LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM
MEMPELAJARI PERIPHYTON
Yang dilaksanakan pada tanggal 30 November 2012
Oleh :
1. Rizky Amalia 081114035 2. Devy Manikam P. 081114055 3. Ika Putri Dewanty 081114071 4. Marlinda Ika S. 081114088 5. Istuning Ma’unah 081114089
Dosen Pembimbing:
Drs. Bambang Irawan, M.Sc., Ph.D.
Dr. Sucipto Hariyanto, DEA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2012
ABSTRAK
Perifiton adalah organisme (hewan atau tumbuhan) yang melekat atau bergantung pada tanaman atau benda yang tersembul atau muncul dari dasar. Biomassa yang terbentuk merupakan sumber makanan alami bagi biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan. Sehingga sangat menarik apabila dilakukan kajian mengenai organisme perifiton ini yang memiliki peranan penting dalam ekosistem perairan. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari organisme periphyton yang terdapat pada substrat batu yang telah didedahkan di kolam selama ± 2 bulan. Praktikum dilaksanakan pada 30 November 2012 di sekitar kolam FST UA. Untuk melakukan praktikum ini dilakukan teknik sampling yang menggunakan bahan batu yang telah didedahkan selama 2 bulan di dalam kolam. Alat yang digunakan antara lain bak plastik, sikat, mistar, botol air, pengukur luas yang terbuat dari karpet plastik, timbangan analitik, kertas saring, corong gelas, dan kertas label. Sampling dilakukan secara random dengan mengambil sampel batu yang telah didedahkan selama 2 bulan di dalam kolam kemudian mengambil periphytonnya dengan menyikat substrat tersebut dan menyaringnya. Dari hasil pengamatan yang didapatkan perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap kelompok berbeda. Perbedaan biomassa periphyton dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain suhu air, salinitas, pH air, Oksigen terlarut (DO), nitrat, fosfat, kekeruhan dan kecepatan arus.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kondisi geografis dengan wilayah perairan yang lebih luas daripada wilayah daratannya. Selain sebagai sarana wisata dan sumber perekonomian, wilayah perairan dengan berbagai organisme hidup didalamnya, ternyata oleh para ilmuwan memiliki daya tarik tersendiri, terlebih jika diperhadapkan dengan berbagai organisme yang hidup di dalamnya.
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat. Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme air tawar dibedakan sebagai berikut.
a. Plankton, terdiri atas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
b. Nekton, hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
c. Neuston, organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
d. Perifiton; organisme (hewan atau tumbuhan) yang melekat atau bergantung pada tanaman atau benda yang tersembul atau muncul dari dasar.
e. Bentos, hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Perifiton adalah bagian dari trofic level yang memiliki peranan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Biomassa yang terbentuk merupakan sumber makanan alami bagi biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al.,1992 di Zulkifli, 2000). Sehingga sangat menarik apabila dilakukan kajian mengenai organisme perifiton ini yang memiliki peranan penting dalam ekosistem perairan.
1.2 Dasar Teori 1.2.1 Perifiton
A. Terminologi
Istilah perifiton meskipun digunakan secara bervariasi, namun lebih ditujukan kepada flora yang tumbuh di atas substrat di perairan. Menurut Hill dan Webster (1982), perifiton adalah mikroalgae menempel yang umumnya merupakan sumber energi utama di perairan, sangat melimpah dan memiliki peranan yang lebih besar dalam menentukan produktivitas primer dibanding fitoplankton. Round in Wood (1967) menggunakan istilah perifiton untuk algae yang tumbuh di permukaan substrat buatan (bewuch) atau substrat alami (aufwuch). Dalam penelitian ini digunakan istilah perifiton menurut Sheppard et
al. (1992), yaitu perifiton merupakan algae mikroskopis yang hidup menempel
pada daun lamun. Berdasarkan tipe substrat tempat menempelnya perifiton, Wetzel (1982) mengklasifikasikan sebagai berikut:
1. Epifitik, menempel pada permukaan tumbuhan 2. Epipelik, menempel pada permukaan sedimen 3. Epilitik, menempel pada permukaan batuan 4. Epizooik, menempel pada permukaan hewan
5. Epipsammik, hidup dan bergerak diantara butir-butir pasir. 6.
B. Struktur komunitas perifiton
Struktur komunitas meliputi keanekaragaman jenis, keseragaman, kelimpahan, struktur dan bentuk pertumbuhan, dominansi dan struktur trofik (Krebs, 1989).
Keanekaragaman menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu komunitas di ekosistem. Semakin tinggi keanekaragaman spesies di suatu komunitas menunjukkan adanya keseimbangan dalam ekosistem tersebut. Keanekaragaman dipengaruhi oleh adanya predator dan kemampuan mempertahankan diri dari perubahan kondisi lingkungan.
Keseragaman menunjukkan komposisi individu dari spesies yang terdapat dalam suatu komunitas, dimana akan terjadi dominasi spesies dalam suatu komunitas bila keseragaman mendekati minimum dan sebaliknya suatu komunitas akan relatif mantap apabila keseragaman mendekati maksimum (Brower et al., 1990).
Dominansi menunjukkan ada tidaknya suatu jenis individu yang mendominasi dalam suatu komunitas, dimana jenis yang mendominasi cenderung mengendalikan komunitas (Simpson, 1984 in Krebs, 1989).
Secara umum struktur komunitas perifiton terdiri dari algae mikroskopis yang bersifat sessil, satu sel maupun algae filamen terutama jenis Diatomae, Algae Conjugales, Cyanophyceae, Euglenophyceae, Xanthophyceae dan Crysophyceae (Kitting, 1984 in Borowitzka dan Lethbridge, 1989 in Zulkifli, 2000). Struktur komunitas perifiton dari setiap perairan sangat beragam, namun perifiton yang tumbuh pada berbagai jenis makrofita di suatu perairan dapat seragam (Prygiel dan Coste, 1993).
C. Eksistensi komunitas perifiton
Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dari benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap saat pada substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Biomassa perifiton yang terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al.,1992 di Zulkifli, 2000).
Perkembangan perifiton dapat dipandang sebagai proses akumulasi, yaitu proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan hasil kolonialisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi dengan faktor fisika-kimia perairan (Borowitzka dan Lethbridge, 1989 di Zulkifli, 2000).
Menurut Osborn (1983), proses kolonialisasi merupakan pembentukan koloni perifiton pada substrat yang berlangsung segera seketika pengkoloni menempel pada substrat. Tipe substrat sangat menentukan proses kolonialisasi dan komposisi perifiton, hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya.Kemampuan perifiton menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahkannya.
Untuk menempel pada substrat, perifiton mempunyai berbagai alat penempel, yaitu:
1. Rhizoid, seperti pada Oedogonium dan Ulothrix
2. Tangkai bergelatin panjang atau pendek, seperti pada Cymbella,
Gomphonema dan Achnanthes
3. Bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan (sphaerical) yang diperkuat dengan kapur atau tidak, seperti pada Rivularia, Chaetophora dan
Ophyrydium.
1.2.2 Peranan faktor-faktor lingkungan terhadap komunitas perifiton
Faktor-faktor lingkungan baik itu parameter fisika dan kimia memiliki peranan yang akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme secara langsung maupun tidak langsung. Karakteristik fisika-kimia perairan pada suatu habitat akan mendukung suatu struktur komunitas biota yang hidup di dalamnya dengan ciri khas pula. Begitu juga halnya dengan komunitas lamun dan perifiton.
1. Suhu
Wood (1967) menyatakan bahwa terdapat perifiton yang dapat mentolerir kisaran suhu yang luas (eurythermal) dan tipe yang mentolerir suhu dengan kisaran suhu yang terbatas (stenothermal).
2. Salinitas
Peningkatan salinitas dapat menurunkan kelimpahan perifiton (Kendrick et
al.,1987 in Borowitzka dan Lethbridge, 1989 in Zulkifli, 2000).
3. Derajat keasaman (pH)
Nilai pH di lingkungan perairan laut relatif stabil dan berada pada kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5 – 8,4 (Nybakken, 1993). Batas toleransi organisme perairan terhadap pH bervariasi, tergantung kepada suhu, DO, dan tingkat stadium dari biota bersangkutan. Nilai pH dapat juga mengidentifikasi tingkat kesuburan perairan (Banarjea in Widianingsih, 1991).
4. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut dibutuhkan oleh organisme air untuk proses metabolisme jaringan tubuhnya. Kandungan oksigen terlarut di perairan juga dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran. Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan kematian pada biota yang terdapat di air. Rendahnya kandungan oksigen disebabkan oleh pesatnya aktivitas bakteri dalam menguraikan bahan organik di perairan.
5. Nitrat
Perkembangan perifiton sebagai komponen biota autotrof, dipengaruhi oleh ketersediaan unsur-unsur hara di perairan. Peningkatan kandungan nitrogen bersama-sama dengan fosfor akan meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan air (Horner dan Welch, 1981).
6. Fosfat
Fosfat dikelompokkan sebagai fosfat anorganik (dalam tubuh organisme melayang atau seston) dan senyawa organik. Senyawa fosfat dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan dari tumbuhan atau dari laut sendiri (Susana, 1996). Menurut Saeni (1989), sumber-sumber fosfat di perairan juga berasal dari limbah industri, hancuran dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat. Fosfat yang diserap oleh organisme nabati (mikro ataupun makrofita) berbentuk orthofosfat yang terlarut dalam air atau asam lemak.
7. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang menyebabkan terjadinya fenomena pembiasan cahaya dan menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air. Nilai kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan; semakin rendah nilai kekeruhan maka semakin tinggi nilai kecerahan perairan yang berarti semakin besar tingkat penetrasi cahaya pada kolom air (Abal dan Dennison, 1996). Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, zat-zat koloid, bahan-bahan organik, jasad renik yang melayang dalam kolom air.
8. Kecepatan arus
Arus merupakan gerakan air yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air. Wetzel (1975) menyebutkan bahwa beberapa jenis algae yang menempel dapat mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya kecepatan arus akan meningkatkan keragaman jenis organisme yang melekat. Hicks (1986) dan Armonies (1988) in Susetiono (1994) membuktikan bahwa laju penempelan biota terhadap lamun dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya hidrodinamika di dalam massa air seperti arus dan gelombang yang menyebabkan pengadukan sedimen. Menurut Odum (1971) pengendapan partikel di dasar perairan tergantung pada kecepatan arus. Apabila perairan memiliki arus yang kuat maka partikel yang mengendap adalah partikel yang ukurannya lebih besar. Sebaliknya pada tempat yang arusnya lemah, maka yang mengendap di dasar perairan adalah partikel yang halus.
1.3 Rumusan Masalah
Berapa massa periphyton per per 5 cm x 5 cm yang terdapat pada substrat batu yang telah didedahkan dalam kolam selama kurang lebih 3 bulan?
Bagaimana perbandingan massa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 3 bulan pada tiap kelompok?
1.4 Tujuan
Mempelajari organisme periphyton yang terdapat pada substrat batu yang telah didedahkan di kolam selama ± 2 bulan.
1.5 Hipotesis
H0 : Perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap kelompok berbeda
H1 : Perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap kelompok adalah sama.
BAB II METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Jumat, 30 November 2012 Tempat : Sekitar kolam FST UA
2.2 Bahan dan Alat
1. Batu yang telah didedahkan selama 2 bulan di dalam kolam 2. Bak plastik
3. Sikat 4. Mistar 5. Botol air
6. Pengukur luas yang terbuat dari karpet plastik 7. Timbangan analitik
8. Kertas saring 9. Corong gelas 10. Kertas label
2.3 Cara Kerja
1. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan
2. Mengukur berat kertas saring dengan timbangan elektrik
3. Mengambil batu yang telah didedahkan beberapa bulan (2 bulan atau lebih) di kolam yang telah ditentukan.
4. Meletakkan lembaran karpet plastik yang telah dilubangi seluas 5x5 cm di permukaan batu tersebut dan menandai areanya sesuai dengan luas karpet tersebut.
5. Membersihkan area di luar tanda dengan sikat.
6. Mengoleksi sampel periphyton seluas 25 cm2 dengan cara menyikat dan mencucinya dengan air dan menampung dalam suatu bejana.
8. Mengeringkan kertas saring dan sampelnya di dalam oven pada suhu 700 C sampai beratnya konstan.
BAB III
HASIL DAN PENGAMATAN
3.1 Data Hasil Pengamatan
Sesuai dengan urutan penulisan laporan ilmiah pada buku petunjuk praktikum Teori dan Praktik Ekologi, maka data hasil pengamatan terlampir berikut dibawah ini :
No Berat kering Rata-rata Rata-rata2 I II 1. 0.3 0.3 0.3 0,09 2. 0.1 0.3 0.2 0,04 3. 0.1 0.9 0.5 0,25 4. 0.1 0.1 0.1 0,01 5. 0.1 0.2 0.15 0,023 6. 0.1 0.2 0.15 0,023 7. 0.1 0.1 0.1 0,01 8. 0.1 0.1 0.1 0,01 9. 0.1 0.1 0.1 0,01 10. 0.1 0.2 0.15 0,023 11. 0.1 0.1 0.1 0,01 12. 0.3 0.3 0.3 0,09 13. 0.1 0.1 0.1 0,01 14. 0.1 0.1 0.1 0,01
15. 0.1 0.1 0.1 0,01
16. 0.2 0.5 0.35 0,13
Jumlah 2,9 0,75
Tabel 4.1 Biomassa Periphyton
3.2 Analisis Data a. Varians
Sum of Square untuk untuk biomassa Periphyton :
SS =∑ ∑ = 0,75 - = 0,75 – 0,53 = 0,22 s2 = = = = = 0,015 b. Deviasi Standar s = √ = √ = 0,122 c. Koefisien variasi kv = = = 0,67 = 67%
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami mempelajari organisme periphyton yang terdapat pada substrat batu yang telah didedahkan selama kurang lebih 2 bulan. Pengambilan sampel periphyton ini dilakukan di tempat terang maupun gelap pada kolam tengah FST dan kolam depan Sekre secara acak oleh semua kelompok, sehingga kami tidak dapat menentukan asal periphyton dimana sampel diambil. Menurut referensi yang ada, disebutkan bahwa periphyton lebih banyak dijumpai di daerah yang terang (intensitas cahayanya tinggi) daripada di tempat gelap (intensitas cahaya rendah). Hal itu dapat terjadi karena dengan intensitas cahaya yang tinggi periphyton akan lebih mudah berfotosintesis dan berakumulasi sehingga dapat menambah biomassanya.
Sampel periphyton yang diambil berasal dari permukaan batu yang menyembul dari dasar air. Pada bagian tersebut berwarna kehijauan. Hal ini berarti pada bagian tersebut terdapat organisme (hewan atau tumbuhan) yang melekat. Organisme periphyton sangat dipengaruhi oleh besarnya intensitas cahaya sehingga hanya beberapa bagian pada batu saja yang mendapatkan cahaya cukup yang dapat ditumbuhi organisme periphyton.
Setelah menyaring dan menimbang berat kering sampel, diperoleh data rata-rata jumlah biomassa periphyton dari tiap-tiap kelompok sebesar 2.9 g dengan varian 0,015 g dan deviasi standart 0,122 g sehingga diperoleh koefisien variasi sebesar 67%. Dari data yang telah dianalisis maka dapat dilihat jika berat biomassa periphyton pada masing-masing kelompok terjadi perbedaan keanekaragaman variasi hingga 67%. Hal ini dapat terjadi karena daerah yang telah ditentukan batasnya pada luas area yang sama yaitu 25 mm2 memiliki kepadatan pertumbuhan yang berbeda-beda dan juga faktor lain yang berpengaruh yaitu pada saat penyikatan didaerah sekitar area yang bukan dari luas area yang ditentukan dan kurang bersihnya penyikatan periphyton pada substrat batu sehingga mempengaruhi berat biomassa masing-masing subtrat.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya, intensitas cahaya yang merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi biomassa
periphyton, karena dengan adanya cahaya yang cukup maka kebutuhan periphyton akan oksigen dan nutrisi-nutrisi lainnya akan tercukupi dengan baik sehingga dapat memicu berkembangnya suatu organisme peryphiton tersebut pada wilayah tertentu. Selain faktor intensitas cahaya, faktor lain yang dapat menjadi faktor pembatas antara lain turbiditas/ kekeruhan, suhu, pH, arus air, dan salinitas.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah :
1. Periphyton adalah organisme yang melekat atau bergantung pada tanaman atau benda yang tersembul atau muncul dari dasar air.
2. Perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap kelompok berbeda
3. Perbedaan biomassa periphyton dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain suhu air, pH air, dan kedalaman.
6.2 Saran
1. Sebaiknya alat-alat yang digunakan pada praktikum dalam keadaan memungkinkan untuk dipakai sehingga data yang diperoleh dapat lebih baik dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Abal, E. G., and W. C. Dennison. 1996. Seagrass Depth ang Water Quality in
Southern Moreton Bay, Quensland, Australia. Mar. Freshwater Res., 47:
763-771.
Brower, J. E., J. H. Zar and C. Von Ende. 1990. General Ecology. Field and
Laboratory Methods. Iowa : Wm. C. Brown Company Publisher
Hertanto, Yuri. 2008. Sebaran dan Asosiasi Perifiton pada ekosistem Padang
Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Bogor : Skripsi, IPB
Hill, B. H. and J. R. Webster. 1982. Periphyton Production in a Appalachian
River. Hydrobiology, 97:275-280
Horner, R. R., and E. B. Welch. 1981. Stream Periphyton Development in
Relation to Current Velocity and Nutrients. Can. J. Fish. Aquat. Sci., 38 :
449-457.
Krebs, C. L. 1989. Ecological Methodology. London : Harper and Row Publisher Nybakken, J. W. 1993. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Alih Bahasa: H.
Muhammad Eidman. Cetakan ketiga. Jakarta : PT. Gramedia
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd Eds. Philadelphia : W. B. Sounders Company
Osborn, L. L. 1983. Colonization and Recovery of Lothic Epipilic Communities: a
Metabolic Approach. Hydrobiologia, 99: 29-36.
Wood, E. J. F. 1967. Microbiology of Oceans and Estuaries. New York : Elsevier Publishing Company.
Prygiel, J., and M. Coste. 1993. The Assessment of Water Quality in the
Artois-Picardie Water Basin (France) by the Use of Diatom Indices. Hydrobiologia, 270: 343-349.
Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor :Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, -Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB
Sheppard, C., A. Price and C. Robberts. 1992. Seagrasses and Other Dynamic
Wetzel, R. R. 1982. Limnology (2nd edition). Philadelphia : Saunders College Publication Oxford
Susana, T. 1996. Kadar Fosfat di Beberapa Muara Sungai Teluk Jakarta.
Prosiding Seminar Ekologi Laut dan Pesisir I. Jakarta : P3O-LIPI
Susetiono. 1994. Struktur dan Kelimpahan Meiofauna diantara Enhalus
acoroides di Pantai Kuta Lombok Tengah. Dalam: W. Kasim, M. K. Moosa
dan M. Hutomo. 1994 (eds.). Struktur Biologi Padang Lamun di Pantai
Selatan Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Proyek Pengembangan
Kelautan/MREP dan P3O-LIPI. Jakarta.
Wetzel, R. R. 1975. Primary Production. In Whitton, B. a (eds.) River Ecology. Oxford : Blackwell Scientific Publication
Widianingsih. 1991. Hubungan Antara Sifat Fisika Kimia Oseaografi Terhadap
Keberadaan Zooplankton di Perairan Muara Baru, Teluk Jakarta. Bogor :
Laporan PKL (tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan. IPB
Zulkifli. 2000. Sebaran Spasial Komunitas Perifiton dan Asosiasinya Dengan
Lamun di Perairan Teluk Pandan Lampung Selatan. Bogor : Tesis
LAMPIRAN
Peralatan dan bahan praktikum
Pencarian batu sampling periphyton
Pemasangan cetakan ukuran
Membersihkan periphyton diluar cetakan
Penyaringan substrat periphyton