• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Resistance To Change Terhadap Kebijakan Pemerintah Perihal 7 Titik Kawasan Penertiban pada Tukang Becak di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Resistance To Change Terhadap Kebijakan Pemerintah Perihal 7 Titik Kawasan Penertiban pada Tukang Becak di Kota Bandung."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban menjadi masalah baru bagi tukang becak mengingat kawasan yang dilarang justru merupakan sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga kebijakan ini menjadi ancaman hilangnya pekerjaan yang mereka miliki. Penelitian ini menggunakan teori Resistance to Change (Oreg, 2003), untuk memperoleh gambaran mengenai reaksi tukang becak terhadap kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban di Kota Bandung.

Terdapat 115 tukang becak yang berpartisipasi di dalam penelitian ini yang diperoleh berdasarkan teknik snowball sampling. Setiap partisipan melengkapi kuesioner yang telah dimodifikasi berdasarkan teori Resistance to Change yang dibuat oleh Shaul Oreg (2003). Pengujian validitas alat ukur menggunakan rumus korelasi rank Spearman dan pengujian reliabilitas alat ukur dengan korelasi Spearman-Brown. Berdasarkan uji validitas tersebut didapatkan 17 item diterima berkisar 0,366-0,887 dan reliabilitas dengan derajat tinggi sebesar 0,974.

Hasil pengolahan data menunjukkan 54,8% tukang becak yang memiliki resistance to change tinggi, dan 45,2% memiliki resistance to change yang rendah. Faktor information memiliki dominasi dalam pembentukan resistance to change tinggi terhadap kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban pada tukang becak di Kota Bandung.

(2)

viii

Universitas Kristen Maranatha

Abstract

The government's policy regarding the 7-point demolition area become a new problem for pedicab drivers remember precisely forbidden region is a source of income to meet daily needs and the policy becomes threat of loss of jobs they have. This study uses the theory of Resistance to Change (Oreg, 2003), to get a picture of a pedicab driver reaction to the government's policy regarding the 7-point demolition area in Bandung.

There are 115 pedicab drivers who participated in this study were obtained by snowball sampling technique. Each participant completes a questionnaire that has been modified based on the theory of Resistance to Change made by Shaul Oreg (2003). Testing the validity of measuring instruments using the formula of Spearman rank correlation and reliability testing measuring instruments with Spearman-Brown. Based on the validity of the test was obtained 17 items accepted ranged from 0.366 to 0.887 and a high degree of reliability with 0.974.

The results of data processing showed that 54.8% pedicab drivers who have a high resistance to change, 45.2% have a low resistance to change. Factors information has dominance to build a high resistance to change towards government policies regrading the 7-point demolition area on a pedicab driver in the city of Bandung.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul...i

Pengesahan Pembimbing...ii

Lembar Pernyataan Orisinalitas Laporan Penelitian...iii

Lembar Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian...iv

Abstrak...vii

Abstract...viii

Kata Pengantar...v

Daftar Isi...ix

Daftar Tabel...xiii

Daftar Bagan...xiv

Daftar Gambar...xv

Daftar Lampiran...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...10

1.3.1 Maksud Penelitian...10

1.3.2 Tujuan Penelitian...10

1.4 Kegunaan Penelitian...10

1.4.1 Kegunaan Teoritis...10

(4)

x

Universitas Kristen Maranatha

1.5 Kerangka Pemikiran...11

1.6 Asumsi Dasar...20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...21

2.1 Tinjauan Tentang Resistance to Change...21

2.1.1 Pengertian Resistance to Change...21

2.1.2 Dinamika Perkembangan Resistance to Change...22

2.1.3 Dimensi Resistance to Change...25

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resitance to Change...27

2.2 Tinjauan tentang Pekerjaan Sektor Informal...30

2.2.1 Pengertian Pekerjaan Sektor Informal...30

2.2.2 Ciri-ciri Pekerjaan Sektor Informal...30

2.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Sektor Informal...32

2.2.4 Dampak Keberadaan Sektor Informal...33

2.2.5 Tukang Becak Sebagai Usaha Sektor Informal...34

2.3 Tinjauan tentang Kebijakan Pemerintah...35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...37

3.1 Rancangan Penelitian...37

3.2 Bagan Rancangan Penelitian...37

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...38

3.3.1 Variabel Penelitian...38

3.3.2 Definisi Konseptual Resistance to Change...38

(5)

3.4 Alat Ukur...39

3.4.1 Alat Ukur Resistance to Change...39

3.4.2 Prosedur Pengisian...40

3.4.3 Kriteria Penilaian...41

3.4.5 Data Pribadi dan Data Penunjang...42

3.5 Uji Coba Alat Ukur...42

3.5.1 Validitas Alat Ukur...42

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur...43

3.6 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel...44

3.6.1 Populasi Sasaran...44

3.6.2 Karakteristik Populasi...45

3.6.3 Teknik Penarikan Sampel...45

3.7 Teknik Analisis Data...46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...47

4.1 Gambaran Responden...47

4.1.1 Gambaran Responden berdasarkan Usia...47

4.1.2 Gambaran Responden berdasarkan Suku Bangsa...48

4.1.3 Gambaran Responden berdasarkan Lama Bekerja...48

4.1.4 Gambaran Responden berdasarkan Kawasan...49

4.2 Hasil Penelitian...50

4.2.1 Hasil Penelitian Resistance to Change...50

(6)

xii

Universitas Kristen Maranatha

4.2.3 Tabulasi Silang Dimensi – Resistance to Change...51

4.3 Pembahasan...53

4.4 Diskusi...62

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ...65

5.1 Simpulan...65

5.2 Saran...66

5.2.1 Saran Teoritis...66

5.2.2 Saran Praktis...67

DAFTAR PUSTAKA...69

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur...39

Tabel 3.2 Kriteria Penelitian...41

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian RTC...41

Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Dimensi RTC...42

Tabel 4.1 Presentase Responden berdasarkan Usia...47

Tabel 4.2 Presentase Responden berdasarkan Suku Bangsa...48

Tabel 4.3 Presentase Responden berdasarkan Lama Bekerja...48

Tabel 4.4 Presentase Responden berdasarkan Kawasan...49

Tabel 4.5 Hasil Penelitian Resistance to Change...50

Tabel 4.6 Hasil Penelitian Dimensi Resistance to Change...50

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Routine Seeking- Resistance To Change...51

