ii i x .
E Deifnis iVairabe lOperasional ... 5
. I I B A
B TINJAUANPUSTAKA
.
A Tingka tKeuntungan ... .... 8
.
B JumlahModa lKe jra ... .... 24
.
C Omze tPenjualan ... 29
.
D Produkitvtia sKejra... 3 2
N A I T I L E N E P E D O T E M . I I I B A B
.
A Jeni sPeneilitan ... 45
.
B TempatdanWaktuPeneilitan ... 45
.
C SubjekdanObjekPeneilitan ... 45
.
D Populas idanSampel... 46
.
E Vairabe lPeneilitandanOperasionaln ya... 46
.
F TeknikPengumpulanData... 47
.
G Uj iPrasyarat... 49
.
H Uj iAsums iKlasik ... 50
.I TeknikAnailsi sData ... 54
. V I B A
B HASILTEMUANLAPANGANDANPEMBAHASAN
.
A Deskripsi Data Responden ... 55
.
B Kondis iGeograifs Kecamatan Wedi ... 62
.
C Pemeirntahan... 64
.
v i x .
E Potens iEkonomi ... .. 65
.
F Pendidikan... 67
.
G Pasa rWedi ... 68
.
H Prasarana/Sarana ... .. 68
.I Keagrairaan ... 69
.J NliaiJ ua lObjekPajak ... 69
.
K RencanaUmumTataRuang ... 70
. V B A
B HASILDANPEMBAHASAN
.
A Uj iNormaltias... 71
.
B Uj iLiniertias ... 72
.
C Uj iMulitkoilniertias ... 73
.
D Uj iHeteroskedasitstias ... 75
.
E Uj iAutokorelasi ... .... 76
.
F Anailsi sRegres iBerganda... 77
.
G Pembahasan ... 80
V B A
B I .PENUTUP
.
A Kesimpulan ... 85
.
B Saran ... 85
.
C KeterbatasanPeneilitan ... 86
A K A T S U P R A T F A D
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan sentra industri yang ada di Indonesia sangat besar
peranannya dalam penyediaan lapangan kerja serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten
yang memiliki jumlah industri yang cukup banyak dengan jenis yang sangat
beragam. Banyak sekali keuntungan yang didapatkan dengan adanya
keberadaan sentra industri ini, yaitu selain dapat menyerap tenaga kerja dari
masyarakat yang ada di Kabupaten Klaten juga dapat meningkatkan
keuntungan bagi pengusaha yang menjalankan usahanya, sekaligus
meningkatkan penghasilan bagi masyarakat yang bekerja di sentra industri
tersebut. Sentra-sentra industri yang ada di Kabupaten Klaten memiliki
potensi yang cukup besar untuk terus berkembang. Beberapa sentra industri
yang ada di Kabupaten Klaten, antara lain: sentra industri pengecoran logam,
sentra industri tembakau, sentra industri gerabah, sentra industri mebel, sentra
industri pertenunan, sentra industri koveksi, dan lain-lain.
Perkembangan industri di Kabupaten Klaten terus meningkat dari tahun
ke tahun, hal ini ditandai dengan banyak munculnya industri-industri baru.
Menurut data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah Kabupaten Klaten tahun 2012 terdapat 285 sentra
industri, dengan jumlah usaha sebanyak 9.254 usaha, tenaga kerja yang dapat
diserap yaitu sebanyak 38.406 orang. Keberadan sentra industri ini tentunya
membawa kontribusi yang cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Klaten. (Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan
UMKM Klaten, 2012).
Sentra industri konveksi merupakan sentra industri yang cukup banyak
industri konveksi terdapat di beberapa tempat seperti di kecamatan Jogonalan,
Wedi, Klaten Selatan, Pean, Ngawen, Ceper, Karangdowo, dan Delanggu.
Industri konveksi yang ada di Kabupaten Klaten ini adalah salah satu
jenis usaha yang bisa bertahan dan berkembang walaupun perekonomian
negara tidak stabil, namun industri konveksi tetap bisa bertahan dan tetap bisa
menjalankan usahanya. Salah satunya adalah sentra industri konveksi di
Kecamatan Wedi. Sentra industri konveksi di Kecamatan Wedi ini
merupakan sentra industri yang cukup besar yang ada di Klaten, dan juga
paling banyak diminati oleh pembeli. Tetapi ada beberapa hambatan yang
sering dialami oleh para pemilik industri konveksi tersebut, yaitu berupa
permodalan, omzet penjualan, dan produktivitas tenaga kerja. Jika
hambatan-hambatan tersebut tidak diatasi secara serius, maka akan berdampak pada
tingkat keuntungan pengusaha konveksi yang ada di Kecamatan Wedi
Kabupaten Klaten.
Modal kerja merupakan kunci utama dalam pendirian usaha, tanpa
modal yang cukup perusahaan tidak akan mampu berdiri. Pengertian modal
kerja menurut Kasmir (2010: 210) yaitu “Modal yang digunakan untuk
membiayai operasional perusahaan sehari-hari terutama yang memiliki jangka waktu pendek”.
Setiap pengusaha selalu membutuhkan modal kerja dalam berproduksi,
misalnya digunakan untuk pembelian bahan baku, pembelian peralatan, dan
juga untuk membayar gaji karyawan, dimana modal yang dikeluarkan itu
diharapkan akan dapat kembali masuk ke dalam perusahaan dalam jangka
waktu pendek melalui hasil penjualan produknya. Perusahaan tidak mungkin
dapat berjalan dengan baik tanpa adanya modal yang digunakan untuk
membiayai aktivitas dari perusahaan. Maka dari itu dibutuhkan pengaturan
atau manajemen agar modal kerja tersebut dapat digunakan oleh perusahaan
seefektif mungkin. Hal ini seperti yang banyak dialami oleh para pengusaha
sentra konveksi yang ada di Wedi, yang masih kesulitan dalam mengatur
modal kerja secara efektif. Selain itu, modal kerja dalam jumlah yang sedikit
perusahaan tidak dapat memaksimalkan tingkat produksi barang sehingga
keuntungan yang didapatkan juga tidak dapat maksimal.
Selain modal, omzet penjualan juga merupakan salah satu penentu
keberhasilan suatu perusahaan. Chaniago (2002) memberikan pendapat
mengenai omzet penjualan yaitu “Keseluruhan jumlah pendapatan yang
didapat dari hasil penjualan suatu barang atau jasa dalam kurun waktu
tertentu”. Salah satu tujuan perusahaan ialah untuk meningkatkan omzet
penjualan. Omzet penjualan selalu indentik dengan kegiatan penjualan.
Omzet penjualan akan meningkat jika permintaan terhadap barang tinggi, jika
permintaan akan barang sudah tinggi maka produksi barang juga akan
meningkat, dengan demikian omzet penjualan pun juga otomatis akan
meningkat. Omzet penjualan yang tinggi akan berdampak pada peningkatan
keuntungan perusahaan. Namun jika suatu perusahaan omzet penjualannya
kecil maka keuntungannya juga akan kecil bahkan tidak dapat balik modal
atau bahkan malah akan mengalami kerugian. Beberapa permasalahan yang
menyebabkan penurunan omzet penjualan yang sering dialami oleh para
pengusaha, yaitu: kualitas produk yang menurun, penetapan harga jual yang
terlalu tinggi, penurunan kegiatan sales promotion, dan lain-lain. Oleh
karenanya para pengusaha diharapkan untuk dapat meningkatkan omzet
penjualan agar dapat meningkatkan keuntungan usahanya.
Di sisi lain, sumber daya manusia memegang peranan penting dalam
kegiatan perusahaan meskipun peran dan fungsi dari tenaga kerja telah
banyak digantikan oleh mesin-mesin industri. Tetapi pada kenyataannya,
sampai saat ini tenaga kerja masih menjadi faktor yang penting dalam
menentukan jalannya proses produksi. Terlebih pada perusahaan konveksi
yang hampir keseluruhan proses produksi menggunakan tenaga manusia
mulai dari membuat pola, memotong kain, menjahit, membuat kancing baju,
merapikan hasil jahitan, serta menyablon. Produktivitas pekerja konveksi
yang tinggi nantinya akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan
perusahaan konveksi, maka dari itu setiap perusahaan menghendaki agar
kenyataannya masih juga banyak terdapat karyawan yang memiliki
produktivitas yang rendah. Karyawan yang memiliki produktivitas rendah
tersebut susah melakukan atau mengerjakan target produksi yang sudah
ditentukan oleh perusahaan, yang nantinya juga berdampak pada besarnya,
waktu pengerjaan yang lebih lama, dan nantinya berdampak pada
menurunnya tingkat keuntungan perusahaan. Hal inilah yang juga dialami
oleh sentra industri konveksi di Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten.
Melihat permasalahan tersebut, maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Jumlah Modal Kerja, Omzet
Penjualan, dan Produktivitas Kerja terhadap Tingkat Keuntungan
Pengusaha di Sentra Industri Konveksi Wedi Kabupaten Klaten”.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian ini lebih terarah pada
permasalahan spesifik mengenai ruang lingkup penelitian. Adapun
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: subjek yang diteliti adalah
jumlah modal kerja, omzet penjualan, dan produktivitas kerja terhadap tingkat
keuntungan pengusaha konveksi. Jumlah modal kerja yang dimaksud dalam
pembahasan ini terkait dengan kekayaan atau aktiva yang dimiliki oleh
pengusaha konveksi untuk menjalankan operasi perusahaan. Omzet penjualan
yang dimaksud meliputi keseluruhan barang yang mampu dijual oleh
perusahan konveksi dinyatakan dalam satuan rupiah. Produktivitas kerja yang
dimaksud meliputi barang yang mampu dihasilkan oleh para pekerja dengan
asumsi input lain diasumsikan tetap.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh signifikan jumlah modal kerja terhadap tingkat
keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten
2. Apakah ada pengaruh signifikan omzet penjualan terhadap tingkat
keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten
Klaten?
3. Apakah ada pengaruh signifikan produktivitas kerja terhadap tingkat
keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten
Klaten?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh signifikan jumlah modal kerja terhadap tingkat
keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten
Klaten.
2. Mengetahui pengaruh signifikan omzet penjalan terhadap tingkat
keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten
Klaten.
3. Mengetahui pengaruh signifikan produktivitas kerja terhadap tingkat
keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten
Klaten.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Industri
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi para
pengusaha terutama yang bergerak di bidang sentra industri konveksi.
2. Bagi Universitas
Penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran peneliti dari berbagai macam
mata kuliah yang telah diperoleh dan menambah koleksi kepustakaan
3. Bagi Penulis
Penelitian ini merupakan penerapan dan sekaligus sebagai sarana
mengaktualisasi diri sendiri dalam menerapkan teori yang telah didapat
selama mengikuti perkuliahan.
F. Definisi Variabel Operasional Penelitian
1. Variabel Dependen (Y)
a. Tingkat Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total (Total
Revenue) dari pengusaha konveksi dikurangi dengan biaya total (Total
Cost). Variabel ini dinyatakan dalam bentuk rupiah selama satu bulan.
Indikator dari tingkat keuntungan adalah biaya total (Total Cost) yang
terdiri dari biaya tetap total (TFC) ditambah dengan biaya variabel
total (TVC). Penerimaan total (Total Revenue) diperoleh dari jumlah
barang yang terjual (Q) dikalikan dengan harga jual (P).
2. Variabel Independen (X)
a. Jumlah modal kerja (XІ) adalah total kekayaan atau aktiva yang dimiliki oleh pengusaha konveksi yang digunakan untuk menjalankan
operasi perusahaan sehari-hari.
Indikator yang diukur adalah uang tunai, surat berharga, piutang,
gedung, persediaan dan utang yang dimiliki oleh para pengusaha
konveksi. Variabel ini dinyatakan dalam bentuk rupiah.
b. Omzet penjualan (XЇ) adalah jumlah barang yang terjual oleh perusahaan konveksi dikalikan dengan harga pasar. Variabel ini
dinyatakan dalam bentuk rupiah selama satu bulan.
Indikator dari omzet penjualan adalah keseluruhan barang yang
mampu dijual oleh perusahaan konveksi selama 1 bulan dinyatakan
dalam satuan rupiah.
Indikator produktivitas kerja, yaitu jumlah barang yang dapat
dihasilkan oleh seorang pekerja dalam waktu 1 bulan. Variabel ini
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Tingkat Keuntungan
a) Pengertian Tingkat Keuntungan
Kegiatan perusahaan sudah dapat dipastikan berorientasi pada
keuntungan atau laba. Menurut Gilarso (2003: 307), keuntungan atau
laba adalah pendapatan sisa yang diterima oleh pengusaha sebagai
balas karya terhadap kemampuan berwiraswasta, setelah segala biaya
produksi diperhitungkan.
Menurut Soemarso (2004: 245), laba adalah selisih lebih
pendapatan atas beban sehubungan dengan usaha untuk memperoleh
pendapatan tersebut selama periode tertentu. Dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan laba sejauh mana suatu perusahaan
memperoleh pendapatan dari kegiatan penjualan sebagai selisih dari
keseluruhan usaha yang didalam usaha itu terdapat biaya yang
dikeluarkan untuk proses penjualan selama periode tertentu.
Menurut Simamora (2002: 45), laba adalah perbandingan antara
pendapatan dengan beban jikalau pendapatan melebihi beban maka
hasilnya adalah laba bersih. Laba didapatkan dari penerimaan
total/Total Revenue (TR) diurangi biaya total/ Total Cost (TC). Laba
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu laba akuntan dan laba ekonom.
Laba menurut para akuntan adalah kelebihan pendapatan terhadap
beban. Laba menurut para ekonom, Adam Smith berpendapat bahwa
laba adalah jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa mengganggu modal
(Nafarin, 2007: 788).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa laba
usaha dan akan mempengaruhi kegiatan perusahaan pada periode
tertentu dan laba didapat dari selisih antara pendapatan dengan beban,
apabila pendapatan lebih besar dari pada beban maka perusahaan akan
mendapatkan laba apabila terjadi sebaliknya maka perusahaan
mendapatkan rugi.
b) Jenis-jenis Laba
Menurut Tuanakotta (2001: 219) mengemukakan jenis-jenis laba
dalam hubungannya dengan perhitungan laba, yaitu :
1) Laba kotor
Laba kotor yaitu perbedaan antara pendapatan bersih dan penjualan
dengan harga pokok penjualan.
