• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KANDUNGAN FENOL PADA MINUMAN HERBAL DAUN ANTING-ANTING (Acalypha australis) DENGAN VARIAN SUHU DAN LAMA PENGERINGAN SKRIPSI IRMA SUNUBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UJI KANDUNGAN FENOL PADA MINUMAN HERBAL DAUN ANTING-ANTING (Acalypha australis) DENGAN VARIAN SUHU DAN LAMA PENGERINGAN SKRIPSI IRMA SUNUBI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i

UJI KANDUNGAN FENOL PADA MINUMAN HERBAL DAUN ANTING-ANTING (Acalypha australis) DENGAN VARIAN

SUHU DAN LAMA PENGERINGAN

SKRIPSI

IRMA SUNUBI 1322060047

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI D-IV

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

2017

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

UJI KANDUNGAN FENOL PADA MINUMAN HERBAL DAUN ANTING-ANTING (Acalypa australis) DENGAN VARIAN

SUHU DAN LAMA PENGERINGAN

SKRIPSI

IRMA SUNUBI 1322060047

Tanggal Lulus : 28 Agustus 2017

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

Judul : Uji Kandungan Fenol pada Minuman Herbal DaunAnting- anting(Acalypha australis) dengan Varian Suhu dan Lama Pengeringan

Nama : Irma Sunubi

Nim : 1322060047

Jurusan : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Program Studi : D4 Agroindustri

Disahkan Oleh : Tim Penguji

1. Zulfitriany DM, SP., MP.

2. Dr. Arham Rusli, S.Pi., M.Si.

3. Nur Laylah, S.TP., M.Si.

4.

Dr. Ir. Sitti Nurmiah, M.Si.

(4)

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan dibawah ini : Nama mahasiswa : Irma Sunubi

Nim : 1322060047

Program studi : D4 Agroindustri

Perguruan tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Uji Kandungan Fenol pada Minuman Herbal Daun Anting-anting (Acalypha australis) dengan Varian Suhu dan Lama Pengeringan”. Adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Pangkep, Agustus 2017

Penulis

(5)

v IRMA SUNUBI (13 22 060 47) “Uji Kandungan Fenol pada Minuman Herbal Daun Anting-anting (Acalypha australis) dengan Varian Suhu dan Lama Pengeringan”. Dibimbing oleh ZULFITRIANY DWIYANTI MUSTAKA dan ARHAM RUSLI.

RINGKASAN

Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman, seperti akar, batang, daun, bunga, atau umbi. Minuman herbal dipercaya memiliki khasiat yang bermanfaat untuk penyembuhan penyakit.

Khasiat tersebut berasal dari bahan aktif yang terkandung dalam tanaman.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas fenol pada minuman herbal Acalypha ausralis dengan varian suhu dan lama pengeringan serta mengetahui hasil uji organoleptik mutu dan fisik pada minuman herbal Acalypha ausralis dengan variasi suhu dan lama pengeringan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Waktu penelitian dimulai pada April sampai dengan Juni 2017 dengan metode maserasi dan menggunakanoven variasi suhu ruang, 50°C dan 75°C dengan lama pengeringan 75, 150 dan 225 menit.

Hasil uji memberikan informasi bahwa kandungan fenol tertinggi ada pada perlakuan A1B1 yaitu pada pengeringan suhu ruang dan lama pengeringan 75 menit dengan nilai rata-rata 18,88 sedangkan kandungan fenol terendah ada pada perlakuan A2B2 yaitu pada pengeringan 50ºC dan lama pengeringan 50 menit dengan nilai rata-rata 13,3. Mutu fisik dari Minuman herbal A. australis diperoleh aroma terbaik pada perlakuan A1B1 (suhu ruang, 75 menit) dikarenakan bau khas tanaman begitu tercium sedangkan pada perlakuan yang lain tetap tercium namun tidak setajam pada perlakuan A1B1 sedangkan unntuk warnah hasil terbaik ada pada perlakuan A1B3 (75ºC,150 menit). Berdasarkan nilai rata-rata total fenol menunjukkan bahwa variasi suhu dan lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap kandungan fenol.

Kata Kunci: Acalypha australis, fenol, herbal, suhu

(6)

vi IRMA SUNUBI(13 22 0600 47) “Phenol Contect Test on Herbal Drinks Leaf Earring (Acalypha australis) Varians Temperature and Drying Time”. Guided By ZULFITRIANY DWIYANTI MUSTAKA and ARHAM RUSLI.

SUMMARY

Herbal beverage is drinks derived from natural ingredients that are beneficial to the body. Herbal drinks are usually made from spices or parts of plants, such as roots, stems, leaves, flowers, or tubers. Herbal drinks are believed to have beneficial properties for healing the disease. These properties are derived from the active ingredients contained in the plant.

The purpose of this research is to know the activity of phenol in herbal drink of Acalypha ausralis with temperature variation and drying time and to know the result of organoleptic test of quality and physical on herbal drink of Acalyphaausralis with temperature variation and drying time. The research was conducted at Pangkep State Agricultural Chemical Chemical Laboratory. The study time was started from April to June 2017 by maceration method and using oven temperature variation room temperature, 50°C and 75°C with 75,150 and 225 minutes drying time.

The results of the test give information that the highest content of phenol is at treatment A1B1 that is on drying room temperature and 75 minutes drying time with an average value of 18.88 whereas the lowest phenol content is in the treatment of A2B2ie at 50ºC drying and 50 minutes drying time with average value average 13.3. Physical quality of A. australis herbal drink obtained by the best scent of A1B1 treatment (room temperature, 75 minutes) due to the smell of the typical plant so smelled while the other treatments still smell but not as sharp as the treatment A1B1while the best results are not in the treatmentA1B3 (75ºC , 150 minutes). Based on the average value of total phenol indicated that temperature variation and drying time had significantly different effect (p <0,05) on phenol content.

