• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh jumlah modal kerja, omzet penjualan, dan produktivitas kerja terhadap tingkat keuntungan pengusaha di Sentra Industri Konveksi Wedi Kabupaten Klaten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh jumlah modal kerja, omzet penjualan, dan produktivitas kerja terhadap tingkat keuntungan pengusaha di Sentra Industri Konveksi Wedi Kabupaten Klaten."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

ii i x .

E Deifnis iVairabe lOperasional ... 5

. I I B A

B TINJAUANPUSTAKA

.

A Tingka tKeuntungan ... .... 8

.

B JumlahModa lKe jra ... .... 24

.

C Omze tPenjualan ... 29

.

D Produkitvtia sKejra... 3 2

N A I T I L E N E P E D O T E M . I I I B A B

.

A Jeni sPeneilitan ... 45

.

B TempatdanWaktuPeneilitan ... 45

.

C SubjekdanObjekPeneilitan ... 45

.

D Populas idanSampel... 46

.

E Vairabe lPeneilitandanOperasionaln ya... 46

.

F TeknikPengumpulanData... 47

.

G Uj iPrasyarat... 49

.

H Uj iAsums iKlasik ... 50

.I TeknikAnailsi sData ... 54

. V I B A

B HASILTEMUANLAPANGANDANPEMBAHASAN

.

A Deskripsi Data Responden ... 55

.

B Kondis iGeograifs Kecamatan Wedi ... 62

.

C Pemeirntahan... 64

.

(16)

v i x .

E Potens iEkonomi ... .. 65

.

F Pendidikan... 67

.

G Pasa rWedi ... 68

.

H Prasarana/Sarana ... .. 68

.I Keagrairaan ... 69

.J NliaiJ ua lObjekPajak ... 69

.

K RencanaUmumTataRuang ... 70

. V B A

B HASILDANPEMBAHASAN

.

A Uj iNormaltias... 71

.

B Uj iLiniertias ... 72

.

C Uj iMulitkoilniertias ... 73

.

D Uj iHeteroskedasitstias ... 75

.

E Uj iAutokorelasi ... .... 76

.

F Anailsi sRegres iBerganda... 77

.

G Pembahasan ... 80

V B A

B I .PENUTUP

.

A Kesimpulan ... 85

.

B Saran ... 85

.

C KeterbatasanPeneilitan ... 86

A K A T S U P R A T F A D

(17)
(18)
(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan sentra industri yang ada di Indonesia sangat besar

peranannya dalam penyediaan lapangan kerja serta meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten

yang memiliki jumlah industri yang cukup banyak dengan jenis yang sangat

beragam. Banyak sekali keuntungan yang didapatkan dengan adanya

keberadaan sentra industri ini, yaitu selain dapat menyerap tenaga kerja dari

masyarakat yang ada di Kabupaten Klaten juga dapat meningkatkan

keuntungan bagi pengusaha yang menjalankan usahanya, sekaligus

meningkatkan penghasilan bagi masyarakat yang bekerja di sentra industri

tersebut. Sentra-sentra industri yang ada di Kabupaten Klaten memiliki

potensi yang cukup besar untuk terus berkembang. Beberapa sentra industri

yang ada di Kabupaten Klaten, antara lain: sentra industri pengecoran logam,

sentra industri tembakau, sentra industri gerabah, sentra industri mebel, sentra

industri pertenunan, sentra industri koveksi, dan lain-lain.

Perkembangan industri di Kabupaten Klaten terus meningkat dari tahun

ke tahun, hal ini ditandai dengan banyak munculnya industri-industri baru.

Menurut data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro

Kecil dan Menengah Kabupaten Klaten tahun 2012 terdapat 285 sentra

industri, dengan jumlah usaha sebanyak 9.254 usaha, tenaga kerja yang dapat

diserap yaitu sebanyak 38.406 orang. Keberadan sentra industri ini tentunya

membawa kontribusi yang cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah

(PAD) Kabupaten Klaten. (Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan

UMKM Klaten, 2012).

Sentra industri konveksi merupakan sentra industri yang cukup banyak

(20)

industri konveksi terdapat di beberapa tempat seperti di kecamatan Jogonalan,

Wedi, Klaten Selatan, Pean, Ngawen, Ceper, Karangdowo, dan Delanggu.

Industri konveksi yang ada di Kabupaten Klaten ini adalah salah satu

jenis usaha yang bisa bertahan dan berkembang walaupun perekonomian

negara tidak stabil, namun industri konveksi tetap bisa bertahan dan tetap bisa

menjalankan usahanya. Salah satunya adalah sentra industri konveksi di

Kecamatan Wedi. Sentra industri konveksi di Kecamatan Wedi ini

merupakan sentra industri yang cukup besar yang ada di Klaten, dan juga

paling banyak diminati oleh pembeli. Tetapi ada beberapa hambatan yang

sering dialami oleh para pemilik industri konveksi tersebut, yaitu berupa

permodalan, omzet penjualan, dan produktivitas tenaga kerja. Jika

hambatan-hambatan tersebut tidak diatasi secara serius, maka akan berdampak pada

tingkat keuntungan pengusaha konveksi yang ada di Kecamatan Wedi

Kabupaten Klaten.

Modal kerja merupakan kunci utama dalam pendirian usaha, tanpa

modal yang cukup perusahaan tidak akan mampu berdiri. Pengertian modal

kerja menurut Kasmir (2010: 210) yaitu “Modal yang digunakan untuk

membiayai operasional perusahaan sehari-hari terutama yang memiliki jangka waktu pendek”.

Setiap pengusaha selalu membutuhkan modal kerja dalam berproduksi,

misalnya digunakan untuk pembelian bahan baku, pembelian peralatan, dan

juga untuk membayar gaji karyawan, dimana modal yang dikeluarkan itu

diharapkan akan dapat kembali masuk ke dalam perusahaan dalam jangka

waktu pendek melalui hasil penjualan produknya. Perusahaan tidak mungkin

dapat berjalan dengan baik tanpa adanya modal yang digunakan untuk

membiayai aktivitas dari perusahaan. Maka dari itu dibutuhkan pengaturan

atau manajemen agar modal kerja tersebut dapat digunakan oleh perusahaan

seefektif mungkin. Hal ini seperti yang banyak dialami oleh para pengusaha

sentra konveksi yang ada di Wedi, yang masih kesulitan dalam mengatur

modal kerja secara efektif. Selain itu, modal kerja dalam jumlah yang sedikit

(21)

perusahaan tidak dapat memaksimalkan tingkat produksi barang sehingga

keuntungan yang didapatkan juga tidak dapat maksimal.

Selain modal, omzet penjualan juga merupakan salah satu penentu

keberhasilan suatu perusahaan. Chaniago (2002) memberikan pendapat

mengenai omzet penjualan yaitu “Keseluruhan jumlah pendapatan yang

didapat dari hasil penjualan suatu barang atau jasa dalam kurun waktu

tertentu”. Salah satu tujuan perusahaan ialah untuk meningkatkan omzet

penjualan. Omzet penjualan selalu indentik dengan kegiatan penjualan.

Omzet penjualan akan meningkat jika permintaan terhadap barang tinggi, jika

permintaan akan barang sudah tinggi maka produksi barang juga akan

meningkat, dengan demikian omzet penjualan pun juga otomatis akan

meningkat. Omzet penjualan yang tinggi akan berdampak pada peningkatan

keuntungan perusahaan. Namun jika suatu perusahaan omzet penjualannya

kecil maka keuntungannya juga akan kecil bahkan tidak dapat balik modal

atau bahkan malah akan mengalami kerugian. Beberapa permasalahan yang

menyebabkan penurunan omzet penjualan yang sering dialami oleh para

pengusaha, yaitu: kualitas produk yang menurun, penetapan harga jual yang

terlalu tinggi, penurunan kegiatan sales promotion, dan lain-lain. Oleh

karenanya para pengusaha diharapkan untuk dapat meningkatkan omzet

penjualan agar dapat meningkatkan keuntungan usahanya.

