• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK NOMOR : 03/Pid.SusAnak/2014/PN.Gsk. DITINJAU DARI DIVERSI SISTIM PERADILAN ANAK. Oleh Dwi Wachidiyah Ningsih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK NOMOR : 03/Pid.SusAnak/2014/PN.Gsk. DITINJAU DARI DIVERSI SISTIM PERADILAN ANAK. Oleh Dwi Wachidiyah Ningsih"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK NOMOR : 03/Pid.SusAnak/2014/PN.Gsk. DITINJAU

DARI DIVERSI SISTIM PERADILAN ANAK

Oleh

Dwi Wachidiyah Ningsih

ABSTRAK

Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat kaidah–kaidah dan norma–norma hukum yang berfungsi sebagai benteng dalam kehidupan sehari–hari, agar dalam kehidupan bermasyarakat terjamin akan keamanan dan ketertiban, maka perlu adanya aturan–

aturan sebagai pedoman hidup bermasyarakat, akan tetapi dengan bergesernya waktu, maka perilaku bermasyarakat banyak berubah, kaidah–kaidah dan norma–norma hukum yang dulu sangat ditaati oleh masyarakat kini ditinggalkan dan semakin merosotnya budaya bermasyarakat. Dalam penelitian ini, penulis ingin melakukukan penelitian tentang, penerapan unsur-unsur Pasal 80 ayat (3) Undang–Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dijadikan dasar hukum atas pertanggungjawaban pembunuhan dalam putusan pengadilan Nomor : 03/Pid.Sus Anak/2014/PN.Gsk. serta pertimbangan hukum yang dipakai hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Hukum Normatif (yuridis Normatif), dengan pendekatan permasalahan secara statute approach yaitu pendekatan perundangan-undangan dan pendekatan permasalahan secara case approach yaitu pendekatan kasus. Penelitian Hukum Normatif (yuridis Normatif), merupakan penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan, karena penelitian ini hanya ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada perpustakaan karena membutuhkan data-data yang bersifat sekunder.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, anak Dian Sasmita Alias Andy Alias Udin telah melakukan pembunuhan berencana yang melanggar peraturan perundang–

undangan sebagai berikut, yaitu Melanggar Pasal 80 ayat (3) Undang–Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, peristiwa tersebut telah menyebabkan korban meninggal dunia.

Dan Anak dian Sasmita Alias Andy Alias Udin dijatuhi hukuman pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan pidana pelatihan kerja selama 1 (satu) tahun di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

Kata Kunci : Putusan Pengadilan Nomor : 03/Pid.Sus Anak/2014/PN.Gsk.

Perlindungan Anak

Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

memiliki harkat dan martabat sebagai

manusia seutuhnya. Untuk menjaga

harkat dan martabatnya, anak berhak

(2)

mendapatkan perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum dalam system peradilan. Setiap anak yang lahir wajib mendapatkan hak–haknya tanpa anak tersebut memintanya. Hal ini sesuai sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Raights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian dituangkan dalam Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara. 1 Dengan peran anak yang sangat penting ini, hak anak telah dinyatakan secara tegas, sebagaimana bunyi Pasal 28-B ayat(2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 sebagai berikut : “ Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi “ Maka dari itu jangan sampai anak menjadi korban kekerasan, maupun terjerumus kedalam perbuatan–

perbuatan jahat maupun perbuatan tidak terpuji lainnya. 2 Anak yang dibesarkan dalam suasana konflik, cenderung mengalami kekerasan jiwa, yang mendorong anak melakukan tindakan- tindakan negatif, yang dikategorikan sebagai kenakalan anak. Kenakalan anak tersebut, dapat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya.

Kenakalan anak bukan hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat,

1

Setya Wahyudi. Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Anak di Indonesia. Genta Publising. Yogyakarta. 2011.

h. 1.

2

ibid

tetapi juga merupakan ancaman bagi masa depan bangsa dan bernegara.

Dengan demikian anak sangat perlu dilindungi dari perbuatan–perbuatan yang merugikan, agar anak sebagai generasi penerus bangsa tetap terpelihara demi masa depan bangsa dan Negara. 3

Kartini Kartono menerangkan bahwa kriminalitas itu pada umumnya merupakan kegagalan dari sistem pengontrol diri terhadap aksi–aksi instinktif, juga menampilkan ketidak mampuan seseorang mengendalikan emosi–emosi primitif untuk disalurkan pada perbuatan yang bermanfaat. 4

Salah satu prinsip yang digunakan dalam perlindungan anak adalah anak itu modal kelangsungan hidup manusia, bangsa, dan keluarga, untuk itu hak–

haknya harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi sendiri hak–haknya, banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya. Negara dan masyarakat berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak–hak anak. 5

Sistem peradilan anak (Juvenile Justice System) berbeda dengan sistem peradilan pidana bagi orang dewasa dalam berbagai segi. Peradilan pidana anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak.

Menekankan atau memusatkan pada “ kepentingan anak “ harus merupakan pusat perhatian dalam pemeriksaan perkara pidana anak.

Sistem peradilan pidana anak adalah suatu sistem penegakan hukum pidana anak yang dilaksanakan secara terpadu oleh 4 (empat) sub sistem kekuasaan, yaitu kekuasaan penyidikan,

3

Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan PidanaAnak di Indonesia. PT.Refika Aditama.Bandung. 2010. h. 2.

