• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Penegakan Hukum Pelaku Penyalahgunaan Senjata Api Replika

(Airsoft Gun) yang Dilakukan oleh Warga Sipil Dihubungkan dengan

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api

Jo Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Penegakan Hukum Pelaku Penyalahgunaan Senjata Api Replika (Airsoft Gun) yang Dilakukan oleh Warga Sipil Dihubungkan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12

Tahun 1951 Tentang Senjata Api Jo Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

1Juwita Eka Saputri

1Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung,

Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116 email: 1juwitaekasaputri@gmail.com

Abstrak. Airsoft gun adalah benda yang bentuk, sistem kerja dan/atau fungsinya menyerupai senjata api

yang terbuat dari bahan plastik dan/atau campuran yang dapat melontarkan Ball Bullet (BB). Seiring dengan perkembangannya banyak terjadi kasus penyalahgunaan airsoft gun. Para pelaku penyalahgunaan

airsoft gun ini dijerat sanksi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun serta mengetahui hambatan atau kendala yang ditemukan dalam penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh dan sistematis terhadap norma hukum, asas hukum, dan pengertian hukum dalam suatu hukum positif. Pendekatan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu menitik beratkan pada studi dokumen untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul berupa bahan-bahan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penegakan hukum tersebut tidak berjalan dengan baik karena disini para aparat penegak hukum hanya menganggap airsoft gun sebagai senjata api berdasarkan Perkap No. 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga. Selain itu karena airsoft gun dinilai tidak seberbahaya senjata api maka penjatuhan sanksi pidana yang ringan dianggap sudah dapat untuk menghukum pelaku penyalahgunaan airsoft gun. Kemudian di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api dengan Perkap No. 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga adalah berbeda.

Kata Kunci: senjata api replika, penyalahgunaan, airsoft gun.

Abstrak. Airsoft gun adalah benda yang bentuk, sistem kerja dan/atau fungsinya menyerupai senjata api

yang terbuat dari bahan plastik dan/atau campuran yang dapat melontarkan Ball Bullet (BB). Seiring dengan perkembangannya banyak terjadi kasus penyalahgunaan airsoft gun. Para pelaku penyalahgunaan

airsoft gun ini dijerat sanksi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun serta mengetahui hambatan atau kendala yang ditemukan dalam penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh dan sistematis terhadap norma hukum, asas hukum, dan pengertian hukum dalam suatu hukum positif. Pendekatan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu menitik beratkan pada studi dokumen untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul berupa bahan-bahan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penegakan hukum tersebut tidak berjalan dengan baik karena disini para aparat penegak hukum hanya menganggap airsoft gun sebagai senjata api berdasarkan Perkap No. 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga. Selain itu karena airsoft gun dinilai tidak seberbahaya senjata api maka penjatuhan sanksi pidana yang ringan dianggap sudah dapat untuk menghukum pelaku penyalahgunaan airsoft gun. Kemudian di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api dengan Perkap No. 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga adalah berbeda.

(2)

A. Pendahuluan

Airsoft gun adalah benda yang bentuk sistem kerja dan/atau fungsinya menyerupai senjata api yang terbuat dari bahan plastik dan/atau campuran yang dapat melontarkan Ball Bullet (BB) . Permainan airsoft gun menggunakan peluru berupa bullet atau pellet plastik kaliber 6 (enam) mm, yaitu bola-bola kecil yang ringan terbuat dari plastik padat, selain itu airsoft gun memiliki kecepatan proyektil sekitar 200-500 feet per second . Memiliki bentuk luar yang sama dengan senjata api versi militer. Airsoft gun dengan skala 1:1 dengan senjata asli, namun system kerja airsoft gun tidak sama dengan senjata api. Airsoft gun dibagi menjadi tiga jenis utama berdasarkan tenaga penggeraknya: spring (berpenggerak pegas), elektrik, dan gas. Pada jenis spring, peluru ditembakan oleh per, dan harus ditarik peloncok (dikokang) setiap sebelum menembak. Pada jenis elektrik, menggunakan motor/dinamo elektrik yang dijalankan dengan tenaga baterai. Pada jenis gas airsoft gun dioperasikan dengan menggunakan gas tekanan tinggi .

Meskipun demikian, penggunaan airsoft gun dapat dikatakan seperti pedang bermata dua karena disamping banyak hal-hal positif yang didapatkan oleh masyarakat, terdapat pula hal-hal negatif yang timbul. Dampak yang diperlihatkan dari alat permainan ini jika tidak bijak dalam memperlakukannya dapat merugikan orang lain dan pelaku hobi ini sendiri. Karena itu jika ada seseorang atau kelompok orang yang tidak mematuhi kode etik penggunaan airsoft, mereka layak untuk tidak dianggap atau dikucilkan dari lingkup dunia hobi airsoft nasional maupun internasional. Mendapatkan airsoft gun sendiri di Indonesia tidaklah susah, toko-toko penjual airsoft gun banyak ditemui di kota-kota besar contohnya di Jakarta, Palembang, Bandung dan Surabaya. Para penjual menjual berbagai jenis dan bentuk dari airsoft gun mulai dari replika handgun, revolver, shotgun dan assault rifle dengan spesifikasi yang beragam dengan harga bervariatif yang harga per unitnya tergolong mahal. Selain menjual airsoft gun para penjual juga melayani jasa servis perbaikan serta kelengkapan airsoft gun. Banyak didapati penjualan airsoft gun yang dilakukan secara online disebabkan belum tersedianya penjual airsoft gun dibeberapa daerah di Indonesia, dengan menggunakan jasa penjualan online pembelipun bisa memiliki airsoft gun dengan jasa pengiriman. Penjualan juga dilakukan oleh pemilik yang ingin menjual airsoft gun miliknya kepada orang lain maupun kepada anggota komunitas airsoft gun.

Berdasarkan uraian dan penjelasan pada latar belakang Penelitian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun? 2. Apa hambatan atau kendala yang ditemukan dalam penegakan hukum terhadap

pelaku penyalahgunaan airsoft gun? B. Landasan Teori

Senjata api memiliki beberapa pengertian yang diambil dari berbagai sudut pandang, berikut adalah beberapa pengertian dari senjata api, yaitu:

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian izin Pemakaian Senjata Api

“Yang dimaksud dengan senjata api adalah: 1. Senjata api dan bagian-bagiannya;

2. Alat penyembur api dan bagian-bagiannya;

3. Mesiu dan bagian-bagiannya seperti “patroonhulsen”, “slaghoedjes” dan lain-lainnya;

(3)

garanat tangan, bom, dan lain-lainnya.”

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api:

“Yang dimaksud dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ayat (1) dari peraturan senjata api 1936 (Stbl. 1937 Nomor 170), yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. Nomor 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata yang nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang ajaib dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat digunakan”

Pengertian senjata api pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api tersebut mengacu kepada pengertian senjata api dalam Pasal 1 ayat (1) peraturan senjata api 1936 (Stbl. 1937 Nomor 170), yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. Nomor 278), yaitu:

Maka termasuk dalam pengertian senjata api: 1. Bagian-bagian senjata api;

2. Meriam-meriam dan penyembur-penyembur api dan bagian-bagiannya;

3. Senjata-senjata tekanan udara dan senjata-senjata tekanan per, pistol-pistol penyembelih dan pistol-pistol pemberi isyarat, dan selanjutnya senjata-senjata api tiruan, seperti pistol-pistol tanda bahaya dan revolver-revolver perlombaan, pistol-pistol mati suri, dan revolver-revolver mati suri serta benda-benda lain yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau mengejutkan, demikian pula bagian-bagian senjata itu, dengan pengertian pula bagian-bagian senjata itu, dengan pengertian bahwa senjata tekanan udara, senjata-senjata tekanan per, dan senjata-senjata-senjata-senjata tiruan serta bagian-bagian senjata-senjata itu hanya dipandang sebagai senjata api, apabila dengan nyata tidak dipergunakan sebagai permainan anak-anak.”

Lebih lanjut dijabarkan dalam Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 yang menyatakan:

“Senjata Api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok angkatan

bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar angkatan bersenjata, senjata api merupakan alat khusus yang penggunanya diatur melalui ketentuan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976, yang menginstruksikan agar para menteri (pimpinan lembaga pemerintah dan non pemerintah) membantu pertahanan dan keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya”

Dengan demikian, secara tegas telah ditetapkan jika Senjata Api hanya diperuntukkan bagi angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan dalam hal ini TNI dan Polri, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar bidang pertahanan dan keamanan penggunaan Senjata Api diatur dalam Intruksi Presiden dimaksud, dalam arti Senjata Api tidak dapat dipergunakan atau dimanfaatkan secara bebas tanpa alas hak yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Lebih jauh dijelaskan dalam ordonansi Senjata Api Tahun 1939 jo Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, yang juga senjata api adalah:

1. Bagian-bagian dari senjata api

2. Meriam-meriam dan vylamen werpers (penyembur api) termasuk bagiannya 3. Senjata-senjata tekanan udara dan tekanan per dengan tanpa mengindahkan

(4)

4. Slachtpistolen (pistol penyembelih/pemotong) 5. Sein pistolen (pistol isyarat)

6. Senjata api imitasi seperti alarm pistolen (pistol tanda bahaya), start revolvers (revolver perlombaan), shijndood pistolen (pistol suar), schijndood revolvers (revolvers suar) dan benda-benda lainnya yang sejenis itu, yang dapat digunakan untuk mengancam dan menakuti, begitu pula bagian-bagiannya. Dengan demikian, yang disebut Senjata Api tidak hanya terbatas pada bentuk utuh Senjata Api, namun bagian-bagian daripadanya pun termasuk dalam definisi dan kriteria Senjata Api.

Airsoft gun adalah mainan senjata api replika yang berukuran 1:1 dengan jenis senjata aslinya. Mainan replika airsoft gun mengadopsi beragam jenis senjata-senjata yang ada di dunia, baik dari jenis pistol, revolver, submachine gun, assault rifle, sniper rifle, shotgun sampai bazooka.

Walaupun termasuk kategori mainan, airsoft gun juga mampu memuntahkan peluru plastik bulat berukuran 6mm (biasa disebut bb), baik secara satu persatu (single action), semi otomatis maupun full otomatis. Bahkan untuk jenis tertentu bias digunakan BB alumunium, besi atau tembaga.

Material inti dari airsoft gun terbuat dari Besi metal dan bahan ABS resin (seperti bahan yang digunakan pada handphone), yang dikombinasikan dengan allumunium alloy, dan zinc. Berat rata-rata jenis airsoft gun berkisar antara 70% hingga 90% dari berat senjata aslinya. Kadangkala, supaya mendekati berat senjata aslinya, pada jenis –jenis tertentu, magazine pada airsoft gun jenis pistol dibuat dengan berat yang lebih berat ketimbang magazine senjata aslinya. Digerakkan oleh hembusan udara. Pada dasarnya airsoft gun digerakkan oleh hembusan udara yang dihasilkan oleh piston yang digerakkan oleh:

1. Pengokang pada jenis spring gun (SPG)

2. Motor yang digerakkan oleh baterai pada jenis electric gun (EG: Electric Gun/ AEG: Automatic Electric Gun)

3. Hembusan gas (freon) pada jenis Gas Blowback Gun (GBB)

Hembusan udara tersebut, memutar bb bulat berukuran 6 mm dalam laras airsoft gun agar laju bb tersebut bias semakin akurat. Fasilitas ini dinamakan fasilitas Hop-Up, yang sudah diadaptasi oleh mainan airsoft gun dewasa ini.

Seperti dijelaskan pada uraian diatas, sistim gerak pada airsoft gun membaginya menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:

1. Spring Gun (SPG) – Penggerak dengan menggunakan sistim pegas/per. 2. Gas Blowback Gun (GBB) – Penggerak dengan menggunakan sistim gas, dan 3. Automatic Electric Gun (AEG) atau Electric Gun (EG) - Penggerak dengan

menggunakan sistim motor yang digerakkan oleh baterai. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada Bab III telah dikemukakan beberapa putusan pengadilan yang memutus perkara penyalahgunaan airsoft gun menggunakan sanksi pidana dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Penggunaan sanksi pidana tersebut dilakukan dalam rangka penegakan hukum. Dalam menjatuhkan putusannya, Hakim bukan tanpa alasan, ada hal-hal yang dipertimbangkan terlebih dahulu oleh Hakim, karena Hakim memutus semata-mata bukan hanya untuk kepastian hukum tetapi juga memberikan keadilan serta kemanfaatan.

Putusan-putusan pengadilan yang dikemukakan pada Bab III adalah menjatuhkan pidana kepada para Pelaku penyalahgunaan airsoft gun menggunakan

(5)

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api, namun sanksi pidana yang dijatuhkan sangat jauh dari sanksi yang telah ditetapkan undang-undang senjata api tersebut. Memang dalam undang-undang senjata api tersebut tidak ditetapkan mengenai sanksi minimum, akan tetapi dijatuhkannya sanksi yang sangat ringan dan jauh dari ancaman yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 menimbulkan sebuah pertanyaan terhadap kinera para aparat penegakan hukum dalam menegakan hukum.

Pengunaan senjata api dan bahan peledak oleh sipil saat ini sudah sangat mudah kita dengar dan kita lihat dengan banyaknya terjadi tindak pidana perusakan, pembunuhan, pencurian, atau terorisme dan lain-lain. Penggunaan senjata api dan bahan peledak tersebut sudah pasti illegal karena untuk melakukan tindak kejahatan. Militer yang memiliki tugas untuk keamanan kepada masyarakat secara sah dan wajar dapat menggunakan senjata api dan bahan peledak untuk menumpas tindakan terorisme.

Sipil dapat saja memiliki dan menggunakan senjata api atau bahan peledak, namun untuk hal-hal tertentu saja dapat menggunakannya, misalnya untuk industri, olahraga, atau keamanan pribadi para Pejabat Negara. Sedangkan militer memang wajar dan sah karena pertahanan dan keamanan memiliki dan menggunakan senjata api dan bahan peledak.

D. Kesimpulan

1. Penulis berpendapat, tidak tepat jika mengatakan bahwa Hakim telah melakukan penafsiran secara analogi antara airsoft gun dengan senjata api, yang terjadi terkait dengan hal ini adalah perubahan dalam perundang-undangan. Perubahan dalam perundang-undangan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:

“Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan, sesudah perbuatan

dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya”.

“Perubahan dalam perundang-undangan” seperti yang terdapat dalam rumusan Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut, pada dasarnya terdapat 2 teori, yaitu teori formil dan teori materil. Kemudian teori materiil tersebut terbagi menjadi teori materiil terbatas dan teori materiil tidak terbatas. Jika dikaitkan dengan penyalahgunaan airsoft gun, Penulis berpendapat bahwa dalam hal ini Hakim menerima perubahan yang telah terjadi di luar undang-undang senjata api, yaitu dengan adanya Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga. Dalam Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2012 tersebut airsoft gun digolongkan sebagai senjata api olehraga. Dengan dimasukkannya airsoft gun tersebut diterima sebagai perubahan yang terjadi dan mempunyai pengaruh apabila terjadi penyelahgunaan, maka terhadap pelaku harus diterapkan ketentuan senjata api sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Dalam hal ini berarti Hakim yang memutus perkara penyalahgunaan airsoft gun menggunakan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 menganggap airsoft gun adalah senjata api karena berdasarkan Peraturan Kapolri No 8 tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga.

(6)

2. Kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam menanggulangi kepemilikan dan penyalahgunaan aisoft gun yaitu kendala dari segi preventif berupa kurangnya pengetahuan anggota kepolisian tentang sifat, bentuk dan fungsi dari pada airsoft gun, dimana airsoft gun hanya berupa mainan atau alat olahraga. Respon masyarakat yang sudah cenderung menilai bahwa airsoft gun merupakan senjata berbahaya sehingga paradigma ini sulit untuk diubah, sulit untuk mengetahui jumlah kepemilikan airsoft gun yang beredar di kalangan masyarakat. Masyarakat kurang berperan aktif dalam memberikan aduan kepada pihak kepolisian terhadap lingkungan sekitar dimana sudah ada kegiatan yang mencurigakan dan cenderung kearah kriminal yang menggunakan airsoft gun. Dari segi represif, kendala yang dihadapi pihak kepolisian yaitu tidak adanya aturan hukum yang tepat untuk mengatur kepemilikan dan penyalahgunaan airsoft gun sehingga masih ada pihak kepolisian yang menganalogikan airsoft gun dengan senjata api. Penerapan Undang-Undang Senjata Api yang tidak tepat karena memberikan analogi terhadap airsoft gun dengan senjata api.

E. Saran

1. Pemerintah sebaiknya membuat suatu aturan atau regulasi mengenai kepemilikan dan penyalahgunaan airsoft gun sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam penerapan Undang-Undang Senjata Api. Dalam hal ini komunitas yang menggunakan airsoft gun dengan benar yaitu sebagai manusia, alat olahraga ataupun sebagai hobi, dapat menggunakan airsoft gun dengan tenang, tanpa harus resah dicurigai sebagai seorang pelaku tindak pidana.

2. Kepolisian diharapkan mengevaluasi kembali pengetahuan tentang sifat, bentuk dan fungsi dari pada airsoft gun, dimana airsoft gun hanya berupa mainan atau alat olahraga, dan juga lebih cermat dalam menyelidiki dan mengungkap sindikat peredaran dan kepemilikan airsoft gun karna masyarakat semakin mudah untuk mengakses atau memperoleh airsoft gun.

Daftar Pustaka

Adami Chanawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori

Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT Raja Grafindo, Jakarta,

2002.

Al Aspary Anshari Insan, Tindak Pidana Perpajakan, Jasa Offset, Jakarta, 2012.

Anwar Moch, Hukum Pidana Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I, Alumni, Bandung, 1982.

Apeldoom Van, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980.

Arief Barda nawawi, Kebijakann Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan

Pidana Penjara, Undip, Semarang, 1994.

Bakhri Syaiful, Pidana Denda Dan Korupsi, Total Media, Yogyakarta, 2009 Daliyo J.B, Pengantar Ilmu Hukum, Prenhallindo, Jakarta, 2007.

Darmodiharjo Darji, Shidarta. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana

Filosafat Hukum Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1995.

Friedman Lawrance M., Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, terjemahan M. Khozim, Nusa Media, Bandung, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Subyek penelitian usia dewasa yang di Desa Karang Tengah Gamping Sleman Yogyakarta yang mengalami obesitas sebanyak 15 orang yang diambil dengan nonprobability

Marker Augmented Reality 3D pada Aplikasi Pengenalan Organ Tubuh Manusia adalah untuk membuat model belajar menggunakan teknologi Augmented Reality guna menyampaikan

Pada unsur penggunaan bahasa pengantar Pendidikan Harmoni, terdapat 6 indikator penilaian yang mendapat predikat Baik Sekali (BS), yaitu (1) Bahasa pengantar guru

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil analisis data penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditarik lima kesimpulan dalam penelitian ini,

(terlampir), maka kedua pihak sepakat untuk mengadakan Serah Terima Pekerjaan yang telah selesai dikerjakan/dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA sesuai dengan : a. Surat

Kesimpulan: Berdasarkan acuan nilai normal jumlah bakteri yaitu 200 CFU/m 3 , bakteri yang ditemukan pada udara di ruang ICCU melebihi batas normal, sedangkan

perlindungan transaksi elektronis, dan pedoman yang jelas dalam pengembangan e- government di Kabupaten Sintang. Dalam kategori kebijakan, diperlukan kebijakan untuk

Dari uraian di atas, khusus untuk kepentingan apresiasi seni, kajian sosiologis membuktikan bahwa sesungguhnya seni lukis Mooi lndie, termasuk manifestasi lukisan Basoeki Abdullah,