UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH
DI SMA NEGERI 3 SEMARANG
TESIS
Diajukan Kepada
Program Studi Magister Manajeman Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
oleh
IJAS JUGASWARI Q100080079
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan
pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah selama
ini telah mengeluarkan biaya yang besar, tenaga yang banyak, dan waktu yang
lama untuk meningkatkan mutu pendidikan, baik melalui penataran tenaga
kependidikan, pengembangan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana
pendidikan, dan sebagainya, namun demikian, mutu pendidikan masih tetap
kita rasakan sebagai tantangan (Depdiknas, 2005: 1).
Hal tersebut tercermin antara lain, dari hasil studi International
Educational Achievement (IKA) yang menunjukkan bahwa kemampuan
membaca siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara
peserta studi. Data juga menunjukkan bahwa, sekolah lanjutan tingkat Pertama
(SLTP), studi untuk kemampuan matematika siswa SMP di Indonesia hanya
berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan ilmu
pengetahuan alam (IPA) hanya berada pada urutan ke 40 dari 42 negara
peserta (Depdiknas, 2005: 238). Laporan mengenai hasil survei The Political
and Economics Risk Consultation (PERC) menunjukkan bahwa sistem
pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12 dari 12 negara kawasan
Asia yang disurvei (Suderadjat, 2004: 3). Kondisi di atas sejalan dengan yang
dirasakan masyarakat selama ini dalam menilai kualitas pendidikan dengan
indikator hasil Ebtanas (Ujian Akhir-Nasional). Laporan Depdikbud
menunjukkan bahwa NEM sekolah menengah pada lima tahun terakhir
berfluktuasi, namun berada pada kategori rendah, kecuali bidang studi PKn
dan Bahasa Indonesia (Mardapi, 2001: 2).
Laporan Bank Dunia dalam Eduction in Indonesia: from Crisis to
Recovery mengidentifikasi kelemahan institusional penyebab potensial
terhambatnya kemajuan pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan dasar.
Beberapa kelemahan itu adalah (1) sistem organisasi yang kompleks pada
tingkat pendidikan dasar, (2) manajemen yang terlalu sentralistik pada tingkat
SMP, (3) terpecah belah dan kakunya proses pembiayaan pendidikan pada
tingkat SMP, dan (4) manajemen yang tidak efektif pada tingkat sekolah.
(Jalal dan Supriadi, 2001: 153).
Depdiknas (2005: 1-2) menyebutkan bahwa sedikitnya ada tiga faktor
yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara
merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional dengan
pendekatan education production function atau input-output analysis yang
tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pelaksanaanya lebih difokuskan pada
faktor input (masukan) dan kurang memperhatikan prosesnya. Padahal proses
pendidikan sangat menentukan output pendidikan. Kedua, penyelenggaraan
pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan kehilangan kemandirian, keluwesan,
lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan. Ketiga, peran serta
warga sekolah khususnya guru, masyarakat dan orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.
Tilaar (2008: 21) mengemukakan bahwa krisis pendidikan yang
dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini berkisar pada krisis manajemen, dimana
manajemen pendidikan merupakan mobilisasi segala sumber daya pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Manajemen pendidikan
merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Perbaikan manajemen pendidikan menurut Sidi (2006: 12), diarahkan untuk
lebih memberdayakan sekolah menjadi lebih mandiri, kreatif, kompetitif, dan
bertanggung jawab terhadap stakeholders’ khususnya orang tua dan
masyarakat.
Sebagai tindak lanjut dalam memperbaiki kualitas pendidikan,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasioanl (UU
Sisdiknas). Dalam UU Sisdiknas Pasal 2 disebutkan bahwa demokrasi
penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi
peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. Di dalam ayat 1 disebutkan bahwa masyarakat tersebut dapat
berperan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan. Oleh
sebab itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
evaluasi pendidikan serta manajemen pendidikan sesuai dengan standar
nasional pendidikan (Pasal 55 ayat 1 dan 2).
Suryadi (2003: 3) beranggapan bahwa satu-satunya jalan masuk yang
terdekat menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi,
partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan. Keberhasilan MBS dapat ditentukan
dengan meningkatnya partisipasi masyarakat, dengan mengakomodasi
pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin
demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas.
Pada konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah memiliki
kewenangan dan keleluasaan yang sangat lebar dalam kaitannya dengan
pengelolaan dana untuk mencapai efektifitas pencapaian tujuan sekolah.
Sekolah harus memiliki strategi dalam menggali dana pendidikan. Hal ini
berkaitan dengan bagaimana seorang kepala sekolah melakukan upaya-upaya
pengelolaan sumber daya dan sumber dana yang terdapat di dalam lingkungan
sekolah. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan
mengoptimalkan peran serta masyarakat, khususnya yang tergabung dalam
keanggotaan komite sekolah dalam setiap pengambilan kebijakan sekolah.
Suyanto (2004) mengemukakan bahwa peran serta masyarakat diharapkan
lebih bernuansa advokasi, mediasi, pemberdaya, dan demokratisasi.
Pembentukan komite sekolah pada satuan pendidikan telah diatur
dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2
April 2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan (DP) dan Komite
menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan
operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan, (2) meningkatkan
tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, dan (3) menciptakan suasana dan kondisi
transparan, akuntabel, demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
Sekolah sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan memiliki berbagai
perangkat dan unsur yang saling berkaitan baik secara internal maupun
eksternal. Dalam konteks pendidikan, sekolah memiliki stakeholders yang
antara lain murid, guru, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan sebagainya.
Berkaitan dengan optimalisasi, sekolah memerlukan manajemen yang akurat
agar menghasilkan produk yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan stakeholders.
Optimalisasi sumber-sumber daya yang berkenaan dengan
pemberdayaan sekolah merupakan alternatif yang paling tepat untuk
mewujudkan suatu sekolah yang mandiri dan memiliki keunggulan tinggi.
Semua komponen yang ada di sekolah perlu diberdayakan dan diberikan
otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar dalam mengembangkan sekolah
yang bermutu. Keberadaan komite sekolah pada setiap satuan pendidikan
perlu lebih dioptimalkan dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan
untuk dapat meningkatkan layanan pendidikan yang berkualitas, relevansi, dan
diharapkan akan dapat menciptakan pendidikan yang lebih demokratis,
partisipatif, dan akuntabel.
Peranan komite sekolah pada beberapa satuan pendidikan belum dapat
dilaksanakan dengan baik. Hasil studi Irawan, dkk (2004: 74) tentang studi
kebijakan MBS di DKI Jakarta menggambarkan bahwa keberadaan peran dan
fungsi komite sekolah masih menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan di lapangan. Sebagian anggota masyarakat belum pernah
mendengar dan mengetahui keberadaan Komite Sekolah, selanjutnya
disebutkan pula banyak keluhan orang tua murid bahwa keberadaan komite
sekolah bukan wakil mereka tapi mirip wakil pihak kepala sekolah, sehingga
keberadaannya tidak jauh beda dengan BP3 yang hanya berfungsi menarik
dana dari orang tua murid.
Komite sekolah tidak saja bertugas memberikan sumbangan dana
kepada sekolah, tetapi juga berperan secara lebih luas untuk ikut serta dalam
penyelenggaraan pendidikan khususnya di sekolah. Bentuk peran sertanya
adalah keikutsertaannya dalam merencanakan, menentukan kebijakan,
mengendalikan, mengawasi, dan mengevaluasi apa yang terjadi di sekolah
agar sekolah dapat menunjukkan akuntabilitasnya kepada stakeholder dan
akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan. Komite sekolah
dapat membantu sekolah dalam membuat program pembelajaran, menciptakan
budaya belajar, membantu melakukan capacity building bagi terciptanya
profesionalisme di sekolah, meskipun demikian komite sekolah tidak boleh
kepala sekolah tandingan. Komite sekolah harus mampu menjadi mediator dan
partner sekolah dalam mencari berbagai dukungan masyarakat untuk
mengembangkan sekolah ke arah yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Keberadaan komite sekolah pada akhirnya diharapkan akan berdampak
terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik
untuk meneliti mengenai unjuk kerja komite sekolah di SMA Negeri 3
Semarang. Unjuk kerja tersebut berkaitan dengan peningkatan mutu
pendidikan, terutama dalam hal penyelenggaraan pendidikan di sekolah,
B. Fokus Penelitian
Mengingat luas dan kompleksnya permasalahan peningkatan mutu
pendidikan di atas di satu sisi dan kelayakan serta keterbatasan di sisi yang
lain, maka penelitian ini akan dibatasi pembahasannya agar lebih tajam dan
terfokus. Fokus penelitian ini, “Bagaimana unjuk kerja komite sekolah di
SMA Negeri 3 Semarang?” Fokus penelitian tersebut dijabarkan menjadi tiga
subfokus penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana unjuk kerja komite sekolah dalam pendayagunaan sarana dan
prasarana di SMA Negeri 3 Semarang?
2. Bagaimana unjuk kerja komite sekolah dalam pendayagunaan sumber
daya manusia di SMA Negeri 3 Semarang?
3. Bagaimana unjuk kerja komite sekolah dalam pengelolaan dana di SMA
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan unjuk kerja komite sekolah
di SMA Negeri 3 Semarang. Secara khusus penelitian ini bertujuan dua hal
berikut.
1. Mendeskripsikan unjuk kerja komite sekolah dalam pendayagunaan sarana
dan prasarana di SMA Negeri 3 Semarang.
2. Mendeskripsikan unjuk kerja komite sekolah dalam pendayagunaan
sumber daya manusia di SMA Negeri 3 Semarang.
3. Mendeskripsikan unjuk kerja komite sekolah dalam pengelolaan dana
pendidikan di SMA Negeri 3 Semarang.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap peningkatan mutu pendidikan.
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu manajemen
pendidikan dalam rangka pemecahan masalah.
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengungkap permasalahan sejenis
yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis
a. Bagi peneliti, meberikan gambara mengenai unjuk kerja komite sekolah
b. Bagi sekolah, diharapkan tumbuh dan terjalin komunikasi dan
kebersamaan antara pihak sekolah dengan orang tua dan masyarakat
selaku stakeholder pendidikan yang terwakili dalam wadah komite
sekolah.
c. Bagi Dinas Pendidikan Kota Semarang, mendapatkan masukan untuk
menetapkan perencanaan dan kebijakan pendidikan terutama dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui optimalisasi keberadaan
dan pelaksanaan peran serta pemberdayaan komite sekolah sebagai
mitra kepala sekolah dalam memberikan layanan pendidikan yang
bermutu pada tingkat satuan pendidikan.
E. Daftar Istilah
1. Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satuan
pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan
pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama.
2. Unjuk kerja adalah suatu hal yang berkaitan dengan peranan seseorang
dalam melakukan perkerjaan sesuai dengan jabatan masing-masing.
3. Unjuk kerja komite sekolah adalah peran kerja komite sekolah dalam
satuan pendidikan yang ikut serta dalam pengaturan kebijakan sekolah
sehingga membantu dalam peningkatan kualitas proses dan hasil