Volume 7, Nomor 2, Desember 2015
VOL.7 NO.2
ISSN 2088-2653
POLITEKNIK PIKSI GANESHA BANDUNG
JURNAL ILMIAH Hal. 1-71 DES 2015
Analisis Proses Rekrutmen Dan Seleksi Tenaga Keperawatan Guna Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Kabupaten Bandung Anita Putri Wijayanti, Siddiq Maulidin Analisis Kandungan Vitamin C,Vitamin A Danβ-Karotenubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk.) Dari Desa
Cilembu-Sumedang Ela Melani Ms Analisis Kelengkapan Pengisian Informed Consent Kasus Bedah Pasien Rawat Inap Guna Menunjang Kepentingan Hukum Di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung Nurul Dwi Ariyani, Pungki Apriliani
Analisis Kelengkapan Pengisian Resume Medis Pasien Pulang Rawat Inap Guna Menunjang Penilaian Akreditasi Kars Versi 2012 Standar Apk 3.2.1 Di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung Sali Setiatin, Desy Merdekawati
Tanggungjawab Hukum Komite Medik Rumah Sakit Terhadap Mutu Pelayanan Medis Dan Keselamatan Pasien Wahyudi Analisis Kuantitatif Parasetamol Dan Fenilpropanolamin Hcl Dalam Campuran
Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Derivatif Peak To Peak Wempi Eka Rusmana
JURNAL ILMIAH MEDIS DAN KESEHATAN
POLITEKNIK PIKSI GANESHA
PENGANTAR
JURNAL ILMIAH MEDIS DAN KESEHATAN Politeknik Piksi Ganesha ini terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember, berisi tulisan ilmiah dalam bentuk hasil penelitian, kajian analisis, aplikasi teori dan pembahasan tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan Informasi Medis, Kesehatan dan masalah Kesehatan Populer.
Penerbitan jurnal ilmiah ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan penyebarluasan kajian sekaligus sebagai wahana komunikasi ilmiah diantara cendekiawan, dosen, mahasiswa dan pemerhati kajian tersebut di atas.
Penasehat
DR. H. K. Prihartono AH, Drs., S.Sos., MM
Pimpinan Redaksi Wahyudi, SH., MH. Kes
Reviewer dr. Evi Novitasari
Emylia Fiskasari, S.Si., MM., APT Santy Christinawati, SS., M.Hum (Bahasa)
Mitra Bestari Akasah, S.Sos., MM Aris Susanto, S.ST., MM
Administrasi Naskah Ria Khoirunnisa, S.Si., M.Si
Tedy Hidayat, S.ST., MM
Alamat Redaksi/Penerbit POLITEKNIK PIKSI GANESHA JalanJend. GatotSubroto no.301 Bandung 40274
Telp.022 87340030 Fax. 022 87340086 Email :[email protected]
JURNAL ILMIAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ILMU MEDIS DAN KESEHATAN
POLITEKNIK PIKSI GANESHA BANDUNG
VOL. 7 NO. 2 DESEMBER 2015 ISSN . 2088-2653
PENGANTAR REDAKSI
Para pembaca yang terhormat,
Puja dan puji syukur atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, Politeknik Piksi Ganesha Bandung telah menerbitkan Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Ilmu Medis dan Kesehatan Volume 7 Nomor 2 ke hadapan para pembaca. Jurnal Ilmiah ini memuat hasil tulisan karya ilmiah dosen-dosen konsentrasi Ilmu Medis dan Kesehatan dan juga dari institusi lainnya.
Jurnal Ilmiah ini memuat karya ilmiah yang membahas tentang Analisis Proses Rekrutmen Dan Seleksi Tenaga Keperawatan Guna Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Kabupaten Bandung Oleh Anita Putri Wijayanti, Analisis Kandungan Vitamin C,Vitamin A Danβ-Karotenubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) LAMK.) Dari Desa Cilembu-Sumedang Oleh Ela Melani Ms, Analisis Kelengkapan Pengisian Informed Consent Kasus Bedah Pasien Rawat Inap Guna Menunjang Kepentingan Hukum Di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung Oleh Nurul Dwi Ariyani, Analisis Kelengkapan Pengisian Resume Medis Pasien Pulang Rawat Inap Guna Menunjang Penilaian Akreditasi Kars Versi 2012 Standar Apk 3.2.1 Di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung Oleh Sali Setiatin, Tanggungjawab Hukum Komite Medik Rumah Sakit Terhadap Mutu Pelayanan Medis Dan Keselamatan Pasien Oleh Wahyudi, Analisis Kuantitatif Parasetamol Dan Fenilpropanolamin Hcl Dalam Campuran Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Derivatif Peak To Peak Oleh Wempi Eka Rusmana.
Semoga dengan terbitnya Jurnal Ilmiah ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran serta perkembangan keilmuan, terutama di bidang biomedis dan kesehatan.
DAFTAR ISI
JURNAL ILMIAH ILMU MEDIS DAN KESEHATAN
ANALISIS PROSES REKRUTMEN DAN SELEKSI TENAGA KEPERAWATAN GUNA MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG KABUPATEN BANDUNG
Anita Putri Wijayanti, Siddiq Maulidin
1
ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C,VITAMIN A DANβ-KAROTENUBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas (L.) Lamk.) DARI DESA CILEMBU-SUMEDANG
Ela Melani MS
14
ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN INFORMED CONSENT KASUS BEDAH PASIEN RAWAT INAP GUNA MENUNJANG KEPENTINGAN HUKUM DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH BANDUNG Nurul Dwi Ariyani, Pungki Apriliani
26
ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN RESUME MEDIS PASIEN PULANG RAWAT INAP GUNA MENUNJANG PENILAIAN AKREDITASI KARS VERSI 2012 STANDAR APK 3.2.1 DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH BANDUNG
Sali Setiatin, Desy Merdekawati
38
TANGGUNGJAWAB HUKUM KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT TERHADAP MUTU PELAYANAN MEDIS DAN KESELAMATAN PASIEN Wahyudi
47
ANALISIS KUANTITATIF PARASETAMOL DAN FENILPROPANOLAMIN HCl DALAM CAMPURAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF Peak to peak
Wempi Eka Rusmana
Selingkung Jurnal Merdis dan Kesehatan POLITEKNIK PIKSI GANESHA
Berdasarkan rapat pengelola Jurnal POLITEKNIK PIKSI GANESHA pada tanggal 4 November 2016 menyepakati gaya selingkung Jurnal Medis dan Kesehatan dengan ketentuan sbb :
Judul. Judul naskah hendaknya dibuat seringkas mungkin, dan mencerminkan isi naskah secara keseluruhan.
Data Penulis Tuliskan nama para penulis (nama lengkap tanpa gelar atau jabatan lainnya), Fakultas/Departemen,dan Universitas/Institusinya.
Abstrak. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris apabila tulisan dalam Bahasa Indonesia sedangkan apabila tulisan menggunakan bahasa Inggris abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, tidak berisikan rumus atau referensi. Abstrak harus meringkas permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, hasil utama, dan kesimpulan. Panjang abstrak maksimum 200 kata.
Kata kunci: terdiri dari maksimal 5 kata, tiap kata dipisahkan dengan titik koma (;).
Naskah. Naskah ditulis dengan sistematika yang terstruktur, konsisten, dan lugas. Naskah ditulis dengan menggunakan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar atau bahasa Inggris dengan tata bahasa (grammar) yang benar. Adapun format penulisan sebagai berikut;
1. Naskah ditulis pada kertas ukuran A4 (210x297mm), dengan marjin kiri 3, kanan 3, atas 3, dan bawah 2 cm.
2. Naskah di tulis dalam format satu kolom untuk isi, sedangkan judul dan abstrak dalam satu halaman.
3. Halaman naskah terdiri dari 10-13 halaman.
4. Huruf yang digunakan adalah Times New Roman 12 petunjuk judul, dan 10pt untuk abstrak dan isi naskah, naskah ditulis dalam spasi satu.
5. Naskah minimal berisi bagian sebagai berikut: A. Pendahuluan B. Kajian Pustaka C. Metode Penelitian D. Pembahasan E. Kesimpulan F. Daftar Pustaka
Rumus. Setiap rumus diletakkan di tengah halaman dan diberi nomor pemunculan di sisi kanan dengan menggunakan angka arab di dalam kurung.
(𝑥𝑥 + 𝑎𝑎)𝑛𝑛 = � �𝑛𝑛
𝑘𝑘�𝑥𝑥𝑘𝑘𝑎𝑎𝑛𝑛−𝑘𝑘 𝑛𝑛
𝑘𝑘=0 ……….(1)
Tabel. Huruf yang digunakan Times New Roman 10pt untuk isi tabel, judul tabel, dan sumber. Tabel diberi nomor menggunakan angka arab, dengan menggunakan garis horisontal tanpa garis vertikal untuk memisahkan kolom. Nomor dan judultabel diletakkan diatas, sumber diletakan di bawah sejajar dengan garis tabel paling kiri. Judul tabel di Bold.
Tahun Jumlah Pencapaian
2008 540.000 90%
2009 340.000 75%
2010 330.000 73%
2011 320.000 70%
Sumber: Bagian Penjualan, 2013
Gambar. Gambar meliputi grafik, diagram, dan bentuk gambar lainnya. Gambar diberi nomor dengan menggunakan angka arab disertai judul gambar dengan ukuran huruf 10pt Times New Roman.Nomor dan judul gambar di Bold dan diletakkan di bawah gambar dengan posisi di tengah (center). Sumber diletakkan di bagian bawah judul gambar.
Gambar 1. Jumlah Produk Per Kota Periode 2010-2012
Sumber: BagianPenjualan, 2013 Daftar Pustaka.
Daftar pustaka disusun berdasarkan urutan abjad nama belakang mulai dari penulis pertama. Unsur-unsur daftar pustaka meliputi: nama pengarang, tahun terbit publikasi, judul publikasi, tempat terbit, dan penerbit. Judul buku atau jurnal ditulis miring (italic) sementara judul artikel pada jurnal ditulis dengan huruf tegak. Apabila terdapat lebih dari satu artikel rujukan yang ditulis oleh penulis yang sama, maka diurutkan berdasarkan tahun penerbitan terbaru. Seluruh pustaka yang tercantum dalam daftar pustaka harus dirujuk atausesuaidalam isi naskah, demikian pula sebaliknya.
Jurnal
Alfanura, F., Arai. T., danPutro. U.S. (2010). System Dynamics Modelling for E-Government Implementation: a Case Study in Bandung City, Indonesia. Jurnal Manajemen Teknologi, Vol9 No 2, hal: 121-145.
Buku
Husnan S, 2000, Dasar-dasar Manajemen Kauangan, Edisi keempat, Yogyakarta, UPP AMP YKPN.
---.2005. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi keempat. Yogyakarta. UPP AMP YKPN.
Internet
Howard, N. (1995). Confrontation Analysis: How to Win Operations Other than War. CCRP Publication. Washington DC: Departement of Defence. Available at www.dodccrp.org. [diunduhpadatanggal 20 Oktober 2011] 0 2000 4000 6000 20 10 20 11 20 12
47
TANGGUNGJAWAB HUKUM KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT TERHADAP MUTU PELAYANAN MEDIS DAN KESELAMATAN PASIEN
Wahyudi
Manajemen Rumah Sakit Politeknik Piksi Ganesha
ABSTRACT
The hospital is an institution that organizes medical services in the plenary and the institutional labor-intensive, capital-intensive and technology-intensive. Patients as users of medical services should get a quality service and should be guaranteed safety. The establishment of the hospital's medical committee held a good clinical governance (good clinical privileges) to increase the quality of medical care and patient safety is assured. The research method used in this research is normative juridical approach is a study conducted by way of literature. Status of the hospital medical committee in ensuring the quality of medical services hospital by maintaining competence, professionalism hospital medical staff conducted by a subcommittee of the quality of the profession. In addition, by providing guidance to the hospital medical staff conducted by a subcommittee of ethics and discipline. Hospitals are required to implement the standard of patient safety, the medical committee hospital in an effort to protect the safety of patients through the process credentials and rekredensial against medical staff conducted by a subcommittee of credentials as a safeguard to patient safety in order to avoid over medical services performed by medical staff incompetent. The hospital is also in implementing the protection of patient safety by forming a team of hospital patient safety with the main objective to develop a patient safety program based on the specificity of the hospital.
.
A. PENDAHULUAN
Kebutuhan pokok manusia mulai bertambah seiring dengan perkembangan zaman, bertambahnya pengetahuan dan semakin meningkatnya teknologi, tidak hanya pangan, sandang dan papan melainkan juga kebutuhan pokok akan pendidikan dan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan dan dipenuhi bahkan harus dijamin oleh Negara. Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam alinea 4 (empat) Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum melalui pembangunan yang berkesinambungan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang-Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) yaitu setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) menegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Amanat Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut sangat jelas bahwa negara berkewajiban untuk menyediakan fasilitas kesehatan yang layak serta menjamin kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemenuhan kesehatan yang terjamin dan terwujudnya pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor pendorong kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Berdasarkan pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, mengamanatkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan
48
sumber daya bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam upaya pelayanan kesehatan harus didasarkan asas nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa.
Rumah sakit merupakan institusi yang mempunyai fungsi sosio-ekonomi salah satunya fungsi sosial yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Fungsi ekonomi rumah sakit yaitu pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit dengan tujuan mencari keuntungan akan tetapi tetap menjalankan fungsi sosialnya dengan melakukan pelayanan terhadap pasien yang tidak mampu. Rumah sakit dalam kegiatannya tidak dapat berjalan dengan sendirinya akan tetapi membutuhkan tenaga kesehatan professional diantaranya yaitu tenaga kesehatan dokter, dokter gigi, dokter spesialis, perawat, bidan dan juga tenaga profesional lainnya. Menurut Tjandra Yoga Aditama rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, selain merupakan konsentrasi berbagai tenaga ahli atau padat karya, juga merupakan padat modal, padat teknologi dan padat pula permasalahan yang dihadapinya.1
Keberadaan staf medis dalam rumah sakit merupakan suatu kebutuhan untuk menjalankan pelayanan kesehatan masyarakat, akan tetapi kualitas dari pelayanan kesehatan tersebut sangat ditentukan oleh kinerja staf medis di rumah sakit tersebut. Untuk itu rumah sakit perlu menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik untuk melindungi pasien. Staf medis rumah sakit harus menjaga mutu pelayanan rumah sakit, menghormati hak-hak pasien dan keselamatan pasien harus diutamakan. Dalam hal menjaga kualitas mutu pelayanan tenaga kesehatan dan profesionalitas dari staf medis dibutuhkan suatu badan yang secara khusus menanganinya yaitu komite medik rumah sakit.
Komite medik mempunyai peran yang penting dalam mengendalikan kompetensi dan perilaku staf medis di rumah sakit serta dalam rangka pelaksanaan audit medik rumah sakit. Audit medik dilakukan berkenaan dengan dijalankan atau tidaknya tahapan suatu standar operasional sebagai tolak ukur untuk mengendalikan kualitas pelayanan medis. Standar operasional tersebut bertujuan untuk mengatur sejauhmana batas-batas kewenangan dan tanggung jawab etik dan hubungan dokter dengan pasien, maupun tanggung jawab rumah sakit terhadap medical staff dan sebaliknya.2 Audit medik tersebut merupakan bentuk upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.
Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan harus memenuhi hak-hak pasien, dalam rangka menjaga kepercayaan dan keselamatan pasien. Hak-hak-hak pasien tersebut dalam keadaan normal dapat dipenuhi, akan tetapi dalam keadaan gawat darurat ada hak-hak yang tidak dapat dipenuhi oleh staf medis misalnya dalam hal persetujuan tindakan medis. Dalam hal keadaan pasien dalam kondisi gawat darurat, tindakan medis perlu segera dilakukan untuk menyelamatkan nyawa pasien walaupun tanpa adanya persetujuan tindakan medis pada pasien maupun keluarganya, hal tersebut
1 Tjandra Yoga Aditama, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Jakarta : Penerbit UI, 2001, hlm. 5-6.
2 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005, hlm. 45.
49
dapat dilakukan demi kepentingan menyelamatkan nyawa pasien. Melakukan tindakan medis tanpa terlebih dahulu ada persetujuan dari pasien maupun keluarganya dalam kondisi gawat darurat bukanlah sebagai tindakan malpraktik, karena menurut Veronica Komalawati, malpraktik berasal dari kata “malpractice” yang pada hakekatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan dokter.3
Hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan hak asasi pasien yang tidak dapat dilanggar oleh pihak manapun termasuk staf medis rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Akan tetapi, hak-hak asasi tersebut dapat dibatasi atau dilanggar apabila tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum atau kesusilaan.4 Keberadaan staf medis dalam rumah sakit
merupakan suatu kebutuhan untuk menjalankan pelayanan kesehatan masyarakat, akan tetapi kualitas dari pelayanan kesehatan tersebut sangat ditentukan oleh kinerja staf medis di rumah sakit tersebut. Untuk itu rumah sakit perlu menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik untuk melindungi pasien. Staf medis rumah sakit harus menjaga mutu pelayanan rumah sakit, menghormati hak-hak pasien dan keselamatan pasien harus diutamakan. Dalam hal menjaga kualitas mutu pelayanan tenaga kesehatan dan profesionalitas dari staf medis dibutuhkan suatu badan yang secara khusus menanganinya yaitu komite medik rumah sakit.
Komite medik mempunyai peran yang penting dalam mengendalikan kompetensi dan perilaku staf medis di rumah sakit serta dalam rangka pelaksanaan audit medik rumah sakit. Audit medik dilakukan berkenaan dengan dijalankan atau tidaknya tahapan suatu standar operasional sebagai tolak ukur untuk mengendalikan kualitas pelayanan medis. Standar operasional tersebut bertujuan untuk mengatur sejauhmana batas-batas kewenangan dan tanggung jawab etik dan hubungan dokter dengan pasien, maupun tanggung jawab rumah sakit terhadap medical staff dan sebaliknya.5 Audit medik tersebut merupakan bentuk upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.
Tujuan dibentuknya komite medik pada dasarnya menjaga profesionalitas staf medis tetap berkualitas serta mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih terjamin dan terlindungi. Dalam hal menjaga kualiatas pelayanan kesehatan di rumah sakit harus menerapkan tata kelola klinis yang baik. Asas tata kelola rumah sakit yang baik merupakan asas yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit. Pembentukan Komite medik dalam struktur organisasi rumah sakit bertugas membantu kepala/direktur rumah sakit dalam menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis, sehingga dalam penyelenggaraan pelayanan medik oleh staf medik sesuai standar profesi, standar pelayanan kedokteran, standar prosedur operasional dan etika profesi. Asas tata kelola klinik yang baik (good clinical
governance principle) adalah dasar yang harus diwujudkan dalam penerapan
3 Veronica Komalawati, Hukum dan Etika Dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta: 1989, hlm. 87.
4 Soejono Soekanto, Herkuntanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Bandung : CV Remadja Karya, 1987, hlm. 119.
5 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005, hlm. 45.
50
manajemen klinis di seluruh area rumah sakit, yang di dalamnya mengandung prinsip profesionalisme, keselamatan pasien, kehati-hatian, efektifitas, keterbukaan, kendali biaya dan kendali mutu, dan peningkatan mutu berkelanjutan. Komite medik menjalankan tata kelola klinis yang baik meliputi area pelayanan medik yang dilaksanakan oleh staf medis, sehingga pembentukan komite medik rumah sakit bertujuan untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik, agar staf medik terjaga profesionalismenya.
Komite Medik Rumah Sakit berdasarkan Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit mempunyai kewenangan untuk melakukan uji kredensial terhadap staf medis agar mendapatkan kewenangan klinis pada Rumah Sakit, sehingga kapasitas dan kapabilitas tenaga kesehatan yang mewakili Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien terjaga kualitasnya. Uji kredensial tersebut merupakan evaluasi terhadap tenaga kesehatan apakah layak atau tidak untuk diberikan penugasan klinis. Keselamatan pasien menjadi sangat diutamakan karena yang melakukan tindakan medis adalah staf medis yang telah diberikan kewenangan klinis oleh komite medik rumah sakit. Kewenangan komite medik dalam hal melakukan uji kredensial terhadap staf medis tersebut merupakan bentuk upaya mewujudkan tata kelola klinis (clinical
governance) yang baik. Staf medis untuk mendapatkan kewenangan klinis (clinical privilege) dalam bentuk surat kewenangan klinis (clinical appointment) oleh
kepala/direktur rumah sakit harus melalui tahapan uji kredensial. Setelah melakukan uji kredensial terhadap staf medis, komite medik memberikan rekomendasi kepada kepala/direktur rumah sakit apakah layak atau tidak staf medis tersebut diberikan kewenangan klinis (clinical privilege).
Kewenangan yang dimiliki oleh komite medik rumah sakit mengenai pemberian rekomendasi kepada staf medis untuk diberikan kewenangan klinis merupakan hal penting atas mutu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Perilaku staf medis dalam melayani pasien menjadi salah satu tolak ukur kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh staf medis, tingkat profesionalitas pada staf medis terutama kemampuan keilmuan dan tingkat psikologis berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh staf medis.
Menjaga mutu pelayanan kesehatan adalah hal terpenting dalam penyeleggaraan pelayanan kesehatan, selain itu juga profesionalisme staf medis harus tetap dijaga karena apabila staf medis tidak professional dapat mengakibatkan mutu pelayanan kesehatan menjadi rendah atau buruk yang dapat merugikan pasien atau masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan. Hak pasien untuk mendapatkan mutu pelayanan kesehatan harus dilindungi oleh rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dan selain itu juga keselamatan pasien harus diutamakan oleh staf medis.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.6 Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya
51
yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa setiap manusia di bebani dengan tangung jawab.apabila di kaji tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat. Tanggungjawab merupakan ciri manusia yang beradab manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan.7 Dalam pengertian hukum, tanggungjawab berarti
“keterikatan”. Tiap manusia mulai dari saat ia dilahirkan sampai saat ia meninggal dunia mempunyai hak dan kewajiban dan disebut sebagai subjek hukum, demikian juga dokter, dalam melakukan suatu tindakan, harus bertanggungjawab sebagai subjek hukum pengemban hak dan kewajiban.8
Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum adalah sekumpulan penuntun-penuntun yang berwibawa atau dasar-dasar ketetapan yang dikembangkan dan ditetapkan oleh suatu teknik yang berwenang atas latar belakang cita-cita tentang ketertiban masyarakat dan hukum yang sudah diterima.9 Mochtar Kusumaatmadja, mengatakan bahwa hukum adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dan juga meliputi lembaga-lembaga, institusi dan proses-proses yang mewujudkan kaidah itu dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.10 Muchtar Kusumaatmadja berargumentasi bahwa pendayagunaan hukum sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat menurut skenario kebijakan pemerintah (dalam hal ini eksekutif) amatlah terasa diperlukan oleh negara-negara yang berkembang, jauh melebihi kebutuhan yang dirasakan negara-negara industri maju yang telah mapan.11 Dari pengertian hukum tersebut peneliti berpendapat bahwa pengertian hukum yang dikemukakan oleh Muchtar Kusumaatmadja yang paling relevan dengan penelitan ini.
Dalam konsep pertanggung jawaban pidana (criminal liability), terkandung ajaran kesalahan (schuld, mens rea). Pondasi dari semua pertanggungjawaban hukum (liability) berdasar prinsip-prinsip pertanggung jawaban (principles of moral
responsibility) adalah suatu konsepsi hukum (legal conception) yang dilaksanakan
berkesianmbungan. Pertanggungjawaban hukum adalah hukuman, sedangkan kualitas moral menyangkut inti tentang aspek hukum perilaku yang tidak seimbang, dimana ketidakseimbangan tersebut disederhanakan dalam suatu pertanyaan tentang penyelesaian kepentingan-kepentingan agar sesuai dengan cita-cita keadilan (justice) dan persamaan (equity).12
Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan
7http://baguspemudaindonesia.blogdetik.com/2011/04/20/manusia-dan-tanggung-jawab/, diakses pada tanggal 15 April 2014.
8 Any Isfandyarie, Tanggungjawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Buku I, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2006, hlm. 2.
9 Ibid. 10 Ibid.
11 Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional (Dinamika
Sosial-Politik Dalam Perkembangan Hukum Di Indonesia), Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1994, hlm.
231.
12 Yusuf Shofie, Tanggungjawab Pidan Korporasi Dalam Hukum Perlindungan Konsumen Di
52
hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.13
Berbagai pengertian rumah sakit salah satunya yang dikemukakan oleh J. Guwandi yang merumuskan definisi dari World Health Organitation (WHO) yang mengatakan bahwa :14A hospital is a residential establishment which provides short term and long medical
care, consisting of observational, diagnostic, therapeutic and rehabilitative services for persons suffering from a disease of injury and parturiants. It may or may not also provide services for ambulatory patients on an out-patient basis. Rumah Sakit adalah
suatu usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medik jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang mau melahirkan. Bias juga disamping itu menyediakan atau tidak menyediakan pelayanan atas dasar berobat jalan kepada pasien yang bisa pulang.”
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/MENKES/VI/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit, menyatakan bahwa Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, menyatakan bahwa keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Institute of Medicine (IOM) telah menyusun pengertian tentang mutu pelayanan
kesehatan yaitu :15 “Mutu pelayanan kesehatan adalah suatu langkah kearah peningkatan pelayanan kesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan keluatan (outcome) kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan profesional terkini. Pemberian pelayanan kesehatan harus mencerminkan ketepatan dari penggunaan pengetahuan secara ilmiah, klinis, teknis, interpersonal, manual, kognitif, organisasi dan unsure-unsur pelayanan kesehatan”.
C. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu pendekatan penelitian yang dilakukan dengan cara studi pustaka. Spesifikasi
13 Komariah, Edisi Revisi Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2001, hlm 12.
14 J. Guwandi, Dokter dan Rumah Sakit, Jakarta : Penerbit fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991, hlm. 31.
15 Gemala R. Hatta, Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan
53
penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan tersebut di atas.16 Peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut merupakan dasar hukum yang spesifik atau tertentu yang dihubungkan dengan teori-teori hukum dan penerapan peraturan perundang-undangan tersebut.
D. PEMBAHASAN
Pelayanan medis rumah sakit harus menerapkan tata kelola klinis yang baik (good
clinical governance) dengan berdasarkan peraturan internal staf medis yang mengacu
pada peraturan internal korporasi (corporate bylaws) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan internal staf medis tersebut disusun oleh komite medik dan disahkan oleh kepala/direktur rumah sakit yang berfungsi sebagai aturan yang digunakan oleh komite medik itu sendiri dan staf medis lainnya dalam melaksanakan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Tujuan peraturan internal staf medis (medical staf bylaws) pada dasarnya agar komite medik dapat menyelenggarakan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance) melalui mekanisme kredensial, peningkatan mutu profesi, dan penegakan disiplin profesi. Selain itu peraturan internal staf medis (medical staf bylaws) juga bertujuan untuk memberikan dasar hukum bagi mitra bestari (peer group) dalam pengambilan keputusan profesi melalui komite medik. Putusan itu dilandasi semangat bahwa hanya staf medis yang kompeten dan berperilaku profesional sajalah yang boleh melakukan pelayanan medis dirumah sakit. Setiap rumah sakit dapat berbeda dalam membuat peraturan internal staf medis, hal tersebut dikarena situasi dan kondisi setiap rumah sakitpun berbeda (hospital
specific) sesuai dengan sumber daya dan lingkup pelayanannya. Namun demikian, pada
dasarnya peraturan internal staf medis memuat pengaturan pokok untuk menegakkan profesionalisme tenaga dengan mengatur mekanisme pemberian izin melakukan pelayanan medis (entering to the profession), mekanisme mempertahankan profesionalisme (maintaining professionalism), dan mekanisme pendisiplinan (expelling
from the profession). Peraturan internal staf medis menjadi pedoman staf medis dalam
melakukan pelayanana medis dan juga menjadi tolak ukur profesionalitas staf medis, apabila dijalankan dengan baik peraturan staf medis tersebut maka kualitas dari pelayanan medis yang dilakukan oleh staf medis sejalan dengan tujuan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan medis bermutu tinggi.
Dalam hal peningkatan kualitas pelayanan medis rumah sakit dan menjaga profesionalitas staf medis dan mutu profesi staf medis, komite medik dibantu oleh subkomite mutu dan profesi. Salah satu tugas dan fungsi komite medik terutama subkomite mutu profesi yang utama adalah melakukan audit medis sebagai upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.
Subkomite mutu profesi merupakan pengguna rekam medis internal rumah sakit dengan melakukan audit rekam medis, audit medis tersebut merupakan salah satu bagian dari manajemen mutu pelayanan medis, melalui audit medis dapat diketahui apakah pelayanan medis dilakukan sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sasaran utama dari subkomite mutu dan profesi tersebut yaitu untuk memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh staf medis yang bermutu,
16 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990,hlm. 97-98.
54
kompeten, etis, dan professional, memberikan asas keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan memelihara kompetensi (maintaining competence) dan kewenangan klinis (clinical privilege); mencegah terjadinya kejadian yang tak diharapkan (medical mishaps); memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh staf medis melalui upaya pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan (on-going professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja profesi yang terfokus (focused professional practice evaluation).
Audit medis yang dilakukan oleh subkomite mutu dan profesi tersebut pada dasarnya sebagai bentuk evaluasi terhadap mutu pelayanan medis yang dilakukan oleh staf medis rumah sakit, pada pelaksanaan audit medis tersebut dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit medis tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang staf medis dalam satu kasus. Dalam hal terdapat laporan kejadian dengan dugaan kelalaian seorang staf medis, mekanisme yang digunakan adalah mekanisme disiplin profesi, bukannya mekanisme audit medis. Audit medis dilakukan dengan mengedepankan respek terhadap semua staf medis (no blaming culture) dengan cara tidak menyebutkan nama (no naming), tidak mempersalahkan (no blaming), dan tidak mempermalukan (no shaming). Audit medis yang dilakukan oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi profesi secara sistemik yang melibatkan mitra bestari (peer
group) yang terdiri dari kegiatan peer-review, surveillance dan assessment terhadap
pelayanan medis di rumah sakit.
Secara umum, pelaksanaan audit medis harus dapat memenuhi 4 (empat) peran penting, yaitu sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masing-masing staf medis pemberi pelayanan di rumah sakit; sebagai dasar untuk pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) sesuai kompetensi yang dimiliki; sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan pencabutan atau penangguhan kewenangan klinis (clinical privilege); dan sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis seorang staf medis. Audit medis dapat pula diselenggarakan dengan melakukan evaluasi berkesinambungan (on-going professional practice evaluation), baik secara perorangan maupun kelompok.
Dalam melakukan evaluasi terhadap staf medis rumah sakit, subkomite mutu dan profesi dapat merekomendasikan pendidikan berkelanjutan bagi staf medis. Subkomite mutu profesi menentukan pertemuan-pertemuan ilmiah yang harus dilaksanakan oleh masing-masing kelompok staf medis dengan pengaturan-pengaturan waktu yang disesuaikan. Pertemuan tersebut dapat pula berupa pembahasan kasus tersebut antara lain meliputi kasus kematian (death case), kasus sulit, maupun kasus langka. Setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai notulensi, kesimpulan dan daftar hadir peserta yang akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin profesi. Subkomite mutu profesi bersama-sama dengan kelompok staf medis menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang akan dibuat oleh subkomite mutu profesi yang melibatkan staf medis rumah sakit sebagai narasumber dan peserta aktif. Selain itu juga subkomite mutu dan profesi memfasilitasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang membutuhkan. Subkomite mutu profesi menentukan nama staf medis yang akan mendampingi staf medis yang sedang mengalami sanksi disiplin/mendapatkan pengurangan clinical privilege. Komite medik berkoordinasi dengan kepala/direktur rumah sakit untuk memfasilitasi semua sumber daya yang dibutuhkan untuk proses pendampingan (proctoring) tersebut.
55
Subkomite mutu profesi atau tim pelaksana audit medis mempelajari rekam medis untuk mengetahui apakah kriteria atau standar dan prosedur yang telah ditetapkan tadi telah dilaksanakan atau telah dicapai dalam masalah atau kasus-kasus yang dipelajari. Data tentang kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dipisahkan dan dikumpulkan untuk di analisis. Misalnya dari 200 kasus ada 20 kasus yang tidak memenuhi kriteria atau standar maka 20 kasus tersebut agar dipisahkan dan dikumpulkan. Subkomite mutu profesi atau tim pelaksana audit medis menyerahkan ke 20 kasus tersebut pada mitra bestari (peer group) untuk dinilai lebih lanjut. Kasus-kasus tersebut di analisis dan didiskusikan apa kemungkinan penyebabnya dan mengapa terjadi ketidaksesuaian dengan standar. Dalam melakukan analisis terhadap kasus tersebut apabila diperlukan dapat mengundang konsultan tamu atau pakar dari luar, yang biasanya dari rumah sakit pendidikan.
Pada dasarnya komite medik rumah sakit dalam menjaga mutu pelayanan medis dan menjaga tingkat profesionalitas staf medis dengan cara menggunakan kewenangananya untuk melakukan evaluasi terhadap staf medis yang menjalankan pelayanan medis di rumah sakit. Kewenangan tersebut secara spesifik dilaksanakan oleh subkomite mutu dan profesi yang melakukan audit medis terhadap staf medis rumah sakit, audit medis tersebut merupakan cara untuk meninjau ulang mutu pelayanan medis yang dilaksanakan oleh staf medis, fungsi audit medis tidak hanya tentang teknis pelayanan medis staf medis tapi menyeluruh termasuk pelayanan rekam medis sebagai salah satu sarana audit medis. Tingkat profesionalitas staf medis harus terus dijaga karena mutu pelayanan medis yang diselenggarakan oleh rumah sakit sangat bergantung pada tingkat profesionalitas staf medis. Audit medis merupakan sarana untuk menguji standar pelayanan medis dilakukan sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit, kualitas dari pelayanan medis menjadi tolak ukur tingkat kepuasan masyarakat atau pasien.
Upaya menjaga profesionalitas staf medis rumah sakit subkomite mutu profesi tidak hanya melakukan audit medis terhadap kinerja staf medis akan tetapi juga melalui pendidikan dan pengembangan profesi berkelanjutan (continuing professional
development). Pendidikan berkelanjutan bagi staf medis merupakan salah satu bentuk
peningkatan mutu pelayanan medis dan menjaga profesionalitas staf medis rumah sakit, pendidikan berkelanjutan tersebut dengan cara pemberian rekomendasi dari komite medik rumah sakit kepada kepala/direktur rumah sakit dengan cara mengadakan pertemuan ilmiah yang diadakan oleh internal rumah sakit dan rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis rumah sakit.
Subkomite etika dan disiplin profesi pada komite medik di rumah sakit dibentuk dengan tujuan melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang tidak memenuhi syarat (unqualified) dan tidak layak (unfit/unproper) untuk melakukan asuhan klinis (clinical
care), memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medis di rumah sakit.
Subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang staf medis yang memiliki surat penugasan klinis (clinical appointment) di rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Pengorganisasian subkomite etika dan disiplin profesi sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada ketua komite medik.
Penjatuhan sanksi oleh komite medik rumah sakit terhadap staf medis harus menjadi upaya terakhir dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan medis di rumah sakit. Pencegahan terjadinya pelayanan medis yang buruk harus menjadi prioritas
56
komite medik rumah sakit dengan meningkatkan kemampuan dokter dan tenaga medis penunjang lainnya. Terhadap dokter yang telah dijatuhi sanksi harus terus dilakukan pembinaan oleh komite medik rumah sakit dan dukungan dari organisasi profesi sertan rekan sejawat dokter tersebut dapat memberikan pengaruh positif terhadap dokter yang menjalani sanksi.
Proses kredensial dan rekredensial merupakan bentuk tanggungjawab komite medik dalam menjaga keselamatan pasien, staf medis yang telah melalui mekanisme proses kredensial dan rekredensial yang telah dinyatakan lulus kemudian mendapatkan rekomendasi dari komite medik rumah sakit kepada kepala/direktur rumah sakit untuk mendapatkan kewenangan klinis (clinical privilege) dan penugasan klinis (clinical
appoinment). Kompetensi staf medis sudah teruji untuk melakukan pelayanan medis di
rumah sakit sehingga pasien ditangani oleh staf medis yang mempunyai keahlian yang baik, selain itu juga staf medis yang telah lulus proses kredensial dan rekredensial terjamin kualitasnya menjadi terjaga baik secara fisik maupun mental dan profesionalitas staf medis untuk menjalankan pelayanan medis di rumah sakit sehingga pasien sebagai pengguna jasa pelayanan medis di rumah sakit terlindungi keselamatannya. Keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama rumah sakit dalam menjalankan pelayanan medis, upaya peningkatan menjaga keselamatan pasien harus terus dilakukan.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut : Pertama, kedudukan Komite Medik Rumah Sakit dalam menjamin mutu pelayanan medis rumah sakit berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit yaitu bahwa komite medik dibentuk dengan tujuan untuk menyelenggarakan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance) agar mutu pelayanan medis terjamin. Kedudukan komite medik rumah sakit dalam menjamin mutu pelayanan medis rumah sakit dengan cara memelihara mutu profesi staf medis melalui subkomite mutu profesi dengan tugas utama mempertahankan kompetensi dan profesionalisme staf medis rumah sakit. Untuk mempertahankan mutu pelayanan medis rumah sakit dilakukan upaya pemantauan dan pengendalian mutu profesi terhadap staf medis yang telah memiliki kewenangan klinis (clinical privilege) melalui mekanisme audit medis. Subkomite mutu profesi dalam menjalankan audit medis sebagai bentuk pengendalian mutu pelayanan medis yang merupakan evaluasi terhadap staf medis dengan melibatkan mitra bestari (peer group). Upaya dalam memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medis di rumah sakit dilakukan oleh komite medik melalui subkomite etika dan disiplin profesi. Upaya peningkatan profesionalisme staf medis rumah sakit dalam menjaga mutu pelayanan medis dengan program pembinaan profesionalisme kedokteran dan upaya pendisiplinan berprilaku professional staf medis dilingkungan rumah sakit.
Kedua, tanggungjawab hukum komite medik rumah sakit dalam melindungi keselamatan pasien didasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit Jo Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yaitu komite medik melalui subkomite kredensial dengan melakukan proses kredensial dan rekredensial terhadap staf medis yang berdasarkankan peraturan internal rumah sakit (hospital
57
melakukan proses kredensial dan rekredensial terhadap staf medis sebagai upaya melindungi pasien dari pelayanan medis yang dilakukan oleh staf medis yang tidak kompeten, komite medik dapat memastikan bahwa staf medis yang dapat memperoleh kewenangan klinis (clinical privilege) mempunyai tingkat profesionalitas yang tinggi sehingga keselamatan pasien terjamin karena staf medis yang kompeten dalam melaksanakan pelayanan medis di rumah sakit. Berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit mengenai keselamatan pasien rumah sakit, bahwa rumah sakit harus menerapkan standar keselamatan pasien, peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws) yang dibuat oleh komite medik rumah sakit memuat tentang keselamatan pasien. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit bahwa rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang mempunyai tugas utama mengembangkan program keselamatan pasien berdasarkan kekhususan rumah sakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA BUKU
Any Isfandyarie, 2006, Tanggungjawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Buku I, Jakarta : Prestasi Pustaka.
Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Gemala R. Hatta, 2008, Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana
Pelayanan Kesehatan, Jakarta : UI Press.
J. Guwandi, 1991, Dokter dan Rumah Sakit, Jakarta : Penerbit fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Komariah, 2001, Edisi Revisi Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Soejono Soekanto, Herkuntanto, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan, Bandung : CV Remadja Karya.
Soetandyo Wignjosoebroto, 1994, Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional
(Dinamika Sosial-Politik Dalam Perkembangan Hukum Di Indonesia), Jakarta
: PT. RajaGrafindo Persada.
Tjandra Yoga Aditama, 2001, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Jakarta : Penerbit UI.
Veronica Komalawati, 1989, Hukum dan Etika Dalam Praktek Dokter, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,.
Yusuf Shofie, 2011, Tanggungjawab Pidan Korporasi Dalam Hukum Perlindungan
Konsumen Di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti.
PERATURAN-PERATURAN Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
58
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit