• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1. I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil protein. Demikian juga dengan penduduk Indonesia, jumlah penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan diikuti oleh peningkatan pendapatan perkapita sehingga terjadi perubahan pola konsumsi penduduk yaitu lebih menyukai bahan pangan yang mengandung protein tinggi. Kedelai merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang menjadi bahan pangan sumber protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin dan mineral. Tangendjajaet dalam Rante cit. Kurniawati (2015) menyatakan bahwa kedelai merupakan bahan baku utama untuk industri tahu dan tempe. Selain itu, pada peternakan, terutama unggas juga menggunakan bungkil kedelai sebagai sumber protein dalam komposisi pakan unggas. Tingginya permintaan kedelai sebagai bahan pangan dan bahan baku industri ini ternyata tidak disertai dengan peningkatan produksi kedelai nasional. Sebagai produk pertanian, kedelai mengalami fluktuasi produksi tergantung pada faktor input produksi yang digunakan, baik faktor input produksi secara internal maupun eksternal. Fluktuasi produksi ini menjadi risiko yang hadir dalam setiap pelaksanaan usahatani kedelai. Fluktuasi produksi akan berpengaruh pada pendapatan, minat petani dalam mengusahakan pertanaman kedelai, serta kemampuan suatu negara dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan warganya.

Saat ini Indonesia termasuk negara produsen kedelai keenam terbesar di dunia dengan produksi kedelai domestik sebesar 928 ribu ton pada tahun 2009, sedangkan di tahun 2014 produksi kedelai mencapai 955 ribu ton biji kering, meningkat sebanyak 175,01 ribu ton (22,44%) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 100,20 ribu ton dan di luar Pulau Jawa sebesar 74,80 ribu ton. Peningkatan luas panen seluas 64,89 ribu ha (11,78%) dan peningkatan produktivitas sebesar 1,35 ku/ha (9,53%). Peningkatan produksi terutama terjadi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Aceh pada tahun 2014 (BPS, 2014). Sampai saat ini, provinsi yang memiliki luas panen dan produksi terbesar di Indonesia yaitu Provinsi Jawa Timur. Menurut BPS

(2)

(2014), Jawa Timur memberikan sumbangan bagi produksi kedelai sekitar 49% dari total produksi nasional.

Menurut BPS Provinsi Jawa Timur (2015), hasil panen tanaman kedelai di Jawa Timur tahun 2013 mencapai 3.294,61 ku, kemudian naik menjadi 3.554,64 ton di tahun 2014 dan turun lagi menjadi 3.456,83 pada tahun 2015. Fluktuasi pada produksi dari tahun ke tahun sangat dipengaruhi oleh perubahan luas lahan panen dan produktivitas kedelai. Pada tahun 2014 terjadi kenaikan luas panen di Jawa Timur 4.262 ha, sementara di tahun 2015 kembali mengalami penurunan luas panen sekitar 7.775 dibanding dengan tahun 2014, sehingga mengakibatkan penurunan produksi kedelai. Selain itu, pada tahun 2011 produktivitas kedelai sebesar 18,32 ku/ha, pada tahun 2012 sebesar 19,16 ku/ha, atau meningkat sebesar 0,84 ku/ha (Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Jawa Timur, 2012). Kemudian mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi 15,64 ku/ha dan naik lagi di tahun 2014 menjadi 16,54 ku/ha sebesar 0,90 ku/ha (5,75%) (BPS Provinsi Jawa Timur, 2015). Produktivitas kedelai potensial di Provinsi Jawa Timur secara umum lebih tinggi dari produktivitas kedelai secara nasional yang hanyasebesar 15,51 ku/ha (Kementrian Pertanian, 2015).

