• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas implementasi pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning : studi evaluatif deskriptif dan pra eksperimen pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung tahun ajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas implementasi pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning : studi evaluatif deskriptif dan pra eksperimen pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung tahun ajar"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KERJA KERAS BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING (Studi Evaluatif Deskriptif dan Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP

Xaverius Gisting, Lampung Tahun Ajaran 2014/2015)

Elisabet Rubiningsih Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) efektivitas pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning di SMP Xaverius Gisting, Lampung berdasarkan penilaian kepala sekolah dan guru, 2) efektivitas pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning di SMP Xaverius Gisting, Lampung menurut penilaian siswa, 3) seberapa baik peningkatan hasil pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung tahun ajaran 2014/2015 untuk keempat sub karakter yang ditanamkan, 4) peningkatan yang signifikan hasil pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung tahun ajaran 2014/2015 sebelum dan sesudah implementasi model.

Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif deskriptif dan pra eksperimen. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 28 orang. Instrumen penelitian ini berupa tes dan 3 kuesioner yaitu kuesioner uji validitas guru, validitas efektivitas model menurut siswa, dan selfassessment scale. Tes yang dipakai adalah tes karakter kerja keras dengan bentuk pilihan ganda bergradasi berjumlah 20 item. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan pengkategorisasian dan uji T (Wilcoxon).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) berdasarkan penilaian dari mitra kolaboratif mengenai pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung efektif, 2) menurut siswa model ini efektif meningkatkan karakter kerja keras, 3) ada peningkatan pada tiap sesi, 4) pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning secara signifikan efektif meningkatkan karakter kerja keras siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung.

(2)

ABSTRACT

EFFECTIVENESS OF IMPLEMENTATION OF HARD WORK-BASED CHARACTER EDUCATION GUIDANCE SERVICES WITH THE CLASSICAL COLLABORATIVE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH

(Descriptive Evaluative Studies and Pre-Experiments in VIII Grades SMP Xaverius Gisting, Lampung Academic Year 2014/2015)

Elisabet Rubiningsih Sanata Dharma University

This study aimed to describe: 1) The effectiveness of hard work character-based guidance classical collaborative approach to experiential learning in Junior High School Xaverius Gisting, Lampung based on principals' and teachers, 2) The effectiveness of hard work character-based guidance classical collaborative approach to experiential learning in Junior High School Xaverius Gisting, Lampung according to students assessment, 3) How well the educational outcomes of hard work character-based guidance classical collaborative approach to experiential learning in VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung academic year 2014/2015 for the fourth sub characters embedded , 4) a significant increase results of hard work based character education counseling services classical collaborative approach to experiential learning in VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung academic year 2014/2015 before and after implementation of the model. The type of this research is descriptive and evaluative research pre-experiment. The subjects were students of VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung Academic Year 2014/2015 totaling 28 people. This research instruments such as test and third questionnaire that teacher questionnaire validity test, the validity of the effectiveness of the model according to the students, and self assessment scale. This test was hard work character test with multiple choice graded totaling 20 items. The analysis technique used is the categorization and T test (Wilcoxon).

The results showed that: 1) Based on an assessment of collaborative partners regarding of hard work character-based guidance classical collaborative approach to experiential learning in VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung effective, 2) According to the students of this model effectively improve the hard work character, 3) There is increased at each session, 4) educational guidance service based character classical collaborative experiential learning approach significantly effectively improve the of hard work character-of students of VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung.

(3)

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER

KERJA KERAS BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN

KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN

EXPERIENTIAL LEARNING

(Studi Evaluatif Deskriptif dan Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung Tahun Ajaran 2014/2015)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Elisabet Rubiningsih

NIM: 121114018

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER

KERJA KERAS BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN

KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN

EXPERIENTIAL LEARNING

(Studi Evaluatif Deskriptif dan Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung Tahun Ajaran 2014/2015)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Elisabet Rubiningsih

NIM: 121114018

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN MOTTO

Follow your heart but take your brain with you.

(Alfred Adler)

Tidak ada yang namanya kebetulan. Semua telah, sedang,

dan akan berjalan sempurna.

(Gede Prama)

B w y y w y w ’

w ’ .

(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan bagi....

Pemberi napas kehidupan dan Andalanku

Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menjadi penopang hidupku dan selalu memberi kekuatan, ketenangan, dan

kegembiraan

Bagi semua orang terdekat yang senantiasa memberikan dukungan, perhatian, serta semangat dari awal hingga akhir

proses perjalanan studi

Orangtua tercinta,

Rubertus Dalwiji dan Yuliana Duriyati

Keluarga tersayang,

Agnes Murniati sekeluarga, Fransiska Harmiyati sekeluarga, Yusup Pantiyo, Veronika Samtini, Karolus Pantoro, Maria

Indarti, Visensius Pambudi

Sandy Adityo yang senantiasa setia mendampingi, mendukung, dan membantu

Semua orang terkasih atas pengalaman serta cerita kebersamaan kita semua dan dukungan, doa, cinta yang

mampu memotivasi saya

(9)
(10)
(11)

viii

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KERJA KERAS BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

(Studi Evaluatif Deskriptif dan Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung Tahun Ajaran 2014/2015)

Elisabet Rubiningsih Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) efektivitas pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning di SMP Xaverius Gisting, Lampung berdasarkan penilaian kepala sekolah dan guru, 2) efektivitas pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning di SMP Xaverius Gisting, Lampung menurut penilaian siswa, 3) seberapa baik peningkatan hasil pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung tahun ajaran 2014/2015 untuk keempat sub karakter yang ditanamkan, 4) peningkatan yang signifikan hasil pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung tahun ajaran 2014/2015 sebelum dan sesudah implementasi model.

Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif deskriptif dan pra eksperimen. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 28 orang. Instrumen penelitian ini berupa tes dan 3 kuesioner yaitu kuesioner uji validitas guru, validitas efektivitas model menurut siswa, dan selfassessment scale. Tes yang dipakai adalah tes karakter kerja keras dengan bentuk pilihan ganda bergradasi berjumlah 20 item. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan pengkategorisasian dan uji T (Wilcoxon).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) berdasarkan penilaian dari mitra kolaboratif mengenai pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung efektif, 2) menurut siswa model ini efektif meningkatkan karakter kerja keras, 3) ada peningkatan pada tiap sesi,4) pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning secara signifikan efektif meningkatkan karakter kerja keras siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung.

(12)

ix

ABSTRACT

EFFECTIVENESS OF IMPLEMENTATION OF HARD WORK-BASED CHARACTER EDUCATION GUIDANCE SERVICES WITH THE CLASSICAL

COLLABORATIVE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH (Descriptive Evaluative Studies and Pre-Experiments in VIII Grades SMP

Xaverius Gisting, Lampung Academic Year 2014/2015) Elisabet Rubiningsih

Sanata Dharma University

This study aimed to describe: 1) The effectiveness of hard work character-based guidance classical collaborative approach to experiential learning in Junior High School Xaverius Gisting, Lampung based on principals' and teachers, 2) The effectiveness of hard work character-based guidance classical collaborative approach to experiential learning in Junior High School Xaverius Gisting, Lampung according to students assessment, 3) How well the educational outcomes of hard work character-based guidance classical collaborative approach to experiential learning in VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung academic year 2014/2015 for the fourth sub characters embedded , 4) a significant increase results of hard work based character education counseling services classical collaborative approach to experiential learning in VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung academic year 2014/2015 before and after implementation of the model.

The type of this research is descriptive and evaluative research pre-experiment. The subjects were students of VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung Academic Year 2014/2015 totaling 28 people. This research instruments such as test and third questionnaire that teacher questionnaire validity test, the validity of the effectiveness of the model according to the students, and self assessment scale. This test was hard work character test with multiple choice graded totaling 20 items. The analysis technique used is the categorization and T test (Wilcoxon).

The results showed that: 1) Based on an assessment of collaborative partners regarding of hard work character-based guidance classical collaborative approach to experiential learning in VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung effective, 2) According to the students of this model effectively improve the hard work character, 3) There is increased at each session, 4) educational guidance service based character classical collaborative experiential learning approach significantly effectively improve the of hard work character-of students of VIII grades Junior High School Xaverius Gisting, Lampung.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat limpahan rahmat dan

perlindungan-Nya, Penulis sehingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini yang

berjudul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Kerja Keras Berbasis

Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning (Studi Evaluatif Deskriptif dan Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Xaverius

Gisting, Lampung Tahun Ajaran 2014/2015)” dengan baik.

Selama proses penulisan tugas akhir ini, Penulis menyadari bahwa ada banyak

pihak yang berperan dalam membimbing, mendampingi, mengingatkan, dan

mendukung setiap proses yang Penulis jalani. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan

Konseling sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi.

3. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas

bimbingan serta pendampingan selama Penulis menempuh studi.

4. Mas Stefanus Priyatmoko selaku petugas sekretariat yang memberikan

pelayanan dengan ramah dan penuh kesabaran pada Penulis selama

menempuh studi.

5. Bapak Robertus Dalwiji dan Ibu Yuliana Duriyati selaku orangtua yang telah

(14)

xi

6. Kakak dan adik serta saudara-saudara yang telah memberi dukungan pada

Penulis.

7. Teman-teman BK 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015 atas doa,

dukungan, pengalaman, serta kebersamaan yang diberikan pada Penulis

selama ini, terkhusus Sahabat BK 2012 atas keceriaan, kekompakan,

dukungan, dan kebersamaan yang sudah dibagikan pada Penulis.

8. Seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses pembuatan

tugas akhir ini, terutama SMP Xaverius Gisting, Lampung atas kesempatan

yang telah diberikan pada Penulis sehingga dapat melakukan penelitian di

sekolah tersebut.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan yang

Penulis lakukan selama proses pembuatan tugas akhir ini. Oleh karena itu, Penulis

mohon maaf kepada semua pihak yang merasa telah dirugikan atas kesalahan dan

kekurangan tersebut. Penulis juga menyadari kalau penelitian ini kurang sempurna

maka Penulis berharap mendapatkan kritik serta saran yang membangun dari

berbagai pihak guna untuk pembenahan serta penajaman penelitian ini agar semakin

lebih baik. Penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca dan

dapat dipergunakan sebagaimana mesti.

(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Definisi Istilah ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Hakikat Pendidikan Karakter ... 12

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 12

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter ... 13

3. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 14

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter ... 15

5. Pendidikan Karakter Terintegrasi di SMP ... 18

6. Hambatan-hambatan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Terintegrasi ... 21

B. Karakter Kerja Keras... 24

1. Pengertian Kerja Keras ... 24

2. Karakteristik Kerja Keras ... 25

3. Aspek Pembentuk Perilaku Kerja Keras ... 26

4. Manfaat Kerja Keras ... 27

5. Upaya-upaya untuk Mengembangkan Kerja Keras ... 27

C. Hakikat Remaja ... 28

(16)

xiii

2. Ciri-ciri Remaja ... 29

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 31

4. Urgensitas dan Manfaat Pendidikan Karakter Kerja Keras bagi Remaja ... 32

D. Hakikat Bimbingan Klasikal Kolaboratif... 34

1. Pengertian Bimbingan Klasikal... 34

2. Bimbingan Klasikal Kolaboratif ... 35

E. Hakikat Experiential Learning ... 37

1. Pengertian Experiential Learning ... 37

2. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Experiential Learning .. 37

3. Aktivitas Inti dalam Experiential Learning ... 39

4. Kelebihan Pendekatan Experiential Learning ... 41

F. Kerangka Berpikir ... 42

G. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN... 44

A. Jenis Penelitian ... 44

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

C. Subjek Penelitian ... 46

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 47

1. Teknik Pengumpulan Data ... 47

2. Instrumen ... 49

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 53

1. Validitas ... 53

2. Reliabilitas ... 55

F. Teknik Analisis Data ... 56

1. Deskriptif Kategorisasi Hasil Pendidikan Karakter dan Persentase ... 56

2. Wilcoxon Signed Ranks Test ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Hasil Penelitian ... 62

B. Pembahasan ... 74

BAB V Simpulan, Keterbatasan Penelitian, dan Saran... 84

A. Simpulan ... 84

B. Keterbatasan Penelitian ... 85

C. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Desain Penelitian ... 45

Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Bimbingan Klasikal ... 46

Tabel 3.3 Subjek Penelitian... 46

Tabel 3.4 Rekapitulasi Kisi-kisi ... 53

Tabel 3.5 Reliabilitas ... 55

Tabel 3.6 Kriteria Guilford ... 56

Tabel 3.7 Nilai Validasi Mitra Kolaboratif ... 57

Tabel 3.8 Tabel Norma Kategorisasi ... 59

Tabel 3.9 Tabel Norma Kategorisasi Tingkat Karakter Kerja Keras ... 60

Tabel 4.1 Penilaian Guru terhadap Efektivitas Model ... 63

Tabel 4.2 Penilaian Siswa terhadap Efektivitas Model ... 65

Tabel 4.3 Kategorisasi Self Assessment Scale ... 67

Tabel 4.4 Kategorisasi Karakter Kerja Keras ... 68

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

(19)

xvi

DAFTAR GRAFIK

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Layanan ... 95

Lampiran 2 Tabulasi Uji Validitas ... 99

Lampiran 3 Tabulasi Data Efektivitas Model Menurut Guru ... 101

Lampiran 4 Tabulasi Data Efektivitas Model Menurut Siswa ... 102

Lampiran 5 Tabulasi Data Hasil Self Assessment Scale ... 103

Lampiran 6 Tabulasi Data Penelitian Pretest ... 107

Lampiran 7 Tabulasi Data Penelitian Posttest ... 108

Lampiran 8 Validasi Guru ... 109

Lampiran 9 Validasi Siswa ... 112

Lampiran 10 Self Assessment Scale ... 113

Lampiran 11 Kuesioner Karakter Kerja Keras... 117

Lampiran 12 Modul... 122

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

definisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Mulai tahun ajaran 2014/2015 Kementerian Pendidikan Republik

Indonesia resmi menggunakan kurikulum baru, yaitu Kurikulum 2013.