2) Laba dari operasi
Laba dari operasi yaitu selisih antara laba kotor dengan total beban
biaya.
3) Laba Bersih
Laba bersih yaitu angka terakhir dalam perhitungan laba rugi dimana
untuk mencarinya laba operasi bertambah pendapatan lain-lain
dikurangi oleh beban lain-lain.
c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Laba
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan laba
sebuah usaha. Menurut Angkoso (2006) menyebutkan bahwa
pertumbuhan laba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai
berikut:
1) Besarnya perusahaan
Semakin besar suatu perusahaan, maka ketepatan pertumbuhan laba
yang diharapkan semakin tinggi.
2) Umur perusahaan
Perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam
3) Tingkat leverage
Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer
cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan
pertumbuhan laba.
4) Tingkat penjualan
Tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi, semakin tinggi tingkat
penjualan di masa yang akan datang sehingga pertumbuhan laba
semakin tinggi.
5) Perubahan laba masa lalu
Semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba
yang diperoleh di masa mendatang.
d) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Usaha
1) Modal Usaha
Modal adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan
secara langsung atau tidak langsung, dalam kaitannya untuk
menambah output, lebih khusus dikatakan bahwa modal usaha
terdiri dari barang-barang yang dibuat untuk penggunaan produk
pada masa yang akan datang (Suparmoko, dan Irwan 1992: 75).
Menurut Lawrance dalam Giyanto (2010) modal merupakan
sinonim kekayaan yaitu semua barang yang dimiliki orang seorang.
Tanah beserta sumber alam yang terkandung di dalamnya sering
disebut modal alami, untuk membedakan dari modal buatan seperti
gedung, mesin-mesin, alat-alat, dan bahan-bahan.
Modal merupakan kekayaan yang diperlukan oleh perusahaan
untuk menyelenggarakan kegiatan sehari-hari yang selalu berputar
dalam periode tertentu. Besar kecilnya dan berhasil tidaknya usaha
ditentukan oleh modal yang tersedia, sehingga kedudukan modal
dapat menjamin kelangsungan hidup usaha. Selain itu, modal
yang telah didirikan. Modal dapat dibagi sebagai berikut (Suryana,
2001: 36) :
a) Modal Tetap
Modal tetap adalah modal yang memberikan jasa untuk proses
produksi dalam jangka waktu yang relatif lama dan tidak
terpengaruh oleh besar kecilnya jumlah produksi. Misalnya
tanah, gedung, mesin, dan sebagainya.
b) Modal Lancar
Modal lancar adalah modal yang memberikan jasa hanya sekali
dalam proses produksi, bisa dalam bentuk bahan-bahan baku
dan kebutuhan lain sebagai penunjang usaha tersebut. Modal ini
biasanya dalam bentuk pembelian bahan baku, membiayai
upah, biaya penjualan, biaya pemeliharaan dan sebagainya.
Menurut Riyanto (dalam Giyanto, 2010) sumber-sumber
modal, yaitu: sumber internal yaitu modal yang dihasilkan sendiri,
sumber eksternal yaitu modal dari luar perusahaan, supplier, bank,
pasar modal.
Sumber modal yang dimiliki dapat berasal dari perusahaan
sendiri maupun dari luar. Jadi sumber modal yang dimiliki
pengusaha dapat diperoleh dari sumber internal dan eksternal.
Apabila pengusaha mendapatkan kesulitan dalam memperoleh
sumber modal, maka dapat menggunakan bank dan supplier untuk
memperoleh modal. Pasar modal merupakan sumber modal yang
terakhir karena tergantung kesanggupan perusahaan apakah sudah
mampu berkompetisi dalam pasar modal.
2) Pengalaman Usaha
Pengalaman usaha adalah lamanya seseorang menekuni
usaha yang dijalankan. Ada suatu asumsi bahwa semakin lama
seseorang menjalankan usahanya maka akan semakin
berpengalaman orang tersebut karena mempunyai pengalaman
usaha diukur dari lamanya seseorang menggeluti usaha yang
dijalaninya.
Berhubungan dengan keterampilan, pengalaman usaha
sangatlah erat kaitannya dengan tingkat pendapatan. Semakin
tinggi pengalaman usaha maka semakin tinggi pula keterampilan
yang dimiliki, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tingkat
output produksi yang bersangkutan (Risdiyanto dalam Suryani,
2007). Semakin lama seorang pengusaha menekuni dalam suatu
usaha maka akan lebih mahir mengelola usahanya. Selain itu,
semakin lama usaha maka semakin banyak konsumen yang
berlangganan produk yang dihasilkan produsen.
Pengalaman usaha memberikan seseorang pelajaran secara
nyata apa yang dihadapi di pasar produk. Sejalan dengan
bertambahnya pengalaman kerja maka bertumbuh pula pengalaman
dan keterampilan, sehingga dalam menghadapi pelanggan yang
bervariasi akan semakin baik.
3) Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah sejumlah penduduk yang dapat
menghasilkan barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga
kerja, mereka akan berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tenaga
kerja sering pula disebut penduduk usia kerja dalam arti sudah
bekerja, sedang mencari kerja, dan sedang melakukan kegiatan lain
yang belum tercakup mencari kerja, bersekolah dan mengurus
rumah tangga walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap
secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat berpartisipasi dalam
bekerja (Wiro Suharjo dalam Ramadhan, 2010).
Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat dominan dalam
kegiatan produksi, karena tenaga kerja itulah yang berperan
mengalokasikan dan memanfaatkan faktor produksi lain guna
menghasilkan suatu output yang bermanfaat. Faktor tenaga kerja
jumlah namun juga kualitas dan macam tenaga kerja yang
memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperkirakan disesuaikan
dengan kebutuhan sampai pada tingkat tertentu sehingga
jumlahnya optimal. Selain itu, tenaga kerja memberikan kontribusi
penting terhadap keuntungan yang diperoleh pengusaha melalui
peningkatan produktivitasnya.
Menurut Winardi (dalam Giyanto, 2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi tenaga kerja adalah:
a) Produktivitas tenaga kerja hingga tingkat tertentu dipengaruhi
oleh tenaga kerja keturunan, darimana dia berasal dan iklim
lingkungan yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan
b) Sifat-sifat kesehatan, kekuatan, intelegensi, ambisi kemampuan
untuk menilai, ketekunan, mempengaruhi produktivitas tenaga
kerja
c) Kondisi tempat kerja
d) Tergantung kualitas dan metode dari organisasi perusahaan
e) Berkaitan dengan upah yang diterimanya
4) Tingkat Pendidikan
Perkembangan suatu industri ditentukan oleh sejumlah faktor,
salah satunya yaitu tingkat pendidikan pengusaha. Pendidikan
merupakan salah satu unsur yang dapat mengubah sikap, perilaku,
peningkatan pola pikir, memperluas wawasan serta memudahkan
pengusaha menyerap informasi terutama mengenai usaha yang
digelutinya. Secara umum pendidikan akan memperluas pengertian
seseorang. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi perilaku
dan selanjutnya akan berdampak pada pengambilan keputusan.
