• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Salah satu masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini adalah masih besarnya jumlah penduduk miskin dan tingginya tingkat pengangguran. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2010 adalah 31,02 juta atau 13,33%. Sementara itu dari jumlah angkatan kerja yang mencapai 119,4 juta, jumlah penganggur mencapai 8,32 juta (6,97%) dan tingkat pengangguran terbuka mencapai 7,14% (Berita Resmi Statistik, No.33/05/Th.XIV, 5 Mei 2011).

Berdasarkan survei yang sama, data penduduk Jawa Barat yang berada di bawah garis kemiskinan adalah 4,77 juta atau 11,27% dengan tingkat pengangguran terbuka mencapai 1, 95 juta atau 10,33%, jauh lebih tinggi di banding tingkat pengangguran terbuka nasional. Hal ini berhubungan erat dengan masalah kesempatan kerja, baik sebagai pegawai negeri sipil (PNS) maupun sebagai pegawai swasta, yang sangat terbatas.

Sementara itu tenaga kerja terdidik lulusan perguruan tinggi juga terjerat oleh persoalan yang sama. Jumlah penganggur berpendidikan diploma dan sarjana relatif masih sangat besar. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) jumlah penganggur

(2)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berpendidikan tinggi di Indonesia dalam lima tahun terakhir adalah seperti tercantum dalam tabel di bawah ini:

Sumber: SAKERNAS 2007,2008,2009, 2010 dan 2011.

Sementara itu, bagi lulusan perguruan tinggi yang terserap oleh dunia kerja, mayoritas di antara mereka bekerja sebagai karyawan dan hanya sedikit sekali yang terjun berwirausaha. Majalah TEMPO edisi 20-26 Agustus 2007, mengungkapkan bahwa pada tahun 2006 dari seluruh lulusan perguruan tinggi yang terserap dunia kerja, sebanyak 83,1% dari mereka bekerja sebagai karyawan, sedangkan yang berwirausaha hanya 5,8%. Data ini menunjukkan bahwa wirausaha belum menjadi tujuan dan cita-cita lulusan perguruan tinggi kita, dan

(3)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

hal ini juga mencerminkan intensi untuk menjadi wirausaha dari para mahasiswa kita masih sangat rendah.

Kementerian Pendidikan Nasional mencatat bahwa pada tahun 2010, di Indonesia tercatat ada sekitar 14 juta orang lulusan perguruan tinggi dengan aneka jenjang, dan dari jumlah tersebut sedikitnya 2 juta orang (14,28%) menjadi penganggur (Kompas, 27 September 2010).

Mengomentari hal tersebut Razali Ritonga (Kompas, 27 September 2010) menyatakan bahwa gelombang penganggur ini merupakan potensi yang hilang (potential loss) bagi produktivitas bangsa. Jika diperkirakan mereka mendapatkan upah minimum Rp 1 juta per bulan bila bekerja, maka potensi yang hilang itu mencapai Rp 24 trilyun per tahun. Bahkan, potensi yang hilang itu bertambah besar jika dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam menyelenggarakan perguruan tinggi.

Menurut beberapa analisis, baik dari para akademisi maupun dari praktisi, kondisi seperti ini terjadi karena rendahnya mentalitas kewirausahaan (entrepreneurship) lulusan perguruan tinggi kita (Ciputra, 2007; Alma, 2006; Wijatno,2009; Hermawan,2003; Astamoen, 2005). Mereka memiliki pola pikir pencari kerja (job seeker) dan bukan pencipta kerja (job creator). Hal ini sejalan dengan temuan Hermawan (2003:16) yang menyatakan bahwa permasalahan utama lulusan pendidikan kita adalah kemandirian. Pendidikan hanya menghasilkan sumberdaya manusia yang bersemangat ambtenaar (karyawan).

(4)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Output-nya diarahkan untuk menjadi pegawai atau bekerja untuk orang lain dan

mendapatkan upah. Inilah inti masalah yang menyebabkan kemiskinan dan keterbelakangan bangsa Indonesia. Jumlah wirausahawan di Indonesia masih sangat sedikit dan tentu saja masih sangat jauh dari kebutuhan.

Data pada tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan hanya sekitar 400.000-an atau 0,18% yang benar-benar berprofesi sebagai wirausahawan (Astamoen, 2005:9). Padahal menurut David McClelland (1961) suatu negara hanya akan mencapai tingkat kemakmuran apabila jumlah wirausahawannya paling sedikit 2% dari total jumlah penduduknya.

