• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sanksi Hukum Atas Pelanggaran Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan Berdasarkan Perundang-undangan Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sanksi Hukum Atas Pelanggaran Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan Berdasarkan Perundang-undangan Di Indonesia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

118

SANKSI HUKUM ATAS PELANGGARAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BERDASARKAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA1 Oleh : Riffay M. Piri2

A B S T R A K

Struktur penerimaan negara, penerimaan perpajakan mempunyai peranan yang sangat strategis dan merupakan komponen terbesar serta sumber utama penerimaan dalam negeri untuk menopang pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, jadi dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Demikian penting pajak bagi Negara, maka pemungutannya didasarkan pada ketentuan Undang-undang Dasar NKRI Tahun 1945 bahwa segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang. Untuk melaksanakan pajak tersebut, maka sistem perpajakan harus terus-menerus disempurnakan, pemungutan pajak diinsentifkan, dan aparat perpajakan harus semakin mampu dan bersih. Oleh karena ruang lingkup penelitian ini adalah pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hukum kepustakaan Ç lv] vP v^ Œ u v o]š] Z v ‰µ•š l atau yang dinamakan Penelitian Hukum

E}Œu š](_X Hasil penelitian menunjukkan bagaimana tata cara pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang tepat berdasarkan Perundang-undangan di Indonesia. Serta sanksi hukum yang dikenakan terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Pertama, menurut UU No. 19/2000 tindakan penagihan terhadap wajib pajak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: Penagihan Pasif, Penagihan

1

Artikel Skripsi

2

NIM 080711553

Aktif. Tindakan pelaksanaan penagihan harus dilakukan sampai tuntas dengan hasil akhir berupa pelunasan utang pajak beserta biaya penagihan. Kedua, Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan norma perpajakan akan ditaati. Sanksi hukum terhadap pajak bumi dan bangunan terdiri dari tiga, antara lain sanksi sosial, sanksi administrasi, dan sanksi pidana. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, pajak harus dibayar oleh wajib PBB setelah ada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). Jika pada saat hutang pajak jatuh tempo, dan ternyata pajak belum dibayar atau belum dibayar semua, maka bagi wajib pajak dapat dikenakan sanksi, baik sanksi sosial, sanksi administrasi, maupun sanksi pidana.

Kata kunci: Pelanggaran pembayaran, Pajak Bumi dan Bangunan.

PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG

Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaan negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak.3

Pembangunan tidak dapat digerakkan tanpa adanya dukungan dana terutama yang berasal dari dalam negeri, jadi pada sektor ini penerimaan dalam negeri sangat

3

Tim Penyusun, Pajak Bumi dan Bangunan, Modul, Universitas Gunadarma, Jakarta, 2007, hlm. 25.

(2)

119 diperlukan. Pemerintah berupaya setiap

tahunnya penerimaan dalam negeri terutama dari pajak agar terus meningkat. Demikian penting pajak bagi Negara, maka pemungutannya didasarkan pada ketentuan Undang-undang Dasar NKRI Tahun 1945 bahwa segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang.4 Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, jadi dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.5 Salah satu jenis pajak yang ada adalah Pajak Bumi dan Bangunan, yang merupakan pajak atas tanah dan bangunan, baik yang dimiliki, diperoleh kemanfaatannya maupun dikuasai. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang terakhir telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian pengkajian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sangat perlu mendapatkan perhatian. Sebagaimana dikemukakan di atas, didalam sistem penetapan pajak oleh wajib pajak sendiri (self assessment) yang berlaku sekarang ini maka penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan

4

Lihat Undang-undang Dasar NKRI Tahun 1945,Pasal 23 huruf (a).

5

dari http :/ id. wikipedia.org/ wiki/ Pajak, Pada Tanggal 10 Maret 2012.

merupakan wujud penegakan hukum (law enforcement) untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak. Dalam rangka pelaksanaan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, sangat diperlukan suatu perangkat hukum yang kuat. Hal ini dimaksudkan agar tindakan penagihan mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, sehingga tujuan dari pelaksanaan tindakan penagihan berupa pencairan tunggakan dapat tercapai. Untuk itu diharapkan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat sebagai wajib pajak dan negara. Keseimbangan yang dimaksud berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak berat sebelah atau memihak, adil, serasi, dan selaras dalam wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian hukum.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana tata cara pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang tepat berdasarkan Perundang-undangan di Indonesia.

2. Bagaimana sanksi hukum yang dikenakan terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

C. METODE PENELITIAN

Oleh karena ruang lingkup penelitian ini adalah pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hukum kepustakaan yakni vP v ^ Œ u v o]š] Z v ‰µ•š l š µ yang dinamakan Penelitian Hukum

E}Œu š](_X6

Untuk itu hal-hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan metode penelitian hukum ini adalah:

1. Jenis penelitian dalam karya tulis ini yaitu bersifat normatif, atau disebut juga

6

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985, hlm. 14.

(3)

120

dengan penelitian normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian dengan mendasarkan pada bahan hukum baik primer maupun sekunder.7 2. Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini, adalah data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.

3. Pengumpulan Data.

a.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah studi kepustakaan dengan cara membaca, mengkaji dan menelaah dengan teliti sumber data dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti mengenai sanksi hukum atas pelanggaran pembayaran pajak bumi dan bangunan berdasarkan Perundang-undangan di Indonesia.

b.Studi Komparasi (comparative research), yakni dengan cara membanding-bandingkan teori maupun fakta yang ada, untuk mendapatkan kesimpulan-kesimpulan yang dapat dijadikan pegangan dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN

A. Proses/Tata Cara atau Prosedur Penagihan Utang Pajak menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan

Untuk menegakkan sistem perpajakan yang baik, secara konsekuen dan konsisten tidaklah mudah, kendala yang dihadapi yang sangat dipengaruhi situasi umum sangatlah banyak. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, diharapkan tingkat kepatuhan wajib pajak akan meningkat. Salah satu tolak ukur untuk mengukur

7

Bachrul Amiq, Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm. 15.

perilaku wajib pajak adalah tingkat kepatuhannya melaksanakan kewajiban membayar pajak dan melunasi tunggakan utang pajak.

Kenyataannya wajib pajak masih banyak yang melakukan perbuatan terhadap hukum dalam pembayaran pajak. Dimana sering sekali mempersulit pemasukan pajak sebagai penerimaan negara. Pemerintah selalu berusaha untuk memberikan penjelasan, penerangan dan penyuluhan agar rakyat mempunyai kesadaran akan kewajibannya membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Namun bagaimanapun juga rakyat merasakan bahwa pajak tetap merupakan suatu beban, sehingga sebahagian besar rakyat tetap tidak akan sadar untuk memenuhi kewajiban pajaknya secara tertib dan disiplin.8 Untuk itu dilakukanlah suatu upaya penagihan dalam Pajak Bumi dan Bangunan.

Dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 mendefenisikan penagihan sebagai berikut:

^W v P]Z v ‰ i l o Z • Œ vPl ] v tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajaknya dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang š o Z ]•]š X_9

Rochmat Soemitro, membuat defenisi ‰ v P]Z v Ç ]šµ^W Œ µ š v Ç vP ]o lµl v oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan

8

Muqodim, Perpajakan, Buku Kesatu, UI Press dan Ekonisia, Yogyakarta, 1999, hlm. 32.

9

Lihat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan, Pasal l Angka (9).

(4)

121 undang-undang pajak, khususnya mengenai

‰ i l š Œµš vP_X10

Lebih lanjut diatur dalam Undang Nomor 12 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak bumi dan Bangunan, tindakan penagihan oleh fiskus terhadap wajib pajak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Penagihan Pasif.

Merupakan bentuk pengawasan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Langkah ini ditempuh dengan cara sebagai berikut:

a.Dengan cara memberi peringatan. b.Kemudian dengan memberi teguran. c.Lalu disusul dengan aturan pencicilan

pembayaran. 2. Penagihan Aktif.

Penagihan aktif merupakan bentuk tindakan penagihan yang dilakukan oleh fiskus setelah lewat masa jatuh tempo atas SPPT, SKP, STP, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang bayar oleh wajib pajak atau penanggung pajak atau pihak ketiga yang bersangkutan.