Dalam dunia usaha tingkat pendidikan akan mempengaruhi
segala tindakan yang akan ditempuh dan akan lebih rasional dalam
mencermati setiap kejadian. Pendidikan pada dasarnya bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat
dalam mengembangkan sumber-sumber yang dimiliki untuk
meningkatkan perkembangan ekonomi. Pendidikan tidak hanya
menambah pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan
kerja sehingga akan berpengaruh pada keberhasilan usaha.
Menurut ragamnya, pendidikan dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu (Priyatno dalam Suryani 2004 : 41-42):
a) Pendidikan Formal
Pendidikan formal yaitu suatu sistem pendidikan yang
dikembangkan secara bertahap dan bertata tingkat, mulai dari
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
b) Pendidikan Informal
Pendidikan Informal yaitu sebagai proses seumur hidup bagi
setiap orang dalam mencari dan menghimpun pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan pengertian yang diperoleh dari
pengalaman sehari-hari. Kendatipun biasanya penyelenggaraan
pendidian ini kurang terorganisir dan kurang sistematis, tetapi
ini merupakan sumber yang paling besar dari segala apa yang
dipelajari manusia.
c) Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal yaitu sebagai kegiatan pendidikan yang
terorganisir dan sistematis di luar pendidikan formal.
5) Kemitraan Usaha
Kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang terwujud
dalam strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih
dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan
saling menguntungkan (Hakim, 2004). Dalam kerjasama tersebut
terdapat upaya untuk melakukan pembinaan dan pengembangan,
karena pada dasarnya masing-masing pihak mempunyai kelemahan
dan kelebihan sehingga akan saling melengkapi dalam arti pihak
yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1997 tentang
kemitraan, pasal 1 angka 1 menjelaskan mengenai kemitraan yakni,
kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah dan atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip
saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan.
Pada dasarnya kemitraan merupakan suatu kegiatan saling
menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam
menghadapi dan memperkuat satu sama lain. Berkaitan dengan hal
tersebut kemitraan usaha mengandung beberapa unsur pokok yang
merupakan kerjasama usaha dengan prinsip saling menguntungkan,
saling memperkuat dan saling memerlukan, yaitu (Hakim, 2004 :
21):
a) Kerjasama Usaha
Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini,
jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau
menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran
kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua
belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan
kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau
menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan
yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga
tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling
mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya
rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan
usahanya.
b) Hubungan antara Pengusaha Besar atau Menengah dengan
Pengusaha Kecil
Melalui hubungan dengan kemitraan ini diharapkan
pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan
pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih
berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya
kesejahteraan.
c) Pembinaan dan Pengembangan
Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan
dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan
pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari
pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang
tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk
pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan di dalam
mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen
usaha, pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM),
pembinaan manajemen produksi, pembinaan mutu produksi,
serta menyangkut pula pembinaan di dalam pengembangan
aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.
d) Prinsip Saling Memerlukan
Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang
dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi,
keunggulan, dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan
keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang
berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan
sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar
dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu
dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh
perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil,
yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi,
permodalan, dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana
produksi yang dimiliki oleh perusahan besar. Dengan demikian
sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan di
e) Prinsip Saling Memperkuat
Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak
memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada sesuatu nilai
tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang
bermitra. Nilai tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai
ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan
pangsa pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang non ekonomi
seperti peningkatan kemampuan manajemen, penguasaan
teknologi dan kepuasan tertentu. Keinginan ini merupakan
konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan.
Keinginan tersebut harus didasari sampai sejauh mana
kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk
memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimilikinya,
sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para
pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan
lebih besar. Dengan demikian terjadi saling isi mengisi atau
saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang
bermitra. Dengan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip
kemitraan dapat didasarkan pada saling memperkuat.
f) Prinsip Saling Menguntungkan
Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha
adalah kesadaran dan saling menguntungkan. Pada kemitraan
ini tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan
kekuatan yang sama, tetapi yang essensi dan lebih utama adalah
posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing.
Pada kemitraan usaha terutama sekali terhadap hubungan
timbal balik, bukan seperti kedudukan antara buruh dan
majikan, atau terhadap atasan kepada proporsional, di sinilah
letak kekhasan dan karakter dari kemitraan usaha tersebut.
Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat
tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru
terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga
pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan
melalui pengembangan usahanya.
g) Teknologi
Teknologi dalam proses produksi digunakan untuk
meningkatkan jumlah output yang dihasilkan oleh suatu
industri. Perkembangan teknologi yang semakin maju dapat
memperbaiki produktivitas dan meningkatkan standar produksi.
Kemajuan teknologi dapat berupa perbaikan dalam proses
produksi yaitu dengan jumlah input yang sama dapat dihasilkan
output dalam jumlah lebih banyak, atau sebaliknya dengan
tingkat output sama dihasilkan dengan jumlah input lebih
sedikit.
Perkembangan teknologi dalam suatu industri dapat
dilihat dari pengenalan produk baru. Produk baru yang
dihasilkan biasanya telah terjadi proses inovasi sehingga ada
peningkatan kualitas dari produk sebelumnya. Inovasi produk
menyebabkan suatu barang lebih bernilai secara kualitas dan
kuantitas sehingga inovasi sangat diperlukan untuk kemajuan
suatu industri. Selain itu, produktivitas tenaga kerja dapat
ditingkatkan melalui penerapan teknologi yang lebih maju.
Tenaga kerja dan teknologi tidak dapat dipisahkan.
h) Jangkauan Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya
individu dan kelmpok mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara
bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai
tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan
dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan
nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih (Kotler,
2004: 9).
Jangkauan pemasaran merupakan kesanggupan suatu
industri untuk dapat memasarkan produknya pada konsumen
dimanapun tempatnya. Pada proses pemasaran diperlukan biaya
pada pengangkutan transportasi untuk sampai pada pasar
tujuan. Pengusaha akan berusaha mencapai sejauh mana
jangkauan pemasaran produknya. Jangkauan pemasaran yang
luas akan mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan
pengusaha. Oleh karena itu, pengusaha harus dapat mengatasi
masalah biaya tersebut sehingga dengan meluasnya jangkauan
pemasaran, namun tidak menyulitkan proses distribusi
produksi.
e) Teori Biaya Produksi
Biaya dalam pengertian Ekonomi ialah semua “beban” yang harus ditanggung untuk menyediakan suatu barang agar siap dipakai oleh
konsumen. Biaya dalam pengertian produksi ialah semua “beban” yang
harus ditanggung oleh produsen untuk menghasilkan suatu produksi.
Jadi biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor
produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk
menciptakan barang-barang yang diproduksi perusahaan tersebut.