Potensi yang sangat besar dalam produksi kedelai dimiliki oleh Provinsi Jawa Timur, namun seringkali muncul berbagai masalah produksi berkaitan dengan sifat usahatani yang tergantung pada kondisi alam. Perubahan cuaca/iklim yang tidak dapat diprediksi terjadi akibat pemanasan global. Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan iklim telah mengancam produksi kedelai di Jawa Timur. Kemarau panjang yang menyebabkan tanaman didera kekeringan dan panjangnya periode hujan yang merendam sebagian areal tanaman adalah dampak langsung dari perubahan iklim. Menurut Engelstad (1985), air mempunyai peran yang paling penting daripada unsur hara lainnya. Tanpa air semua proses bilogis tanaman akan terhenti dan zat hara tidak dapat dimanfaatkan. Kekeringan pada lahan budidaya biasa terjadi pada stadia berbunga, stadia pembentukan polong, dan pengisian polong. Hal ini akan mengakibatkan risiko gagal panen yang lebih tinggi.

Indonesia memiliki sekitar 60% areal pertanian kedelai yang terdapat di lahan sawah dan sisanya di lahan kering. Di lahan sawah, kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah pertanaman padi, sedangkan di lahan kering (tegalan) kedelai umumnya

(3)

ditanam pada musim hujan. Ketersediaan air yang lebih baik pada lahan sawah irigasi memungkinkan pemanfaatan sarana produksi menjadi lebih intensif, disamping penyerapan unsur hara menjadi lebih efektif memberikan produktivitas lebih besar (Tahir, dkk., 2011). Kendatipun air sangat dibutuhkan tanaman kedelai untuk pertumbuhan dan perkembangannya, tetapi kelebihan jumlah air di lahan juga akan menimbulkan risiko gagal panen karena intensitas hujan yang berlebihan akan meningkatkan kelembaban dalam tanah.

Kelembaban yang tinggi akan menjadi pemicu penyebaran OPT dan mempercepat pembusukan di dalam tanah ketika tanaman kedelai yang sudah mendekati masa panen terendam air. Perubahan iklim akan meningkatkan populasi hama. Ulat grayak Spodoptera litura dan pengisap polong, serta Kutu kebul merupakan hama penting yang dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 80% dan bahkan puso apabila tidak dikendalikan. Saat ini OPT mengancam sentra produksi di Jawa Timur dan tidak tertutup kemungkinan akan menyebar ke daerah lain. Ketahanan tanaman kedelai terhadap serangan OPT tersebut akan sangat dipegaruhi oleh jenis varietas kedelai yang digunakan petani (Puslitbangtan, 2015).

Kenaikan suhu udara akibat perubahan iklim menyebabkan peningkatan laju penguapan, baik dari permukaan laut maupun permukaan tanah dan tanaman, yang secara meteorologi akan meningkatkan potensi hujan secara global. Dari tabel 1.1, tentang luas lahan sawah berdasarkan kerawan banjir/genangan di Jawa, dapat diketahui bahwa wilayah Jawa Timur merupakan daerah yang memiliki luas lahan sawah rawan banjir paling tinggi dari wilayah lain di pulau Jawa. Hal ini akan menjadi faktor pembatas bagi usahatani kedelai di Jawa Timur karena banjir ini secara tidak langsung akan menurunkan luas areal panen dan turunnya produksi kedelai secara signifikan. Fenomena pergeseran pola hujan yang terjadi saat ini akan mempengaruhi sumber daya dan infrastruktur pertanian yang menyebabkan bergesernya waktu tanam, musim, dan pola tanam, serta degradasi lahan.

(4)

Tabel 1.1 Luas Lahan Sawah Berdasarkan Kerawan Banjir/Genangan di Jawa.

Sumber : Litbang Pertanian Tahun 2015

Selain itu, sulitnya peningkatan produksi kedelai juga diakibatkan oleh sifat dasar dari tanaman kedelai yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga stabilitasnya rendah. Penurunan tingkat produksi kedelai akan semakin besar akibat masih rendahnya produktivitas dan keuntungan usahatani kedelai dibanding komoditas lain seperti jagung, sehingga petani kurang berminat menanam kedelai dan berpindah ke usahatani tanaman lain yang lebih menguntungkan, sebagai akibatnya terjadi penurunan luas areal tanam kedelai. Kedelai pada lahan tegalan di musim hujan sering tidak diperlakukan sebagai tanaman utama karena tanaman utama pada lahan tegal adalah jagung atau padi gogo, sehingga jarang dijumpai hamparan lahan kedelai yang luas (Tahir, dkk., 2011).

Selanjutnya, penggunaan pupuk berbahan kimia dengan dosis yang tidak sesuai anjuran juga dapat menjadi ancaman bagi usahatani kedelai karena penggunaaan bahan-bahan kimia yang dosisnya terlalu tinggi dapat menurunkan produktivitas kedelai karena terjadi degradasi lahan dalam jangka panjang, selain itu bisa terjadi mall nutrisi sehingga produktivitas kedelai akan semakin rendah dari tahun ke tahun bahkan akan terjadi gagal panen. Sebenarnya, tanah membutuhkan pupuk kimia untuk memenuhi kebutuhan hara yang tidak tersedia dalam tanah. Ketersediaan hara yang sesuai akan meningkatkan kesuburan tanah. Tanah yang subur memiliki produktivitas yang lebih tinggi, sehingga menguntungkan petani. Namun, harga pupuk kimia di pasaran relatif tinggi. Hal ini akan menyulitkan petani kecil karena tidak mampu untuk membeli pupuk, akibatnya produksinya tidak optimal.

Tingginya risiko yang ditimbulkan dari pengusahaan kedelai membuat petani dan swasta tidak terlalu berminat dalam mengembangkan kedelai. Hal demikian mengakibatkan Propinsi Sangat Rawan

(ha) Rawan (ha) Kurang Rawan (ha) Tidak Rawan (ha) Jumlah (ha) Jawa Barat 27.654 205.304 324.734 409.984 967.676 Banten 7.509 53.472 89.291 42.259 192.531 Jawa Tengah 49.569 503.803 188.688 303.346 1.045.406 DIY - 15.301 34.459 13.622 63.382 Jawa Timur 105.544 306.337 533.447 359.631 1.304.958 4

(5)

produksi kedelai domestik rendah dan menyebabkan tingginya impor kedelai yang dilakukan Indonesia, sehinga mengindikasikan bahwa Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai di negaranya sendiri. Impor tersebut menyebabkan harga kedelai domestik jatuh dan akan menurunkan pendapatan petani dan nantinya daya saing petani gurem akan semakin kecil sehingga minat menanam kedelai akan semakin rendah. Jika dibiarkan hal ini akan mengancam ketahanan pangan di Indonesia.

Besarnya risiko yang dihadapi dalam usahatani kedelai akan tergantung pada keberanian petani untuk mengambil keputusan. Apabila usahatani mengalami kegagalan, hal ini akan berpegaruh pada pengambilan keputusan usahatani di masa berikutnya. Keputusan untuk mengalokasikan input dalam kegiatan usahatani kedelai sangat dipengaruhi oleh perilaku petani terhadap risiko yang dihadapi. Disamping kegagalan panen, akan berakibat pula pada rendahnya pendapatan yang diperoleh petani. Di sisi lain, budidaya yang kurang intensif berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang kurang memadai, sehingga efektifitas penyerapan tenaga kerja di pedesaan sangat rendah (Darsono cit.Tahir., 2011).

Terlepas dari segala risiko yang dihadapi petani dalam pengusahaan tanaman kedelai, dari sudut pandang ekonomi, kedelai merupakan tanaman pangan yang sangat penting untuk diusahakan bila dilihat dari kegunaan dan potensi yang tinggi dalam peyerapan tenaga kerja. Dari peluang pasar, prospek pengembangan kedelai sangat tinggi karena permintaan kedelai oleh pasar domestik maupun manca negara semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Permintaan kedelai domestik semakin meningkat mengingat kedelai merupakan bahan dasar pembuatan tempe dan tahu yang telah menjadi konsumsi sehari-hari sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari konsumsi kedelai nasional yang dihitung atas dasar jumlah penduduk dan konsumsi/kapita/tahun. Jumlah penduduk tumbuh sekitar 1,13% juta jiwa per tahun, sementara konsumsi kedelai/kapita/tahun tumbuh sekitar 0,24% kg/kapita/tahun, dan jumlah konsumsi kedelai tumbuh sekitar 1,38% juta ton (BPS, 2006).

Kebutuhan kedelai dapat dipenuhi bila dilakukan intensifikasi usahatani kedelai yang baik sesuai karakteristik lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal tersebut, maka analisis terhadap risiko produksi usahatani kedelai sangat penting untuk diteliti. Produktivitas

(6)

merupakan salah satu komponen dari produksi, sehingga besarnya risiko produktivitas juga sangat penting untuk diketahui. Risiko produktivitas akan lebih mencerminkan besarnya risiko usahatani kedelai terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan, karena dengan menghitung risiko produktivitas, maka faktor variasi luas lahan telah diseleksi sehingga hasilnya lebih representative. Risiko prouktivitas pada berbagai tipe lahan yang ada di lokasi penelitian perlu untuk diteliti agar diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dijadikan acuan dalam penentuan kebijakan-kebijakan terkait dengan risiko produktivitas yang berhubungan pada keberlanjutan usahatani kedelai di berbagai wilayah Provinsi Jawa Timur.

2. Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi risiko produktivitas pada usahatani kedelai di Provinsi Jawa Timur?

2. Berapa besarnya risiko produktivitas pada usahatani kedelai lahan sawah dan kedelai lahan bukan sawah di Provinsi Jawa Timur?

3. Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produktivitas pada usahatani kedelai di ProvinsiJawa Timur

2. Mengetahui besarnya risiko produktivitas pada usahatani kedelai lahan sawah dan kedelai lahan bukan sawah di Provinsi Jawa Timur

4. Kegunaan

1. Peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan peneliti di bidang sosial ekonomi pertanian dan sebagai syarat dalam mencapai Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Pemerintah atau pihak-pihak terkait, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan produksi kedelai nasional.

3. Petani, penelitian ini dapat menjadi masukan sebagai bahan pertimbangan dalam menghadapi risiko produksi pada usahatani kedelai yang dilakukan.

(7)

4. Masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi terkait risiko produksi dan pengaruh input produksi terhadap risiko usahatani kedelai di Jawa Timur.

5. Peneliti lain, sebagai bahan pembanding dan referensi untuk penelitian sejenis.

Referensi

Dokumen terkait

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Timbangan digital, digunakan untuk menimbang Titanium-Boron (Ti-B), karena ketelitian timbangan

Setelah menyelesaikan membayar ojek, pemuda itu memalingkan wajah kepada SC, SC buru-buru memalingkan wajahnya dan pura-pura sibuk dengan tali sepatunya, tetapi

Karena fenomena tersebut, maka peneliti melakukan penelitian pada perusahaan PT XL Axiata Tbk dengan produk-produk XL untuk menganalisis ekuitas merek

Untuk perlakuan pada media formulasi limbah cair pabrik kelapa sawit hambatan makan yang paling rendah pada perlakuan LCPKS 75 % + 0,4 g gula merah + 30 ml air kelapa +

Satwa mangsa sebagai komponen pakan pada habitat harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas yang dapat ditemukan adalah babi hutan, rusa sambar, kijang, monyet, siamang

[r]

terjadi pada area pembuatan springbed berasal dari sumber bahaya telah digolongkan menjadi 6 sumber bahaya meliputi: sikap pekerja, material kerja, kondisi lingkungan.. kerja,

Seperti tampak pada Gambar 8, setelah diketahui hasil dari BER saat hanya terkena AWGN maka dapat dibandingkan dengan saat citra terletak pada kanal transmisi