Penagihan aktif ini dimulai dengan penerbitan Surat Teguran (ST) kepada wajib pajak atau penanggung pajak yang bersangkutan sampai pada tahap pelaksanaan lelang. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan vPµv vU Ç ]šµW ^iµuo Z ‰ i l Ç vP terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang tidak dibayar pada waktunya dapat

]š P]Z vP v^µŒ šW l• _X

Pada dasarnya pelaksanaan penagihan Pajak bumi dan Bangunan diawali dengan penerbitan Surat Teguran oleh Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan atau

10

Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Eresco, Bandung, 1998, hlm. 67.

kuasa yang ditunjuk, namun demikian dalam rangka memberikan pelayanan kepada wajib pajak, pendekatan persuasif lebih baik melalui pemberitahuan lewat telepon, surat himbauan, atau cara lain sebelum saat jatuh tempo pembayaran hendaknya dilakukan. Tindakan pelaksanaan penagihan harus dilakukan sampai tuntas dengan hasil akhir berupa pelunasan utang pajak beserta biaya penagihan.

a. Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

Sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku, penerbitan SPPT merupakan awal dari upaya penarikan Pajak Bumi dan Bangunan dari wajib pajak. Dengan adanya SPPT ini maka wajib Pajak mengetahui jumlah pajak yang harus dibayarkan serta mengetahui jatuh tempo pembayarannya dimana jatuh tempo SPPT tersebut adalah 6 (enam) bulan. Jadi dalam 6 bulan tersebut wajib pajak diberi kesempatan untuk segera membayarkan Pajak Bumi dan Bangunan-nya yang apabila lewat dari jangka waktu tersebut maka yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi berupa denda.

Dalam penyampaian SPPT ini, SPPT harus diterima langsung oleh wajib pajak. Apabila wajib pajak tidak menerima langsung SPPT ini maka langkah penagihan aktif tidak dapat dilakukan jika wajib pajak tidak membayar Pajak

Bumi dan Bangunannya. Sedangkan ketentuan mengenai jatuh tempo SPPT itu sendiri diatur dengan ketetapan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterimanya SPPT wajib pajak belum melunasi Pajak Bumi dan Bangunannya, maka Kantor Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan Harus mengeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP).

(5)

122

Surat ini dikeluarkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan dari tanggal jatuh tempo SPPT. Dalam pelaksanaan SPPT dilakukan secara selektif dimana tidak semua SPPT yang telah jatuh tempo ditindaklanjuti dengan STP. Besarnya pajak terutang dalam STP ini adalah sisa pajak terutang pada SPPT/SKP ditambah dengan denda administrasi sebesar 2% dikalikan dengan jumlah bulan lewatnya jatuh tempo.

c. Penerbitan Surat Teguran

Surat teguran diterbitkan 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo dari STP apabila wajib pajak tetap belum membayar utang pajaknya. Dalam surat ini wajib pajak juga dikenakan denda administrasi 2% dikalikan dengan jumlah bulan, kemudian dikalikan dengan utang pajaknya. Jangka waktu Surat Teguran ini adalah 21 (dua puluh satu) hari. d. Penerbitan Surat Paksa

Langkah selanjutnya dalam kegiatan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan setelah terbitnya Surat Teguran adalah dengan menerbitkan Surat Paksa. Penagihan dengan surat paksa dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor

19 Tahun 1959 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 dan terakhir telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Pelaksanaan penagihan pajak vP v •µŒ š ‰ l• ]v] u Œµ‰ l v ^•µ šµ bentuk eksekusi tanpa putusan hakim yang o Ì]uvÇ ]v u l v l• lµ•] o vP•µvP_X11 Surat ini diterbitkan apabila dalam jangka waktu 21 hari Surat Teguran, wajib pajak tetap tidak mau membayar utang pajaknya. Jangka waktu surat ini adalah 2 x 24 jam, dimana dalam waktu tersebut, wajib pajak

11

Sumyar, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Perpajakan, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2004, hlm. 90.

harus dapat melunasinya. Surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat:

1. Nama wajib pajak. 2. Dasar penagihan. 3. Besarnya utang.

4. Perintah untuk membayar (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

e. Pelaksanaan Sita

Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Penyitaan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak. Tujuan penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dan biaya penagihannya dari Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau tempat lain termasuk penguasaanya berada di pihak lain, misalnya disewakan atau dipinjamkan, atau yang dibebani hak tanggungan, berupa:

1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal kepada perusahaan lain, atau

2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor paling sedikit 20 meter kubik.12 Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak, namun dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak, misalnya barang bergerak yang dapat dijadikan objek sita tidak dijumpai atau barang bergerak dijumpai tidak mempunyai nilai atau

12

(6)

123 harganya tidak memadai dibandingkan

dengan utang pajaknya. f. Pengajuan lelang

Jika telah lampau 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Wajib Pajak/ Penanggung Pajak belum juga melunasi pajaknya, maka Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengajukan permintaan penetapan jadwal waktu dan tempat pelelangan kepada Kantor Lelang Negara setempat. Setelah mendapat kepastian tentang waktu dan tempat pelelangan akan dilaksanakan, maka juru sita memberitahukan hal tersebut kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan segera dan tertulis. Hal ini dimaksudkan sebagai peringatan terakhir kepada Wajib Pajak/ Penanggung Pajak untuk melunasi pajaknya.

Apabila wajib pajak yang bersangkutan masih juga tidak melunasi utang pajak beserta biaya penagihannya, maka dilaksanakan pelelangan sebagai tindakan akhir dari proses penagihan.

B. Sanksi Hukum Terhadap Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Perundang-undangan di Indonesia

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan norma perpajakan akan ditaati. Atau dengan perkataan lain, sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan

Apabila wajib pajak tidak melakukan kewajibannya yaitu untuk membayar pajak bumi dan bangunan. Maka akan menimbulkan kerugian terhadap penerimaan Negara. Dan perbuatan yang dilakukan oleh wajib pajak yakni tidak melakukan kewajibannya untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan tentunya telah bertentangan dengan undang-undang yang berlaku dan bertentangan dengan kewajiban hukum wajib pajak. Dan

perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang melawan hukum.

Adapun menurut Pasal 1365 KUH Perdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam perbuatan melawan hukum, unsur-unsur kerugian dan ukuran penilaiannya dengan uang dapat diterapkan secara analogis. Dengan demikian, penghitungan ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum didasarkan pada kemungkinan adanya tiga unsur yaitu biaya, kerugian yang sesungguhnya, dan keuntungan yang diharapkan (bunga). Dan kerugian itu dihitung dengan sejumlah uang.

Sanksi hukum terhadap pajak bumi dan bangunan terdiri dari tiga, antara lain sanksi sosial, sanksi administrasi, dan sanksi pidana, yang dapat diuraikan oleh penulis sebagai berikut:

1. Sanksi Sosial

Sanksi sosial yang diberikan hanya khusus berlaku untuk jenis pajak tertentu. Salah satu jenis pajak yang efektif untuk diberikan sanksi sosial bagi para pengemplangnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak ini timbul karena seseorang memiliki sebuah rumah atau bangunan yang dikenai pajak. Yang menjadi obyek PBB adalah bumi dan bangunan. Pengertian bumi (tanah dan perairan), serta tubuh bumi (yang berada di bawah permukaan bumi). Dan yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan di wilayah Republik Indonesia.

Kesepakatan tentang sanksi sosial yang akan diberikan kepada mereka yang lalai atau tidak mau membayar PBB harus merupakan kesepakatan bersama di daerah tersebut sehingga berlaku semacam hukum adat. Sanksi sosial terpisah dari sanksi

(7)

124

administrasi dan karenanya lebih bersifat teguran, sindiran, peringatan, dan membuat malu bagi yang terkena sanksi sosial.

2. Sanksi Administrasi

a. Apabila wajib pajak terlambat mengembalikan SPOP dan setelah ditegur secara tertulis, SPOP tidak disampaikan juga sebagaimanan ditentukan dalam surat teguran, maka wajib pajak akan ditagih pokok pajaknya ditanbah dengan sanksi administrasi berupa denda 25 persen dari pajak terutang.

b. Apabila wajib pajak mengisi SPOP tidak sesuai dengan keadaan/kenyataan yang sebenarnya. Dan setelah diadakan pemeriksaan ternyata besar pajak terutang lebih kecil dari perhitungan data yang sebenarnya. Maka wajib pajak akan ditagih dengan jumlah selisih pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi sebesar 25% dari selisih tersebut.

c. Apabila wajib pajak tidak membayar/kurang bayar pajak terutang setelah jatuh tempo. Maka wajib pajak akan ditagih sebesar jumlah yang belum dibayar ditambah denda administrasi sebesar 2 persen sebulan.

3. Sanksi Pidana

Sanksi Pidana terhadap pelanggaran dan kejahatan terhadap pajak bumi dan bangunan diatur dalam UU PBB 1985 yang menyebutkan bahwa yang melakukan pelanggaran balk secara sengaja maupun karena kealpaan akan dikenakan sanksi. Kalau wajib pajak sudah dikenakan sanksi administrasi tidak boleh dikenakan lagi sanksi pidana, kecuali apabila wajib pajak melakukan perbuatan itu secara berulang-ulang dan menyebabkan kerugian yang relatif besar pada negara. Wajib pajak yang terbukti karena kealpaannya jadi

menimbulkan kerugian pada negara, dalam hal:

- Tidak mengembalikan SPOP.

- Mengembalikan SPOP akan tetapi isinya

tidak benar atau tidak lengkap. Sanksi pidananya kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya 2 kali pajak yang terutang.

Dan wajib pajak yang terbukti karena kesengajaanya jadi menimbulkan kerugian pada negara, dalam hal:

- Tidak mengembalikan SPOP.

- Mengembalikan SPOP akan tetapi isinya

tidak benar dan tidak lengkap.

- Memperlihatkan surat atau dokumen

palsu.

- Tidak menyampaikan surat atau

dokumen yang diperlukan. Sanksi pidananya, penjara selama-lamanya 2 tahun atau denda setinggi-tingginya 5 kali lipat pajak terutang.

Dan untuk Pejabat yang terkait terbukti dengan sengaja jadi menimbulkan kerugian pada negara dalam hal:

- Memperlihatkan surat/dokumen yang

palsu atau dipalsukan.

- Tidak menunjukkan atau

menyampaikan data/dokumen yang diperlukan. Sanksi pidananya, kurungan selama-lamanya 1 tahun atau denda setinggi tingginya Rp.2.000.000,00. Ancaman pidana bagi wajib pajak atau pejabat yang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun sanksi akan dilipatduakan, terhitung sejak ia selesai menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak denda dibayar.13

PENUTUP A. Kesimpulan

1. Dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, pajak harus dibayar oleh wajib PBB setelah ada Surat

13

(8)

125 Pemberitahuan Pajak Terhutang

(SPPT). Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterima Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang. Pajak harus sudah lunas pada saat hutang jatuh temponya, pembayaran dapat diatur sendiri oleh wajib pajak, asal tidak melampaui batas waktu. Pajak Bumi dan Bangunan juga dibayar melalui petugas pemungut yang ditunjuk untuk itu, maka petugas pemungut wajib menyetorkan hasil pungutan Pajak Bumi dan Bangunan ke kantor pos dan giro setempat atau ke cabang bank pemerintah setempat.

2. Jika pada saat hutang pajak jatuh tempo, dan ternyata pajak belum dibayar atau belum dibayar semua, maka maka bagi wajib pajak dapat dikenakan sanksi, baik sanksi sosial, sanksi administrasi, maupun sanksi pidana. Dalam prakteknya untuk sanksi sosial dapat berupa pengumuman bagi para pengemplang atau yang belum membayar PBB, atau para penunggak PBB akan dipersulit ketika mengurus sesuatu di tingkat RT, RW, desa atau kelurahan, dan kecamatan (aparat di tingkat tersebut memiliki daftar warga yang belum membayar PBB), dan sebagainya. Untuk sanksi adniinistrasi akan dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan untuk jumlah yang sudah jatuh temponya tetapi belum dibayar, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran. Untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Dan apabila wajib pajak masih tetap melakukan kewajibannya untuk membayar pajak maka akan dilakukan penagihan yaitu dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa, pelaksanaan sita, dan lelang. Dan untuk sanksi pidana yaitu dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun atau

denda setinggi-tingginya Rp.2.000.000,00. Ancaman pidana bagi wajib pajak atau pejabat yang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun sanksi akan dilipatduakan, terhitung sejak ia selesai menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak denda dibayar.

B. Saran

1. Agar pelayanan terhadap Pajak Bumi dan Bangunan tetap dipertahankan dan ditingkatkan, agar tercapai komunikasi yang baik antara wajib pajak dan fiskus. Kondisi yang seperti ini akan membantu mewujudkan keberhasilan di dalam pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan. Sehingga wajib pajak akan benar-benar merasakan kenyamanan dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Karena fiskus memperlakukan wajib pajak dengan hormat dan sopan.

2. Melakukan kerjasama yang baik dengan Bank Pemerintah dan Bank Swasta dalam hal mempermudah pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Serta dengan melakukan penyuluhan seluas-luasnya bahwa taat dalam membayar pajak adalah untuk menambah penerimaan dalam pembangunan negara yang merata. Dengan demikian wajib pajak akan semakin melakukan kewajibannya yaitu membayar Pajak Bumi dan Bangunan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aini Hamdan, Perpajakan, Cetakan Ketiga, Bumi Aksara, Jakarta, 1993.

Amirudin, dan H. Zainal Asikin, Pengantar

Metode Penelitian Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Bambang Sunggono, Metode Penelitian

Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,

(9)

126

Bachrul Amiq, Aspek Hukum Pengawasan

Pengelolaan Keuangan Daerah,

Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010. Boediono. C, Perpajakan Indonesia (Teori

Perpajakan, Kebijaksanaan Perpajakan

Pajak Luar Negeri), Diadit Media,

Jakarta, 2000.

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum,

Rineka Cipta, Jakarta, 2001.

Dadan Darmawan, Kaya Dari Bisnis

Properti, Visimedia, Jakarta, 2009.

Direktorat Jenderal Pajak, Pajak Bumi dan

Bangunan, Booklet PBB, Jakarta, 2011.

LJ dan A Law Firm, Mengurus Dokumen

Properti, Forum Sahabat, Jakarta,

2010.

M. Shalahuddin Fahmy, Pajak Bumi dan

Bangunan, Makalah, Fakultas Syariah

Program Studi Keuangan Islam UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 2008.

Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002.

Muqodim, Perpajakan, Buku Kesatu, UI Press dan Ekonisia, Yogyakarta, 1999. Muhammad Rusmawardi, Pajak dan

Retribusi daerah dan Peranannya

Dalam Pembangunan Daerah, Tesis,

Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.

Rochmat Soemitro, Pajak Bumi dan

Bangunan, PT. Eresco, Bandung, 1989.

..., Asas dan Dasar

Perpajakan, Eresco, Bandung, 1998.

..., Pajak ditinjau dari segi

Hukum, PT. Eresco, Bandung, 1991.

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu

Hukum Pajak, PT. Eresco, Bandu, 1993.

Rona Rositawati, Ststem Pemungutan Pajak Daerah Dalam Era Otonomi

Daerah, Tesis, Program Pasca Sarjana

Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1984.

Sudiman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata

Hukum Indonesia, PT. Pembangunan

Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997.

Surnyar, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan

Perpajakan, Universitas Atma Jaya,

Yogyakarta, 2004.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,

Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2004.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian

Hukum, UI Press, Jakarta, 1982.

Tim Penyusun, Hukum Lingkungan,

Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Bahan Ajar, 2007.

Tim Penyusun, Pajak Bumi dan Bangunan,

Modul, Universitas Gunadarma, Jakarta, 2007.

Tim Pengajar, Metode Penelitian dan

Penulisan Hukum, Fakultas Hukum

Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2007.

Tjip Ismail, Pengkajian Hukum Tentang Pengampunan Pajak Dalam Kerangka Kemajuan Usaha Dalam Pembangunan

Ekonomi Nasional, Laporan Akhir,

Departemen Hukum dan Ham, Jakarta, 2006.

Waluyo dan B. Illias Wirawan, Perpajakan

Indonesia, Salemba Empat, Jakarta,

2000.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Undang-undang Dasar NKRI Tahun 1945. Undang-undang No. 12 Tahun 1985

Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994

Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000

Tentang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan.

Diakses dari http:// ahmadezpara. blogspot. com/2011/ 08/ sanksi-sosial-bagi-para-pengemplang.html, Pada Tanggal, 25 Maret 2012.

(10)

127 Diakses dari http : www.

BQikpajak.com, Masih Seputar Gijzeling dan Pemeriksaan Pajak, diakses tanggal 15 Maret 2012.

Diakses dari http :// id. wikipedia.org/ wiki/ Pajak, Pada Tanggal 10 Maret 2012. Diakses dari http://id. wikipedia.org/ wiki/

Pajakbumidanbangunan, Pada Tanggal 10 Maret 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Dari pandangan tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa sikap mental yang mendorong manusia melahirkan perbuatan secara spontan itu, tidak selamanya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi (interaksi) mulsa dengan pupuk kandang ayam dapat meningkatkan kadar N, P, K tanah, memperbaiki pertumbuhan (tinggi tanaman,

Seperti yang telah diketahui, kebiasaan menghisap selama fase gigi sulung mempunyai sedikit efek jangka panjang, akan tetapi apabila kebiasaan buruk ini terus

Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru, maupun dengan staf

Pemeliharaan juvenil teripang pasir dengan metode keramba apung tanpa rumput laut direkomendasikan karena menghasilkan pertumbuhan dan sintasan yang tinggi,

September 2010 yang diberikan kepada PT EQUALITY Indonesia sebagai Lembaga Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dengan memenuhi ISO/IEC 17021: 2011 Penilaian Kesesuaian –

Mekanisme pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dilakukan petugas pajak bumi dan bangunan adalah di awali penyampaian surat pemberitahuan pajak terutang

Kajian ini bertujuan untuk menentukan posisi dan kedalaman batuan penyusun Candi Situs Palgading yang telah terpendam dengan menggunakan data magnetik.. Waktu pengukuran data