Keywords : phenol, Acalypha australis, herbs, drying

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Kandungan Fenol pada Minuman Herbal Daun Anting-anting (Acalypha australis) dengan Varian Suhu dan Lama Pengeringan ”sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Diploma IV (D4) Program studi Agroindustri jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Teristimewa penulis haturkan terima kasih kepada kedua orang tua saya Sunubi dan Saharia beserta segenap keluarg besar atas segala dukungannya baik secara materil maupun do’a restunya bagi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP., MP.selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Arham Rusli, S.Pi., M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya memberikan pengarahan, petunjuk serta bimbingan kepada penulis. Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP., MP. Selaku Dosen Pembimbing I Sekaligus Ketua Program Studi Agroindustri.

2. Bapak Dr. Arham Rusli, S.Pi., M.si. Selaku Dosen pembimbing II.

3. Penguji ibu Dr.Ir. Siti Nurmiah, M.Si dan Nur Laylah, S.TP., M.Si.

4. Ibu Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si. selaku Ketua Jurusan Tekonologi Pengolahan Hasil Perikanan.

5. Bapak Dr. Ir. Darmawan MP. Selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, beserta seluruh jajarannya.

6. Seluruh staf teknisi dan pegawai Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

7. Rekan-rekan seperjuangan Agroindustri angkatan XXVI dan rekan sealmamater yang tidak saya sebut namanya satu persatu, semoga persamaan yang tidak terlupakan seumur hidup dan akan selalu ada.

(8)

viii Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan konstribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terkhususnya di bidang pangan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca sekaligus permohonan maafbila dalam penulisan skripsi ini terdapat kekeliruan di dalamnya.

Pangkep, Agustus 2017

Penulis

(9)

ix

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Anting-anting (Acalypha australis)... 4

2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman ... 5

2.1.2 Kandungan Kimia ... 4

2.1.3 Aquades ... 14

2.1.4 Pengeringan ... 14

2.2 Metode Ekstraksi ... 15

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 20

3.2 Alat dan Bahan ... 20

3.3 Metode Penelitian ... 20

3.4Pengukuran Kadar Fenol ... 21

3.5 Rancangan Percobaan ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Fenol ... 24

4.2 Hasil Uji Organoleptik ... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

LAMPIRAN ... 30

RIWAYAT HIDUP ... 35

(10)

x

DAFTAR TABEL

Hal Kandungan kimia dan efek farmokologis ... 5

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Daun anting-anting Acalypha australis ... 4

2. Struktur fenol ... 7

3. Struktur fenol cincin ... 8

4. Persamaan reaksioksidan tounea menjadi fenol ... 9

5. Daun Acalypha australis yang telah dirajang ... 21

6. Alur proses pembuatan ekstrak Acalypha autralis ... 22

7. Grafik kandungan fenol ... 24

8. Grafik hasil uji organoleptik warna ... 25

9. Grafik hasil uji organoleptik aroma ... 26

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Dokumentasi proses pembuatan fenol ... 30

2. Hasil analisis (ANOVA) kadar fenol ... 31

3. Hasil uji lanjut duncan kadar fenol ... 32

4. Hasil uji organoleptik (aroma) ... 33

5. Hasil uji organoleptik (warna) ... 34

(13)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daun anting-anting (Acalypha australis) adalah tumbuhan liar yang banyak terdapat di pinggir jalan, pekarangan, lahan-lahan kosong, dan lapangan berumput (Ketut 2010), sebagian masyarakat di Indonesia hanya menganggap tanaman ini sebagai gulma dan sebagian kecil memanfaatkan tumbuhan tersebut sebagai obat, memiliki efek sebagai antidiabetes (Rizky Oktarini, 2010), memiliki efek antimalaria (Kamilah, 2012), asam urat, dan penurun kolesterol. Menurut Shanmugapriya (2011), bahwaA. Australis bermanfaat sebagai tanaman obat yang mengandung antioksidan dan anti mikroba.

Acalypha australis salah satu inovasi bahan alami yang dapat dibuat minuman herbal dan memiliki prospek untuk pengembangan agroindustri.

Keberadaannya yang melimpah dan mudah diperoleh inilah yang memberikan peluang tanaman ini dapat ditingkatkan nilai gunanya.

Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh.Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman, seperti akar, batang, daun, bunga, atau umbi.Minuman herbal dipercaya memiliki khasiat yang bermanfaat untuk penyembuhan penyakit.

Khasiat tersebut berasal dari bahan aktif yang terkandung dalam tanaman.

Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol pada bahan makanan dapat dikelompokkan menjadi fenolsederhana dan asam folat (Widiyanti, 2006 dalam Oktaviana, 2010). Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih (pengganti) hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat vakuola sel (membran sel).Senyawa fenol merupakan senyawa yang paling umum dijumpai pada tanaman dan berfungsi sebagai,antikanker,antipenuaan, dan antioksidan.

Tanaman obat di Indonesia memiliki prospek yang baik untuk pengembangan agroindustri. Faktor pendukung pengembangan agroindustri

(14)

2 tanaman obat diantaranya besarnya potensi kekayaan sumber alam Indonesia sebagai sumber bahan baku simplisia yang diformulasikan berbagai produk seperti jamu atau obat tradisional, farmasi, makanan, minuman, dan sebagainya.

Gunawan dan Mulyani (2002), menjelaskan bahwa simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Pengertian simplisia menurut Departemen Kesehatan RI adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.

Menurut penelitian Suzery (2010) metode ekstraksi yang baik digunakan untuk ekstraksi dari kelopak bunga rosella yaitu menggunakan metode maserasi pada suhu ruangan. Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk menarik dan mengambil senyawa yang diinginkan dari suatu larutan atau padatan dengan teknik perendaman terhadap bahan yang akan diekstraksi. Metode maserasi memiliki keuntungan yaitu cara pengerjaannya yang mudah, alat yang digunakan sederhana, cocok untuk bahan yang tidak tahan pemanasan namun pelarut yang digunakan cukup banyak.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Uji Kandungan Fenol pada Minuman Herbal Daun Anting-anting (A. australis) dengan Variasi Suhu dan Lama Pengeringan”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kandungan fenolpada minuman herbal A. australis dengan variasi suhu dan lama pengeringan?

2. Bagaimana hasil uji organoleptik mutu fisik padaminuman herbal A.

australis dengan variasi suhu dan lama pengeringan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui kandungan fenol pada minuman herbal A. australis dengan variasi suhu dan lama pengeringan.

2. Mengetahui hasil uji organoleptik mutu fisik pada minuman herbal A.

Australis dengan variasi suhu dan lama pengeringan.

(15)

3 1.4 Manfaat Penelitian

1. Peneliti

a. Menambah wawasan dan pengalaman tentang kandungan fenol pada minuman herbal A. australi sdengan variasi suhu dan lama pengeringan.

b. Memberikan informasi tentang khasiat daun A. australis dengan variasi suhu dan lama pengeringan.

2. Masyarakat

a. Memberikan informasi tentang kandungan fenol daun A. australis b. Memberikan informasi tentang khasiat daun A. australis

(16)

4

II . TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Anting-anting (A. australis)

Anting-anting (A. australis) adalah tumbuhan liar yang banyak terdapat di pinggir jalan, pekarangan, lahan-lahan kosong, dan lapangan berumput. Walaupun tergolong tumbuhan liar, sebagian masyarakat di Indonesia memanfaatkan tumbuhan tersebut sebagai obat. Menurut Duryatm (2000) bahwa A. australis dapat digunakan untuk mengobati penyakit gula (diabetes mellitus, asam urat, dan penurun kolesterol. Beberapa penelitian juga memaparkan khasiat tumbuhan ini.

2.1.1 Taksonomi dan morfologi tanaman anting-anting (A. australis) Tanaman A. australis dapat diklasifikasi sebagai berikut:

Divisi : Magnoliophyta Sub divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphobiaceae Marga : Acalypha

Jenis : A. australislinn.

Sinonim : A. caroliniana blanco.

Gambar 1. Daun anting-anting (Acalypha autralis)

(17)

5 A. australis merupakan tanaman yang tergolong dalam divisi Spermatophyta, kelas dikotil, dan family Euphorbiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman herbal tahunan, tegak dengan beberapa cabang tegak. A. australis tumbuh dalam bentuk semak. Tinggi pohon bisa mencapai 1.5 meter, berbatang tegak, bercabang dengan garis memanjang kasar, bulat, berambut halus, berwarna hijau. Daun tunggal, berbentuk belah ketupat, berwarna hijau, panjang 3-4 cm, lebar 2-3 cm, berujung runcing, tepi bergerigi, terletak menyebar disepanjang pohon dan batang. Bunga majemuk berbentuk bulir, keluar dari ketiak daun dan ujung cabang.Buah berbentuk bulat, warna hitam. Biji berbentuk bulat panjang berwarna coklat dan memiliki akar tunggang. Akar tanaman ini sangat disukai anjing dan kucing (Plantamor, 2010).

2.1.2 Kandungan kimia

Kandungan kimia dan efek farmakologis dari anting-anting menurut Phytochemical and Ethnobotanical database antara lain :

Tabel 1.Kandungan kimia dan efek farmakologis herbal daun anting-anting (Duke, 2010).

Kandungan Kimia Efek Farmokologis

Fiber, Asam askorbat Antidiabetik

Asam askorbat Anti AGE, β Glucoronidase

Inhibitior Asam askorbat, β-sitosterol, β-D-

glukoside Hipoglikemia

Tanin, Kaempferol, Asam askorbat Antioksidan

Tanin Xanthin Oxidase Inhibitor

Kaempferol 5 lipoxygenase Inhibitor

Selain efek farmakologis tersebut, anting-anting dikenal memiliki efek penyejuk (astringen), antiradang, antibiotik, peluruh air seni, menghentikan perdarahan (hemostatik). Selain itu anting-anting sering digunakan sebagai pengobatan disentri basiler dan disentri amuba, malnutrisi, mimisan, muntah darah, berak darah, kencing darah, dan malaria (IPTEK net, 2010).

(18)

6 Kandungan kimia dari tanaman anting-anting baik dari daun, batang, dan akar adalah saponin dan tanin, batangnya mengandung flavonoid dan daunnya mengandung minyak atsiri, steroid, dan triterpenoid (Dalimartha, 2011). Asam askorbat, β-sitosterol, fiber, quercetin dan kaemferol (Duke, 2010). Penjelasan mengenai kandungan kimia dapat dijelaskan sebagai berikut :

2.1.2.1 Fenol.

Manfaat senyawa fenolik sebagai antioksidan juga bermanfaat sebagai mencegah pembusukan sel, asam fenolik yang paling penting memberi manfaat anti penuaan berhubungan dengan antioksidan yang mengurangi aktivitas dan mencegah pertumbuhan sel abnormal. Asam fenolat juga diketahui berguna dalam mengendalikan peradangan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan srikulasi darah, dan semua hal ini secara signifikan memberi manfaat terhadap antipenuaan dalam tubuh.

Peranan beberapa golongan senyawa fenol sudah diketahui (misalnya lignin sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen bunga), sedangkan peranan senyawa yang termasuk golongan lain masih merupakan hasil dugaan belaka. Senyawa fenol dengan berat molekul rendah dan secara alami pada jaringan tumbuhan dan mencakup flavonol, flavon flavanon, katekin, antosianin, isoflavanoin, dihidro, flavanol dan stilben. Pada tumbuhan flavonoid memiliki banyak fungsi termasuk proteksi terhadap radiasi UV-B. Asam fenolik merupakan unsur esensial dari polifenol dan ditemukan berlimpah dalam buah- buahan dan sayuran asam fenolik adalah molekul sederhana yang mudah diserap dalam sistem manusia dan menawarkan berbagai manfaat antipenuaan (Rohyami, 2008).

Fenolik adalah nama biasanya diberikan kepada suatu resin yang terbuat dari fenol dan aldehida. Fenolik juga dapat digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan seluruh kelas fenol.Resin fenolik dapat dilakukan dengan menggabungkan fenol sederhana dengan sejumlah aldehida, tetapi kombinasi dibuat dengan formaldehida yang dikenal sebagai resin fenolik formaldehida atau PF adalah yang paling banyak digunakan. Resin fenolik adalah resin disintesis pertama, dan dipasarkan dengan nama merek bakelite, yang masih ada. Mayoritas

(19)

7 formaldehida dihasilkan digunakan dengan fenol dan senyawa organik untuk membuat resin, yang digunakan secara ekstensif dalam industri.

Fenolik adalah kata sifat dan (kata benda) substantif yang mungkin berlaku untuk:

a.) Fenolat alami dan polifenol, dua kelas terkait senyawa alami yang ditemukan dalam tanaman

b.) Fenol (atau asam karbol), suatu senyawa aromatik yang solid dan kristal tidak berwarna

c.) Fenol, kelas senyawa kimia yang mencakup fenol d.) Fenol resin, jenis resin sintetik

e.) Fenol kertas, jenis karton yang digunakan untuk papan sirkuit tercetak

Fenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik.

Sifat-sifat fisika fenol:

1. Rumus molekul : C6H5OH 2. Berat molekul : 94,11 gr/mol

3. Wujud : Cair

4. Warna : Tak berwarna

5. Densitas : 1,07 gr/cm³

6. Titik didih : 181,75oC (pada 101,3 kPa) 7. Titik beku : 40,9oC (pada 101,3 kPa) 8. Kelarutan dalam air (20oC) : 8,3 g/100 m

9. Bersifat korosif

Gambar 2. Struktur fenol

(20)

8 Fenol juga digunakan dalam proses produksi obat-obatan (merupakan bahan awal pada produksi aspirin), herbisida, dan resin sintetis (Bakelite, salah satu resin sintetis awal yang diproduksi, merupakan sebuah polimer dari fenol dengan formaldehid).

a. Pembentukan fenol dari bahan baku cumene

Saat ini proses produksi fenol menggunakan bahan baku cumene adalah proses pembuatan fenol yang paling banyak digunakan. Menurut data yang diperoleh pada tahun 2008 lebih dari 97 % produksi fenol di dunia diproduksi dengan proses ini. Pada proses ini cumene dioksidasi menggunakan oksigen yang berasal dari udara menjadi cumene hidroperoksida. Cumene hidroperoksida yang terbentuk dengan cepat terdekomposisi menjadi fenol dan acetone, dengan menggunakan katalis asam kuat. Reaksi dari pembentukan fenol dari cumene adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Struktur fenol cincin.

b. Pembentukan fenol dari oksidasi toluene

Oksidasi Toluene menjadi fenol telah digunakan oleh Dow Chemical Coorporation, di Kalama Washington, Dow Canada Ltd di Hadner, British Columbia dan di Rosenberg, Netherland ( Dutch State Mines ). Proses ini terdiri atas dua tahap. Pertama, oksidasi toluene dengan udara dan digunakan katalisator cobalt benzoat yang akan menghaslikan asam benzoat. Pada tahap ini terjadi pada suhu 130-140°C. Selain menghasilkan asam benzoat pada tahapan ini juga terdapat produk samping lainnya diantaranya adalah benzylalkohol, benzaldehid, benzylbenzoat, biphenyl dan tolil alcohol (orto, meta dan para). Sedangkan proses

(21)

9 kedua adalah oksidasi asam benzoate menggunakan oksigen yang terdapat didalam udara dengan menggunakan katalisator copper benzoate dan dengan adanya steam mennghasilkan fenol. Pada reaksi tahap kedua reaksi terjadi pada suhu 230-240°C. Persamaan reaksi oksidasi toluene menjadi fenol adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Persamaan reaksi oksidan toulene menjadi fenol

c. Pembuatan fenol dengan proses sulfonasi benzen

Proses ini terdapat empat tahapan proses, yaitu sulfonasi benzen dengan asam sulfat, netralisasi asam benzen sulfonat, reaksi garam Na dalam cairan NaOH dan proses pembentukan fenol. Reaksi secara keseluruhan yang terjadi adalah sebagai berikut:

C6H6 + H2SO4→ C6H5SO3H + H20

C6H5SO3H + Na2SO3→2 C6H5SO3Na + H20 + SO2

C6H5SO3Na + 2 NaOH →C6H5ONa + Na2SO3 + H20 2 C6H5ONa +SO2 + H2O→C6H5OH + Na2SO3

Proses pembuatan fenol menggunakan proses ini menguntungan untuk kapasitas produksi yang rendah. Namun, proses ini sudah tidak banyak digunakan dalam industri karena kurang menguntungkan bila digunakan dalam skala besar.

2.1.2.2 Saponin

Saponin berasal dari bahasa latin yang berarti sabun. Saponin mengandung senyawa aktif emolgatur yang dapat membuat emulsi. Jika dikocok di air akan menimbulkan busa dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah. Sponin lain terdapat pada tanaman kacang polong dan kacang kedelai. Saponin merupakan suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau triterpenoid (Harborne, 2006). Menurut Nurjanah, (2011) suatu sampel

(22)

10 dikatakan positif mengandung senyawa saponin bila terbentuk busa yang ditunggu selama kurang dari 10 menit setinggi 1 –10 cm dan busa tidak hilang setelah penambahan asam klorida 2 N. Timbulnya busa disebabkan senyawa saponin memiliki sifat fisik yang mudah terhidrolisa dalam air sehingga senyawa saponin akan menimbulkan busa ketika dikocok (Leny, 2006)

2.1.2.3 Tanin

Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa tanaman.Tanin mampu mengikat protein, sehingga protein pada tanaman dapat resisten terhadap degradasi oleh enzim protease di dalam silo ataupun rumen (Kondo 2004). Tanin selain mengikat protein juga bersifat melindungi protein dari degradasi enzim mikroba maupun enzim protease pada tanaman (Oliveira 2009), sehingga tanin sangat bermanfaat dalam menjaga kualitas silase. Senyawa tanin merupakan komponen zat organik yang terdapat dalam bebeapa jenis tanaman terutama tanaman berkeping dua (dikotil).

Dalam dunia kesehatan tanin mempunyai beberapa khasiat, antara lain:

1. Astrigensia - Pengelat dan Anti diare

Tanin dapat menciutkan (adstrigensia) dan mengeraskan dinding usus, sehingga dapat mengurangi keluar masuknya cairan dalam usus. Tanin juga dapat digunakan untuk menciutkan pori-pori kulit.

2. Anti bakteri

Efek antibakteri tanin antara lain melalui reaksi dengan membran sel.

Flavonoid dalam tanin akan mendenaturasi dan mengkoagulasi protein serta merusak membran dinding sel.

3. Antioksidan

Ketekin dalam tanin mempunyai sifat antioksidatif yang berperan dalam melawan radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh

4. Antidotum-Penawar racun

Tanin akan mengeluarkan asam tamak yang tidak larut dan bereaksi dengan alkaloida membentuk tanat yang mengendap. Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung dari karbohidrat rendah seperti glukosa (Linggawati, dkk 2002). Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol (Deaville,2010). Tanin mempunyai

(23)

11 kemampuan mengendapkan protein, karena tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan komplek yaitu protein tanin.

Tanin mempunyai berat molekul 0,5-3 KD. Tanin alami larut dalam air dan memberikan warna pada air, warna larutan tanin bervariasi dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap tanin memiliki warna yang khas tergantung sumbernya (Ahadi, 2003).

Tanin yang tergolong tanin terkondensasi, banyak terdapat pada buah- buahan, biji-bijian dan tanaman pangan, sementara yang tergolong tanin terhidrolisis terdapat pada bahan non-pangan. Tanin merupakan komponen polifenol yang mampu mengikat dan mempresipitasi protein. Tannin terdiri dari molekul olagomerik yang memiliki fenol bebas didalamnya, larut dalam air, serta mampu mengikat protein.

Menurut Susanti (2000), sifat utama tanin pada tanaman tergantung pada gugus fenolik-OH yang terkandung dalam tanin. Secara garis besar sifat tanin dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Tanin secara umum memiliki gugus fenol dan bersifat koloid.

2. Semua jenis tanin dapat larut dalam air, kelarutannya besar dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu pula dalam pelarut organik seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya.

3. Reaksi warna terjadi bila disatukan dengan garam besi. Reaksi ini digunakan untuk menguji klasifikasi tanin. Reaksi tanin dengan garam besi akan memberikan warna hijau dan biru kehitaman, tetapi uji ini kurang baik karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi warna, zat-zat lain juga dapat memberikan reaksi warna yang sama.

4. Tanin mulai terurai pada suhu 98,8ºC.

5. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim.

6. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer lainnya terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan ikatan kovalen.

7. Tanin mempunyai berat molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin amorf (tidak berbentuk).

(24)

12 2.1.2.4 Flavonoid

Flavonoid merupakan derivat dari senyawa fenol. Secara umum, flavonoid merupakan senyawa dengan 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6- C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Gugus hidroksil (-OH) hampir selalu terdapat dalam flavonoid, khususnya pada cincin B di posisi 3’ dan 4’, cincin A pada posisi 5 dan 7, atau cincin C pada posisi 3. Gugus hidroksil ini merupakan tem pat menempelnya berbagai gula yang dapat meningkatkan kelarutan flavonoid dalam air. Sebagian besar flavonoid disimpan dalam vakuola tengah, walaupun disintesis di luar vakuola. Komponen struktral dari flavonoid berupa dua cincin benzene pada cincin molekul karbon. Menurut strukturnya flavonoid merupakan turunan senyawa induk flavon. Flavonoid dikenal sebagai antioksidan potensial pada berbagai penelitian dan merupakan salah satu kelas tanaman metabolik sekunder dengan struktur phenylbenzopyrone. Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan melindungi stuktural sel, memiliki hubugan sinergi dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C), antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotic (Agustian, 2011).

Berdasarkan strukturnya, menggolongkan flavonoid dalam enam kelompok antaralain, aglikon (flavonoid tanpa gula terikat), flavonoid-C-glikosida (flavonoid yang terikat gula pada inti benzena), flavonoid-O-glikosida (flavonoid yang terikat gula pada gugus hidroksilnya), biflavonoid (flavonoid biner), flavonoid sulfat (flavonoid yang berikatan dengan satu atau lebih gugus sulfat), dan aglikon yang bersifat optis aktif. Sedangkan menurut fungsi fisiologisnya flavonoid dikelompokkan menjadi tiga, yaitu antosianin (flavonoid yang berperan sebagai pigmen warna), flavonol dan flavon (perlindungan terhadap radiasi UV berlebih dan sebagai sinyal biologis), dan isoflavon (flavonoid biner yang banyak berperan sebagai senyawa pertahanan). Walaupun terlihat beragam, namun golongan flavonoid disintesis oleh prekursor yang sama (fenilalanin, yang merupakan asam amino aromatik) melalui jalur biosintesis asam sikimat yang khas hanya terdapat pada tumbuhan (Purwaningsih, 2008).

(25)

13 2.1.2.5 Minyak Atsiri

Minyak atsiri sangat penting sebagai sumber rasa dan obat. Minyak atsiri digunakan untuk memberi rasa danaroma makanan, minuman, parfum dan kosmetik. Sifat toksik alami minyak atsiri berguna dalam pengobatan dan minyak atsiri telah lama dikenal sebagai sumber terapi yang penting, misalnya sebagai senyawa antimikroba (Setyawan, 2002).

Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks.Beberapa tipe senyawa organik mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida, ester, aldehida, dan eter.Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi, yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya komponen yang persentasenya tinggi.Walaupun begitu, kehilangan satu komponen yang persentasenya kecil dapat memungkinkan terjadinya perubahan aroma minyak atsiri tersebut (Agusta, 2000).

Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk-produk lain. Contoh kelompok pertama ini adalah minyak sereh,minyak daun cengkeh, minyak permen, dan minyak terpentin.

Biasanya komponen utama yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan penyulingan bertingkat atau dengan proses kimia yang sederhana. Pada saat isolasi dengan penyulingan bertingkat selalu dilakukan dalam keadaan vakum. Hal ini dikerjakan untuk menghindari terjadinya isomerisasi, polimerisasi atau peruraian. Isolasi yang dapat dilakukan berdasarkan reaksi kimia isomerisasi, polimerisasi atau peruraian. Isolasi yang dilakukan berdasarkan reaksi kimia hanya terdapat pada beberapa minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004).

2.1.2.6 Steroid dan Tripterpenoid

Steroid dan tripterpenoid adalah salah satu senyawa tak menguap yang terdapat pada golongan terpenoid dengan jumlah karbon tiga pulu C30.

Triterpenoid merupakan senyawa yang tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30 yang mengakibatkan senyawa ini bersifat non polar. Senyawa triterpenoid

(26)

14 juga berstruktur siklik berupa alkohol, aldehid dan asam karboksilat dengan gugus OH6 mengakibatkan senyawa ini bersifat semipolar (Harborne, 2006). Steroid merupakan suatu golongan triterpenoid yang mengandung inti siklopentana perhidrofenantren yaitu tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana (Harborne, 2006).

2.1.2.7 Alkaloida

Alkaloida merupakan senyawa yang berstruktur heterosiklis, mengandung atom nitrogen basa. Sehingga saat ini terdapat lebih dari 5500 macam alkaloida yang telah diketahui. Banyak sekali manfaat yang dihasilkan dari alkaloida tetapi ada beberapa jenis yang mengandung racun. Uji sederhana yang dapat dilakukan untuk mengetahuinya kandungan alkoida pada daun atau buah segar munculnya rasa pahit dilidah.

2.1.3 Aquades

Aquades adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan dengan destilasi, perlakuan dengan menggunakan penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai dan tidak ada mineral-mineral lain Aquades merupakan cairan atau air yang biasanya digunakan di dalam laboratorium sebagai pelarut atau bahan yang ditambahkan saat titrasi. Nama lain aquades adalah air suling, berat molekunya sekitar 18,20 gr/mol dan rumus molekulnya adalah H2O. Karakteristik aquades yaitu cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa, dalam penyimpaan sebaiknya di tempat tertutup. Aquades bebas dari zat-zat pengotor sehingga bersifat murni dalam laboratorium. Aquades berwarna bening, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa.Aquades biasa digunakan untuk membersihkan alat-alat laboratorium dari zat pengotor (Petrucci, 2008).

2.1.4 Pengeringan

Pengeringan herbal bisa dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering. Setiap komoditas pangan memiliki suhu dan waktu terbaik yang berbeda-beda untuk dilakukanpengeringan. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan.

(27)

15 2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut, sehingga terpisah dari bahan yangtidak larut dengan pelarut cair atau suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di dalam bahan alamatau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Setelah diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Pembagian metode ekstraksi menurut DitJen POM (2000) yaitu cara dingin dan cara panas.

2.2.1 Cara dingin a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyarianakan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan kosentrasi larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel maka larutan terpekat didesak keluar. Proses ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan didalam dan diluar sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,dan seterusnya.Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana yang mudah diusahakan (Parameter standar,2000).

Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like),penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.

(28)

16 Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ).

a. Perkolasi

Perkolasi adalah metoda ekstraksicara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas (termolabil).Ekstraksi dilakukan dalam bejana yang dilengkapi kran untuk mengeluarkan pelarut pada bagian bawah.Perbedaan utama dengan maserasi terdapat pada pola penggunaan pelarut, dimana pada maserasi pelarut hanya di pakai untuk merendam bahan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan pada perkolasi pelarut dibuat mengalir (Mochammad, 2004).

Penambahan pelarut dilakukan secara terus menerus, sehingga proses ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang baru, dengan demikian diperlukan pola penambahan pelarut secara terus menerus, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan pola penetesan pelarut dari bejana terpisah disesuaikan dengan jumlah pelarut yang keluar, atau dengan penambahan pelarut dalam jumlah besar secara berkala. Perlu diperhatikan jangan sampai bahan kehabisan pelarut. Proses ekstraksi dilakukan sampai seluruh metabolit sekunder habis tersari, pengamatan sederhana untuk mengindikasikannya dengan warna pelarut, dimana bila pelarut sudah tidak lagi berwarna biasanya metabolit sudah tersari. Namun untuk memastikan metabolit sudah tersari dengan sempurna dilakukan dengan menguji tetesan yang keluar dengan KLT atau spektrofotometer UV. Penggunaan KLT lebih sulit karena harus disesuaikan fase gerak yang dipakai, untuk itu lebih baik menggunakan spektrofotometer. Namun apabila menggunakan KLT indikasi metabolit habis tersari dengan tidak adanya noda/spot pada plat, sedangkan dengan spektrofotometer ditandai dengan tidak adanya puncak.

Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkulator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari

(29)

17 simplisia oleh karena akan terjadi keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam seldengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi tadi selalu dipertahankan, dengan demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95%).

2.2.2 Cara Panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik. Metode Reflux merupakan metode ektraksi cara panas (membutuhkan pemanasan pada prosesnya), secara umum pengertian refluks sendiri adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang ralatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan.

Reaksi kimia kadang dapat berlangsung sempurna pada suhu kamar atau pada titik didih pelarut yang digunakan pada sistem reaksi. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk reaksi-reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi adalah seperangkat alat refluks. Refluks adalah salah satu metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis suatu senyawa, baik organik maupun anorganik. Umumnya digunakan untuk mensistesis senyawa-senyawa yang mudah menguap atau volatile. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung (Arif Nur, 2009).

2. Soxhletasi

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehinggan terjadi ekstraksikontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhletasi adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengisolasi minyak lemak.

(30)

18 Soxhletasi merupakan ekstraksi padat-cair berkesinambungan, disebut ekstraksi padat-cair karenasubstansi yang diekstrak terdapat di dalam campuran yang berbentuk padat, sedangkan disebut berkesinambungan karena pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai (Afifuddin, et al. 2009).

Keuntungan dari metode ini antara lain menggunakan pelarut yag lebih sedikit karena pelarut tersebut akan dipakai untuk mengulang ekstraksi dan uap panas tidak melalui serbuk simplisia,tetapi melalui pipa samping. Tetapi metode ini juga memiliki beb erapa kelemahan antara lain, tidak dapat digunakan pada bahan yang mempunyai tekstur yang jeras, selain itu pengerjaannya rumit dan agak lama, karena harus diuapkan di rotavapor untuk memperoleh ekstrak kental.

a. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah atau maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) temperature yang lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar) yaitu pada suhu 40–50°C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan, dengan pemanasan diperoleh keuntungan seperti kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas, daya melarutkan cairan penyari akan meningkat sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan, koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruhpada kecepatan difusi, mumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan, jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam bejana yaitu secara umum dilakukan pada temperature 40-50ºC (Istiqomah, 2013).

b. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya untuk menyari kandungan zat aktif yang ada pada sediaan tanaman yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati. Infus adalah hasil dari proses ekstraksi dengan menggunakan metode infndasi dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan

(31)

19 kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

c. Dekoktasi

Dekokta adalah suatu proses penyarian yang hampir sama dengan infus, perbedaannya pada dekokta digunakan pemanasan selama 30 menit dihitung mulai suhu mencapai 90ºC. Cara ini dapat dilakukan untuk simplisia yang mengandung bahan aktif yang tahan terhadap pemanasan. Dekoktasi adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperature sampai titik didih air (POM RI, 2008).

(32)

20

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.Waktu penelitian dimulai pada April sampai dengan Juni 2017.

3.2Alat dan Bahan

Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian antara lain oven, beker glass, Erlenmeyer, waterbath, pengaduk, timbangan digital, alumunium, laminar air flow, autoclave, cawan petri, jarum ose, pemanas dan tabung reaksi, spektrofotometer, labu ukur dan pipet volume. Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan adalah daun teh, daun A. australis, media Nutrien Agar, media Muler Hinton, alkohol dan aquades.

3.3 Metode Penelitian

Tahap penentuan kandungan fenol pada mi numan herbal daun anting- anting (A. australis) ada beberapa tahap. Tanaman A. australis diperoleh dari kota Pinrang yang pada daerah itu hanya dianggap sebagai gulma di daerah pinggiran kota. Bagian tanaman A. Australis yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun, dalam hal ini daun tidak dibedakan antara daun yang tua dan daun yang muda. Daun yang telah dipisahkan dari tumbuhan anting-anting dirajang dan dimaserasi. Perajangan dilakukan agar senyawa-senyawa aktif dapat keluar dari kantong sel daun sehingga rendemen ekstra yang didapat lebihbanyak. Setelah pemisahan daun dengan batang maka dilakukan penimbangan dengan masing- masing sample sebanyak 100 g basah.Selanjutnya dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk mereduksi kandungan air dalam daun hingga mencapai 3-4%

(Ajisaka, 2012).Penelitian dilakukan dengan variasi suhu yaitu; suhu ruang,50°C dan 75°C,untuk pengeringan pada suhu 50oC dan 75oC menggunakan oven dengan lama pengeringan 75,150 dan 225 menit penelitian Hermani dan Rahmawati (2009). Selanjutnya memasuki tahap pembuatan ekstrak daun Acalypha Australis.

Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode ekstraksi tradisional yang umum dilakukan oleh masyarakat yaitu dengan cara merebus daun Acalypha

(33)

21 australis sebanyak 100 g dalam 1000 ml aquadest hingga terbentuk 500 ml ekstrak dan selanjutnya dilakukan penyaringan. Ampas sisa hasil penyaringan sudah tidak dimanfaatkan lagi.

Gambar 5. Daun Acalypha australis yang telah dirajang

3.4 Pengukuran kadar fenol

Pengukuran kandungan fenol total pada tanaman dilakukan dengan menggunkan pereaksi Folin-Cicalteu. Standar yang digunakan adalah asam galat.

Dibuat 100 ppm larutan ekstarak dihasilakandari perebusan daun. Larutan ekstarak tersebut di ambil 1,0 ml dengan menggunaan pipet volume dan kemudian dimasukkan kedalam labu ukur10,0 ml. kemudian ditambahkan 500 µl pereaksi Folin-Cicalteu, lalu dikocok hingga homogen selama 1 menit. Sebelum menit kedelapan ditambahkan 4,0 ml Na2Co3 7,5% b/v, dikocok selama 1 menit dan ditambahkan aquades dan dikocok hingga homogen. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan spektrometer pada panjang gelombang maksimum dan waktu optimum untuk pengukuran asam galat.

Penetapan total fenol yang ingin dicapai adalah hasil terbaik otal fenol dari variasi suhu dan waktu. Hasil pengkuran ini dinyatakan sebagai berat setara dengan asam galat tiap berat ekstrak.

(34)

22 Adapun alur proses pengukuran kandungan Fenol A. australis sebagai berikut :

Gambar 6. Alur proses pembuatan ekstrak A. australis DaunA.australis

Pencucian

Perajangan

Penimbangan 100 g

Perebusan (Aquades 1000ml hingga

5000 mL) Pengeringan Suhu pengeringan

(suhu ruang, 50°C dan 75°C)

Lama Pengeringan 75, 150, 225 menit

Ekstrak daunA.

australis

Uji kandungan Fenol

(35)

23 3.5 Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji kandungan fenol pada minuman herbal daun anting-anting (A. australis) variasi suhu dan lama pengeringan dan untuk mengetahui hasil terbaik total fenol dengan variasi suhu dan lama pengeringan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan dan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah suhu (A) yang digunakan dengan 3 taraf perlakuan. Faktor yang kedua adalah lama pengeringan (B) yang terdiri dari 3 taraf perlakuan.

A1B1 = Suhu : Lama Pengeringan (suhu ruang : 75 menit) A1B2 = Suhu : Lama Pengeringan (suhu ruang : 150 menit) A1B3= Suhu : Lama Pengeringan (suhu ruang: 225 menit) A2B1 =Suhu : Lama Pengeringan (50ºC : 75 menit) A2B2 = Suhu : Lama Pengeringan (50ºC : 150 menit) A2B3 = Suhu : Lama Pengeringan (50ºC : 225 menit) A3B1 =Suhu : Lama Pengeringan (75ºC : 75 menit) A3B2 = Suhu : Lama Pengeringan (75ºC : 150 menit) A3B3 = Suhu : Lama Pengeringan (75ºC : 225 menit)

Dalam penelitian ini terdapat 9 kombinasi perlakuan yaitu 3x3 satuan percobaan atau unit penelitian untuk setiap satu rancangan percobaan. Penentuan ulangan perlakuan menggunakan rumus (Sastrosupadi, 2000) yaitu :

(t-1)(r-1)≥15 Keterangan: t = perlakuan

r= ulangan

Dengan demikian berdasarkan rumus tersebut, perlakuan dalam penelitian ini masing-masing dilakukan dalam 3 kali ulangan.Sehingga secara keseluruhan menghasilkan 27 kombinasi perlakuan yaitu 9x3 unit percobaan.

Gambar

Gambar 1. Daun anting-anting (Acalypha autralis)
Gambar 2. Struktur fenol
Gambar 3. Struktur fenol cincin.
Gambar 5.  Daun Acalypha australis yang telah dirajang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tinggi atau rendahnya hubungan motivasi kerja dan produktivitas kerja karyawan diduga kuat berbeda pada pengalaman karyawan dalam bekerja dan tingkat penghasilan yang

Interaksi antara infeksi, status gizi mikro, dan respons imun terilustrasikan dalam: (1) Pada kondisi defisiensi: vitamin A maka terjadi penurunan konsentrasi retinol serum

Penerapan kurikulum berbasis lingkungan hidup nampak pada: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memuat upaya pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Tenaga pendidik

teori informasi atau pesan yang ditayangkan oleh suatu media televisi. harus melewati beberapa syarat, yakni: Fakta, Terkini,

juga berarti bahwa pengaruh laba per lembar saham dan deviden yang dibagikan terhadap harga pasar saham sebesar 6.4% ditentukan oleh variabel- variabel lain yang

Foto singkapan, litologi, petrografi dan mineragrafi LP 33 (Alterasi Advance Argilik) ..... Foto singkapan, litologi, petrografi dan mineragrafi LP

Perangkat kebijakan yang dapat mendorong pengembangan Industri antara lain adalah yang terkait dengan penyediaan Tenaga Kerja Industri yang kompeten, penggunaan konsultan Industri

Agitasi tidak memberikan perbedaan hasil terhadap produksi biogas yang dihasilkan oleh limbah cair tapioka dan limbah cair tahu dalam digester anaerob.