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Emotional Reaction- Resistance To Change...52

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Short-Term Focus- Resistance To Change...52

(8)

xiv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

(9)

DAFTAR GAMBAR

(10)

xvi

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Informed Consent LAMPIRAN II : Kisi-Kisi Alat Ukur

LAMPIRAN III : Alat Ukur Resistance to Change, data penunjang dan demografis LAMPIRAN IV : Hasil Validitas dan Reliabilitas

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kota Bandung merupakan kota terpadat di Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah penduduk sebanyak 2.470.802 jiwa (BPS Kota Bandung 2015), dengan laju pertumbuhan penduduk 1,26 % dan tingkat kepadatan penduduk mencapai 14.676 orang per km2. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Bandung hampir merata, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.248.478 jiwa, dan penduduk perempuan sebanyak 1.222.324 jiwa. Adanya jumlah penduduk yang kian memadat, menjadikan lapangan kerja pula kian menyempit. Dari data Dinas Tenaga Kerja (disnaker) di tahun 2015 terdapat 25% penduduk Kota Bandung menjadi pekerja dalam sektor formal sedangkan sisanya sebesar 75% bekerja dalam sektor informal.

Pekerjaan dalam sektor formal dan informal dapat dibedakan dari bentuk usaha, cara kerja, serta sumber biaya atau modal. Pekerjaan dalam sektor formal adalah kegiatan yang usahanya teroganisasi, cara kerjanya teratur, resmi dan cenderung memiliki gaji yang menetap. Pekerjaan yang termasuk dalam sektor formal adalah guru, dokter, karyawan perusahaan dan lain-lain. Sedangkan pekerjaan dalam sektor informal lebih tidak terorganisir bentuknya, kebanyakan usaha dengan modal dan biaya sendiri, tidak resmi, pekerjaanya tidak dikenakan pajak, penghasilannya tidak menentu dan tidak berstruktur. Pekerjaan dalam sektor informal dapat dilihat seperti pedagang kaki lima (PKL), pengamen, penata parkir, buruh tani, dan tukang becak (Soedjatkomo, 2010).

(12)

2

Universitas Kristen Maranatha Bandung memilih menjadi tukang becak dikarenakan melihat kebutuhan masyarakat Kota Bandung yang masih banyak menggunakan alat transportasi ini. Pekerjaan yang termasuk dalam sektor informal ini dipilih dengan alasan modal yang tidak terlalu tinggi, tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi, dan tidak berstruktur menjadikan pergerakan mereka lebih bebas dibandingkan dengan pekerjaan sektor formal (Tasrum, 2013).

Becak sendiri berasal dari bahasa Hokkien : be chia yang artinya “kereta kuda”, adalah suatu model transportasi beroda tiga yang umum ditemukan di Indonesia dan juga di sebagian Asia. Kapasitas normal muatan (penumpang) becak adalah dua orang dan seorang pengemudi. Tukang becak adalah orang yang bekerja mengemudikan becak untuk mengantarkan penumpang ke tujuannya dan mendapatkan imbalan atas upayanya mengantarkan penumpang tersebut (https://id.wikibooks.org/sejarah_perkembangan_becak).

Becak merupakan salah satu alat transportasi darat yang keberadaanya tidak sedikit membantu masyarakat dalam menunjang rutinitas kesehariannya. Meski keberadaan becak dari hari ke hari semakin tergilas dengan perkembangan transportasi darat lainnya seperti ojek, angkutan kota, transportasi pribadi dan taksi yang juga telah meramaikan Kota Bandung, namun demikian animo masyarakat untuk tetap menggunakan becak masih tetap tinggi terutama pada masyarakat menengah ke bawah. Ini dikarenakan banyak faktor, mulai dari kenyamanan, resiko akan kecelakaan yang terbilang rendah, ramah lingkungan, dan tarif yang terjangkau (Basuki, 2002).

(13)

3

saat tahun 1980 becak menjadi salah satu alat transportasi yang menjadi pilihan masyarakat sebelum berkembangnya alat transportasi yang lebih canggih.

Tukang becak di Kota Bandung menempati kawasan-kawasan yang biasanya ramai dikunjungi oleh para wisatawan atau berbagai pusat pembelanjaan. Tukang becak yang menempati satu titik kawasan tidak akan berpindah ke kawasan lain sehingga mereka cenderung menetap di tempat mereka menunggu muatan. Untuk penghasilan yang diperoleh tukang becak dari kawasan yang ramai oleh muatan seperti Jalan Asia Afrika dan Alun-Alun sebagai tempat wisata, tukang becak bisa meraih kocek hingga Rp.30.000-, sampai dengan Rp. 200.000-, per hari. Belum lagi penghasilan ini akan bertambah pada musim liburan sekolah atau hari raya. Sama halnya dengan kawasan pusat pembelanjaan seperti Jalan Otto Iskandar, Kepatihan, Dewi Sartika, Dalem Kaum dan Merdeka yang mana para tukang becak menunggu muatan di kawasan tersebut dan penghasilan mereka cukup mampu menutupi kebutuhan sehari-hari untuk keluarga.