Di negara maju, pertumbuhan wirausaha membawa peningkatan ekonomi yang luar biasa. Tahun 1980-an di Amerika Serikat lahir 20 juta wirausahawan baru yang mampu menciptakan lapangan kerja baru. Mereka merupakan faktor penting dalam mendorong ekonomi AS tumbuh sangat pesat (Alma, 2006:5). Keberhasilan pembangunan yang dicapai Jepang juga disponsori oleh wirausahawan. Sebanyak 2% penduduk Jepang adalah wirausahawan skala sedang, sementara 20% penduduknya merupakan wirausahawan skala kecil. Inilah kunci keberhasilan pembangunan Jepang . Sementara Singapura memiliki 4% dari total jumlah penduduknya (Kompas, 9 April 2010).

Peranan kewirausahaan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara terlihat dari beberapa temuan empirik. Studi Reynolds (1999) menemukan bahwa kewirausahaan memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi pada

(5)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

negara-negara bagian di AS periode tahun 1980-1992. Audretsch dan Fritsch (1996) mencatat bahwa munculnya wirausaha-wirausaha baru mampu memimpin pertumbuhan ekonomi Jerman tahun 1990-an. Foelster (dalam Carree & Thurik, 2002) melaporkan bahwa munculnya usaha-usaha kecil memiliki kontribusi besar atas penyerapan tenaga kerja di Swedia pada kurun waktu 1976-1995. Hart dan Hanvey (dalam Carree & Thurik, 2002) mencatat hal yang sama di Inggris pada tahun 1980-an. Sementara Carree dan Thurik (1998) menemukan bahwa usaha-usaha kecil industri manufaktur memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan industri di negara-negara Eropa pada tahun 1990-an.

Hubungan antara kewirausahaan dengan pertumbuhan ekonomi digambarkan dengan baik oleh Wennekers dan Thurik yang dikutip oleh Carree dan Thurik (2002:21) sebagai berikut: Level of analysis Conditions for entrepreuneurship Crucial elements of entreupreuneurships Impact of entreupreuneurship Macro level Individual level firm level Psychological endowments Culture institutions Business culture incentives Culture institutions Attitudes skill ACTIONS start-up

entry info news markets

innovations variety compettition selection Self-realization personal wealth Firm performance Competitiveness Economic growth

(6)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sumber: Wennekers dan Thurik dalam Carree dan Thurik (2002:21)

Gambar 1.1.

Hubungan antara Kewirausahaan dengan Pertumbuhan Ekonomi

Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya menumbuhkembangkan kewirausahaan di Indonesia. Rendahnya minat para lulusan perguruan tinggi di Indonesia untuk menjadi pewirausaha merupakan masalah besar yang harus segera ditemukan jalan keluarnya.

Pada tataran kebijakan, upaya untuk mengatasi masalah ini telah banyak dilakukan. Pada tahun 1995 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudidayakan Kewirausahaan (GN-MMK). Namun kenyataannya gerakan ini gagal karena memiliki kelemahan konsep yang mendasar, tidak menjangkau akar masalah, dan dukungan dari pemerintah pusat sangat rendah (Syamsuri, 2002:8).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah mengembangkan berbagai kebijakan dan program dalam upaya untuk merangsang dan menumbuhkan intensi kewirausahaan mahasiswa. Program-program tersebut ada yang masuk dalam kurikulum seperti Kuliah Kewirausahaan (KWU), namun ada juga yang didesain sebagai program ekstra-kurikuler seperti: Magang Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), Wira Usaha Baru

(7)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

(WUB), Inkubator Usaha Baru (INWUB), Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK), Wira Usaha Mandiri (WUM), dan Program Hibah Kompetisi (PHK) dalam bentuk pemberian modal awal bagi mahasiswa untuk belajar memulai usaha baru. Semua program tersebut dirancang sedemikian rupa sebagai tahapan-tahapan yang saling terkait yang pada akhirnya diharapkan akan melahirkan seorang pewirausaha baru yang handal. Keterkaitan program-program tersebut dapat digambarkan dalam bagan alur di bawah ini:

(Sumber: Panduan Pengelolaan Program Hibah DP2M Ditjen Dikti – Edisi VII hal. 224).

Gambar 1.2.

Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan di Perguruan Tinggi

Magang Kewirausahaan (MKU) Kuliah Kerja Usaha (KKU) Kuliah Kewira-usahaan (KWU) Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) Wira Usaha Baru (WUB) Wira Usaha Mandiri Inkubator Wira Usaha Baru (INWUB) Konsultan bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK)

(8)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Perguruan tinggi dengan otonomi yang sangat luas sekarang ini juga memiliki ruang yang sangat terbuka untuk melakukan berbagai program pengembangan kewirausahaan mahasiswa. Beberapa perguruan tinggi terkemuka di tanah air telah memiliki lembaga khusus yang bertugas menangani pengembangan kewirausahaan mahasiswa.

