• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai konsekuensi penerapan asas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai konsekuensi penerapan asas"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Kita ketahui bersama berdasarkan Pasal 10 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai konsekuensi penerapan asas desentralisasi, maka kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan menjadi kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten dan kota. Di dalam Pasal 14 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa : Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi : Tanah merupakan sumber kehidupan dan tempat beraktivitas manusia, karena semua kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sehingga memiliki arti penting bagi kehidupan manusia, sedangkan pengurusan hutan bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Mengantisipasi timbulnya konflik pertanahan, maka perkembangan aspirasi masyarakat, maka di dalam undangundang ini hutan di Indonesia digolongkan ke dalam hutan negara dan hutan hak.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menyebutkan Tanah sebagai bagian dari bumi,dalam Pasal 4 ayat 1 disebutkan atas dasar menguasai dari negara sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan dan dapat pula dimiliki oleh

(2)

orang-orang lain baik sendiri maupun bersama-sama orang-orang lain serta badan-badan hukum (Santoso, 2007).

Hak atas tanah memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan dan mengambil manfaat dari tanah, dengan adanya kepastian hak setidak-tidaknya dapat mencegah terjadinya sengketa tanah. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka Recht Kadaster bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah dan sertifikat tanah yang terdiri salinan buku tanah dan surat ukur (Sutedi, 2008). Pengetahuan mengenai sistem kepemilikan lahan dan pendaftaran tanah sangat penting, karena menggambarkan status tanah dan pembentukannya. Kurangnya pengetahuan mengenai sistem kepemilikan lahan dan pendaftaran tanah akan menimbulkan konflik pertanahan, seperti tumpang tindih kepemilikan tanah, dikarenakan belum optimalnya pelaksanaan administrasi pertanahan.

Konflik pertanahan yang timbul banyak sekali dipermukaan di beberapa kabupaten di Provinsi Lampung. Peneliti mengemukakan beberapa gambaran konflik pertanahan yang terjadi dan di pandang dominan, ( Penyelesaian Konflik Pertanahan di Provinsi Lampung (Dimiyati Gedung Intan) antara lain:

1). Konflik tanah di Kabupaten Mesuji Kabupaten Mesuji adalah Daerah Otonomi Baru (DOB), konflik prrtanahan di kabupaten ini banyak sekali terjadi antara pemerintahan daerah dengan warga masyarakat yang menduduki kawasan hutan Register 45, dan antara PT. Siva Inhutani Lampung (SIL) dengan warga masyarakat. Konflik pertanahan di kawasan hutan Register 45 yang di duduki oleh warga Sungai Buaya dan Simpang

(3)

Pematang Mesuji. Kawasan hutan Register 45 Sungai Buaya yang kembali menjadi perebutan di masyarakat. Setelah kelompok warga tergabung dalam sebuah organisasi massa, giliran Pangeran Sartawisa Pagaralam melalui Yayasan Pangeran Sartawisa Pagaralam (YPSPA) Indonesia mengancam akan menduduki tanah negara tersebut. Keturunan kelompok warga yang di advokasi Masyarakat Pemantau Hutan Indonesia (MPHI) mengklaim tanah seluas 35.000 hektar, lokasi tersebut mulai dari tanah Pos I Kementerian Kehutanan depan Kantor PT. Tunas Baru Lampung (TBL), dan alba II Mesuji Lampung.

2). Konflik Tanah di Kabupaten Tulang Bawang Barat Konflik tanah terjadi anrara warga Kampung Gunung Katun Malay dan Gunung Katun Tanjungan luas tanah 1.900 hektar di kuasai dari Tahun 1997 - 2010 , Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan PT. Umas Jaya Agrotama (UJA), tanah seluas 1.100 h.a yang belum dilaksanakan ganti rugi warga kampung tersebut. Tanah yang dikuasai PT. Umas Jaya Agrotama (UJA) merupakan pelimpahan dari PT. Aria Pelangi seluas 1.100 hektar, sedangkan tanah 800 hektar itu milik PT. Umas Jaya Agrotama (UJA) telah memiliki izin lokasi dan belum memiliki Sertipikat Hak Guna Usaha terhitung sejak Tahun 1997- 2010. Tanah seluas 1.100 hektar dan tanah 800 hektar masih tumpang tindih karena belum diadakan pengukuran dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mesuji. Tanah yang baru di buka atau diusahakan oleh PT. Umas Jaya Agrotama (UJA) seluas 759 hektar. Pihak PT. Umas Jaya Agrotama (UJA)