Di sisi lain, kehidupan tukang becak masih menyimpan berbagai masalah. Misalnya masalah ekonomi, yang tampak jelas dengan masih banyaknya yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan hasil pencarian sehari-hari yang tidak seberapa, mereka harus mencukupi kebutuhan hidup. Diantaranya membayar uang kontrakan rumah, membiayai sekolah anak-anak mereka, serta kebutuhan sehari-hari di luar yang tidak terduga. Bahkan dengan pendapatan rata-rata Rp. 30.000,- perharinya mereka yang menyewa becak kepada unit tertentu harus membayar biaya sewa tersebut, sedangkan jika dilihat dari Upah Minimum Regional Kota Bandung sendiri adalah Rp. 2.310.000,- sangat jauh dengan pendapatan mereka sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(14)

4

Universitas Kristen Maranatha berkumpul didasari dengan perasaan senasib, tujuan mereka membentuk perkumpulan ini adalah untuk meringankan para penarik becak dalam mencari solusi untuk bertahan, dengan kata lain setiap masalah yang dihadapi para penarik becak, baik itu masalah ekonomi maupun sosial dapat dipecahkan secara bersama sehingga tak heran jika terjadi suatu masalah yang muncul diantara mereka, tukang becak dari wilayah satu dengan lainnya seringkali mengetahui hal tersebut. Keakraban yang dimiliki oleh sesama tukang becak ini dapat menjadi salah satu alasan mereka bertahan menjalani pekerjaan yang mereka pilih, sehingga para tukang becak merasa masalah yang dibebani kepada mereka tidak hanya dihadapi seorang diri (Daman & rekan-rekan tukang becak, komunikasi personal, 22 Agustus 2015).

Berdasarkan dari hasil pendataan Dinas Perhubungan Kota Bandung, jumlah tukang becak yang ada di Kota Bandung pada tahun 2015 sebanyak 750 orang. Jumlah ini di perkirakan terus mengalami penyusutan dikarenakan minat masyarakat Kota Bandung yang beralih ke alat transportasi yang lebih maju seperti adanya kehadiran Go-jeg, Uber Taxi, dan juga alat transportasi pribadi yang saat ini bisa diperoleh dengan mudah melalui proses cicilan. Masyarakat juga memilih alat transportasi yang lebih canggih dikarenakan mereka membutuhkan waktu yang singkat untuk sampai pada tempat yang dituju, sedangkan untuk mencapai ke tempat tujuan becak sendiri harus menghabiskan waktu yang cukup lama. Hal ini menjadikan kurangnya minat masyarakat terhadap penggunaan becak sehingga seiring denga waktu tukang becak pun meninggalkan pekerjaan mereka dan menjadi pengangguran.

(15)

5

mengeluarkan kebijakan perihal 7 titik kawasan penertiban ini ditujukan untuk penataan kota dan melihat masih banyak tukang becak yang melintas melawan arus dimana hal ini akan memicu kecelakaan lalu lintas dan masih banyak tukang becak yang enggan untuk menaati tata tertib lalu lintas sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lain maupun tukang becak itu sendiri.

Pemerintah menghimbau agar tukang becak yang masih beroperasi di 7 titik kawasan penertiban merelokasi wilayah operasinya untuk menarik muatan ke perumahan-perumahan seperti Jalan Jati, Buah-Batu, Sunda, Sasak Gantung, dan Karapitan. Pemerintah mengharapkan relokasi wilayah ini akan menutupi kerugian pendapatan yang dialami oleh tukang becak dan melihat kebutuhan sebagian masyarakat Kota Bandung yang tinggal di perumahan-perumahan masih banyak menggunakan jasa becak sebagai alat transportasi.

(16)

6

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan paparan di atas mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan mulai berlaku tahun 2015, justru tidak membuat tukang becak berhenti menarik muatan di 7 titik kawasan penertiban tersebut. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti di daerah 7 titik kawasan penertiban justru masih banyak tukang becak yang diam untuk menunggu muatan dan enggan berpindah. Padahal tampak petugas yang berwenang dalam penertiban ini berkeliling dan mengawasi gerak-gerik tukang becak yang melintasi 7 titik kawasan penertiban.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa masih banyak tukang becak yang menolak kebijakan mengenai 7 titik kawasan penertiban yang dikeluarkan oleh pemerintah. Penolakan merupakan hal yang sangat umum ketika seseorang menghadapi suatu perubahan. Menurut Burnes (2004), penolakan adalah sebuah reaksi alami yang dilakukan oleh suatu organisasi atau kelompok terhadap perubahan, karena perubahan yang ada dianggap menganggu status quo yang mereka miliki sebelumnya sehingga memunculkan reaksi atas perubahan tersebut.

Perubahan sendiri berarti suatu proses penyadaran tentang perlunya atau adanya kebutuhan untuk berubah. Kebutuhan untuk berubah ini harus dilaksanakan dengan tindakan nyata. Dengan adanya kebijakan dari pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban, berarti menandakan adanya perubahan yang diadakan oleh pemerintah dengan tujuan penataan kota dan peningkatan keamanan lalu lintas yang nantinya diharapkan dapat meminimalisir kecelakaan lalu lintas.

Tantangan dari perubahan sendiri dapat menimbulkan masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Penolakan tersebut termasuk salah satu hambatan

(17)

7

Resistance to Change (RTC) merupakan personality trait yang menggambarkan

pendekatan negatif terhadap perubahan dan kecenderungannya untuk menghindar atau menolak perubahan yang terjadi (Oreg, 2003). Perubahan yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap tukang becak sebagai bentuk kebijakan memaksa mereka merubah rutinitas yang dilakukan sebelumnya. Dari kebijakan perihal 7 titik kawasan penertiban terdapat tukang becak yang merasa tidak nyaman, cemas, bahkan menimbulkan stres ketika mengetahui kebijakan tersebut. Penghayatan yang terjadi dikarenakan mereka menghadapi kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah dirasa merugikan karena membuat mereka menjadi keluar dari zona nyaman yang mereka miliki sebelumnya. Hal ini yang akan menggambarkan resistance to change dalam melihat kebijakan tersebut sehingga tukang becak melihat

kebijakan secara jangka pendek (short term focus) merasa perubahan dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah cenderung merepotkan mereka karena diperlukan penyesuaian kembali terhadap situasi dan kondisi yang akan dihadapi kedepannya. Fokus tukang becak tersebut terjadi walaupun mereka mengetahui bahwa dalam jangka panjang (long term focus) kebijakan ini akan memberikan manfaat baik bagi sisi pemerintah maupun tukang becak.

(18)

8

Universitas Kristen Maranatha dalam negri maupun luar negri terus meningkat. Pasalnya salah satu dari 7 titik kawasan penertiban adalah tempat yang ramai di kunjungi wisatawan seperti Jalan Asia Afrika dan Alun-Alun yang sekarang menjadi tempat wisata favorit dan menjadi icon tersendiri bagi Kota Bandung. Resistensi yang digambarkan dari tukang becak ini dapat dilihat dengan adanya kekakuan pola pikir sehingga mereka cenderung sulit memandang secara positif akan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu dengan adanya kebijakan ini tukang becak disini merasa dirugikan sehingga kebijakan yang ada hanya terasa mengganggu rutinitas mereka. Gambaran tersebut merupakan tukang becak yang memiliki RTC tinggi.

(19)

9

menjadi salah satu tempat wisata di Kota Bandung, namun mereka enggan memperpanjang masalah dengan pemerintah yang mengeluarkan kebijakan itu dan percaya bahwa kebijakan akan baik untuk mereka.

Resistensi yang muncul sebenarnya sudah berusaha diatasi sedari awal oleh beberapa unit kegiatan dari Dinas Perhubungan Kota Bandung dengan memberikan informasi melalui sosialisasi berupa rapat gabungan kepada hampir seluruh tukang becak pada Jumat, 8 Mei 2015. Rapat gabungan langsung diikuti oleh Ketua Dinas Perhubungan serta dari Satpol PP yang nantinya sebagai pengawas penertiban langsung di 7 titik kawasan yang ditertibkan dan juga beberapa jumlah tukang becak sebagai perwakilan dari setiap 7 titik kawasan. Nantinya, kebijakan ini akan dipersepsi bersama dan keberadaanya dirasakan tidak semua anggota memiliki sikap negatif.

(20)

10

Universitas Kristen Maranatha

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana resistance to change terhadap kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban pada tukang becak di Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai resistance to change terhadap kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban pada tukang becak

di Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai tinggi rendahnya resistance to change dengan menjaring faktor-faktor yang mempengaruhi penolakan terhadap

kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban pada tukang becak di Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Memberikan informasi mengenai resistance to change terhadap kebijakan pemerintah

perihal 7 titik kawasan penertiban pada tukang becak di Kota Bandung bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya dalam bidang Psikologi Sosial.

 Memberikan masukan berupa informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan

penelitian lanjutan berkaitan dengan resistance to change pada pekerjaan yang termasuk ke dalam sektor informal.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada Dinas Perhubungan Kota Bandung mengenai hasil tinggi

(21)

11

mana jika hasil resistensi tersebut tinggi, maka pemertintah dapat mempertimbangkan hasil penelitian ini sebagai bahan evaluasi untuk melakukan sosialisasi dengan cara yang lebih strategis seperti menggunakan change agent agar dapat meminimalisir penolakan terhadap kebijakan 7 titik kawasan penertiban yang dilakukan oleh tukang becak di Kota Bandung.

 Selain itu pemerintah dapat mempertimbangkan dari hasil RTC yang tinggi dengan

memperluas lapangan kerja sebagai pengganti pekerjaan yang lebih layak sehingga hal ini diharapkan dapat meminimalisir penolakan yang dilakukan oleh tukang becak terhadap kebijakan tersebut dan tukang becak tidak menjadi pengangguran.

1.5 Kerangka Pemikiran

Tukang becak adalah salah satu usaha dalam suatu wujud pekerjaan sektor informal. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri pekerjaan yang dimiliki oleh tukang becak seperti menggunakan modal usaha sendiri, memiliki pendapatan yang tidak dapat diprediksi setiap harinya, tidak mendapatkan izin resmi dari lembaga atau pemertintah, dan lebih tidak teroganisir.

(22)

rata-12

Universitas Kristen Maranatha rata berusia 30 hingga 65 tahun dan bertahan cukup lama dengan pekerjaan ini. Lokasi tukang becak sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kelangsungan usaha para tukang becak yang pada gilirannya akan mempengaruhi upah dan keuntungan mereka. Secara garis besar kesulitan yang dihadapi oleh tukang becak berkisar antara peraturan pemerintah mengenai penaataan kota dan ketertiban lalu lintas dan minim-nya upah yang didapat (Hidayat dalam Peranan Sektor Informal dalam Perekonomian Indonesia; 1978).

Tukang becak di Kota Bandung menempati kawasan-kawasan yang biasanya ramai dikunjungi oleh para wisatawan seperti Jalan Alun-Alun dan Asia Afrika atau berbagai pusat pembelanjaan seperi Merdeka, Kepatihan, Dewi Sartika, Otto Iskandar, dan Dalem Kaum. Di kawasan tersebut tukang becak dapat memperoleh penghasilan mulai dari Rp. 30.000-, sampai dengan Rp. 200.000-, per hari. Namun pada hari Jumat 8 Mei 2015, justru kawasan yang dianggap strategis ini dilarang untuk dilewati tukang becak sebagai kebijakan baru dan ditetapkan sebagai kebijakan perihal 7 titik kawasan penertiban.

Dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai 7 titik kawasan yaitu Otto Iskandar, Asia Afrika, Merdeka, Alun-alun, Dewi Sartika, Kepatihan, dan Dalem Kaum membuat mereka harus mengubah wilayah operasi mereka dan melakukan penyesuaian kembali dengan wilayah yang baru. Kondisi ini mengundang respon tertentu dari individu yaitu bisa berupa dukungan bisa juga berupa penolakan terhadap perubahan. Penolakan terhadap perubahan ini disebut sebagai RTC (resistance to change), yang mana RTC merupakan suatu personality trait yang menggambarkan pendekatan negatif terhadap perubahan dan kecenderungan untuk mengindar atau menolak perubahan (Oreg, 2003).

Trait merupakan elemen dasar dari kepribadian yang berperan vital dalam usaha

(23)

13

berupa penilaian positif yang nantinya akan menerima ataupun penilaian negatif yang nantinya individu akan menolak terhadap objek yang dihadapinya. Penilaian ini merupakan reaksi individu ketika berhadapan dengan suatu objek atau kondisi tertentu. Tukang becak yang memiliki trait terbuka terhadap perubahan yang terjadi di dalam hidupnya akan melakukan tindakan spesifik sebagai respon dari objek atau kondisi tersebut yang mana mereka akan menunjukkan sikap berupa pandangan dan penilaian positif terhadap perubahan sehingga mereka akan menerima. Sedangkan jika tukang becak yang memiliki trait tidak terbuka terhadap perubahan yang terjadi di dalam hidupnya melakukan tindakan yang spesifik sebagai respon dari objek atau kondisi tersebut yang mana mereka akan menunjukkan sikap berupa pandangan dan penilaian negatif terhadap perubahan sehingga individu akan menolak.

Resistance to Change (RTC) berfokus untuk melihat sejauh mana individu memiliki

trait tersebut sehingga membentuk sikap negatif terhadap suatu objek atau kondisi tertentu

yang mana kondisi tersebut berupa adanya perubahan. Resistance to Change terbangun atas 4 dimensi yaitu routine seeking, emotional reaction, short-term focus, dan cognitive rigdity. Ke-empat dimensi tersebut mengandung komponen cognitive, affective, dan behavioral.

Pada dimensi pertama yaitu routine seeking dimana seseorang merasa nyaman dan menikmati rutinitas dalam kesehariannya. Tukang becak yang memiliki routine seeking tinggi pada dimensi ini menggambarkan bahwa mereka tidak bisa menikmati kebijakan karena harus melakukan rutinitas yang baru. Namun tukang becak yang memiliki routine seeking rendah, akan lebih menerima dan menikmati kebijakan yang ada karena senang

melakukan hal baru atau aktivitas baru.

(24)

14

Universitas Kristen Maranatha cemas dan stres saat menghadapi perubahan dan kebijakan yang berlaku bagi kehidupan sehari-hari mereka. Berbanding terbalik dengan individu yang memiliki emotional reaction yang rendah, mereka cenderung akan menghayati perubahan sebagai hal yang menyenangkan dan merasa bahwa perubahan lebih baik dilakukan daripada tidak sama sekali.

Dimensi selanjutnya yang membentuk resistance to change pada individu adalah short term focus, yang menjelaskan tentang fokus individu terhadap perubahan yang terjadi.

Tukang becak yang tidak dapat merasakan manfaat dari kebijakan yang ada dan merasa dirugikan hanya dapat melihat kebijakan ini hanya sampai jangka pendek (short-term focus) karena mereka menganggap bahwa perubahan hanya menyusahkan dan merugikan sehingga mereka harus melakukan penyesuaian dengan kebijakan baru dari pemerintah. Namun ada pula tukang becak yang dapat melihat manfaat dari kebijakan ini secara jangka panjang dan mau melakukan perubahan yang mana tukang becak ini mampu fokus secara jangka panjang (long-term focus) karena mereka mengetahui bahwa kebijakan ini akan membuahkan hasil dan manfaat yang dapat dirasakan oleh berbagai pihak.

Dimensi yang terakhir adalah cognitive rigidity yaitu adanya kekakuan berpikir dan sulitnya menerima perspektif yang berbeda. Dimensi ini menggambarkan bahwa tukang becak yang memiliki cognitive rigidity yang tinggi akan membuat mereka memiliki pola berpikir yang sulit berubah karena mereka telah memiliki pemikiran yang negatif terhadap kebijakan. Namun hal lain akan berbeda jika individu memiliki cognitive rigidity yang rendah, mereka cenderung akan membuka pandangan baru mengenai perubahan yang ada dan mau mempertimbangkan kebijakan tersebut sehingga pemikiran tukang becak ini cenderung fleksibel.

(25)

15

Individu dengan RTC tinggi memiliki kecenderungan lebih memilih dan menikmati saat tidak terikat dengan aturan sebagaimana yang biasa tukang becak lakukan adalah melawan arus lalu lintas dan juga memiliki kewenangan bebas dalam wilayah operasi menarik muatan, sehingga saat adanya kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah mereka akan cenderung resisten. Individu juga merasa gelisah dan stres saat mengetahui adanya kebijakan perihal 7 titik kawasan penertiban yang justru menjadi sumber muatan karena banyaknya jumlah wisatawan yang sering berada di kawasan tersebut. Wilayah relokasi yang dilakukan oleh pemerintah memindahkan tukang becak dari 7 titik kawasan penertiban ke perumahan pun membuat mereka harus menyesuaikan diri. Hal ini sangat berdampak pada pendapatan dan kemampuan penyesuaian tukang becak sehingga dapat menimbulkan frustasi. Fokus yang mereka lihat pun hanya pada jangka pendek (short term focus) membuat proses penyesuaian meraka dalam kebijakan yang baru dirasa sulit dan menganggu. Pola pikir yang mereka miliki juga cenderung kaku dan tidak mudah berubah, sehingga ketika dihadapkan pada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mereka akan memiliki penilain negatif dan cenderung sulit berpikir positif terhadap perubahan yang ada.

(26)

16

Universitas Kristen Maranatha sehingga manfaat itu juga mereka yakini berdampak baik. Pola pikir yang dimiliki oleh tukang becak yang memiliki RTC rendah ini juga cenderung fleksibel, hal ini dapat dilihat ketika mereka menemukan pendapat yang tidak sesuai dengan pemikiran mereka, mereka dapat menerima, mempertimbangkan, dan mencerna dari pendapat yang berbeda tersebut sehingga nantinya mereka akan menghargai kebijakan dari pemerintah yang berlaku di 7 titik kawasan penertiban.

Setelah melihat paparan di atas, terdapat pula faktor yang memperkuat dan membentuk resistensi (Oreg, 2006). Faktor yang melatarbelakangi sikap negatif (resistensi) yang pertama adalah trust in management. Turst in management merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh tukang becak terhadap manajemen. Manajemen disini merupakan pemerintah sebagai orang yang mengadakan perubahan. Semakin adanya kepercayaan tukang becak terhadap pemerintah bahwa kebijakan dilakukan akan berdampak baik bagi mereka, semakin adanya kecenderungan mereka terlibat dalam perubahan, sebaliknya jika kepercayaan yang dimiliki tukang becak terhadap pemerintah rendah, maka tukang becak akan cenderung tidak melibatkan diri dalam perubahan. Turst in management disini penting untuk mendukung perubahan yang berlangsung, semakin adanya kepercayaan yang kuat antara tukang becak dan pemerintah dengan munculnya kebijakan maka perubahan akan berjalan tanpa adanya penolakan, hal ini berangsur dikarenakan tukang becak percaya bahwa kebijakan tersebut berdampak baik untuk berbagai pihak. Jika kepercayaan itu tidak ada maka tukang becak yakin bahwa kebijakan tersebut hanya berdampak buruk bagi mereka dan mereka cenderung akan menolak.

(27)

17

yang dilakukan maka kemungkinan semakin rendah penolakan yang dilakukan tukang becak terhadap kebijakan karena mereka telah memahami tujuan dan manfaat dari kebijakan yang dikeluarkan. Namun informasi yang diberikan dengan bobot yang lebih banyak juga dapat membuat individu menolak dengan alasan yang jelas. Tukang becak yang menolak perubahan menganggap bahwa mereka sudah mengetahui informasi secara jelas namun karena individu memiliki kekakuan pada kognitif-nya, membuat mereka tidak mau mengubah prinsip/ide yang mereka miliki. Hal lain juga dapat terjadi saat individu mengetahui informasi dari pihak tukang becak yang lain tentang kebijakan dan bukan berasal dari sumbernya secara langsung sehingga akan membuat bias informasi yang terkandung dalam kebijakan tersebut dan tukang becak disini akan memiliki kecenderung menolak pada kebijakan yang ada.

Faktor yang mempengaruhi resisten selanjutnya adalah social influence. Tukang becak yang berada dalam lingkungan yang kebanyakan menolak perubahan cenderung akan mengekspresikan emosi yang lebih negatif terhadap perubahan. Social influence disini merefleksasikan suatu pandangan orang lain terhadap perubahan yang mana mampu mempengaruhi pandangan seseorang terhadap perubahan tersebut. Sehingga jika lingkungan tukang becak kebanyakan menolak kebijakan, maka setiap individu akan memiliki pandangan yang sama terhadap kebijakan tersebut dan yang muncul merupakan bentuk penolakan.

Intristic rewards merupakan faktor selanjutnya yang mempengaruhi resistensi yang

(28)

18

Universitas Kristen Maranatha dengan pendapatan rata-rata Rp. 30.000-, per hari tidak membuat tukang becak ini mengeluh akan tetapi mereka merasa cukup walaupun penghasilan yang didapatkan terbilang sedikit. Hal lain mengenai intristic rewards pada tukang becak adalah kebersamaan yang dimiliki oleh mereka saat berada dalam satu wilayah yang sama hampir setiap hari menjadikan kekeluargaan mereka lebih erat, sehingga rekan becak yang lain dirasa sangat berharga dan berarti. Jika perubahan dapat mengganggu intristic rewards yang mereka miliki seperti hal-nya di atas, maka mereka cenderung akan menolak terhadap perubahan, selain itu kuranghal-nya ketertarikan dengan perubahan, kurang otonom dan memiliki keengganan untuk masuk dalam hal yang lebih menantang akan membuat pandangan negatif dari perubahan. Berbeda dengan tukang becak yang kurang menghayati kepuasan pekerjaanya pada suatu hal yang membuat mereka bertahan dan merasa bermakna. Tukang becak disini cenderung akan menerima perubahan karena merasa memiliki otonomi yang tinggi, merasa mampu mendapatkan penghasilan yang lebih dan senang melakukan hal-hal yang baru.

(29)

19

insecure (tidak aman) dengan pekerjaan yang mereka jalani karena takut sewaktu-waktu

pekerjaanya akan hilang, hal ini akan menjadikan tukang becak lebih mengikuti kebijakan seperti menerima jika wilayah operasinya harus direlokasi daripada harus melakukan TIPIRING dan membuat mereka kehilangan pekerjaannya atau menjadi pengangguran.

(30)

20

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi Dasar

1. Perubahan dari kebijakan pemerintah di Kota Bandung akan memicu munculnya resistance to change pada tukang becak.

2. Tinggi rendahnya resistance to change yang dimiliki oleh tukang becak dapat dilihat dari 4 dimensi yaitu routine seeking, emotional reaction, short term-focus, dan cognitive rigidity.

3. Tukang becak yang memiliki resistance to change yang tinggi memiliki kecenderungan merasa tidak nyaman dengan adanya kebijakan, merasa stres dan gelisah, melihat perubahan melalui fokus jangka pendek, dan memiliki pemikiran yang cenderung kaku dan sulit berubah.

4. Tukang becak yang memiliki resistance to change yang rendah cenderung merasa nyaman akan kebijakan, melihat fokus perubahan tersebut dalam jangka panjang, merasa tidak dirugikan dan dapat menerima juga menghargai kebijakan tersebut.

(31)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil peneliti yang telah dilakukan dan memberikan saran praktis sesuai dengan hasil penelitian tersebut.

5.1 Simpulan

Dari pembahasan resistance to change terhadap kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban pada tukang becak di Kota Bandung yang menjadi responden penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa tukang becak memiliki resistance to change yang tinggi meskipun perbedaanya tidak terlalu jauh dengan tukang becak

yang memiliki resistance to change rendah.

2) Tukang becak dalam menghadapi kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penetiban dengan resistance to change tinggi memiliki routine seeking yang tinggi, emotional reaction yang tinggi, short-term focus yang tinggi, dan cognitive rigidity yang tinggi.

3) Ketidakjelasan mengenai informasi perihal 7 titik kawasan penertiban yang didapatkan oleh tukang becak menyebabkan mereka memperoleh hasil resistance to change yang tinggi.

(32)

66

Universitas Kristen Maranatha 5) Didapatkan bahwa diantara 7 titik kawasan penertiban, kawasan Merdeka dan Asia

Afrika memiliki hasil resistance to change yang tinggi diantara 7 titik kawasan lainnya.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh melalui penelitian mengenai resistance to change pada 115 tukang becak di Kota Bandung, serta menyadari banyaknya kekurangan dalam

penelitian ini, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut :

5.2.1 Saran Teoritis

Resistance to change merupakan teori baru yang masih terus dikembangkan oleh pembuatnya Shaul Oreg (2003), sehingga masih banyak sekali peluang untuk membahas konstruk teori ini. Berikut ini beberapa saran teoritis yang diberikan peneliti :

1. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai resistance to change pada sampel yang sama dengan mengkorelasikan variabel lain yang

mungkin memiliki peran dalam pembentukan penolakan terhadap perubahan.

2. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitain lebih mendalam mengenai faktor information dan intristic rewards dengan memperbaiki data penunjang yang sudah dibuat agar didapat lebih akurat dan dapat dilihat pengaruhnya terhadap resistance to change terhadap kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban

pada tukang becak di Kota Bandung.

3. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai resistance to change dapat dikembangkan ke dalam pekerjaan sektor informal lainnya dengan sampel

(33)

67

perubahan yang sama yaitu kebijakan pemerintah perihal 7 titik kawasan penertiban sehingga perlu diteliti bagaimana reaksi PKL dalam menghadapi perubahan.

4. Responden dalam penelitian ini berupa tukang becak yang termasuk dalam pekerjaan sektor informal sedangkan Shaul Oreg (2003) mengembangkan konstruk teori ini dalam pekerjaan sektor formal. Oleh karena itu bagi peneliti selanjutnya yang akan menggunakan teori ini disarankan memilih sampel yang termasuk dalam pekerjaan sektor formal agar lebih sesuai dengan teori yang ada.

5.2.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Dinas Perhubungan Kota Bandung terutama Kabid Lalu Lintas dan Angkutan untuk mengetahui gambaran resistance to change terhadap kebijakan pemerintah yang dibuat perihal 7 titik kawasan penertiban

pada tukang becak di Kota Bandung sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan untuk menindak lanjuti tukang becak yang memiliki hasil RTC tinggi.

2. Memberikan informasi kepada Dinas Perhubungan Kota Bandung untuk memberi solusi alternatif pada tukang becak yang mengalami proses TIPIRING atau angkut becak secara paksa dengan memperluas lapangan pekerjaan sehingga tukang becak yang kehilangan pekerjaanya tidak menjadi pengangguran. Selain itu solusi alternatif yang dapat dilakukan oleh pemerintah dengan hasil RTC yang tinggi adalah dengan menawarkan kompensasi wilayah relokasi yang lebih strategis sehingga tukang becak dapat mengganti kerugian pendapatan yang mereka miliki sebelumnya.

(34)

68

(35)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI RESISTANCE TO CHANGE

TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH PERIHAL 7 TITIK

KAWASAN PENERTIBAN PADA TUKANG BECAK DI KOTA

BANDUNG

SKRPIPSI

Diajukan untuk Menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Disusun Oleh : SHEILA KUSLITASARI

1130180

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

2016

(36)
(37)
(38)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan kasih sayang-Nya yang maha besar, peneliti mampu menyelesaikan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Studi Deskriptif Mengenai Resistance to Change Terhadap Kebijakan Pemerintah Perihal 7 Titik Kawasan Penertiban

pada Tukang Becak di Kota Bandung”.

Peneliti menyadari bahwa skripsi yang telah disusun ini belum sempurna. Oleh karena itu besar harapan peneliti kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan penulis dalam penelitian ini.

Dalam melakukan penyusunan skripsi ini, peneliti menerima bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Peneliti pun ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dr. Irene Tarakanita, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing utama yang selalu meluangkan waktunya disela kesibukan mengajar untuk mendorong serta terus mendukung peneliti agar terus maju dan berusaha sebaik mungkin mengerjakan penelitian ini.

(39)

vi

4. Mama yang selalu memberikan dukungan dan do’a di setiap pagi peneliti selalu dalam perlindungan Allah SWT dan selalu mengingatkan kepada peneliti untuk terus bersyukur dan berdoa agar penelitian ini diberikan kelancaran dan kemudahan. 5. Papa the one and only of my inspiration. Terimakasih telah memberikan banyak masukan untuk peneliti, banyak memberikan inspirasi baik di dalam kehidupan maupun dalam pengerjaan penelitian ini. Terimakasih papa, ini semua untuk papa. 6. Kakak dan adik-ku yang tak henti memberikan dukungan untuk peneliti

menyelesaikan skripsi ini.