Biaya produksi dapat meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
1) Bahan baku atau bahan dasar termasuk bahan setengah jadi
2) Bahan-bahan pembantu atau penolong
3) Upah tenaga kerja dari tenaga kerja kuli hingga direktur
4) Penyusutan peralatan produksi
6) Biaya penunjang seperti biaya angkut, biaya administrasi,
pemeliharaan, biaya listrik, biaya keamanan dan asuransi
7) Biaya pemasaran, seperti biaya iklan
8) Pajak
Teori Biaya Produksi Jangka Pendek, meliputi:
1) Biaya Total (Total Cost / TC)
Biaya Total (Total Cost) adalah keseluruhan biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan sejumlah output
tertentu baik yang bersifat tetap maupun variabel. Biaya total (TC)
diperoleh dari TFC ditambah dengan TVC:
TFC = Biaya Tetap
TVC = Biaya Variabel
2) Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost / TFC)
Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) adalah keseluruhan
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang
tidak dapat berubah jumlahnya. Contoh: biaya pembelian mesin,
membangun bangunan pabrik, membangun prasarana jalan menuju
pabrik, dan sebagainya. Biaya tetap total (TFC) diperoleh dari TC
dikurangi dengan TVC.
TC = Biaya Total Rata-rata
TVC = Biaya Variabel Total
3) Biaya Variabel Total (Total Variable Cost / TVC)
Biaya Variabel Total (Total Variable Cost) adalah
keseluruhan biaya yang dieluarkan untuk memperoleh faktor
produksi variabel. Contoh: upah tenaga kerja, biaya pembelian
bahan baku, pembelian bahan bakar mesin, dan sebagainya. Biaya
Variabel Total (TVC) diperoleh dari
TC = Biaya Total Rata-rata
TFC = Biaya Tetap Total TC = TFC + TVC
TFC = TC - TVC
f) Memaksimalkan Keuntungan (Laba)
Keuntungan (laba) merupakan tujuan utama suatu pengusaha
dalam menjalankan usahanya. Proses produksi dilaksanakan seefisien
mungkin dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan. Menurut
Sunaryo keuntungan (laba) adalah selisih antara total pendapatan
dengan total biaya, yang merupakan insentif bagi produsen untuk
melakukan produksi. Keuntungan inilah yang mengarahkan produsen
untuk mengalokasikan sumber daya ke proses produksi tertentu.
Keuntungan total merupakan penerimaan total (TR) dikurangi
dengan biaya total (TC), Keuntungan total akan mencapai maksimum
apabila selisih positif antara TR dengan TC mencapai angka terbesar. Secara sistematis laba dapat dirumuskan π=TR-TC, perusahaan dapat dikatakan memperoleh keuntungan apabila selisihnya bernilai positif (π>0) dimana TR harus lebih besar dari pada TC (TR-TC).
Dalam teori ekonomi, pemisalan terpenting dalam menganalisis kegiatan perusahan adalah “mereka akan melakukan kegiatan memproduksi sampai kepada tingkat dimana keuntungan mereka
mencapai jumlah yang maksimum”. Berdasarkan kepada pemisalan ini
dapat ditunjukkan pada tingkat kapasitas memproduksi yang bagaimana
perusahaan akan menjalankan kegiatan usahanya.
Dalam praktek, pemaksimuman keuntungan bukanlah satu-satunya
tujuan perusahaan. Ada perusahaan yang menekan kepada volume
penjualan dan ada pula yang memasukkan pertimbangan politik dalam
menentukan tingkat produksi yang akan di capai. Ada pula perusahaan
yang lebih menekankan kepada usaha untuk mengabdi kepentingan
masyarakat dan kurang mementingkan tujuan untuk mencari
keuntungan yang maksimum. Memang beberapa tujuan yang di temui
dalam praktek tersebut memberikan dalam menganalisis kegiatan
perusahaan. Tetapi, disamping menyadari kenyataan tersebut, juga
diingat bahwa pada sebagian besar perusahaan, Intinya tujuan
yang telah diberikan kepada masyarakat telah memperoleh kesimpulan
yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya yaitu untuk
memaksimalkan laba.
Efisiensi di bidang keuangan memberikan pengaruh pada operasi
perusahaan, sehingga akan meningkatkan efisiensi operasional dan
efisiensi investasi yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan laba
perusahaan. Dengan menghasilkan laba, perusahaan dapat
mempertahankan pertumbuhan perusahaannya sehingga dapat bersaing
dengan perusahaan lain kerena laba tersebut dapat ditanam kembali dan
digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhannya.
Seperti halnya industri lain, tiap industri juga bertujuan untuk
memperoleh laba guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. Laba
yang dihasilkan tidak terlepas dari beberapa faktor antara lain jumlah
hasil produksinya, modal, dan total upah tenaga kerja.
g) Pendekatan-Pendekatan dalam Memaksimalkan Keuntungan
Di dalam memaksimalkan keuntungan oleh produsen terdapat tiga
pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan Totalitas (Totality Approach)
Pendekatan totalitas merupakan pendekatan dengan cara
membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC).
Pendapatan total (TR) adalah sama dengan jumlah unit output yang
terjual (Q) dikalikan dengan harga output per unit (P), maka TR =
P.Q Sedangkan biaya total (TC) adalah samadengan biaya tetap (FC)
ditambah dengan biaya variable (VC), maka TC = FC + VC.
Dalam pendekatan totalitas biaya variable per unit output
dianggap konstan sehingga biaya variable adalah jumlah output (Q)
dikalikan dengan biaya variable per unit (v), maka VC=v.Q Sehingga dapat disimpulkan bahwa π=P.Q-(FC+v.Q).
Implikasi dari pendekatan totalitas ini adalah perusahaan
menempuh strategi penjualan maksimum (Maximum Selling). Sebab
saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung
berapa unit output yang harus diproduksi untuk mencapai titik
impas. Kemudian besarnya output tadi dibandingkan dengan potensi
permintaan efektif
2) Pendekatan Marginal (Marginal Approach)
Analisis marginal ini mirip dengan analisis mencari kepuasan
maksimum. Analisis ini mendasarkan pada satu konsep yaitu
keuntungan marginal yakni tambahan keuntungan total sebagai
akibat tambahan satu unit output. Untuk mencari jumlah output
yang menghasilkan keuntungan maksimum dapat digunakan patokan
sebagai berikut “Jika keuntungan marginal masih positif dengan
menambah satu unit output maka output harus ditambah dan apabila
keuntungan marginal negative dengan menambah satu unit output
maka output harus dikurangi sampai keuntungan atau laba
marginal=0”.
Dalam pendekatan marginal perhitungan laba dilakukan
dengan membadingkan biaya marginal (MC) dan pendapatan
marginal (MR). Laba maksimum akan tercapai pada saat MR=MC.
Suatu perusahaan akan menambah keuntungannya apabila
menambah produksinya pada saat MR>MC yaitu hasil penjualan
marginal (MR) melebihi biaya marginal (MC). Dalam keadaan ini
pertambahan produksi dan penjualan akan menambah
keuntungannya. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu apabila MR<MC,
mengurangi produksi dan penjualan akan menambah untung. Maka
keuntungan maksimum dicapai dengan keadaan di mana MR=MC berlaku sehingga π=TR-TC.
3) Pendekatan Rata-Rata
Dalam pendekatan ini perhitungan laba per unit dilakukan
dengan membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan
harga jual output (P) . Laba total adalah laba per unit dikalikan
matematis π=(P-AC)xQ. Dari persamaan ini perusahaan akan
mencapai laba bila harga jual per unit output (P) lebih tinggi dari
biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas bila P
sama dengan AC.
Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan
perbandingan besarnya P dengan AC. Bila P lebih kecil atau sama
dengan AC, perusahaan hanya mencapai angka impas bila P=AC.