Namun pada kenyataannya program-program tersebut belum sepenuhnya berjalan di lapangan, sehingga secara keseluruhan dampak dari berbagai kebijakan tersebut masih belum sesuai dengan harapan. Data yang ada menunjukkan bahwa alumni perguruan tinggi yang menjadi pewirausaha masih sangat rendah. Kondisi seperti ini apabila tidak segera ditangani, bisa menyebabkan masalah sosial ekonomi yang serius. Mengingat kesempatan kerja yang sangat terbatas, maka maka lulusan perguruan tinggi di Indonesia akan menjadi sarjana-sarjana penganggur yang setiap tahun makin meningkat jumlahnya. Pengangguran tenaga kerja terdidik ini, di samping merupakan pemborosan yang luar biasa karena telah menghabiskan biaya pendidikan yang sangat besar, juga sangat berpotensi menimbulkan masalah sosial-politik yang serius. Sementara itu, secara makro, fenomena ini dapat menyebabkan kemandirian ekonomi bangsa ini menjadi semakin lemah yang pada akhirnya akan menyebabkan kedudukan dan daya saing bangsa ini menjadi semakin rendah dibanding bangsa-bangsa lain di dunia. Karena itu upaya untuk menumbuhkan intensi kewirausahaan pada kalangan mahasiswa merupakan masalah penting yang mendesak untuk segera dilakukan.

(9)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pada tataran akademis, penelitian-penelitian tentang kewirausahaan telah banyak dilakukan para ahli. Beberapa penelitian yang secara khusus dilakukan terhadap mahasiswa menemukan bahwa intensi berwirausaha para mahasiswa merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha masa depan (Gorman, et al; 1997; Kourilsky dan Walstad, 1998). Dengan demikian maka penelitian tentang intensi kewirausahaan pada mahasiswa Indonesia menjadi sesuatu yang sangat relevan untuk dilakukan.

Secara umum penelitian-penelitian tentang kewirausahaan yang telah dilakukan menemukan bahwa seseorang menjadi wirausahawan karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: karakteristik kepribadian, karakteristik demografis, dan karakteristik lingkungan. Beberapa peneliti menemukan bahwa faktor kepribadian seperti kebutuhan akan prestasi (McClelland, 1961; Sengupta dan Debnath, 1994) dan efikasi diri (Gilles dan Rea, 1999) merupakan sifat-sifat yang melekat pada seorang wirausahawan sehingga bisa menjadi variabel signifikan untuk mendeteksi intensi kewirausahaan. Faktor demografi, seperti umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja seseorang diperhitungkan sebagai faktor-faktor yang menentukan intensi kewirausahaan seseorang (Sinha, 1996). Sementara itu Kristiansen (2001) menyebut faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional, serta faktor budaya dapat mempengaruhi minat seseorang untuk berwirausaha.

(10)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Akan tetapi pendekatan tersebut melahirkan berbagai kritik. Reynolds (1997) misalnya menyatakan bahwa kapasitas prediktif pendekatan tersebut sangat terbatas, karena pada umumnya yang menjadi objek penelitian adalah para wirausahawan yang sudah jadi dan bukan calon wirausahawan. Sementara itu ahli yang lain menyatakan bahwa dari sudut pandang teoritis pendekatan tersebut memiliki kelemahan metodologis dan konseptual serta kemampuan untuk menjelaskan (explanatory capacity) yang rendah (Gartner, 1989; Robinson et al., 1991; Krueger et al., 2000; Linan et al., 2002).

Beranjak dari pemikiran itu maka pada dekade terakhir ini muncul perspektif lain yang mencoba menganalisis intensi kewirausahaan melalui pendekatan yang berbeda. Perspektif ini menyatakan bahwa keputusan untuk menjadi wirausaha merupakan keputusan sadar yang diambil seseorang secara sukarela (Krueger et al 2000), maka menjadi sangat beralasan bila menganalisis bagaimana keputusan itu diambil. Menurut perspektif ini intensi kewirausahaan merupakan unsur awal dan menentukan bagi perilaku kewirausahaan (Ajzen, 1991; Fayolle dan Gailly, 2004; Kolvereid, 1996). Sementara itu intensi untuk melakukan perilaku tertentu akan tergantung kepada sikap orang itu terhadap perilaku tersebut (Ajzen, 1991). Sikap yang lebih menyukai akan lebih meningkatkan intensi untuk melaksanakan hal tersebut. Dalam hal ini, menurut mereka, pendekatan sikap lebih baik digunakan dibandingkan dengan pendekatan kepribadian maupun pendekatan demografi (Robinson et al., 1991; Krueger et al., 2000), karena sikap dipandang lebih

(11)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mampu mengukur sampai di mana seorang individu dapat mengevaluasi sesuatu secara positif atau negatif (Ajzen, 1991; Linan et al., 2002). Kemudian, karena sikap seseorang terhadap sesuatu akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuannya tentang hal tersebut (Ajzen, 1991; Linan, 2004), maka terlihat adanya hubungan kausalitas antara pengetahuan, sikap, dan intensi seseorang terhadap sesuatu. Selain faktor-faktor di atas, intensi seseorang akan suatu hal juga dipengaruhi oleh kesadaran dan keyakinan bahwa ia akan mampu melaksanakannya atau mewujudkannya (efikasi diri) serta didukung oleh lingkungan sosial yang kondusif (Linan, 2004).

Perspektif di atas menunjukkan bahwa peranan pendidikan kewirausahaan yang secara sadar dirancang untuk menumbuhkan intensi anak didik menjadi wirausahawan merupakan prediktor signifikan untuk mendeteksi intensi kewirausahaan seseorang. Intensi untuk melakukan sesuatu tumbuh didasari oleh sikap orang tersebut terhadap perilaku tersebut. Sementara itu sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuannya tentang hal tersebut dan keyakinannya akan kemampuannya untuk berhasil. Di sini faktor pendidikan menemukan artinya. Pengetahuan, sikap, dan efikasi diri merupakan produk suatu proses pembelajaran yang efektif. Jadi masalahnya adalah bukan ada atau tidaknya pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi mahasiswa untuk menjadi wirausahawan, melainkan apakah pendidikan kewirausahaan yang dilakukan oleh

(12)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

perguruan tinggi di Indonesia telah menjalankan suatu proses pembelajaran yang efektif atau belum.

Masalah efektivitas pembelajaran merupakan inti dari masalah kualitas pendidikan yang menjadi keprihatinan banyak kalangan di tanah air dewasa ini. Hal ini berkenaan dengan kompetensi dosen, ketersediaan sarana dan sumber pembelajaran, faktor-faktor psikologis mahasiswa, serta lingkungan pembelajaran yang kondusif termasuk dukungan manajemen. Dalam melihat aspek pembelajaran kewirausahaan pada mahasiswa ini, setelah melakukan kajian kepustakaan, penulis berpendapat bahwa pendekatan yang paling tepat adalah pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Learning).

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar mengajar yang membantu guru/dosen mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa/mahasiswa dan mendorong mereka membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata (Bern dan Erickson, 2001:2). Menurut hemat penulis, pendekatan pembelajaran ini sangat tepat untuk digunakan dalam pendidikan kewirausahaan, karena tujuan dari pendidikan kewirausahaan adalah membangkitkan intensi untuk mengaplikasikan pengetahuan tentang kewirausahaan yang diperolehnya di bangku kuliah dalam kehidupan nyata yang mereka hadapi. Melalui pembelajaran kontekstual, para mahasiswa diharapkan mampu melihat hubungan penuh makna

(13)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

antara ide-ide abstrak tentang kewirausahaan dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata.

Berdasarkan perspektif itulah Linan (2004) membangun modelnya yang kemudian dinamakan “Entrepreneurial Intention-based Models”. Model ini dirancang untuk mendeteksi intensi kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan pendidikan. Model ini merupakan gabungan dan modifikasi dari dua teori yang relatif telah mapan, yaitu Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikemukakan oleh Icek Ajzen (1991) dan Theory of Entrepreneurial Event (TEE) yang disampaikan Shapero & Sokol (1982). TPB adalah suatu teori yang didesain untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku manusia dalam kasus khusus. Teori ini memosisikan keinginan berperilaku (intention) sebagai penentu utama dari sebuah perilaku (behavior). Keinginan berperilaku dipengaruhi oleh tiga pertimbangan yaitu: 1) sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior), 2) norma subyektif (subjective norms), dan 3) keyakinan akan pengendalian perilaku (perceived behavioral controll). Sementara TEE, merupakan teori yang menyatakan bahwa pembentukan perilaku kewirausahaan merupakan interaksi dari faktor-faktor kontekstual yang dapat terlihat melalui pengaruhnya terhadap persepsi individual. Menurut teori ini pertimbangan seseorang untuk menjadi seorang entrepreneur merupakan reaksi terhadap kejadian eksternal, kejadian yang dapat terjadi setelahnya (Peterman & Kennedy, 2003). Reaksi orang terhadap kejadian eksternal akan tergantung kepada persepsinya akan alternatif

(14)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang tersedia. Menurut Shapero dan Sokol (1982) terdapat dua jenis dasar dari persepsi dalam memandang kewirausahaan, yaitu: 1) Perceived desirability, mengacu pada tingkat ketertarikan seseorang terhadap suatu perilaku (untuk menjadi seorang wirausahawan), dan 2) Perceived feasibility, yaitu suatu tingkat perasaan seseorang yang menganggap dirinya secara personal mampu melakukan suatu perilaku. Berdasarkan pada dua teori ini, Linan (2004) menyimpulkan bahwa intensi kewirausahaan mahasiswa dipengaruhi secara langsung oleh sikapnya terhadap kewirausahaan, persepsi tentang norma-norma sosial yang diyakininya, dan efikasi dirinya. Ketiga hal ini terbentuk berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya tentang kewirausahaan yang merupakan hasil dari suatu proses pembelajaran yang didesain oleh dosen.

Menurut hemat penulis, model ini dengan tambahan pengukuran efektivitas pembelajaran sebagai antesenden variabel, bisa menjadi salah satu pendekatan yang bisa melengkapi pendekatan-pendekatan sebelumnya dalam upaya kita mendeteksi intensi kewirausahaan di kalangan mahasiswa di Indonesia. Beranjak dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa walaupun telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan para peneliti dalam menumbuhkan intensi kewirausahaan pada kalangan mahasiswa, intensi kewirausahaan mahasiswa Indonesia dewasa ini masih belum sesuai dengan harapan. Kenyataan ini memerlukan pengkajian secara mendalam mengenai faktor-faktor apa yang sebenarnya mempengaruhinya. Sehingga dengan demikian

(15)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kita bisa memberikan informasi yang cukup berharga kepada pihak perguruan tinggi untuk mengembangkan suatu model pembelajaran kewirausahaan yang efektif. Dalam hal ini, menurut hemat penulis, “Entrepreneurial Intention-based

Models” yang dikembangkan oleh Linan, dengan beberapa tambahan, sangat

relevan untuk dijadikan model penelitian dalam rangka menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intensi kewirausahaan mahasiswa. Dalam konteks inilah penelitian ini dilakukan.

Wilayah Cirebon merupakan salah satu wilayah pertumbuhan di Jawa Barat. Wilayah ini terdiri dari 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu: Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, dan Kota Cirebon. Pada wilayah yang sedang tumbuh ini muncul berbagai perguruan tinggi, baik negeri dan swasta. Data terakhir, menunjukkan bahwa di wilayah Cirebon ini terdapat 51 buah perguruan tinggi yang bila merujuk pada klasifikasi perguruan tinggi dari Linan (2004) termasuk perguruan tinggi yang berlokasi di kota kecil sehingga dapat dikatakan termasuk kategori perguruan tinggi “peripheral”. Penelusuran terhadap kurikulum yang diterapkan pada perguruan tinggi tersebut memperlihatkan bahwa mereka sudah menerapkan mata kuliah kewirausahaan pada beberapa program studinya. Namun efektivitas pembelajaran kewirausahaan yang dilaksanakan perlu dipertanyakan, mengingat data penelusururan lulusan pada beberapa perguruan tingginya menunjukkan angka jumlah lulusan yang menjadi pewirausaha hanya sekitar 3,4% saja. Faktor

(16)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

inilah yang menjadi pertimbangan penulis untuk menetapkan wilayah ini sebagai objek kajian dalam penelitian ini.

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Penelitian ini ingin mengkaji masalah intensi kewirausahaan di kalangan mahasiswa. Fakta yang ada menunjukkan bahwa para mahasiswa Indonesia cenderung tidak berminat untuk menjadi wirausahawan. Setelah lulus, mereka cenderung lebih tertarik untuk mencari pekerjaan pada institusi-institusi yang sudah mapan, ketimbang merintis suatu usaha baru. Gejala ini sangat memprihatinkan, karena dengan terbatasnya kesempatan kerja yang ada, maka pengangguran tenaga kerja terdidik semakin hari akan semakin besar. Hal ini, pada gilirannya, akan menjadi sumber bagi terjadinya masalah-masalah sosial, ekonomi, dan bahkan politik yang serius.

Dalam menganalisis gejala tersebut, pendekatan budaya melihat bahwa hal itu terjadi karena mayoritas generasi muda Indonesia tidak dibesarkan dalam budaya wirausaha. Mereka lahir di lingkungan pekerja, petani, nelayan, dan pegawai negeri sehingga tidak heran bila kemudian mereka memiliki pola pikir (mindset) pencari kerja dan bukan pencipta kerja.

Pendekatan psikologis melihat bahwa hal tersebut terjadi karena lemahnya mentalitas dan kepribadian kalangan generasi muda Indonesia seperti keinginan untuk berprestasi, keberanian untuk mengambil resiko, keuletan, daya juang,

(17)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kepercayaan pada kemampuan diri sendiri, kreativitas, inovasi, dan lain sebagainya.

Sementara itu pendekatan pendidikan melihat bahwa kondisi tersebut terjadi karena lemahnya pendidikan kewirausahaan pada sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia. Baik dilihat dari aspek kurikulum, pengajar, proses pembelajaran, sarana pembelajaran, sumber-sumber pembelajaran, maupun evaluasinya, pelaksanaan pendidikan kewirausahaan pada sekolah dan perguruan tinggi di sini masih memiliki masalah-masalah yang cukup mendasar.

Penulis berpendapat bahwa pendekatan pendidikan merupakan pendekatan yang paling tepat untuk mendekati masalah ini karena melalui pendidikan yang tepat mentalitas dan kepribadian wirausaha (pendekatan psikologis) bisa dibangun dan melalui pendidikan yang bermakna perubahan budaya (pendekatan budaya) bisa terlaksana. Selain itu, penulis melihat relevansi pendekatan ini dalam menganalisis intensi kewirausahaan karena beberapa alasan yang diuraikan di bawah ini.

Menurut teori tentang perilaku, diakui bahwa perilaku seseorang sangat ditentukan oleh intensi (intention) orang tersebut terhadap perilaku tersebut (Ajzen, 1991). Sementara itu intensi untuk berperilaku akan tergantung kepada sikap orang itu terhadap perilaku tersebut (attitude toward the behavior). Dan sikap seseorang terhadap sesuatu akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuannya

(18)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

maka pembelajaran kewirausahaan menjadi sesuatu yang penting dalam membentuk intensi kewirausahaan, mengingat pengetahuan dan sikap terbentuk terutama oleh proses pendidikan yang mereka alami dan rasakan. Pola pikir yang dibangun oleh teori ini menjadi landasan utama paradigma penelitian yang hendak penulis lakukan.

Dalam upaya untuk mengukur pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi kewirausahaan para mahasiswa ini penulis menggunakan sebuah model yang dikemukakan oleh Linan (2004) yang kemudian dikenal sebagai

“Entrepreneurial Intention-based Models”. Model ini menyatakan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap intensi kewirausahaan adalah pengetahuannya tentang kewirausahaan (entrepreneurial knowledge), sikapnya terhadap kewirausahaan (attitude toward entrepreneurship), persepsinya tentang norma-norma sosial yang dirasakan (perceived social norms), dan efikasi diri yaitu keyakinan akan kemampuan untuk mewujudkan harapan tersebut (self

efficacy). Dalam perspektif model ini, pengetahuan, sikap, norma sosial yang

dirasakan, dan efikasi diri merupakan out put dari suatu proses pembelajaran kewirausahaan yang mereka alami. Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kompetensi dosen yang mengajarnya, faktor psikologis para mahasiswanya, dan interaksi pembelajaran yang dirasakannya (Makmun, 2001). Dengan demikian, teridentifikasi ada 8 (delapan) variabel penelitian yang harus diobservasi dalam penelitian ini, yaitu komptensi dosen, faktor-faktor psikologis mahasiswa,

(19)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pembelajaran yang dirasakan, pengetahuan kewirausahaan, sikap terhadap kewirausahaan, persepsi tentang norma sosial yang dirasakan, efikasi diri, dan intensi kewirausahaan. Menurut hemat penulis, model ini sangat relevan untuk mengkaji pengaruh pendidikan kewirausahaan di Indonesia dan belum banyak dilakukan oleh para peneliti di tanah air.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah umum dalam penelitian ini adalah “Sejauhmanakah efektivitas pembelajaran kewirausahaan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi dalam mengembangkan intensi kewirausahaan pada kalangan mahasiswa?” Berdasarkan masalah umum di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kompetensi dosen, faktor-faktor psikologis mahasiswa, dan kondisi pembelajaran yang dirasakan terhadap pengetahuan kewirausahaan mahasiswa?

2. Bagaimana pengaruh pengetahuan kewirausahaan terhadap sikap terhadap kewirausahaan pada kalangan mahasiswa?

3. Bagaimana pengaruh pengetahuan kewirausahaan terhadap persepsi tentang norma-norma sosial yang dirasakan (perceived social norms), pada kalangan mahasiswa?

4. Bagaimana pengaruh pengetahuan kewirausahaan terhadap efikasi diri untuk berwirausaha pada kalangan mahasiswa?

(20)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5. Bagaimana pengaruh pengetahuan kewirausahaan, sikap terhadap kewirausahaan, persepsi tentang norma-norma sosial yang dirasakan, dan efikasi diri terhadap intensi kewirausahaan pada kalangan mahasiswa?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitia ini secara umum bertujuan untuk menguji beberapa teori kecenderungan perilaku manusia dan peranan pendidikan dalam membentuk kecenderungan perilaku tersebut. Teori yang ingin dibuktikan antara lain adalah

“Theory of Planned Behavior” dari Icek Ajzen, dan “Theory of Entrepreneurial Event” dari Shapero dan Sokol.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pembelajaran kewirausahaan dalam mengembangkan intensi kewirausahaan mahasiswa dengan menggunakan pendekatan “Entrepreneurial Intention-based

Models”. Apabila tujuan ini dirumuskan secara operasional, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk membuktikan:

1. Pengaruh kompetensi dosen, faktor-faktor psikologis mahasiswa, kondisi pembelajaran yang dirasakan terhadap pengetahuan kewirausahaan mahasiswa.

2. Pengaruh pengetahuan kewirausahaan terhadap sikap terhadap kewirausahaan pada kalangan mahasiswa.

(21)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. Pengaruh pengetahuan kewirausahaan terhadap persepsi tentang norma-norma sosial yang dirasakan (perceived social norms) pada kalangan mahasiswa.

4. Pengaruh pengetahuan kewirausahaan terhadap efikasi diri untuk berwirausaha pada kalangan mahasiswa.

5. Pengaruh pengetahuan kewirausahaan, sikap terhadap kewirausahaan, persepsi tentang norma-norma sosial yang dirasakan, dan efikasi diri terhadap intensi kewirausahaan pada kalangan mahasiswa.

1.4. Manfaat Penelitian

Dalam upaya penanggulangan masalah kemiskinan dan pengangguran di Indonesia dewasa ini, fenomena rendahnya intensi lulusan perguruan tinggi untuk berwirausaha merupakan isu yang sangat relevan untuk diteliti dan dicari solusinya. Dalam konteks ini, maka penelitian ini diharapkan memiliki kadar kebermaknaan yang cukup tinggi. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi pengembangan pendidikan kewirausahaan yang tengah digalakkan oleh pemerintah.

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna, baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data empirik yang dapat memperkaya dan mengembangkan disiplin ilmu pendidikan, khususnya pendidikan kewirausahaan yang merupakan salah

(22)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

satu bagian dari rumpun pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Manfaat untuk pengembangan teori ini terutama berkenaan dengan:

1. Pemahaman terhadap konstruksi teoritik variabel-variabel yang mempengaruhi intensi kewirausahaan, seperti efektivitas pembelajaran yang meliputi kompetensi dosen, faktor-faktor psikologis mahasiswa, kondisi pembelajaran yang dirasakan; pengetahuan kewirausahaan; sikap terhadap kewirausahaan; persepsi tentang norma sosial yang dirasakan; dan efikasi diri.

2. Hubungan kausalitas antara variabel-variabel tersebut dengan variabel intensi kewirausahaan (entrepreneurial intention).

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perguruan tinggi, khususnya pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi dalam upaya untuk: 1. Menentukan kebijakan dan program pengembangan pendidikan

kewirausahaan bagi mahasiswa.

2. Memperkuat proses pembelajaran kewirausahaan mahasiswa sehingga bisa mencapai tujuan dengan lebih efektif.

3. Melakukan inovasi dalam praktek pembelajaran kewirausahaan di perguruan tinggi.

(23)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1.5. Struktur Organisasi Laporan Penelitian

Laporan penelitian dalam bentuk disertasi ini disusun dalam bentuk 5 (lima) bagian yang disebut bab. Bab I Pendahuluan, berisikan: 1) Latar belakang penelitian, yang menguraikan masalah pokok (core problem) penelitian, bukti-bukti empirik yang mendukung masalah penelitian, pentingnya masalah itu diteliti, dan pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut; 2) Identifikasi dan perumusan masalah, yang menguraikan telusuran variabel-variabel penelitian dan keterkaitannya satu sama lain yang kemudian dirumuskan dalam bentuk masalah penelitian; 3) Tujuan penelitian, yang menjelaskan tujuan dilakukannya penelitian yang dirumuskan secara operasional; 4) Manfaat penelitian, yang menjelaskan manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian, baik secara teoritis ntuk memperkaya teori-teori yang sudah ada maupun secara praktis dalam bentuk masukan bagi institusi perguruan tinggi dan pemerintah; dan 5) Organisasi pelaporan, yang menguraikan bagaimana pelaporan hasil penelitian diorganisasikan.

Bab II Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis, berisikan: 1) Kajian teori yang merupakan telusuran teori-teori yang berkenaan dengan variabel penelitian, dari mulai grand theory, midle theory, sampai hasil-hasil penelitian terbaru dan posisi teoritik penulis. Kajian teori ini menguraikan justifikasi teori sebagai landasan perumusan hipotesis penelitian dan penetapan indikator-indikator dari variabel penelitian; 2) Kerangka pemikiran yang menguraikan

(24)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

posisi-posisi setiap variabel penelitian dan keterkaitan antar variabel dalam bangunan teori yang dirujuk sehingga melahirkan model penelitian yang ingin dibuktikan; dan 3) Hipotesis penelitian sebagai jawaban tentatif terhadap masalah enelitian yang berasal dari teori.

Bab III Metode Penelitian, berisikan : 1) Jenis dan metode penelitian yang menguraikan tentang jenis dan metode penelitian yang digunakan serta justifikasi penggunaan metode tersebut; 2) Sumber data, populasi, dan sampel penelitian yang mengemukakan sumber data yang menjadi unit analisis penelitian ini, populasi penelitian, dan sampel penelitian meliputi ukuran sampel dan cara penentuan sampel; 3) Operasionalisasi variabel yang menguraikan konsep teoritis, konsep empirik, dan konsep operasional dari variabel-variabel penelitian yang akan diukur; 4) Alat pengumpulan data yang menjelaskan tentang instrumen penelitian yang digunakan serta pengukurannya; 5) Uji instrumen yang melaporkan hasil uji coba instrumen; serta 6) Teknik analisis data dan uji hipotesis yang menjelaskan teknik-teknik analisis data dan metode uji hipotesis yang digunakan.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisikan laporan hasil pengolahan dan analisis data, pengujian hipotesis, serta pembahasan hasil penelitian. Pada bab ini diuraikan: 1) Deskripsi hasil penelitian yang menguraikan deskripsi responden penelitian dan deskripsi variabel-variabel penelitian; 2) Konversi data ordinal menjadi interval; 3) Uji asumsi statistik yang disyaratkan; 4) Analisis verifikatif

(25)

Iskandar, 2012

Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa

: Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan ”Entrepreneurial Intention-based Models” pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

hasil penelitian dan pengujian hipotesis, meliputi analisis faktor konfirmatori dan analisis jalur; dan 5) Pembahasan hasil penelitian yang mendiskusikan temuan penelitian dengan landasan teori yang digunakan dan hasil-hasil penelitian sebelumnya.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, berisi: 1) Kesimpulan yang merupakan penafsiran dan pemaknaan terhadap temuan penelitian dan merupakan jawaban terhadap masalah penelitian; serta 2) Rekomendasi bagi institusi perguruan tinggi, pemerintah, dan penelitian lanjutan berdasarkan temuan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Persen transmisi eritema (%Te) menggambarkan jumlah sinar matahari yang diteruskan setelah mengenai tabir surya, sehingga dapat menyebabkan eritema kulit (Kulit menjadi

Judul Skripsi : STRATEGI KOMUNIKASI KOMUNITAS MOBIL FOXY SALATIGA DALAM MEMPERTAHANKAN NILAI KELOMPOK.. Nama Mahasiswa : Ella Putri Anggraeni

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kredit bermasalah di BRI KCP Kertosono serta upaya perlindungan hukum bagi debitur dalam perjanjian kredit

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil validasi oleh ahli materi, media dan bahasa serta uji coba bahwa modul elektronik pada mata pelajaran

Rata – rata mahasiswa lulusan program EAP dapat menggunakan informasi yang tersedia dari berbagai sumber informasi terbukti sekitar 53,3% responden menggunakan

Baik kami persilakan Pak Menteri untuk undur diri. Selanjutnya sudah jam 12.30 kita istirahat dulu ya, kita istirahat sampai jam berapa kita setujui? Sampai jam 13.00 cukup? Cukup

pada diagnosa keperawatan sesuai dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan intoleransi aktivitas,

Pada pengawasan awal sebelum siaran berjalan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menghubungi kembali seluruh narasumber yang diundang untuk memastikan apakah