Di sisi lain, sumber daya manusia memegang peranan penting dalam

kegiatan perusahaan meskipun peran dan fungsi dari tenaga kerja telah

banyak digantikan oleh mesin-mesin industri. Tetapi pada kenyataannya,

sampai saat ini tenaga kerja masih menjadi faktor yang penting dalam

menentukan jalannya proses produksi. Terlebih pada perusahaan konveksi

yang hampir keseluruhan proses produksi menggunakan tenaga manusia

mulai dari membuat pola, memotong kain, menjahit, membuat kancing baju,

merapikan hasil jahitan, serta menyablon. Produktivitas pekerja konveksi

yang tinggi nantinya akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan

perusahaan konveksi, maka dari itu setiap perusahaan menghendaki agar

(22)

kenyataannya masih juga banyak terdapat karyawan yang memiliki

produktivitas yang rendah. Karyawan yang memiliki produktivitas rendah

tersebut susah melakukan atau mengerjakan target produksi yang sudah

ditentukan oleh perusahaan, yang nantinya juga berdampak pada besarnya,

waktu pengerjaan yang lebih lama, dan nantinya berdampak pada

menurunnya tingkat keuntungan perusahaan. Hal inilah yang juga dialami

oleh sentra industri konveksi di Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten.

Melihat permasalahan tersebut, maka penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Jumlah Modal Kerja, Omzet

Penjualan, dan Produktivitas Kerja terhadap Tingkat Keuntungan

Pengusaha di Sentra Industri Konveksi Wedi Kabupaten Klaten”.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian ini lebih terarah pada

permasalahan spesifik mengenai ruang lingkup penelitian. Adapun

pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: subjek yang diteliti adalah

jumlah modal kerja, omzet penjualan, dan produktivitas kerja terhadap tingkat

keuntungan pengusaha konveksi. Jumlah modal kerja yang dimaksud dalam

pembahasan ini terkait dengan kekayaan atau aktiva yang dimiliki oleh

pengusaha konveksi untuk menjalankan operasi perusahaan. Omzet penjualan

yang dimaksud meliputi keseluruhan barang yang mampu dijual oleh

perusahan konveksi dinyatakan dalam satuan rupiah. Produktivitas kerja yang

dimaksud meliputi barang yang mampu dihasilkan oleh para pekerja dengan

asumsi input lain diasumsikan tetap.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh signifikan jumlah modal kerja terhadap tingkat

keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten

(23)

2. Apakah ada pengaruh signifikan omzet penjualan terhadap tingkat

keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten

Klaten?

3. Apakah ada pengaruh signifikan produktivitas kerja terhadap tingkat

keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten

Klaten?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh signifikan jumlah modal kerja terhadap tingkat

keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten

Klaten.

2. Mengetahui pengaruh signifikan omzet penjalan terhadap tingkat

keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten

Klaten.

3. Mengetahui pengaruh signifikan produktivitas kerja terhadap tingkat

keuntungan pengusaha di sentra industri konveksi Wedi Kabupaten

Klaten.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Industri

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi para

pengusaha terutama yang bergerak di bidang sentra industri konveksi.

2. Bagi Universitas

Penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran peneliti dari berbagai macam

mata kuliah yang telah diperoleh dan menambah koleksi kepustakaan

(24)

3. Bagi Penulis

Penelitian ini merupakan penerapan dan sekaligus sebagai sarana

mengaktualisasi diri sendiri dalam menerapkan teori yang telah didapat

selama mengikuti perkuliahan.

F. Definisi Variabel Operasional Penelitian

1. Variabel Dependen (Y)

a. Tingkat Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total (Total

Revenue) dari pengusaha konveksi dikurangi dengan biaya total (Total

Cost). Variabel ini dinyatakan dalam bentuk rupiah selama satu bulan.

Indikator dari tingkat keuntungan adalah biaya total (Total Cost) yang

terdiri dari biaya tetap total (TFC) ditambah dengan biaya variabel

total (TVC). Penerimaan total (Total Revenue) diperoleh dari jumlah

barang yang terjual (Q) dikalikan dengan harga jual (P).

2. Variabel Independen (X)

a. Jumlah modal kerja (XІ) adalah total kekayaan atau aktiva yang dimiliki oleh pengusaha konveksi yang digunakan untuk menjalankan

operasi perusahaan sehari-hari.

Indikator yang diukur adalah uang tunai, surat berharga, piutang,

gedung, persediaan dan utang yang dimiliki oleh para pengusaha

konveksi. Variabel ini dinyatakan dalam bentuk rupiah.

b. Omzet penjualan (XЇ) adalah jumlah barang yang terjual oleh perusahaan konveksi dikalikan dengan harga pasar. Variabel ini

dinyatakan dalam bentuk rupiah selama satu bulan.

Indikator dari omzet penjualan adalah keseluruhan barang yang

mampu dijual oleh perusahaan konveksi selama 1 bulan dinyatakan

dalam satuan rupiah.

(25)

Indikator produktivitas kerja, yaitu jumlah barang yang dapat

dihasilkan oleh seorang pekerja dalam waktu 1 bulan. Variabel ini

(26)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Tingkat Keuntungan

a) Pengertian Tingkat Keuntungan

Kegiatan perusahaan sudah dapat dipastikan berorientasi pada

keuntungan atau laba. Menurut Gilarso (2003: 307), keuntungan atau

laba adalah pendapatan sisa yang diterima oleh pengusaha sebagai

balas karya terhadap kemampuan berwiraswasta, setelah segala biaya

produksi diperhitungkan.

Menurut Soemarso (2004: 245), laba adalah selisih lebih

pendapatan atas beban sehubungan dengan usaha untuk memperoleh

pendapatan tersebut selama periode tertentu. Dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan laba sejauh mana suatu perusahaan

memperoleh pendapatan dari kegiatan penjualan sebagai selisih dari

keseluruhan usaha yang didalam usaha itu terdapat biaya yang

dikeluarkan untuk proses penjualan selama periode tertentu.

Menurut Simamora (2002: 45), laba adalah perbandingan antara

pendapatan dengan beban jikalau pendapatan melebihi beban maka

hasilnya adalah laba bersih. Laba didapatkan dari penerimaan

total/Total Revenue (TR) diurangi biaya total/ Total Cost (TC). Laba

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu laba akuntan dan laba ekonom.

Laba menurut para akuntan adalah kelebihan pendapatan terhadap

beban. Laba menurut para ekonom, Adam Smith berpendapat bahwa

laba adalah jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa mengganggu modal

(Nafarin, 2007: 788).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa laba

(27)

usaha dan akan mempengaruhi kegiatan perusahaan pada periode

tertentu dan laba didapat dari selisih antara pendapatan dengan beban,

apabila pendapatan lebih besar dari pada beban maka perusahaan akan

mendapatkan laba apabila terjadi sebaliknya maka perusahaan

mendapatkan rugi.

b) Jenis-jenis Laba

Menurut Tuanakotta (2001: 219) mengemukakan jenis-jenis laba

dalam hubungannya dengan perhitungan laba, yaitu :

1) Laba kotor

Laba kotor yaitu perbedaan antara pendapatan bersih dan penjualan

dengan harga pokok penjualan.