Keputusan untuk memproduksi didasarkan pada perbandingan antara
P dengan AC. Bila P lebih kecil atau sama dengan AC maka
perusahaan tidak mau memproduksi. Implikasi pendekatan rata-rata
adalah perusahaan atau unit laba usaha harus menjual
sebanyak-banyaknya (maximum selling) agar laba (π) makin besar.
2. Jumlah Modal Kerja
a. Pengertian Modal Kerja
Modal kerja didefinisikan sebagai modal yang digunakan untuk
membiayai operasional perusahaan sehari-hari terutama yang memiliki
jangka waktu pendek. Modal kerja juga diartikan seluruh aktiva lancar
yang dimiliki suatu perusahaan atau setelah aktiva lancar dikurangi
dengan utang lancar. Dengan kata lain modal kerja merupakan investasi
yang ditanamkan dalam aktiva lancar atau aktiva jangka pendek, seperti
kas, bank, surat berharga, piutang, persediaan, dan aktiva lancar
lainnya. Biasanya modal kerja digunakan untuk beberapa kali kegiatan
dalam satu periode (Kasmir, 2010 : 210). Gilarso (2002: 97),
menyatakan bahwa dalam ilmu ekonomi istilah modal adalah sumber
daya yang dihasilkan oleh manusia untuk membantu proses produksi
menghasilkan barang dan jasa.
b. Jenis Modal Kerja
Pembagian jenis modal kerja, menurut Taylor dalam Sjahrial (2009:
a. Modal kerja permanen
Modal kerja permanen merupakan modal kerja yang harus tetap ada
pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan
kata lain modal kerja yang terus menerus diperlukan untuk
kelancaran usaha. Modal kerja permanen terdiri dari:
1) Modal kerja primer
Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum
yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas
usaha.
2) Modal kerja normal
Modal kerja normal merupakan jumlah modal kerja yang
diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi normal.
b. Modal kerja variabel
Modal kerja variabel merupakan modal kerja yang jumlahnya
berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja
variabel terdiri dari:
1) Modal kerja musiman
Modal kerja musiman merupakan modal kerja yang jumlahnya
berubah-ubah karena pengaruh musim. Misalnya: modal kerja
yang dipergunakan untuk dapat menjalankan pabrik gula. Pada
saat panen tebu maka dibutuhkan modal kerja yang cukup besar,
sedangkan pada saat tidak ada tebu modal kerja yang dibutuhkan
hanya untuk biaya-biaya tetap saja seperti untuk gaji karyawan,
biaya listrik, karena tidak ada produksi.
2) Modal kerja siklis
Modal kerja siklis merupakan modal kerja yang besarnya
berubah-ubah karena fluktuasi konjugtur. Jumlah modal kerja
berubah-ubah sesuai dengan keadaan perekonomian. Pada saat
keadaan perekonomian baik maka kebutuhan modal kerja akan
meningkat, sebaliknya pada saat keadaan perekonomian buruk
3) Modal kerja darurat
Modal kerja darurat merupakan modal kerja yang besarnya
berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak dapat
diduga sebelumnya. Misalnya: adanya pemogokan buruh, adanya
banjir, adanya perubahan peraturan ekonomi yang mendadak
antara lain devaluasi.
c. Faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja
Modal kerja cukup memang sangat penting bagi suatu
perusahaan. Menurut Munawir (1995 : 117) untuk menentukan jumlah
modal kerja yang dianggap cukup oleh suatu perusahaan bukanlah hal
yang mudah. Karena modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu
perusahaan tergantung atau dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut:
1) Sifat atau tipe dari perusahaan
Modal kerja dari suatu perusahaan jasa, relatif akan lebih
rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan
industri, karena untuk perusahaan jasa tidak memerlukan investasi
yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan. Kebutuhan uang
tunai untuk membayar pegawainya maupun untuk membiayai
operasinya dapat dipenuhi dari penghasilan atau
penerimaan-penerimaan saat itu juga, sedangkan piutang biasanya dapat ditagih
dalam waktu yang relatif pendek. Sifat dari perusahaan jasa biasanya
memiliki atau harus menginvestasikan modal-modalnya sebagian
besar pada aktiva tetap yang digunakan untuk memberikan
pelayanan atau jasanya kepada masyarakat.
Sedangkan untuk perusahaan industri, keadaan sangatlah
ekstrim karena perusahaan industri harus mengadakan investasi yang
cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaan tidak mengalami
2) Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi barang
Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan
langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang
yang akan dijual maupun bahan dasar yang akan diproduksi sampai
barang tersebut dijual. Karena semakin panjang waktu yang
dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang tersebut
semakin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Di samping itu
pokok persatuan barang untuk mempengaruhi besar kecilnya modal
kerja yang dibutuhkan.
3) Syarat pembelian bahan atau barang dagang
Syarat pembelian barang dagangan atau bahan dasar yang akan
dibutuhkan untuk memproduksi barang sangat mempengaruhi
jumlah modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang
bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian
menguntungkan, semakin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan
dalam persediaan bahan atau barang dagangan, sebaliknya bila
pembayaran atas bahan atau barang yang dibeli tersebut harus
dilakukan dalam jangka waktu yang pendek maka uang kas yang
diperlukan untuk membiayai persediaan semakin besar pula.
4) Syarat penjualan
Semakin lunak kredit yang digunakan oleh perusahaan kepada
para pembeli akan mengakibatkan semakin besar jumlah modal kerja
yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk
memperendah dan memperkecil jumlah modal kerja yang harus
diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil adanya piutang
yang tidak dapat ditagih, sebaiknya perusahaan memberikan
potongan tunai kepada pembeli, karena dengan begitu pembeli akan
tertarik untuk membayar hutangnya dalam periode diskonto tersebut.
5) Tingkat perputaran persediaan
Tingkat perputaran persediaan menunjukkan berapa kali
Semakin tingkat perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal
kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam
persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat
perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan
pengawasan pekerjaan secara teratur dan efisien. Selain itu semakin
cepat atau semakin tinggi perputaran akan semakin memperkecil
resiko kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau
karena perubahan selera konsumen, disamping itu menghemat
ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.
d. Sumber Modal Kerja
Kebutuhan akan modal kerja mutlak disediakan perusahaan dalam
berbagai bentuk. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut diperlukan
sumber modal kerja yang dapat dicari dari berbagai sumber yang ada.
Namun dalam pemilihan sumber modal harus memperhatikan untung
ruginya pemilihan sumber modal kerja tersebut. Kasmir (2010 : 219)
menyebutkan beberapa sumber modal kerja yang dapat digunakan,
yaitu:
1) Hasil operasi perusahaan
Hasil operasi perusahaan maksudnya adalah pendapatan atau laba
yang diperoleh pada periode tertentu.
2) Keuntungan penjualan surat berharga
Keuntungan penjualan surat berharga maksudnya adalah besarnya
selisih antara harga beli dengan harga jual surat berharga tersebut.
3) Penjualan saham
Penjualan saham artinya perusahaan melepas sejumlah saham yang
masih dimiliki untuk dijual kepada berbagai pihak.