Esensi Kurikulum 2013 adalah keseimbangan antara sikap, keterampilan,

dan pengetahuan. Sikap harus menjadi dasar utama, dalam hal ini yang

menyelimuti keterampilan dan pengetahuan, dalam arti sikap harus dapat

memandu keterampilan dan pengetahuan.

Mulyasa (2014) mengemukakan bahwa pendidikan karakter dalam

Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil

pendidikan yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak

mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Pembelajaran

berdasarkan Kurikulum 2013 lebih mengaktifkan peserta didik, sebaliknya

guru berperan sebagai fasilitator yang menggunakan pendekatan

experiential learning. Pendekatan ini bertujuan agar peserta didik mampu memperoleh pengalaman belajar langsung, baik di kelas maupun di luar

kelas sehingga pengalaman tersebut mampu menyatu hingga membentuk

(22)

Perubahan kurikulum hendaknya dibarengi dengan adanya evaluasi

serta revisi dari kurikulum itu sendiri. Dengan adanya revisi kurikulum

diharapkan mampu menciptakan suasana atau iklim belajar yang lebih baik

bagi peserta didik, begitu pula dengan implementasi Kurikulum 2013 yang

saat ini digunakan. Akan tetapi dalam praktik di lapangan banyak guru

yang mengalami kesulitan, baik dari buku-buku yang belum

terdistribusikan, penyusunan RPP yang nilai-nilai karakter sebatas tertulis

tanpa adanya proses penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar,

penekanan pada aspek kognitif saja, dan muatan pembelajaran yang begitu

banyak. Hal ini pun dialami oleh para guru yang ada di SMP Xaverius

Gisting, Lampung. Mereka mengalami kesulitan mengimplementasikan

Kurikulum 2013.

SMP Xaverius Gisting, Lampung sebenarnya sudah menerapkan

pendidikan karakter terintegrasi dalam mata pelajaran. Tidak adanya guru

BK atau staf BK yang lulusan BK membuat siswa salah kaprah akan

fungsi BK di sekolah ini. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para guru

membuat peserta didik kurang diperhatikan terutama tentang pendidikan

karakternya, secara spesifik karakter kerja keras. Padahal pendidikan

karakter kerja keras sudah dipelajari namun kurang mendalam.

Kemungkinan sekolah kurang memahami maksud dan tujuan pendidikan

karakter terintegrasi tersebut sehingga karena pengabaian ini membuat

peserta didik mudah menyerah bila mulai merasakan kesulitan dalam hal

(23)

Karakter kerja keras yang hendak ditekankan pada penelitian ini lebih

pada usaha dalam mengatasi hambatan belajar maupun tugasnya serta

menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya sebagai peserta didik dengan

memperhatikan norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

Perilaku yang nampak pada siswa yang kurang mengembangkan karakter

kerja keras ini seperti mencontek pekerjaan teman (copy-paste) tanpa

mempedulikan prosesnya, dan akhirnya mereka tidak mau bersusah payah

mengerjakan tugas mereka masing-masing dan malah mengandalkan

temannya saja. Hal ini terjadi karena perkembangan teknologi yang makin

pesat. Perkembangan teknologi memang mempermudah penyelesaian

tugas-tugas, namun terkadang malah disalahgunakan, misalnya saja

mereka menggunakannya untuk bermain game online tanpa memperhatikan batas waktu.

Keprihatinan inilah yang mendorong peneliti mengamati problematika

tentang pendidikan karakter kerja keras. Setiap orang pasti memiliki

karakter masing-masing, tetapi karakter yang sudah ada belum

dikembangkan secara optimal. Maka, peneliti tertarik untuk mengetahui

pendidikan karakter kerja keras yang dicapai oleh siswa kelas VIII SMP

Xaverius Gisting, Lampung. Oleh karena itu, peneliti mencoba

menawarkan sebuah program tentang pelaksanaan pendidikan karakter

kerja keras melalui layanan bimbingan klasikal secara kolaborasi dengan

beberapa guru SMP Xaverius Gisting, Lampung dengan pendekatan

(24)

mengenai kerja keras yang terdiri dari 4 topik bimbingan dan topik-topik

ini yang akan diberikan untuk para siswa. Keempat topik tersebut adalah

Aku Senang menghargai Orang Lain, Hasil Karyaku, Santai Nan Produktif, dan Aku Bisa.

Pendidikan karakter kerja keras berdasarkan layanan bimbingan

klasikal kolaboratif diharapkan dapat membantu guru dalam penyampaian

materi karakter melalui pelajaran di kelas. Selain itu, siswa menjadi lebih

bersemangat mengikuti pelajaran. Program bimbingan klasikal ini berbasis

pada pengalaman (experiential learning). Alasan peneliti menggunakan

menggunakan pendekatan ini adalah karena dengan belajar dari

pengalaman yang telah dialami sendiri maupun orang lain, siswa semakin

sadar dan memahami perilakunya saat itu dan berusaha untuk belajar dari

pengalaman itu supaya jadi lebih baik lagi. Penelitian ini bersifat evaluatif

deskriptif dan pra eksperimen. Program ini diberikan pada siswa untuk

melihat apakah implementasi pendidikan karakter berbasis layanan

bimbingan klasikal kolaboratif dengan experiential learning benar-benar efektif dalam peningkatan karakter kerja keras siswa.

Beranjak dari masalah-masalah di atas dan mengingat belum ada

penelitian yang secara langsung melihat capaian pendidikan karakter kerja

keras di SMP Xaverius Gisting, Lampung maka peneliti mengangkat judul

(25)

Gisting, Lampung Tahun Ajaran 2014/2015” dalam skripsi ini. Kajian ini juga dimaksudkan agar grand design pendidikan karakter kerja keras mampu mengembangkan potensi siswa sebagai generasi penerus.

B. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah yang terkait dengan pendidikan

karakter pada siswa SMP, diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Guru mengalami kesulitan dalam implementasi Kurikulum 2013

karena keterbatasan sarana prasarana.

2. Sekolah-sekolah SMP lebih menekankan pengajaran dari segi kognitif

sedangkan segi yang lain diabaikan.

3. Tidak adanya tenaga guru BK di SMP Xaverius Gisting, Lampung.

4. Pendidikan karakter kerja keras kurang ditanamkan pada siswa.

5. Siswa kurang mampu mengembangkan karakter kerja keras yang ada

dalam diri mereka.

6. Belum adanya penelitian yang secara langsung melihat capaian

pendidikan karakter kerja keras di SMP Xaverius Gisting, Lampung.

C. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang telah teridentifikasi masalah memang cukup

banyak dan sangat kompleks. Oleh karena itu, peneliti mencoba

membatasi masalah yang akan dikaji yang difokuskan pada beberapa poin

(26)

efektivitas implementasi pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan

bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut.

1. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter kerja keras berbasis

layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan

experiential learning di SMP Xaverius Gisting, Lampung menurut penilaian kepala sekolah dan guru?

2. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter kerja keras berbasis

layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan

experiential learning di SMP Xaverius Gisting, Lampung menurut penilaian siswa?

3. Seberapa baik peningkatan hasil pendidikan karakter kerja keras

berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan

experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung tahun ajaran 2014/2015 untuk keempat sub karakter yang

ditanamkan?

4. Apakah terdapat peningkatan secara signifikan hasil implementasi

pendidikan karakter kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal

(27)

VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung tahun ajaran 2014/2015 antara

sebelum dan sesudah implementasi model?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mendeskripsikan efektivitas pendidikan karakter kerja keras berbasis

layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan

experiential learning di SMP Xaverius Gisting, Lampung berdasarkan penilaian kepala sekolah dan guru.

2. Mendeskripsikan efektivitas pendidikan karakter kerja keras berbasis

layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan

experiential learning di SMP Xaverius Gisting, Lampung menurut penilaian siswa.

3. Mendeskripsikan seberapa baik peningkatan hasil pendidikan karakter

kerja keras berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan

pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius

Gisting, Lampung tahun ajaran 2014/2015 untuk keempat sub karakter

yang ditanamkan.

4. Menguji signifikansi peningkatan hasil pendidikan karakter kerja keras

berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan

experiential learning pada siswa kelas VIII SMP Xaverius Gisting, Lampung tahun ajaran 2014/2015 sebelum dan sesudah implementasi

(28)

F. Manfaat Penelitian

Harapannya penelitian ini dapat berguna bagi orang yang

membutuhkan. Manfaat penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan

pengalaman, khususnya dalam bidang penerapan Bimbingan dan

Konseling terkait peran guru BK dalam pelaksanaan pendidikan

karakter khususnya nilai kerja keras, sehingga dapat dijadikan

sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang

sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam.

2. Manfaat Praktis a. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi dan bahan

evaluatif untuk membenahi atau menata ulang kebijakan

pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif, terpadu,

dan tepat sasaran.

b. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu

menumbuhkan kerja sama kemitraan profesional kolaborasi

semua guru dalam mengembangkan, melaksanakan, dan

mengevaluasi program pendidikan karakter yang terintegrasi

(29)

c. Bagi guru pendidik karakter (Guru BK dan guru mata

pelajaran) di SMP

Hasil penelitian ini dapat menjadi pemahaman baru dan refleksi

mendalam bagi sekolah, agar seluruh anggota sekolah dapat

mengaplikasikan pendidikan karakter secara tepat dan berdaya

guna mencerdaskan peserta didik.

d. Bagi siswa

Penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan mereka

terkait dengan nilai kerja keras sehingga di kemudian hari

mereka semakin dapat mengambil dan menerapkan nilai kerja

keras dalam kehidupan sehari-hari.

e. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui dan memahami efektivitas

pendidikan karakter kerja keras di SMP Xaverius Gisting,

Lampung tahun ajaran 2014/2015. Selain itu, peneliti juga

mengusulkan penyusunan modul pendidikan karakter yang

sesuai dengan nilai-nilai karakter yang hendak ditingkatkan

dalam diri siswa.

f. Bagi peneliti lain

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi tolak ukur yang dapat

digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang

hendak mengembangkan pendidikan karakter ini secara lebih

(30)

G. Definisi Istilah

Beberapa istilah terkait judul penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:

1. Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah

rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.

2. Pendidikan karakter adalah upaya penanaman, penghayatan, dan

pengamalan nilai-nilai luhur seseorang yang diwujudkan dalam

interaksi dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, dan lingkungannya

untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi

hati, pikir, raga, rasa, dan karsa.

3. Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya

sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta

menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

4. Bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan

konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan

dan konseling (Guru BK) atau konselor kepada sejumlah peserta didik

dalam satuan kelas.

5. Bimbingan klasikal kolaboratif adalah salah satu dari layanan dasar

BK yang dirancang bersama dengan pihak lain, seperti guru mata

pelajaran atau tenaga ahli untuk melakukan kontak langsung dengan

para peserta didik di kelas secara terjadwal yang hasilnya dapat

diamati dan dinilai bersama- sama. Selain itu, dapat memperoleh

informasi tentang siswa (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan

(31)

mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh

guru BK bersama dengan guru mata pelajaran.

6. Experiential learning adalah pendidikan berbasis pengalaman yang merupakan sebuah proses di mana para pembelajar membangun

(32)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas hakikat pendidikan karakter, hakikat remaja, hakikat kerja

keras, hakikat bimbingan klasikal kolaboratif, hakikat experiential learning, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian.

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter

Lickona (Wibowo, 2010) mengungkapkan bahwa karakter

merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara

bermoral. Lickona (2013) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai

upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter

siswa. Pendidikan karakter menekankan pentingnya 3 unsur yakni

pengertian moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Ramli

(Fathurrohman, dkk, 2013), berpendapat bahwa pendidikan karakter

memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan

pendidikan akhlak.

Carr dan Steutel (Nucci, L.P & Darcia N, 2014) berpendapat

bahwa pendidikan karakter seharusnya didasarkan pada komitmen

yang jelas pada etika kebajikan. Menurut Sunaryo (Wibowo, 2012)

pendidikan karakter merupakan pendidikan sepanjang hayat, sebagai

(33)

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa pendidikan karakter merupakan upaya terencana untuk

menjadikan seseorang (peserta didik) mengenal, peduli, dan

menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam diri, sehingga dapat

berperilaku sebagai manusia seutuhnya. Pendidikan karakter dilakukan

dengan keyakinan bahwa karakter seseorang dapat dikembangkan dan

dapat diubah.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan karakter

Fathurrohman, dkk (2013) mengungkapkan bahwa pendidikan

karakter memiliki fungsi sebagai pengembangan, perbaikan, dan

penyaringan.

a. Pengembangan

Mengembangkan potensi peserta didik untuk dapat berperilaku

baik sebagai peserta didik yang sudah mempunyai sikap dan

perilaku yang mencerminkan karakter diri maupun karakter

bangsa.

b. Perbaikan

Memperkokoh pendidikan nasional untuk bertanggung jawab

dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.

c. Penyaringan

Memilah-milah atau menyaring karakter bangsa sendiri maupun

karakter bangsa lain yang kurang sesuai dengan nilai-nilai karakter

(34)

Fathurrohman, dkk (2013) mengatakan bahwa tujuan pendidikan

karakter secara khusus adalah untuk:

a. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji

dan sesuai dengan nilai-nilai secara universal dan tradisi karakter

bangsa yang religius.

b. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan

warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta

didik sebagai generasi muda penerus bangsa.

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang

mandiri, kreatif, dan berwawasan luas.

e. Mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar

yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta

memiliki rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan

(dignity).

3. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

Kementerian Pendidikan Nasional (2010) menyatakan bahwa

pendidikan karakter hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip

sebagai berikut:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup

(35)

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk

membangun karakter.

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan

perilaku yang baik.

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan

menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun

karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang

berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada

nilai dasar yang sama.

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam

membangun inisiatif pendidikan karakter.

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra

dalam usaha membangun karakter.

k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai

guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan

peserta didik.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter

Menurut Suparno (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi

(36)

a. Keluarga

Keluarga merupakan komunitas awal seorang anak mengenal

karakter. Peranan orangtua dalam hal ini sangat penting. Sejak lahir

anak sudah belajar karakter tertentu dari orangtua. Ketika anak

dalam kandungan pun anak sudah belajar bersikap dari

orangtuanya, terutama dari ibu yang mengandung. Selain itu,

suasana keluarga menjadi sangat penting bagi perkembangan

karakter anak. Orangtua perlu dilibatkan agar pendidikan karakter

di sekolah dapat berjalan lancar dan lebih efektif.

b. Guru

Selain orangtua, guru mempunyai andil besar dalam pendidikan

karakter anak. Pendidikan karakter bisa dilakukan melalui

pengajaran dan juga sikap guru terhadap anak, karena melalui

pembelajaran guru bisa mengajarkan mengenai hal yang baik.

c. Teman

Karakter remaja sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya. Secara

psikologis, remaja sedang dalam proses pencarian jati diri sehingga

remaja ingin bergabung dengan teman sebayanya dalam pencarian

jati dirinya. Orangtua perlu mengetahui siapa saja teman dari anak

dan orangtua perlu memantau pergaulan anak.

d. Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah serta suasana sekolah mempunyai pengaruh

(37)

sekolah perlu diatur dan ditata sesuai dengan nilai karakter yang

akan ditanamkan pada diri anak. Oleh karena itu, perlu adanya

kerjasama dari seluruh pihak yang ada di lingkungan sekolah agar

penanaman karakter sungguh nyata dan efektif dalam

pengembangan karakter anak maupun semua pihak yang ada di

sekolah.

e. Lingkungan masyarakat

Keadaan, situasi, dan karakter lingkungan sekitar/masyarakat

berpengaruh pada pembentukan karakter remaja. Remaja akan

melihat serta meniru apa yang dilakukan oleh lingkungan

sekitarnya. Lingkungan yang mendukung pengembangan karakter

positif remaja tentunya situasi lingkungan memiliki karakter yang

positif juga. Bila lingkungan sekitar kurang mendukung

pengembangan karakter positif remaja maka karakter baik yang

sudah ditanamkan di sekolah maupun di keluarga akan luntur

karena pengaruh lingkungan tersebut.

f. Buku bacaan

Buku-buku bacaan berpengaruh pada karakter anak. Banyak anak

yang karakternya berkembang karena isi buku yang dibacanya

memberikan inspirasi bagi dirinya. Ada juga yang memiliki

karakter kurang baik karena buku yang dibaca merupakan buku

yang tidak sesuai dengan usianya sehingga anak bersikap kurang

(38)

agar dapat memilih buku bacaan yang baik. Oleh karena itu, di

perpustakaan sekolah perlu disediakan banyak buku yang dapat

memberikan inspirasi pada anak serta dapat mendukung

pengembangan karakter anak.

g. Media

Perkembangan teknologi yang makin pesat sangat mempengaruhi

karakter remaja. Banyak remaja meniru apa yang dilihatnya di

media tanpa menyaring informasi yang didapat. Bila yang dilihat

adalah hal yang kurang baik maka mereka akan dengan mudah

terpengaruh. Perkembangan teknologi sebenarnya dapat membantu

kita belajar dan berkomunikasi dengan siapa pun di dunia ini

dengan lebih cepat serta dapat mempermudah pekerjaan kita. Di

sisi lain teknologi informasi dapat memberikan informasi dan

pengaruh yang kurang baik dan dapat merusak karakter anak. Oleh

karena itu, anak perlu dibantu lebih kritis dalam menggunakan

teknologi informasi ini seperti internet, HP, serta media sosial.

Mereka juga perlu dibantu dalam memilah-milah informasi yang

didapatnya.

5. Pendidikan Karakter Terintegrasi di SMP

Berdasarkan pedoman Pendidikan Karakter di SMP (Direktorat

Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Ditjen Manajemen Pendidikan

Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional, 2010),

(39)

pembelajaran, manajemen sekolah, dan kegiatan pembinaan

kesiswaan.

a. Pendidikan karakter terintegrasi dalam pembelajaran

Pendidikan karakter terintegrasi dalam pembelajaran adalah

pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan

pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam

tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran,

baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua

mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk

menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang

ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik

mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai,

serta menjadikannya sebagai perilaku.

Pada struktur kurikulum SMP, dasar setiap mata pelajaran

memuat materi-materi yang berkaitan dengan karakter. Secara

subtantif, setidaknya terdapat dua mata pelajaran yang terkait

langsung dengan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia,

yaitu pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN).

Kedua mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang

secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai, dan sampai

taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan

menginternalisasi nilai-nilai. Integrasi pendidikan karakter pada

(40)

di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari

tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.

b. Pendidikan karakter terintegrasi melalui manajemen sekolah

Pada konteks dunia pendidikan, yang dimaksud dengan

manajemen pendidikan sekolah adalah suatu proses perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dalam upaya untuk

menghasilkan lulusan yang sesuai dengan visi, misi, dan tujuan

pendidikan itu sendiri. Penyelenggaraan pendidikan karakter

memerlukan pengelolaan yang memadai. Pengelolaan yang

dimaksudkan adalah bagaimana pembentukan karakter dalam

pendidikan direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan secara

memadai. Unsur-unsur pendidikan karakter yang akan

direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan tersebut antara lain

meliputi: (1) nilai-nilai karakter kompetensi lulusan, (2) muatan

kurikulum nilai-nilai karakter, (3) nilai-nilai karakter dalam

pembelajaran, (4) nilai-nilai karakter pendidik dan tenaga

kependidikan, dan (5) nilai-nilai karakter pembinaan

kepesertadidikan.

c. Pendidikan karakter terintegrasi melalui kegiatan pembinaan

kesiswaan

Kegiatan pembinaan kesiswaan adalah kegiatan pendidikan di

luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu

(41)

bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus

diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang

berkemampuan dan berwenang di sekolah.