2) Laba dari operasi

Laba dari operasi yaitu selisih antara laba kotor dengan total beban

biaya.

3) Laba Bersih

Laba bersih yaitu angka terakhir dalam perhitungan laba rugi dimana

untuk mencarinya laba operasi bertambah pendapatan lain-lain

dikurangi oleh beban lain-lain.

c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Laba

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan laba

sebuah usaha. Menurut Angkoso (2006) menyebutkan bahwa

pertumbuhan laba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai

berikut:

1) Besarnya perusahaan

Semakin besar suatu perusahaan, maka ketepatan pertumbuhan laba

yang diharapkan semakin tinggi.

2) Umur perusahaan

Perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam

(28)

3) Tingkat leverage

Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer

cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan

pertumbuhan laba.

4) Tingkat penjualan

Tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi, semakin tinggi tingkat

penjualan di masa yang akan datang sehingga pertumbuhan laba

semakin tinggi.

5) Perubahan laba masa lalu

Semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba

yang diperoleh di masa mendatang.

d) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Usaha

1) Modal Usaha

Modal adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan

secara langsung atau tidak langsung, dalam kaitannya untuk

menambah output, lebih khusus dikatakan bahwa modal usaha

terdiri dari barang-barang yang dibuat untuk penggunaan produk

pada masa yang akan datang (Suparmoko, dan Irwan 1992: 75).

Menurut Lawrance dalam Giyanto (2010) modal merupakan

sinonim kekayaan yaitu semua barang yang dimiliki orang seorang.

Tanah beserta sumber alam yang terkandung di dalamnya sering

disebut modal alami, untuk membedakan dari modal buatan seperti

gedung, mesin-mesin, alat-alat, dan bahan-bahan.

Modal merupakan kekayaan yang diperlukan oleh perusahaan

untuk menyelenggarakan kegiatan sehari-hari yang selalu berputar

dalam periode tertentu. Besar kecilnya dan berhasil tidaknya usaha

ditentukan oleh modal yang tersedia, sehingga kedudukan modal

dapat menjamin kelangsungan hidup usaha. Selain itu, modal

(29)

yang telah didirikan. Modal dapat dibagi sebagai berikut (Suryana,

2001: 36) :

a) Modal Tetap

Modal tetap adalah modal yang memberikan jasa untuk proses

produksi dalam jangka waktu yang relatif lama dan tidak

terpengaruh oleh besar kecilnya jumlah produksi. Misalnya

tanah, gedung, mesin, dan sebagainya.

b) Modal Lancar

Modal lancar adalah modal yang memberikan jasa hanya sekali

dalam proses produksi, bisa dalam bentuk bahan-bahan baku

dan kebutuhan lain sebagai penunjang usaha tersebut. Modal ini

biasanya dalam bentuk pembelian bahan baku, membiayai

upah, biaya penjualan, biaya pemeliharaan dan sebagainya.

Menurut Riyanto (dalam Giyanto, 2010) sumber-sumber

modal, yaitu: sumber internal yaitu modal yang dihasilkan sendiri,

sumber eksternal yaitu modal dari luar perusahaan, supplier, bank,

pasar modal.

Sumber modal yang dimiliki dapat berasal dari perusahaan

sendiri maupun dari luar. Jadi sumber modal yang dimiliki

pengusaha dapat diperoleh dari sumber internal dan eksternal.

Apabila pengusaha mendapatkan kesulitan dalam memperoleh

sumber modal, maka dapat menggunakan bank dan supplier untuk

memperoleh modal. Pasar modal merupakan sumber modal yang

terakhir karena tergantung kesanggupan perusahaan apakah sudah

mampu berkompetisi dalam pasar modal.

2) Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha adalah lamanya seseorang menekuni

usaha yang dijalankan. Ada suatu asumsi bahwa semakin lama

seseorang menjalankan usahanya maka akan semakin

berpengalaman orang tersebut karena mempunyai pengalaman

(30)

usaha diukur dari lamanya seseorang menggeluti usaha yang

dijalaninya.

Berhubungan dengan keterampilan, pengalaman usaha

sangatlah erat kaitannya dengan tingkat pendapatan. Semakin

tinggi pengalaman usaha maka semakin tinggi pula keterampilan

yang dimiliki, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tingkat

output produksi yang bersangkutan (Risdiyanto dalam Suryani,

2007). Semakin lama seorang pengusaha menekuni dalam suatu

usaha maka akan lebih mahir mengelola usahanya. Selain itu,

semakin lama usaha maka semakin banyak konsumen yang

berlangganan produk yang dihasilkan produsen.

Pengalaman usaha memberikan seseorang pelajaran secara

nyata apa yang dihadapi di pasar produk. Sejalan dengan

bertambahnya pengalaman kerja maka bertumbuh pula pengalaman

dan keterampilan, sehingga dalam menghadapi pelanggan yang

bervariasi akan semakin baik.

3) Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah sejumlah penduduk yang dapat

menghasilkan barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga

kerja, mereka akan berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tenaga

kerja sering pula disebut penduduk usia kerja dalam arti sudah

bekerja, sedang mencari kerja, dan sedang melakukan kegiatan lain

yang belum tercakup mencari kerja, bersekolah dan mengurus

rumah tangga walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap

secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat berpartisipasi dalam

bekerja (Wiro Suharjo dalam Ramadhan, 2010).

Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat dominan dalam

kegiatan produksi, karena tenaga kerja itulah yang berperan

mengalokasikan dan memanfaatkan faktor produksi lain guna

menghasilkan suatu output yang bermanfaat. Faktor tenaga kerja

(31)

jumlah namun juga kualitas dan macam tenaga kerja yang

memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperkirakan disesuaikan

dengan kebutuhan sampai pada tingkat tertentu sehingga

jumlahnya optimal. Selain itu, tenaga kerja memberikan kontribusi

penting terhadap keuntungan yang diperoleh pengusaha melalui

peningkatan produktivitasnya.

Menurut Winardi (dalam Giyanto, 2010) faktor-faktor yang

mempengaruhi tenaga kerja adalah:

a) Produktivitas tenaga kerja hingga tingkat tertentu dipengaruhi

oleh tenaga kerja keturunan, darimana dia berasal dan iklim

lingkungan yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan

b) Sifat-sifat kesehatan, kekuatan, intelegensi, ambisi kemampuan

untuk menilai, ketekunan, mempengaruhi produktivitas tenaga

kerja

c) Kondisi tempat kerja

d) Tergantung kualitas dan metode dari organisasi perusahaan

e) Berkaitan dengan upah yang diterimanya

4) Tingkat Pendidikan

Perkembangan suatu industri ditentukan oleh sejumlah faktor,

salah satunya yaitu tingkat pendidikan pengusaha. Pendidikan

merupakan salah satu unsur yang dapat mengubah sikap, perilaku,

peningkatan pola pikir, memperluas wawasan serta memudahkan

pengusaha menyerap informasi terutama mengenai usaha yang

digelutinya. Secara umum pendidikan akan memperluas pengertian

seseorang. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi perilaku

dan selanjutnya akan berdampak pada pengambilan keputusan.

Dalam dunia usaha tingkat pendidikan akan mempengaruhi

segala tindakan yang akan ditempuh dan akan lebih rasional dalam

mencermati setiap kejadian. Pendidikan pada dasarnya bertujuan

untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat

(32)

dalam mengembangkan sumber-sumber yang dimiliki untuk

meningkatkan perkembangan ekonomi. Pendidikan tidak hanya

menambah pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan

kerja sehingga akan berpengaruh pada keberhasilan usaha.

Menurut ragamnya, pendidikan dapat dibedakan menjadi 3,

yaitu (Priyatno dalam Suryani 2004 : 41-42):

a) Pendidikan Formal

Pendidikan formal yaitu suatu sistem pendidikan yang

dikembangkan secara bertahap dan bertata tingkat, mulai dari

pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

b) Pendidikan Informal

Pendidikan Informal yaitu sebagai proses seumur hidup bagi

setiap orang dalam mencari dan menghimpun pengetahuan,

keterampilan, sikap, dan pengertian yang diperoleh dari

pengalaman sehari-hari. Kendatipun biasanya penyelenggaraan

pendidian ini kurang terorganisir dan kurang sistematis, tetapi

ini merupakan sumber yang paling besar dari segala apa yang

dipelajari manusia.

c) Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal yaitu sebagai kegiatan pendidikan yang

terorganisir dan sistematis di luar pendidikan formal.

5) Kemitraan Usaha

Kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang terwujud

dalam strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih

dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan

saling menguntungkan (Hakim, 2004). Dalam kerjasama tersebut

terdapat upaya untuk melakukan pembinaan dan pengembangan,

karena pada dasarnya masing-masing pihak mempunyai kelemahan

dan kelebihan sehingga akan saling melengkapi dalam arti pihak

yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan

(33)

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1997 tentang

kemitraan, pasal 1 angka 1 menjelaskan mengenai kemitraan yakni,

kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha

menengah dan atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip

saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling

menguntungkan.

Pada dasarnya kemitraan merupakan suatu kegiatan saling

menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam

menghadapi dan memperkuat satu sama lain. Berkaitan dengan hal

tersebut kemitraan usaha mengandung beberapa unsur pokok yang

merupakan kerjasama usaha dengan prinsip saling menguntungkan,

saling memperkuat dan saling memerlukan, yaitu (Hakim, 2004 :

21):

a) Kerjasama Usaha

Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini,

jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau

menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran

kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua

belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan

kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau

menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan

yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga

tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling

mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya

rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan

usahanya.

b) Hubungan antara Pengusaha Besar atau Menengah dengan

Pengusaha Kecil

Melalui hubungan dengan kemitraan ini diharapkan

pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan

(34)

pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih

berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya

kesejahteraan.

c) Pembinaan dan Pengembangan

Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan

dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan

pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari

pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang

tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk

pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan di dalam

mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen

usaha, pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM),

pembinaan manajemen produksi, pembinaan mutu produksi,

serta menyangkut pula pembinaan di dalam pengembangan

aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.

d) Prinsip Saling Memerlukan

Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang

dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi,

keunggulan, dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan

keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang

berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan

sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar

dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu

dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh

perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil,

yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi,

permodalan, dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana

produksi yang dimiliki oleh perusahan besar. Dengan demikian

sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan di

(35)

e) Prinsip Saling Memperkuat

Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak

memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada sesuatu nilai

tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang

bermitra. Nilai tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai

ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan

pangsa pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang non ekonomi

seperti peningkatan kemampuan manajemen, penguasaan

teknologi dan kepuasan tertentu. Keinginan ini merupakan

konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan.

Keinginan tersebut harus didasari sampai sejauh mana

kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk

memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimilikinya,

sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para

pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan

lebih besar. Dengan demikian terjadi saling isi mengisi atau

saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang

bermitra. Dengan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip

kemitraan dapat didasarkan pada saling memperkuat.

f) Prinsip Saling Menguntungkan

Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha

adalah kesadaran dan saling menguntungkan. Pada kemitraan

ini tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan

kekuatan yang sama, tetapi yang essensi dan lebih utama adalah

posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing.

Pada kemitraan usaha terutama sekali terhadap hubungan

timbal balik, bukan seperti kedudukan antara buruh dan

majikan, atau terhadap atasan kepada proporsional, di sinilah

letak kekhasan dan karakter dari kemitraan usaha tersebut.

Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat

(36)

tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru

terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga

pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan

melalui pengembangan usahanya.

g) Teknologi

Teknologi dalam proses produksi digunakan untuk

meningkatkan jumlah output yang dihasilkan oleh suatu

industri. Perkembangan teknologi yang semakin maju dapat

memperbaiki produktivitas dan meningkatkan standar produksi.

Kemajuan teknologi dapat berupa perbaikan dalam proses

produksi yaitu dengan jumlah input yang sama dapat dihasilkan

output dalam jumlah lebih banyak, atau sebaliknya dengan

tingkat output sama dihasilkan dengan jumlah input lebih

sedikit.

Perkembangan teknologi dalam suatu industri dapat

dilihat dari pengenalan produk baru. Produk baru yang

dihasilkan biasanya telah terjadi proses inovasi sehingga ada

peningkatan kualitas dari produk sebelumnya. Inovasi produk

menyebabkan suatu barang lebih bernilai secara kualitas dan

kuantitas sehingga inovasi sangat diperlukan untuk kemajuan

suatu industri. Selain itu, produktivitas tenaga kerja dapat

ditingkatkan melalui penerapan teknologi yang lebih maju.

Tenaga kerja dan teknologi tidak dapat dipisahkan.

h) Jangkauan Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya

individu dan kelmpok mendapatkan apa yang mereka butuhkan

dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara

bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai

tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan

(37)

dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan

nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih (Kotler,

2004: 9).

Jangkauan pemasaran merupakan kesanggupan suatu

industri untuk dapat memasarkan produknya pada konsumen

dimanapun tempatnya. Pada proses pemasaran diperlukan biaya

pada pengangkutan transportasi untuk sampai pada pasar

tujuan. Pengusaha akan berusaha mencapai sejauh mana

jangkauan pemasaran produknya. Jangkauan pemasaran yang

luas akan mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan

pengusaha. Oleh karena itu, pengusaha harus dapat mengatasi

masalah biaya tersebut sehingga dengan meluasnya jangkauan

pemasaran, namun tidak menyulitkan proses distribusi

produksi.

e) Teori Biaya Produksi

Biaya dalam pengertian Ekonomi ialah semua “beban” yang harus ditanggung untuk menyediakan suatu barang agar siap dipakai oleh

konsumen. Biaya dalam pengertian produksi ialah semua “beban” yang

harus ditanggung oleh produsen untuk menghasilkan suatu produksi.

Jadi biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran

yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor

produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk

menciptakan barang-barang yang diproduksi perusahaan tersebut.

Biaya produksi dapat meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

1) Bahan baku atau bahan dasar termasuk bahan setengah jadi

2) Bahan-bahan pembantu atau penolong

3) Upah tenaga kerja dari tenaga kerja kuli hingga direktur

4) Penyusutan peralatan produksi

(38)

6) Biaya penunjang seperti biaya angkut, biaya administrasi,

pemeliharaan, biaya listrik, biaya keamanan dan asuransi

7) Biaya pemasaran, seperti biaya iklan

8) Pajak

Teori Biaya Produksi Jangka Pendek, meliputi:

1) Biaya Total (Total Cost / TC)

Biaya Total (Total Cost) adalah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan sejumlah output

tertentu baik yang bersifat tetap maupun variabel. Biaya total (TC)

diperoleh dari TFC ditambah dengan TVC:

TFC = Biaya Tetap

TVC = Biaya Variabel

2) Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost / TFC)

Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) adalah keseluruhan

biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang

tidak dapat berubah jumlahnya. Contoh: biaya pembelian mesin,

membangun bangunan pabrik, membangun prasarana jalan menuju

pabrik, dan sebagainya. Biaya tetap total (TFC) diperoleh dari TC

dikurangi dengan TVC.