4) Penjualan aktiva tetap
Penjualan aktiva tetap maksunya ialah penjualan aktiva tetap yang
kurang produktif atau masih menganggur. Hasil penjualan ini dapat
5) Penjualan obligasi
Penjualan obligasi artinya perusahaan mengeluarkan sejumlah
obligasi untuk dijual kepada pihak lainnya.
6) Memperoleh pinjaman
Memperoleh pinjaman maksudnya ialah mendapat pinjaman dari
kreditor seperti bank atau lembaga lain.
7) Dana hibah
Dana hibah maksudnya ialah mendapat atau memperoleh dana hibah
dari berbagai lembaga, dan biasanya tidak dikenakan beban biaya
sebagaimana pinjaman dan tidak ada kewajiban pengembalian.
3. Omzet Penjualan
a. Pengertian Omzet Penjualan
Kata Omzet berarti jumlah, sedangkan penjualan berarti kegiatan
menjual barang yang bertujuan mencari laba atau pendapatan. Omzet
penjualan berarti jumlah penghasilan atau laba yang diperoleh dari hasil
menjual barang atau jasa. Chaniago (2002) memberikan pendapat
tentang omzet penjualan adalah keseluruhan jumlah pendapatan yang
didapat dari hasil penjualan suatu barang atau jasa dalam kurun waktu
tertentu.
Menurut Swastha (2005) omzet penjualan adalah akumulasi dari
kegiatan penjualan suatu produk barang-barang dan jasa yang dihitung
secara keseluruhan selama kurun waktu tertentu secara terus menerus
atau dalam satu proses akuntansi. Definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa omzet penjualan adalah keseluruhan jumlah penjualan barang
atau jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan jumlah
uang yang diperoleh.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Omzet Penjualan
Banyak faktor yang mempengaruhi suatu bisnis yang ada di
diantaranya faktor internal terdiri dari: tenaga kerja, peralatan dan
mesin-mesin, permodalan, bahan baku, sistem informasi dan
administrasi. Faktor eksternal terdiri dari: keadaan alam, perekonomian,
pendidikan dan teknologi, sosial dan budaya, pemasok, pelanggan,
pesaing (Rachmawati, 2009: 11).
Swastha (1999: 121) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya omzet dibagi menjadi dua faktor, yaitu:
(1) faktor internal (faktor yang dikendalikan oleh pihak-pihak
perusahaan) diantaranya: kemampuan perusahaan untuk mengelola
produk yang akan dipasarkan, kebijaksanaan harga dan promosi yang
digariskan perusahaan serta kebijaksanaan untuk memilih perantara
yang digunakan, (2) Faktor eksternal (faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh pihak perusahaan) diantaranya: perkembangan
ekonomi dan perdagangan baik nasional maupun internasional,
kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, perdagangan dan moneter dan
suasana persaingan pasar.
Sebagai pebisnis, omzet penjualan adalah salah satu faktor
terpenting yang tidak bisa diabaikan. Kesuksesan suatu bisnis sangat
ditentukan oleh seberapa banyak produk yang terjual. Dengan kata lain,
semakin besar omzet penjualan, semakin tinggi keuntungan yang
didapatkan. Namun, mendongkrak penjualan bukanlah perkara yang
mudah. Ada beberapa strategi yang harus diterapkan dan strategi
tersebut tentu tidak akan memberikan hasil dalam waktu yang sangat
singkat. Tidak ada yang instan dalam bisnis karena setiap pebisnis
membutuhkan proses berkesinambungan untuk meraih sukses.
Ada 4 cara untuk meningkatkan omzet penjualan, yaitu:
1) Utamakan Kualitas Produk
Tidak bisa dipungkiri lagi, kualitas produk adalah salah satu
syarat utama untuk meningkatkan tingkat penjualan. Dengan
produk yang berkualitas, anda tidak perlu menunggu waktu lama
dengan kualitas produk tersebut, dia tidak akan segan-segan
mempromosikannya dengan orang lain. Daripada anda membuang
uang untuk melakukan promosi, biarkanlah pelanggan anda yang
melakukannya. Selama mereka diperlakukan dengan baik, mereka
tidak akan sungkan untuk merekomendasikan bisnis anda ke
keluarga atau kerabat.
2) Beri Layanan Terbaik Kepada Semua Konsumen
Semua konsumen pada dasarnya adalah sama. Mereka
sama-sama membeli produk anda karena didorong oleh suatu kebutuhan
atau keinginan yang harus dipenuhi. Berapapun uang yang mereka
keluarkan, berapapun produk yang mereka beli, mereka
mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan terbaik. Jika
mereka dikecewakan, mereka tidak akan sungkan-sungkan untuk
menjelek-jelekan bisnis anda di depan banyak orang. Beri layanan
yang memuaskan dan konsumen akan kembali kepada anda. Salah
satu indikator dari tingkat kepuasan konsumen adalah repeat order.
Jika konsumen puas saat membeli produk anda untuk pertama kali,
mereka akan datang lagi untuk membelinya dengan jumlah yang
lebih besar dari pesanan pertama.
3) Beri diskon atau Penawaran Khusus
Konsumen akan sangat senang jika mendapatkan diskon saat
membeli produk. Untuk menawarkan diskon, ada beberapa hal
yang perlu anda perhatikan. Berikanlah diskon rasional yang tidak
memberatkan anda. Jika memberikan diskon terlalu besar, itu akan
menjadi bumerang sendiri bagi anda. Jangan terus-terusan
memberikan diskon karena diskon seharusnya diberikan pada saat
tertentu dan dalam jangka waktu terbatas. Penawaran khusus
terkadang lebih menarik daripada diskon. Berilah bonus berupa
souvenir atau benda menarik lainnya untuk memikat konsumen.
Anda bisa membuat souvenir sendiri atau memesannya dalam
4) Keluarkan Lebih Banyak Modal
Semakin banyak modal yang anda investasikan untuk bisnis
semakin besar potensi keuntungan yang bisa didapatkan. Anda bisa
mendatangkan investor untuk menanamkan modal di bisnis anda
selama bisnis tersebut memberikan potensi untung yang cukup
menarik bagi mereka.
Nitisemito (1994: 196) mengemukakan bahwa faktor
penyebab turunnya omzet penjualan meliputi dua faktor, yaitu: (1)
faktor intern (turunnya omzet penjualan dapat terjadi karena
kesalahan perusahaan itu sendiri) yang dibagi ke dalam beberapa
bagian antara lain: kualitas produk turun, service yang diberikan
bertambah jelek, sering kosongnya persediaan barang, penurunan
komisi penjualan yang diberikan, pengetatan terhadap piutang yang
diberikan, turunnya kegiatan salesman, penurunan kegiatan sales
promotion dan penetapan harga jual yang tinggi, (2) faktor ekstern
(turunnya omzet penjualan dapat terjadi di luar kekuasaan
perusahaan itu sendiri) yang dibagi ke dalam beberapa bagian:
perubahan selera konsumen, munculnya saingan baru, munculnya
barang pengganti, pengaruh faktor psikologis, perubahan atau
tindakan baru dalam kebijaksanaan pemerintah, adanya tindakan
dari pesaing.
4. Produktivitas Kerja
a. Pengertian Produktivitas Kerja
Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawan bisa berprestasi
dalam bentuk memberikan produktivitas kerja yang maksimal.
