• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesian Stock Exchange (IDX) merupakan suatu pasar modal yang berada di Indonesia. Bursa Efek Indonesia adalah tempat dimana masyarakat dapat membeli dan menjual instrumen jangka panjang seperti saham, reksa dana, obligasi dan berbagai instrumen derivatif lainnya. Saat ini terdapat tiga puluh lima indeks harga saham yang ada di Bursa Efek Indonesia, salah satunya adalah indeks sektoral. Indeks sektoral terdiri dari 9 sektor industri dengan total perusahaan yang terdaftar pada BEI sebanyak tujuh ratus tiga belas perusahaan (Sahamok, 2020). Perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) biasa disebut juga dengan go public. Perusahaan yang go public merupakan perusahaan yang menjual sahamnya ke publik. Perusahaan wajib melaporkan laporan keuangan dan tahunan selambat-lambatnya hingga akhir bulan ketiga setelah tahun buku berakhir dan bursa harus mempublikasikan laporan keuangan tersebut agar dapat digunakan oleh masyarakat (IDX, 2020).

Suatu perusahaan industri yang kegiatan operasionalnya melakukan pengolahan dari barang mentah / bahan baku, bahan setengah jadi yang kemudian menjadi barang jadi setelah melalui suatu proses pabrikasi yang kemudian siap untuk dijual disebut dengan perusahaan manufaktur (Safitri & Suzan, 2020). Perusahaan manufaktur mempunyai tiga sektor yang sudah go public di Bursa Efek Indonesia, yang terdiri dari sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri dan sektor industri barang konsumsi (Amel, 2020). Dalam hal ini Perusahaan manufaktur subsektor otomotif dan komponen ialah bagian dari sektor aneka industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Industri otomotif merupakan suatu industri yang melakukan suatu proses produksi mulai dari perancangan, pengembangan, memproduksi, memasarkan, dan menjual

(2)

2

serta melakukan penjualan kendaraan bermotor. Industri otomotif nasional menempati posisi sebagai salah satu industri yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari pengaruhnya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 10,16 persen pada tahun 2017 serta juga mampu menyerap tenaga kerja langsung sekitar 350 ribu orang dan tenaga kerja tidak langsung sebanyak 1,2 juta orang. Sedangkan pada tahun 2019 industri otomotif memiliki kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) khususnya terhadap Produk Domestik Bruto Non Migas sebesar 3,98 persen pada tahun 2019 (Anggraeni, 2018).

Pada skala internasional, Indonesia juga memiliki kontribusi besar terhadap industri otomotif dalam sektor penjualan kendaraan mobil di ASEAN, hal ini dapat terlihat pada sebagai berikut.

Sumber : Databoks, Data Diolah Penulis (2020) Gambar 1.1

Tingkat Penjualan Kendaraan di Wilayah ASEAN

Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa dari tingkat penjualan kendaraan di Asia tenggara, Indonesia menjadi negara tertinggi dengan tingkat penjualan mobil terbanyak yang melebihi 33% dari total keseluruhan setiap tahunnya. Hal ini menandakan bahwa Indonesia menjadi negara dengan pasar industri otomotif terbesar di ASEAN. Akan

0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000

Thailand Indonesia Malaysia Philippines Vietnam Singapore Brunei

(Dalam Unit)

Negara di Wilayah ASEAN

2015 2016 2017 2018

(3)

3 tetapi Industi otomotif dan komponen dalam negeri masih menghadapi sejumlah masalah dalam kegiatan produksinya. Salah satunya terkait keterbatasan bahan baku dari dalam negeri sehingga tak bisa lepas dari ketergantungan bahan baku impor. Hal tersebut sejalan dengan daftar industri yang memiliki tingkat ketergantungan terhadap bahan baku impor cukup besar di Indonesia, yakni sebagai berikut:

Tabel 1.1

Daftar Industri Yang Melakukan Impor Bahan Baku

No Nama Industri Tahun

2016 2017 2018 1 Industri Otomotif dan Komponen 56% 52% 51%

2 Industri Makanan dan Minuman 43% 41% 47%

3 Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia

27% 26% 25%

4 Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik

35% 34% 35%

Sumber: Badan Pusat Statistik dan data diolah penulis (2020)