(4)

mengetahui tanah yang baru di tanam berkisar seluas 343 hektar dan sisanya 416 hektar dikuasai oleh warga. Tuntutan warga meminta bantuan Pejabat Tulang Bawang Barat untuk menyelesaikan konflik tanah dengan PT. Umas Jaya Agrotama (UJA) seluas 1.100 hektar dengan membentuk tim khusus dengan melibatkan warga kedua kampung tersebut. Beberapa permasalahan, point nya meliputi: 1) PT. Umas Jaya Agrotama (UJA) untuk menyampaikan data berupa : izin lokasi, data ganti rugi dari PT. Aria Pelangi kepada PT. Umas Jaya Agrotama (UJA), dan data Hak Guna Usaha dari PT. Aria Pelangi, 2) kepada siapa mereka mengganti rugi tanah seluas 1.100 hektar tersebut, karena hingga kini tidak ada warga atau pemilik tanah yang merasa pernah menjual tanah itu 3) warga kedua kampung meminta agar PT. Umas Jaya Agrotama segera diusir dari tanah yang diduduki tanpa izin yang berhak, 4) PT. Umas Jaya Agrotama tidak dapat menunjuki dokumen bukti pemilikan tanah yang kuat, dan juga belum memiliki Sertipikat Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), 5) dari ribuan hektar tanah yang diduduki oleh PT Umas Jaya Agrotama, yang mereka bayar pajaknya hanya sekitar 700 hektar. Tim penyelesaian sengketa tanah ingin memfasilitasi penyelesaian permasalahan sengketa warga dengan PT. Umas Jaya Agrotama, maka tim mengundang perusahaan tersebut diundang sampai dua kali tapi tidak memenuhi undangan tersebut.

3). Konflik Tanah di Kabupaten Way kanan Konflik pertanahan terjadi antara PT. Inhutani V dengan 14 kampung warga Way kanan untuk

(5)

sepakat untuk menduduki kembali tanah Register 42, 44, dan 46 seluas 56.000 hektar yang kini di kuasai oleh PT. Inhutani V. Konflik timbul karena PT. Inhutani V tindak pernah mengindahkan aturan dalam penguasaan hutan Register tersebut, dan tidak berupaya untuk mengembalikan fungsi tanah register dengan melakukan penanaman pohon hutan kembali sesuai dengan kewajiban pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) tidak dipenuhinya. Hak Penguasaan Hutan telah diatur dalam Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (dahulu Undang Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan). Lahan sebagian telah berubah fungsi menjadi hutan singkong atau ubi kayu, bahkan PT Inhutani V telah melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk mengolah hutan menjadi perkebunan singkong, hal ini tentunya melanggar undang undang kehutanan, dan izin yang telah diberikan kepada perusahaan tersebut. Tuntutan masyarakat agar tanah yang dikuasai tersebut dikembalikan fungsi lahannya kepada masyarakat yang selama ini memiliki hak atas tanah tersebut sesuai dengan keputusan hasil rapat bersama 14 tokoh adat Waykanan, karena tanah itu pada zaman Belanda, lahan itu tanah adat Waykanan. Tuntutan 14 kampung warga Waykanan telah bulat untuk mengambil alih tanah register tersebut dari PT. Inhutan V. Upaya untuk menduduki tanah Register 42, 44, dan 46 oleh warga 14 kampung telah didukung oleh Keputusan Pansus (Panitia Khusus) DPRD Lampung dan DPRD Kabupaten Waykanan, secara tegas

(6)

merekomendasikan pencabutan surat keputusan PT. Inhutani V kepada Menteri Kehutanan.

Beberapa contoh kasus konflik pertanahan di Indonesia antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Masyarakat yang pernah terjadi , yaitu: (1). Konflik antara warga dengan TNI AL di Desa Alastlogo, Studi tentang fungsi konflik bagi masyarakat pasca tragedi penembakan warga Desa Alastlogo Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan (Cahyadi, 2009); (2). Perubahan sosial budaya pasca konflik lahan antara warga dengan TNI di Desa Setrojenar Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen (Umi Nurroisah, V. Indah Sri Pinasti, M.Si., dan Puji Lestari, M.Hum., 2012); (3). Upaya dalam penyelesaian konflik pertanahan, Studi Kasus Konflik Penguasaan Tanah Blang Padang Kota Banda Aceh Provinsi Aceh (Fajar, 2011); (4). dan Resolusi konflik tanah ulayat, kasus Nagari Mungo dengan Balai Peternakan Ternak Unggul (BPTU) Padang Mangatas Propinsi Sumatera Barat (Nurdin, 2006). Contoh-contoh kasus konflik pertanahan yang pernah terjadi antara TNI dengan masyarakat tersebut, menginspirasi peneliti untuk meneliti Konflik tanah TNI AL - Masyarakat di proyek pemukiman Angkatan Laut Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung.

Proyek Pemukiman Angkatan Laut merupakan proyek pemerintah untuk menjaga ketahanan wilayah juga menyediakan pemukiman bagi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dalam rangka mensejahterakan prajurit. Tumpang tindih kepemilikan tanah, karena belum optimalnya pelaksanaan administrasi

(7)

pertanahan, terjadi dalam konflik antara TNI AL dengan masyarakat di Prokimal Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil rekam jejak yang ada di Provinsi Lampung, ternyata keberadaan hak ulayat tidak dapat terindentifikasi, kemudian dianggap pemerintah daerah sebagai tanah negara.

Kronologis tanah Proyek Pemukiman TNI AL (Kimal) Lampung : a) Pada tanggal 3 Juni 1964 dikeluarkan Keputusan Deawan Negeri Agug nomor: 4/NA/1964 tentang penyerahan tanah kepada Pemerintah seluas 25.000 Hektare, yang dihibahkan kepada TNI AL, b) Pada tanggal 14 September 1974 dikeluarkan Skep Gubernur Lampung nomor : DA.10/SK/PH-74 tentang lahan 25.000 Hektare , yang 12.500 Hektare di cadangkan untuk Direktorat Jendral Transmigrasi saat itu diperuntukkan sebagai daerah pemukiman Transmigrasi Way Abung III, dan sisanya untuk Koperasi PROPAL (Proyek Produksi Pangan Angkatan Laut) 12.500 Hektare.

Penduduk Lampung yang pada saat itu masih sedikit dan jarang, pemerintah daerah propinsi lampung memberikan hibah lahan tanah kosong diantaranya berupa hutan kepada TNI AL untuk dipergunakan, diolah, dan dijadikan Pemukiman dan Puslatpur (Pusat Latihan Tempur) sehingga daerah tersebut di harapkan menjadi penyangga hasil pertanian Kabupaten Lampung Utara. TNI AL berupaya melengkapi fasilitas lebih baik dalam semua aspek bagi warga pemukimnya, karena lokasi yang jauh dari perkampungan warga lokal (mereka menyebut kelompoknya masyarakat adat) yang pada saat itu mayoritas masih di bawah garis kemiskinan. Yang dimaksud dibawah garis kemiskinan di sini adalah menurut Badan Pusat Statistik Nasional adalah garis kemiskinan

(8)

dari besarnya rupiah yang dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang setara dengan 2100 kalori per kapita per bulan, ditambah kebutuhan pokok lain seperti sandang, pangan, papan, dan pendidikan.

. Adapun kriteria yang digunakan dalam pendataan rumah tangga miskin oleh BPS sebagai dasar penetapan sasaran program pemerintah sebagai berikut :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa plester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindungi/ sungai/ air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0.5 ha, pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) per bulan.

11. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya SD.

(9)

12. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.500.000.-(lima ratus ribu rupiah), seperti: Sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.

Ke 12 indikator itu, adalah ciri-ciri kemiskinan pada satu rumah tangga yang yang terdapat pada masyarakat di Kotabumi Lampung Utara, pada saat itu sehingga dapat di katakan kriteria keluarga miskin.

Konsep kebijakan dari awal ini berlanjut, dampaknya laju pertumbuhan ekonomi antar keduanya wilayah daerah Prokimal dan masyarakat setempat menjadi berbeda tajam. Kondisi berkontribusi pada potensi konflik, daerah eks pemukiman berubah menjadi daerah lebih maju daripada pemukiman warga, menimbulkan rasa perlakuan tidak adil bagi masyarakat lokal. Seiring berjalannya waktu, penanganan salah urus menjadi sumbangan terjadinya konflik sosial. Belum jelasnya status hukum tanah yang dikuasai TNI AL dan kinerja pemerintah daerah yang lamban menangani persoalan, memicu konflik antara TNI AL dan masyarakat disekitar pemukiman. Terdapat ± 58 bidang lahan sengketa antara TNI AL di Pemukiman Angkatan Laut (Kimal) Kabupaten Lampung Utara dengan masyarakat disekitar lokasi Pemukimal Angkatan Laut (Kimal). Ribuan hektar tanah di ± 58 bidang lahan sengketa tersebut hingga saat ini belum memiliki status hukum yang jelas.

Pada tahun 2001-an warga mengajukan pembuatan sertifikat melalui program Sertifikasi Massal Swadaya (SMS) di ± 58 bidang lahan tersebut, tetapi hingga kini sertifikat tidak diterbitkan karena masih diduduki dan dikuasai oleh Kimal. Buku sertifikat sudah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN),

(10)

Kabupaten Lampung Utara, namun masyarakat tidak dapat mengelola karena dilarang oleh pihak TNI AL yang menganggap lahan tersebut milik TNI AL.

Meskipun Pemerintah Kabupaten Lampung Utara (Lampura) telah mengambil berbagai langkah, hingga sekarang belum membuahkan hasil yang signifikan (http://lampost.co/berita/kabupaten, 5 Januari 2015). Gugatan ke pengadilan hingga sekarang belum dilakukan, kemungkinan karena data yang dimiliki oleh masyarakat adat masih minim, atau mungkin karena tidak adanya data dan bukti konkrit mengenai keberadaan tanah ulayat itu sendiri. Pada kenyataannya masyarakat adat tidak sepenuhnya memiliki data yang akurat tentang luas, batas, dan peta yang benar dan sesuai standar atau ketentuan.

Para tetua adat zaman dulu hanya mengandalkan tanda alam untuk memberi batas tanah mereka, sehingga saat ini sulit untuk pembuktian batas sebenarnya yang diakui oleh masyarakat adat. Kekurangan data ini menjadi penyebab utama kesulitan masyarakat adat untuk mendapatkan kembali hak ulayat mereka, penentuan tidak mudah dilakukan karena batas-batas wilayah lebih sering berupa alam. Sampai saat ini masih terjadi konflik TNI dengan Masyarakat, namun tidak sampai bentrok fisik, karena masyarakat memiliki rasa takut terhadap fihak TNI AL. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, sejak tahun 2011 proyek pemukiman diberhentikan fihak TNI AL, pengiriman personel ke daerah pemukiman yang sedang konflik sementara tidak dilakukan.

1.2. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

(11)

1.1. Bagaimana konflik tanah TNI AL dan Masyarakat dalam Pembangunan Pemukiman TNI AL di Prokimal Kabupaten Lampung Utara?

1.2. Bagaimana implikasi konflik tanah TNI AL dan Masyarakat terhadap Ketahanan Wilayah Prokimal Kabupaten Lampung Utara?

1.3. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dengan judul “ Konflik Tanah TNI AL - Masyarakat dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah” (Studi tentang Proyek Pemukiman Angkatan Laut Kabupaten Lampung Utara, Propinsi Lampung), bukan merupakan pengulangan penelitian terdahulu. Orisinalitas penelitian ini dapat dilihat dari beberapa alasan, misalnya keaslian topik dan keaslian pembahasan. Sepengetahuan peneliti , penelitian ini belum pernah dilakukan, sehingga dijamin keasliannya.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang hampir serupa, tetapi dalam penelitian-penelitian tersebut terdapat perbedaan-perbedaan yang menonjol terhadap penelitian ini, antara lain seperti tercantum dalam beberapa penelitian sesuai tabel berikut ini:

(12)

Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu

NO NAMA

PENELITI JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN

1. Norman Cahyadi “ Konflik antara warga dengan TNI AL di desa Alastlogo” (Studi Tentang Fungsi Konflik Bagi Masyarakat Pasca Tragedi Penembakan Warga Desa Alastlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan).

Pasca tragedi penembakan, terdapat empat fungsi yang ditemukan peneliti. Pertama, demonstrasi pemboikotan jalan raya sebagai wujud aksi protes warga. Kedua, meningkatnya kapasitas masyarakat dalam usaha penyelesaian konflik. Ketiga, ada tindak lanjut proses penyelesaian konflik secara hukum. Keempat, hilangnya Kekerasan TNI AL terhadap warga.

2. Umi Nurroisah (10413244010), V. Indah Sri Pinasti, M.Si., dan Puji Lestari,

“ Perubahan Sosial Budaya Pasca konflik lahan antara Warga dengan TNI di desa Setrojenar Kecamatan Bulus pesantren Kabupaten Kebumen”.

Konflik lahan antara warga sipil desa Setrojenar dengan TNI mengakibatkan perubahan sosial budaya masyarakat Setrojenar: perubahan sosial yaitu, pandangan masyarakat tentang pendidikan dan renggangnya interaksi yang terjalin antara warga sipil dengan TNI, sedangkan interaksi dan solidaritas diantara warga sipil semakin baik, sedangkan perubahan budaya yaitu, berubahnya mata pencaharian, alat dan teknologi pertanian, organisasi sosial dan kesenian.

(13)

NO NAMA

PENELITI JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN

3. Farhan Fajar “Upaya dalam penyelesaian Konflik Pertanahan” (Studi kasus konflik penguasaan tanah Blang Padang Kota Banda Aceh Provinsi Aceh).

Konflik terjadi antara Kodam Iskandar Muda TNIAD dan Pemerintah Aceh, berawal karena adanya saling klaim kepemilikan tanah. Penyebab konflik adalah ketidaktertiban administrasi pertanahan, pengelolaan atas tanah-terlantar, dan kelengkapan data menyan kut risalah/sejarah tanah. Upaya penyelesaian berupa mediasi inisiatif dari para aktor konflik mengalami kebuntuan karena masing-masing pihak tidak konsisten, selain itu adanya ketidakjelasan dari pihak BPN sebagai penengah dalam mengatasi konflik Tanah Blang Padang.

4. Alidinar Nurdin “Resolusi konflik tanah ulayat kasus nagari Mungo dengan Balai Peternakan Ternak Unggul “ (BPTU) Padang Mangatas, Propinsi Sumatera Barat. Komitmen masyarakat hukum adat Sumatera Barat terhadap eksistensi tanah ulayat masih cukup kuat. Konflik tanah dalam konteks kepemilikan tanah ulayat, status tanah ulayat, dan batas antarnagari bertetangga, tidak dapat dilepaskan dari komitmen masyarakat hukum adat terhadap eksistensi tanah ulayat yang masih belum tergoyahkan.

(14)

1.4. Tujuan Penelitian

Ketahanan wilayah berarti kondisi wilayah untuk menghadapi segala bentuk Ancaman Gangguan Hambatan dan Tantangan (AGHT) yang datang baik dari luar maupun dalam negeri dalam rangka terselenggaranya kesinambungan pembangunan nasional menuju tercapainya tujuan nasional. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui implikasi adanya Prokimal di Kabupaten Lampung Utara.

Secara rinci penelitian ini bertujuan :

1.1 Mengetahui konflik tanah TNI AL dan Masyarakat dalam pembangunan permukiman proyek TNI AL.

1.2 Mengetahui implikasi konflik tanah TNI AL dan Masyarakat terhadap ketahanan wilayah di Kabupaten Lampung Utara.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian Konflik Tanah TNI AL dan Masyarakat dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan mengenai Prokimal, manfaat Prokimal terhadap ketahanan wilayah, pengelolaan wilayah dengan adanya Prokimal serta implikasinya terhadap nilai ketahanan wilayah dengan ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Adanya penelitian ini akan menambah wawasan masyarakat tentang keberadaan Prokimal di Kabupaten Lampung Utara. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi yang layak, sebagai sumbangan pemikiran akademis khususnya pada bidang ketahanan wilayah yang semakin berkembang.

(15)

1.6 Sistematika Penulisan

Sebagai pertanggungjawaban, maka pelaporan tesis ini disusun dan dipaparkan dalam 6 (enam) bab sebagai berikut:

Bab I PENGANTAR

Pendahuluan yang berisi uraian mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian kemudian diikuti dengan Rumusan Masalah yang menjadi Isu sentral Pengkajian tesis ini. Tujuan dan Kegunaan dari penelitian yang dilakukan, dan Sistematika Penulisan. Bab II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Sebagai Dasar Kerangka Pemikiran yang yang mendiskripsikan pengertian, Jenis-jenis dan Prinsip Dasar, Media Komunikasi dan Saluran Komunikasi, Hubungan Masyarakat dan Teori Profesionalisme akan digunakan dalam penelitian ini.

Bab III METODE PENELITIAN

Diuraikan Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini berisi uraian tentang Sampel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pengolahan Data,Metode Analisis Data, Metode Penyajian Data, Teknik Analisis Data dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data yang digunakan.

(16)

Bab.IV KONFLIK TANAH ANTARA TNI AL DAN MASYARAKAT

Pembahasan dan Hasil Analisis terhadap Konflik Tanah, dan memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti, maka dalam bab IV ini dibagi menjadi 3 (tiga) sub bab, yaitu : Pembangunan Prokimal di Kabupaten Lampung Utara, Bukti Kepemilikan Lahan TNI AL dan Sengketa Kepemilikan Lahan TNI AL dan Masyarakat.

Bab V IMPLIKASI KONFLIK TANAH TNI AL DAN MASYARAKAT TERHADAP KETAHANAN WILAYAH DI LAMPUNG UTARA

Pembahasan dibagi menjadi 4 (empat) sub bab, yaitu: Aksi warga atas penyerobotan warga, Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara, Usaha Penyelesaian Konflik Tanah di Prokimal Lampung Utara dan Implikasi Konflik Terhadap Ketahanan Wilayah di Kabupaten Lampung Utara.

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.

Penutup yang berisi Kesimpulan dari Hasil Pembahasan dan Analisis Masalah dalam penelitian ini. Berdasarkan kesimpulan itu direkomendasikan sebagai alternatif Pemecahan Masalah yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Panitia memutuskan nama-nama di bawah ini clinyatakan lulus seleksi Beasiswa Bidikmisi STAIN Kudus Tahun 2076, sebagaimana terlarnpir.. Selanjutnya n:una-nama terlampir

industrijski ž ivot radnika bio u rukama njihovih predradnika.. Ona je stajala pored radnica i vrednovala kvalitetu “svako g artikla”. Sto g a je odnos s njima trebao biti

• With Single Sign On (SSO), once a subject is authenticated, it can roam the network freely and access resource and services without further authenticating challenges. •

Media is tool that used to make effective communication and interaction between teacher and student in teaching and learning process at school. Media is

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua atau

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat delapan tupoksi dari 10 tupoksi TN yang penjabaran pelaksanaannya berupa pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan

Hot Rolled Asphalt (HRA) - merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu,

Pengelolaan risiko kredit dalam Bank juga dilakukan dengan melakukan proses analisa kredit atas potensi risiko yang timbul melalui proses Compliant Internal