TC = Biaya Total Rata-rata

TVC = Biaya Variabel Total

3) Biaya Variabel Total (Total Variable Cost / TVC)

Biaya Variabel Total (Total Variable Cost) adalah

keseluruhan biaya yang dieluarkan untuk memperoleh faktor

produksi variabel. Contoh: upah tenaga kerja, biaya pembelian

bahan baku, pembelian bahan bakar mesin, dan sebagainya. Biaya

Variabel Total (TVC) diperoleh dari

TC = Biaya Total Rata-rata

TFC = Biaya Tetap Total TC = TFC + TVC

TFC = TC - TVC

(39)

f) Memaksimalkan Keuntungan (Laba)

Keuntungan (laba) merupakan tujuan utama suatu pengusaha

dalam menjalankan usahanya. Proses produksi dilaksanakan seefisien

mungkin dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan. Menurut

Sunaryo keuntungan (laba) adalah selisih antara total pendapatan

dengan total biaya, yang merupakan insentif bagi produsen untuk

melakukan produksi. Keuntungan inilah yang mengarahkan produsen

untuk mengalokasikan sumber daya ke proses produksi tertentu.

Keuntungan total merupakan penerimaan total (TR) dikurangi

dengan biaya total (TC), Keuntungan total akan mencapai maksimum

apabila selisih positif antara TR dengan TC mencapai angka terbesar. Secara sistematis laba dapat dirumuskan π=TR-TC, perusahaan dapat dikatakan memperoleh keuntungan apabila selisihnya bernilai positif (π>0) dimana TR harus lebih besar dari pada TC (TR-TC).

Dalam teori ekonomi, pemisalan terpenting dalam menganalisis kegiatan perusahan adalah “mereka akan melakukan kegiatan memproduksi sampai kepada tingkat dimana keuntungan mereka

mencapai jumlah yang maksimum”. Berdasarkan kepada pemisalan ini

dapat ditunjukkan pada tingkat kapasitas memproduksi yang bagaimana

perusahaan akan menjalankan kegiatan usahanya.

Dalam praktek, pemaksimuman keuntungan bukanlah satu-satunya

tujuan perusahaan. Ada perusahaan yang menekan kepada volume

penjualan dan ada pula yang memasukkan pertimbangan politik dalam

menentukan tingkat produksi yang akan di capai. Ada pula perusahaan

yang lebih menekankan kepada usaha untuk mengabdi kepentingan

masyarakat dan kurang mementingkan tujuan untuk mencari

keuntungan yang maksimum. Memang beberapa tujuan yang di temui

dalam praktek tersebut memberikan dalam menganalisis kegiatan

perusahaan. Tetapi, disamping menyadari kenyataan tersebut, juga

diingat bahwa pada sebagian besar perusahaan, Intinya tujuan

(40)

yang telah diberikan kepada masyarakat telah memperoleh kesimpulan

yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya yaitu untuk

memaksimalkan laba.

Efisiensi di bidang keuangan memberikan pengaruh pada operasi

perusahaan, sehingga akan meningkatkan efisiensi operasional dan

efisiensi investasi yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan laba

perusahaan. Dengan menghasilkan laba, perusahaan dapat

mempertahankan pertumbuhan perusahaannya sehingga dapat bersaing

dengan perusahaan lain kerena laba tersebut dapat ditanam kembali dan

digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhannya.

Seperti halnya industri lain, tiap industri juga bertujuan untuk

memperoleh laba guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. Laba

yang dihasilkan tidak terlepas dari beberapa faktor antara lain jumlah

hasil produksinya, modal, dan total upah tenaga kerja.

g) Pendekatan-Pendekatan dalam Memaksimalkan Keuntungan

Di dalam memaksimalkan keuntungan oleh produsen terdapat tiga

pendekatan, yaitu:

1) Pendekatan Totalitas (Totality Approach)

Pendekatan totalitas merupakan pendekatan dengan cara

membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC).

Pendapatan total (TR) adalah sama dengan jumlah unit output yang

terjual (Q) dikalikan dengan harga output per unit (P), maka TR =

P.Q Sedangkan biaya total (TC) adalah samadengan biaya tetap (FC)

ditambah dengan biaya variable (VC), maka TC = FC + VC.

Dalam pendekatan totalitas biaya variable per unit output

dianggap konstan sehingga biaya variable adalah jumlah output (Q)

dikalikan dengan biaya variable per unit (v), maka VC=v.Q Sehingga dapat disimpulkan bahwa π=P.Q-(FC+v.Q).

Implikasi dari pendekatan totalitas ini adalah perusahaan

menempuh strategi penjualan maksimum (Maximum Selling). Sebab

(41)

saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung

berapa unit output yang harus diproduksi untuk mencapai titik

impas. Kemudian besarnya output tadi dibandingkan dengan potensi

permintaan efektif

2) Pendekatan Marginal (Marginal Approach)

Analisis marginal ini mirip dengan analisis mencari kepuasan

maksimum. Analisis ini mendasarkan pada satu konsep yaitu

keuntungan marginal yakni tambahan keuntungan total sebagai

akibat tambahan satu unit output. Untuk mencari jumlah output

yang menghasilkan keuntungan maksimum dapat digunakan patokan

sebagai berikut “Jika keuntungan marginal masih positif dengan

menambah satu unit output maka output harus ditambah dan apabila

keuntungan marginal negative dengan menambah satu unit output

maka output harus dikurangi sampai keuntungan atau laba

marginal=0”.

Dalam pendekatan marginal perhitungan laba dilakukan

dengan membadingkan biaya marginal (MC) dan pendapatan

marginal (MR). Laba maksimum akan tercapai pada saat MR=MC.

Suatu perusahaan akan menambah keuntungannya apabila

menambah produksinya pada saat MR>MC yaitu hasil penjualan

marginal (MR) melebihi biaya marginal (MC). Dalam keadaan ini

pertambahan produksi dan penjualan akan menambah

keuntungannya. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu apabila MR<MC,

mengurangi produksi dan penjualan akan menambah untung. Maka

keuntungan maksimum dicapai dengan keadaan di mana MR=MC berlaku sehingga π=TR-TC.

3) Pendekatan Rata-Rata

Dalam pendekatan ini perhitungan laba per unit dilakukan

dengan membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan

harga jual output (P) . Laba total adalah laba per unit dikalikan

(42)

matematis π=(P-AC)xQ. Dari persamaan ini perusahaan akan

mencapai laba bila harga jual per unit output (P) lebih tinggi dari

biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas bila P

sama dengan AC.

Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan

perbandingan besarnya P dengan AC. Bila P lebih kecil atau sama

dengan AC, perusahaan hanya mencapai angka impas bila P=AC.

Keputusan untuk memproduksi didasarkan pada perbandingan antara

P dengan AC. Bila P lebih kecil atau sama dengan AC maka

perusahaan tidak mau memproduksi. Implikasi pendekatan rata-rata

adalah perusahaan atau unit laba usaha harus menjual

sebanyak-banyaknya (maximum selling) agar laba (π) makin besar.