Dari tabel diatas, dapat dilihat pada tahun 2016 - 2018 industri otomotif memiliki ketergantungan impor bahan baku yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri yang lain. Data Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) menyebutkan bahwa bahan baku dalam industri otomotif yang masih diimpor antara lain baja, resin, aluminium, serta bahan sejenis lainnya. Selain itu, dalam neraca ekspor-impor industri otomotif dan komponen juga menunjukkan keadaan yang defisit sebesar US$ 569,26 juta. Impor bahan baku otomotif juga mengalami kenaikan/penurunan selama periode 2015-2018 (Mola, 2018).

Dari semua paparan yang telah peneliti sampaikan sebelumnya, peneliti tertarik menggunakan objek penelitian pada perusahaan manufaktur subsektor otomotif dan

(4)

4

komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015–2019. Hal ini didasari oleh industri otomotif dan komponen ialah salah satu industri yang memiliki pengaruh besar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dan juga tingkat penjualan pada industri otomotif di Indonesia berada paling tinggi dari negara ASEAN lainnya. Akan tetapi industri tersebut masih memiliki kendala dalam pengadaan bahan baku yang mayoritas masih memiliki ketergantungan impor dari luar negri. Terdapat 13 perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berikut daftar perusahaan manufaktur subsektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2019:

Tabel 1.2

Daftar Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen yang Terdaftar di BEI

No Kode Saham Nama Emiten Tanggal IPO

1 ASII Astra International Tbk 04-04-1990

2 AUTO Astra Otoparts Tbk 15-06-1998

3 BOLT Garuda Metalindo Tbk 07-07-2015

4 BRAM Indo Kordsa Tbk 05-09-1990

5 GDYR Goodyear Indonesia Tbk 01-12-1980

6 GJTL Gajah Tunggal Tbk 08-05-1990

7 IMAS Indomobil Sukses International Tbk 15-09-1993

8 INDS Indospring Tbk 10-08-1990

9 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk 05-02-1990

10 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk 09-06-2005

11 NIPS Nipress Tbk 24-07-1991

12 PRAS Prima Alloy Steel Universal Tbk 12-07-1990

13 SMSM Selamat Sempurna Tbk 09-09-1996

Sumber: Sahamok.com, 2020

(5)

5 1.2 Latar Belakang Penelitian

Memperoleh laba dengan semaksimal mungkin merupakan tujuan utama suatu perusahaan didirikan. Dalam hal ini perusahaan juga dituntut agar dapat mencapai laba yang sebesar mungkin agar mampu melangsungkan kegiatan operasi perusahaan dan bersaing dengan perusahaan lain. Untuk bertahan dalam persaingan yang kompetitif, perusahaan harus mampu menjalankan aktivitas operasional secara efisien karena kondisi ekonomi yang tidak stabil, sehingga setiap perusahaan harus mampu mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki (Wisesa, 2014). Selain itu, adanya pertumbuhan yang terjadi pada perusahaan juga akan memiliki dampak pada kebutuhan dana operasional yang semakin besar, sehingga untuk memenuhi sumber dana tersebut, perusahaan juga harus dapat menggunakan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan (Handayani, 2018). Setiap menajemen perusahaan dituntut agar bisa melakukan sebuah strategi dalam mencegah terjadinya segala hal baik di internal maupun eksternal perusahaan, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya yaitu memperoleh laba semaksimal mungkin.

Laba atau profit merupakan nilai nominal dari selisih antara pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan beban-beban yang ditanggung oleh perusahaan baik itu beban pada bagian biaya operasional maupun beban pada bagian biaya administrasi yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan (Safitri & Suzan, 2020). Sedangkan jika beban-beban yang dimiliki perusahaan lebih tinggi dibandingkan pendapatan yang dihasilkan perusahaan maka kondisi tersebut disebut rugi atau loss. Laba yang didapatkan perusahaan tersebut akan dapat menggambarkan keberhasilan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan dan juga bisa digunakan sebagai alat ukur pengambilan keputusan bagi para pengambil keputusan / investor.

