• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN LARUTAN LAKTAT HIPERTONIK 0,5 M 2,5 ML/KGBB TERHADAP KADAR C REACTIVE PROTEIN (CRP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN LARUTAN LAKTAT HIPERTONIK 0,5 M 2,5 ML/KGBB TERHADAP KADAR C REACTIVE PROTEIN (CRP)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN LARUTAN LAKTAT HIPERTONIK 0,5 M 2,5 ML/KGBB TERHADAP KADAR C REACTIVE PROTEIN

(CRP) PADA PASIEN CEDERA OTAK TRAUMATIK YANG

MENJALANI PROSEDUR KRANIEKTOMI

SOLUTION EFFECT OF LACTIC HYPERTONIC 0.5 M 2.5 ML / KG TO THE LEVELS OF C REACTIVE PROTEIN (CRP) IN

TRAUMATIC BRAIN INJURY PATIENTS UNDERGOING CRANIECTOMY PROCEDURE

Isma Mulyani,1Husni Tanra1,Syafruddin Gaus1,Idham Jaya2.

1Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,Universitas Hasanuddin, Makassar

2Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat korespondensi: dr. Isma Mulyani Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 082187664096 Email: ismamulyani@rocketmail.com

(2)

Abstrak

Cedera otak traumatik (COT) menyebabkan cedera dan iskemia serebral yang bersifat global. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian larutan laktat hipertonik 0,5 M 2,5 ml/kgBB terhadap kadar CRP. Penelitian eksperimental dilakukan secara acak pada 38 pasien dengan status fisik (ASA PS) IIE-IIIE yang menjalani prosedur kraniektomi membuka duramater. Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok perlakuan, yakni kelompok pertama yang diberikan larutan laktat hipertonik 0,5 M 2,5 ml/kgBB (n=19) dan kelompok kedua yang diberi larutan mannitol 20% 0,5 gr/kgBB (n=19). Kedua kelompok tersebut mendapatkan anestesi umum (general endotracheal anesthesia). Pengambilan sampel darah dilakukan sesaat sebelum diberikan larutan laktat hipertonik maupun mannitol untuk pengukuran kadar CRP, selanjutnya dilakukan pada 1 jam setelah pemberian larutan laktat hipertonik maupun mannitol. Data diuji dengan independent T test bila distribusi data normal dan dengan Mann Whitney bila distribusi data tidak normal. Tingkat kepercayaan 80% dengan kemaknaan p<0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan laktat hipertonik dapat menurunkan kadar CRP lebih besar dibandingkan mannitol. Kata Kunci: cedera otak traumatik, laktat hipertonik, mannitol, CRP

Abstract

Traumatic brain injury (TBI) frequently having cerebral ischemia and tissue injury due to the global nature. This study aims to determine the effect of 0.5M hypertonic lactate solution 2.5 ml / kg on levels of CRP. Randomized experimental study in 38 patients with physical status (ASA PS) IIE-IIIE who undergo craniectomi procedures to open the dura mater. The subjects were divided into two treatment groups, the first group given hypertonic 0.5 M lactate solution 2.5 ml/kg (n = 19) and a second group was given a solution of 20% mannitol 0.5 g/kg (n = 19). Both groups receive general anesthesia (general endotracheal anesthesia). Blood sampling is done just before given mannitol and hypertonic lactate solution for measurement of CRP levels, then performed at 1 hour after administration of mannitol and hypertonic lactate solution. Data were tested by independent T test when data were normally distributed and the Mann Whitney when data distribution is not normal. 80% with a confidence level of significance p <0.05. The results showed that hypertonic lactate solution can lower CRP levels greater than mannitol.

(3)

PENDAHULUAN

Traumatic Brain Injury atau cedera otak traumatik (COT) merupakan kondisi heterogen yang menyebabkan kerusakan yang luas, penyebab kematian dan kecacatan yang tinggi, dan tidak memiliki pengobatan yang spesifik. (Lingsma, 2010; Helmy ,2007; Moppet ,2007). Angka kejadian COT dilaporkan 400 per 100.000 pasien per tahun atau sekitar 1,4 juta pasien per tahun di Inggris. Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data di RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat sekitar 85%, dimana angka kematian tertinggi sekitar 35% - 50% akibat COT berat (Haddad, 2012). Diperkirakan sekitar 1,6 juta kejadian COT di Amerika Serikat, 250.000 pasien memerlukan perawatan rumah sakit, 60.000 diantaranya meninggal dan 70.000 – 90.000 menyebabkan kecacatan neurologis permanen (Tenenbein, 2008).

Insiden COT terutama terjadi pada usia produktif antara 15 – 44 tahun, dimana penyebab tertinggi adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak 48% - 53% (Lemke, 2007). COT lebih sering terjadi pada laki laki dari perempuan sekitar 60%. Remaja, dewasa dan orang tua yang paling banyak mengalami cedera (Moppet, 2007).

Pada COT sering terjadi iskemia serebral yang bersifat global akibat tekanan intra kranial (TIK) yang tinggi sehingga menyebabkan hipoperfusi yang kemudian menyebabkan cedera otak sekunder (Bisri, 2012). Pada pasien-pasien bedah saraf, peningkatan TIK akan menurunkan Cerebral Perfusion Pressure atau tekanan perfusi serebral (TPS) dan menimbulkan iskemia serebral. Makin tinggi TIK, makan prognosis makin jelek (Rasmussen, 2004).

Mannitol 20% merupakan terapi yang paling sering dipakai sebagai osmoterapi, dinyatakan aman dan efektif oleh Brain Trauma Foundation dan The European Brain Injury Consortium, tetapi memiliki beberapa keterbatasan, pada kondisi sawar darah-otak yang tidak intak, mannitol justru dapat semakin meningkatkan tekanan intrakranial (Tenenbein, 2008; Bisri, 2012).

Cairan salin hipertonis (SHT) telah memperlihatkan penurunan TIK dan memperbaiki TPS, memperbaiki vasoregulasi, imunomodulator yang memberikan

(4)

efek neuroprotektor, efek antiinflamasi, dan efek neurokemis pada jaringan otak yang cedera (Patanwala, 2010; Ichai, 2009).

Peningkatan TIK menyebabkan kerusakan sekunder jaringan otak dimana sdh diketahui sejak lama bahwa ketika terjadi kerusakan jaringan, hepar melepaskan protein fase akut ke dalam aliran darah, yang salah satunya dikenal sebagai C – reactive protein (CRP) (Lee, 2005).

CRP adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam darah normal yang kadarnya meningkat dengan cepat bila terdapat stimulus inflamasi. CRP dihasilkan oleh hepatosit sebagai respon meningkatnya interleukin (IL) – 6 yang muncul akibat proses inflamasi (Mishra, 2010).

Lee dkk (2005) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa CRP dapat menjadi indikator tambahan yang berguna terutama pada kasus cedera kepala difus yang pencitraannya tidak optimal untuk mengungkapkan keparahan TBI (Lee, 2005).

Sogut dkk (2004) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara serum CRP dengan keparahan cedera kepala, dimana pada pasien cedera yang tidak bertahan terjadi peningkatan kadar CRP yang bermakna dibandingkan dengan pasien yang hidup (Sogut, 2010).

Napoli dkk (2009) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa peninggian CRP dan glukosa darah berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada pasien dengan perdarahan intraserebral (Napoli, 2011).

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian larutan laktat hipertonik 0,5M 2,5 ml/KgBB terhadap kadar CRP pada pasien COT yang menjalani prosedur kraniektomi.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kamar bedah emergensi RS Wahidin Sudirohusodo Makassar selama + 4 (empat) bulan (November 2012-Februari 2013). penelitian ini merupakan uji klinis tersamar tunggal (single blind).

(5)

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah pasien cedera otak traumatik yang menjalani prosedur kraniektomi membuka duramater di ruang bedah emergensi RS Wahidin Sudirohusodo selama masa penelitian. Sampel sebanyak 38 orang yang dipilih secara acak yang memenuhi kriteria inklusi (consecutive random sampling) yaitu: pasien cedera otak traumatik yang menjalani prosedur kraniektomi membuka duramater dengan anestesi umum endotrakeal, usia 1-65 tahun, tidak memiliki penyakit diabetes mellitus, penyakit kardiovaskuler, dan keluarga pasien bersedia untuk ikut dalam penelitian ini dan menandatangani informed consent yang telah dikeluarkan olek Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh kami dibantu oleh peserta PPDS

anestesiologi Unhas di RS Wahidin Sudirohusodo. Data pasien mengenai pengambilan darah pada jam ke 0, dan 1 jam pasca pemberian larutan dicatat pada lembar pengamatan selama periode pengamatan.

Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk narasi, tabel atau grafik. Analisis statistik menggunakan piranti statistik elektronik. Data diuji dengan Shapiro Wilk, bila distribusi data normal diuji dengan Independent T test dan bila distribusi data tidak normal diuji dengan Mann Withney test. Tingkat kepercayaan 80% dengan kemaknaan p<0,05.

HASIL

Karakteristik sampel

Karakterikstik sampel kedua kelompok berupa umur, jenis kelamin, PS ASA. Hasil uji homogenitas antara kedua kelompok dapat dilihat dari Tabel 1.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak didapatkan perbedaan bermakna dari data demografi pada kedua kelompok penelitian. Sehingga karakteristik dari 38 sampel penelitian dinyatakan homogen.

Karakteristik menurut umur pada kedua diuji dengan Independent T-Tes dengan standar deviasi pada kelompok Mannitol 33,53±15,429 dan kelompok

(6)

Laktat Hipertonik 34,58±15,28 dengan nilai (p=0,834). Karakteristik menurut jenis kelamin dan status fisik (ASA PS) diuji dengan Pearson Chi-Square dan didapatkan nilai (p=0,721) dan nilai (p=0,501). Karakteristik menurut berat ringannya cedera otak berdasarkan nilai GCS diuji dengan Kolmogorof-Smirnov dan didapatkan nilai (p=1,000). Sehingga karakteristik sampel dinyatakan homogen dengan nilai p>0,05.

Perubahan Kadar C-Reactive Protein

Untuk mengamati perubahan kadar CRP sebagai mediator inflamasi, dilakukan pengukuran secara serial, yaitu pada saat sebelum pemberian larutan dan 1 jam pasca pemberian larutan. Hasil analisa dari pengukuran kadar CRP pada kedua kelompok kemudian diuji dengan Mann Whitney. Pada tabel 2 terlihat secara statistik kadar CRP pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna dengan p>0,05.

Berdasarkan data kadar CRP serum masing-masing kelompok selanjutnya akan dinilai pergerakan arah dan besarnya dinamik atau velocity dari waktu ke waktu dan akan diuji dengan uji Levene. Tabel 3 menggambarkan perubahan velocity CRP kedua kelompok selama pengamatan. Pada Kelompok Mannitol, perubahan velocity CRP dari sebelum pemberian larutan Mannitol menuju 1 jam pasca pemberian larutan Mannitol adalah 0,31 mg/L dengan arah menurun 0,655% terhadap CRP sebelum pemberian larutan, sedangkan Kelompok Laktat hipertonik adalah 7,4 mg/L menurun 13,98% dari basal.

PEMBAHASAN

Penelitian ini memperlihatkan bahwa pasca pemberian larutan laktat hipertonik dan larutan mannitol menurunkan kadar CRP, tetapi kadar CRP pasca pemberian larutan laktat hipertonik menurun jauh lebih banyak dibandingkan dengan pemberian larutan mannitol walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna.

Traumatic Brain Injury atau cedera otak traumatik (COT) merupakan kondisi heterogen yang menyebabkan kerusakan yang luas, penyebab kematian dan kecacatan yang tinggi, dan tidak memiliki pengobatan yang spesifik, Angka

(7)

kejadian COT dilaporkan 400 per 100.000 pasien per tahun atau sekitar 1,4 juta pasien per tahun di Inggris (Lingsma, 2010; Helmy, 2007; Moppet, 2007).

Insiden COT terutama terjadi pada usia produktif antara 15 – 44 tahun, dimana penyebab tertinggi adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak 48% - 53% (Lemke, 2007). COT lebih sering terjadi pada laki laki dari perempuan sekitar 60%. Remaja, dewasa dan orang tua yang paling banyak mengalami cedera (Moppet, 2007).

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian kami dimana dari 38 sampel yang terkumpul, sebesar 28 sampel berada di interval usia 15-44 tahun atau sekitar 73,69%, jumlah sampel laki laki sebesar 27 sampel atau 71% dan perempuan sebesar 11 sampel atau 29%.

Cairan salin hipertonis (SHT) telah memperlihatkan penurunan TIK dan memperbaiki TPS, memperbaiki vasoregulasi, imunomodulator yang memberikan efek neuroprotektor, efek antiinflamasi, dan efek neurokemis pada jaringan otak yang cedera (Patanwala, 2010; Ichai, 2009).

Dalam penelitian kami, memperlihatkan bahwa pasca pemberian larutan laktat hipertonik dan mannitol dapat menurunkan kadar CRP, tetapi pada pemberian larutan laktat hipertonik kadar CRP cenderung lebih ,menurun dibandingkan dengan pemberian larutan mannitol walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna. Penurunan kadar CRP pasca pemberian larutan laktat hipertonik sebesar 13,98% sedangkan pasca pemberian larutan mannitol kadar CRP turun sebesar 0,65%.

Penelitian oleh Godoy dkk (2012) menyimpulkan bahwa salin hipertonik menurunkan respon inflamasi sistemik dengan cara mengurangi pelepasan sitokin yaitu TNF-α, IL-6, dimana IL-6 merupakan pencetus pelepasan CRP. (Godoy, 2012; Mortazavi, 2012).

Kelemahan pada penelitian ini adalah jumlah sampel yang kecil, dosis cairan yang lebih kecil, tekanan intrakranial yang tidak dapat diukur sehingga TIK tidak dapat diketahui dengan pasti.

(8)

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa perubahan kadar CRP pasca pemberian larutan mannitol maupun laktat hipertonik mengalami penurunan, tetapi kadar CRP pasca pemberian larutan laktat hipertonik memperlihatkan penurunan sebesar 13,98% dari nilai basalnya dibandingkan dengan kadar CRP pasca pemberian larutan mannitol dimana penurunannya 0,655% dari nilai basalnya sehingga larutan Laktat Hipertonik dapat dijadikan alternatif pilihan cairan untuk mengurangi udema otak dan menurunkan inflamasi yang terjadi setelah cedera otak traumatik.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Bisri T., (2012). Penanganan neuroanestesia dan critical care cedera otak traumatik. Edisi ketiga. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Godoy RS., Coeho AM., Sampietre SN., Molan NA., Takayanagi OM., Machado MC., et al. (2012). Anti-inflamattory effects of hypertonic saline solution in pancreatic ischemia/reperfusion injuries. Meet. SSAT: 185 Haddad SH., Arabi YM. (2012). Critical care management of severe traumatic

brain injury in adults. Scand J Tr, Resc & Emerg Med. 20(12): 1-15 Helmy A., Vizcaychipi M., Gupta AK. (2007). Traumatic brain injury: intensive

care management. Brith J Anaesth [99(1): 32-42

Ichai C., Armando G., Leverve X. (2009). Sodium lactate versus mannitol in the treatment of intracranial hypertensive episodes in severe traumatic brain-injured patients. Intensive Care Med. 2009; 35(3): 471-9

Lee DG., Lee KS., Shim JJ., Yoon SM., Bae HG. (2005). Prognostic value of the C-reactive protein levels in the head injury. J Kor Neurotraumatol Soc. 1(1): 57-60

Lemke DN. (2007). Sympathetic storming after severe traumatic brain injury. J Neurosc Nrs. 2:(1): 1-7

Lingsma HF., Roozenbeek B., Steyerberg EW., Murray GD., Maas AIR. ( 2010). Early prognosis in traumatic brain injury: from prophecies to predictions. Lancet Neurol. 90: 543-54

Mishra PT., Chandra R., Saxena SK., Verma S., Jain R. et al.(2010). High sensitivity c-reactive protein (hsCRP) level in cerebrovascular accident (stroke). J Ind Acad Clin Med. 11(3): 204-7

Moppett IK., (2007). Traumatic brain injury: assessment, rescucitation and early management. Brith J Anaesth. 99(1): 32-42

Mortazavi MM., Romeo AK., Deep A., Griessenaur CJ., Shoja MM., Tubbs RS., et al., (2012). Hypertonic saline for treating raised intracranial pressure:literature review with meta-analysis. J Neurosurg. 116: 210-221

Napoli MD., Godoy DA., Campi VM., Valle M., Pinero G., et al. (2011). C-Reactive protein level measurement improves mortality prediction when added to the spontaneous intracerebral hemorrhage score. J Stroke Am Her Ass. 42:1230-6

Patanwala AE., Amini A., Erstas BL., (2010). Use of hypertonic saline injection in trauma. Am J Health-system Pharm. 67:22:1-8

(10)

Rasmussen M., Bundgaard H., Cold GE., (2004). Craniotomy for supratentorial brain tumors: risk factors for brain swelling after opening the duramater. J Neurosurg. 101: 621-6

Sogut O., Guloglu C., Orak M., Sayhan MB., Gokdemir MT., et al. (2010). Trauma scores and neuron-spesific enolase, cytokine and C-reactive Protein levels as predictors of mortality in patient with blunt head trauma. J Int Med Resc. 38:1708-20

Tenenbein P., Kincaid S., Lam AM., (2008). Head trauma – Anesthetic consideration and management. In: Smith CH, editor. Trauma anesthesia. 1st ed. Cambridge: Cambridge University Press. p: 172-82

(11)

LAMPIRAN: :

Tabel 1. Karakteristik sampel

Variabel Kelompok Mannitol (n=19) Kelompok Laktat hipertonik (n=19) P Umur (th) 33,53±15,429 34,58±15,28 0.834* Jenis kelamin (L/P) 13/6 14/5 0.721** ASA PS (2/3) 6/13 8/11 0.501**

Kelas cedera otak (R/S/B) 5/11/3 4/11/4 1.000***

*

Uji Independent T-Test, **Uji Pearson Chi-Square, ***Uji Kolmogorof-Smirnov Z, P ≤ 0.05 dinyatakan bermakna.

Tabel 2. Perubahan kadar CRP serum

Kadar CRP Kelompok Mannitol (n=19) Kelompok Laktat Hipertonik (n=19) Nilai p Mean ±SD Mean±SD Sebelum pemberian 47,27±21,46 52,9±77,64 0,088 1 jam pasca pemberian 46,96 ±23,80 45,5±55,72 0,088

Nilai p diuji dengan Mann Whitney-U Test, bermakna jika p<0,05.

Tabel 3. Perubahan velocity CRP

Velocity CRP sebelum pemberian ke 1 jam pasca pemberian

Kelompok Mannitol Kelompok Laktat hipertonik

Nilai p

∆CRP % ∆ CRP %

-0,31 0,655↓ -7,4 13,98↓ 0,088

Data disajikan dalam bentuk velocity nilai CRP selama pengamatan. Velocity diukur

(12)

Grafik 1. Perubahan kadar CRP serum

Grafik 2. Velocity kadar CRP serum

47.27 46.96 52.9 45.5 40 42 44 46 48 50 52 54

pra pemberian 1 jam pasca

Ka d ar C R P ( m g/ L)

Mannitol Laktat hipertonik

sebelum-sesudah Mannitol(%) -0.655 Laktat hipertonik(%) -13.98 -16 -14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 0 Ka d a r C R P s e ru m ( m g/ L)

Gambar

Tabel 2. Perubahan kadar CRP serum
Grafik 1. Perubahan kadar CRP serum

Referensi

Dokumen terkait

[r]

dalam matriks Importance-Performance Analysis untuk dikelompokkan sehingga diharapkan faktor-faktor yang terdapat dalam kategori penting dan memerlukan kinerja yang tinggi

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) dapat meningkatkan sikap demokratis dan prestasi belajar

Tahap pengujian pengukuran dilakukan untuk mengetahui metode yang paling tepat dengna akurasi yang paling tinggi dalam proses mendapatkan nilai diameter minimum

Penelitian menghasilkan temuan: (1) manajemen modal kerja berbasis pertumbuhan perusahaan (MKBP) memediasi pengaruh komisaris independen terhadap kinerja perusahaan; (2)

Tinggi tanaman mempunyai pengaruh yang besar terhadap hubungan antara panjang malai dengan hasil (Kamandanu, et al. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk kandang

(1) PNS yang lulus seleksi penyesuaian/inpassing untuk diangkat dalam Jabatan Fungsional Pengawas Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 mendapatkan

yang dianggap kurang logis dikaitkan dengan karakteristik mata pelajaran; (2) terindikasi adanya inkonsistensi antara KD dalam silabus dan buku teks (baik lingkup materi maupun