2. Jumlah Modal Kerja

a. Pengertian Modal Kerja

Modal kerja didefinisikan sebagai modal yang digunakan untuk

membiayai operasional perusahaan sehari-hari terutama yang memiliki

jangka waktu pendek. Modal kerja juga diartikan seluruh aktiva lancar

yang dimiliki suatu perusahaan atau setelah aktiva lancar dikurangi

dengan utang lancar. Dengan kata lain modal kerja merupakan investasi

yang ditanamkan dalam aktiva lancar atau aktiva jangka pendek, seperti

kas, bank, surat berharga, piutang, persediaan, dan aktiva lancar

lainnya. Biasanya modal kerja digunakan untuk beberapa kali kegiatan

dalam satu periode (Kasmir, 2010 : 210). Gilarso (2002: 97),

menyatakan bahwa dalam ilmu ekonomi istilah modal adalah sumber

daya yang dihasilkan oleh manusia untuk membantu proses produksi

menghasilkan barang dan jasa.

b. Jenis Modal Kerja

Pembagian jenis modal kerja, menurut Taylor dalam Sjahrial (2009:

(43)

a. Modal kerja permanen

Modal kerja permanen merupakan modal kerja yang harus tetap ada

pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan

kata lain modal kerja yang terus menerus diperlukan untuk

kelancaran usaha. Modal kerja permanen terdiri dari:

1) Modal kerja primer

Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum

yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas

usaha.

2) Modal kerja normal

Modal kerja normal merupakan jumlah modal kerja yang

diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi normal.

b. Modal kerja variabel

Modal kerja variabel merupakan modal kerja yang jumlahnya

berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja

variabel terdiri dari:

1) Modal kerja musiman

Modal kerja musiman merupakan modal kerja yang jumlahnya

berubah-ubah karena pengaruh musim. Misalnya: modal kerja

yang dipergunakan untuk dapat menjalankan pabrik gula. Pada

saat panen tebu maka dibutuhkan modal kerja yang cukup besar,

sedangkan pada saat tidak ada tebu modal kerja yang dibutuhkan

hanya untuk biaya-biaya tetap saja seperti untuk gaji karyawan,

biaya listrik, karena tidak ada produksi.

2) Modal kerja siklis

Modal kerja siklis merupakan modal kerja yang besarnya

berubah-ubah karena fluktuasi konjugtur. Jumlah modal kerja

berubah-ubah sesuai dengan keadaan perekonomian. Pada saat

keadaan perekonomian baik maka kebutuhan modal kerja akan

meningkat, sebaliknya pada saat keadaan perekonomian buruk

(44)

3) Modal kerja darurat

Modal kerja darurat merupakan modal kerja yang besarnya

berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak dapat

diduga sebelumnya. Misalnya: adanya pemogokan buruh, adanya

banjir, adanya perubahan peraturan ekonomi yang mendadak

antara lain devaluasi.

c. Faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja

Modal kerja cukup memang sangat penting bagi suatu

perusahaan. Menurut Munawir (1995 : 117) untuk menentukan jumlah

modal kerja yang dianggap cukup oleh suatu perusahaan bukanlah hal

yang mudah. Karena modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu

perusahaan tergantung atau dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai

berikut:

1) Sifat atau tipe dari perusahaan

Modal kerja dari suatu perusahaan jasa, relatif akan lebih

rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan

industri, karena untuk perusahaan jasa tidak memerlukan investasi

yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan. Kebutuhan uang

tunai untuk membayar pegawainya maupun untuk membiayai

operasinya dapat dipenuhi dari penghasilan atau

penerimaan-penerimaan saat itu juga, sedangkan piutang biasanya dapat ditagih

dalam waktu yang relatif pendek. Sifat dari perusahaan jasa biasanya

memiliki atau harus menginvestasikan modal-modalnya sebagian

besar pada aktiva tetap yang digunakan untuk memberikan

pelayanan atau jasanya kepada masyarakat.

Sedangkan untuk perusahaan industri, keadaan sangatlah

ekstrim karena perusahaan industri harus mengadakan investasi yang

cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaan tidak mengalami

(45)

2) Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi barang

Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan

langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang

yang akan dijual maupun bahan dasar yang akan diproduksi sampai

barang tersebut dijual. Karena semakin panjang waktu yang

dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang tersebut

semakin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Di samping itu

pokok persatuan barang untuk mempengaruhi besar kecilnya modal

kerja yang dibutuhkan.

3) Syarat pembelian bahan atau barang dagang

Syarat pembelian barang dagangan atau bahan dasar yang akan

dibutuhkan untuk memproduksi barang sangat mempengaruhi

jumlah modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang

bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian

menguntungkan, semakin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan

dalam persediaan bahan atau barang dagangan, sebaliknya bila

pembayaran atas bahan atau barang yang dibeli tersebut harus

dilakukan dalam jangka waktu yang pendek maka uang kas yang

diperlukan untuk membiayai persediaan semakin besar pula.

4) Syarat penjualan

Semakin lunak kredit yang digunakan oleh perusahaan kepada

para pembeli akan mengakibatkan semakin besar jumlah modal kerja

yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk

memperendah dan memperkecil jumlah modal kerja yang harus

diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil adanya piutang

yang tidak dapat ditagih, sebaiknya perusahaan memberikan

potongan tunai kepada pembeli, karena dengan begitu pembeli akan

tertarik untuk membayar hutangnya dalam periode diskonto tersebut.

5) Tingkat perputaran persediaan

Tingkat perputaran persediaan menunjukkan berapa kali

(46)

Semakin tingkat perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal

kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam

persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat

perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan

pengawasan pekerjaan secara teratur dan efisien. Selain itu semakin

cepat atau semakin tinggi perputaran akan semakin memperkecil

resiko kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau

karena perubahan selera konsumen, disamping itu menghemat

ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.

d. Sumber Modal Kerja

Kebutuhan akan modal kerja mutlak disediakan perusahaan dalam

berbagai bentuk. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut diperlukan

sumber modal kerja yang dapat dicari dari berbagai sumber yang ada.

Namun dalam pemilihan sumber modal harus memperhatikan untung

ruginya pemilihan sumber modal kerja tersebut. Kasmir (2010 : 219)

menyebutkan beberapa sumber modal kerja yang dapat digunakan,

yaitu:

1) Hasil operasi perusahaan

Hasil operasi perusahaan maksudnya adalah pendapatan atau laba

yang diperoleh pada periode tertentu.

2) Keuntungan penjualan surat berharga

Keuntungan penjualan surat berharga maksudnya adalah besarnya

selisih antara harga beli dengan harga jual surat berharga tersebut.

3) Penjualan saham

Penjualan saham artinya perusahaan melepas sejumlah saham yang

masih dimiliki untuk dijual kepada berbagai pihak.

4) Penjualan aktiva tetap

Penjualan aktiva tetap maksunya ialah penjualan aktiva tetap yang

kurang produktif atau masih menganggur. Hasil penjualan ini dapat

(47)

5) Penjualan obligasi

Penjualan obligasi artinya perusahaan mengeluarkan sejumlah

obligasi untuk dijual kepada pihak lainnya.

6) Memperoleh pinjaman

Memperoleh pinjaman maksudnya ialah mendapat pinjaman dari

kreditor seperti bank atau lembaga lain.

7) Dana hibah

Dana hibah maksudnya ialah mendapat atau memperoleh dana hibah

dari berbagai lembaga, dan biasanya tidak dikenakan beban biaya

sebagaimana pinjaman dan tidak ada kewajiban pengembalian.