Teori sinyal (signaling theory) merupakan signal atau isyarat merupakan sikap yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam memberikan petunjuk bagi investornya terkait pandangan manajemen perusahaan terhadap prospek perusahaan (Brigham &

Houston, 2011). Sinyal yang diberikan menajemen perusahaan ini biasanya seperti informasi tentang apa saja yang telah dilakukan oleh manajemen dalam merealisasikan

(6)

6

keinginan pemilik atau investor. Laporan keuangan merupakan suatu indikator yang sangat dibutuhkan bagi para investor dalam membantu apakah harus menambah modal, mengurangi atau menjual sahamnya serta menentukan perusahaan mana yang lebih tepat untuk dilakukannya penanaman modal. Penggunaan teori signalling ini dapat berupa informasi terkait laba bersih dan tingkat perolehan dividen . Dengan demikian jika perolehan laba bersih dan dividen suatu perusahaan tinggi maka akan menjadi suatu sinyal yang baik bagi para investor. Karena laba bersih dan dividen yang tinggi menunjukkan kinerja keuangan perusahaan tersebut baik maka investor akan tertarik untuk menginvestasikan dananya yang berupa surat berharga atau saham. Dengan adanya ketertarikan investasi terhadap perusahaan, maka jumlah modal yang dapat dioperasikan oleh perusahaan akan meningkat dan dapat memberikan proyeksi keuntungan lebih besar diakhir periode berikutnya.

Salah satu faktor yang juga memiliki dampak terhadap meningkatkan proyeksi laba atau profit ialah dengan menekan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Menurut (Nafarin, 2012) memaparkan bahwa, biaya produksi merupakan semua biaya yang memiliki hubungan dalam memperoleh suatu produk atau barang yang didalamnya terdapat suatu unsur biaya yang terbagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Sedangkan menurut (Felicia &

Gultom, 2018) biaya produksi adalah suatu jenis sumber ekonomi yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan suatu output, nilai output yang dihasilkan harus lebih besar dari jumlah nilai input yang dikeluarkan untuk menghasilkan output tersebut, dengan adanya kondisi tersebut perusahaan dapat menghasilkan laba.

Selain biaya produksi yang memiliki dampak terhadap laba, adapun salah satu faktor lain yang juga memiliki dampak terhadap meningkatnya laba yang dihasilkan perusahaan yaitu biaya operasional. Biaya operasional adalah suatu biaya di suatu perusahaan yang tidak berhubungan langsung dengan produk perusahaan tetapi berkaitan dengan aktivitas sehari-hari operasional perusahaan. Menurut T. Harahap (2020:24) menyatakan beban operasional adalah beban-beban yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berkaitan dengan aktivitas operasi perusahaan dalam rangka tujuan

(7)

7 perusahaan yaitu memperoleh laba. Beban operasional dibedakan menjadi dua kategori yaitu: beban penjualan/marketing (selling expense), dan beban administrasi dan umum (general and administration expense). Biaya operasional juga memiliki peran yang besar dalam mempengaruhi keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu laba yang tinggi. Jika perusahaan berhasil menghemat biaya operasional, maka akan mendapatkan laba yang optimal, demikian juga sebaliknya, bila terjadi pengeluaran biaya yang terlalu besar akan menyebabkan laba menurun (Jusuf, 2014).

Hutang merupakan kemungkinan pengorbanan di masa depan atas manfaat ekonomi yang timbul dari kewajiban saat ini yaitu entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau menyediakan pelayanan jasa kepada entitas lainnya di masa depan sebagai bentuk dari hasil transaksi atau kejadian di masa lalu. Terdapat dua jenis hutang yaitu hutang jangka panjang dan jangka pendek tergantung pada tenggat waktu pelunasan kewajibannya yang cenderung digunakan sebagai modal atau sumber dana. Jika perusahaan telah memutuskan untuk menjadikan hutang sebagai alternatif sumber modal perusahaan, maka seluruh pihak dalam perusahaan harus bertanggungjawab agar modal tersebut digunakan secara efektif sehingga memberikan keuntungan yang besar untuk perusahaan.

