Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 96
ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) BERBASIS
SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) PADA DAS KRUENG
TIRO
Khairul Iqbal1
1)Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Abstract: Watershed management is a formulated process and implementing the manipulation of natural and human resourcess on the watershed. Some watershed management activities that implemented in upstream is managing the areas that causes erotion. Erotion have an impact in downstream areas in the form of siltation of rivers or irrigation canals due to the deposition of sediments derived from the erosion in upstream areas. Analysis of the rate of erosion in this study using the MUSLE method. Because of the erosion problems in Tiro Watershed was so complex, it needed a tools to analyze. AVSWAT 200 used in this study as that tools. Analysis result included run off, erotion and Erotion Damage Index. There are some conclusion in this study. Erosion rate total in Tiro Watershed for 151,75 ton/ha/month. It spread on 33 Sub Watershed. The biggest contained in Sub Watershed 4 that equal to 53,40 ton/ha/month. This value is very high level. High level of erosion rate spread on Sub Watershed 3, Sub Watershed 5 and Sub Watershed 6. Conservation activities carried on Sub Watershed 3, Sub Watershed 4, Sub Watershed 5 and Sub Watershed .6
Keywords:Watershed Management,Erotion,AVSWAT 2000, Erotion Damage Index.
Abstrak: Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan yang bersifat
manipulasi sumberdaya alam dan manusia pada daerah aliran sungai. Beberapa aktivitas pengelolaan DAS yang diselenggarakan di daerah hulu seperti kegiatan pengelolaan lahan yang mendorong terjadinya erosi. Hal ini pada gilirannya dapat menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk pendangkalan sungai atau saluran irigasi karena pengendapan sedimen yang berasal dari erosi di daerah hulu. Analisa laju erosi pada studi ini menggunakan metode Modification Universal Soil Loss Equation (MUSLE). Melihat permasalahan erosi pada Sub DAS Tiro sangat kompleks, maka diperlukan alat bantu untuk menganalisa yaitu dengan menggunakan AVSWAT 2000 yang merupakan salah satu tool tambahan dari program ArcView. Dari hasil analisa didapatkan besarnya nilai serta penyebaran limpasan permukaan, laju erosi, serta tingkat bahaya erosi. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada lokasi studi, dapat disimpulkan beberapa hal yang merupakan hasil studi. Total rerata laju erosi lahan yang terjadi pada DAS Krueng Tiro adalah sebesar 151,75 ton/ha/bln. Rerata laju erosi yang terjadi pada DAS Krueng Tiro tersebar pada 33 Sub DAS. Nilai laju erosi terbesar terdapat pada Sub DAS 4 yaitu sebesar 53,40 ton/ha/bln. Tingkat bahaya erosi sangat tinggi terjadi pada Sub DAS 4. Tingkat bahaya erosi tinggi tersebar pada Sub DAS 3, Sub DAS 5, dan Sub DAS 6. Sedangkan tingkat bahaya erosi pada Sub DAS lainnya adalah sedang dan ringan. Kegiatan pencegahan/konservasi dilakukan pada Sub DAS 3, Sub DAS 4, Sub DAS 5 dan Sub DAS 6.
97 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
PENDAHULUAN
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai Beberapa aktivitas pengelolaan DAS yang diselenggarakan di daerah hulu seperti kegiatan pengelolaan lahan yang mendorong terjadinya erosi. Hal ini pada gilirannya dapat menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk pendangkalan sungai atau saluran irigasi karena pengendapan sedimen yang berasal dari erosi di daerah hulu.
Kr. Tiro merupakan salah satu sungai terbesar di kabupaten Pidie yang nantinya akan dibangun waduk guna memenuhi kebutuhan air, terutama irigasi di wilayah Pidie. Dengan akan dibangunnya waduk tersebut, maka kondisi wilayah tangkapan air waduk tersebut haruslah selalu terjaga fungsi lahannya. Akan tetapi, perubahan fungsi lahan pasti akan terjadi seiring semakin terbukanya akses ke kawasan tangkapan waduk. Untuk itu, pengendalian terhadap erosi di bagian hulu waduk sangatlah diperlukan guna memastikan usia guna waduk dapat tercapai. Dengan diketahuinya Tingkat Bahaya Erosi, diharapkan dapat mempermudah dalam memetakan kawasan mana yang menjadi prioritas untuk dilakukan kegiatan konservasi.
KAJIAN KEPUSTAKAAN Erosi Lahan
Bentuk permukaan bumi selalu berubah sepanjang masa. Banyak hal yang menjadi penyebab perubahan bentuk permukaan bumi.
Salah satu prosesnya adalah erosi, yaitu suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2002:11).
Proses erosi di alam dapat terjadi secara alami atau sering disebut dengan erosi geologi dan terjadi akibat aktivitas manusia yang disebut dengan erosi dipercepat. Erosi geologi merupakan proses keseimbangan alam, kecepatan kehilangan tanah sama atau lebih kecil dari proes pembentukan tanah. Contoh erosi geologi antara lain terbentuknya dataran Sungai Brantas yang terletak antara sungai Mas dan Sungai Porong di Jawa Timur. Dataran tersebut terbentuk akibat adanya endapan dari sungai yang ada disekitarnya, yang material endapannya berasal dari dataran atau pegunungan yang lebih tinggi yang tererosi. Aktivitas manusia yang menyebabkan erosi dipercepat antar lain usaha pertanian khususnya akibat dari alih guna lahan. Erosi ini kecepatannya melebihi kecepatan pembentukaan tanah, sehingga perlu dikendalikan agar dapat kembali pada batas keseimbangan alam atau erosi yang diperbolehkan.
Penyebab Terjadinya Erosi
Penyebab utama erosi di alam ada dua macam yaitu erosi angin dan erosi air. Erosi angin biasanya terjadi pada daerah kering seperti gurun atau padang pasir. Namun di daerah lembab juga terjadi erosi angin seperti di padang pasir Pegunungan Tengger (Jawa
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 98 Timur). Sedangkan di daerah tropis penyebab
utama erosi adalah air. Air yang dapat menyebabkan erosi adalah air hujan (berupa pukulan), air limpasan permukaan, air sungai, air danau, air laut.
Proses Terjadinya Erosi
Menurut Utomo (1994:19), proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah, maka kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan mengakibatkan air mengalir di permukaan tanah dan disebut sebagai limpasan permukaan. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan
diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja secara berurutan dalam proses erosi yaitu diawali dengan penghancuran agregat, pengangkutan dan diakhiri dengan pengendapan. Dengan demikian 3 bagian yang berurutan, yaitu :
1. Pengelupasan (detachment); 2. Pengangkutan (transportation); 3. Pengendapan (sedimentation)
Prakiraan Nilai Erosi
Untuk memperkirakan besarnya erosi dalam studi ini akan menggunakan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation). Metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) merupakan modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Williams (1995). Modified Universal Soil Loss Equation (Wiliams, 1995) adalah sebagai berikut : (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 216)
... (1) dimana :
Sed = hasil sedimen yield per hari (ton)
Qsurf = volume aliran limpasan permukaan (mm/ha) qpeak = debit puncak limpasan (peak runoff rate) (m3/dtk) areahru = luas hru (hydrologic response unit) (ha)
KUSLE = faktor erodibilitas tanah USLE
CUSLE = faktor (pengelolaan) cara bercocok tanam USLE PUSLE = faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik) USLE LSUSLE = faktor topografi USLE
99 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
Faktor Erodibilitas Tanah
K adalah faktor erodibilitas tanah untuk horizon tanah tertentu, dan merupakan kehilangan tanah per satuan luas untuk indeks erosivitas tertentu. Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel
tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan.
Wischmeier et al. (1971) mengembangkan persamaan matematis yang menghubungkan karakteristik tanah dengan tingkat erodibilitas tanah sebagai berikut : (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 217)
... (2) dimana :
KUSLE = faktor erodibilitas tanah USLE
M = persentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) (100 - % liat) OM = persen unsur organik
csoilstr = kode klasifikasi strusktur tanah (granular, platy, massive, dll) cperm = kelas permeabilitas tanah
Faktor Pengelolaan Tanaman (Cover and Management Factor) (C)
Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan
terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Oleh karenanya, besarnya angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun.
... (3) dimana :
mn USLE
C , = nilai minimum faktor pengelolaan tanaman
surf
rsd
= jumlah residue (mulsa, sisa-sisa tanaman) di permukaan tanah (kg/ha)
Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (Support Practice Factor) (P)
Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi
dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman (C), oleh karenanya, dalam rumus USLE faktor P tersebut dipisahkan dari faktor C. Tingkat
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 100 erosi yang terjadi sebagai akibat pengaruh
aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P)
bervariasi, terutama tergantung pada kemiringan lereng.
Tabel 1. Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di Indonesia
Sumber : Abdurachman dkk. (1984)
Faktor Topografi Panjang lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)
Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi
dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya, kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam. Besarnya nilai LS (faktor topografi) dihitung dengan menggunakan rumus : (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 222) ... (4) dimana : hill
L
= panjang lereng (m) m = syarat eksponensial hill
= sudut lerengTeknik Konservasi Tanah Nilai P
Teras bangku : a. baik b. jelek
Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai Teras bangku : sorghum-sorghum Teras tradisional
Teras gulud : padi-jagung Teras gulud : ketela pohon
Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman Teras gulud : kacang kedelai
Tanaman dalam kontur : a. kemiringan 0-8 % b. kemiringan 9-20 % c. kemiringan >20 %
Tanaman dlm. jalur-jalur : jagung-kacang tanah + mulsa Mulsa limbah jerami :
a. 6 ton/ha/tahun b. 3 ton/ha/tahun c. 1 ton/ha/tahun Tanaman perkebunan :
a. disertai penutup tanah rapat b. disertai penutup tanah sedang Padang rumput : a. baik b. jelek 0,20 0,35 0,06 0,02 0,40 0,01 0,06 0,01 0,11 0,50 0,75 0,90 0,05 0,30 0,50 0,80 0,10 0,50 0,04 0,40
101 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
Faktor Pecahan Batuan Kasar (Coarse Fragment Factor)
Faktor pecahan batuan kasar ini dihitung dengan persamaan :
rock
CFRG
exp
0
.
053
………..(5) dimana :rock = persentase batuan pada lapisan tanah
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi aktual (A) dengan erosi yang dapat ditoleransi (T) di suatu wilayah dengan persamaan.
T A
TBE ………...(7)
Dimana :
TBE = Tingkat Bahaya Erosi A = Erosi (ton/ha/thn)
T = Erosi yang diperbolehkan (ton/ha/thn)
Kriteria tingkat bahaya erosi menurut Hammer (1981) adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi
Nilai Kriteria < 1.0 Rendah 1.10 - 4.00 Sedang 4.01 - 10.0 Tinggi > 10.01 Sangat Tinggi Sumber : Hammer (1981)
Penentuan nilai erosi yang dapat ditoleransi untuk daerah sumatera diambil dari penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian Corry (2009) untuk daerah sumatera, nilai erosi yang
diperbolehkan (T) berkisar antara 27 – 29 ton/ha/thn (Corry, 2009).
METODE PENELITIAN
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bentuk diagram alir. Diagram alir dari sistematika penelitian ini dapat ditunjukkan pada gambar 1.
HASIL PEMBAHASAN Guna lahan
Penggunaan lahan pada lokasi studi sebagian besar masih di dominasi hutan. Lebih dari 80% penggunaan lahan di kawasan tersebut berupa hutan, kemudian berupa belukar dan sawah. Gambar peta penggunaan lahan lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan pada tabel berikut disajikan secara lengkap penggunaan lahan di DAS Kr. Tiro.
Kondisi Tanah Lokasi Studi
Jenis tanah pada lokasi studi terdiri dari teiga jenis, yaitu Aluvium, Latosol dan Regosol. Jenis tanah didominasi oleh Latosol seluas lebih dari 50% dari laus wilayah DAS. Gambar sebaran jenis tanah pada lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 3. sedangkan berikut disajikan secara lengkap jenis tanah beserta luasannya pada wilayah DAS.
Analisa Hidrologi
Hasil analisa polygon thiessen, dari empat stasiun yang ada, hanya satu stasiun yang berpengaruh yaitu stasiun tangse. Adapun data
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 102 curah hujan yang digunakan adalah selama
sepuluh tahun (1998 – 2007).
Gambar 1. Diagram AlirPenelitian (Sumber:Olahan)
Gambar 2. Guna lahan DAS Kr. Tiro Mulai
Nilai Run Off (mm) tiap Sub DAS
Selesai DEM (Digital Elevation
Model)
Jaringan sungai sintetik
- Peta Batas DAS - Peta Batas Sub DAS - Peta Jaringan Sungai
Sintetik
Peta Topografi
AVSWAT 2000
HRU (Hydrogic Response
Unit) Peta Jenis Tanah Overlay Peta Tataguna Lahan
Klasifikasi Polygon Tata Guna Lahan Menurut
SWAT
Definisikan TGL SWAT dgn kategori Theme TGLahan
AVSWAT
Peta Grid Tata Guna Lahan
Klasifikasi Polygon Jenis Tanah Menurut SWAT
Definisikan Tanah SWAT dgn kategori Theme Tanah
AVSWAT
Peta Grid Jenis Tanah
Database Tabel Distribusi SWAT (Distribusi HRU, Tata Guna Lahan, Jenis Tanah) pada Sub
DAS Input SWAT Edit Input : Nilai CN, K, C, P Running SWAT Data Hujan Pembuatan Database tabel Sta. Hujan beserta koordinatnya dan Tabel Curah Hujan Harian
Definisi dan import Tabel Stasiun Hujan
dan Curah Hujan AVSWAT
Nilai Erosi (ton/ha/th) tiap Sub DAS
Rencana Bangunan Pengendalian Erosi Nilai Run Off (m3/dt)
tiap Sub DAS
103- Volume 3, No. 2, Mei 2014
Gambar 3. Jenis Tanah DAS Kr. Tiro
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 104
Pemodelan Erosi
Dalam memodelkan dan mensimulasikan erosi pada lokasi studi, digunakan bantuan program AVSWAT 2000 yang merupakan perangkat tambahan dari program ArcView.
Simulasi Model
Simulasi dilakukan pada tiap periode pertahun, dimana pada kajian ini DAS Kr. Tiro
dibagi menjadi 33 Sub DAS dengan menggunakan Metode Pennman. Simulasi dilakukan selama 10 tahun. Kemudian dilakukan kalibrasi data debit hasil simulasi dengan data debit pengamatan lapangan. Berikut tampilan hasil simulasi SWAT.
Gambar 5. Tampilan Hasil Simulasi SWAT
Gambar 6. Grafik Debit Hasil Simulasi dan Debit Hasil Pengamatan Lapangan Sebelum Kaibrasi Debit Rerata Bulanan di Outlet DAS Tiro
0 2 4 6 8 10 12
Jan Feb Mar A pr May Jun Jul A ug Sep Oct Nov Dec
Bulan De bit (m 3 /dt )
105 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa debit hasil simulasi lebih kecil dari debit hasil pengamatan lapangan. Artinya terdapat penyimpangan antara hasil simulasi dengan dengan pengamatan lapangan. Selanjutnya, untuk menyesuaikan simulasi agar sesuai dengan kondisi lapangan maka dilakukan
proses kalibrasi guna mencari nilai penyimpangan model.
Dalam simulasi model erosi untuk DAS Kr. Tiro, metode kalibrasi yang dilakukan adalah dengan membandingkan debit di outlet hasil simulasi dengan debit di outlet hasil pengamatan lapangan.
Gambar 7. Grafik Debit Hasil Simulasi dan Debit Hasil Pengamatan Lapangan Setelah Kaibrasi
Erosi
Berikut merupakan hasil pemodelan erosi untuk dengan input curah hujan sepuluh tahun.
Gambar 8. Sebaran Nilai Rerata Erosi Lahan Bulanan DAS Krueng Tiro
Dari hasil simulasi pemodelan dapat dilihat bahwa erosi lahan paling besar terjadi pada Sub DAS 4 yaitu sebesar 53,40 ton/ha.
Selain karena limpasan permukaan, hal ini dipengaruhi juga oleh kemiringan lahan. Selain itu, faktor penting lain yang menyebabkan
Debit Rerata Bulanan di Outlet DAS Tiro
0 2 4 6 8 10 12
Jan Feb Mar A pr May Jun Jul A ug Sep Oct Nov Dec
Bulan De bit (m 3 /dt )
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 106 besarnya erosi yang terjadi adalah jenis
penutupan lahan/penggunaan lahan pada lokasi tersebut.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tingkat bahaya Erosi (TBE) merupakan perbandingan antara nilai erosi yang terjadi dengan nilai erosi yang diperbolehkan. Nilai perbandingan tadi kemudian dibagi menjadi empat jenis tingkat bahaya erosi.
Gambar 9. Sebaran Tingkat Bahaya Erosi DAS Krueng Tiro
Dapat dilihat bahwa sebaran kriteria tinggi dan sangat tinggi ada di Sub DAS 3, Sub DAS 4, Sub DAS 5, dan Sub DAS 6. Hal ini disebabkan karena penggunaan lahan yang rentan terhadap terjadinya erosi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan pada lokasi studi, dapat disimpulkan beberapa hal yang merupakan hasil studi.
1. Total rerata laju erosi lahan yang terjadi pada DAS Krueng Tiro adalah sebesar 151,75 ton/ha/bln. Rerata laju erosi yang terjadi pada DAS Krueng Tiro tersebar pada 33 Sub DAS.
2. Untuk hasil simulasi erosi diperoleh hasil sebagai berikut.
a. Nilai laju erosi terbesar terdapat pada Sub DAS 4 yaitu sebesar 53,40 ton/ha/bln.
107- Volume 3, No. 2, Mei 2014
b. Tingkat bahaya erosi sangat tinggi terjadi pada Sub DAS 4. Tingkat bahaya erosi tinggi tersebar pada Sub DAS 3, Sub DAS 5, dan Sub DAS 6. Sedangkan tingkat bahaya erosi pada Sub DAS lainnya adalah sedang dan ringan.
3. Kegiatan pencegahan / konservasi dilakukan pada Sub DAS 4 yang memiliki tingkat bahaya erosi (TBE) sangat tinggi serta pada Sub DAS 3, Sub DAS 5 dan Sub DAS 6 dengan tingkat bahaya erosi (TBE) tinggi.
Saran
Adapun saran setelah adanya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil studi ini adalah berdasarkan penggunaan lahan eksisting sehingga hanya diketahui nilai erosi pada saat ini saja. Untuk itu perlu diadakan penelitian lanjutan nerdasarkan penggunaan lahan dengan waktu yang berbeda agar dapat diketahui dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi daerah aliran sungai.
2. Untuk penelitian sejenis, disarankan agar lebih memaksimalkan alat bantu yang digunakan guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Beberapa parameter diperlukan data primer agar hasil simulasi yang diperoleh lebih mendekati kondisi lapangan.
3. Penyebab terbesar terjadinya erosi di suatu lahan adalah karena ulah manusia
misalnya melakukan pembukaan hutan, penebangan hutan dan juga penerapan teknologi pertanian yang sangat sederhana. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kebijakan dari pemerintah khususnya pemerintah daerah setempat untuk melibatkan masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan daerah aliran sungai berbasis konservasi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anonim. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta : Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Arsyad, Sitanala. 2000. Konservasi Tanah dan Air.
Bogor : IPB Press.
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Budiyanto, Eko. 2005. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ARC VIEW GIS.. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Bisri, M. 2009. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Malang : CV. ASRORI.
Chow, Ven Te. 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta : Erlangga.
Meiliany, Cory. 2009. Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Holtikultura di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu). Skripsi Tidak Diterbitkan. Medan: Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. IQbal, Khairul. 2007. Analisis Tingkat Bahaya Erosi
dan Arahan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (Arlkt) Pada Sub Das Bango Berbasis Sistem Informasi Geografi (SIG). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Neitsch et al., 2002. Soil and Water Assessment Tool Theoretical Documentation and User's Manual, Version 2000, Agricultural Research Service and the Texas Agricultural Experiment Station
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 108 Erlangga
Sosrodarsono, S dan Takeda K. 1999. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi.
Utomo, Wani Hadi. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang : IKIP Malang.