PROSES DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEINTIMAN
INDIVIDU DEWASA AWAL DENGAN LATAR BELAKANG KELUARGA
TIDAK HARMONIS
Tirsa Brenda Trivena Angel Sampara
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses keintiman individu dewasa awal dengan latar belakang keluarga tidak harmonis. Pertanyaan penelitian adalah bagaimana proses keintiman individu dewasa awal dengan latar belakang keluarga tidak harmonis dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Responden yang terlibat adalah satu laki-laki dan satu perempuan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur, sebanyak dua kali. Validasi data dilakukan melalui triangulasi data dan teori. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara proses keintiman individu dewasa awal dengan latar belakang keluarga tidak harmonis dengan teori yang digunakan dan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya.
INTIMACY PROCESS OF EARLY ADULTHOOD WITH BROKEN HOME
FAMILY BACKGROUND AND FACTORS THAT INFLUENCE
Tirsa Brenda Trivena Angel Sampara
ABSTRACT
The purpose of this study to determine the process and the factors that affect theintimacy of early adulthood with broken home family background. The method used is qualitative method with descriptive phenomenological approach. Respondents involved is one male and one female. Data collected through semi-structured interview. Validation of data is done through the triangulation of data and theory . The results showed a difference between the intimacy of early adulthood with broken home family background with the theory used and there are factors that influence it.
TINGKAT MENARIK DIRI KARYAWAN DALAM MENGHADAPI
KEMUNGKINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Arief Puji Dessy Nugraheni
NIM : 009114159
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
!
"
# $ !
! %
&
'
(
)
(
(
*
$
+ (
mulailah segalanya dengan bermimpi, dan kejarlah mimpi itu tanpa mimpi takkan ada realita
Ingatlah bahwa satu-satunya jalan untuk menemukan kebahagiaan bukanlah dengan mengharapkan ucapan terimakasih, melainkan
bergembira karena dapat memberi.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 8 Februari 2008
Penulis
Arief Puji Dessy Nugraheni
ABSTRAK
TINGKAT MENARIK DIRI KARYAWAN DALAM MENGHADAPI KEMUNGKINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
Arief Puji Dessy Nugraheni
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat menarik diri karyawan dalam menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menarik diri (withdrawal) merupakan suatu reaksi subjektif yang tampak dari gejala afektif, kognitif, dan fisiologis akibat permasalahan-permasalahan yang dialami oleh karyawan yang sedang menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yaitu permasalahan ekonomi, masalah kehilangan status sosial, perasaan tak berguna atau tidak produktif, dan masalah kesepian.
Subjek penelitian merupakan karyawan swasta yang berusia antara 25 tahun sampai 35 tahun yang dipilih berdasar teknik purposive sampling. Subjek berjumlah 62 orang terdiri dari 45 orang subjek laki-laki dan 17 orang subjek perempuan.
Metode penelitian menggunakan skala Tingkat Menarik Diri karyawan dalam Menghadapi Kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Daya diskriminasi item penelitian (rix) minimal sebesar 0,25. Skala yang dipergunakan terdiri dari 45 item yang sahih. Koefisien reliabilitas skala sebesar 0,881. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan tingkat menarik diri karyawan dalam menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa secara umum para karyawan memiliki tingkat menarik diri yang relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan mean empirik (101,71) yang lebih kecil dari mean teoretik (112,5). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat menarik diri karyawan masuk dalam kategori rendah.
ABSTRACT
EMPLOYEE WITHDRAWAL LEVEL IN FACE OF THE FIRED POSSIBILITY
Arief Puji Dessy Nugraheni
Majoring in Psychology, Psychology Faculty Sanata Dharma University
Yogyakarta
This research aimed at knowing at the employee withdrawal level in face of fired possibility. Withdrawal is a visible subjective reaction in affection, cognition, and physiological symptom that caused by problems that employee experienced who facing possibility of fired, such as economical problems, loosing social status, unused feeling or doesn’t productive anymore and loneliness.
Research subjects in this research were employees who attain the age of 25 – 35 years. Samples were obtained by purposive sampling. Total samples were 62 people that consist of 45 male and 17 female.
Research method used employee withdrawal level in face of the fired possibility scale. Research discrimination score (rix) is > 0,25. Scale consists of 45 reliable items. Reliability score is 0,881. Description analysis used to describe employee withdrawal level in face of withdrawal.
The results of the research suggesting that generally employees’ withdrawal levels are low. It can be seen from comparison between empirical mean (101,71) and theoretical mean (112,5). It is suggesting that generally employees’ withdrawal levels are low.
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmatNya sehingga penulis akhirnya mampu menyelesaikan
skripsi dengan judul “Tingkat Menarik Diri Karyawan dalam Menghadapi
Kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”.
Pada kesempata ini ijinkan penulis menyampaikan rasa terimakasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Bp. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku dekan fakultas Psikologi
sekaligus selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan
untuk kesempurnaan skripsi ini.
2. Bp. Dr. T Priyo Widiyanto, M.Si., selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga yang sangat membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si., selaku dosen wali yang
telah banyak membimbing penulis selama kuliah.
4. Bp. H. Wahyudi, M.Si. selaku dosen wali pengganti.
5. Ibu Henrietta PDADS. S.Psi., selaku dosen penguji yang telah banyak
memberi masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
6. Seluruh karyawan di Fakultas Psikologi, mas Gandung, mba Nani, pak
Gi, mas Muji, dan mas Doni yang telah banyak membantu penulis
dalam menyelesaikan studi.
7. Seluruh teman-teman di fakultas Psikologi, khususnya angkatan 2000,
Widya, akhirnya kita bisa ujian bulan Maret; Banjo & Adis, akhirnya
kita lulus; Puti, makasih info KRS-nya; Hendra & Mpheb, akhirnya
aku bisa nyusul kalian ………
8. Seluruh teman-teman yang banyak mendukung dalam penyelesaian
skripsi ini, Nelly Amaliyah, S.Psi, makasih pinjeman modul SPSSnya;
Wawan, makasih pinjeman CPU & printernya; teh Wahyu, makasih
update gossipnya; Mika, makasih infonya; Indra, buruan selesaiin…..
9. Keluarga Maguwo; om Kokok, makasih telah mengijinkan penulis
tinggal di Maguwo; tante Teki, makasih atas petuah-petuah bijaknya;
mas Abram, ampun DJ…….; jeng Fia, makasih atas keceriaannya;
almarhumah Simbah, makasih atas nasehat-nasehatnya.
10.Keluarga mertuaku; Bp. Radjabyono, terimakasih untuk semuanya; ibu
Een Saeri, terimakasih; my youngest sister in law, Nia, makasih atas
kelucuan-kelucuan yang tanpa sengaja kau ciptakan.
11.Keluarga Alian; mas Timin, makasih udah nganterin kalau mau
bimbingan; bi Momoh, Cecep, & Betyl, makasih udah ngejagain
Milan; semua yang udah ngebantu ngejagain Milan, makasih ya……...
12.Keluarga Tangerang; lè Budi & lè Mumun, makasih nasehat dan
supportnya; mas Lili & mba Atun, makasih atas bantuannya; Aci, aih
lutuna…yang rukun ama Milan ya….; mas Yoyo, makasih udah bantu
nyebar skala….kapan nih… ; Tanto, cepet selesai ya….!; Susi, jadi
nglangkahin Tanto apa ngga…. !
13.Supraku, AA 5421 ND, makasih udah setia nemenin dari SMU sampai
selesai kuliah…I love you; Freshiano Tkc., makasih udah ngasih
hiburan kalau lagi kesepian; komputerku, makasih udah banyak bantu
nyelesaiin skripsi & banyak ngasih hiburan kalau lagi bete.
14.Bapakku, Drs. Moch. Damiri, nyuwun pangapunten Pak, nembe saged
rampung; ibuku, Wiedajati, akhire Dessy saged rampung bu;
adik-adikku, “Nanang” Mashuri Nur Hidayat, makasih buat semuanya; dè
Eni, makasih udah jadi adik iparku; Ikhsan, Shendo & Putri, sinau sing
rajin nggeh….; “Lilik” Mashudi Adi Nugroho, makasih atas segala
bantuannya, ayo semangat buat kuliah lagi…!; “Agil” Ujianto Tidar
Pamungkas, makasih udah setia nganter-jemput Alian – Ambal;
embahku, Djamangati, terimakasih atas doa-doanya.
15.My family, suamiku “Dhede” Sugeng Supriadi, A.Md., yang dengan
penuh kesabaran mendorong penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini, makasih momo…..buat kesabarannya, buat pengertiannya,
& buat semuanya.….akhirnya kita bisa kumpul lagi……..; jagoanku,
Muhammad Milano Arief Supriadi, makasih ya cayang udah nemenin
ibu selama menyelesaikan skripsi….. akhirnya kita bisa pulang & bisa
kumpul lagi ama momo……...
16.Untuk semua yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
kuliah dan skripsi, yang tidak dapat ditulis satu persatu, terimakasih
yang tak terhingga untuk semuanya.
Penulis menyadari bahwa penulis masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat
menjadi acuan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, Maret 2008
Penulis
Arief Puji Dessy Nugraheni
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……… i
Halaman Persetujuan Dosen ……….. ii
Halaman Pengesahan ……… iii
Halaman Persembahan ……….. iv
Halaman Motto ………... v
Halaman Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ……….. vi
Halaman Keaslian Karya ………... vii
Abstrak ………... viii
Abstract ……….… ix
Kata Pengantar ………... x
Daftar Isi ………. xiv
Daftar Tabel ……… xvi
Daftar Lampiran ………. xvii
BAB I PENDAHULUAN ………..………. 1
A. Latar Belakang Masalah ………. 1
B. Rumusan Masalah ……….. 6
C. Tujuan Penelitian ………... 6
D. Manfaat Penelitian ………. 6
1. Manfaat Teoretis ……….. 6
2. Manfaat Praktis ……… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 8
A. Pemutusan Hubungan Kerja ………... 8
1. Pengertian PHK ……….... 8
2. Sebab-sebab PHK ……….… 9
3. Jenis-jenis PHK ……….. 11
4. Reaksi-reaksi Terhadap PHK ………. 12
B. Menarik Diri (Withdrawal) ……….. 14
2. Faktor-faktor Menarik Diri ……….... 16
3. Aspek-aspek Menarik Diri ………. 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 19
A. Jenis Penelitian ………. 19
B. Variabel Penelitian ………... 19
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………. 20
D. Subjek Penelitian ……….. 20
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ………... 21
F. Pertanggungjawaban Mutu ………... 24
1. Validitas ………. 24
2. Seleksi Item ……… 25
3. Reliabilitas ……….………….… 26
G. Prosedur Pengumpulan Data ……….………... 27
H. Metode Analisis Data ………... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN ………. 30
A. Persiapan Penelitian ………. 30
B. Pelaksanaan Penelitian ………. 31
1. Deskripsi Subjek ……….………... 31
2. Teknik Analisis Data ……….. 32
C. Pembahasan ……….. 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….…...… 40
A. Kesimpulan ……….. 40
B. Saran ………. 40
Daftar Pustaka ……….. 42
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Bobot Penilaian Skala ………. 23
Tabel 3.2. Spesifikasi Blue-Print ……….. 26
Tabel 3.3. Sebaran Item Penelitian ………... 26
Tabel 3.4. Norma Kategorisasi Skala ………... 29
Tabel 4.1. Item yang Sahih ………... 30
Tabel 4.2. Deskripsi Subjek Penelitian ……… 30
Tabel 4.3. Norma Kategorisasi Skala Tingkat Menarik Diri ………... 33
Tabel 4.4. Kategorisasi Subjek Penelitian ……….... 33
Tabel 4.5. Deskripsi Subjek dengan Tingkat Menarik Diri Tinggi ………….. 33
Tabel 4.6. Deskripsi Subjek dengan Tingkat Menarik Diri Sedang …………. 33
Tabel 4.7. Deskripsi Subjek dengan Tingkat Menarik Diri Rendah ………… 34
Tabel 4.8. Deskripsi Karyawan dengan Tingkat Menarik Diri Tinggi …....… 34
Tabel 4.9. Deskripsi Karyawan dengan Tingkat Menarik Diri Sedang …..…. 34
Tabel 4.10. Deskripsi Karyawan dengan Tingkat Menarik Diri Rendah ...… 34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Tabel Indikator Penelitian ………. 44
Lampiran B : Uji Coba B1. Skala Uji Coba ……… 47
B2. Tabulasi Skor Uji Coba ……….. 48
B3. Perhitungan Statistik ………... 64
- Correlations ……….. 64
- Reliability ………. 68
- Descriptive Statistics ……… 68
Lampiran C : Penelitian C1. Skala Uji Coba ……… 71
C2. Tabulasi Skor Uji Coba ……….. 72
C3. Perhitungan Statistik ………... 86
- Correlations ……….. 86
- Reliability ………. 89
- Descriptive Statistics ……… 89
- Uji Normalitas ……….. 91
Lampiran D : Surat Keterangan Penelitian ……….. 92
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk mempertahankan hidup manusia harus memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Salah satu usaha yang dilakukan manusia demi terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah dengan bekerja. Kerja mempunyai makna
yang penting dalam sejarah kehidupan seseorang karena kerja merupakan hakikat
hidup manusia yang dapat memberikan isi dan makna tertentu bagi kehidupan
manusia.
Dengan bekerja, maka seseorang mendapatkan suatu status sosial tertentu
karena dengan bekerja manusia tidak hanya mampu mempertahankan hidupnya,
melainkan juga mendapatkan suatu taraf hidup yang lebih baik dan juga identitas
diri yang didapatkan dari pekerjaannya (Andari, 2001). Status sosial ekonomi
seseorang sangat ditentukan oleh posisi atau jabatan pada suatu pekerjaan tertentu.
Seorang supervisor pabrik akan jauh lebih dihargai dan dihormati oleh masyarakat
daripada seorang buruh pabrik. Demikian pula halnya dengan kondisi ekonomi.
Seseorang dengan kondisi ekonomi yang lebih mapan akan jauh lebih dihargai
daripada orang dengan kondisi ekonomi yang kurang mapan, dengan kata lain
orang kaya akan lebih dihormati daripada orang miskin.
Pada suatu saat tertentu, manusia harus menghadapi suatu hal besar yang
berkaitan dengan pekerjaan mereka, yaitu berhenti bekerja, baik yang disebabkan
karena adanya pemecatan atau mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
ataupun dengan adanya masa pensiun wajib yang harus dijalani. Saat menghadapi
kemungkinan berhenti bekerja, baik itu yang disebabkan oleh Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) ataupun disebabkan orang tersebut telah memasuki masa
pensiun wajib, merupakan suatu hal yang sangat menakutkan dan menyakitkan
bagi sebagian besar karyawan, terutama para karyawan yang telah menggeluti
pekerjaannya selama puluhan tahun dan menggantungkan hidup sepenuhnya pada
pekerjaan yang digelutinya tersebut. Mereka pada umumnya mengalami post
power syndrome karena pada waktu masih bekerja mereka merasa mempunyai
sesuatu yang bisa dibanggakan yaitu pekerjaan, otoritas, dan penghasilan, namun
setelah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau pensiun mereka
merasa kehilangan semuanya itu, sehingga mereka juga mengalami retirement
shock (Prastiti, 2005).
Karyawan akan cenderung bersikap negatif terhadap kemungkinan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena mereka akan merasa tidak berarti dan
tidak berguna, padahal mereka masih ingin dibutuhkan baik oleh perusahaan
tempatnya bekerja ataupun oleh keluarganya, terlebih lagi masyarakat pada
umumnya akan lebih menghargai orang-orang yang masih aktif bekerja daripada
orang yang tidak bekerja. Kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini
dapat menimbulkan stress pada karyawan karena pada umumnya karyawan akan
merasa kehilangan peran sosial yang dominan dan merasa status atau
kekuasaanya-pun juga akan ikut hilang. Hilangnya pekerjaan berarti juga
terancam kehilangan identitas yang membuat mereka merasa bahwa mereka tidak
sehingga mereka akan menarik diri dari lingkungan dan memerlukan banyak
waktu untuk sendirian atau mengasingkan diri (Davidoff, 1987).
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan menimbulkan berbagai
perubahan baik yang bersifat psikologis, fisiologis, maupun sosial ekonomi.
Perubahan dari adanya suatu kesibukan yang teratur, penghasilan yang teratur,
dan fasilitas yang memadai, menjadi keadaan dimana fasilitas banyak berkurang.
Perubahan tersebut menyebabkan orang banyak mengalami “kehilangan” yang
menyangkut kehilangan peran, jabatan, pendapatan, kepercayaan diri, harga diri,
kontak sosial, daya guna, tujuan hidup, serta identitas yang didapatkan dari
pekerjaan (Prastiti, 2005). Ketika masih bekerja, orang sering mengidentifikasikan
dirinya dengan pekerjaan yag digelutinya. Kemungkinan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) menyebabkan para karyawan mengalami suatu ketakutan bahwa
semua identitas tersebut terancam hilang, sehingga dianggap sebagai suatu krisis
yang hebat dalam kehidupan mereka.
Karyawan yang menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) akan semakin merasa terpuruk dan menarik diri jika mereka diasingkan
dan hanya diberi sedikit kesempatan untuk bekerja di rumah dan mengembangkan
dirinya. Orang-orang yang menarik diri ini umumnya akan merasa terbuang,
sedih, menyalahkan diri sendiri, dan tidak mempunyai harapan untuk hidup
(Calhoun & Acocella, 1990: 432).
Data yang dikeluarkan oleh kepaniteraan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan (P4) Pusat Departemen Tenaga kerja menunjukkan bahwa angka PHK
pada saat itu mencapai 2.124 kasus. Tahun berikutnya menjadi 2.312 kasus dan
pada tahun 2002 yang lalu jumlahnya terus meningkat hingga menjadi 2.663
kasus. Dan pada tahun 2003, dalam bulan Januari saja sudah tercatat angka
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebesar 809 kasus, yang berarti sebesar tiga
puluh persen dari total kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada tahun 2002
(Darmawan, 2003). Besarnya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini akan
semakin membuat para karyawan khawatir dalam menghadapi kemungkinan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Dalam penelitian ini peneliti ingin membahas mengenai kemungkinan
berhenti bekerja yang disebabkan karena adanya pemecatan atau Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) yang akhir-akhir ini banyak terjadi. Peneliti melihat
bahwa pemecatan yang dilakukan akhir-akhir ini sudah tidak pandang bulu lagi,
dari karyawan yang baru saja bekerja sampai karyawan yang sudah
bertahun-tahun bekerja di suatu perusahaan, dari tingkat buruh sampai pada tingkat
manajer.
Sebenarnya ada prosedur untuk pemberhentian atau Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK), yaitu Pengusaha yang ingin melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) terhadap kurang dari sembilan karyaawan harus mendapat ijin terlebih
dahulu dari P4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah), dan
harus mendapat ijin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pusat) untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pekerja yang jumlahnya
sepuluh orang ke atas (Panggabean, 2002: 122). Namun demikian, keputusan
karyawannya tetap saja dinilai kurang adil oleh karyawan yang menghadapi
PHK, apalagi menyangkut pesangon dan masa depan mereka.
Peneliti seringkali melihat adanya suatu kecenderungan menarik diri pada
karyawan yang tengah menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK), terutama jika karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) berada pada tingkat manajerial dan karyawan yang sudah relatif lama
bekerja di suatu perusahaan. Hal itu disebabkan karena mereka mengalami post
power syndrome dan retirement shock.
Menarik diri (withdrawal) merupakan reaksi dari seseorang untuk
mengingkari dirinya sendiri dan terkadang orang-orang lain di sekitarnya, sebagai
reaksi dari keadaan yang menekannya. Mereka mencoba membohongi diri dengan
berpura-pura segalanya berjalan sebagaimana keadaan semula sebelum keadaan
yang menekan terjadi, dan mulai hidup dalam dunia khayalan (Leatz & Stolar,
1992: 37)
Withdrawal (penarikan diri) juga berarti suatu pola dari penghalangan atau
frustrasi. Penarikan diri ini bisa menjadi suatu mekanisme pembelaan diri yang
habitual, yang menyangkut simptom serius berupa pengunduran atau penarikan
diri dari realitas, kecanduan bahan narkotika, alkoholisme, dan sebagainya
(Chaplin, 2002: 540).
Menarik diri (withdrawal) dijadikan sebagai defense mechanism atau
mekanisme pertahanan diri oleh para karyawan yang sedang menghadapi
sosial membuat mereka merasa lebih aman dan tidak merasa terganggu dengan
lingkungan sosialnya.
Uraian tersebut menjadi alasan bagi peneliti untuk mengetahui adanya
kecenderungan menarik diri yang dialami oleh para karyawan dalam menghadapi
kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Oleh karena itu dengan
penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih dalam bagaimana tingkat menarik
diri karyawan dalam menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah bagaimana tingkat menarik diri karyawan dalam menghadapi
kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
tingkat menarik diri karyawan dalam menghadapi kemungkinan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
bidang Psikologi Industri dan Organisasi tentang permasalahan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK).
Selain itu penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang
masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada peneliti dan pembaca,
khususnya pada karyawan-karyawan swasta yang mungkin akan mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sewaktu-waktu, terlebih berkaitan dengan
masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mereka hadapi, yaitu masalah
kebutuhan ekonomi, peran/jabatan, kepercayaan diri, harga diri, kontak sosial,
daya guna, tujuan hidup, serta identitas yang didapatkan dari pekerjaan.
2. Manfaat Praktis
Dengan mengetahui permasalahan yang akan dihadapi, para karyawan
diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya, sehingga akan terhindar dari
kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Karyawan juga diharapkan
agar mempersiapkan diri sebaik-baiknya, karena perusahaan dapat melakukan
program Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sewaktu-waktu, sehingga akan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemutusan Hubungan Kerja
Suatu perusahaan / institusi / lembaga tertentu pada dasarnya memerlukan
karyawan untuk melakukan berbagai pekerjaan yang berkaitan dengan usaha
perusahaan / institusi / lembaga tersebut. Karyawan adalah seseorang yang bekerja
di suatu perusahaan / institusi / lembaga tertentu yang bertanggungjawab untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu pula. Menurut Suharso (2005 : 226),
karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan
sebagainya) dengan mendapat gaji (upah), selain itu karyawan juga berarti
pegawai / buruh / pekerja. Karyawan yang aktif bekerja pada suatu perusahaaan /
institusi / lembaga tertentu akan menerima upah yang sebenarnya merupakan
balas jasa dari perusahaaan / institusi / lembaga yang mempekerjakan mereka.
Dalam siklus kehidupan suatu perusahaan pasti tidak akan pernah lepas
dari perekrutan karyawan, mutasi, demosi, dan promosi karyawan, bahkan juga
pemberhentian karyawan dari pekerjaannya baik itu karena adanya masa pensiun
wajib, ataupun karena adanya pemecatan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
karyawan.
1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemecatan, atau lebih dikenal dengan PHK (Pemutusan Hubungan
Kerja) adalah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha
sehingga berakhir pula hak dan kewajiban diantara mereka (Panggabean,
2002: 17). Hal ini merupakan suatu cara untuk menghentikan seseorang dari
suatu jabatan atau pekerjaan. Menurut peraturan perundang-undangan bidang
ketenaga kerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan perusahaan (Triando, 2006).
2. Sebab-sebab Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pada suatu perusahaan, pemecatan ini biasa dilakukan jika pekerja
melakukan kesalahan berat sebagai berikut (UU Ketenagakerjaan No. 13/2003
dalam www.rcs.co.id/ketenagakerjaan_2003.htm.):
a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang
milik perusahaan;
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai
dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di
lingkungan kerja;
d. Melakukan perbuatan asusila di lingkungan kerja;
e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman
sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan
g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan;
h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha
dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i. Membongkar atau membocoran rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam
pidana 5 (lima) tahun atau lebih.
Pemecatan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap
karyawan, seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini merupakan metode yang
dianggap cukup efektif untuk mengatasi kebangkrutan suatu perusahaan,
karena dengan dilakukannya pemecatan maka biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan akan jauh berkurang, apalagi untuk suatu perusahaan besar yang
mempekerjakan banyak karyawan maka PHK masal terhadap karyawan
dengan kemampuan yang kurang atau dengan posisi yang sudah tidak
diperlukan lagi merupakan suatu pilihan yang terbaik meskipun PHK masal
ini secara sadar ataupun tidak juga akan merugikan perusahaan.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap para karyawan juga
dilakukan jika perusahaan mengalami perubahan status, penggabungan,
peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan. Penggabungan dan
peleburan perusahaan mengakibatkan perusahaan harus menutup salah satu
harus dikeluarkan akibat produksi yang tidak kompetitif lagi dan untuk
meningkatkan daya saing perusahaan di pasar.
3. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Ada dua jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yaitu menurut
jangka waktu dan menurut sumber Pemutusan hubungan Kerja (PHK).
Menurut jangka waktunya, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terbagi
menjadi dua (2), yaitu :
a. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sementara, atau yang lebih dikenal
dengan istilah “dirumahkan”, yaitu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
antara perusahaan dan karyawan yang hanya bersifat sementara.
Karyawan yang “dirumahkan” ini masih memiliki kesempatan untuk
kembali bekerja. Hal ini biasanya dilakukan karena adanya pengurangan
produksi sementara perusahaan.
b. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap, atau lebih dikenal dengan
PHK, yaitu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) antara perusahaan dan
karyawan yang bersifat tetap. Karyawan yang sudah benar-benar di
PHK ini tidak memiliki kesempatan untuk bekerja kembali di
perusahaan sebelumnya.
Sedangkan menurut sumbernya, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
antara pekerja dan pengusaha ada 4 (empat) jenis, yaitu (Panggabean, 2002:
121 – 122):
a. Voluntary turnover, yaitu pemutusan kerja atas kehendak sendiri. Hal ini
mengundurkan diri dari pekerjaannya atas dasar alasan pribadi, misalnya
karena karyawan mendapatkan tawaran pekerjaan yang lebih baik dari
perusahaan semula.
b. Lay off, yaitu pemberhentian karyawan karena habis masa kontraknya
atau karena karyawan yang bersangkutan tidak dibutuhkan lagi oleh
perusahaan.
c. Retirement atau pensiun, yaitu pemberhentian karyawan karena
karyawan yang bersangkutan telah mencapai usia tertentu. Pada
umumnya pemensiunan karyawan ini dilakukan jika karyawan telah
mencapai usia 55 tahun sampai 65 tahun, tetapi tergantung dari program
masing-masing perusahaan.
d. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak pengusaha. Hal ini
dilakukan karena adanya pengurangan aktivitas atau penciutan usaha,
atau karena kelalaian karyawan sehingga melanggar disiplin perusahaan.
4. Reaksi-reaksi terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Bagi para karyawan, menghadapi saat-saat berhenti bekerja merupakan
suatu malapetaka yang dirasa merebut sumber daya karena pada umumnya
pemberhentian kerja karyawan terjadi atas kehendak pengusaha. Oleh karena
itu pada umumnya para karyawan bereaksi negatif terhadap Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), apalagi bila proses pemecatan atau PHK tersebut
diawali dengan proses yang tidak mengacu pada peraturan yang ada, seperti
yang sudah diatur dalam Undang-undang (UU) No. 13 tahun 2003 yang
Hubungan Kerja (PHK) di Perusahaan Swasta. Reaksi negatif tersebut antara
lain:
a. Agresi
Karyawan melampiaskan kekecewaannya pada sesuatu yang ada
didekatnya yang sebenarnya ditujukan kepada sumber kekecewaannya
tersebut.
b. Regresi
Karyawan menyalurkan kekecewaannya dengan bentuk keluhan karena
ia tidak mampu menghapus kekecewaannya tersebut. Keluhan ini
dilakukan untuk mendapatkan simpati sekaligus untuk meringankan
beban yang ada dalam pikirannya.
c. Fiksasi
Karyawan menyalurkan kekecewaannya dengan melakukan suatu
tindakan yang tidak memliliki tujuan yang jelas, padahal ia sendiri tahu
kalau tindakannya tersebut akan sia-sia saja.
d. Penyerahan / penerimaan
Karyawan menyerahkan kegagalan sepenuhnya pada nasib. Ia sama
sekali tidak berusaha untuk merubah atau memperbaiki nasibnya agar
menjadi lebih baik.
e. Rasionalisasi dan proyeksi
Karyawan berusaha mendapatkan toleransi/penerimaan atas
kegagalannya dari pihaknya sendiri. Penerimaan tersebut atas hal yang
alasan itu dijadikan dasar bagi pembelaan diri bagi keseimbangan
pribadi, yang berhubungan dengan self respect-nya. Kadang-kadang
pegawai tersebut memproyeksikan kegagalannya pada orang lain.
f. Disorganisasi (mengalami gangguan mental)
Karyawan menjadi tertekan dan frustrasi, sehingga ia mengalami
disorganisasi pribadi. Ia mengalami emotional break down, dimana
dalam keadaan ini ia dapat mengalami suatu gangguan bicara, bahkan
menunjukkan suatu perilaku yang regresif.
g. Penarikan diri (withdrawal)
Karyawan mengundurkan diri dari konflik yang dihadapinya. Ia
berusaha melupakan kesulitan yang dihadapinya karena ia merasa tidak
akan mungkin lagi mendapatkan pekerjaan yang selayak pekerjaan
sebelumnya. Karyawan yang menarik diri ini biasanya berpikir secara
autistik, berkhayal yang tidak riil, melamun, atau bisa saja merubah
dirinya menjadi seorang pemabuk, pecandu, dan sebagainya.
B. Menarik Diri (withdrawal)
1. Pengertian
Menarik diri (withdrawal) merupakan suatu pola kelakuan
menghindari konflik dengan menarik diri dari masyarakat (Ramali &
Pamoentjak, 2000: 383). Dalam thefreedictionary.com, withdrawal
didefinisikan sebagai penghindaran diri dari suatu keterlibatan emosi;
emosi; penghindaran diri dari suatu tempat atau keadaan yang telah
bertumpuk-tumpuk. Selain itu withdrawal juga didefinisikan sebagai
penyesuaian psikologis dan mental yang menyertai suatu ketidakteraturan.
Menurut Santrock (1995: 81), withdrawal adalah suatu rasa sakit yang
hebat, yang tidak diinginkan oleh seseorang. Withdrawal merupakan suatu
bentuk passive defense mechanism dimana seseorang menghindarkan dirinya
dari kontak dengan orang lain dan mencoba untuk mengatasi frustrasi dan
kecemasannya sendiri (Strange, 1965: 128). Dalam suatu situasi interpersonal,
withdrawal diperlukan untuk menghindari kecemasan yang sangat kuat.
Withdrawal juga diartikan sebagai penghindaran diri dari suatu konflik,
namun demikian withdrawal bisa menyebabkan seseorang mengalami
kegagalan dalam penyelesaian masalahnya (Morgan & Morgan, 1991: 12),
karena orang tersebut tidak berusaha untuk menyelesaikan masalahnya,
namun hanya menghindari masalah yang sedang dihadapinya.
Menarik diri ini dapat pula menjadi reaksi yang diakibatkan oleh
perubahan hidup yang sangat bermakna dan/atau terhadap peristiwa
kehidupan yang penuh stress, seperti kebutuhan akan pekerjaan untuk
memenuhi hajat hidup yang terbentur oleh ketidakberdayaan orang dalam
menghadapi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tingkat menarik diri ini
ditunjukkan dengan adanya suatu penghindaran diri dari lingkungan sosial
oleh karyawan yang tengah menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK). Menurut Davidoff (1987: 531), ketika seseorang menarik diri
apapun karena pada umumnya mereka menganggap tidak ada yang bisa
mereka lakukan untuk mengatasi permasalahannya.
2. Faktor-faktor penyebab seseorang menarik diri
Ada beberapa faktor yang menyebabkan karyawan menarik diri dalam
menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), antara lain
(Andari, 2001):
a. Faktor Sosial
Faktor ini berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang
lain, yang berhubungan dengan status sosial dan interaksi sosial. Status
sosial akan sangat mempengaruhi prestise seseorang, karena orang yang
mempunyai status sosial yang dianggap lebih tinggi/lebih baik akan
mendapatkan perlakuan yang berbeda oleh masyarakat. Orang yang
bekerja akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada orang yang
tidak bekerja, oleh karena itu dalam interaksi sosial para karyawan yang
sedang menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
akan menghindarkan diri dari teman-temannya yang dianggapnya lebih
berhasil, bahkan ia juga akan menghindarkan dirinya dari masyarakat
sekitarnya karena ia merasa malu akan kehilangan pekerjaannya.
b. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi ini berkaitan dengan pendapatan dan
pemenuhan kebutuhan hidup seseorang, serta berkaitan dengan
pekerjaan. Hilangnya pekerjaan yang telah digeluti selama
menyebabkan karyawan yang menghadapi kemungkinan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) semakin merasa terpuruk. Hilangnya
penghasilan, ditambah lagi dengan masalah peningkatan ongkos
angkutan, dan meningkatnya biaya hidup yang lain dirasakan semakin
menambah keterpurukan hidupnya.
c. Faktor Psikologis
Faktor psikologis ini sebenarnya lebih berkaitan dengan
kepercayaan diri seseorang. Mengikisnya rasa percaya diri akan
melumpuhkan perkembangan dan pertumbuhan dirinya, sehingga
karyawan yang tengah menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) akan cenderung lebih emosional. Ia akan lebih cepat marah
dan tersinggung jika ada hal-hal yang tidak mengenakkannya.
3. Aspek-aspek menarik diri
Menarik diri (withdrawal) merupakan suatu reaksi subjektif yang
tampak dari gejala afektif, kognitif, dan fisiologis akibat
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh karyawan yang sedang menghadapi
kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yaitu permasalahan
ekonomi, masalah kehilangan status sosial, perasaan tak berguna atau tidak
produktif, dan masalah kesepian. Ada beberapa aspek yang menyebabkan
seseorang menarik diri dalam menghadapi kemungkinan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), antara lain:
1. Aspek afektif
2. Aspek kognitif
Aspek ini meliputi kurang mampu konsentrasi dan berkurangnya daya
ingat.
3. Aspek fisiologis
Aspek ini meliputi jantung berdebar-debar, berkeringat, dan gemetar.
Keadaan-keadaan ini nantinya akan diungkap melalui skala tingkat
menarik diri karyawan dalam menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) yang dibagi menjadi lima kategori, yaitu sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Skor tinggi berarti subjek memiliki tingkat
menarik diri yang tinggi, sedangkan skor rendah menunjukkan bahwa subjek
memiliki tingkat menarik diri yang rendah dalam menghadapi kemungkinan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif-kuantitatif yang
bertujuan untuk menggambarkan tingkat menarik diri pada suatu populasi
karyawan dalam menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Penelitian deskriptif merupakan suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan suatu situasi secara sistematis.
Menurut Sugiyono (1999: 21) penelitian deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data
sample atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan suatu analisis dan
membuat kesimpulan yang berlaku umum. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2002: 24).
B. Variabel Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, artinya
penelitian ini dilakukan tanpa adanya kontrol terhadap variabel, sehingga variabel
penelitian dilihat sebagaimana adanya. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini
adalah tingkat menarik diri karyawan dalam menghadapi kemungkinan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (1992: 2), variabel penelitian merupakan gejala yang
menjadi fokus penelitian untuk diamati. Variabel penelitian adalah atribut atau
sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu
dalam kelompok itu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulan.
Menarik diri (withdrawal) merupakan suatu reaksi subjektif yang tampak
dari gejala afektif, kognitif, dan fisiologis akibat permasalahan-permasalahan
yang dialami oleh karyawan yang sedang menghadapi kemungkinan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), yaitu permasalahan ekonomi, masalah kehilangan status
sosial, perasaan tak berguna atau tidak produktif, dan masalah kesepian. Tingkat
menarik diri diukur dengan skala tingkat menarik diri. Adapun aspek yang diukur
meliputi aspek afektif, aspek kognitif, dan aspek fisiologis.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian yaitu yang
memiliki data mengenai variabel yang akan diteliti. Subjek penelitian pada
dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Subjek penelitian
dipilih secara purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 1999: 61). Pertimbangan yang dibuat adalah adalah subjek
penelitian merupakan karyawan perusahaan yang pernah melakukan program
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal terhadap karayawannya. Subjek dipilih
dari populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam penelitian ini ada
beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan subjek penelitian, antara lain:
1. Karyawan
Subjek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah karyawan, yaitu
seseorang yang masih aktif bekerja di suatu perusahaan tertentu dan
menduduki suatu posisi / jabatan tertentu
2. Usia
Subjek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah karyawan yang berusia
antara 25 tahun sampai 35 tahun. Peneliti memilih usia 25 tahun sampai 35
tahun karena pada masa ini orang masih berorientasi pada pekerjaan formal.