Menurut Sekjen Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) Hadi Suryadipraja “Industri Otomotif dan Komponen dimana bahan bakunya masih banyak yang berasal dari impor. Impor sebetulnya tidak dilarang, namun perlu dibatasi agar tidak merusak fundamental ekonomi”. Besarnya tingkat ketergantungan terhadap bahan baku impor pada industri otomotif dan komponen disebabkan oleh ketersediaan produk lokal yang masih minim dan kualitas yang dihasilkan oleh industri lokal tidak sesuai dengan keinginan dari industri pengguna, dalam hal ini pabrikan otomotif.

Berikut perkembangan nilai impor pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen tahun 2017-2019

(8)

8

Sumber: BPS, 2021 Gambar 1.2

Perkembangan Impor Industri Otomotif dan Komponen

Berdasarkan gambar diatas, jumlah impor bahan baku yang dilakukan industri otomotif dan komponen meningkat setiap tahunnya, dimana pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 9% yaitu dari 179,64 (juta ton) menjadi 195,51 (juta ton). Adapun pada tahun 2019 juga kembali mengalami peningkatan sebesar 11% yaitu dari 195,51 (juta ton) menjadi 216,73 (juta ton). Sehingga dapat diartikan bahwa perusahaan manufaktur subsektor otomotif dan komponen memiliki tingkat ketergantungan impor bahan baku yang cukup tinggi. Selain itu, pada industri otomotif dan komponen masih adanya beberapa perusahaan yang mengalami kerugian dalam memperoleh laba bersih. Hal tersebut terjadi pada perusahaan Goodyear Indonesia Tbk (GDYR), Indomobil Sukses International Tbk (IMAS), Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) dan Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS) yang mengalami kerugian dari tahun 2015-2019 dengan hasil laba bersih per tahun yang hasilnya negatif.

0 50 100 150 200 250

2017 2018 2019

Juta Ton

Perusahaan Manufaktur Subsektor Otomotif dan Komponen

Impor Bahan Baku

Impor Bahan Baku

(9)

9 Melihat pada perusahaan manufaktur sub sektor otomatif dan komponen di Indonesia, berikut rata-rata laba bersih tahun berjalan periode 2015-2019 yang dipaparkan pada gambar berikut:

Sumber : Hasil Olahan Penulis (2021) Gambar 1.3

Rata-rata Laba Bersih Peurusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen Tahun 2015-2019

Pada tabel yang dipaparkan diatas, bahwa setiap tahunnya dari tahun 2015 hingga 2019 laba bersih dari beberapa perusahaan terus naik hingga mencapai titik tertinggi pada 2018 di angka 2.380 milyar rupiah, meskipun mengalami penurunan di tahun 2019, kenaiakn dari 2015 hingga 2019 telah mencapai 65,74%. Tetapi dengan kenaikan diatas masih ada beberapa perusahaan ditahun tertentu yang mengalami penurunaan maupun laba rugi yang diperoleh oleh perusahaan . Berdasarkan uraian diatas peneliti menemukan fenomena yang terjadi pada objek penelitian yaitu perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen periode 2015-2019 yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia (BEI), sebagai berikut:

2015 2016 2017 2018 2019

Laba Bersih 1.331 1.638 2.042 2.380 2.206

0 500 1.000 1.500 2.000 2.500

Laba Bersih

Laba Bersih

(10)

10

Tabel 1.3

Laba Bersih Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen Periode 2015-2019

(Dinyatakan dalam miliaran Rupiah)

No Perusahaan Laba Bersih

Kode BEI 2015 2016 2017 2018 2019

1 GDYR (1) 22 (12) 7 (3)

2 LPIN (18) (64) 191 32 29

3 IMAS (22) (312) (64) 112 155

4 INDS 1 49 113 110 101

5 GJTL (313) 626 45 (74) 269

6 MASA (353) (95) (115) (664) (159) Sumber: Data Diolah Penulis, 2021

Keterangan: :Kenaikan :Penurunan

Tabel 1.4

Biaya Produksi Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen Periode 2015-2019

(Dinyatakan dalam miliaran Rupiah)

No Perusahaan Biaya Produksi

Kode BEI 2015 2016 2017 2018 2019 1 GDYR 1.859 1.774 1.855 1.981 1.592

2 LPIN 49 74 83 76 65

Sumber: Data Diolah Penulis, 2021 Keterangan: :Kenaikan

(11)

11 Tabel 1.5

Biaya Operasional Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen Periode 2015-2019

(Dinyatakan dalam miliaran Rupiah)

No Perusahaan Biaya Operasional

Kode BEI 2015 2016 2017 2018 2019

1 GDYR 102 88 91 198 191

2 LPIN 59 121 19 20,58 20,54

3 IMAS 2.649 2.560 2.663 2.857 3.148

4 INDS 148 165 210 241 215

Sumber: Data Diolah Penulis, 2021 Keterangan: :Penurunan

Tabel 1.6

Total Hutang Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen Periode 2015-2019

(Dinyatakan dalam miliaran Rupiah)

No Perusahaan Total Hutang

Kode BEI 2015 2016 2017 2018 2019

1 LPIN 207 426 36 28 21

2 GJTL 12.115 12.849 12.501 13.835 12.620 3 MASA 3.613 3.868 4.580 4.895 3.653 Sumber: Data Diolah Penulis, 2021

Keterangan: :Kenaikan

(12)

12

Tabel 1.7

Penjualan Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen Periode 2015-2019

(Dinyatakan dalam miliaran Rupiah)

No Perusahaan Penjualan

Kode BEI 2015 2016 2017 2018 2019 1 GDYR 2.144 2.096 2.179 2.117 1.934

2 LPIN 77 141 102 95 88

3 IMAS 18.099 15.049 15.359 17.878 18.615 4 INDS 1.659 1.637 1.967 2.400 2.091 5 GJTL 12.970 13.633 11.146 15.349 15.939 6 MASA 3.386 3.282 4.013 4.266 4.546 Sumber: Data Diolah Penulis, 2021

Keterangan: :Kenaikan :Penurunan

Laba berasal dari selisih antara biaya dan pendapatan dimana dua komponen tersebut memiliki hubungan yang kuat terhadap perolehan laba yang optimal yaitu salah satunya dengan melakukan penekanan terhadap biaya produksi karena dapat meningkatkan perolehan laba yang optimal dan juga tingginya biaya produksi dapat mempengaruhi tingkat penjualan yang diperoleh oleh perusahaan sehingga laba bersih mengalami penurun. Oleh karena itu, ketika biaya produksi suatu perusahaan meningkat, maka akan memiliki pengaruh terhadap tingkat penjualan yang dihasilkan perusahaan, sehingga laba bersih yang diperoleh akan semakin kecil.

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwaterdapat fenomena pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen periode 2015-2019 terkait biaya produksi dan laba bersih yang mengalami kenaikan sedangkan penjualan mengalami penurunan pada periode tertentu. Hal tersebut terjadi pada PT. Goodyear Indonesia Tbk

(13)

13 (GDYR) yang mengalami kenaikan biaya produksi dan laba bersih di tahun 2017-2018.

Di tahun 2017 biaya produksi sebesar Rp 1.855 miliar dan di tahun 2018 sebesar Rp 1.981 miliar. Di tahun 2017 laba bersih sebesar Rp -12 miliar dan di tahun 2018 laba bersih sebesar Rp 7 miliar. Sedangkan penjualan mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar Rp 2.117 miliar dari tahun 2017 sebesar Rp 2.179 miliar. Hal tersebut juga terjadi pada PT. Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) yang mengalami kenaikan biaya produksi dan laba bersih di tahun 2016-2017. Di tahun 2016 biaya produksi sebesar Rp 74 miliar dan di tahun 2017 sebesar Rp 83 miliar. Di tahun 2016 laba bersih sebesar Rp -64 miliar dan di tahun 2017 laba bersih sebesar Rp 191 miliar. Sedangkan penjualan mengalami penurunan di tahun 2017 sebesar Rp 102 miliar dari tahun 2016 sebesar Rp 141 miliar.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa PT. Goodyear Indonesia Tbk (GDYR) dan PT.

Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) mengalami kenaikanbiaya produksi dan laba bersih tetapi berbanding terbalik dengan penjualan yang mengalami penurunan pada periode tertentu. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori sebelumnya yang menyatakan bahwa biaya produksi sangat berpengaruh terhadap laba bersih. Seharusnya, jika biaya diturunkan maka perolehan laba bersih dan penjualan akan mengalami peningkatan.