3. Omzet Penjualan

a. Pengertian Omzet Penjualan

Kata Omzet berarti jumlah, sedangkan penjualan berarti kegiatan

menjual barang yang bertujuan mencari laba atau pendapatan. Omzet

penjualan berarti jumlah penghasilan atau laba yang diperoleh dari hasil

menjual barang atau jasa. Chaniago (2002) memberikan pendapat

tentang omzet penjualan adalah keseluruhan jumlah pendapatan yang

didapat dari hasil penjualan suatu barang atau jasa dalam kurun waktu

tertentu.

Menurut Swastha (2005) omzet penjualan adalah akumulasi dari

kegiatan penjualan suatu produk barang-barang dan jasa yang dihitung

secara keseluruhan selama kurun waktu tertentu secara terus menerus

atau dalam satu proses akuntansi. Definisi tersebut dapat disimpulkan

bahwa omzet penjualan adalah keseluruhan jumlah penjualan barang

atau jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan jumlah

uang yang diperoleh.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Omzet Penjualan

Banyak faktor yang mempengaruhi suatu bisnis yang ada di

(48)

diantaranya faktor internal terdiri dari: tenaga kerja, peralatan dan

mesin-mesin, permodalan, bahan baku, sistem informasi dan

administrasi. Faktor eksternal terdiri dari: keadaan alam, perekonomian,

pendidikan dan teknologi, sosial dan budaya, pemasok, pelanggan,

pesaing (Rachmawati, 2009: 11).

Swastha (1999: 121) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi besar kecilnya omzet dibagi menjadi dua faktor, yaitu:

(1) faktor internal (faktor yang dikendalikan oleh pihak-pihak

perusahaan) diantaranya: kemampuan perusahaan untuk mengelola

produk yang akan dipasarkan, kebijaksanaan harga dan promosi yang

digariskan perusahaan serta kebijaksanaan untuk memilih perantara

yang digunakan, (2) Faktor eksternal (faktor yang tidak dapat

dikendalikan oleh pihak perusahaan) diantaranya: perkembangan

ekonomi dan perdagangan baik nasional maupun internasional,

kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, perdagangan dan moneter dan

suasana persaingan pasar.

Sebagai pebisnis, omzet penjualan adalah salah satu faktor

terpenting yang tidak bisa diabaikan. Kesuksesan suatu bisnis sangat

ditentukan oleh seberapa banyak produk yang terjual. Dengan kata lain,

semakin besar omzet penjualan, semakin tinggi keuntungan yang

didapatkan. Namun, mendongkrak penjualan bukanlah perkara yang

mudah. Ada beberapa strategi yang harus diterapkan dan strategi

tersebut tentu tidak akan memberikan hasil dalam waktu yang sangat

singkat. Tidak ada yang instan dalam bisnis karena setiap pebisnis

membutuhkan proses berkesinambungan untuk meraih sukses.

Ada 4 cara untuk meningkatkan omzet penjualan, yaitu:

1) Utamakan Kualitas Produk

Tidak bisa dipungkiri lagi, kualitas produk adalah salah satu

syarat utama untuk meningkatkan tingkat penjualan. Dengan

produk yang berkualitas, anda tidak perlu menunggu waktu lama

(49)

dengan kualitas produk tersebut, dia tidak akan segan-segan

mempromosikannya dengan orang lain. Daripada anda membuang

uang untuk melakukan promosi, biarkanlah pelanggan anda yang

melakukannya. Selama mereka diperlakukan dengan baik, mereka

tidak akan sungkan untuk merekomendasikan bisnis anda ke

keluarga atau kerabat.

2) Beri Layanan Terbaik Kepada Semua Konsumen

Semua konsumen pada dasarnya adalah sama. Mereka

sama-sama membeli produk anda karena didorong oleh suatu kebutuhan

atau keinginan yang harus dipenuhi. Berapapun uang yang mereka

keluarkan, berapapun produk yang mereka beli, mereka

mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan terbaik. Jika

mereka dikecewakan, mereka tidak akan sungkan-sungkan untuk

menjelek-jelekan bisnis anda di depan banyak orang. Beri layanan

yang memuaskan dan konsumen akan kembali kepada anda. Salah

satu indikator dari tingkat kepuasan konsumen adalah repeat order.

Jika konsumen puas saat membeli produk anda untuk pertama kali,

mereka akan datang lagi untuk membelinya dengan jumlah yang

lebih besar dari pesanan pertama.

3) Beri diskon atau Penawaran Khusus

Konsumen akan sangat senang jika mendapatkan diskon saat

membeli produk. Untuk menawarkan diskon, ada beberapa hal

yang perlu anda perhatikan. Berikanlah diskon rasional yang tidak

memberatkan anda. Jika memberikan diskon terlalu besar, itu akan

menjadi bumerang sendiri bagi anda. Jangan terus-terusan

memberikan diskon karena diskon seharusnya diberikan pada saat

tertentu dan dalam jangka waktu terbatas. Penawaran khusus

terkadang lebih menarik daripada diskon. Berilah bonus berupa

souvenir atau benda menarik lainnya untuk memikat konsumen.

Anda bisa membuat souvenir sendiri atau memesannya dalam

(50)

4) Keluarkan Lebih Banyak Modal

Semakin banyak modal yang anda investasikan untuk bisnis

semakin besar potensi keuntungan yang bisa didapatkan. Anda bisa

mendatangkan investor untuk menanamkan modal di bisnis anda

selama bisnis tersebut memberikan potensi untung yang cukup

menarik bagi mereka.

Nitisemito (1994: 196) mengemukakan bahwa faktor

penyebab turunnya omzet penjualan meliputi dua faktor, yaitu: (1)

faktor intern (turunnya omzet penjualan dapat terjadi karena

kesalahan perusahaan itu sendiri) yang dibagi ke dalam beberapa

bagian antara lain: kualitas produk turun, service yang diberikan

bertambah jelek, sering kosongnya persediaan barang, penurunan

komisi penjualan yang diberikan, pengetatan terhadap piutang yang

diberikan, turunnya kegiatan salesman, penurunan kegiatan sales

promotion dan penetapan harga jual yang tinggi, (2) faktor ekstern

(turunnya omzet penjualan dapat terjadi di luar kekuasaan

perusahaan itu sendiri) yang dibagi ke dalam beberapa bagian:

perubahan selera konsumen, munculnya saingan baru, munculnya

barang pengganti, pengaruh faktor psikologis, perubahan atau

tindakan baru dalam kebijaksanaan pemerintah, adanya tindakan

dari pesaing.

4. Produktivitas Kerja

a. Pengertian Produktivitas Kerja

Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawan bisa berprestasi

dalam bentuk memberikan produktivitas kerja yang maksimal.

Produktivitas kerja karyawan bagi suatu perusahaan sangatlah penting

sebagai alat pengukur keberhasilan dalam menjalankan usaha. Karena

semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dalam perusahaan, berarti

(51)

Produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output)

dan masukan (input). Perumusan ini berlaku untuk perusahaan, industri,

dan ekonomi keseluruhannya. Secara sederhana produktivitas adalah

perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan

jumlah setiap sumber daya yang dipergunakan selama proses

berlangsung, Budiono (2003 : 201).

Menurut Siagian (2005:75) produktivitas adalah kemampuan

memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana

yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal bahkan kalau

mungkin yang maksimal.

Menurut Masofa (2008) konsep produktivitas kerja dapat dilihat

dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi.

Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan

karakteristi-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam

bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya

individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas

kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas

dalam kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran

(output). Oleh karena itu dalam pandangan ini terjadinya peningkatan

produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat

dilihat dari aspek kualitas.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

produktivitas kerja adalah kemampuan menghasilkan barang dan jasa

dari berbagai sumber daya atau faktor produksi yang digunakan untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas yang dihasilkan dalam suatu

perusahaan.

b. Faktor-faktor Penentu Produktivitas Kerja

Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja karyawan di suatu

(52)

kerja. Ambar (2003 : 200-201) menyatakan bahwa faktor-faktor

penentu produktivitas kerja antara lain:

1) Knowledge

Knowledge atau pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses

pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal

yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan

masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan

pekerjaan.

2) Skills

Skills atau ketrampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis

operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan.

3) Abilities

Abilities atau kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang

dimiliki oleh seorang pegawai.

4) Attitude

Attitude merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan.

5) Behaviors

Behaviors atau perilaku dapat ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan

(attitude) yang telah tertanam dalam diri pegawai sehingga dapat

mendukung kerja yang efektif atau sebaliknya.

c. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Menurut Mangkuprawira (2007: 102) faktor-faktor yang

mempengaruhi produktivitas pada tingkat makro yang perlu diketahui

oleh seorang manajer, meliputi:

1) Kondisi perekonomian: tingkat pajak yang rendah, tabungan dan

investasi yang meningkat, regulasi yang berlebihan, tingkat inflasi

tinggi, fluktuasi ekonomi, harga energi tinggi, keterbatasan bahan

baku, perlindungan berlebihan dan keterbatasan kuota, serta subsidi

(53)

2) Kondisi industri: kurangnya riset dan pengembangan serta regulasi

anti monopoli berlebihan.

3) Regulasi pemerintah: birokrasi panjang, produktivitas pemerintahan

rendah, pemborosan pemerintah, dan tingkat korupsi tinggi.

4) Karakteristik angkatan kerja: standar pendidikan rendah, tingkat

melek huruf rendah, etos kerja rendah, pergeseran ke sektor jasa,

tingkat kriminal tinggi, pergeseran sistem nilai dan sikap.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas yang

rendah pada tingkat mikro meliputi:

1) Organisasi: pabrik-pabrik tua, mesin-mesin tua, kekurangan alat dan

pabrik, riset dan pengembangan kurang, serta kondisi fisik tempat

kerja kurang nyaman.

2) Manajemen: kurang perhatian terhadap mutu, kelebihan staf

pegawai, spesialisasi pekerja yang berlebihan, kurang perhatian

terhadap faktor-faktor manusia, perhatian terhadap isu legal yang

berlebihan, kurangnya perhatian pada persoalan merger, kurangnya

perhatian terhadap pelatihan dan pengembangan, gaji eksekutif

berlebihan sementara gaji karyawan tidak memadai, resisten

terhadap perubahan, penurunan perhatian terhadap risiko kerja, sikap

bermusuhan terhadap serikat pekerja, dan manajemen kepemimpinan

otoriter.

3) Karyawan: lebih senang dengan waktu santai, resisten terhadap

perubahan, tidak bangga pada pekerjaan, kekerasan karena alkohol

dan obat-obatan terlarang.

d. Indikator Produktivitas Kerja

Bila suatu organisasi mengabaikan pengembangan sumber daya

manusia berakibat turunnya semangat kerja dan menimbulkan turunnya

produktivitas pegawai. Adapun indikator produktivitas kerja yang akan

(54)

1) Tingkat absensi tinggi

Tinggi rendahnya tingkat absensi dari pegawai yang ada akan

langsung berpengaruh terhadap produktivitas, karena pegawai yang

tidak masuk kerja tidak akan produktif, dengan demikian hasil

produksinya rendah yang akhirnya target produksi yang telah

ditetapkan tidak tercapai.

2) Tingkat perolehan hasil

Telah dijelaskan di atas bahwa produktivitas adalah kemampuan

seseorang dalam menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan dari

pendapat tersebut dengan adanya produktivitas kerja pegawai

rendah, otomatis hasil produksi barang atau jasa akan menurun

sehingga target produksi tidak tercapai.

3) Kualitas yang dihasilkan

Dalam kegiatan menghasilkan produk perusahaan berusaha agar

produk tersebut mempunyai kualitas yang baik, karena apabila

produk yang dihasilkan kurang baik maka produktivitas karyawan

akan menurun.

4) Tingkat kesalahan

Salah satu penyebab dari turunnya produktivitas pegawai dalam

menghasilkan produk adalah tingkat kesalahan, karena apabila

tingkat kesalahan tinggi, maka produktivitas akan rendah.

5) Waktu yang dibutuhkan

Kegiatan proses produksi memerlukan waktu yang cukup, karena

apabila waktu yang diberikan untuk menghasilkan produk kurang,

maka barang yang dihasilkan juga sedikit, sehingga target produksi

tidak tercapai.

e. Ciri-ciri Pegawai yang Produktif

Ranftl dalam Timpe (2000), mengemukakan ciri-ciri pegawai

(55)

1) Lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan

Kualifikasi pekerjaan dianggap hal yang mendasar, karena

produktivitas tinggi tidak mungkin tanpa kualifikasi yang benar.

2) Bermotivasi tinggi

Motivasi sebagai faktor kritis, pegawai yang bermotivasi berada

pada jalan produktivitas tinggi.

3) Mempunyai orientasi pekerjaan positif

Sikap seseorang terhadap tugasnya sangat mempengaruhi kinerjanya,

faktor positif dikatakan sebagai faktor utama produktivitas pegawai.

4) Dewasa

Pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan

hanya memerlukan pengawasan minimal.

5) Dapat bergaul dengan efektif

Kemampuan untuk menetapkan hubungan antar pribadi yang positif

adalah aset yang sangat meningkatkan produktivitas.

f. Faktor-Faktor Peningkatan Produktivitas

1) Faktor Usia (Umur)

Dalam rangka menempatkan karyawan, faktor usia pada diri

karyawan yang lulus dalam seleksi perlu mendapatkan

pertimbangan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari

rendahnya produktivitas yang dihasilkan oleh karyawan yang

bersangkutan.

2) Faktor Prestasi Akademis (Tingkat Pendidikan)

Prestasi akademik yang telah dicapai oleh karyawan yang

bersangkutan selama mengikuti jenjang pendidikan harus

mendapatkan pertimbangan. Dengan mempertimbangkan faktor

prestasi akademis, maka dapat ditetapkan dimana karyawan yang

bersangkutan akan ditempatkan sesuai dengan prestasi akademisnya.

Pendidikan yang minim mengakibatkan kurangnya pengetahuan

Gambar

Tabel 3.1.
Tabel IV.1 menunjukkan bahwa responden laki-laki sebanyak 33
Tabel IV.2
Tabel IV.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

matakuliah Pendidikan Karakter Dan Anti-Korupsi tentang Pengaruh Pendidikan Agama, Karakter dan Budaya ( Culture ) Terhadap Budaya Korupsi yang Terjadi di Indonesia

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil, dan non performing financing terhadap penyaluran pembiayaan berbasis bagi hasil

MEMENUHI Berdasarkan hasil pemeriksaan, selama periode audit bulan Agustus sampai Oktober 2015, auditee telah menerima bahan baku sebanyak 6 kali dan seluruh

Buku panduan praktek klinik keperawatan yang berisi uraian target aktifitas dan keterampilan yang sesuai dengan tujuan kurikulum pendidikan fakultas ilmu

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN SENYAWA METIL PIPERAT DARI EKSTRAK METANOL TUMBUHAN CABE JAWA (Piper retrofractum Vahl. ) ASAL JAWA BARAT.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Seluruh tim pengajar Program Studi Profesi Apoteker periode XLVIII Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.. Keluarga tercinta, Johannes Alexander Sudarsono dan

Pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik