• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Blending Kitosan-Tonasi Terhadap Pertumbuhan Dan Produktivitas Buah Kakao (Theobroma cacao L.) (Studi Wilayah Kabupaten Sigi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Blending Kitosan-Tonasi Terhadap Pertumbuhan Dan Produktivitas Buah Kakao (Theobroma cacao L.) (Studi Wilayah Kabupaten Sigi)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

* Nur Asmara, Suherman, dan Siang Tandi Gonggo

Pendidikan Kimia/FKIP - Universitas Tadulako, Palu - Indonesia 94118

Abstract

Keywords: Blending, chitosan tonnage, nutrients, productivity, cocoa Pendahuluan

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang berasal dari Amerika Selatan dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggisehingga perlu dikembangkan (Kuswartini, 2011). Tanaman ini merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara, karena itu tanaman kakao menjadi tanaman prioritas untuk perkebunan di Indonesia termasuk di Sulawesi Tengah. Indonesia merupakan negara penghasil kakao (Theobroma cacao, L.) terbesar nomor tiga di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana (Widayat, 2013). Oleh karena itu, kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi terbesar dalam upaya peningkatan devisa Indonesia

(Afriyeni, dkk., 2013)

Salah satu wilayah penghasil kakao di Indonesia adalah Sulawesi Tengah. Produk buah kakao di wilayah ini pertahun ± 147.574 ton(BPS, 2008) . Produk tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan potensi produk kakao yaitu 2–2,5 ton /ha/tahun (Raharjo, 1999)

Kabupaten Sigi merupakan salah satu penghasil kakao terbesar di wilayah Sulawesi Tengah. Kabupaten sigi adalah wilayah pertanianyang sangat potensial (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan). Salah satu penghasil kakao di wilayah tersebut adalah kecamatan Biromaru. Pada tahun 2013, kecamatan Biromaru hanya menghasilkan 300,4 ton kakao/558 ha setiap tahun lebih rendah dibandingkan dengan kecamatan lain seperti kecamatan Dolo Barat yang mampu memproduksi kakao 345 ton/476 ha setiap tahun (Suherman, 2009).

The cocoa (Theobroma cacao L.) plant is one of the plantation crops which has an economic potential value. Chitosan and cacao tonnage are potential to be used as nutrients in cacao plant. This research is aimed to use blending chitosan and tonnage dust of cocoa as a suplement in cocoa plant. Method of the research used comparisons of the amount of capsule blending chitosan and tonnage for fertilizing. Comparisons of the blending chitosan tonnage usedas the test groups were 16 capsules, 12 capsules, and 8 capsules added by pesticide. As a positive controlwas the commercial fertilizer with additional of pesticide, and the negative control used only pesticide. Physical observations before and after treatments showed that the test groups and the positive control were able to reduce the amount of tonnage, and improved quality of the skin and the cocoa beans. Each group of 16 capsules, 12 capsules, 8 capsules, positive control and negative control produced weight for every three cocoa beans of 129.25 g, 128.88 g, 96.87 g, 115.22 g, and 44.76 g, respectively. While the cocoa fat level analysis of each showed 54.53%, 52.60%, 52.02%, 51.87%, and 48.39%, respectively. It can be concluded that the blending chitosan tonnage increased the productivity and the quality of cocoa beans.

PENERAPAN BLENDING KITOSAN-TONASI TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BUAH KAKAO

(Theobroma cacao L.)

(STUDI WILAYAH

KABUPATEN SIGI)

Blending Aplication of Chitosan Tonnage on Growth and Productivity of Cocoa

(Theobroma cacao L.) Fruit (Study of Sigi Regency Area)

Received 12 June 2015, Revised 13 July 2015, Accepted 07 August 2015

*Correspondence: Nur Asmara

Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako

email: nurasmara4@gmail.com Published by Universitas Tadulako 2015

(2)

Secara umum, produktivitas buah kakao mengalami penurunan (Suherman, 2009). Salah satu faktor penyebabnya adalah hilangnya kesuburan pada tanah yang menyebabkan pertumbuhan tanaman kakao mengalami penurunan kuantitas dan kualitas buah. Kurangnya kesuburan tanah menyebabkan produksi kakao menurun dan rentan terhadap serangan hama. Akibatnya, kualitas buah kakao menjadi buruk. Biji kakao menjadi keras, kerdil dan menghitam (tonasi), bahkan banyak diantara buah yang baru mengalami perubahan dari bunga menjadi tunas-tunas buah menjadi hitam dan mengeras. Pemeliharaan tanah telah menjadi salah satu kendala untuk pertanian tropis sehingga produksi tanaman mengalami penurunan akibat kurangnya penggunaan pupuk. Tanah tidak dapat memasok jumlah nutrisi yang dibutuhkan sehingga tingkat hasil panen menurun dengan cepat setelah penanaman dimulai. Degradasi tanah dan penipisan nutrisi telah menjadi ancaman serius bagi produktivitas pertanian (Olusegun, 2014).

Idealnya tanah dapat menyediakan sejumlah unsur hara penting yang dibutuhkan oleh tanaman kakao. Penyerapan unsur hara oleh tanaman semestinya dapat segera diperbaharui sehingga kandungan unsur hara didalam tanah tetap seimbang. Kemampuan lahan dalam penyediaan unsur hara secara terus- menerus bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao yang berumur panjang sangatlah terbatas. Keterbatasan daya dukung lahan dalam penyediaan unsur hara ini harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan (Suherman, 2009).

Tonasi dari buah kakao mengandung mineral yang dapat diubah menjadi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kakao. Mineral yang terkandung pada tonasi tidak mencukupi maka diperlukan subsidi dari material lain untuk memperkaya tonasi dari buah kakao yang mengandung mineral yang dapat diubah menjadi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kakao untuk meningkatkan produksi buah dan juga berfungsi melawan serangan hama (Suherman, dkk., 2014). Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk beku yang telah dibuang ekor, kepala dan kulitnya, limbah tersebut jarang diolah dan dimanfaatkan secara maksimal sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan (Kurniasih, 2011).

Puvvada, dkk., 2012 menyatakan kitosan

merupakan polisakarida amina yang diperoleh dari limbah pengolahan udang yang melibatkan deasetil parsial dari kitin dan merupakan polisakarida alami serbaguna yang melimpah. Kitin merupakan biopolimer alam paling melimpah kedua setelah selulosa (Ningsih, dkk., 2004). Kitosan sebagai material baru yang mengandung gugus hidroksil (-OH) dan amina (-NH) (Suherman, 2009). Gugus tersebut dengan mineral yang terdapat pada tonasi dapat membentuk mineral baru yang berfungsi sebagai unsur hara yang dibutuhkan oleh buah kakao dan dapat melawan hama pengerek buah kakao sehingga mampu meningkatkan produktivitas kakao. Kitosan didapat dari kitin melalui proses deasetilasi, sedangkan kitin diperoleh dari proses demineralisasi yaitu penghilangan mineral yang dikandung kulit udang dengan mencampurkan larutan HCl (Harahap, 2011). Kitosan dan tonasi yang ada kemudian dibuat dalam bentuk kapsul blending kitosan tonasi yang diperoleh dari hasil poliblend kitosan dan abu tonasi.

Berdasarkan uraian tersebut maka kitosan dan tonasi dapat dikombinasi untuk difungsikan sebagai unsur hara pada tanaman kakao. Namun perlu dicari perbandingan jumlah kapsul blending kitosan tonasi yang tepatuntuk mendapatkan produksi buah yang maksimal untuk melihat produktivitas buah kakao dan kualitas buah.

Metode

Peralatan yang digunakan yaitusarung tangan, masker, wadah, penanda pohon, sendok pupuk, labu, oven, alat ekstraksi soxhlet, desikator, kertas saring, kapas, timbangan analitik, penjepit tabung, stopwatch, dan blender. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan yaitu 5 pohon kakao, blending kitosan tonasi, pembasmi hama (Nordox), pupuk pabrik (Nasa), bubuk Kakao, larutan heksan (Merck KGaA).

Metode Penerapan Blending Kitosan Tonasi

Pemupukan dilakukan dengan memilih pohon kakao yang representatif untuk diteliti, lalu diberikan penanda pada masing-masing pohon, dilakukan pembersihan pada daerah pemupukan dan penyiangan pada pohon yang telah dipilih. Pemupukan dilakukan pada masing-masing pohon kakao yakni satu pohon untuk kontrol negatif tanpa perlakukan, satu pohon untuk kontrol positif yakni dengan penambahan pupuk pabrik, satu pohon

(3)

untuk uji 16 kapsul blending kitosan tonasi, satu pohon untuk uji 12 kapsul blending kitosan tonasi, satu pohon untuk uji yakni 8 kapsul blending kitosan tonasi (pupuk yang digunakan adalah pupuk blending kitosan tonasi yang diperoleh dari Laboratorium Kimia FKIP). Pemupukan dilakukan 15 hari sebelum muncul bunga pada pohon kakao yang ditandai dengan munculnya bercak putih pada pohon kakao. Selanjutnya penambahan pembasmi hama pada masing-masing sampel pohon kakao, pengamatan maksimal selama tiga bulan. Pengamatan pertama, dilakukan seminggu setelah pemupukan dan pengamatan selanjutnya dilakukan setiap bulan.

Tehnik Pengambilan Data 1.Pengukuran Berat Buah

3 buah kakao yang representatif diambil dari pengujian (kelompok uji 16 kapsul, 12 kapsul, 8 kapsul, kontrol positif dan kontrol negatif)lalu memisahkan biji dari kulitnya, biji-biji kakao dijemur hingga keringkemudian ditimbang.

2. Analisis Kadar Lemak

Labu alas bulat dikeringkan dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi soxhlet. Lalu, dinginkan di dalam desikator. 3 gram sampel halus ditimbang dan dibungkus dengan kapas dan kertas saring. Sampel dimasukkan kedalam alat extraksi soxhlet, alat kondensor dipasang di atas dan labu di bawah alat soxhlet. Pelarut heksana diisi dalam labu. Proses refluks dilakukan sampai pelarut turun kembali dan berwarna jernih. Labu dipanaskan sampai pelarut mendidih dan menguap naik ke sampel yang dibungkus kertas saring dan turun ke labu dan seterusnya. Dilakukan proses destilasi pelarut yang telah mengandung ekstrak lemak dalam labu, dan menampung pelarutnya. Labu yang berisi lemak hasil ekstraksi di panaskan dalam oven pada suhu 100OC, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya tetap. Kadar lemak kakao diukur dengan persamaan berikut (Apriantono, dkk., 1988) :

Hasil dan Pembahasan

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah buah kakao yang diperoleh dari hasil pemupukan yang berada di desa Lolu Biromaru. Sampel terbagi atas lima bagaian, yakni uji 16 kapsul dengan perlakuan 16 kapsul blending kitosan tonasi ditambah pembasmi hama. Uji 12 kapsul dengan perlakukan 12 kapsul blending kitosan tonasi ditambah pembasmi hama. Uji 8 kapsul dengan perlakuan 8 kapsul blending kitosan tonasi ditambah pembasmi hama. Kontrol negatif dengan perlakuan hanya penambahan pembasmi hama. Kontrol positif dengan perlakuan penambahan pupuk pabrik ditambah pembasmi hama.

Blending kitosan tonasi yang digunakan berperan sebagai suplemen penambah unsur hara pada tanaman. Kapsul blending kitosan tonasi yag digunakan adalah blending yang diperoleh dari laboratorium Kimia FKIP Untad dengan perbandingan kitosan tonasi 2:2. Kitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh dari hasil deasetilasi kitin yang diperoleh dari kulit udang.

Kitosan dengan rumus molekul [C6H11NO4] n mengandung gugus hidroksil (-OH) dan

berat labu akhir - berat labu akhir

Kadar lemak =

x100%

Berat sampel kering

Data berat biji kakao per tiga buah kakao tiap sampel disajikan pada Tabel 1.

Data hasil kadar lemak yang diperoleh pada penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.

A = Uji 16 Kapsul; B = Uji 12 Kapsul; C = Uji 8 Kapsul; D = Kontrol Positif; E= Kontrol

Negatif

(4)

amina (NH). Gugus tersebut dengan mineral yang terdapat pada tonasi dibutuhkan oleh buah kakao dan dapat melawan hama pengerek buah kakao. Tonasi buah kakao mengandung unsur hara seperti mangan (Mn), tembaga (Cu), zink (Zn), besi (Fe) dan fosforus (P) (Vivi, 2000). Mineral yang ada pada kitosan tonasi menjadi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman termasuk buah kakao.

Tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur agar pertumbuhannya normal. Sebanyak 16 unsur tersebut, tiga unsur (karbon, hidrogen, oksigen) diperoleh dari udara, sedangkan 13 unsur lagi tersedia oleh tanah adalah nitrogen (N), pospor (P), kalium (K), calsium (Ca), magnesium (Mg), sulfur atau belerang (S), klor (Cl), ferum atau besi (Fe), mangan (Mn), cuprum atau tembaga (Cu), zink atau seng (Zn), boron (B), dan molibdenum (Mo) (Mukhlis, 2011). Ketersediaan unsur hara mikro (Cu dan Zn) dalam larutan tanah relatif tinggi pada pH yang rendah (Indrasari & Syukur, 2006). Unsur hara mikro (Cu dan Zn) merupakan unsur hara mikro yang esensial (Yuli, 2013). Tembaga (Cu) berfungsi sebagai aktifator untuk berbagai enzim dan berperan dalam pembentukan klorofil, zink (Zn) penting untuk metabolisme tanaman.

Tanah yang baik dan subur adalah tanah yang mampu menyediakan unsur hara secara cukup dan seimbang untuk dapat diserap oleh tanaman (Yamani, 2010). Tanah dikatakan subur dan sempurna jika mengandung lengkap unsur-unsur tersebut. Ke-13 unsur tersebut sangat terbatas jumlahnya di dalam tanah. Terkadang tanah pun tidak mengandung unsur-unsur tersebut secara lengkap. Hal ini dapat diakibatkan karena sudah habis tersedot oleh tanaman saat petani tidak henti-hentinya bercocok tanam tanpa diimbangi dengan pemupukan. Tanah terdegradasi yang dicirikan dengan penurunan sifat kimia dan biologi tanah (Nurahmi, 2010). Kalau dilihat dari jumlah yang disedot tanaman, dari ke-13 unsur tersebut hanya 6 unsur saja yang diambil tanaman dalam jumlah yang banyak (Mukhlis, 2011).

Berdasarkan pengamatan secara fisik sebelum perlakuan dan setelah perlakuan selama 3 bulan tampak beberapa perbedaan namun secara umum blending kitosan tonasi yang diberikan berpengaruh sama baik.16 kapsul blending kitosan tonasi sebelum perlakuan yakni banyak buah kecil yang menghitam dan menyisakan sedikit buah baik, terdapat bekas hama ulat pada beberapa kulit buah. Setelah perlakuan,pada bulan pertama

banyak bunga yang bermunculan, buah yang lain masih tampak baik, bulan kedua tersisa sedikit buah yang jadi akibat guyuran hujan yang berkepanjangan dan buah yang lain masih tampak baik, pada bulan ketiga buah kecil menghitam berkurang, kulit kakao tampak mengkilat, beberapa buah yang lain tampak berukuran lebih kecil, sebagian lagi tampak lebih besar.

Pada uji 12 kapsul blending kitosan tonasi, sebelum perlakuan terdapat buah tonasi besar, kulit buah cukup baik. Setelah perlakuan, pada bulan pertama banyak bunga yang bermunculan, buah yang lain masih nampak baik. Pada bulan kedua, tersisa sedikit buah yang jadi akibat guyuran hujan yang berkepanjangan, satu buah menampakkan gejala menguning sebelum waktu pemetikan dan buah yang lain masih tampak baik.

Uji 8 kapsul blending kitosan tonasi, sebelum perlakuan terdapat buah tonasi besar, kulit buah tampak kasar dan mulai menghitam. Setelah perlakuan, pada bulan pertama banyak bunga yang bermunculan, buah yang lain masih nampak baik, beberapa buah yang lain berukuran tampak lebih kecil. Pada bulan kedua, tersisa sedikit buah yang jadi akibat guyuran hujan yang berkepanjangan, terdapat satu buah yang kurang baik kematangannya, buah yang lain tampak baik. Pada bulan ketiga, tidak terdapat buah tonasi besar, kulit nampak mengkilat.

Pada kontrol positif, sebelum perlakuan buah kecil menghitam dan terdapat buah tonasi, kulit tampak kasar. Setelah perlakuan, pada bulan pertama banyak bunga yang bermunculan, buah yang lain masih tampak baik. Bulan kedua, tersisa sedikit buah yang jadi, beberapa buah kecil yang tersisa tampak mulai menguning. Pada bulan ketiga tidak terdapat buah tonasi besar, tampak kulit mengkilat dan lebih halus. Sementara pada kontrol negatif, sebelum perlakuan terdapat dua buah tonasi, kulit tampak kasar. Setelah perlakuan, pada bulan pertama beberapa bunga yang muncul mulai mengering, buah yang lain tampak baik. Bulan kedua, buah mulai menampakkan kulit yang kasar dan terdapat beberapa buah yang sakit. Bulan ketiga, tidak terdapat buah tonasi namun terdapat beberapa buah sakit yang tampak dari kulit.

Hasil yang ada dipengaruhi oleh perlakuan yang berbeda serta pengaruh beberapa faktor seperti faktor daya serap dan kondisi internal dari masing-masing pohon. Pertumbuhan buah kakao yang diperoleh tampak terlihat, seperti berkurangnya buah tonasi serta kualitas kulit

(5)

dan biji kakao yang nampak semakin baik. Beberapa diantara keunggulan kitosan yakni mempunyai massa molekul besar sehingga memiliki daya absorbsi besar (Pebriani, dkk., 2012).

Hasil yang diperoleh dari pemupukan tersebut tampak cukup baik. Unsur hara yang dikandung oleh kitosan dan tonasi memberikan efek yang nampak. Peyerapan unsur hara pada proses penelitian didukung oleh kandungan air yang diperoleh dari curah hujan yang ada pada musim hujan. kitosan dapat mengurangi tingkat invasi nematode (jenis cacing-cacingan) pada tanaman (Khalil & Badawy, 2012).

Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau daun. Unsur C dan O diserap oleh tanaman melalui udara dalam bentuk CO2 yang diambil melalui stomata dalam proses fotosintesis. Unsur H diambil dari air oleh akar tanaman. Sementara itu, unsur-unsur hara yang diserap dari larutan tanah dapat tersedia disekitar akar melalui tiga proses yaitu aliran massa, difusi dan intersepsi akar. Aliran massa merupakan gerakan unsur hara didalam tanah menuju permukaan akar tanaman bersama-sama gerakan massa air. Gerakan massa air di dalam tanah menuju permukaan akar tanaman berlangsung secara terus-menerus karena diserap oleh akar dan menguap melalui transpirasi. Hal ini merupakan proses penyediaan hara yang terpenting bagi unsur-unsur N (98,8%), Ca (71,4%), S (95%) dan Mo (95,2%)(Yusuf, 1986). Lebih lanjut, Yusuf (1986) menyatakan bahwa saat akar tanaman menyerap unsur hara dari larutan tanah, unsur hara lain yang terlarut dalam air bergerak menuju akar tanaman tanpa aliran air, tetapi bergerak sebagai akibat hukum difusi yang merupakan proses penyediaan hara yang paling dominan untuk unsur P (90%) dan K (77,7%). Selanjutnya dimana akar tanaman aktif tumbuh memanjang, sehingga mencapai larutan tanah. Memanjangnya akar tanaman berarti memperpendek jarak antara permukaan akar dan unsur hara dalam larutan tanah tersebut. Intersepsi akar merupakan proses penyediaan hara yang penting untuk unsur Ca. Unsur-unsur hara yang telah tersedia disekitar perakaran tersebut selanjutnya diserap oleh akar tanaman melalui proses serapan yang selektif dan memerlukan energi metabolik (Yusuf, 1986).

Pada penelitian ini juga dilakukan penimbangan terhadap berat biji kakao per tiga buah kakao dengan melihat perbandingan mutu biji kakao dari masing-masing perlakuan. Hasil yang diperoleh masing-masing adalah uji 16 kapsul seberat 129,25g. Uji 12 kapsul seberat

128,88g. Uji 8 kapsul seberat 96,87g. Kontrol positif seberat 115,22g dan kontrol negatif seberat 44,76g. Uji 16 kapsul menghasilkan berat tertinggi karena adanya ketersediaan dan penyerapan unsur hara yang lebih maksimal dibanding yang lain. Berat kakao yang diperoleh dipengaruhi oleh pertumbuhan buah kakao. Semakin baik pertumbuhan buah kakao semakin baik kadar berat yang diperoleh. Hal ini dipengaruhi oleh penambahan unsur hara pada tanaman kakaomelalui blending kitosan tonasi berdasarkan banyaknya jumlah kapsul yang diberikan .

Kakao yang diperoleh dari hasil pemupukan kemudian dilakukan analisis lemak pada masing-masing sampel. Biji kakao yang diperoleh dijemur hingga kering. Biji kakao yang dikeringkan lalu dioven sekitar 4 jam hingga benar-benar kering untuk menghilangkan kadar air. Hal ini dilakukan karena pada proses penjemuran sebelumnya biji kakao masih sedikit lembab akibat dari kondisi matahari yang tidak begitu baik. Menurut Ketaren (1986) bahwa dalam penentuan kadar minyakatau lemak, bahan yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi dalam perhitungan. Selanjutnya yakni menghaluskan biji kakao dengan menggunakan blender hingga halus dengan tujuan memudahkan proses ekstraksi lemak. Pelarut yang digunakan adalah hexane dengan titik didih 60-80°C. Hexana digunakan karena lemak larut dalam pelarut organik. Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin.

Hasil analisis kadar lemakdengan analisa bubuk kakao seberat 3g masing-masing yakni uji 16 kapsul adalah 54,53%, uji 12 kapsul adalah 52,60%, uji 8 kapsul adalah 52,02%, kontrol positif adalah 51,87%, dan kontrol negatif adalah 48,39%. Dari hasil kadar lemak yang ada, diperoleh data yang berbeda berdasarkan tingkat uji masing-masing yakni uji 16 kapsul menghasilkan kadar lemak tertiggi sedangkan kontrol negatif diperoleh kadar lemak yang terendah. Hal ini dipengaruhi oleh kadar unsur hara tersedia yang diberikan melalui blending kitosan tonasi lebih banyak pada uji 16 kapsul. Pada uji tersebut, dari 3gr sampel biji kakao diperoleh kadar lemak sebanyak 54,53%. Sementara dari data pengukuran berat kakao diperoleh berat yakni 129,25g per 3 buah kakao, sehingga kadar lemak yang ada dari berat tersebut sebanyak 2349,3%. Data tersebut menunjukkan produktivitas buah kakao

(6)

ditinjau dari kadar lemak yang diperoleh yakni cukup tinggi. Lemak merupakan komponen termahal dari biji kakao sehingga nilai ini dipakai oleh konsumen sebagai salah satu tolak ukur penentuan harga (Santoso, 2013).

Ukuran biji kakao merupakan karakteristik fisik penentuan rendemen hasil lemak, dimana semakin besar ukuran biji kakao maka semakin tinggi rendemen lemak dari dalam biji (Rahmat, 2010). Ukuran biji dengan berat biji tinggi yang diperoleh berpengaruh terhadap kadar lemak yang diperoleh pula. Biji kakao mengandung lemak yang cukup tinggi yakni 45-57%. Lemak kakao adalah trigliserida yang merupakan senyawa gliserol dan tiga asam lemak. Lemak kakao juga mengandung diunsaturated trigliserida dalam jumlah yang sangat terbatas (Jumriah, 2011)

Lemak kakao yang baik mengandung sekitar 98% trigliserida, 1,75% asam lemak bebas, 0,3-0,5% digliserida, 0,1% monogliserida, 0,2% sterol, 0,05%-0,13% phosfolipid dan sejumlah kecil tocopherol (Indarti, 2007). Lemak Kakao mengandung senyawa fungsional yang bermanfaat bagi tubuh manusia yakni asam stearat (33%) dan asam oleat (33,1%). Komposisi asam lemak kakao sangat berpengaruh pada titik leleh dan tingkat kekerasannya. Titik leleh lemak kakao yang baik untuk makanan cokelat mendekati suhu badan manusia dengan tingkat kekerasan minimum pada suhu kamar.

Lemak kakao memiliki sifat stabil, mengandung antioksidan alami yang dapat mencegah ketengikan dan mempunyai masa simpan yang panjang yaitu 2-5 tahun, mempunyai titik leleh sekitar 34-380C, berbentuk padat pada suhu ruang tetapi mencair pada suhu tubuh, teksturnya licin. Karakteristik lemak ditentukan oleh komponen penyusun lemaknya. Komponen penyusun lemak relatif tidak dipengaruhi proses pengolahan biji kakao tetapi dipengaruhi oleh tingkat kematangan biji waktu dipanen, klon, tanaman tempat tumbuh dan musim panen (Jumriah, 2011)

Kesimpulan

Semakin tinggi jumlah kapsul blending kitosan tonasi yang digunakan semakin baik pengaruhnya terhadap produktivitas dan kualitas buah kakao dengan berat masing-masing uji 16 kapsul,uji 12 kapsul, uji 8 kapsul, kontrol positif dan kontrol negatif yakni 129,25g, 128,88g, 96,87g, 115,22g, 44,76g dan kadar lemak 54,53%, 52,60% , 52,02% , 51,87% 48,39%

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Alimuddin Idris, Suherman, Kepala Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Referensi

Afriyeni, Y., Nasir, N., Periadnadi, & Jumjunidang. (2013). Jenis-jenis jamur pada pembusukan buah kakao (Theobroma Cacao. L.) di Sumatra Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas, 2(2), 124-129.

Apriantono, A., Dedi, F., Puspitasar, N., Sedarmawati, & Slamet, B. (1988). Analisis pangan. Bandung: ITB.

BPS. (2008). Tanaman Kakao dan Produksinya. Palu.

Harahap, S. (2011). Penggunaan kitosan dari kulit udang dalam menurunkan kadar total suspended solid (tss) pada limbah cair industri polywood. Jurnal Akuatika, 2(2), 116-125.

Indarti, E. (2007). Efek pemanasan terhadap rendemen lemak pada proses pengepresan biji kakao. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, 6(2), 50-54.

Indrasari, A., & Syukur, A. (2006). Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada ultisol yang dikapur. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 5(2), 116-123.

Jumriah. (2011). Pemetaan lemak dari biji kakao (Theobroma Kakao L) Di Sulawesi Selatan. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Khalil, M. S., & Badawy, M. E. I. (2012). Nematicidal activity of a biopolymer chitosan at different molecular weights against root-knot nematode. Journal Plant Protect Science, 48(4), 170-178.

Kurniasih. (2011). Sintesis dan karakterisasi fisika-kimia kitosan. Jurnal Inovasi, 5(1), 42-48.

Kuswartini. (2011). Aplikasi bubuk dan lemak kakao fermentasi dan non-fermentasi pada brownies kukus. Jurnal Belian, 10(1),

(7)

84-89.

Mukhlis. (2011). Pengaruh kitosan sebagai bahan penyalut terhadap pupuk npk dan kelarutannya dalam air. Medan: Universitas Sumatra Utara.

Ningsih, T. K., Masykur, A., & Arief, U. (2004). Pembuatan kitosan dari kitin cangkang bekicot (Achatina fulica). Jurnal Biofarmasi, 2(2), 64-68.