Menurut (Djamalu, 2013) menyampaikan bahwa semakin kecil biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan maka akan semakin besar pula laba bersih yang diperoleh perusahaan tersebut. Menurut (Safitri & Suzan, 2020) menyampaikan bahwa, biaya produksi berpengaruh signifikikan terhadap laba bersih perusahaan. sedangkan menurut (Susilawati, 2019) menyatakan bahwa, biaya produksi tidak berpengaruh terhadap laba bersih perusahaan.

Suatu perusahaan yang dapat melakukan penekanan terhadap biaya operasional, maka perusahaan tersebut dapat meningkatkan perolehan laba bersihnya. Namun sebaliknya, jika terjadi pemborosan pada biaya operasional yang dikeluarkan perusahaan, maka hal ini akan mengakibatkan penurunan terhadap laba bersihnya yang dihasilkan nantinya (Jusuf, 2006). Salah satu jenis biaya dalam biaya operasional adalah biaya pemasaran perusahaan, yang mana biaya pemasaran pada suatu

(14)

14

perusahaan memegang peranan yang sangat penting dalam rangka mencapai besarnya volume penjualan yang diinginkan (Feriyanto, 2018).

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa terdapat adanya fenomena pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen periode 2015-2019 terkait biaya oporasional dan laba bersih yang mengalami penurunan disertakan dengan penjualan yang mengalami penurunan pada periode tertentu. PT. Goodyear Indonesia Tbk (GDYR)biaya operasional, laba bersih dan penjualan mengalami penurunan di tahun 2018-2019. Di tahun 2018 biaya operasional sebesar Rp 198 miliar dan di tahun 2019 sebesar Rp 191 miliar. Di tahun 2018 laba bersih sebesar Rp 7 miliar dan di tahun 2019 sebesar Rp -3 miliar. Begitu juga dengan penjualan yang mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar Rp 2.317 miliar dan di tahun 2019 sebesar Rp 1.934 miliar.

Hal yang sama juga dialami pada PT. Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN), PT.

Indomobil Sukses International Tbk (IMAS) dan PT. Indospring Tbk (INDS). Pada PT.

Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) juga terdapat fenomena terkait biaya operasional di tahun 2018-2019. Di tahun 2018 biaya operasional sebesar Rp 20,58 miliar dan di tahun 2019 sebesar Rp 20,54 miliar. Di tahun 2018 laba bersih sebesar Rp 32 miliar dan di tahun 2019 sebesar Rp 29 miliar. Begitu juga dengan penjualan yang mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar Rp 95 miliar dan di tahun 2019 sebesar Rp 88 miliar.

Sedangkan pada PT. Indomobil Sukses International Tbk (IMAS) biaya operasional, laba bersih dan penjualan mengalami penurunan di tahun 2015-2016. Di tahun 2015 biaya operasional sebesar Rp 2.649 miliar dan di tahun 2016 sebesar Rp 2.560 miliar.

Di tahun 2015 laba bersih sebesar Rp -22 miliar dan di tahun 2016 sebesar Rp -312 miliar. Begitu juga dengan penjualan yang mengalami penurunan di tahun 2015 sebesar Rp 18.099 miliar dan di tahun 2016 sebesar Rp 15.049 miliar.

Selanjutnya pada PT. Indospring Tbk (INDS) hal tersebut juga terjadi di tahun 2018-2019. Di tahun 2018 biaya operasional sebesar Rp 241 miliar dan di tahun 2019 sebesar Rp 215 miliar. Di tahun 2018 laba bersih sebesar Rp 110 miliar dan di tahun 2019 sebesar Rp 101 miliar. Begitu juga dengan penjualan yang mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar Rp 2.400 miliar dan di tahun 2019 sebesar Rp 2.091 miliar. Hal

(15)

15 tersebut bertolak dengan teori yang menyatakan bahwa penekanan biaya operasional sangat berpengaruh terhadap laba bersih. Seharusnya, jika biaya operasional diturunkan maka perolehan laba bersih akan meningkat. Berdasarkan penelitian terdahulu menurut (Fatimah & Yusran, 2020) biaya operasional negative dan tidak signifikan terhadap laba bersih. Sedangkan menurut (Hidayanti et al., 2018) biaya operasional memiliki pengaruh terhadap laba bersih.