4

ibid.

5

ibid. h. 39.

(3)

kekuasaan penuntutan, kekuasaan mengadili / menjatuhkan pidana, dan kekuasaan eksekusi / pelaksanaan pidana. 6 Penempatan kata “anak” dalam peradilan anak menunjukkan batasan atas perkara yang ditagani oleh badan peradilan yaitu perkara anak. Proses untuk mewujudkan keadilan berupa rangkaian tindakan yang dilakukan oleh badan–badan peradilan disesuaikan dengan bentuk–bentuk serta kebutuhan anak. Peradilan anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak. 7

Peradilan anak bertujuan memberikan yang paling baik terhadap anak, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya keadilan.Tujuan peradilan anak tidak berbeda dengan peradilan yang lainnya. 8 Dalam mengadili, Hakim berusaha menegakkan kembali hukum yang telah dilanggar. Salah satu usaha penegakkan hukum itu adalah melalui Peradilan Anak, sebagai suatu usaha perlindungan anak untuk mendidik anak tanpa mengabaikan tegaknya keadilan.

Peradilan anak diselenggarakan dengan tujuan untuk mendidik kembali dan memperbaiki sikap dan perilaku anak sehingga dapat meninggalkan perilaku buruk yang selama ini telah lakukan.

Perlindungan anak, yang diusahakan dengan memberikan bimbingan / pendidikan dalam rangka rehabilitasi dan resosialisasi, menjadi landasan peradilan anak. 9

Mewujudkan kesejahteraan anak, menegakkan keadilan merupakan tugas pokok badan peradilan menurut undang–undang Nomor 11 Tahun 2011.

Peradilan tidak hanya mengutamakan penjatuhan pidana saja, tetapi juga

6

Setya Wahyudi. Op.cit. h. 74.

7

Maidin Gultom.Op.cit. h. 74.

8

ibid. h. 77.

9

ibid

perlindungan bagi masa depan anak, merupakan sasaran yang dicapai oleh Peradilan Pidana Anak. Filosofi Peradilan Pidana Anak adalah untuk mewujudkan kesejahteraan anak, sehingga terdapat hubungan erat antara Peradilan Pidana Anak dengan Undang – Undang Kesejahteraan Anak (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979). Peradilan Pidana Anak hendaknya memberi pengayoman, bimbingan, pendidikan melalui putusan yang dijatuhkan. Aspek perlindungan anak dalam Peradilan Pidana Anak ditinjau dari segi psikologis bertujuan agar anak terhindar dari kekerasan, keterlantaran, penganiayaan, tertekan, perlakuan tidak senonoh, kecemasan, dan sebagainya. Oleh sebab itu perlu ada hukum yang melandasi, menjadi pedoman dan sarana tercapainya kesejahteraan dan kepastian hukum guna manjamin perlakuan maupun tindakan yang diambil terhadap anak.

Dalam kesejahteraan anak, anak perlu diadili oleh suatu badan peradilan tersendiri. Usaha untuk mewujudkan kesejahteraan anak adalah bagian dari meningkatkan pembinaan bagi semua anggota masyarakat, yang tidak terlepas dari kelanjutan dan kelestarian peradaban bangsa, yang penting bagimasa depan bangsa dan Negara. 10

Salah satu contoh kenakalan anak zaman sekarang, anak sudah berani melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, yang dilakukan oleh Dian Sasmita Bin Suwarno yaitu seorang anak yang berumur 17 (tujuh belas) Tahun 10 (sepuluh) bulan, yang telah melakukan tindak pidana pembuhuan berencana dan telah diputus bersalah dalam putusan Pengadilan Negeri

Gresik Nomor

03/Pid.SUS.Nak/2014/PN.Grs, yaitu Dian Sasmita bin Suwarno telah

10

ibid. h. 78.

(4)

dinyatakan besalah karena telah menghilangkan 2 (dua) nyawa atau melakukan tindak pidana, melakukan kekejaman, kekerasan atau penganiayaan yang menyebabkan orang mati dan tindak pidana dengan sengaja melakukan kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya sesuai dengan pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 11

Dian Sasmita Bin Suwarno merupakan salah satu contoh anak nakal dan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana

“pembunuhan berencana” sehingga Pengadilan Negeri Gresik menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan 1 (satu) Tahun kerja sosial.

Sesuai dengan amanat dalam Pasal 4 ayat (2) Undang–Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 20 Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diatur bahwa apabila anak melakukan tindak pidana pada batas umur yang dimaksud, tetapi diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampui batas umur tersebut namun belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, maka tetap diajukan ke sidang anak. Berdasarkan ketentuan tersebut maka petugas dituntut ketelitiannya dalam memeriksa surat yang berhubungan dengan bukti kelahiran anak tersebut.

Metode Penelitian

Dalam penyelesaian penyusunan skripsi maka metedologi penelitian merupakan cara utama yang dilakukan oleh seorang peneliti untuk mencapai tujuan dimana metode tersebut harus tepat dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti atau

11

Putusan Pengadilan Negeri Gresik Perkara Nomor 03/Pid.Sus Anak/2014/PN.Grs.

penulis. Untuk penentuan metode ini peneliti harus cermat sehingga diperoleh hasil yang akurat dengan kebenaran dan dapat dipertanggung jawabkan.