7. Mang Daman dan Pa Aep, selaku tukang becak yang banyak membantu dan memberikan informasi mengenai seputar penelitian ini dan mengantarkan peneliti mencari tahu informasi mengenai penelitian ini.

8. Pihak Dinas Perhubungan Kota Bandung terutama Bapak Sansan dan Bu Ai yang telah memberikan kesempatan juga informasi kepada peneliti.

9. Abdullah Zainal, terimakasih atas bantuan, dukungan dan semangat yang selalu diberikan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata peneliti berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang memerlukan.

Bandung, Juni 2016

(40)

69

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing : Design, Analysis, and Use. United States : Alyn & Bacon.

Hidayat, 1978. Peranan Sektor Informal dalam Perekonomian Keuangan Indonesia, Vol. XXVI, No. 4, hal. 415-443. Jakarta: PT Gramedia

Kaplan, R. M. & Saccuzzo. 2005. Psychological Testing : Principles, application and issues (6th ed.). Belmont: Thomson Wadsworth.

Nogi, Hessel. 2003. Teori dan Konsep Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset dan YPAPI, hal. 1.

Oreg, S., Michel, A., & By, R. T. (Eds). 2013. The Psychology of Organizational Change: Viewing Change from the Employee’s Perspective. Cambrigde, UK: Cambridge University Press

Oreg, S. 2003. Resistance to Change: Developing an Individual Differences Measure. Journal of Applied Psychology, 88(4), 680-693.

Oreg, S. 2006. Personality, Context, and Resistance to Change, Europan Journal of Work and Organizational Psychology, 15(1), 73-101.

Oreg S., & Bayazit, M., Vakloa, M., Arniega, L., Armenakis, A., Barkauskiene, R., Bozoioneleos, N., Ohly, S., Saksvik, I., & van Dam, K. Gonzalezm L., Jian.,

Jimmieson., Mitsuhashi, H., Fujitomo, Y., Saksvik, Per., Hetland, H., Mlacic, B., Feric, I. 2008. Dispositional Resistance to Change: Measurement Equivalence and the Link to Personal Values Across 17 Nations, Journal of Applied Psychology, 93(4), 935-944.

Oreg, S., van Dam, K., & Schyns, B. 2008. Daily Work Context and Resistance to

Organisational Change: The Role of Leader-Member Exchange, Development Climate and Change Process Characteristics, Journal of Applied Psychology, 57(2), 313-344.

Oreg, S., & Sverdik, N. 2009. Personal Values and Conflicting Motivational Forces in the Context of Imposed Change. Journal of Personality 77:5.

Oreg, S., Vakola, M., & Armenakis, A. 2011. Change Recipients Reaction to Organizational Change: A 60-Year Review of Quantitative Studies, Journal of Applied Behavioral Science, 47(4) 461-524.

(41)

DAFTAR RUJUKAN

____. (2012). Sejarah dan Perkembangan Becak di Indonesia. (Online). (https://id.wikibooks.org/sejarah_perkembangan_becak)

Arciniega, Luis. 2006. Validation of the Spanish-Language Version of Resistance to Change Scale. University of Salamanca, Spain.

Basuki. 2002. Analisis Penggunaan Moda Transportasi Becak dan Pengembangan (Skripsi). Studi Transportasi Perguruan Tinggi ITB: Bandung.

Burnes, Bernard. 2004. Kurt Lewin and the Planned Approach to Change: A Re-appraisal. Journal of Management Studies 41:6.

Fakultas Psikologi. 2015. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Franzese, S., Eileen. 2011. Resistance to Change: Implications of Individual Differences In Expression of Resistance to Change, University of South Florida.

Gravenhorst, B, M, Klilian. 2003. A Different View on Resistance to Change. Universiteit van Amsterdam.

Hart, Keith. 1973. Informal Income Opportunities and Urban Employment. Journal of Modern African Studies. 11 (1): 61-89.

Herdiana, Delia. (0630115), 2012. Studi Deskriptif Mengenai Resistance to Change Pada

Karyawan Retail dan Property PT “X” Di Bandung. (Skripsi). Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Manning, Chris., & Effendi, N. T.1993. Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Diunduh dari http://www.goodreads.com/book/show/7842115-urbanisasi-pengangguran-dan-sektor-informal-di-kota

Masykur, Dedi, Riyadi. 2009. Peran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaan. Kajian Evaluasi Pembangunan Sektoral, Republik Indonesia.

Soedjatkomo, K, M. 2010. Dinamika Ekonomi Informal di Jakarta: Industri Daur Ulang, Angkutan Becak, dan Dagang Kakilima. Diunduh dari

http://www.goodreads.com/book/show/1908582.Dinamika_Ekonomi_Informal_di_Ja karta?from_search=true&search_version=service

Gambar

Gambar 3.1 Snowball Sampling................................................................................................45

Referensi

Dokumen terkait

Ronde mempunyai tujuan untuk menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berprikir kritis (Nursalam,2014). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan SP2KP Anak

Departemen Keuangan sebagai pihak yang merepresentasikan pemerintah menegaskan bahwa dalam setiap penerbitan sukuk atau surat berharga syariah negara, tidak ada aset negara yang

Lama pengeringan yang paling singkat yaitu 11 jam dengan metode sirkulasi pada suhu 65ºC, kandungan asam askorbat tertinggi dengan metode sirkulasi pada suhu 57ºC

Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Nurhayati dan Wasila (2016:128) dimana mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama

Sedangkan pada kuesioner kedua dilakukan untuk mengetahui penilaian pelanggan terhadap kata Kansei hasil reduksi dan penilaian eiemen desain display visual handphone.. 3.5

Secara fisik tingkat pelapukan antara Lapisan Kuning dengan lapisan lainnya pada kedua profil berbeda; dirnana lapisan di atas dan di bawah Lapisan Kuning

Dengan Huruf Enam ratus lima puluh delapan juta tujuh ratus sembilan puluh ribu rupiah. Keterangan Perincian