6. Hambatan-hambatan Pelaksanaan Pendidikaan Karakter Terintegrasi

Pendidikan karakter terintegrasi di sekolah memang mengalami

banyak kendala/kelemahan dan peranan sekolah yang kurang

maksimal dalam mendukung pendidikan karakter. Arifin (Wibowo,

2012) menyatakan bahwa ada beberapa kelemahan dalam pelaksanaan

layanan pendidikan di sekolah. Kelemahan-kelemahan tersebut antara

lain sebagai berikut.

a. Kelemahan pada aspek proses belajar mengajar saat di kelas

Hal ini ditandai dengan adanya aktivitas belajar siswa di sekolah

kurang optimal dalam mengembangkan potensi diri, proses belajar

mengajar di kelas belum maksimal dalam memenuhi kebutuhan,

minat, dan bakat yang dimiliki siswa secara beragam, serta masih

banyak terjadi proses pembelajaran yang sifatnya guru

sentris/terpusat pada guru mestinya berpusat pada siswa (student centered).

b. Kelemahan pada aspek pengorganisasian pengalaman belajar

peserta didik

Pembelajaran di Indonesia selama ini menggunakan model klasikal

(42)

pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan

siswa secara optimal.

c. Kelemahan pada aspek pengembangan kurikulum

Esensi dari Kurikulum 2013 sebenarnya memiliki keseimbangan

antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Akan tetapi banyak

sekolah yang mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Hal ini

bisa disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan guru

sehingga kesulitan melaksanakannya.

d. Kelemahan pada aspek sarana dan prasarana

Keterbatasan sarana prasarana sekolah ini dapat mempengaruhi

proses penginternalisasian pendidikan karakter kurang optimal.

Menurut Suparno (2015) ada beberapa kendala dalam pelaksanaan

pendidikan karakter. Kendala pendidikan karakter itu adalah sebagai

berikut.

a. Ketidakmampuan dan ketidaksiapan pendidik

Hal ini terjadi karena guru kurang berminat mengintegrasikan

pendidikan karakter dalam mata pelajaran, guru tidak tahu

bagaimana cara menjelaskan pendidikan karakter, guru tidak mau

(43)

b. Program kurang baik

Program yang tidak baik dapat disebabkan oleh perencanaan yang

kurang matang, kurangnya pertimbangan, maupun petugas yang

kurang kompeten di bidangnya.

c. Kekurangan dana

Kekurangan dana dapat disebabkan karena perencanaan dana yang

kurang cermat, mungkin memang tidak ada dana yang disediakan,

perbedaan perhitungan dengan kenyataan, dan mungkin adanya

tindak kecurangan dalam pengelolaan uang.

d. Waktu tidak tepat

Waktu yang tidak tepat biasanya karena waktunya mendekati

ulangan atau ujian, waktu liburan besar, dan waktu bulan puasa

atau acara agama tertentu.

e. Tidak ada teladan dari pejabat yang baik

Kurangnya teladan baik dari pejabat akan membuat pendidikan

karakter tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dibutuhkan

guru/pendidik yang kritis terhadap tingkah laku pejabat yang

kurang baik agar siswa dapat diajak untuk mengkritisi tindakan

pejabat itu baik atau tidak.

f. Lingkungan yang tidak kondusif

Lingkungan yang baik akan membantu orang lebih berkembang,

namun lingkungan tidak baik akan menghambat orang dan kurang

(44)

g. Kebiasaan

Kebiasaan merupakan faktor penting bertindak baik. Anak sudah

dibiasakan dan dilatih dalam keluarga. Kebiasaan-kebiasaan dari

kecil ini pun dapat mempengaruhi pendidikan karakter orang di

kemudian hari.

B. Hakikat Kerja Keras 1. Pengertian Kerja Keras

Yaumi (2011) menuliskan bahwa kerja keras merupakan perilaku

yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai

hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan

sebaik-baiknya. Menurut Gardner, Csikzentmihalyi, dan Damon (2001) kerja

keras tidak sekadar mampu menyelesaikan tugas-tugas yang belum

terselesaikan dan bukan pula menyibukkan diri dalam berbagai

aktivitas yang dapat menarik perhatian tetapi lebih dari itu. Kerja keras

perlu disertai dengan bekerja yang baik dan istimewa. Dikatakan baik

dan istimewa karena pekerjaan yang dihasilkan melebihi kualitas

pekerjaan pada umumnya. Hal ini terjadi karena pekerjaan itu

diselesaikan dengan sungguh-sungguh sehingga hasilnya lebih

memuaskan.

Kerja keras berarti semangat pantang menyerah dan diikuti

keyakinan kuat serta mantap dalam mencapai impian dan cita-cita.

(45)

tidak putus asa dalam menggapai cita. Keberhasilan individu didukung

pula dengan kerja keras yang sudah dilakukan. Jika individu kurang

kerja keras dalam mewujudkan impian dan harapannya hanya akan

sia-sia belaka serta impiannya sebatas angan-angan semata.

Berdasarkan hal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kerja

keras merupakan upaya sungguh-sungguh dalam menyelesaikan

tugasnya dengan sebaik-baiknya. Dalam menyelesaikan

tugas-tugasnya itu perlu disertai dengan bekerja yang baik dan istimewa. Bila

menyelesaikan tugas disertai dengan baik dan istimewa maka akan

mendapatkan hasil yang lebih optimal lagi.

2. Karakteristik Kerja Keras

Yaumi (2014) menyatakan bahwa karakteristik orang yang

memiliki karakter kerja keras, yaitu:

a. Selalu mencari jenis pekerjaan yang disenangi, kemudian

melakukannya tanpa disuruh atau dikontrol oleh orang lain,

b. Menghargai hadiah yang diperoleh dari hasil kerja kerasnya,

c. Tidak terlalu memaksakan diri untuk terus belajar jika sudah lelah

tetapi perlu menghargai waktu yang dimiliki untuk mengerjakan

hal bermanfaat lain dalam hidup.

d. Senang melakukan hal-hal yang bermanfaat demi tercapainya

belajar yang optimal.

e. Menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat bagi diri sendiri

(46)

3. Aspek Pembentuk Perilaku Kerja Keras

Ada beberapa hal yang dapat membentuk perilaku kerja keras

siswa. Menurut Kurniawan (2013), aspek-aspek dari kerja keras adalah

sebagai berikut.

a. Berani mencoba

Berani mencoba berarti melakukan suatu tindakan nyata. Tindakan

ini tentunya dapat dipraktikkan sehingga bisa dilihat. Berani

mencoba dapat dikatakan bahwa ada usaha untuk belajar. Belajar

dari kesalahan untuk menemukan hal yang benar. Dengan berani

mencoba individu secara terus menerus dapat mengoptimalkan

kemampuan yang ada pada dirinya.

b. Memiliki semangat dan tekad yang kuat

Semangat dan tekad dalam melakukan sesuatu memang

dibutuhkan. Selalu melakukan tugas dengan giat dan

bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugasnya. Individu yang memiliki

semangat akan memiliki gairah hidup yang tinggi pula. Dengan

memiliki semangat dan tekad yang kuat maka individu akan

menghindarkan diri dari sikap tergesa-gesa apalagi sikap hidup

tanpa motivasi.

c. Pantang menyerah

Pantang menyerah artinya tidak mudah menyerah dan putus asa

menghadapi suatu pekerjaan, seberat apa pun pekerjaan yang

(47)

kegagalan. Jika segala daya upaya telah dikerahkan dan belum

diperoleh keberhasilan, maka kegagalan menjadi “sukses yang

tertunda”, namun menyerah sebelum berusaha lebih keras lagi

berarti menyiapkan diri menuju kegagalan yang sesungguhnya.

4. Manfaat Kerja Keras

Individu dapat memperoleh manfaat dari kerja keras yang sudah

dilakukannya. Menurut Kurniawan (2013) manfaat yang dapat

diperoleh individu seperti:

a. Mengembangkan potensi diri untuk meraih prestasi yang

diinginkan.

b. Membentuk pribadi yang memiliki tanggung jawab.

c. Mengangkat harkat dan martabat diri.

d. Hasil yang dicapai akan lebih baik dan optimal.

e. Tidak menjadi orang yang manja.

f. Menjadi pribadi yang tahan banting dalam menyelesaikan tugas

atau pekerjaan.

g. Menjadi lebih rajin.

5. Upaya-upaya untuk Mengembangkan Kerja Keras

Upaya-upaya atau cara yang dapat dilakukan oleh pendidik (guru)

dalam menanamkan serta mengembangkan karakter kerja keras siswa

(Kurniawan, 2013), yaitu:

a. Membantu siswa untuk membuat target pencapaian yang realistis

(48)

b. Membesarkan hati atau memotivasi siswa agar mau terus berusaha

dan mencoba.

c. Menerima siswa apa adanya serta perlu menghargai tiap rangkaian

proses yang sudah dilalui siswa.

d. Memberikan pemahaman akan artinya nilai kerja keras pada siswa.

e. Membantu siswa menyelesaikan problem yang sedang dialami agar

dapat mencegah siswa untuk melakukan kesalahan yang sama.

f. Memberikan kesempatan pada siswa untuk menghadapi tantangan

dan mencoba hal yang baru.

C. Hakikat Remaja 1. Pengertian Remaja

Istilah remaja berasal dari bahasa Latin, yaitu adolescence yang memiliki arti to grow dan to grow maturity. Para teoritikus awal memandang masa remaja sebagai periode kekacauan dan ketertekanan

biologis. Penelitian terkini menunjuk bahwa masa remaja merupakan

hasil dari kekuatan biologis, psikologis, dan sosial. Masa remaja

(adolescence) merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan

masa dewasa (Berk, 2012). Anna Freud (Hurlock, 1990), berpendapat

bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan yang mencakup

perkembangan psikoseksual dan juga terjadi perubahan dalam

hubungan dengan orangtua serta cita mereka. Pembentukan

(49)

Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi 2, yaitu remaja

awal dan remaja akhir. Remaja awal memiliki rentang usia antara 13

tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun, sedangkan remaja akhir memiliki

rentang usia antara 16 tahun atau 17 tahun sampai 18 tahun. Perbedaan

antara remaja awal dan akhir adalah bahwa pada masa remaja awal

individu masih menonjolkan karakteristik perkembangan kanak-kanak

akhir, sedangkan pada masa remaja akhir individu sudah mencapai

masa transisi dan mendekati masa dewasa. Menurut Konopka (Yusuf,

2010) masa remaja terbagi menjadi 3, yakni: remaja awal (12-15

tahun), remaja madya (15-18 tahun), dan remaja akhir (19-22 tahun).

Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

remaja adalah masa transisi serta pencarian jati dirinya. Oleh karena

itu, pada masa remaja ini juga disebut dengan masa dimana dalam diri

individu mengalami kekacauan dan ketertekanan biologis. Dalam

proses perkembangan remaja terdapat perubahan hubungan dengan

orangtuanya serta cita-citanya.

2. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja

terjadi perubahan yang sangat cepat, baik secara fisik maupun

psikologis. Menurut Hall (Santrock, 2003) ada beberapa perubahan

yang terjadi selama masa remaja, yakni:

(50)

remaja yang ditandai dengan munculnya frustrasi juga penderitaan,

konflik maupun krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang

cinta, serta perubahan suasana hati. Perubahan suasana hati ini

merupakan hasil dari perubahan fisik terutama perubahan yang

terjadi pada masa remaja. Pada masa ini banyak tuntutan dan

tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan

untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih

mandiri, dan bertanggung jawab.

b. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat dan diikuti dengan

kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja

merasa kurang percaya diri serta kurang yakin dengan kemampuan

yang dimilikinya. Perubahan fisik yang terjadi terjadi adalah

perubahan internal seperti sistem pencernaan, maupun perubahan

eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh

yang sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

c. Selama masa remaja, banyak hal yang menarik bagi dirinya yang

dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal-hal yang

baru dan lebih matang. Karena ada tanggung jawab yang lebih

besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan dapat

mengarahkan ketertarikan mereka pada hal yang lebih penting.

Perubahan juga terjadi dalam hal hubungan dengan orang lain.

Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan sesama jenis

(51)

d. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada

masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati

masa dewasa.

e. Kebanyakan remaja bersifat ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan

kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab

yang menyertai kebebasan ini, serta meragukan kemampuan

mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab ini.

Menurut Salzman dan Pikunas (Yusuf, 2011) masa remaja ditandai

dengan adanya; 1) peralihannya sikap tergantung (dependence) dengan

orangtua menjadi lebih mandiri (independence), 2) berkembangnya

minat seksualitas, 3) kecenderungan untuk merenung atau

memperhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika, dan isu-isu moral.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Kay (Jahja, 2011) mengemukakan tugas-tugas perkembangan

remaja sebagai berikut:

a. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur

yang mempunyai otoritas.

b. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan

belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara

individual maupun kelompok.

c. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

(52)

d. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup

(Weltanschauung).

e. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)

kekanak-kanakan.

Sementara itu, Havighurst (1961) mengemukakan tugas-tugas

perkembangan remaja antara lain:

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.

b. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.

c. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau orang dewasa

lainnya.

d. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

e. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk

dalam bertingkah laku.

4. Urgensitas dan Manfaat Pendidikan Karakter Kerja Keras bagi Remaja

Pendidikan karakter tidak akan optimal/berhasil kalau tidak

didukung oleh berbagai pihak-pihak terkait, terutama karakter kerja

keras pada remaja. Remaja merupakan masa transisi (Berk, 2012).

Pada masa inilah remaja mulai mencari-cari jati dirinya. Namun karena

salah bergaul dan kurang mampu mengendalikan diri, maka remaja

(53)

dimana remaja tinggal dapat mempengaruhi pembentukan karakter

kerja keras pada remaja tersebut.

Perkembangan teknologi yang makin pesat membuat remaja

berlomba-lomba untuk mencari tahu dan apalagi kecanggihan

komunikasi pada zaman ini sangat mempengaruhi pembentukan dan

perkembangan karakter kerja keras remaja. Sebagai contoh saat ini

remaja dengan mudah mendapatkan informasi tentang berbagai hal

melalui internet namun, terkadang karena kurang arif dalam

penggunaan media ini remaja memilih jalan yang singkat untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan gurunya dengan meng-copy paste

artikel ataupun bahan ajar yang tersaji diinternet tanpa membaca atau

mengoreksi hasilnya. Kadang mereka yang gemar game online sampai

lupa waktu. Mereka melupakan tugas mereka sebagai pelajar dan bila

terdesak, mereka akan mengandalkan temannya dan kemudian

menyalin pekerjaan dari teman. Hal ini sesuai dengan pendapat

Salzman dan Pikunas (Yusuf, 2011) tentang masa remaja yang ditandai

dengan adanya kecenderungan untuk memperhatikan diri sendiri.

Berdasarkan pendapat Kurniawan (2013) terkait manfaat kerja

keras dapat diambil kesimpulan bahwa manfaat kerja keras bagi

remaja, seperti:

a. Dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

b. Terbentuknya pribadi yang memiliki rasa tanggung jawab.

(54)

d. Tidak menjadi orang yang manja karena remaja merasakan

prosesnya.

e. Menjadi pribadi yang tidak pantang menyerah ketika

menyelesaikan tugas yang diberikan padanya.

f. Tentunya remaja akan menjadi pribadi yang lebih rajin dan

sabar.

D. Hakikat Bimbingan Klasikal Kolaboratif 1. Pengertian Bimbingan Klasikal

Makrifah & Wiryo Nuryono (2014) mengemukakan bimbingan

klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang

diberikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling

(Guru BK) atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan

kelas yang dilaksanakan di dalam kelas. Menurut Dirjen Pendidikan

Dasar (2014), bimbingan klasikal merupakan format kegiatan

bimbingan dan konseling yang melayani sejumlah peserta didik dalam

rombongan belajar satu kelas. Bimbingan klasikal merupakan proses

yang direncanakan untuk membantu populasi sekolah memperoleh

informasi, keterampilan atau pengalaman yang berguna dan

dibutuhkan.

Kebutuhan dan masalah yang bersifat umum, dihadapi oleh seluruh

atau sebagian besar peserta didik, dan tidak terlalu bersifat pribadi,

(55)

besar. Layanan klasikal atau kelompok besar biasanya bersifat

informatif, sehingga dapat segera diberikan oleh konselor atau guru

BK (Sukmadinata, 2007).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengertian layanan bimbingan klasikal adalah kegiatan bimbingan

yang diberikan untuk membantu siswa yang memiliki kebutuhan serta

masalah yang bersifat umum. Kegiatan ini diberikan pada seluruh atau

sebagian besar siswa dalam satuan kelas.

2. Bimbingan Klasikal Kolaboratif

Menurut Makrifah & Wiryo Nuryono (2014) strategi layanan

bimbingan klasikal sebagai salah satu strategi dalam pelayanan

bimbingan dan konseling memiliki tujuan untuk meluncurkan

aktivitas-aktivitas pelayanan yang mengembangkan potensi siswa atau

mencapai tugas-tugas perkembangannya sehingga dapat mencapai

tujuan pendidikan.

Depdiknas (2008) mengemukakan program bimbingan akan

berjalan secara efektif apabila didukung oleh semua pihak, yang dalam

hal ini khususnya para guru mata pelajaran atau wali kelas. Konselor

atau guru BK berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka

memperoleh informasi tentang siswa (seperti prestasi belajar,

kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah siswa,

dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan

(56)

a. Menciptakan sekolah dengan iklim sosio-emosional kelas yang

kondusif bagi belajar siswa.

b. Memahami karakteristik siswa yang unik dan beragam.

c. Menandai siswa yang diduga bermasalah.

d. Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar melalui

program remedial teaching.

e. Mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan layanan

bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing.

f. Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan

bidang kerja yang diminati siswa.

g. Memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan,

sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada siswa

tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja,

persyaratan kerja, dan prospek kerja).

h. Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional,

sosial, maupun moral-spiritual (hal ini penting, karena guru

merupakan “figur central” bagi siswa).

i. Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata

(57)

E. Hakikat Experiential Learning 1. Pengertian Experiential Learning

Experiential learning merupakan suatu proses belajar yang lebih mengaktifkan pembelajaran dengan membangun pengetahuan serta

keterampilan juga nilai dan sikap melalui pengalaman secara langsung

(Nasution, 2005). Experiential learning akan lebih berarti jika pembelajar ikut ambil bagian dalam melakukan kegiatan.

Experiential learning menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pengalaman memiliki

peranan yang sangat penting dalam proses belajarnya atau dengan kata

lain pengetahuan tercipta karena adanya transformasi dari pengalaman

(experience). Pengetahuan merupakan hasil perpaduan antara

memahami dan mentransformasi pengalaman (Kolb, 1984).

Jadi, experiential learning juga dapat didefinisikan sebagai proses

belajar yang melalui pengalaman langsung secara terus menerus akan

mengalami perubahan guna meningkatkan keefektivan dari hasil

belajar itu sendiri. Pengalaman dapat dikatakan sebagai guru terbaik

bagi kehidupan. Melalui pengalaman, individu dapat belajar untuk

menjadi lebih baik lagi dan pengalaman tidak akan berhenti begitu

saja.

2. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Experiential Learning David Kolb (1984) mengatakan bahwa model experiential learning

(58)

Concrete Experience (1)

Reflective Observation (2)

Abstract Conceptualization

(3) Active

experimentation (4)

fase. Pertama, fase Concrete Experience menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta atau pengalaman yang disediakan untuk

pembelajaran yang lebih lanjut.

Gambar

Gambar 2.1 Model Experiential Learning ..................................................
Grafik 4.1 Gambaran Peningkatan Karakter pada Siswa tiap Sesi .............. 67  Grafik 4.2 Grafik Tingkat Karakter Kerja Keras Siswa ..............................
Gambar 2.1 Experiential Learning
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model obat yang digunakan sebagai bahan inti pada pembuatan mikrokapsul ini adalah natrium diklofenak yang merupakan salah satu obat anti inflamasi yang banyak

Di sisi lain, bahan makanan yang berasal dari hewan pun memiliki kelemahan yaitu sifatnya yang mudah rusak bila tidak dikelola dengan baik dan benar, yang apabila tidak

hak yang sama untuk dapat ikut serta dalam organisasi serikat pekerja/buruh guna melindungi hak dan kepentingan mereka. Namun dengan pelaksanaan outsourcing hak berserikat tidak

Untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan seledri ( Apium graveolens ) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Pra hipertensi di wilayah kerja Puskesmas. Padang Pasir

Dalam penelitian ini dibahas antara lain : Kapankah suatu tindakan deportasi dapat dilakukan menurut hokum nasional dan internasional, apakah maksud dan tujuan kehadiran WNA

yang terdiri dari terminal udara, konduktor pentanahan, dan sistem terminasi bumi,. sistem

Langkah yang dilakukan dalampenelitian ini adalah dengan menunjukkan video hasil identifikasi yang sudah dibuat kepada guru SD kelas IV kemudian rancangan pelaksanaan

3.3 Langkah-langkah Percobaan.. Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang akurat, berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum: 1.