Salah satu kebijakan yang diambil perusahaan dalam mengoptimalkan labanya adalah dengan membuat kebijakan pendanaan dimana perusahaan dapat memanfaatkan hutang sebagai sumber dananya. Hutang atau kewajiban menjadi salah satu sumber modal yang dapat digunakan perusahaan sebagai tambahan dana untuk aktivitas operasional, sehingga aktivitas operasional akan berkembang dan tujuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang optimal dapat tercapai (Setiana, 2012).

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa terdapat adanya fenomena pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen periode 2015-2019 terkait total hutang dan penjualan yang mengalami kenaikan sedangkan laba bersih mengalami penurunan pada periode tertentu. Hal tersebut terjadi pada PT. Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) juga mengalami kenaikantotal hutang dan penjualan di tahun 2015-2016. Di tahun 2015 total hutang sebesar Rp 207 miliar dan di tahun 2016 sebesar Rp 426 miliar. Di tahun 2015 penjualan sebesar Rp 77 miliar dan di tahun 2016 penjualan sebesar Rp 141 miliar. Sedangkan laba bersih mengalami penurunan di tahun 2016 sebesar Rp -64 miliar dari tahun 2015 sebesar Rp -18 miliar. Selanjutnya, pada PT. Gajah Tunggal Tbk (GJTL) yang mengalami kenaikantotal hutang dan penjualan di tahun 2017-2018. Di tahun 2017 total hutang sebesar Rp 12.501 miliar dan di tahun 2018 sebesar Rp 13.835 miliar. Di tahun 2017 penjualan sebesar Rp 11.146 miliar dan di tahun 2018 penjualan sebesar Rp 15.349 miliar. Sedangkan laba bersih mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar Rp 45 miliar dari tahun 2017 sebesar Rp -74 miliar.

Pada tahun yang sama hal ini juga dialami oleh PT. Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) yang mengalami kenaikantotal hutang dan penjualan di tahun 2017-2018. Di tahun 2017 total hutang sebesar Rp 4.580 miliar dan di tahun 2018 sebesar Rp 4.895

(16)

16

miliar. Di tahun 2017 penjualan sebesar Rp 4.013 miliar dan di tahun 2018 penjualan sebesar Rp 4.266 miliar. Sedangkan laba bersih mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar Rp -115 miliar dari tahun 2017 sebesar Rp -664 miliar.

Hal ini tidak sesuai dengan yang seharusnya terjadi, jika perusahaan memiliki hutang yang tinggi maka perusahaan bisa menambah modal untuk meningkatkan aktivitas operasional perusahaan yang akan menghasilkan laba yang meningkat pula.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Nazahah, 2017) menyatakan bahwa total hutang memiliki pengaruh positif terhadap laba bersih, hal ini menunjukkan apabila total hutang perusahaan meningkat maka laba bersih yang dihasilkan perusahaan akan meningkat, namun pada penelitian yang dilakukan (Zahara dan Zannati, 2018) menyatakan total hutang tidak berpengaruh terhadap laba bersih.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menganalisis biaya produksi, biaya operasional sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi laba bersih perusahaan. Penelitian ini dengan judul “Pengaruh Biaya Produksi, Biaya Operasional dan Total Hutang terhadap Laba Bersih pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019”

1.3 Perumusan Masalah

Dalam pendirian suatu perusahaan, mestinya setiap perusahaan tersebut pastinya memiliki suatu tujuan, yang mana tujuan utama dari pendirian perusahaan ialah untuk memperoleh laba sebesar mungkin. Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut setiap perusahaan harus mampu melakukan penekanan terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Salah satu jenis biaya yang dapat mempengaruhi perolehan laba bersih perusahaan adalah biaya produksi dan biaya operasional.

