centre, 2014. Peremajaan Kakao dan Praktek Perkebunan yang Baik. PT. Mars Incorporated, Tarengge, Luwu Timur.
[9] MCDC, 2016. Metode Penyemprotan pada Tanaman Kakao. PT. Mars In corporated. Tarengge, Luwu Timur.
[10] Pelita Perkebunan. 2009. Peremajaan Tanaman Kakao dan Praktek Perkebunan yang Baik. Mars Incorporated, Sulawesi Selatan
Halaman 317 dari 352 [11] PPKKI, 2010. Panduan Lengkap Budidaya Tanaman Kakao. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
[12] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2015. : KAKAO: Sejarah, Botani, Proses Produksi, Pengolahan, dan Perdagangan. http://Syarat.tumbuh.kakao.
Diakses pada 05 Juli 2017.
[13] Puslitkoka, 2014. Dua Klon Super Asal Luwu Utara.
http://kakao.indonesia.com. Diakses pada tanggal 12 Juli 2017.
[14] Puslitkoka, 2017. Syarat Mendapatkan Benih Kakao Unggul MCC 01 dan MCC 02. http://kakao.indonesia.com. Diakses pada tanggal 05 Juli 2017.
[15] Siregar dkk., 2009. Jaringan Tumbuhan. Universitas Lampung. Bandar Lampung
[16] Sunanto, Hatta. 1992. Budidaya Cokelat, Pengolahan Hasil, dan Aspek Ekonominya. Kanisius. . Yogyakarta
[17] Wahyudi. 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya, Depok.
[18] Warintek. 2006. Potensi Kakao. (Online)(http://warintek.progressio.or.id.
Diakses tanggal 21 Februari 2012)
[19] Winarsih. S. 2009:Peremajaan Tanaman Kakao (Theobroma cacaoL.)..http//www.google.com.Diakses 28 November 2011).
[20] Yana Risna Ningsih, 2015. Survei Karakteristik Morfologi Klon Kakao Unggulan Di Desa Tarengge Kecamatan Wotu Kabupaten Luwu Timur. Tugas Akhir. Pangkep.
[21] Zaenuddin, 2012. Panduan Lengkap Budidaya Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jakarta.