Nurahmi, E. (2010). Kandungan unsur hara tanah dan tanaman selada pada tanah bekas tsunami akibat pemberian pupuk organik dan anorganik. Jurnal Floratek, 5(1), 74-85. Olusegun, O. S. (2014). Influence of NPK

15-15-15 fertilizer and pig manureon nutrient dynamics and production of cowpea, Vigna unguiculata L. walp. American Journal of Agriculture and Forestry,2(6), 267-273. Pebriani, R. H., Rilda, Y., & Zulhadjri. (2012).

Modifikasi komposisi kitosan pada proses sintesis komposit TiO2-kitosan. Jurnal Kimia Unand, 1(1), 40-47.

Puvvada, Y. S., Vankayalapati, S., & Sukhavasi, S. (2012). Extraction of chitin from chitosan from exoskeleton of shrimp for aplication in the pharmaceutical industry. International Current Pharmaceutical Journal, 1(9), 258-263.

Raharjo. (1999). Tanaman kakao dan potensinya. Surabaya: Sinar Mulya.

Rahmat. (2010). Mutu fisik biji buah kakao berdasarkan letak ketinggian tumbuh di atas permukaan laut. Makassar: Universitas

Hasanuddin.

Santoso. (2013). Perubahan kadar lemak dan aktifitas antioksidan melalaui proses fermentasi spontan pada biji kakao. Medan: Universitas Katolik Soegijapranata.

Suherman. (2009). Derajat deasetilasi kitosan dan aplikasinya sebagai pengawet pada buah wortel, kentang dan pisang. Palu: Lembaga Penelitian Universitas Tadulako.

Suherman, Solfarina, & Rahmawati, S. (2014). Kajian kondisi produktifitas tanaman kakao. Palu: Pendidikan Kimia Universitas Tadulako.

Vivi. (2000). Analisis kadar mineral pada tonasi daun dan buah kakao. Palu: Universitas Tadulako.

Widayat, H. P. (2013). Perbaikan mutu bubuk kakao melalui proses ekstraksi lemak dan alkalisasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian, 5(2), 12-16.

Yamani, A. (2010). Analisis kadar hara makro dalam tanah pada tanaman agroforestri di Desa Tambun Raya Kalimantan Tengah. Jurnal Hutan Tropis, 11(30), 37-46.

Yuli afrida Yanti, I., Refilda. (2013). Penentuan kandungan unsur hara mikro (zn, cu, pb) di dalam kompos yang dibuat dari sampah tanaman pekarangan dan aplikasinya pada tanaman tomat (Solanum Lycopersicum Mill). Jurnal Kimia Unand, 2(1), 34-40. Yusuf. (1986). Dasar-dasar ilmu tanah.

Gambar

Gambar 1. Kadar lemak kakao (%)

Referensi

Dokumen terkait

“Memanggil karyawan untuk di berikan tugas secara lisan agar maksud dan tujuan tersampaikan dengan baik jelas agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam melaksanakan

Berdasarkan gambar 4 dapat ditarik kesimpulan bah wa throughput yang dihasilkan oleh QoS2 lebih baik jika dibandingkan dengan throughput yang dihasilkan dalam pengunaan QoS0 dan

Akan tetapi indikator tersebut relevan dijadikan sebagai ukuran dasar pengelolaan hutan lestari untuk aspek produksi karena indikator tersebut merupakan

Dari keenam definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal emosi yang sedang terjadi kemudian mengelola emosi tersebut

Sedangkan objek penelitian adalah persepsi calon suami isteri peserta kursus periode bulan Januari- April 2011 terhadap pelaksanaan kursus pra perkawinan pada Kantor Pentadbiran

Aset tetap milik PT Bumifood Agro Industri (d/h PT Mitra Bumi Lestari), Entitas Anak kecuali atas tanah dan kendaraan telah diasuransikan pada PT Asuransi Tri Prakarta terhadap

Akses yang diberikan oleh pemerintah berupa pembentukan sekolah inklusi. Sekolah inklusi adalah suatu sistem yang menyelenggarakan pendidikan yang memberikan

Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan waktu pengamatan yang berbeda diperoleh bahwa tegangan maksimal yang mampu dihasilkan oleh sistem adalah V = 3,115 volt,