3. Pengalaman Kerja
Subjek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah karyawan yang telah
bekerja secara formal sedikitnya selama dua tahun, karena pada umumnya
orang yang telah bekerja sedikitnya selama dua tahun telah mengembangkan
identitas dirinya sesuai dengan pekerjaan yang digelutinya.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Peneliti mengumpulkan data dengan cara menyebarkan skala pada subjek
penelitian. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala tingkat menarik diri. Skala adalah rangkaian pengukuran mengikuti aturan
tertentu yang mengukur suatu sifat atau atribut (Allen & Yen, dalam Prastiti,
2005). Skala mempunyai karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai
inventori, dan lain-lain yang mengacu pada alat ukur aspek afektif (Azwar, 2002:
3).
Skala tingkat menarik diri ini disusun berdasarkan definisi operasional
variabel penelitian yang dikaitkan dengan hal-hal yang dapat menimbulkan
kecenderungan menarik diri pada karyawan dalam menghadapi kemungkinan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yaitu masalah-masalah kehilangan peran,
jabatan, pendapatan, kepercayaan diri, harga diri, kontak sosial, daya guna, tujuan
hidup, serta identitas yang didapatkan dari pekerjaan.
Tingkat menarik diri karyawan dalam menghadapi kemungkinan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat diungkap melalui skala tingkat menarik
diri yang dibagi menjadi lima kategori, yaitu sangat rendah, rendah, sedang,
tinggi, dan sangat tinggi. Keadaan ini nantinya akan diukur dengan menggunakan
skala tingkat menarik diri, dengan format tipe Linkert, yang memungkinkan
subjek menjawab dalam berbagai tingkatan pada setiap item yang
menggambarkan tingkat menarik diri. Skor tinggi berarti subjek memiliki tingkat
menarik diri yang tinggi, sedangkan skor rendah menunjukkan bahwa subjek
memiliki tingkat menarik diri yang rendah dalam menghadapi kemungkinan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Penelitian ini menggunakan format
summated rating, yaitu angka yang dijumlahkan, yang metodenya hampir sama
dengan format tipe Linkert. Skala yang digunakan ini terdiri dari empat alternatif
jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak
Tabel 3.1. Bobot Penilaian Skala
No. Jawaban Keterangan Nilai
Favorable Unfavorable
1. SS Sangat Sesuai 4 1
2. S Sesuai 3 2
3. TS Tidak Sesuai 2 3 3. STS Sangat Tidak Sesuai 1 4
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa jika seseorang menyatakan
sangat sesuai (SS) pada pernyataan favorable maka berarti ia menarik diri dalam
menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga skornya
tinggi yaitu empat (4), sedangkan bagi subjek yang menyatakan sangat tidak
sesuai (STS) pada item favorable maka skornya rendah yaitu satu (1). Demikian
pula sebaliknya, jika seseorang menyatakan sangat sesuai (SS) pada pernyataan
unfavorable berarti tingkat menarik dirinya rendah, sehingga skornya-pun rendah
yaitu satu (1), sedangkan subjek yang menyatakan sangat tidak sesuai (STS) pada
item unfavorable berarti tingkat menarik dirinya tinggi sehingga ia mendapatkan
skor tinggi yaitu empat (4). Total skor skala merupakan jumlah skor pada
masing-masing item.
Menurut Hadi (1991, dalam Prastiti, 2005: 42) modifikasi skala Linkert
yang terdiri dari empat kategori dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan
yang dikandung oleh skala lima tingkat yang disebut central tendering effect
dimana kategori netral mempunyai arti ganda, dapat diartikan belum dapat
memutuskan, bisa juga netral atau ragu-ragu. Tersedianya jawaban di tengah juga
menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah, terutama bagi mereka yang
ragu-ragu atas kecenderungan arah jawabannya, sehingga akan menghilangkan
responden. Selain itu, maksud kategori jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S),
tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS) adalah untuk melihat
kecenderungan mendapatkan respon ke arah sangat sesuai (SS) atau sangat tidak
sesuai (STS). Penyusunan item dalam skala ini dilakukan secara acak dengan
pertimbangan subjek menjawab secara spontan tanpa ada pengaruh dari item-item
yang lain, yang mungkin disebabkan oleh adanya pengelompokan.
F. Pertanggungjawaban Mutu
1. Validitas
Validitas adalah tingkat kemampuan suatu alat penelitian untuk
mengungkapkan sesuatu menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan
dengan alat tersebut (Hadi, 1991 dalam Prastiti, 2005: 42). Menurut Azwar (2002:
7), validitas adalah ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur untuk
mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan
dengan alat pengukuran tersebut. Suatu alat ukur memiliki validitas yang tinggi
apabila alat tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran; atau mampu mengukur apa yang hendak diukur,
mampu mengungkapkan apa yang akan diungkapkan (Hadi, 1991 dalam Prastiti,
2005: 42).
Penelitian ini menguji validitas alat ukur dengan menggunakan validitas
isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi
tes dengan analisis rasional. Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item
penelitian tersebut, yaitu isinya harus tetap relevan dan tidak keluar dari batasan
tujuan pengukuran. Salah satu cara untuk melihat apakah validitas isi sudah
terpenuhi adalah dengan melihat item-item skala apakah telah ditulis sesuai
dengan blue print nya yang sesuai dengan indikator yang akan diungkap (Azwar,
2003). Pengukuran validitas ini dilakukan dengan metode professional judgement
dimana seluruh item yang hendak digunakan dalam penelitian ini dikoreksi
terlebih dahulu oleh orang yang sudah ahli, yaitu dosen pembimbing sehingga
item-itemnya dipandang sudah mencakup keseluruhan isi objek yang hendak
diukur (Azwar, 2003).
rix minimal 0,25
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan sebelum skala digunakan untuk memperoleh
item-item yang berkualitas dan sesuai dengan fungsi skala. Koefisien kesahihan item-item
diperoleh dari korelasi antara skor butir item dengan skor total keseluruhan butir
(korelasi item total). Sebagai kriteria seleksi item berdasarkan korelasi item total
maka digunakan batasan rix 0,25. Semua item yang mencapai korelasi minimal
0,25 daya pembedanya dianggap layak menjadi sebuah item karena memiliki daya
pembeda yang memuaskan, sedangkan item dengan nilai rix < 0,25 dianggap
buruk karena diinterpretasikan sebagai item yang mempunyai daya diskriminasi
rendah sehingga tidak dimasukkan dalam item yang akan digunakan dalam
Tabel 3.2 Spesifikasi Blue-Print
Aspek withdrawal
Faktor PHK
Afektif Kognitif Fisiologis Total
Sosial 22% 8% 10% 40%
Ekonomi 7 % 10% 10% 27%
Psikologis 15% 10% 8% 33%
Total 44% 28% 28% 100%
Tabel 3.3 Sebaran Item Penelitian
Aspek withdrawal
Faktor PHK
Afektif Kognitif Fisiologis
Total
Reliabilitas adalah keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan,
konsistensi dari suatu alat pengukuran, artinya sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam
beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama
diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek dalam diri subjek memang belum
berubah (Azwar, 2003: 4).