Terdapat fenomena terkait biaya produksi yang tidak sesuai dengan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, dimana ketika biaya produksi dan laba bersih mengalami kenaikan sedangkan penjualan mengalami penurunan pada periode tertentu. Hal ini terjadi pada pada PT. Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) dan PT. Goodyear Indonesia Tbk (GDYR). Selanjutnya, juga terdapat fenomena terkait biaya operasional yang tidak

(17)

17 sesuai dengan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, dimana ketika biaya operasional dan laba bersih mengalami penurunan disertakan dengan penjualan yang mengalami penurunan pada periode tertentu. Fenomena ini terjadi pada . PT. Goodyear Indonesia Tbk (GDYR), PT. Indomobil Sukses International Tbk (IMAS), PT.

Indospring Tbk (INDS) dan PT. Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN).

Selain itu, juga terdapat fenomena terkait total hutang pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen periode 2015-2016 yang tidak sesuai dengan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, dimana ketika total hutang dan penjualan yang mengalami kenaikan sedangkan laba bersih mengalami penurunan pada periode tertentu. Hal tersebut terjadi pada pada PT. Gajah Tunggal Tbk (GJTL), PT.

Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) dan PT. Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN).

Berdasarkan uraian diatas terkait dengan latar belakang yang mempengaruhi laba bersih sehingga penulis dapat mengidentifikasi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana biaya produksi, biaya operasional, total hutang dan laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019?

2. Apakah biaya produksi, biaya operasional dan total hutang berpengaruh signifikan secara simultan terhadap perolehan laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019?

3. Apakah biaya produksi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019?

4. Apakah biaya operasional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019?

(18)

18

5. Apakah total hutang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana biaya produksi, biaya operasional, total hutang dan laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019.

2. Untuk mengetahui apakah biaya produksi, biaya operasional dan total hutang berpengaruh secara simultan terhadap perolehan laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019.

3. Untuk mengetahui apakah biaya produksi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019.

4. Untuk mengetahui apakah biaya operasional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015- 2019.

5. Untuk mengetahui apakah total hutang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Aspek Teoritis

1. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan atau pengembangan teori mengenai pengaruh biaya produksi dan biaya operasional terhadap laba bersih bagi para akademisi.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

(19)

19 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.5.2 Aspek Praktis 1. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi perusahaan agar mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi laba. Sehingga perusahaan dapat membuat perencanaan dalam memaksimalkan laba perusahaan.

2. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau pertimbangan kepada investor mengenai laba bersih yang diperoleh perusahaan sebagai pengambilan keputusan dalam berinvestasi.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penulisan pada penelitian ini, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian tentang sebab dilakukannya penelitian yang berkaitan dengan fenomena yang terjadi serta teori penelitian sebelumnya, perumusan masalah berdasarkan latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN

Menjelaskan tentang teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian terhadap pengaruh biaya produksi dan biaya operasional terhadap laba bersih.

Membahas mengenai penelitian sebelumnya sebagai dasar penelitian untuk menggambarkan kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Menjelaskan tentang karakteristik penelitian, metode penelitian dan tahapan penelitian yang digunakan. Serta membahas jenis dan sumber data perusahaan manufaktur sub sektor farmasi dan teknik analisis data.

(20)

20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Menjelaskan mengenai hasil penelitian tentang pengaruh biaya produksi dan biaya operasional terhadap laba bersih dengan menggunakan alat analisis dan metode yang sesuai dengan perumusan masalah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Membahas mengenai kesimpulan dan keterbatasan yang diperoleh dari hasil penelitian ini serta, memberikan saran untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai raw accelerometer yang dihasilkan dimana pada dasarnya memiliki (noise) difilter dengan menggunakan low-pass filter dan nilai raw gyroscope yang dihasilkan memiliki

Metode yang digunakan yaitu metode penelitian kuantitatif dan (one-shot) model yaitu model pendekatan yang menggunakan satu kali pengumpulan data dengan cara

Tujuan umum dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien dengan tindakan operasi obstruksi

1) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.. yang terpenting adalah pada saat

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat aplikasi untuk memprediksi jumlah anak yang berisiko menderita buta warna menurun yang diturunkan dari gen induk dalam satu

Apabila dikaitkan antara mikrostruktur yang terjadi dengan sifat mekanik maupun fisik yakni kekerasan mikro dan densitas pelet, dapat dilihat bahwa pada komposisi Zr

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai kontrol diri dan kecenderungan agresivitas remaja dengan melakukan penelitian berjudul “Hubungan antara