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam menjatuhkan Putusan Perkara

Nomor :03/Pid.Sus

Anak/2014/PN.Gsk.

Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orang tuanya, atas pertimbangan rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik (a bad home is better than a good institution/prison). Dalam mengambil putusan hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Dalam mengambil keputusan hakim wajib mendengarkan dan mempertimbangkan hasil penelitian Petugas Penelitian Kemasyarakatan. Bila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan pidana terhadap anak, maka patut diperhatikan pidana yang tepat yaitu patut dikemukakan sifat kejahatan yang dilakukan, perkembangan jiwa anak, tempat menjalankan hukuman. 12

Pertimbangan dijatuhinya pidana adalah dengan harapan selama berada didalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, mendapatkan pendidikan dan bimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan. Dalam menjatuhkan pidana terhadap anak nakal hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. 13

Dalam menjatuhkan putusan terhadap Perkara Nomor :03/Pid.Sus

Anak/2014/PN.Gsk. dasar

pertimbangan hakim yaitu :

a. apakah Anak Dian Sasmita alias Andy Alias Udin sebagai anak yang

12

Maidin Gultom. Op.Cit .h.120.

13

ibid.h.121.

(5)

berkoflik dengan hukum terbukti atau tidak sebagai pelaku tindak pidana dalam perkara ini.

b. Dakwaan Penuntut Umum bahwa anak Dian Sasmita alias Andy alias Udin dengan dakwaan berbentuk kombinasi yaitu :

 Alternatif Kesatu : Primair Pasal 340 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHPidana - Subsidair Pasal 339 KUHP.

 Alternatif Kedua : Pasal 80 ayat (3) Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

 Ketiga : Pasal 81 ayat (1) Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

c. Dakwaan kombinasi ini merupakan gabungan dari dakwaan alternatif primair subsidair dan dakwaan kumulatif, maka sebelum mempertimbangkan dakwaan kumulatifnya, terlebih dahulu Majelis akan menentukan dakwaan alternatif manakah yang akan dpertimbangkan dalam perkara ini.

d. Pasal 59 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara garis besar telah menentukan pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus antara lain kepada anak yang berhadapan dengan hukum.

e. Pasal 1 angka 1 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menegaskan bahwa dalam Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan

tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

f. Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonfik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Ketiga komponen ini menjadi prioritas terjadinya perubahan paradigma dalam penanganan perkara anak, termasuk kewajiban dengan memberikan perlindungan secara khusus yang didasarkan pada peran dan tugas masyarakat, pemerintah dan lembaga negara lainnya dalam proses penegakan hukum menurut sistem peradilan anak.

g. Dalam perkara ini, ada 2 (dua) pihak yang terakomodasi dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu anak sebagai korban bernama Anak Nailus Shaoufi atau yang biasa dipanggil Fifi dan anak Fidyantun Najikhah atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Diah, serta anak yang diduga sebagai pelaku tindak pidana yang dihadapkan ke persidangan ini bernama Dian Sasmita alias Andy alias Udin, yang menurut Akta Kelahiran No.90/P/1997, tertanggal 7 Januari 1997, berumur 17 tahun 10 bulan.

h. Dengan adanya UU No 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak

dihubungkan dengan UU No 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak sebagaimana telah

pertimbangan di atas, telah diatur

secara khusus ketentuan pidana yang

rumusannya juga memenuhi

ketentuan pidana yang bersifat

umum dalam Kitab Undang Undang

Hukum Pidana (KUHP).

(6)

i. Pembentuk undang undang telah mengatur apabila terjadi hal seperti diatas, dan dituangkan dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP pada pokoknya memberikan jalan keluar yaitu apabila suatu perilaku yang telah diatur di dalam suatu ketentuan pidana yang bersifat umum itu terdapat suatu ketentuan pidana yang sifatnya lebih khusus, maka ketentuan yang terakhir atau yang lebih khusus inilah yang harus diberlakukan.

j. Dari pertimbangan diatas, Majelis berpendapat UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak harus dipandang sebagai lex specialis derogat legi generali dari apa yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), sebab, substabsi tindak pidana dalam perkara ini baik dalam dakwaan menurut UU 23 Tahun 2002 tidaklah berbeda dengan tindak pidana yang didakwakan dalam KUHP. Hal mana sejalan pula dengan filosofi dikeluarkannya UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan juga diberlakukannya UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), serta dihubungkan pula dengan ketentuan dalam UU RI No 10 Tahun 2012 Tentang Konvensi Hak Anak dan ketentuan yang tercantum dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

k. Majelis berkeyakinan dalam perkara ini lebih tepat diterapkan ketentuan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 80 ayat (3) UU RI No 23 Tahun 2002 Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP daripada dakwaan alternatif pertama primair dan subsidair yang mengacu kepada Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Keyakinan

Majelis inipun sejalan pula dengan apa yang diuraikan Penuntut Umum dalam surat tuntutannya.

l. Unsur-Unsur Pasal 80 ayat (2) UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP adalah:

1. Setiap orang

2. Melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan.

3. Terhadap anak 4. Menyebabkan mati

5. Gabungan beberapa perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri.

Unsur Unsur tersebut akan dipertimbangkan sebagai berikut : 1. Setiap orang

Bahwa yang dimaksud dengan unsur “setiap orang” adalah berkaitan dengan orang/manusia sebagai subyek hukum yang oleh Penuntut Umum telah didakwa melakukan suatu tindak pidana dan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut.

Pada saat dibacakan surat dakwaan yang antara lain menyebutkan identitasnya, Anak Dian Sasmita alias Andy alias Udin telah membenarkan.

Selama menjalani proses persidangan pada diri anak yang bersangkutan tidak terdapat hal-hal yang mengecualikannya dari pertanggungjawaban, artinya yang bersangkutan dipandang mampu mempertanggungjawabkan

perbuatannya hanya apabila terbukti seluruh unsur yang didakwakan.

Dengan demikian unsur setiap orang ini telah terpenuhi.

2. Melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan

Unsur ini merupakan unsur yang

bersifat alternatif, sehingga cukup

(7)

apabila salah satu unsur terpenuhi, berakibat pada terpenuhinya unsur ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekejaman asal katanya adalah kejam, yang artinya tidak menaruh belas kasihan, sadis, jahat.

Dengan demikian kekejaman berarti melakukan perbuatan tanpa belas kasihan, perbuatan yang sadis dan jahat.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, yang dapat dilakukan dengan cara memukul dengan tenaga atau dengan segala macam senjata, mendendang, dan sebagainya. Inti pokok dalam melakukan kekerasan adalah membuat orang lain pingsan atau dalam keadaan tidak berdaya. Ketidakberdayaan ini membuatnya tidak dapat melakukan perlawanan sedikitpun, sehingga pelaku leluasa melakukan perbuatan yang dikehendakinya.

Untuk membuktikan apakah ada peristiwa pidana terkait dengan kemaatian kedua korban menurut unsur ini? Untuk itu perlu dipertimbangkan seluruh rangkaian fakta hukum yang terjadi, hingga dapat di simpulkan pelaku benar melakukan perbuatan yang kejam, dengan kekerasan, ancaman kekerasan ataupun penganiayaan terhadap korban, serta apa yang melatarbelakangi perbuatannya tersebut.

Perbuatan anak Dian Sasmita menghilangnya nyawa kedua korban dengan sangat kejam, berdarah dingin dan sadis serta tidak ada sedkitpun rasa belas kasihan. Adanya jeda waktu yang panjang mulai hari Senin tanggal 29 September 2014 sampai dengan 1 Oktober 2014 seharusnya dapat menjadi bahan pertimbangan dan perenungan bagi yang bersangkutan untuk membatalkan niatnya. Namun hal itu tidak dilakukannya.

Kekejaman yang dilakukan Anak Dian Sasmita semakin jelas terlihat ketika ia sengaja mempersiapkan kubut (linggis kecil) untuk dipakai menghabisi kedua korban. Selain itu, kekejaman juga semakin terbukti ketika pada saat korban sudah tidak berdaya, bahkan ketika korban Fifi sudah dalam keadaan sekarat (sakratul maut), anak Dian Sasmita tega menyetubuhinya.

Sementara terhadap korban Diah walau diketahui sudah tidak bergerak dan tidak bernapas, anak Dian Sasmita masih tega meremas payudara dan melanjutkan aksinya dengan kembali menghantamkan kubut ke arah korban sebanyak 2 (dua) kali.

Dari tindakan anak Dian Sasmita menghilangkan nyawa para korbannya membuktikan perilaku kejam, sadis dan tidak berperikemanusiaan, terlebih juga ditunjukkan dengan sikap yang bersangkutan ketika pulang ke rumah, menyimpan dan menyembunyikan barang-barang yang diambilnya dari tubuh korban, mengembalikan kubut ke tempatnya semula yaitu kotak perkakas, berganti pakaian dan selanjutnya dengan tenangnya pergi ke warung kopi.

Majelis berpendapat unsur ini telah terpenuhi dalam wujud perbuatan anak Dian Sasmita.

3. Terhadap Anak

Yang dimaksud dengan Anak dalam perkara adalah mengacu kepada kategori anak yang menjadi korban tindak pidana atau disebut juga sebagai anak koran yaitu anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh terjadinya tindak pidana.

Dalam perkara ini, terdapat 2 (dua)

korban meninggal dunia sebagai akibat

tindak pidana yang terbukti dilakukan

Anak Dian Sasmita. Kedua korban

(8)

masing-masing bernama Nailus Shaoufi alias Fifi kelahiran 5 April 2000 yang merupakan anak kandung dari saksi Sambari dan adik kandung saksi Afiya Wiji Rahayu alias Fia dan Fidyantun Najikhah alias Diah kelahiran 11 Juni 2000 yang merupakan anak kandung saksi Supiyan dan saksi Zum’anah.

Dengan demikian kedua korban tindak pidana tersebut pada saat itu masih berumur 14 tahun atau dengan kata lain masih terkategori sebagai anak.

Dengan demikian unsur ketiga yaitu unsur terhadap anak telah terpenuhi.

4. Menyebabkan mati

Tindak pidana yang menyebabkan matinya orang lain (korban) adalah merupakan suatu perbuatan materiil yang artinya perbuatan tersebut baru dapat dianggap selesai dilakukan oleh pelaku dengan timbulnya akibat yang dilarang, yaitu berupa hilangnya nyawa orang lain.

Surat Bukti berupa Visum Et Repertum Nomor 370/1453/

437.76/2014, tanggal 14 Oktober 2014 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr.

Herry Milyantono pada Rumah Sakit Umum Ibnu Sina – Pemkab Gresik telah melakukan pemeriksaan mayat dengan identitas kelamin Perempuan bernama Fidyantun Najikhah alias Diah umur 14 tahun lahir pada tanggal 11 Juni 2000, dengan Kesimpulan sebagai berikut :

Diketemukan bagian kepala depan dan belakang terdapat luka memar dengan perdarahan dibawah kulit dan luka lecet kecil dibeberapa tempat pada dahi, pelipis, pipi, dagu, lengan kanan kiri, perdarahan kecil-kecil dibawah selaput lendir kelopak mata kanan kiri, kelamin dalam keadaan menstruasi dengan pembalut dan darah menstruasi, perdarahan di permukaan jaringan otak, memar jaringan paru kanan dan kempes karena rongga paru kanan kemasukan

udara, dan hasil toxicologi adalah benar, tidak didapatkan adanya kandungan Narkotika, Psikotropika dan racun lainnya. Dimana kelainan tersebut di atas biasanya bisa menyebabkan kematian akibat persentuhan dengan benda tumpul pada bagian kepala depan dan belakang serta perdarahan dipermukaan jaringan otak dan memar jaringan paru kanan serta mengempis serta mengalami mati lemas dan penderita dalam keadaan menstruasi.

Terdahadap anak korban kedua dari Surat Bukti Visum Et Repertum Nomor 370/1452/437.76/2014, tanggal 14 Oktober 2014 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Herry Milyantono pada Rumah Sakit Umum Ibnu Sina – Pemkab Gresik telah melakukan pemeriksaan mayat dengan identitas kelamin Perempuan bernama Nailus Shaoufi alias Fifi, umur 14 tahun lahir pada tanggal 5 April 2000, dengan kesimpulan sebagai berikut :

Diketemukan bagian kepala belakang

terdapat luka memar dengan perdarahan

dibawah kulit dan luka lecet kecil

dibeberapa tempat pada dahi, pelipis,

pipi, dagu, lengan, tungkai kaki kanan

kiri, selaput dara robek sampai dasar

pada jam tujuh, sebelas dan satu,

perdarahan dalam rongga kepala serta

perdarahan di permukaan jaringan otak,

memar, jaringan paru kanan, pada

pemeriksaan swab vagina (cairan

vagina) didapatkan sel spermatozoa (sel

benih laki), hasil pemeriksaan

toxicologi : benar, tidak didapatkan

adanya kandungan Narkotika,

Psikotropika dan racun lainnya -Dimana

kelainan tersebut di atas biasanya bisa

menyebabkan kematian akibat

persentuhan dengan benda tumpul pada

kepala dan jaringan paru kanan serta

dilakukan persetubuhan dengan

diketemukan robeknya selaput dara dan

diketemukan sel benih laki laki dalam

liang vagina.

(9)

Dari kedua kesimpulan surat bukti Visum Et Repertum, terbukti kedua korban yang diketemukan telah meninggal dunia tersebut, disebabkan oleh adanya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Anak Dian Sasmita.

Dengan demikian unsur menyebabkan mati ini telah terpenuhi.

Gabungan beberapa perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri

Dari uraian unsur tindak pidana sebagaimana di atas, anak Dian Sasmita alias Andy ailas Udin selain telah melakukan kekejaman, kekerasan atau penganiayaan terhadap anak yang menyebabkan mati juga telah melakukan tindak pidana persetubuhan dengan anak dibawah umur yaitu korban Nailus Shaoufi alias Fifi.

Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi dalam wujud perbuatan anak Dian Sasmita.

Dengan terpenuhinya seluruh unsur Pasal 80 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP, maka pelaku dalam perkara ini yaitu Anak Dian Sasmita alias Andy alias Udin telah terbukti melakukan gabungan dari beberapa tindak pidana yang masing- masing harus dipandang sebagai satu perbuatan yang berdiri sendiri sebagaimana dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum.

Oleh karena Penuntut Umum juga telah mendakwa anak Dian Sasmita dengan dakwaan kombinasi yang didalamnya tercantum pula dakwaan kumulatif Pasal 81 ayat (1) UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan unsur-unsurnya yaitu:

1. Setiap orang 2. Dengan sengaja

3. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak

4. Melakukan persetubuhan dengannya

Terhadap unsur setiap orang, unsur melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak merupakan unsur yang sama seperti dalam dakwaan alternatif kedua yang telah terlebih dahulu dipertimbangkan. Sehingga, Majelis akan mengambil alih pertimbangan dalam pembuktian dakwaan alternatif kedua tersebut.

Dengan demikian dalam pembuktian unsur dakwaan kumulatif sepanjang mengenai ketiga unsur tersebut dianggap pula telah terpenuhi.

Selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan unsur selebihnya, yaitu mengenai unsur dengan sengaja melakukan persetubuhan dengannya.

Unsur dengan sengaja (opzettelijk) melakukan persetubuhan dengannya

Unsur “dengan sengaja” erat kaitannya dengan unsur memaksa orang lain melakukan persetubuhan dengannya, hal ini berarti mengandung kesengajaan (opzet) bahwa pelaku telah mengetahui tindakannya itu bertujuan memang untuk menyetubuhi korban.

Adapun untuk melakukan aksinya tersebut pelaku terlebih dahulu melakukan kekerasan atau penganiayaan dengan tujuan melumpuhkan korban dan membuatnya tidak berdaya. Adanya kehendak ini menurut Majelis berkaitan erat dengan sikap batin dari pelaku untuk melakukan persetubuhan dengan korban adalah berdasarkan pada keadaan lahir dari pelaku sendiri.

Anak Dian Sasmita dalam perkara ini telah secara detail mengakui dan menjelaskan perbuatan yang dilakukannya. Pengakuan tersebut juga telah disampaikannya kepada Saksi Bambang Sulistyo dan ibu kandungnya sendiri yaitu saksi Saidah.

Dengan pertimbangan-

pertimbangan tersebut di atas maka

(10)

Majelis Hakim berpendapat, unsur

“dengan sengaja memaksa melakukan persetubuhan dengannya” telah terpenuhi.

Dengan terpenuhinya seluruh unsur tersebut di atas dalam dakwaan kumulatif Pasal 81 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka anak Dian Sasmita alias Andy alias Udin patut dinyatakan terbukti pula melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya.

Dipersidangan, Majelis tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Anak Dian Sasmita alias Andy alias Udin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya;

Oleh karena yang bersangkutan dipandang mampu bertanggung jawab, maka harus pula dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.

Oleh karena Anak Dian Sasmita alias Andy alias Udin dinyatakan terbukti bersalah melakukan gabungan tindak yang masing-masing berdiri sendiri sebagaimana Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP, sedangkan salah satu dakwaan diancam pidana kumulatif berupa pidana penjara dan denda, maka sesuai ketentuan Pasal 71 ayat 3 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana, khusus mengenai penjatuhan pidana denda terhadap Anak sebagai pelaku diganti dengan pidana pelatihan kerja. Adapun ditentukan dalam dalam Pasal 78 ayat (2) lamanya pidana pelatihan kerja paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.

Ketentuan tersebut di atas, Majelis sependapat dengan Penuntut Umum, namun pelaksanaan pelatihan kerja tersebut harus dilaksanakan sesuai

ketentuan, yaitu tidak dilaksanakan malam hari dan dibawah pengawasan Kepala LPKA dan BAPAS.

Anak sebagai pelaku dalam perkara ini dijatuhi pidana maka patut pula dibebani untuk membayar biaya perkara. Untuk menjatuhkan pidana terhadap diri anak yang berkonflik dengan hukum, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan dari anak tersebut yaitu : Keadaan yang memberatkan:

a. Kedua korban yang meninggal dunia akibat perbuatan anak Dian Sasmita, masih berusia sangat muda, merupakan anak yang berprestasi di sekolahnya dan merupakan tumpuan harapan bagi kedua orang tuanya.

b. Cara anak Dian Sasmita melakukan perbuatannya telah menimbulkan trauma yang sangat berat bagi keluarga kedua korban, bagi lingkungan sekitar, bagi guru dan teman-teman sekolahnya, serta bagi masyarakat pada umumnya.

c. Anak Dian Sasmita tega menyetubuhi korban Fifi yang sudah dalam keadaan sakratul maut (sekarat).

d. Anak Dian Sasmita tega kembali memukulkan kubut (linggis kecil) ke arah korban Diah, padahal saat itu diketahuinya korban Diah sudah tidak bernapas.

e. Tidak ada permintaan maaf baik dari anak maupun keluarganya terhadap keluarga kedua korban.

Keadaan yang meringankan:

a. Pelaku Dian Sasmita alias Andy

alias Udin masih berusia muda,

sehingga diharapkan dengan

pidana yang dijatuhkan dapat

(11)

menjadi pelajaran berharga bagi hidupnya, agar ia tidak melakukan perbuatan melanggar hukum apapun lagi dikemudian hari.

b. Pelaku menyatakan

penyesalannya yang teramat dalam dan berjanji tidak akan mengulanginya.

c. Pelaku dipersidangan mengakui terus terang perbuatannya, dapat bercerita secara mendetail, dan sangat kooperatif sehingga memperlancar jalannya persidangan ini.

Dalam perkara tindak pidana yang terbukti dilakukan oleh anak Dian Sasmita telah mengakibatkan kedua korban yang masih anak-anak kehilangan nyawanya secara tragis. Hal ini meninggalkan trauma mendalam bagi keluarganya, bagi lingkungan sekolahnya dan bagi masyarakat pada umumnya. Lebih lanjut menurut Majelis pada saat sekarang ini, peristiwa seperti ini semakin banyak, yaitu kejahatan- kejahatan yang berakibat pada hilangnya nyawa seseorang.

Penghomartan terhadap nilai-nilai kemanusian termasuk penghormatan terhadap hak hidup orang lain yang merupakan nilai-nilai universal yang luhur dan religius seakan menjadi kurang bermakna lagi. Untuk itu, Putusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku, dan memberikan pelajaran bagi masyarakat umum akan pentingnya penghormatan terhadap hak hidup orang lain.

Permohonan Diversi yang diajukan Tim Penasihat hukum oleh karena tindak pidana yang terbukti dilakukan oleh anak Dian merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukuman maksimal mulai dari pidana mati hingga ancaman pidana 15 tahun, maka permohonan Diversi Tim Penasihat Hukum anak tidak dapat dibenarkan

menurut ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

Berdasarkan pertimbangan di atas Majelis tidak sependapat dengan Nota Pembelaan (Pledooi) dari Tim Penasihat Hukum anak termasuk tidak sependapat atas permohonan untuk melepaskan anak dari pertanggungjawaban pidana karena tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar dari tindak pidana yang terbukti dilakukan anak tersebut. Oleh karenanya, sehingga nota pembelaan (pledooi) Tim Penasihat Hukum anak sepatutnya ditolak.

Hasil Laporan BAPAS, atas kejadian ini, pihak keluarga anak Dian Sasmita, pihak keluarga korban, pihak sekolah dan masyarakat sangat menyesalkan. Dan dari pihak korban maupun masyarakat berharap Anak Dian Sasmita dalam proses hukum ini mendapat hukuman seberat-beratnya karena sudah menimbukan keresahan dan ketakutan di lingkungan sekitar atas perbuatan sadis dan kejam yang dilakukannya.

BAPAS merekomendasikan agar anak Dian Sasmita oleh Pengadilan dijatuhi hukuman pidana penjara di lembaga pembinaan khusus anak.

Rekomendasi BAPAS, Majelis sependapat, karena menurut Majelis kondisi anak Dian Sasmita yang saat ini ditahan dalam rumah tahanan yang bercampur dengan orang dewasa akan memberikan pengaruh yang kurang baik yang juga akan sangat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Meskipun, tindakan penahanan di rumah tahanan Negara merupakan tindakan yang sah menurut hukum formal. Namun, potensi terlanggarnya hak anak dalam keadaan seperti itu sangatlah terbuka.

Bagaimanapun, anak-anak yang sedang

berkonflik dengan hukum masih harus

dipandang sebagai anak-anak dan

diupayakan jangan sampai kehilangan

(12)

hak asasi manusianya, termasuk pula hak untuk mendapatkan perlakuan khusus dan perlindungan, untuk pendidikan dan kesehatan.

Anak Dian Sasmita saat ini masih harus menjalani dan menyelesaikan sekolahnya yang tertunda karena perkara ini. Dan untuk menjembatani hal ini serta meminimalkan resiko terlanggarnya hak anak yang bersangkutan, Majelis berpendapat penahanan terbaik bagi anak Dian Sasmita adalah di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), yang mempunyai program-program pembinaan dan pendidikan khusus bagi anak-anak yang berkonlik dengan hukum, termasuk pula dalam hal pelaksanaan program pidana pelatihan kerja. Sehingga terhadap hal ini Majelis sangat sependapat dengan BAPAS dan Penasihat Hukum Anak yang bersangkutan.

Dalam perkara ini untuk menegakkan hukum dan keadilan baik bagi korban, keluarga korban, pelaku anak dan keluarganya, Majelis perlu mempertimbangkan kondisi fisik dari anak Dian Sasmita selama menjalani proses pemeriksaan dari tahap penyidikan, penuntutan hingga ke persidangan ini.

Pasal 15 huruf UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan setiap anak berhak antara lain untuk memperoleh perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.

Perlindungan ini meliputi kegiatan yang bersifat langsung maupun tidak langsung, dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan psikis.

Pasal 16 ayat (1) menegaskan setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak

manusiawi. Terhadap ketentuan ini, maka Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Hal ini termasuk pula perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum yaitu anak yang sedang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat (pasal 64).

Hal mana sesuai pula dengan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Berbagai macam peraturan yang ada, maka secara yuridis Indonesia telah berupaya secara maksimal dalam memberikan perlindungan terhadap hak anak. Yang diperlukan kemudian adalah bagaimana implementasi dari berbagai macam peraturan yang sudah ada tersebut, hal ini tentunya menjadi tugas dan kewenangan pihak-pihak yang berkaitan yaitu Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga termasuk pula menjadi tugas dari institusi penegak hukum

Anak Dian Sasmita alias Andy alias Udin merupakan anak yang sedang berkonflik dengan hukum yang berhak pula diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan hak dan martabat anak.

Mengingat UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU No. 10 Tahun 2012 tentang Konvensi Hak Anak, UU No.

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, UU No. 8 tahun 1981 tentang

Kitab Undang Undang Hukum Acara

Pidana, serta perundang - undangan lain

yang bersangkutan.

(13)

Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah di paparkan oleh peneliti dalam bab-bab sebelumnya, akhirnya dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dalam menjatuhkan putusan perkara

Nomor : 03/Pid.Sus

Anak/2014/PN.Grs. Hakim Pengadilan Negeri Gresik telah menerapkan unsur-unsur Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak telah terpenuhi yaitu :

a. Setiap orang

b. Melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan.

c. Terhadap anak d. Menyebabkan mati

e. Gabungan beberapa perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri

Analisa peneliti dalam perkara ini Hakim tidak menerapkan diversi, karena tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwah anak Dian Sasmita merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukuman maksimal mulai dari pidana mati hingga ancaman pidana 15 (lima belas) tahun, sedangkan pelaksanaan diversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 yaitu diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

2. Dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan, Hakim tidak mempertimbangkan diversi, karena berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 yaitu diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Ketentuan tersebut apabila dihubungkan dengan syarat penahanan terhadap anak yang diatur didalam pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa :

(1). Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.

(2) Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan

b. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.

Dengan demikian diversi dapat dilakukan terhadap Anak yang tidak ditahan, dan diterapkan terhadap Anak yang diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun.

Pada perkara ini Hakim tidak mempertimbangkan Diversi dan tidak mengembalikan anak Dian Sasmita kepada keluarganya, Hakim juga mempertimbangkan keluarga korban dan masyarakat Desa Banyu Urip Kecamatan Ujung Pangkah, serta keselamatan anak Dian Sasmita sendiri.

Saran

Dalam penulisan skripsi ini peneliti

memberikan saran yaitu :

(14)

1. Dalam menjatuhkan putusan majelis Hakim harus benar-benar mempertimbangkan fakta-fakta dipersidangan baik dari keterangan saksi maupun pengakuan terdakwa serata hati nurani Hakim, tidak hanya mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan saja, sehingga putusan yang dijatuhkan benar-benar memberikan rasa keadilan baik terhadap terdakwa maupun terhadap korban dan keluarga korban.

2. Diversi merupakan hal baru dalam sistim peradilan, maka perlu dilakukan sosialisasi secara komprehensif bagi para penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim untuk menyelesaikan perkara pidana anak secara tepat dan adil, disamping memperhatikan kondisi korban juga agar Anak tersebut tidak merasa kehilangannya haknya sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam kasus yang melibatkan anak Hakim dituntut untuk memberlakukan Diversi dalam menanganinya sehingga hak anak selaku terdakwa tetap terlindungi.

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tidak mengatur secara tehnis mengenai penerapan diversi. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan bahwa Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan

Pemerintah. Namun hingga saat inipun Peraturan Pemerintah yang dimaksud belum ada. Untuk itu agar Pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang pedoman pelaksanaan proses diversi, tata cara dan koordinasi pelaksanaan diversi sehingga aparat penegak hukum benar-benar memahami mekanisme penerapan diversi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku:

Adami Chazawi. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2001.

Ahmad Junaidi. Skripsi. Pertanggung Jawaban Pidana Anak dibawah Umur Pelaku Pembunuhan Terhadap Anak Kandungnya. Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Surabaya. Tahun 2012.

Andi Hamzah. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, Tahun 2010.

Arif Gosita. Masalah Perlindungan Anak, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, Tahun 2004.

Kusno Adi. Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, UMM Press, Malang, Tahun 2009.

Laden Marpaung. Asas-Teori-Praktik

Hukum Pidana, Sinar Grafika,

Cetakan Ke Enam, Jakarta,

Tahun 2012.

(15)

Laden Marpaung. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Sinar Grafika, Cetakan Ke Dua, Jakarta, Tahun 2002.

Lilik Siyaga. Skripsi. Tindak Pidana Terhadap Nyawa Manusia.

Universitas Jendral Soedirman.

Tahun 2013.

Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan PidanaAnak di Indonesia, PT.Refika Aditama, Cetakan ke Dua, Bandung, Tahun 2010.

Marlina. Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Aditama, Cetakan Ke Dua, Bandung, Tahun 2012.

Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, Tahun 2009.

M.Karjadi, Komisaris Besar Polisi (Pnw). Kitab Undang-Undang Acara Pidana, Cetakan Ulang, Politeia, Bogor, Tahun 1997.

M.Marwan. Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, Tahun 2009.

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Cetakan Ke Enam, Surabaya, Tahun 2010.

R.Soesilo, Ajun Komisaris Besar Polisi (Pnw). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cetakan Ulang, Politeia, Bogor, Tahun 1991.

Setya Wahyudi. Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Genta Publising, Cetakan Pertama, Yogyakarta, Tahun 2011.

S.R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem. Jakarta, Tahun 1986.

Waluyadi. Hukum Perlindungan Anak, Mandar Maju, Bandung, Tahun 2009.

Wirjono Projodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, Tahun 2003.

Undang-Undang:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Putusan Pengadilan Negeri Gresik.

Perkara Nomor 03/Pid.Sus

Anak/2014/PN.Gsk

Referensi

Dokumen terkait

Jika verba yang merupakan bagian dari kelas kata dapat menduduki suatu fungsi dalam tataran suatu kalimat, frase pun dapat melakukan hal yang sama.. Frase adalah satuan

d) Rekapitulasi laporan pembelian barang kegiatan diserahkan ke Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama melalui Kepala Bagian Kemahasiswaan STKIP

Proses diversi dalam perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak sebagaimana yang telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Penerapan diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Putusan Mahkamah Agung dalam tindak pidana yang dilakukan Aditiya Permana Alias Kumel bin Syahroni menyatakan bahwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

Perhatikan Gambar 14 diatas, pada pengaturan elemen teks, saya memilih warna hitam (lihat area yang dilingkari warna biru pada Gambar 14), dimana hal tersebut

ARSIS TAWAN ABDI IPS SMPN 5 TALIWANG Kab.. INDO SMP AL-IKHLAS TALIWANG

Sentra industri kain di Cigondewah Bandung pada tiga tahun terakhir menunjukan penurunan pada pendapatan usahanya.Adapun faktor utama yaitu para pengusaha di