Produktivitas kerja karyawan bagi suatu perusahaan sangatlah penting
sebagai alat pengukur keberhasilan dalam menjalankan usaha. Karena
semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dalam perusahaan, berarti
Produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output)
dan masukan (input). Perumusan ini berlaku untuk perusahaan, industri,
dan ekonomi keseluruhannya. Secara sederhana produktivitas adalah
perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan
jumlah setiap sumber daya yang dipergunakan selama proses
berlangsung, Budiono (2003 : 201).
Menurut Siagian (2005:75) produktivitas adalah kemampuan
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana
yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal bahkan kalau
mungkin yang maksimal.
Menurut Masofa (2008) konsep produktivitas kerja dapat dilihat
dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi.
Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan
karakteristi-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam
bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya
individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas
kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas
dalam kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran
(output). Oleh karena itu dalam pandangan ini terjadinya peningkatan
produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat
dilihat dari aspek kualitas.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
produktivitas kerja adalah kemampuan menghasilkan barang dan jasa
dari berbagai sumber daya atau faktor produksi yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas yang dihasilkan dalam suatu
perusahaan.
b. Faktor-faktor Penentu Produktivitas Kerja
Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja karyawan di suatu
kerja. Ambar (2003 : 200-201) menyatakan bahwa faktor-faktor
penentu produktivitas kerja antara lain:
1) Knowledge
Knowledge atau pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses
pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal
yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan
masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan
pekerjaan.
2) Skills
Skills atau ketrampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis
operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan.
3) Abilities
Abilities atau kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang
dimiliki oleh seorang pegawai.
4) Attitude
Attitude merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan.
5) Behaviors
Behaviors atau perilaku dapat ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan
(attitude) yang telah tertanam dalam diri pegawai sehingga dapat
mendukung kerja yang efektif atau sebaliknya.
c. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Menurut Mangkuprawira (2007: 102) faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas pada tingkat makro yang perlu diketahui
oleh seorang manajer, meliputi:
1) Kondisi perekonomian: tingkat pajak yang rendah, tabungan dan
investasi yang meningkat, regulasi yang berlebihan, tingkat inflasi
tinggi, fluktuasi ekonomi, harga energi tinggi, keterbatasan bahan
baku, perlindungan berlebihan dan keterbatasan kuota, serta subsidi
2) Kondisi industri: kurangnya riset dan pengembangan serta regulasi
anti monopoli berlebihan.
3) Regulasi pemerintah: birokrasi panjang, produktivitas pemerintahan
rendah, pemborosan pemerintah, dan tingkat korupsi tinggi.
4) Karakteristik angkatan kerja: standar pendidikan rendah, tingkat
melek huruf rendah, etos kerja rendah, pergeseran ke sektor jasa,
tingkat kriminal tinggi, pergeseran sistem nilai dan sikap.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas yang
rendah pada tingkat mikro meliputi:
1) Organisasi: pabrik-pabrik tua, mesin-mesin tua, kekurangan alat dan
pabrik, riset dan pengembangan kurang, serta kondisi fisik tempat
kerja kurang nyaman.
2) Manajemen: kurang perhatian terhadap mutu, kelebihan staf
pegawai, spesialisasi pekerja yang berlebihan, kurang perhatian
terhadap faktor-faktor manusia, perhatian terhadap isu legal yang
berlebihan, kurangnya perhatian pada persoalan merger, kurangnya
perhatian terhadap pelatihan dan pengembangan, gaji eksekutif
berlebihan sementara gaji karyawan tidak memadai, resisten
terhadap perubahan, penurunan perhatian terhadap risiko kerja, sikap
bermusuhan terhadap serikat pekerja, dan manajemen kepemimpinan
otoriter.
3) Karyawan: lebih senang dengan waktu santai, resisten terhadap
perubahan, tidak bangga pada pekerjaan, kekerasan karena alkohol
dan obat-obatan terlarang.
d. Indikator Produktivitas Kerja
Bila suatu organisasi mengabaikan pengembangan sumber daya
manusia berakibat turunnya semangat kerja dan menimbulkan turunnya
produktivitas pegawai. Adapun indikator produktivitas kerja yang akan
1) Tingkat absensi tinggi
Tinggi rendahnya tingkat absensi dari pegawai yang ada akan
langsung berpengaruh terhadap produktivitas, karena pegawai yang
tidak masuk kerja tidak akan produktif, dengan demikian hasil
produksinya rendah yang akhirnya target produksi yang telah
ditetapkan tidak tercapai.
2) Tingkat perolehan hasil
Telah dijelaskan di atas bahwa produktivitas adalah kemampuan
seseorang dalam menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan dari
pendapat tersebut dengan adanya produktivitas kerja pegawai
rendah, otomatis hasil produksi barang atau jasa akan menurun
sehingga target produksi tidak tercapai.
3) Kualitas yang dihasilkan
Dalam kegiatan menghasilkan produk perusahaan berusaha agar
produk tersebut mempunyai kualitas yang baik, karena apabila
produk yang dihasilkan kurang baik maka produktivitas karyawan
akan menurun.
4) Tingkat kesalahan
Salah satu penyebab dari turunnya produktivitas pegawai dalam
menghasilkan produk adalah tingkat kesalahan, karena apabila
tingkat kesalahan tinggi, maka produktivitas akan rendah.
5) Waktu yang dibutuhkan
Kegiatan proses produksi memerlukan waktu yang cukup, karena
apabila waktu yang diberikan untuk menghasilkan produk kurang,
maka barang yang dihasilkan juga sedikit, sehingga target produksi
tidak tercapai.
e. Ciri-ciri Pegawai yang Produktif
Ranftl dalam Timpe (2000), mengemukakan ciri-ciri pegawai
1) Lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan
Kualifikasi pekerjaan dianggap hal yang mendasar, karena
produktivitas tinggi tidak mungkin tanpa kualifikasi yang benar.
2) Bermotivasi tinggi
Motivasi sebagai faktor kritis, pegawai yang bermotivasi berada
pada jalan produktivitas tinggi.
3) Mempunyai orientasi pekerjaan positif
Sikap seseorang terhadap tugasnya sangat mempengaruhi kinerjanya,
faktor positif dikatakan sebagai faktor utama produktivitas pegawai.
4) Dewasa
Pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan
hanya memerlukan pengawasan minimal.
5) Dapat bergaul dengan efektif
Kemampuan untuk menetapkan hubungan antar pribadi yang positif
adalah aset yang sangat meningkatkan produktivitas.
f. Faktor-Faktor Peningkatan Produktivitas
1) Faktor Usia (Umur)
Dalam rangka menempatkan karyawan, faktor usia pada diri
karyawan yang lulus dalam seleksi perlu mendapatkan
pertimbangan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari
rendahnya produktivitas yang dihasilkan oleh karyawan yang
bersangkutan.
2) Faktor Prestasi Akademis (Tingkat Pendidikan)
Prestasi akademik yang telah dicapai oleh karyawan yang
bersangkutan selama mengikuti jenjang pendidikan harus
mendapatkan pertimbangan. Dengan mempertimbangkan faktor
prestasi akademis, maka dapat ditetapkan dimana karyawan yang
bersangkutan akan ditempatkan sesuai dengan prestasi akademisnya.
Pendidikan yang minim mengakibatkan kurangnya pengetahuan