Pengujian reliabilitas alat tes dilakukan dengan teknik pengujian
konsistensi internal (menganalisis konsistensi antar item) Alpha Cronbach.
Pendekatan Alpha mempunyai nilai praktis dan efisiensi karena hanya didasarkan
administration). Reliabilitas skala dianggap memuaskan apabila koefisien Alpha
> 0,90 karena berarti variasi atau perbedaan yang tampak pada skor tes tersebut
mampu mencerminkan 90% dari variasi yang telah terjadi pada skor murni subjek
yang bersangkutan, dan 10% dari perbedaan yang tampak disebabkan oleh variasi
eror pengukuran (Azwar, 2003).
G. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan skala untuk mengukur tingkat menarik diri
karyawan dalam menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) dengan menggunakan skala Tingkat Menarik Diri
Karyawan Dalam Menghadapi Kemungkinan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK).
2. Menentukan kelompok subjek uji coba yang memiliki karakteristik
yang hampir sama dengan kelompok subjek penelitian
sesungguhnya.
3. Melaksanakan uji coba instrumen penelitian.
4. Melakukan analisis terhadap data uji coba untuk mengetahui
kesahihan item sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya skala
tersebut digunakan dalam penelitian sesungguhnya.
5. Item yang sahih kemudian diujikan kepada kelompok subjek
6. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji statistik deskriptif untuk
melihat tingkat menarik diri karyawan dalam menghadapi
kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
7. Membuat kesimpulan berdasar hasil uji statistik.
H. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif yang
meliputi penyajian data melalui tabel/grafik/diagram, modus, median, mean,
standar deviasi, dan perhitungan prosentase (Sugiyono, 1999). Modus merupakan
nilai ukuran lokasi yang ketiga dan merupakan nilai observasi yang paling sering
terjadi atau sering muncul dalam kelompok. Median adalah nilai yang berada di
tengah setelah nilai diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar, atau
sebaliknya dari yang terbesar sampai yang terkecil. Mean merupakan hasil bagi
dari jumlah semua nilai dengan banyaknya nilai, dengan kata lain mean adalah
nilai rata-rata kelompok tersebut (J. Suprananto dalam Puspitorini, 2003: 49).
Penentuan kategori tingkat menarik diri dilakukan dengan kategori jenjang
berdasarkan standar deviasi dan mean teoritik sebagai berikut (Azwar, 2002):
X minimum teoretik : Skor paling rendah yang mungkin diperoleh subjek
pada skala, yaitu 1
X maximum teoretik : Skor paling tinggi yang mungkin diperoleh subjek
pada skala, yaitu 4
Range : Luas jarak sebaran antara nilai maksimal dan
Standar Deviasi ( ) : Luas jarak sebaran yang dibagi ke dalam 6 satuan
deviasi standar
Mean (µ) : Mean teoretik, yaitu rata-rata teoretis dari skor
maksimal dan minimal
Selanjutnya pengkategorian tingkat menarik diri dilakukan dengan
kategorisasi jenjang berdasarkan standar deviasi. Norma kategorisasi yang
digunakan adalah sebagai berikut (Azwar, 2002: 108):
Tabel 3.4 Norma Kategorisasi Skala
Norma Kategori
x -1,5 -1,5 < x -0,5 -1,5 < x +0,5 +0,5 < x +1,5 +1,5 < x
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakuka uji coba (try out)
skala tingkat menarik diri, yang dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2007 sampai
dengan 4 September 2007. Uji coba dikenakan pada subjek penelitian yang
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan subjek penelitian, hanya saja
pada uji coba peneliti menggunakan subjek yang merupakan karyawan dari
beberapa perusahaan swasta di Tangerang yang dipilih secara random, tanpa
melihat latar belakang perusahaan mereka bekerja. Try out dilakukan dengan
menyebar 100 eksemplar skala kepada 100 orang namun yang kembali hanya 85
eksemplar skala. Dari keseluruhan skala yang kembali, hanya 80 eksemplar skala
yang dapat dianalisis karena adanya 5 eksemplar yang dijawab dengan tidak
lengkap.
Setelah dilakukan perhitungan dengan program SPSS, jumlah butir yang
gugur ada 11 butir, namun setelah dilakukan perhitungan ulang dengan rbt > 0,3
jumlah butir yang gugur menjadi 14, sehingga jumlah butir yang sahih menjadi
46. Atas dasar pertimbangan dan masukan dari subjek penelitian, maka butir yang
sahih yang digunakan untuk penelitian berjumlah 45 butir.
Tabel 4.1 Item yang sahih
Aspek withdrawal
Faktor PHK
Afektif Kognitif Fisiologis Total
Sosial
1. Deskripsi Subjek
Penyebaran skala untuk penelitian dilakukan pada tanggal 28 Oktober
2007 sampai dengan 18 November 2007 kepada 80 orang subjek. Skala yang
disebarkan berjumlah 80 eksemplar dan kembali 62 eksemplar. Subjek
penelitian terdiri dari 45 orang subjek laki-laki dan 17 orang subjek
perempuan dengan deskripsi sebagai berikut:
Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Penelitian
Usia
karyawannya karena berbagai hal, yaitu PT Mitsuba Indonesia, PT Indah Kiat,
PT Tifico, PT Surya Toto, dan PT Kumatex.
2. Teknik Analisis Data
Setelah pelaksanaan penelitian, peneliti menghitung uji asumsi
normalitas dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji
Kolmogorov-Smirnov adalah 0,856, yang berarti distribusi skala ini normal.
Suatu sampel dikatakan normal jika sampel berasal dari suatu distribusi yang
normal atau populasi yang normal, sedangkan sampel dikatakan tidak normal
jika sampel tersebut tidak layak dijadikan sampel penelitian. Hasil dari skala
ini kemudian dihitung dengan menggunakan uji statistik deskriptif. Dari data
yang dihasilkan peneliti mendapat:
a. N menunjukkan jumlah subjek penelitian, yaitu 62 orang.
b. Skor Minimum Teoretik, adalah skor paling rendah yang
mungkin diperoleh subjek pada skala, yaitu 45 (45 x 1)
c. Skor Minimum Empirik, adalah skor paling rendah yang
diperoleh subjek dalam penelitian, yaitu 75
d. Skor maksimum teoretik, adalah skor paling tinggi yang mungkin
diperoleh subjek pada skala, yaitu 180 (45 x 4)
e. Skor Maksimum Empirik, adalah skor paling tinggi yang
diperoleh subjek dalam penelitian, yaitu 129
f. Mean Teoretik, yaitu rata-rata teoretis dari skor maksimal dan
180 + 45
2
225
2 135
6
g. Mean Empirik, yaitu rata-rata skor maksimal dan minimal dari
subjek penelitian, yaitu 101,71
h. Median, adalah nilai tengah dari range skor subjek penelitian, yaitu
103,5
i. Modus, adalah skor subjek yang paling banyak frekuensinya, yaitu
90
j. Standar Deviasi atau Simpangan Baku, adalah luas jarak sebaran
yang menunjukkan variasi jawaban subjek, yaitu 12,928
k. Varians, adalah kuadrat dari standar deviasi, yaitu 167,127
Sedangkan hasil perhitungan yang didapat dari data penelitian adalah
sebagai berikut:
Jumlah soal sahih = 45
X minimum teoretik = 45 x 1 = 45
X maksimum teoretik = 45 x 4 = 180
Range = 180 – 45 = 135
Standar Deviasi ( ) = = 22,5
Mean (µ) = = = 112,5
Jadi berdasarkan data tersebut dapat diketahui norma kategorisasi
tingkat menarik diri karyawan dalam menghadapi Pemutusan Hubungan Kerja
Tabel 4.3 Norma Kategorisasi Skala Tingkat Menarik Diri
Setelah dilakukan perhitungan statistik deskriptif peneliti tidak
mendapati subjek dengan tingkat menarik diri yang sangat tinggi dan sangat
rendah, oleh karena itu hasil dari skala tingkat menarik diri karyawan adalah:
Tabel 4.4 Kategorisasi Subjek Penelitian
Kategori Jumlah Subjek Prosentase
Tinggi 13 20,97 %
Sedang 37 59,68 %
Rendah 12 19,35 %
Deskripsi kategorisasi subjek penelitian menurut usia, jenis kelamin,
dan lama kerja adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Deskripsi Subjek dengan tingkat menarik diri tinggi
Usia
Tabel 4.6 Deskripsi Subjek dengan tingkat menarik diri sedang
Tabel 4.7 Deskripsi Subjek dengan tingkat menarik diri rendah
Sedangkan untuk deskripsi hasil skala adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8 Deskripsi Karyawan dengan tingkat menarik diri tinggi
Aspek menarik diri Laki-laki Perempuan
Afektif 31,08 % 9,54 %
Kognitif 18,3 % 5,58 %
Fisiologis 27,13 % 8,37 %
Faktor PHK Laki-laki Perempuan
Sosial 25,7 % 8,11 %
Ekonomi 22,06 % 6,75 %
Psikologis 28,75 % 8,63 %
Tabel 4.9 Deskripsi Karyawan dengan tingkat menarik diri sedang
Aspek menarik diri Laki-laki Perempuan
Afektif 29,76 % 11,58 %
Kognitif 17,02 % 6,96 %
Fisiologis 24,75 % 9,93 %
Faktor PHK Laki-laki Perempuan
Sosial 23,92 % 9,65 %
Ekonomi 21 % 8,09 %
Psikologis 26,61 % 10,73 %
Tabel 4.10 Deskripsi Karyawan dengan tingkat menarik diri rendah
Aspek menarik diri Laki-laki Perempuan
Afektif 35,08 % 9,69 %
Kognitif 16,37 % 6,57 %
Fisiologis 22,27 % 10,02 %
Faktor PHK Laki-laki Perempuan
Sosial 25,72 % 8,46 %
Ekonomi 18,37 % 8,13 %
Dari deskripsi tabel di tersebut dapat dilihat bahwa usia subjek tidak
terlalu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap tingkat menarik diri
seseorang, namun lamanya bekerja memberikan pengaruh terhadap tingkat
menarik diri seseorang. Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek yang
memiliki kecenderungan untuk menarik diri adalah subjek yang belum terlalu
lama bekerja di suatu perusahaan (2 – 6 tahun).
Pada tingkat menarik diri tinggi, baik pada laki-laki ataupun
perempuan, aspek afektif merupakan aspek yang paling berpengaruh terhadap
tingkat menarik diri karyawan. Aspek afektif ini menyumbang lebih dari 40%
pada tingkat menarik diri karyawan. Aspek fisiologis merupakan aspek kedua
yang mempengaruhi tingkat menarik diri karyawan sedangkan aspek sosial
merupakan aspek terakhir yang mempengaruhi tingkat menarik diri karyawan.
Hal serupa juga terjadi pada karyawan dengan tingkat menarik diri sedang,
aspek afektif menjadi penyumbang utama dan diikuti oleh aspek fisiologis dan
aspek kognitif. Namun pada karyawan dengan tingkat menarik diri rendah,
pada subjek laki-laki aspek afektif menjadi penyumbang terbesar dan diikuti
oleh aspek fisiologis dan aspek kognitif, dan pada subjek perempuan aspek
fisiologis menyumbang cukup besar dan diikuti oleh aspek fisiologis dan
afektif.
Sedangkan faktor PHK yang paling berpengaruh pada tingkat menarik
diri tinggi, baik pada subjek laki-laki maupun perempuan adalah faktor
psikologis dan diikuti oleh faktor sosial dan ekonomi. Demikian pula halnya
psikologis merupakan faktor utama yang menentukan tingkat menarik diri
seorang karyawan dan diikuti dengan faktor sosial dan faktor ekonomi.
Tingginya sumbangan yang diberikan oleh aspek afektif ini
dikarenakan subjek memiliki kekhawatiran-kekhawatiran terhadap masa depan
mereka jika di-PHK. Kekhawatiran-kekhawatiran ini yang kemudian
menyebabkan mereka menarik diri.
C. Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum subjek penelitian
mengalami tingkat menarik diri yang rendah dalam menghadapi kemungkinan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini dapat dilihat dari perbandingan mean
empirik (101,71) yang lebih kecil dari mean teoretik (112,5). Hasil seperti ini
menunjukkan bahwa rata-rata tingkat menarik diri karyawan masuk dalam
kategori rendah. Selain itu jika dilihat dari skor rata-rata yang cukup rendah
mengindikasikan bahwa subjek penelitian tidak terlalu memikirkan permasalahan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam kehidupan mereka.
Jika dilihat dari tabulasi, terlihat bahwa varians subjek penelitian adalah
167,127. hal ini menunjukkan bahwa variasi jawaban subjek tidak terlalu tinggi.
Ini berarti dalam hal tingkat menarik diri tarafnya tidak terlalu heterogen. Hasil
perhitungan SD yaitu 12,928 menunjukkan kategori tingkat menarik diri subjek
yang relatif rendah. Hal ini didukung dengan modus 90 dengan jumlah subjek 62
Menurut Davidoff (1987: 531), ketika seseorang menarik diri mereka akan
lebih memilih untuk bersikap pasif dan tidak melakukan suatu apapun karena pada
umumnya mereka menganggap tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk
mengatasi permasalahannya. Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya subjek
dengan tingkat menarik diri yang sangat tinggi karena para subjek penelitian
adalah orang-orang yang masih aktif bekerja, selain itu tidak ditemukannya
subjek dengan tingkat menarik diri yang sangat rendah disebabkan karena para
subjek penelitian memiliki suatu kekhawatiran jika mereka mengalami Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK).
Menurut hasil penelitian ini, meskipun usia subjek penelitian telah
terkontrol dengan sendirinya (subjek penelitian adalah karyawan dengan kisaran
usia antara 25 – 35 tahun) namun tampaknya lamanya bekerja memberikan
pengaruh terhadap tingkat menarik diri seseorang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa subjek yang memiliki kecenderungan untuk menarik diri
adalah subjek yang belum terlalu lama bekerja di suatu perusahaan (2 – 6 tahun).
Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena karyawan yang belum terlalu lama
bekerja di suatu perusahaan sangat menggantungkan hidup mereka pada pekerjaan
yang digeluti pada saat ini, dan karyawan yang belum terlalu lama bekerja di suatu
perusahaan pada umumnya mulai membangun identitas diri sesuai dengan
perusahaan tempat mereka bekerja. Sedangkan karyawan yang sudah relatif lama
bekerja di perusahaan swasta akan lebih siap dalam menghadapi kemungkinan